makalah pkn.docx

147

Transcript of makalah pkn.docx

Page 1: makalah pkn.docx
Page 2: makalah pkn.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.

Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :

a) HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.

b) HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.

c) HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.

Page 3: makalah pkn.docx

1.2 Rumusan Masalah

Masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia?

2. Perkembangan HAM

3. Macam-Macam HAM

4. Hak Asasi Manusia Menurut Undang-Undang

5. Apa itu pelanggaran HAM?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia

Secara harfiah hak asasi manusia (HAM) dapat dimaknakan sebagai hak-hak yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai manusia. Hak-hak ini bersumber dari pemikiran moral manusia dan diperlukan untuk menjaga harkat dan martabat suatu individu sebagai seorang manusia. Dengan kata lain, HAM secara umum dapat diartikan sebagai hak-hak yang melekat pada diri segenap manusia sehingga mereka diakui keberadaannya tanpa membedakan seks, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik, kewarganegaraan, kekayaan, dan kelahiran.

Page 4: makalah pkn.docx

Berikut ini Pengertian HAM dari beberapa ahli :

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan:

2002).

Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights,

United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah

hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup

sebagai manusia.

John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan

Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).

Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa

“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan

masyarakat.

Page 5: makalah pkn.docx

2.2 Perkembangan Pemikiran HAM

Perkembangan HAM dibagi dalam 4 generasi, yaitu :

1. Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang

hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan

politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya

keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum

yang baru.

2. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak

sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan

perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua,

hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak

sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.

3. Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga

menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum

dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam

pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan

dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi

menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan

banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.

4. Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses

pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak

negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program

pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan

melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat

dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan

deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People

and Government

Konsep Dasar dan Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia

(1) Konsep Dasar Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia

manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya

oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata

berdasarkan martabatnya sebagai manusia.10 Dalam arti ini, maka meskipun setiap

Page 6: makalah pkn.docx

orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan

kewarganegaraan yang berbeda- beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah

sifat universal dari hak-hak tersebut.

Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable).

Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau betapapun

bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan

karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat

pada dirinya sebagai makhluk insani.

Asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia seperti dipaparkan di atas

bersumber dari teori hak kodrati (natural rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu

bermula dari teori hukum kodrati (natural law theory), yang terakhir ini dapat dirunut

kembali sampai jauh ke belakang hingga ke zaman kuno dengan filsafat Stoika hingga

ke zaman modern melalui tulisan-tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas.11 Hugo

de Groot --seorang ahli hukum Belanda yang dinobatkan sebagai “bapak hukum

internasional”, atau yang lebih dikenal dengan nama Latinnya, Grotius,

mengembangkan lebih lanjut teori hukum kodrati Aquinas dengan memutus asal-

usulnya yang teistik dan membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional.

Dengan landasan inilah kemudian, pada perkembangan selanjutnya, salah seorang kaum

terpelajar pasca-Renaisans, John Locke, mengajukan pemikiran mengenai teori hak-hak

kodrati. Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang melandasi munculnya

revolusi hak dalam revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Perancis pada

abad ke-17 dan ke-18.

Dalam bukunya yang telah menjadi klasik, “The Second Treatise of Civil

Government and a Letter Concerning Toleration” Locke mengajukan sebuah postulasi

pemikiran bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup,

kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat

dicabut atau dipreteli oleh negara.12 Melalui suatu ‘kontrak sosial’ (social contract),

perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut ini diserahkan kepada negara. Tetapi,

menurut Locke, apabila penguasa negara mengabaikan kontrak sosial itu dengan

melanggar hak-hak kodrati individu, maka rakyat di negara itu bebas menurunkan sang

penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati

hak-hak tersebut. Melalui teori hak-hak kodrati ini, maka eksistensi hak-hak individu

yang pra-positif mendapat pengakuan kuat.

Gagasan hak asasi manusia yang berbasis pada pandangan hukum kodrati itu

mendapat tantangan serius pada abad 19. Edmund Burke, orang Irlandia yang resah

dengan Revolusi Perancis, adalah salah satu di antara penentang teori hak-hak kodrati.

Page 7: makalah pkn.docx

Burke menuduh para penyusun “Declaration of the Rights of Man and of the Citizen”

mempropagandakan “rekaan yang menakutkan mengenai persamaan manusia”.

Deklarasi yang dihasilkan dari Revolusi Perancis itu baginya merupakan “ide-ide yang

tidak benar dan harapan-harapan yang sia-sia pada manusia yang sudah ditakdirkan

menjalani hidup yang tidak jelas dengan susah payah.”13 Tetapi penentang teori hak

kodrati yang paling terkenal adalah Jeremy Bentham, seorang filsuf utilitarian dari

Inggris. Kritik Bentham yang mendasar terhadap teori tersebut adalah bahwa teori hak-

hak kodrati itu tidak bisa dikonfirmasi dan diverifikasi kebenarannya. Bagaimana

mungkin mengetahui dari mana asal hak-hak kodrati itu, apa sajakah hak itu dan apa

isinya?

Bentham dengan sinis menertawakan teori hak-hak kodrati itu dengan

mengatakan: “Bagi saya, hak sebagai kata benda (berlawanan dengan kata sifat), adalah

anak kandung hukum: dari hukum riil lahir pula hak-hak riil; namun dari hukum

imajiner; hukum kodrati --yang dikhayal dan direka para penyair, ahli-ahli pidato dan

saudagar dalam rupa racun moral dan intelektual-- lahirlah hak-hak rekaan ... Hak-hak

kodrati adalah omong kosong yang dungu: hak yang kodrati dan tidak bisa dicabut

adalah omong kosong yang retorik, atau puncak dari omong kosong yang berbahaya!”.14

Lebih lanjut, dalam sebuah risalahnya yang lain, Bentham mengulang kembali cercaan

sinisnya pada teori hak-hak kodrati. Ia menulis, “Bagi saya hak dan hukum merupakan

hal yang sama, karena saya tidak mengenal hak yang lain. Hak bagi saya adalah anak

kandung hukum: dari berbagai fungsi hukum lahirlah beragam jenis hak. Hak kodrati

adalah seorang anak yang tidak pernah punya seorang ayah”.15 Serangan dan penolakan

kalangan utilitarian itu kemudian diperkuat oleh mazhab positivisme,16 yang

dikembangkan belakangan dengan lebih sistematis oleh John Austin. Kaum positivis

berpendapat bahwa eksistensi dan isi hak hanya dapat diturunkan dari hukum negara.

Satu-satunya hukum yang sahih adalah perintah dari yang berdaulat.17 Ia tidak datang

dari “alam” atau “moral”.

Namun demikian, kecaman dan penolakan dari kalangan utilitarian dan positivis

tersebut tidak membuat teori hak-hak kodrati dilupakan orang. Jauh dari anggapan

Bentham, hak-hak kodrati tidak kehilangan pamornya, ia malah tampil kembali pada

masa akhir Perang Dunia II. Gerakan untuk menghidupkan kembali teori hak kodrati

inilah yang mengilhami kemunculan gagasan hak asasi manusia di panggung

internasional.18 Pengalaman buruk dunia internasional dengan peristiwa Holocaust Nazi,

membuat dunia berpaling kembali kepada gagasan John Locke tentang hak-hak kodrati.

“Setelah kebiadaban luar biasa terjadi menjelang maupun selama Perang Dunia II,

Page 8: makalah pkn.docx

gerakan untuk menghidupkan kembali hak kodrati menghasilkan dirancangnya

instrumen internasional yang utama mengenai hak asasi manusia,” tulis Davidson.19 Hal

ini dimungkinkan dengan terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945,

segera setelah berakhirnya perang yang mengorbankan banyak jiwa umat manusia itu.

Dengan mendirikan PBB, masyarakat internasional tidak ingin mengulang terjadinya

kembali Holocaust di masa depan, dan karena itu “menegaskan kembali kepercayaan

terhadap hak asasi manusia, terhadap martabat dan kemuliaan manusia, terhadap

kesetaraan hak-hak laki-laki dan perempuan, dan kesetaraan negara besar dan kecil”.20

Dari sinilah dimulai internasionalisasi gagasan hak asasi manusia. Sejak saat

itulah masyarakat internasional bersepakat menjadikan hak asasi manusia sebagai

“suatu tolok ukur pencapaian bersama bagi semua rakyat dan semua bangsa” (“a

commond standard of achievement for all peoples and all nations”). Hal ini ditandai

dengan diterimanya oleh masyarakat internasional suatu rezim hukum hak asasi

manusia internasional yang disiapkan oleh PBB atau apa yang kemudian lebih dikenal

dengan “International Bill of Human Rights”.

Dari paparan di atas cukup jelas bahwa teori hak-hak kodrati telah berjasa dalam

menyiapkan landasan bagi suatu sistem hukum yang dianggap superior ketimbang

hukum nasional suatu negara, yaitu norma hak asasi manusia internasional. Namun

demikian, kemunculannya sebagai norma internasional yang berlaku di setiap negara

membuatnya tidak sepenuhnya lagi sama dengan konsep awalnya sebagai hak-hak

kodrati. Substansi hak-hak yang terkandung di dalamnya juga telah jauh melampaui

substansi hak-hak yang terkandung dalam hak kodrati (sebagaimana yang diajukan John

Locke). Kandungan hak dalam gagasan hak asasi manusia sekarang bukan hanya

terbatas pada hak-hak sipil dan politik, tetapi juga mencakup hak-hak ekonomi, sosial

dan budaya. Bahkan belakangan ini substansinya bertambah dengan munculnya hak-hak

“baru”, yang disebut “hak-hak solidaritas”. Dalam konteks keseluruhan inilah

seharusnya makna hak asasi manusia dipahami dewasa ini.

(2) Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia

Karel Vasak, seorang ahli hukum dari Perancis, membantu kita untuk memahami

dengan lebih baik perkembangan substansi hak-hak yang terkandung dalam konsep hak

asasi manusia. Vasak menggunakan istilah “generasi” untuk menunjuk pada substansi

dan ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu. Ahli

hukum dari Perancis itu membuat kategori generasi berdasarkan slogan Revolusi

Perancis yang terkenal itu, yaitu: “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan”.21 Menurut

Vasak, masing-masing kata dari slogan itu, sedikit banyak mencerminkan

Page 9: makalah pkn.docx

perkembangan dari kategori-kategori atau generasi-generasi hak yang berbeda.

Penggunaan istilah “generasi” dalam melihat perkembangan hak asasi manusia memang

bisa menyesatkan. Tetapi model Vasak tentu saja tidak dimaksudkan sebagai

representasi dari kehidupan yang riil, model ini tak lebih dari sekedar suatu ekspresi dari

suatu perkembangan yang sangat rumit. Bagaimana persisnya generasi-generasi hak

yang dimaksud oleh Vasak? Di bawah ini garis-garis besarnya dielaborasi lebih lanjut. (a)

Generasi Pertama Hak Asasi Manusia

“Kebebasan” atau “hak-hak generasi pertama” sering dirujuk untuk mewakili hak-

hak sipil dan politik, yakni hak-hak asasi manusia yang “klasik”. Hak-hak ini muncul

dari tuntutan untuk melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan

kekuatan-kekuatan sosial lainnya --sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak yang

bergelora di Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. Karena itulah

hak-hak generasi pertama itu dikatakan sebagai hak-hak klasik. Hak-hak tersebut pada

hakikatnya hendak melindungi kehidupan pribadi manusia atau menghormati otonomi

setiap orang atas dirinya sendiri (kedaulatan individu). Termasuk dalam generasi

pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak suaka

dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan

berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari

penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas

dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses peradilan yang adil.

Hak-hak generasi pertama itu sering pula disebut sebagai “hak-hak negatif”.

Artinya tidak terkait dengan nilai-nilai buruk, melainkan merujuk pada tiadanya campur

tangan terhadap hak-hak dan kebebasan individual. Hak-hak ini menjamin suatu ruang

kebebasan di mana individu sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri. Hak-

hak generasi pertama ini dengan demikian menuntut ketiadaan intervensi oleh pihak-

pihak luar (baik negara maupun kekuatan-kekuatan sosial lainnya) terhadap kedaulatan

individu. Dengan kata lain, pemenuhan hak-hak yang dikelompokkan dalam generasi

pertama ini sangat tergantung pada absen atau minusnya tindakan negara terhadap hak-

hak tersebut. Jadi negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan

mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Inilah yang

membedakannya dengan hak-hak generasi kedua, yang sebaliknya justru menuntut

peran aktif negara. Hampir semua negara telah memasukkan hak-hak ini ke dalam

konstitusi mereka.

Page 10: makalah pkn.docx

(b) Generasi Kedua Hak Asasi Manusia

“Persamaan” atau “hak-hak generasi kedua” diwakili oleh perlindungan bagi hak-

hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak ini muncul dari tuntutan agar negara

menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar setiap orang, mulai dari makan

sampai pada kesehatan. Negara dengan demikian dituntut bertindak lebih aktif, agar

Page 11: makalah pkn.docx

hak-hak tersebut dapat terpenuhi atau tersedia.22 Karena itu hak-hak generasi

kedua ini dirumuskan dalam bahasa yang positif: “hak atas” (“right to”), bukan dalam

bahasa negatif: “bebas dari” (“freedom from”). Inilah yang membedakannya dengan

hak-hak generasi pertama. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas

pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas

kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan

yang sehat, dan hak atas perlindungan hasil karya ilmiah, kesusasteraan, dan kesenian.

Hak-hak generasi kedua pada dasarnya adalah tuntutan akan persamaan sosial.

Hak-hak ini sering pula dikatakan sebagai “hak-hak positif”. Yang dimaksud dengan

positif di sini adalah bahwa pemenuhan hak-hak tersebut sangat membutuhkan peran

aktif negara. Keterlibatan negara di sini harus menunjukkan tanda plus (positif), tidak

boleh menunjukkan tanda minus (negatif). Jadi untuk memenuhi hak-hak yang

dikelompokkan ke dalam generasi kedua ini, negara diwajibkan untuk menyusun dan

menjalankan program-program bagi pemenuhan hak-hak tersebut. Contohnya, untuk

memenuhi hak atas pekerjaan bagi setiap orang, negara harus membuat kebijakan

ekonomi yang dapat membuka lapangan kerja. Sering pula hak-hak generasi kedua ini

diasosiasikan dengan paham sosialis, atau sering pula dianggap sebagai “hak derivatif” -

-yang karena itu dianggap bukan hak yang “riil”.23 Namun demikian, sejumlah negara

(seperti Jerman dan Meksiko) telah memasukkan hak-hak ini dalam konstitusi mereka.

(c) Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia

“Persaudaraan” atau “hak-hak generasi ketiga” diwakili oleh tuntutan atas “hak

solidaritas” atau “hak bersama”.24 Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-negara

berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan

atas hak solidaritas itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu

tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak

berikut: (i) hak atas pembangunan; (ii) hak atas perdamaian; (iii) hak atas sumber daya

alam sendiri; (iv) hak atas lingkungan hidup yang baik; dan (v) hak atas warisan

budaya sendiri. Inilah isi generasi ketiga hak asasi manusia itu.25 Hak-hak generasi

ketiga ini sebetulnya hanya mengkonseptualisasi kembali tuntutan-tuntutan nilai

berkaitan dengan kedua generasi hak asasi manusia terdahulu.

Di antara hak-hak generasi ketiga yang sangat diperjuangkan oleh negara-negara

berkembang itu, terdapat beberapa hak yang di mata negara-negara Barat agak

kontroversial.26 Hak-hak itu dianggap kurang pas dirumuskan sebagai “hak asasi”.

Klaim atas hak-hak tersebut sebagai “hak” baru dianggap sahih apabila terjawab dengan

memuaskan pertanyaan-pertanyaan berikut: siapa pemegang hak tersebut, individu atau

Page 12: makalah pkn.docx

negara?; siapa yang bertanggungjawab melaksanakannya, individu, kelompok atau

negara? Bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Pembahasan terhadap pertanyaan-

pertanyaan mendasar ini telah melahirkan keraguan dan optimisme di kalangan para ahli

dalam menyambut hak-hak generasi ketika itu.27 Tetapi dari tuntutannya jelas bahwa

pelaksanaan hak-hak semacam itu --jika memang bisa disebut sebagai “hak”-- akan

bergantung pada kerjasama internasional, dan bukan sekedar tanggungjawab suatu

negara.

(d) Keberkaitan (Indivisibility) dan Kesalingtergantungan (Interdependence)

Antonio Cassese pernah mengatakan bahwa Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia merupakan buah dari beberapa ideologi, suatu titik temu antara berbagaikonsep mengenai manusia dan lingkungannya. Dengan demikian, apa yang ada dalam

Deklarasi tersebut tidak lain adalah kompromi.

Negara Barat mungkin memang telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi

pendekatan internasional terhadap hak asasi manusia. Kontribusi-kontribusi tersebut

tidak diragukan lagi telah membantu pengembangan teori modern hak asasi manusia.

Menurut catatan sejarah, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia merupakan produk

suatu era yang didominasi oleh “Negara Barat”, dan sedikitnya merefleksikan suatu

konsep barat tentang hak asasi manusia. Terdapat pengaruh faham liberal-Barat dalam

draft pertama Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dianggap sebagai “suatu

standar bersama yang merupakan sebuah pencapaian bagi seluruh umat manusia dan

seluruh bangsa.”28 Tetapi juga dapat dilihat di dalamnya kontribusi kaum Sosialis,

terutama mengenai apa yang kemudian disebut Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Adalah Karl Marx, yang melalui kritiknya atas konsep “kebebasan”,29 yang

memberi kontribusi sangat penting bagi pandangan universal terhadap hak asasi

manusia. Pemikirannya kemudian berkembang ke suatu ide untuk saling

menyeimbangkan antara konsep liberal kebebasan individu dan konsep hak warga

negara. Di kemudian hari, negara-negara dunia ketiga juga memberikan kontribusi

penting dalam menegaskan eksistensi hak asasi manusia. Dekolonisasi dan munculnya

sejumlah negara-negara merdeka baru sedikit banyak merefleksikan kemenangan hak

asasi manusia, terutama hak untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dalam

forum internasional. Kondisi inilah yang di kemudian hari berujung pada pengakuan

terhadap hak kolektif atau hak kelompok.

Dengan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa semua pihak yang berperan dalam

apa yang kita kenal sekarang sebagai dunia modern telah turut memberi kontribusi

penting dalam konteks pengakuan universal terhadap hak asasi manusia. Ini berarti

Page 13: makalah pkn.docx

bahwa dalam konteks historis, konsep hak asasi manusia telah diakui secara universal.

Terlepas dari inkosistensi dan multi-interpretasi prinsip-prinsip hak asasi manusia,

terutama dalam hal intervensi kemanusiaan atau prinsip non-intervensi, negara-negara

anggota PBB tetap mencapai kemajuan dalam menegakkan hak asasi manusia.

Perbedaan pandangan antara negara-negara maju/Barat, yang lebih menekankan

pentingnya hak-hak individu, sipil dan politik, dengan negara-negara

berkembang/Timur, yang lebih menekankan pentingnya hak-hak kelompok, ekonomi

dan sosial, berujung pada penciptaan suatu kesepakatan bahwa hak asasi manusia harus

diperhitungkan sebagai satu kesatuan yang menyeluruh.30 Artinya, hak-hak sipil, politik,

ekonomi, sosial dan budaya saling berkaitan (indivisible) dan saling membutuhkan

(interdependence), dan harus diterapkan secara adil baik terhadap individu maupun

kelompok. Hubungan antara berbagai hak yang berbeda sangatlah kompleks dan dalam

prakteknya tidak selalu saling menguatkan atau saling mendukung. Sebagai contoh, hak

politik, seperti hak untuk menjadi pejabat publik, tidak dapat dicapai tanpa terlebih

dahulu terpenuhinya kepentingan sosial dan budaya, seperti tersedianya sarana

pendidikan yang layak.

(3) Universalisme dan Relativisme Budaya

Sejauh ini pembahasan telah menguraikan asal-usul munculnya hak asasi manusia

sebagai norma internasional yang berciri universal serta perkembangannya dalam

ilustrasi generasi-generasi hak.

Salah satu wacana yang paling hangat dalam masa dua dekade terakhir adalah

konflik antara dua “ideologi” yang berbeda dalam penerapan hak asasi manusia dalam

skala nasional, yaitu universalisme (universalism) dan relativisme budaya (cultural

relativism). Di satu sisi, universalisme menyatakan bahwa akan semakin banyak budaya

“primitif” yang pada akhirnya berkembang untuk kemudian memiliki sistem hukum dan

hak yang sama dengan budaya Barat. Relativisme budaya, di sisi lain, menyatakan

sebaliknya, yaitu bahwa suatu budaya tradisional tidak dapat diubah. Berikut ini adalah

pembahasan lebih lanjut tentang dua ‘ideologi’ tersebut.

(a) Teori Universalis (Universalist theory) Hak Asasi Manusia

Doktrin kontemporer hak asasi manusia merupakan salah satu dari sejumlah

perspektif moral universalis. Asal muasal dan perkembangan hak asasi manusia tidak

dapat terpisahkan dari perkembangan universalisme nilai moral. Sejarah perkembangan

filosofis hak asasi manusia dapat dijelaskan dalam sejumlah doktrim moral khusus

yang, meskipun tidak mengekspresikan hak asasi manusia secara menyeluruh, tetap

Page 14: makalah pkn.docx

menjadi prasyarat filosofis bagi doktrin kontemporer. Hal tersebut mencakup suatu

pandangan moral dan keadilan yang berasal dari sejumlah domain pra-sosial, yang

menyajikan dasar untuk membedakan antara prinsip dan kepercayaan yang “benar” dan

yang “konvensional”. Prasyarat yang penting bagi pembelaan hak asasi manusia di

antaranya adalah konsep individu sebagai pemikul hak “alamiah” tertentu dan beberapa

pandangan umum mengenai nilai moral yang melekat dan adil bagi setiap individu

secara rasional.

Hak asasi manusia berangkat dari konsep universalisme moral dan kepercayaan

akan keberadaan kode-kode moral universal yang melekat pada seluruh umat manusia.

Universalisme moral meletakkan keberadaan kebenaran moral yang bersifat lintas

budaya dan lintas sejarah yang dapat diidentifikasi secara rasional. Asal muasal

universalisme moral di Eropa terkait dengan tulisan-tulisan Aristotle. Dalam karyanya

Nicomachean Ethics, Aristotle secara detail menguraikan suatu argumentasi yang

mendukung keberadaan ketertiban moral yang bersifat alamiah. Ketertiban alam ini

harus menjadi dasar bagi seluruh sistem keadilan rasional. Kebutuhan atas suatu

ketertiban alam kemudian diturunkan dalam serangkaian kriteria universal yang

komprehensif untuk menguji legitimasi dari sistem hukum yang sebenarnya “buatan

manusia”. Oleh karenanya, kriteria untuk menentukan suatu sistem keadilan yang benar-

benar rasional harus menjadi dasar dari segala konvensi-konvensi sosial dalam sejarah

manusia. “Hukum alam” ini sudah ada sejak sebelum menusia mengenal konfigurasi

sosial dan politik. Sarana untuk menentukan bentuk dan isi dari keadilan yang alamiah

ada pada “reason”, yang terbebas dari pertimbangan dampak dan praduga.

Dasar dari doktrin hukum alam adalah kepercayaan akan eksistensi suatu kode

moral alami yang didasarkan pada identifikasi terhadap kepentingan kemanusiaan

tertentu yang bersifat fundamental. Penikmatan kita atas kepentingan mendasar tersebut

dijamin oleh hak-hak alamiah yang kita miliki. Hukum alam ini seharusnya menjadi

dasar dari sistem sosial dan politik yang dibentuk kemudian. Oleh sebab itu hak alamiah

diperlakukan sebagai sesuatu yang serupa dengan hak yang dimiliki individu terlepas

dari nilai-nilai masyarakat maupun negara. Dengan demikian hak alamiah adalah valid

Page 15: makalah pkn.docx

tanpa perlu pengakuan dari pejabat politis atau dewan manapun. Pendukung pendapat

ini adalah filsuf abad ke 17, John Locke, yang menyampaikan argumennya dalam

karyanya, Two Treaties of Government (1688). Intisari pandangan Locke adalah

pengakuan bahwa seorang individu memiliki hak-hak alamiah yang terpisah dari

pengakuan politis yang diberikan negara pada mereka. Hak-hak alamiah ini dimiliki

secara terpisah dan dimiliki lebih dahulu dari pembentukan komunitas politik manapun.

Locke melanjutkan argumentasinya dengan menyatakan bahwa tujuan utama pelantikan

pejabat politis di suatu negara berdaulat seharusnya adalah untuk melindungi hak-hak

alamiah mendasar individu. Bagi Locke, perlindungan dan dukungan bagi hak alamiah

individu merupakan justifikasi tunggal dalam pembentukan pemerintahan. Hak alamiah

untuk hidup, kebebasan dan hak milik menegaskan batasan bagi kewenangan dan

jurisdiksi negara. Negara hadir untuk melayani kepentingan dan hak-hak alamiah

masyarakatnya, bukan untuk melayani monarki atau sistem.

Dalam universalisme, individu adalah sebuah unit sosial yang memiliki hak-hak

yang tidak dapat dipungkiri, dan diarahkan pada pemenuhan kepentingan pribadi.

Dalam model relativisme budaya, suatu komunitas adalah sebuah unit sosial. Dalam hal

ini tidak dikenal konsep seperti individualisme, kebebasan memilih dan persamaan.

Yang diakui adalah bahwa kepentingan komunitas menjadi prioritas utama. Doktrin ini

telah diterapkan di berbagai negara yang menentang setiap penerapan konsep hak dari

Barat dan menganggapnya sebagai imperialisme budaya. Namun demikian, negara-

negara tersebut mengacuhkan fakta bahwa mereka telah mengadopsi konsep nation-

state dari Barat dan tujuan modernisasi sebenarnya juga mencakup kemakmuran secara

ekonomi.

(b) Teori Relativisme Budaya (Cultural Relativism Theory)

Isu relativisme budaya (cultural relativism) baru muncul menjelang berakhirnya Perang

Dingin sebagai respon terhadap klaim universal dari gagasan hak asasi manusia

internasional. Gagasan tentang relativisme budaya mendalilkan bahwa kebudayaan

merupakan satu-satunya sumber keabsahan hak atau kaidah moral.31 Karena itu hak

asasi manusia dianggap perlu dipahami dari konteks kebudayaan masing-masing negara.

Semua kebudayaan mempunyai hak hidup serta martabat yang sama yang harus

dihormati. Berdasarkan dalil ini, para pembela gagasan relativisme budaya menolak

universalisasi hak asasi manusia, apalagi bila ia didominasi oleh satu budaya tertentu.

Page 16: makalah pkn.docx

Gagasan bahwa hak asasi manusia terikat dengan konteks budaya umumnya

diusung oleh negara-negara berkembang dan negara-negara Islam. Gagasan ini begitu

mengemuka pada dasawarsa 1990-an --terutama menjelang Konferensi Dunia Hak

Asasi Manusia di Wina--, disuarakan dengan lantang oleh para pemimpin dan

cendikiawan (yang biasanya merepresentasikan kepentingan status quo) di negara-

negara tersebut. Para pemimpin negara-negara di kawasan Lembah Pasifik Barat,

misalnya, mengajukan klaim bahwa apa yang mereka sebut sebagai “nilai-nilai Asia”

(Asian Values) lebih relevan untuk kemajuan di kawasan ini, ketimbang “nilai-nilai

Barat” (seperti hak asasi manusia dan demokrasi) yang dinilai tidak begitu urgen bagi

bangsa-bangsa Asia. Yang paling terkenal dalam mengadvokasi “nilai-nilai Asia” itu

adalah Lee Kwan Yew, Menteri Senior Singapura, dan Mahathir Mohammad, mantan

Perdana Menteri Malaysia.

“Di Asia Tenggara yang dicari itu tidak begitu berkaitan dengan demokrasi,

melainkan dengan pemerintahan yang bertanggungjawab, yakni suatu kepemimpinan

yang transparan dan tidak korup”,32 ujar Lee Kwan Yew dalam sebuah ceramahnya di

Jepang. Menurut Lee, yang terlebih dahulu dicari oleh bangsa-bangsa di Asia adalah

pembangunan ekonomi yang ditopang dengan kepemimpinan yang kuat, bukan

memberikan kebebasan dan hak asasi manusia. Yang terakhir itu akan diberikan apabila

negara-negara di kawasan ini mampu menstabilkan pertumbuhan ekonomi dan memberi

kesejahteraan kepada rakyat mereka. Dalam nada yang hampir sama Mahathir

Mohammad berpendapat, “saat kemiskinan dan tidak tersedianya pangan yang memadai

masih merajalela, dan kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat tidak terjamin, maka prioritas

mesti diberikan kepada pembangunan ekonomi”.33 Atas dasar ini Mahathir menolak

pemaksaan standar-standar hak asasi manusia dari satu negara ke negara lain. “Asia

tampaknya tidak memiliki hak apapun untuk menetapkan nilai-nilainya sendiri tentang

hak asasi manusia,”34 kecam Mahathir terhadap upaya-upaya internasionalisasi hak

asasi manusia. Singkatnya, baik bagi Lee maupun Mahathir, ide hak asasi manusia tidak

urgen bagi bangsa-bangsa Asia.

Apa sebetulnya yang ingin dikemukakan oleh elit yang memerintah di Asia

dengan bertameng di balik “nilai-nilai Asia” itu? Apakah memang untuk tujuan

memajukan hak asasi manusia?, atau ada kepentingan lain di luar hak asasi manusia

yang diinginkan oleh mereka?

Page 17: makalah pkn.docx

Perdebatan mengenai isu ini dengan gamblang menunjukkan pada kita

bahwa di balik gagasan “nilai-nilai Asia” para pemimpin di kawasan ini ingin

mengemukakan pembenaran bagi penyimpangan-penyimpangan substansial dari

tafsiran internasional yang baku tentang kaidah-kaidah hak asasi

manusia.35 Dengan mengajukan “nilai-nilai Asia” mereka menolak dijadikannya hak

asasi manusia sebagai parameter dalam kerja sama pembangunan internasional. Lebih

jauh sebetulnya di balik gagasan “nilai-nilai Asia” para pemimpin di kawasan itu

gamang dengan diterapkannya “conditionality” dalam kerja sama pembangunan.

“Conditionality” yang dimaksud adalah menjadikan catatan hak asasi manusia sebagai

persyaratan dapat-tidaknya kerja sama pembangunan dilakukan. Singkatnya, ada

kepentingan tersembunyi (vested interest) para penguasa di kawasan itu dalam upaya

advokasi “nilai-nilai Asia” sehebat-hebatnya.

Relativisme budaya (cultural relativism), dengan demikian, merupakan suatu ide

yang sedikit banyak dipaksakan, karena ragam budaya yang ada menyebabkan jarang

sekali adanya kesatuan dalam sudut pandang mereka dalam berbagai hal, selalu ada

kondisi di mana “mereka yang memegang kekuasaan yang tidak setuju”.36 Ketika suatu

kelompok menolak hak kelompok lain, seringkali itu terjadi demi kepentingan

kelompok itu sendiri. Oleh karena itu hak asasi manusia tidak dapat secara utuh bersifat

universal kecuali apabila hak asasi manusia tidak tunduk pada ketetapan budaya

yang seringkali dibuat tidak dengan suara bulat, dan dengan demikian tidak dapat

mewakili setiap individu. Sebagai contoh, dalam pandangan liberal Barat, setiap sistem

selain sistem liberal dominan tidak akan kondusif untuk menegakkan hak asasi

manusia. Penganut faham liberal berpendapat bahwa setiap sistem politik selain liberal

tidak dapat melindungi dan memajukan hak asasi manusia. Oleh karenanya, menurut

mereka, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia hanya dapat dicapai dengan

mengubah sistem politik itu sendiri. Di sisi lain, mereka mengatakan bahwa hanya

sistem liberal yang dapat menjamin pencapaian hak asasi manusia. Jika pendapat ini

dianggap absolut, maka hak asasi manusia hanya akan menjadi ajang pertempuran

ideologi dengan satu tujuan, yaitu untuk menegakkan rezim liberal di seluruh dunia.

Ini hanya akan menciptakan suatu lingkaran perdebatan dan konfrontasi mengenai

interpretasi dan implementasi hak asasi manusia.

Terdapat perbedaan dalam konsep filosofis hak asasi manusia. Negara-negara

Barat selalu membela prioritas mereka mengenai hak asasi manusia. Bagi mereka, hak

asasi manusia telah secara alamiah dimiliki oleh seorang individu dan harus diakui

secara penuh dan dihormati oleh pemerintah. Bagi negara-negara Timur dan non-liberal,

hak asasi manusia dianggap ada hanya dalam suatu masyarakat dan dalam suatu negara.

Page 18: makalah pkn.docx

Hak asasi manusia tidak ada sebelum adanya negara, melainkan diberikan oleh negara.

Dengan demikian, negara dapat membatasi hak asasi manusia jika diperlukan.

Perbedaan lain muncul pada tingkat implementasi dalam memajukan dan

menegakkan hak asasi manusia. Bagi negara-negara Barat, konsep “keseimbangan”

antara kepentingan untuk menghormati urusan dalam negeri negara asing dan keperluan

untuk melakukan apapun yang mungkin bagi penghormatan terhadap hak asasi manusia

seorang individu adalah sebagai berikut: dalam kasus di mana pelanggaran yang

dilakukan di negara lain telah menjadi semakin serius, sistematis dan skalanya meluas,

negara lain atau organisasi internasional diperbolehkan untuk campur tangan, bahkan

apabila hal tersebut berpotensi menimbulkan perdebatan, ketegangan dan konflik.

Sementara dalam pandangan negara-negara Timur, intervensi terhadap pelanggaran

yang terjadi di negara lain dan kemudian menuduh pemerintah negara tersebut telah

gagal menegakkan hak asasi manusia adalah suatu tindakan yang tidak logis dan tidak

layak.37 Contoh lebih jauh adalah anggapan adanya “dominasi kultural” yang

dilakukan oleh Barat terhadap perspektif Timur. Dominasi kultural berarti bahwa

mereka yang berasal dari kelompok dominan berpendapat bahwa apa yang baik bagi

mereka juga pasti baik bagi seluruh isi planet.38 Sebagai analogi, sistem nasional atau

regional yang dominan memiliki kecenderungan untuk menganggap dirinya sebagai

universal bagi yang lainnya. Dalam hal hak asasi manusia, kecenderungan tersebut

sampai pada titik di

mana ada tekanan politik untuk mengakui satu generasi atas generasi lainnya. Hasilnya

adalah suatu faham hak asasi manusia yang ideologis dan interpretasi yang bersifat

politis terhadap hak-hak tersebut.

Harus diingat bahwa gagasan tentang “dominasi kultural” Barat merupakan salah

satu kritik terkuat dari negara-negara Timur, terutama negara-negara Asia Timur dan

Asia Tenggara. Mereka menyatakan bahwa konsep hak di Barat yang bersifat destruktif

dan sangat individualis tidak sesuai dengan nilai-nilai dan budaya Asia, di mana

komunitas harus diutamakan atas individu.39 Para pemimpin Asia menentang apa yang

mereka sebut sebagai “imperialisme budaya” nilai-nilai barat, dan menuduh Barat telah

mencoba untuk memelihara budaya kolonial dengan memaksakan suatu konsep hak

yang tidak mencerminkan budaya Asia.

(c) Memadukan Universalisme dengan Pluralisme

Telah diakui secara umum bahwa dalam prakteknya hak asasi manusia

dikondisikan oleh konteks sejarah, tradisi, budaya, agama, dan politik-ekonomi yang

sangat beragam. Tetapi dengan segala keberagaman tersebut, tetap terdapat nilai-nilai

Page 19: makalah pkn.docx

universal yang berpengaruh. Martabat manusia, kebebasan, persamaan dan keadilan

merupakan sebagian nilai yang mengesampingkan perbedaan dan merupakan milik

kemanusiaan secara utuh. Lepas dari adanya berbagai perdebatan, universalitas dan

keterkaitan (indivisibility) hak asasi manusia merupakan bagian dari warisan

kemanusiaan yang dinikmati umat manusia di masa sekarang. Tidaklah mudah untuk

memaksakan konsep universalitas hak asasi manusia kepada beragam tradisi,

budaya dan agama. Oleh karena itu penting untuk menggali kesamaan konsep yang

prinsipil, yaitu martabat umat manusia. Seluruh agama, sistem moral dan filosofi telah

mengakui martabat manusia sebagai individu dengan berbagai ragam cara dan

sistem. Tidak dapat disangkal bahwa hak untuk mendapatkan kehidupan,

misalnya, mendapatkan pengakuan universal sebagai suatu “hak”. Di sisi lain

perbudakan atau ketiadaan kebebasan, misalnya, sangat bertentangan secara

alamiah dengan martabat manusia.

Bertrand Ramcharan, seorang profesor hukum di Universitas Columbia,

mendefinisikan konsep universalitas hak asasi manusia melalui pertanyaan-pertanyaan

sederhana.40 Apakah manusia ingin hidup atau mati? Apakah manusia mau disiksa atau

diperbudak? Apakah manusia mau hidup bebas atau hidup dalam penjara? Apakah

manusia mau diperbudak? Apakah manusia mau menyatakan pendapat khususnya

mengenai bagaimana warga negara diatur dalam suatu pemerintahan? Tidak dibutuhkan

suatu proses pemikiran yang rumit bagi seorang individu untuk menentukan pilihan

untuk hidup atau mati, bebas atau terpenjara. “Ujian demokratis” universalitas ini

merupakan dasar bagi afirmasi mengenai apa yang dianggap sebagai hak asasi manusia

universal.

Berangkat dari hal tersebut, dapat ditarik nilai dan kriteria yang diterima secara

universal oleh seluruh negara. Secara praktis seluruh negara di dunia sependapat bahwa

apa yang mereka akui sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia adalah:

genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Ini berarti bahwa

seluruh negara setuju mengenai setidaknya beberapa nilai yang mendasar. Secara

prinsipil perjanjian ini kemudian berkembang menjadi setidaknya suatu inti penting dari

hak asasi manusia di seluruh negara di dunia, atau setidaknya sebagian besar dari

negara-negara tersebut. Hal ini juga yang menjadi landasan bahwa kesepakatan dapat

dicapai untuk bentuk-bentuk hak asasi yang lainnya.

(4) Hak Perempuan sebagai Hak Asasi Manusia

Para pejuang hak-hak perempuan di berbagai wilayah dunia melontarkan kritik

bahwa hukum dan sistem hak asasi manusia itu adalah sistem yang sangat maskulin dan

Page 20: makalah pkn.docx

patriarki, yang dibangun dengan cara berfikir dan dalam dunia laki-laki yang lebih

memperhatikan dan kemudian menguntungkan laki-laki dan melegitimasi situasi yang

tidak menguntungkan perempuan.41 Hal tersebut dilihat dari beberapa hal pertama,

pendikotomian antara wilayah publik dan privat; kedua, konsepsi pelanggaran hak asasi

manusia sebagai pelanggaran yang dilakukan oleh negara; ketiga, pendekatan

‘kesamaan’ (sameness) dan ‘perbedaan’ (differences) yang dipakai oleh beberapa

instrumen pokok hak asasi manusia; keempat, pemilahan dan prioritas hak sipil dan

politik, ketimbang hak ekonomi, sosial dan budaya.

Hak asasi manusia khususnya pendekatan hak asasi manusia yang konvensional

lebih menekankan pengakuan jaminan terhadap hak-hak dalam lingkup publik

sementara wilayah domestik tidak dijangkau demi alasan melindungi hak privasi

seseorang. Pemilahan antara wilayah lingkup dan publik dan prioritas perlindungan hak

pada wilayah publik sangat dilematis dalam konteks penegakan hak asasi manusia

terhadap manusia yang berjenis kelamin perempuan. Sebab, dalam banyak pengalaman

perempuan, wilayah domestik dan privat ini malah menjadi arena di mana kekerasan

dan diskriminasi berlangsung sangat serius dan massif. Namun, situasi kekerasan

tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan hanya dikategorikan

sebagai perlakuan kriminal semata.

Konsepsi pemilahan publik dan domestik pun berjalin dengan pandangan bahwa

pelaku pelanggaran hak asasi manusia adalah negara (state actor) yang kemudian

meminggirkan berbagai pengalaman perempuan. Dalam kasus “penyiksaan” (torture),

misalnya, pendekatan hak asasi manusia konvensional hanya akan melihat kasus

penyiksaan sebagai pelanggaran hak asasi manusia jika dilakukan oleh aparat negara

dan terjadi di wilayah publik.42 Hal ini mengabaikan situasi yang sering dialami oleh

perempuan korban kekerasan rumah tangga (yang mengalami penyiksaan), di mana

kekerasan yang dilakukan oleh aktor negara dan kekerasan berlanjut karena aktor

negara tidak segera bertindak terhadap pelakunya.

Di samping itu, beberapa instrumen pokok memang telah meletakkan prinsip-

prinsip non-diskriminasi khususnya atas dasar jenis kelamin. Pendekatan yang dipakai

dalam prinsip non-diskriminasi tersebut adalah “setiap orang adalah sama” khususnya di

mata hukum, sehingga orang harus “diperlakukan sama” (sameness). Perlakuan berbeda

dan perlindungan khusus hanya diberikan kepada perempuan yang menjalankan fungsi

reproduksinya seperti melahirkan dan menyusui, karena asumsinya perbedaan antara

laki-laki dan perempuan hanya pada perbedaan biologis (difference).43 Pendekatan ini

dipandang tidak melihat akar masalah perempuan di mana kekerasan dan diskriminasi

itu akibat dari relasi kekuasaan yang timpang dan telah berjalan sejak lama. Akibanya

Page 21: makalah pkn.docx

perempuan selalu berada pada posisi yang tidak beruntung (disadvantages) di hampir

seluruh aspek kehidupan yang tidak mudah dikembalikan kepada posisi yang lebih baik

jika tidak ada perlakuan dan perlindungan khusus. Perlakuan dan perlindungan khusus

hanya pada perempuan yang sebagai “ibu” menjalankan peran domestik saja. Sementara

perempuan yang tidak menjadi “ibu” dan banyak perempuan yang tidak pula berperan

sebagai “ibu” berada pada posisi yang lemah dan tidak beruntung karena relasi timpang

dan dampak dari ketertindasan tidak dijamin perlindungannya, diperlakukan sama

dengan pihak (laki-laki) yang memiliki situasi yang lebih beruntung.44 Perlakuan sama

menyebabkan situasi yang lebih senjang untuk tujuan atau hasil pencapaian keadilan.

Perlakuan yang sama tidak akan menjamin perempuan dan laki-laki bisa secara sama

mengakses pendidikan dan fasilitas kesehatan jika tidak ada jaminan atau landasan

untuk tersedianya langkah-langkah strategis dan khusus untuk menghapus atau

menghilangkan hambatan perempuan untuk mengakses secara sama terhadap

pendidikan atau akses lainnya.

Selain itu, pendekatan hak asasi manusia klasik memprioritaskan dan sekaligus

memilah-milah hak sipil dan politik dan meninggalkan hak ekonomi, sosial dan budaya.

Penekanan tentang hak hidup, misalnya, banyak dilakukan terkait dengan hak untuk

bebas dari hukuman mati. Tidak untuk menyatakan bahwa hak itu tidak penting, namun

pemilihan wilayah yang diprioritaskan berdampak pada banyaknya kasus-kasus yang

terkait dengan hak hidup lainnya dari aspek sosial dan budaya tidak diperlakukan setara.

Misalnya, banyak perempuan yang mati pada saat melahirkan akibat layanan dan

fasilitas kesehatan yang tidak memadai, perempuan migran yang mati akibat perlakuan

sewenang-wenang majikan dan tidak adanya perlindungan hukum bagi mereka, bukan

jadi area yang dianggap penting dalam konteks hak hidup. Padahal peristiwa ini adalah

peristiwa yang sangat dekat dengan keseharian hidup perempuan.

Berbagai kritik dan advokasi yang dilontarkan atas kelemahan sistem hak asasi

manusia dari perspektif pengalaman perempuan berdampak pada adanya perkembangan

pemikiran baru tentang konsep hak asasi manusia.

Pemikiran para pejuang perempuan diakomodir dan diadopsi dalam hukum hak

asasi manusia sejak dirumuskannya instrumen internasional yang spesifik untuk

menghadapi persoalan diskriminasi terhadap perempuan, yaitu Konvensi tentang

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pada tahun 1976 dan

mulai berlaku pada tahun 1979. Konvensi ini meletakkan pemikiran dasar bahwa

diskriminasi terhadap perempuan sebagai hasil dari relasi yang timpang di dalam

masyarakat yang dilegitimasi oleh struktur politik dan termasuk hukum yang ada.

Konvensi meletakkan pula strategi/langkah-langkah khusus sementara yang perlu

Page 22: makalah pkn.docx

dilakukan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi ini menjadi

salah satu kerangka kerja internasional untuk perwujudan hak-hak perempuan.45

Konvensi ini dianggap sebuah lompatan yang cepat terhadap realitas masyarakat

internasional yang masih bergumul dengan pandangan yang sempit dalam melihat

realitas perempuan.46 Oleh karena itu, dalam jangka waktu yang cukup lama sejak

pemberlakuannya, konvensi ini sempat tidak banyak berdampak dalam perubahan cara

pandang arus besar. Dengan pandangan patriarkis yang masih kuat, pengadaan konvensi

yang spesifik ini malah dianggap sebagai upaya untuk ‘mengistimewakan’ perempuan

sehingga membuat hak antara laki-laki dan perempuan tidak setara, di sisi lain justru

dianggap merupakan penyempitan terhadap pemaknaan hak perempuan yang seolah-

olah hak perempuan hanyalah hak yang diatur dalam Konvensi tentang Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Hal ini disadari banyak pejuang hak

perempuan, yang kemudian pada saat yang sama juga dilakukan segala upaya

pengakuan internasional tentang persoalan diskriminasi yang sudah akut dan upaya

untuk mempengaruhi cara pandang publik.

Upaya ini dimulai dengan diselenggarakannya Konferensi Internasional Tahunan

Perempuan dan Tribunal Internasional Tahunan Perempuan di Mexico City pada tahun

1975 yang dilanjuti dengan Konferensi Dunia tentang Perempuan dan Forum LSM di

Copenhagen 1980 dan kemudian Konferensi yang sama pun dilanjutkan pada tahun

1985 di Nairobi dan kemudian pada tahun 1990.47 Aktivitas ini berdampak pada

kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional di PBB.

Keberadaan Deklarasi Wina dan Kerangka Aksi (Vienne Declaration and

Platform for Action) 1993 sebagai hasil dari Konferensi Dunia tentang Hak Asasi

Manusia merupakan momentum baru perkembangan konsep hak asasi manusia yang

melihat hak asasi manusia secara universal, integral dan saling terkait satu dengan

lainnya. Tak kalah pentingnya, Deklarasi ini menegaskan konsepsi tentang hak asasi

perempuan sebagai hak asasi manusia yang universal:

“The human rights of women and of the girl-child are an inalienable, integral and indivisible part of universal human rights. The full and equal participation of women in political, civil, economic, social and cultural life, at the national, regional and international levels, and the eradication of all forms of discrimination on grounds of sex are priority objectives ofthe international community”.48

Lebih lanjut, penegasan bahwa kekerasan terhadap perempuan atau sering disebut

kekerasan berbasis jender (gender-based violence) merupakan isu hak asasi manusia

sehingga upaya-upaya untuk menghapuskannya adalah bagian dari upaya penegakan

Page 23: makalah pkn.docx

hak asasi manusia. Sebagai kerangka aksi, Deklarasi Wina kemudian menekankan

agar hak asasi perempuan harus menjadi bagian yang integral dalam seluruh aktivitas

dari hak asasi manusia yang dijalankan oleh PBB dan setiap instrumen hak asasi

manusia yang terkait dengan perempuan. Tidak hanya di tingkat PBB tapi juga

diharapkan pemerintah, organisasi antar pemerintah dan LSM juga diharapkan

mengintensifkan upaya untuk promosi dan perlindungan hak asasi perempuan dan anak

perempuan.

Pada konferensi ke-4 tentang Perempuan di Beijing 1995, dihasilkan pula

Pedoman Aksi Beijing (The Beijing Platform for Action) yang meletakkan 12 area kritis

terkait dengan pemenuhan hak perempuan sebagai hak asasi manusia.

Konseptualisasi hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia dan kekerasan

terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kerangka kerja untuk

menghapuskannya meletakkan setiap instrumen hak asasi manusia dimaknai ulang.

Pengakuan tersebut harus meliputi pula pengakuan tentang berbagai penyebab

timbulnya diskriminasi. Beberapa Mekanisme HAM PBB yang berbasis pada

perjanjian kemudian melakukan adopsi dengan mengeluarkan Komentar

Umum/Rekomendasi Umum untuk mengkaji ulang persamaan hak antara laki-laki dan

perempuan.

1) Komite HAM untuk Hak Sipil dan Politik mengeluarkan Komentar Umum No.

28 tahun 2000 tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan (pasal

3) (General Comment No. 28: Equality of rights between men and women (article

3) tahun 2000).49 Pada Komentar Umum tersebut komite menegaskan bahwa

setiap negara yang sudah meratifikasi konvensi hak sipil dan politik, tidak saja

harus mengadopsi langkah-langkah perlindungan tapi juga langkah-langkah

positif di seluruh area untuk mencapai pemberdayaan perempuan yang setara

dan efektif. Langkah ini termasuk pula penjaminan bahwa praktek-praktek

tradisi, sejarah, agama dan budaya tidak digunakan untuk menjustifikasi

pelanggaran hak perempuan. Dengan adanya Komentar Umum ini Komite ingin

memastikan bahwa negara pihak dalam membuat laporan terkait hak-hak sipil

dan politik harus menyediakan informasi tentang bagaimana pengalaman

perempuan yang banyak dilanggar haknya dalam setiap hak yang dicantumkan dalam

Konvensi. 50

2) Komite tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan

meletakkan pula kerangka langkah-langkah khusus sementara (temporary special

measures) untuk penghapusan diskriminasi langsung dan tidak langsung (direct and

indirect discrimination) yang terjadi terhadap perempuan yang sangat

mempengaruhi penikmatan hak asasi perempuan dalam Rekomendasi Umum No. 25

Page 24: makalah pkn.docx

(2004).51 Dirasa penting membedakan adanya situasi khas perempuan secara

biologis dan situasi yang tidak menguntungkan akibat dari proses penindasan dan

situasi yang tidak setara yang cukup lama hadir. Komite menekankan bahwa posisi

perempuan yang tidak beruntung tersebut perlu disikapi dengan pendekatan

persamaan hasil (equality of result) sebagai tujuan dari persamaan secara substantif

(subtantive equality) atau de facto tidak saja persamaan secara formal (formal

equality).

3) Komite tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengeluarkan Komentar Umum

No. 16 (2005) tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan dalam

menikmati seluruh hak ekonomi, sosial dan budaya (Pasal 3) (The equal right of

men and women to the enjoyment of all economic, social and cultural rights (art. 3

of the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights). Komite

menegaskan bahwa perempuan seringkali diabaikan haknya untuk menikmati hak-

hak asasi mereka karena status yang dinomorduakan oleh tradisi dan praktek budaya

dan berdampak pada posisi perempuan yang tidak beruntung.

“ Many women experience distinct forms of discrimination due to the intersection of sex with such factors as race, colour, language, religion, political and other opinion, national or social origin, property, birth, or other status, such as age, ethnicity, disability, marital, refugee or migrant status, resulting incompounded disadvantage.”52

Komite mencatat ada banyak pengalaman perempuan yang tidak dapat menikmati haknya sebagaimana tercakup dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya seperti hak atas perumahan yang layak, hak atas makanan yang layak, hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, dan hak atas standart kesehatan yang layak dan hak atas air. Dengan rekomendasi ini, Komite meletakkan kerangka tentang persamaan (equality), non-diskriminasi (non discrimination) dan langkah-langkah sementara (temporare measures) yang menjadi acuan bagi para negara yang terikat dengan Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Perkembangan pemikiran dan konsep hak asasi manusia sebagai pemikiran yang

dinamis dan senantiasa kontekstual masih akan terus berlanjut, termasuk dalam konteks

hak asasi perempuan. Beberapa kritik para pejuang hak asasi manusia telah disikapi

namun masih ada banyak isu yang belum selesai. Harus disadari bahwa proses

membongkar cara pandang hak asasi manusia konvensional dengan pendekatan hak

asasi manusia yang baru bukan proses yang mudah. Namun, upaya untuk

mengefektifkan penikmatan hak secara adil adalah agenda yang tidak pernah berhenti.

Page 25: makalah pkn.docx

B. Tonggak-Tonggak Sejarah Hak Asasi Manusia Kontemporer

Sekarang kita kembali pada pembahasan tentang hak asasi manusia sebagai norma

internasional dengan lebih mendalam. Pada uraian di muka telah dipaparkan

perkembangan gagasan hak asasi manusia hingga akhirnya diterima sebagai norma

internasional, dan kemudian diikuti dengan pembahasan terhadap gagasan yang

menantang universalisasi hak asasi manusia yang disuarakan oleh negara-negara

berkembang dengan mengusung gagasan relativisme budaya. Sekarang kita kembali

pada pembahasan mengenai diterimanya gagasan hak asasi manusia sebagai norma yang

berlaku bagi setiap negara. Kalau pembahasan di muka uraian difokuskan pada evolusi

gagasannya, pembahasan kali ini mencoba menelisik tonggak-tonggak terpenting

sejarah lahirnya hak asasi manusia sebagai “Magna Charta” di pentas hukum

internasional.

(1) Sebelum Perang Dunia IISejak bangkitnya sistem negara modern serta penyebaran industri dan kebudayaan

Eropa ke seluruh dunia, telah berkembang serangkaian kebiasaan dan konvensi yang

unik mengenai perlakuan manusiawi terhadap orang-orang asing. Konvensi itu, yang

diberi nama “Hukum Internasional mengenai Tanggungjawab Negara terhadap

Pelanggaran Hak-hak Orang Asing”, dapat dianggap mewakili perhatian awal yang

besar terhadap promosi dan perlindungan hak asasi manusia di tingkat internasional.

Para pendiri hukum internasional, khususnya Francisco de Vitoria (1486-1546), Hugo

Grotius (1583-1645) dan Emmerich de Vattel (1714-1767), sedari awal menyadari

bahwa semua orang, baik orang asing maupun bukan, berhak atas hak-hak alamiah

tertentu, dan karenanya, mereka menekankan pentingnya memberi perlakuan yang

pantas kepada orang-orang asing.53

Tetapi baru pada abad ke-19 mulai menyingsing dengan jelas minat dan perhatian

internasional terhadap perlindungan hak-hak warga negara. Perdamaian Westphalia

(1648), yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun dan yang menetapkan asas

persamaan hak bagi agama Katolik Roma dan Protestan di Jerman, telah membuka jalan

ke arah itu.54 Satu setengah abad kemudian, sebelum Perang Dunia II, beberapa upaya

yang patut dicatat sebagai tonggak-tonggak penting, walaupun pada pokoknya tidak

berkaitan, dalam upaya menggalakkan perhatian terhadap warga negara melalui sarana

hukum internasional mulai membentuk apa yang dewasa ini dinamakan “Hukum Hak

Asasi Manusia Internasional”. Tonggak-tonggak penting itu antara lain, doktrin

perlindungan negara terhadap orang asing, intervensi kemanusiaan, serta tonggak

penting lainnya seperti akan dielaborasi lebih jauh dalam sub-sub bahasan di bawah ini.

Page 26: makalah pkn.docx

(a) Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional Tradisional

Pada awal pertumbuhannya, hukum internasional hanya merupakan hukum yang

mewadahi pengaturan tentang hubungan antara negara-negara belaka. Subyeknya sangat

eksklusif, yakni hanya mencakup negara. Entitas-entitas yang lain, termasuk individu,

hanya menjadi objek dari sistem itu,55 atau penerima manfaat (beneficiary) dari sistem

tersebut. Individu, sebagai warga negara, tunduk sepenuhnya kepada kewenangan

negaranya. Dalam arti ini, negara tentu dapat saja membuat ketentuan-ketentuan demi

kepentingan warga negaranya (individu), namun ketentuan-ketentuan semacam itu tidak

memberikan hak-hak substantif kepada individu yang dapat mereka paksakan melalui

prosedur pengadilan. Negara-lah yang membela hak atau kepentingan warga negaranya

apabila mendapat perlakuan yang bertentangan dengan aturan atau perlakuan semena-

mena dari negara lainnya.

Apa yang dikatakan di atas dikenal dengan doktrin “perlindungan negara terhadap

orang asing” atau “state responsibility for injury to alliens”, yang dikenal dalam hukum

internasional ketika itu. Berdasarkan doktrin hukum internasional itu, orang-orang asing

berhak mengajukan tuntutan terhadap negara tuan rumah yang melanggar aturan.

Biasanya, hal ini terjadi ketika seorang asing mengalami perlakuan sewenang-wenang

di tangan aparat pemerintah, dan negara tersebut tidak mengambil tindakan apapun atas

pelanggaran itu. Doktrin “perlindungan negara terhadap orang asing” tersebut,

khususnya mengenai standar minimal dan kesamaan perlakuan, kemudian diambil alih

oleh perkembangan-perkembangan dalam hukum hak asasi manusia internasional.

Meskipun tujuan utama klaim negara semacam itu bukanlah untuk mendapatkan

kompensasi bagi warga negaranya yang dirugikan, melainkan untuk membela hak-hak

negara itu sendiri --yang secara tidak langsung telah dilanggar melalui perlakuan yang

buruk terhadap warga negaranya.

(b) Intervensi Kemanusiaan

Demikianlah posisi individu dalam hukum internasional tradisional, yang sering

ditandai menurut kebangsaannya. Berdasarkan dalil itu, negara-negara lain tidak

mempunyai hak yang sah untuk melakukan intervensi dengan alasan melindungi warga

negaranya, seandainya mereka diperlakukan dengan semena-mena. Suatu kekecualian

terhadap dalil ini adalah apa yang disebut dengan doktrin “intervensi kemanusiaan”,

yang memberikan hak yang sah untuk melakukan intervensi. Berdasarkan “hak” ini,

negara dapat mengintervensi secara militer untuk melindungi penduduk atau sebagian

penduduknya yang berada dalam suatu negara lain jika penguasa negara tersebut

Page 27: makalah pkn.docx

memperlakukan mereka sedemikian rupa sehingga “melanggar hak asasi mereka dan

menggoncangkan hati nurani umat manusia.” Doktrin ini dipopulerkan oleh Hugo

Grotius. Tetapi banyak yang meragukan apakah hak semacam ini benar-benar ada, yang

jelas doktrin ini sering disalahgunakan oleh negara-negara kuat yang berusaha

memperbesar pengaruh politik mereka. Sejumlah negara besar pada abad ke-19

memakai hak intervensi kemanusiaan yang diklaim itu, antara lain, untuk mencegah

Kekaisaran Ottoman memusnahkan kaum minoritas di Timur Tengah dan di wilayah

Balkan.

(c) Penghapusan Perbudakan

Pemaparan di atas menggambarkan bahwa sebetulnya telah terjadi perkembangan

kemanusiaan pada hukum internasional sepanjang abad ke-19 dan awal abad ke-20. Hal

yang paling menonjol di antaranya adalah penghapusan perbudakan. Meskipun ekonomi

perbudakan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 secara komersial telah menjadi

kurang menarik bagi negara-negara Eropa dibandingkan masa sebelumnya, gerakan

penghapusan perbudakan itu juga dilandasi oleh motif kepedulian kemanusiaan yang

besar. Praktek perbudakan mula-mula dikutuk dalam Traktat Perdamaian Paris (1814)

antara Inggris dan Perancis, namum selang 50 tahun kemudian, Akta Umum Konferensi

Berlin yang mengatur kolonisasi Eropa di Afrika menyatakan bahwa “perdagangan

budak dilarang berdasarkan asas-asas hukum internasional”.

Aksi internasional menentang perbudakan dan perdagangan budak itu terus

berlanjut sepanjang abad 20. Liga Bangsa-Bangsa mengesahkan Konvensi Penghapusan

Perbudakan dan Perdagangan Budak pada tahun 1926, dan melarang praktek

perbudakan di wilayah-wilayah bekas koloni Jerman dan Turki yang berada di bawah

Sistem Mandat (Mandates System) Liga Bangsa-Bangsa pada akhir Perang Dunia I.

Konvensi 1926 ini masih tetap merupakan dokumen internasional utama yang melarang

praktek perbudakan, meskipun konvensi ini telah diamandemen dengan suatu Protokol

pada tahun 1953, dan pada tahun 1956 ditambah dengan suplemen mengenai definisi

tindakan-tindakan yang termasuk dalam perbudakan di zaman modern.

Page 28: makalah pkn.docx

(d) Palang Merah Internasional

Kemajuan besar yang lain dalam hukum kemanusiaan internasional pada paruh

kedua abad ke-19 adalah pembentukan Komite Palang Merah Internasional (1863), dan

ikhtiar organisasi itu dalam memprakarsai dua konvensi internasional untuk melindungi

korban perang dan perlakuan terhadap tawanan perang, yang dikenal dengan Konvensi

Jenewa. Prakarsa dan usaha-usaha Palang Merah Internasional ini berlanjut melewati

dua perang dunia dan sesudahnya. Organisasi internasional ini telah mensponsori

sejumlah konvensi yang tidak semata-mata menangani status dan perlakuan terhadap

para prajurit yang berperang, tetapi juga perlakuan terhadap penduduk sipil pada masa

perang dan pembatasan terhadap cara-cara berperang (conducts of war).56 Singkatnya

organisasi internasional ini telah berjasa melahirkan apa yang sekarang kita kenal

dengan hukum humaniter internasional (international humanitarian law).

(e) Liga Bangsa-Bangsa

Segera setelah berakhirnya Perang Dunia I, masyarakat internasional membentuk

Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) melalui Perjanjian Versailles. Selain

membentuk Liga Bangsa-Bangsa (LBB), Perjanjian Versailles juga melahirkan apa

yang dikenal sekarang dengan Organisaasi Perburuhan Internasional (International

Labour Organization).57 Tujuan utama Liga tersebut adalah “untuk memajukan

kerjasama internasional, mencapai perdamaian dan keamanan internasional”. Memang

Liga tersebut tidak secara eksplisit membuat ketetapan mengenai perlindungan hak asasi

manusia. Namun, dari dokumen pendiriannya, yang disebut Covenant of the League of

Nations, negara-negara anggotanya diwajibkan untuk berupaya ke arah sasaran-sasaran

kemanusiaan seperti menetapkan kondisi kerja yang manusiawi bagi individu, larangan

perdagangan perempuan dan anak, pencegahan dan pengendalian penyakit, serta

perlakuan yang adil terhadap penduduk pribumi dan wilayah jajahan. Liga ini memiliki

tiga organ utama, yaitu Dewan, Majelis, dan Sekretariat.

Salah satu prestasi terbesar Liga Bangsa-Bangsa bagi kemanusiaan adalah

Page 29: makalah pkn.docx

dibentuknya Sistem Mandat (Mandates System) di bawah organisasi ini. Dengan sistem

ini, bekas koloni Jerman dan Turki yang kalah perang ditempatkan di bawah

“perwalian” negara-negara pemenang perang. Jadi “suatu kepercayaan suci atas

peradaban” diserahkan kepada negara-negara perwalian untuk menata dan menyiapkan

wilayah-wilayah mandat tersebut sampai mereka memiliki pemerintahan sendiri.

Bahasa paternalistik yang digunakan dalam Covenant boleh jadi kurang disukai

sekarang ini, namun yang jelas, negara perwalian diharuskan menjamin tidak ada

diskriminasi rasial dan agama di wilayah-wilayah yang berada di bawah perwaliannya.

Ternyata, beberapa wilayah mandat mencapai kemerdekaannya sebelum Perang Dunia

II. Wilayah-wilayah mandat yang belum mencapai kemerdekaan sebelum Perang Dunia

II, seperti Namibia dan Palestina, selanjutnya dialihkan kepada sistem perwalian

berdasarkan Piagam PBB.

Di samping itu, Liga Bangsa-Bangsa juga menjalankan fungsi pengawasan yang

berkaitan dengan “kewajiban-kewajiban yang menjadi perhatian internasional”, sebuah

prosedur dan mekanisme yang memungkinkan perlindungan bagi kelompok-kelompok

minoritas. Dengan mekanisme ini, kelompok minoritas yang merasa dilanggar haknya

dapat mengadukan masalahnya kepada Dewan Liga. Setelah mendapat pengaduan itu,

Dewan dapat mengajukan masalah itu kepada Komite ad hoc untuk Kaum Minoritas,

yang bertugas mendamaikan atau mencoba mencari penyelesaian masalah tersebut

dengan cara membangun persahabatan antara para pihak yang bertikai. Liga Bangsa-

Bangsa resmi dibubarkan pada 18 April 1946, enam bulan setelah Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) didirikan.

(2) Setelah Perang Dunia II

Doktrin dan kelembagaan hukum internasional yang dipaparkan di atas telah ikut

mendorong perubahan yang radikal dalam hukum internasional, yaitu berubahnya status

individu sebagai subyek dalam hukum internasional. Individu tidak lagi dipandang

sebagai obyek hukum internasional, melainkan dipandang sebagai pemegang hak dan

kewajiban. Dengan status ini, maka individu dapat berhadapan dengan negaranya

sendiri di hadapan Lembaga-Lembaga Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa.

Perubahan ini dipercepat dengan meledaknya Perang Dunia II yang memberikan

Page 30: makalah pkn.docx

pengalaman buruk bagi dunia internasional. Agar tidak mengulangi pengalaman

yang sama, masyarakat internasional membangun konsensus baru yang lahir dalam

bentuk norma, doktrin, dan kelembagaan baru dalam hukum internasional. Berikut ini

akan dibahas norma, doktrin, dan kelembagaan hukum internasional yang lahir pada

periode pasca Perang Dunia II yang melahirkan hukum hak asasi manusia internasional.

(a) Hak Asasi Manusia Internasional Modern

Hukum internasional yang lama (tradisional) telah berhasil mengembangkan

berbagai doktrin dan kelembagaan yang dirancang dan ditujukan untuk melindungi

berbagai kelompok orang, mulai dari kaum budak, kaum minoritas, bangsa-bangsa

pribumi, orang-orang asing, hingga tentara (combatants). Dari perkembangan hukum dan

kelembagaan inilah kemudian terbangun landasan konseptual dan kelembagaan

hukum hak asasi manusia internasional kontemporer.58 Karena itu, kita tidak bisa

memahami dengan mendalam hukum hak asasi manusia internasional saat ini tanpa

didahului oleh pemahaman yang cukup tentang akar-akar historis yang melahirkannya

itu.

Sangat berbeda dengan doktrin dan kelembagaan yang mendahuluinya, hukum hak

asasi manusia internasional modern menempatkan individu sebagai subyeknya. Individu

ditempatkan sebagai pemegang hak (right-holders) yang dijamin secara internasional,

semata-mata karena ia adalah individu, bukan karena alasan

kebangsaannya dari suatu negara. Justru sebaliknya, status negara dalam hukum yang

baru ini ditempatkan sebagai pemegang kewajiban (duty-holders).59 Jadi relasi antara

pemegang hak dan kewajiban itulah yang menjadi pokok perhatian hukum

internasional yang baru ini. Relasi keduanya ini kemudian diwadahi dalam struktur

kelembagaan yang baru, yang didesain oleh PBB, melalui berbagai macam mekanisme

atau prosedur pengaduan dan pemantauan hak asasi manusia dalam sistem PBB.

Prosedur dan mekanisme yang dimaksud, lebih jauh akan dibahas pada bab-bab berikut

dalam buku ini. Hukum internasional yang baru itu tumbuh dan berkembang dari

perjanjian- perjanjian internasional hak asasi manusia yang terus meningkat sejak

1948, selain berasal dari kebiasaan dan doktrin internasional. Peningkatan pada jumlah

instrumen- instrumen hak asasi manusia internasional diiringi pula dengan semakin

banyaknya jumlah negara yang mengakui dan terikat dengannya. Hal itu berarti semakin

banyak negara yang tunduk pada pengawasan internasional yang dibangun berdasarkan

hukum hak asasi manusia internasional tersebut. Implikasinya adalah bahwa

eksklusivitas kedaulatan negara menjadi berkurang, dan negara tidak dapat lagi

mengklaim dengan absah bahwa masalah hak asasi manusia sepenuhnya merupakan urusan

Page 31: makalah pkn.docx

domestiknya.

(b) Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa

Perkembangan hukum hak asasi manusia yang dipaparkan di atas bermula dari

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai sebuah traktat multilateral yang mengikat

secara hukum semua negara anggota PBB, Piagam itu memuat dengan eksplisit pasal-

pasal mengenai perlindungan hak asasi manusia. Dalam mukadimahnya tertera tekad

bangsa-bangsa yang tergabung dalam PBB untuk “menyatakan kembali keyakinan pada hak

asasi manusia, pada martabat dan nilai manusia”. Pasal 1 (3) mencantumkan bahwa salah

satu tujuan PBB adalah “memajukan dan mendorong pernghormatan terhadap hak asasi

manusia dan kebebasan dasar bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin,

bahasa, atau agama”. Selanjutnya dalam Pasal 55 ditegaskan pula, bahwa PBB “harus

memajukan ... penghormatan universal terhadap, dan ketaatan kepada, hak asasi manusia

dan kebebasan dasar bagi setiap orang”. Hal ini diperkuat lebih lanjut oleh Pasal 56,

yang menyatakan bahwa semua anggota PBB “berjanji akan mengambil tindakan

bersama dan sendiri-sendiri ... bagi tercapainya tujuan-tujuan yang dinyatakan dalam Pasal

55”. Jadi, internasionalisasi hak asasi manusia dimulai dengan Piagam PBB tersebut.

Memang terdapat perbedaan pandangan berkenaan dengan karakteristik legal dari

kewajiban Piagam tersebut.60 Beberapa ahli hukum berargumentasi bahwa persyaratan

“memajukan” (“promoting”) penghormatan dan ketaatan terhadap hak asasi manusia

hanyalah bersifat anjuran, bukan kewajiban hukum terhadap para anggota. Lebih lanjut

mereka mengemukakan bahwa kewajiban untuk memajukan hak asasi manusia tidak

harus menyiratkan kewajiban untuk melindungi (protecting) hak asasi manusia.

Sebaliknya ahli hukum yang lain, mengajukan argumentasi bahwa Pasal 56 memberikan

kewajiban yang jelas kepada semua anggota untuk mengambil tindakan positif menuju

pada penghormatan dan ketaatan terhadap hak asasi manusia. Dengan demikian, tidak

dapat dikatakan bahwa sebuah negara yang menyangkal hak asasi manusia sedang

menjalankan kewajibannya untuk menghormati hak asasi manusia. Akhir dari

perdebatan ini adalah disetujuinya secara umum bahwa ketentuan hak asasi manusia

dalam Piagam menciptakan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia yang secara

hukum mengikat anggotanya.

Page 32: makalah pkn.docx

(c) The International Bill of Human Rights

“International Bill of Human Rights” adalah istilah yang digunakan untuk

menunjuk pada tiga instrumen pokok hak asasi manusia internasional beserta optional

protocol-nya yang dirancang oleh PBB. Ketiga instrumen itu adalah: (i) Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights); (ii) Kovenan

Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and

Political Rights); dan (iii) Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan

Budaya(International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights). Sedangkan

optional protocol yang masuk dalam kategori ini adalah, “the Optional Protocol to the

Covenant on Civil and Political Rights” (Protokol Pilihan Kovenan Hak-hak Sipil dan

Politik).61 Disebut sebagai instrumen pokok karena kedudukannya yang sentral dalam

corpus hukum hak asasi manusia internasional.

Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia disahkan oleh Majelis Umum

Perserikatan Bangsa Bangsa pada tahun 1948. Deklarasi ini boleh dikatakan merupakan

interpretasi resmi terhadap Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa, yang memuat lebih

rinci sejumlah hak yang didaftar sebagai Hak Asasi Manusia. Deklarasi ini berfungsi

sebagai “standar pencapaian bersama”. Karena itu ia dirumuskan dalam bentuk

deklarasi, bukan perjanjian yang akan ditandatangani dan diratifikasi. Meskipun

demikian, deklarasi itu telah terbukti menjadi langkah raksasa dalam proses

internasionalisasi hak asasi manusia. Seiring dengan perjalanan waktu, status legal

deklarasi itu terus mendapat pengakuan yang kuat. Selain dipandang sebagai interpretasi

otentik terhadap muatan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa, deklarasi ini juga

berkembang menjadi hukum kebiasaan internasional yang mengikat secara hukum bagi

semua negara.62 Dengan demikian pelanggaran terhadap deklarasi ini merupakan

pelanggaran terhadap hukum internasional.

Page 33: makalah pkn.docx

Dua kovenan yang menyusul, yakni Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan

Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, disahkan

oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada tahun 1966. Tetapi kedua

Kovenan itu baru berlaku mengikat secara hukum pada tahun 1976. Dua instrumen

pokok hak asasi manusia internasional itu menunjukkan dua bidang yang luas dari hak

asasi manusia, yakni hak sipil dan politik di satu pihak, dan hak-hak ekonomi, sosial dan

budaya di pihak lain. Kedua instrumen ini disusun berdasarkan hak-hak yang

tercantum di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, tetapi dengan penjabaran

yang lebih spesifik. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, misalnya,

menjabarkan secara lebih spesifik hak-hak mana yang bersifat “non-derogable” dan

hak-hak mana yang bersifat “permissible”. Begitu pula dengan Kovenan Internasional

tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang memuat secara lengkap hak-hak

ekonomi dan sosial, merumuskan tanggung jawab negara yang berbeda dibandingkan

dengan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Jadi sebetulnya dua

Kovenan ini dibuat untuk menjawab masalah-masalah praktis berkaitan dengan

perlindungan hak asasi manusia.

Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:

Magna Charta

Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya

Page 34: makalah pkn.docx

memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).

Piagam Magna Charta (Piagam Agung 1215) :

Piagam Magna Charta (Piagam Agung 1215) adalah piagam penghargaan atas

pemikiran dan perjuangan HAM yang dilakukan oleh rakyat Inggris kepada Raja John yang

berkuasa pada tahun 1215.Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip

dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting

daripada kedaulatan raja.Pada awal abad ke XII, muncul piagam Magna Carta atau

Piagam Agung.Terjadi pada pemerintahan Raja John

4

Lackland yang menjabat menggantingan Raja Richard.Raja John yang bertindak sewenang-

wenang terhadap rakyat dan kelompok bangsawan mengakibatkan rasa tidak puas kaum

bangsawan dan berhasil membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta.Magna

Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 di Inggris yang dibuat untuk membatasi kekuasaan

Raja John di Inggris.

Isi dari Magna Charta tersebut adalah :

1) Raja beserta keturunannya, berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan

kebebasan Gereja di Inggris.

2) Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untu memberikan hak-hak

sebagai berikut :

a) Para petugas kemanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak

penduduk.

b) Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan sanksi

yang sah.

c) Seseorang yang bukan budak tidak akan di tahan, ditangkap, dinyatakan

bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar

tindakannya.

d) Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur di tahan, raja

berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

Magna Charta ini merupakan dokumen kenegaraan yang memberi jaminan hak-

hak asasi manusia.Sebenarnya dokumen ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak serta

wewenang para bangsawan, tetapi kemudian oleh umum dipandang sebagai jaminan

terhadap hak-hak asasi manusia dari rakyat yang dalam perkembangan selanjutnya tidak

Page 35: makalah pkn.docx

dikenal lagi bangsawan-bangsawan sebagai penguasa melainkan hanya Sang Raja sebagai

pemegang puncak kekuasaan pemerintahan.

Melalui magna charta ini, raja yang tadinya mempunyai kekuasaan absolut (raja

sebagai pencipta hukum dan tidak terikat hukum) :

1) mulai dibatasi kekuasannya,

2) dapat dimintai pertanggungjawabannya di muka umum. Lalu sistem monarki pun

beralih ke monarki konstitusional di mana kekuasaan raja tinggal sebagai simbol

belaka

Bill Of Rights ( UU Hak 1689) : perlakuan yang sama dimuka hukum :

Pada tahun 1689, Bill of Rights dikeluarkan dan menjadi undang-undang yang diterima

oleh parlemen Inggris sebagai bentuk perlawanan terhdap Raja James II.Isi dari dokumen

ini adalah :

1) Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen

2) Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat

3) Pajak, undang-undang, dan pembentukan tentara tetap harus seizing parlemen

4) Hak warga negara untuk memeluk agama menurut kepercayaannya masing-masing

5) Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.

Lahirnya BILL OF RIGHTS di Inggris pada 1689 yang mengedepankan adagium bahwa

manusia sama di muka hukum (equality before law) .

Deklarasi HAM Perancis 1789 : manusia lahir merdeka dan suci, tidak boleh ada

penangkapan semena-mena :

Lahirnya THE AMERICAN DECLARATION OF INDEPENDENCE di AS (1776) dan

DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN (Deklarasi Hak-hak Manusia

Page 36: makalah pkn.docx

dan Warganegara) di Perancis (1789).Ini merupakan prinsip HAM modern yang

menjadian acuan masakini .Gagasan HAM muncul sebagai penolakan campur tangan

terhadap kepentingan individu, terutama yang dilakukan oleh negara (negative rights).

Prinsipnya, manusia itu merdeka sejak masih ada di dalam rahim ibu.

Deklarasi HAM di Perancis menjadi dasar dari THE RULE OF LAW yang antara lain

menekankan bahwa :

Tidak boleh ada penangkapan dan penahanan semena-mena tanpa alasan

Prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence)

Kebebasan mengeluarkan pendapat (freedom of expression)

Kebebasan mengatut agama yang dikehendaki (freedom of religion)

Perlindungan hak milik (the right of property).

Declarations Of Human Rights PBB 1948 :

Lahirnya THE UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS yang diciptakan oleh

PBB pada 10 Desember 1948 (10 Desember = HARI HAM INTERNASIONAL). Deklarasi ini

adalah reaksi dari malapetaka HAM selama PD II yang dipelopori Hitler (Nazi Jerman).

Menurut piagam PBB pasal 68 pada tahun 1946 telah terbentuk Komisi Hak-hak Manusia

( Commission on Human Rights ) beranggota 18 orang. Komisi inilah yang pada akhirnya

menghasilkan sebuah Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia ( Universal

Declaration of Human Rights ) yang dinyatakan diterima baik oleh sidang Umum PBB di

Paris pada tanggal 10 Desember 1948.

Kesadaran dunia international untuk melahirkan Deklarasi Universal tahun 1948 di Paris,

yang memuat salah satu tujuannya adalah menggalakkan dan mendorong penghormatan

terhadap Hak Asasi Manusia dan kebebasan asasi bagi semua orang tanpa membedakan

Page 37: makalah pkn.docx

ras, jenis kelamin, bahaswa atau agama (pasal 1). Pasal tersebut diperkuat oleh ketetapan

bunyi pasal 55 dan pasal 56 tentang kerja sama Ekonomi dan Sosial International, yang

mengakui hak-hak universal HAM dan ikrar bersama-sama Negara-negara anggota untuk

kerja sama dengan PBB untuk tujuan tersebut. Organ - organ PBB yang lebih banyak

berkiprah dalam memperjuangkan HAM di antaranya yang menonjol adalah Majelis Umum,

Dewan ECOSOC, CHR, Komisi tentang Status Wanita, UNESCO dan ILO.

Maksud dan tujuan PBB mendeklarasikan HAM sewperti tertuang dalam piagam

Mukadimahnya :

1) Hendak menyelamatkan keturunan manusia yang ada dan yang akan datang dari

bencana perang.

2) Meneguhkan sikap dan keyakinan tentang HAM yang asasi, tentang harkat dan

derajat manusia,dan tentang persamaan kedudukan antara laki-laki dan

perempuan, juga antara bangsa yang besar dan yang kecil.

3) Menimbulkan suasana di mana keadilan dan penghargaan atas berbagai kewajiban

yang muncul dari segala perjanjian dan lain-lain sumber hukum internasional

menjadi dapat dipelihara.

4) Memajukan masyarakat dan tingkat hidup yang lebih baik dalam suasana

kebebasan yang lebih leluasa.

Piagam Atlantik (Atlantic Charter) :

Piagam Atlantik (Atlantic Charter) 14 Agustus 1941 yang ditandatangani oleh Franklin

Delano Roosevelt (Presiden Amerika Serikat) dengan Winston Churchill (Perdana Menteri

Inggris).Isi pokok dari piagam itu adalah sebagai berikut :

Page 38: makalah pkn.docx

a) tidak boleh ada perluasan daerah tanpa persetujuan penduduk asli;

b) Setiap bangsa berhak menentukan dan menetapkan bentuk pemerintahannya

sendiri;

c) Setiap bangsa berhak mendapat kesempatan untuk bebas dari rasa takut dan

bebas dari kemiskinan.

The American declaration

Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.

The French declaration

Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip

Page 39: makalah pkn.docx

presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.

The four freedom

Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).

Periode Sebelum Kemerdekaan (1908 – 1945) :

Perkembangan pemikran HAM dalam periode ini dalam organisasi pergerakan sebagai

berikut :

1) Budi Oetomo :

Page 40: makalah pkn.docx

Pemikirannya, “Hak Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.” Dalam

konteks pemikiran HAM, pemimpin Budi Oetomo telah memperlihatkan adanya

kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang

dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar

goeroe desa.

Bentuk pemikiran HAM Budi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan

mengeluarkan pendapat.

2) Perhimpunan Indonesia :

Pemikirannya “Hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determination).”

3) Sarekat Islam :

Pemikirannya “Hak penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan

diskriminasi rasial.”

Page 41: makalah pkn.docx

4) Partai Komunis Indonesia :

Pemikirannya, “Hak sosial dan berkaitan dengan alat-alat produksi.”

5) Indische Party :

Pemikirannya, “Hak untuk mendapatkan kemerdekaan dan perlakuan yang sama.”

6) Partai Nasional Indonesia :

Pemikirannya, “Hak untuk memperoleh kemerdekaan.”

Page 42: makalah pkn.docx

7) Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia :

Pemikirannya meliputi :

a) hak untuk menentukan nasib sendiri.

b) hak untuk mengeluarkan pendapat.

c) hak untuk berserikat dan berkumpul.

d) hak persamaan di muka hukum

e) hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.

Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI

antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad

Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI

berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat,

hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

Periode Setelah Kemerdekaan (1945 – Sekarang) :

1) Periode 1945 – 1950 :

Pemikiran HAMnya menekankan pada hak-hak mengenai :

a) hak untuk merdeka (self determination).

b) hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan.

c) hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.

Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh

pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45.

komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat

Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan

kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat

Pemerintah tanggal 3 November 1945.

Sebagai implementasi pemikiran HAM di atas, pemerintah mengeluarkan Maklumat

Pemerintah tanggal 3 November 1945, tentang Partai Politik dengan tujuan untuk

mengatur segala aliran yang ada dalam masyarakat dan pemerintah berharap partai

tersebut telah terbentuk sebelum pemilu DPR pada bulan Januari 1946.

2) Periode 1950 – 1959 :

Pemikiran HAM dalam periode ini lebih menekankan padasemangat kebebasan

demokrasi liberal yang berintikan kebebasan individu.

Page 43: makalah pkn.docx

Implementasi pemikiran HAM dalam periode ini lebih memberi ruang hidup bagi

tumbuhnya lembaga demokrasi yang antara lain :

a) Partai politik dengan beragam ideologimya.

b) Kebebasan pers yang bersifat liberal.

c) Pemilu dengan sistem multipartai.

d) Parlemen sebagai lembaga kontrol pemerintah.

e) Wacana pemikiran HAM yang kondusif karena pemerintah memberi

kebebasan.

Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan

sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini

mendapatkan momentumyang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan

yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan

tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran

dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu

“ kebebasan.

Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek, yaitu :

Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam

ideologinya masing – masing.

Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati

kebebasannya.

Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung

dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis.

Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari

kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat

dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.

Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang

kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang

kebebasan.

3) Periode 1959 – 1966 :

Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi

terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem demokrasi Parlementer.

Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan

presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan

inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur

Page 44: makalah pkn.docx

poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu

hak sipil dan dan hak politik.

4) Periode 1966 – 1998:

Dalam periode ini, pemikiran HAM dapat dilihat dalam tiga kurun waktu yang

berbeda :

a) tahun 1967 (awal pemerintahan Presiden Soeharto) :

Berusaha melindungi kebebasan dasar manusia yang ditandai dengan adanya

hak uji materiil (judicial review) yang diberikan kepada Mahkamah Agung.

b) tahun 1970 – 1980 :

Pemerintah melakukan pemasungan HAM dengan sikap defensif (bertahan),

represif (kekerasan) yang dicerminkan dengan produk hukum yang bersifat

restriktif (membatasi) terhadap HAM.Alasan pemerintah adalah bahwa HAM

merupakan produk pemikiran Barat dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur

budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila.

c) tahun 1990-an :

Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak

memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi

pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap

tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM.

Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM

adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM )

berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.Lembaga ini

bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi

pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan

HAM.

d) Periode 1998 – sekarang :

Pada periode ini, HAM mendapat perhatian yang resmi dari pemerintah dengan

melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin HAM dan menetapkan UU No

39 Tahun 1999 tentang hak asasi-asasi manusia. Artinya bahwa pemerintah

memberikan perlindungan yang signifikasi terhadap kebebasan HAM dalam

semua aspek, yaitu aspek hak [politik, sosial, ekonomi, budaya, keamanan,

hukum, dan pemerintahan.

Page 45: makalah pkn.docx

4.HAM pada Tatanan Global dan di Indonesia.

Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai

HAM yang telah berkembang sebelumnya, yaitu :

1) HAM menurut konsep negara-negara Barat/Liberalisme :

a) Ingin meninggalkan konsep negara yang mutlak.

b) Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, negara sebagai koordinator

dan pengawas.

c) Filosofi dasar : hak asasi tertanam pada diri individu manusia.

d) Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan negara.

2) HAM menurut konsep sosialis :

a) Hak asasi hilang dari individu dan teritegrasi dalam masyarakat.

b) HAM tidak ada sebelum negara ada.

c) Negara berhak membatasi HAM apabila situasi menghendaki.

3) HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika :

a) Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.

b) Masyarakat sebagai keluarga besar artinya penghormatan utama untuk

kepala keluarga.

c) Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban

anggota masyarakat.

4) HAM menurut konsep PBB :

Konsep HAM ini oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor Roosevelt (10

Desember 1948) dan secara resmi disebut “Universal Declaration of Human

Rights”.Di dalamnya menjelaskan tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan

kebudayaan yang dinikmati manusia di dunia yang mendorong penghargaan

terhadap hak-hak asasi manusia.

Sejak tahun 1957, konsepHAM tersebut dilengkapi dengan tiga perjanjian, yaitu:

Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,

Perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik,

Protokol opsional bagi Perjanjian hak sipil dan politik internasional.

Page 46: makalah pkn.docx

Pada Sidang Umum PBB tanggal 16 Desember 1966 ketiga dokumen tersebut

diterima dan diratifikasi, dan saat ini sekitar 100 negara dan bangsa telah

meratifikasinya.

Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang

mempunyai :

a. Hak untuk hidup.

b. kemerdekaan dan keamanan badan.

c. hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum.

d. hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut

hukum.

e. hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana seperti diperiksa

di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah.

f. hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara.

g. hak untuk mendapat hak milik atas benda.

h. hak untuk  bebas untuk mengutarakan pikiran dan perasaan.

i. hak untuk bebas memeluk agama serta mempunyai dan mengeluarkan

pendapat.

j. hak untuk berapat dan berkumpul.

k. hak untuk mendapatkan jaminan sosial.

l. hak untuk mendapatkan pekerjaan.

m. hak untuk berdagang.

n. hak untuk mendapatkan pendidikan.

o. hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.

p. hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.

DUHAM 1948, yang penyusunan rancangannya dilakukan oleh Komisi HAM PBB

(United Nations Commission on Human Rights) selama dua tahun sejak 1946,

merupakan “katalog” HAM yang terdiri dari 30 pasal. Dalam garis besarnya

DUHAM 1948 menetapkan hak dan kebebasan setiap orang yang harus diakui

dan dihormati serta kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap orang.

DUHAM 1948 adalah sebuah deklarasi.Sebagai dekalarasi, stricto sensu, DUHAM

1948 bukan instrumen internasional yang mengikat secara hukum. Oleh karena itu,

agar ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum, ketentuan-ketentuan

tersebut harus dituangkan ke dalam instrumen atau intrumen internasional yang

mengikat secara hukum, seperti traktat atau perjanjian (treaty), persetujuan

(agreement), konvensi (convention), kovenan (covenant), atau protokol (protocol).

Instrumen-instrumen internasional demikian akan megikat secara hukum negara-

Page 47: makalah pkn.docx

negara yang menjadi pihak padanya melalui prosedur yang ditetapkan oleh

instrumen yang bersangkutan, seperti ratifikasi (ratification), aksesi (accession),

penerimaan (acceptance), atau persetujuan (approval).

Dalam Deklarasi Universal tentang HAM (Universal Declaration of Human Rights)

atau yang dikenal dengan istilah DUHAM, HAM terbagi ke dalam beberapa jenis,

yaitu :

Hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi)

Hak legal (hak jaminan perlindungan hukum)

Hak sipil dan politik

Hak Subsistensi ( hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang

kehidupan), serta

Hak ekonomi, hukum dan budaya.

Hak personal, hak legal, hak sipil, dan hak politik yang terdapat dalam Pasal 3 - 21

dan DUHAM tersebut memuat :

a. hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;

b. hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;

c. hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam,

tak berkeprimanusiaan ataupun merendahkan derajat manusia;

d. hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi;

e. hak untuk pengampunan hukum secara efektif;

f. hak bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang

sewenang-wenang;

g. hak untuk peradilan yang inde-penden dan tidak memihak;

h. hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;

i. hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan

pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat;

j. hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;

k. hak atas perlindungan hukum ter-hadap serangan semacam itu;

l. hak bergerak;

m. hak memperoleh suaka;

n. hak atas satu kebangsaan;

o. hak untuk menikah dan memben-tuk keluarga;

p. hak untuk mempunyai hak milik;

q. hak bebas berpikir, berkesadaran dan beragama;

r. hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;

s. hak untuk berhimpun dan berserikat;

Page 48: makalah pkn.docx

t. hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang

sama terhadap pelayanan masyarakat.

Sedangkan hak ekonomi, hukum dan budaya berdasarkan pernyataanDUHAM

menyangkut hal-hal sebagai berikut, yaitu:

a. hak atas jaminan hukum;

b. hak untuk bekerja;

c. hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;

d. hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh;

e. hakuntuk istirahat dan waktu senggang;

f. hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan ke-

sejahteraan;

g. hak atas pendidikan;

h. hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari

masyarakat.

Sementara itu HAM di Indonesia dinyatakan dalam UUD 1945 (amandemen I-IV UUD

1945) yang memuathak asasi manusia yang terdiriatas :

a. hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;

b. hak kedudukan yang sama di dalam hukum/pemerintahan;

c. hak kebebasan berkumpul;

d. hak kebebasan beragama;

e. hak penghidupan yang layak;

f. hak kebebasan berserikat;

g. hak memperoleh pengajaran atau pendidikan.

Selanjutnya secara operasional beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU

Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:

a. hak hidup;

b. hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;

c. hak mengembangkan diri;

d. hak memperoleh keadilan;

e. hak atas kebebasan pribadi;

f. hak atas rasa aman;

g. hak atas kesejahteraan;

h. hak turut serta dalam pemerintahan;

i. hak wanita;

Page 49: makalah pkn.docx

j. hak anak.

5.  HAM di Indonesia : Permasalahan dan Penegakannya.

Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa perlindungan HAM

harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan

hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam

penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda, 2005). Sesuai

dengan pasal 1 (3), pasal 55 dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM

harus dilakukan melalui suatu konsep kerjasama internasional yang berdasarkan pada

prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antarnegara serta hukum

internasional yang berlaku.

HAM di Indonesia didasarkan pada Konstitusi NKRI, yaitu: Pembukaan UUD 1945 (alinea

I), Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh UUD 1945 (pasal 27, 29 dan 30), UU no. 39/1999

tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.HAM di Indonesia menjamin

hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri,

hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas

kesejahteraan, hak turut serta dalam  pemerintahan, hak wanita, dan hak anak. Program

penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005) meliputi pemberantasan korupsi,

antiterorisme dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya.Oleh sebab

itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan

konsisten.

Kegiatan-kegiatan pokok penegakan HAM meliputi :

1) penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi

Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009.

2) Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009

sebagai gerakan nasional.

3) peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme

dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.

4) peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga

yang fungsi dan tugasnya mencegah dan memberntas korupsi.

5) peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga

yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.

6) peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warganegara di

depan hukum melalui keteladanan Kepala Negara dan pimpinan lainnya untuk

mematuhi dan mentaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan

konsekuen.

Page 50: makalah pkn.docx

7) penyelenggaraan audit reguler atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah dan

pejabat Negara.

8) peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan

proses hukum yang lebih sederhana, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau

oleh semua lapisan masyarakat.

9) peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi

manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika

masyarakat dapat berjalan sewajarnya.

10) pembenahan  sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses public,

pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel.

11) pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.

12) penyelamatan barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip

lembaga Negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan

HAM.

13) peningkatan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas penegakan hukum

dan HAM.

14) pembaharuan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.

15) peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan perjalanan baik

ke luar maupun masuk ke wilayah Indonesia.

16) peningkatan fungsi intelejen agar aktivitas terorisme dapat dicegah pada tahap yang

sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan ketertiban; serta

17) peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika

dan obat berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan peredarannya,

meningkatkan penyidikan, penyelidikan, penuntutan serta menghukum para

pengedarnya secara maksimal.

2.3 Macam-Macam Hak Asasi Manusia

1. Hak asasi pribadi / personal Right

- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat

- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat

- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan

- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

Page 51: makalah pkn.docx

2. Hak asasi politik / Political Right

- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan

- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan

- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya

- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right

- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan

- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns

- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths

- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli

- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak

- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll

- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu

- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights

- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan

- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right

- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan

- Hak mendapatkan pengajaran

- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

Page 52: makalah pkn.docx

2.4 Hak Asasi Manusia dalam UU No. 39 Tahun 1999

Hak asasi manusia di Indonesia didasarkan pada falsafah dan ideology pancasila, pembukaan UUD 1945, batang tubuh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentanghak asasi manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasimanusia.UU No. 39 Tahun 1999 mencantumkan asas-asas dasar hak asasi manusiadiantaranya:Beberapa asas dasar hak asasi manusia yang tercantum dalam UU No. 39 Tahun1999 adalah:

a. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuanhokum

yang adil serta mendapat kepastian hokum dan perlakuan yang sama didepan hukum.

b. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar

manusia, tanpa diskriminasi.

c. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran danhati

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi

dan persamaan di hadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hokum yang

berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangidalam keadaan apa

pun dan oleh siapa pun.

d. Setiap orang diakui sebagai pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan

serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabatkemanusiaannya di depan

hukum.

e. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dan pengadilan

yang objektif dan tidak berpihak.

2.5 Pelanggaran Hak Asasi Manusia / HAM

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak

Page 53: makalah pkn.docx

akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).

Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan

pelanggaran hak asasi manusia adalah  setiap perbuatan seseorang atau

kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja

atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan

atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin

oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan

memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme

hukum yang berlaku.

Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM

adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara

baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,

membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok

orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau

dikhawatirksn tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,

berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.      Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakanya

Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :

a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

1.       Pembunuhan masal (genosida)

Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk

menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,

ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan (UUD

No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM)

Page 54: makalah pkn.docx

2.      Kejahatan Kemanusiaan

Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa

serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti

pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.

b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :

1. Pemukulan

2. Penganiayaan

3. Pencemaran nama baik

4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya

5. Menghilangkan nyawa orang lain

2.3 Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan

keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan

dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas

harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain. Pelanggaran hak asasi manusia

dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan

antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat

pemerintah dengan masyarakat. Apabila dilihat dari perkembangan sejarah

bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia

yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan

masyarakat Indonesia, seperti :

a. Kasus Tanjung Priok (1984)

Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang

berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi

pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat

kekerasan dan penembakan.

b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya

Porong, Jatim (1994)

Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di

PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan

dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan

dan pembunuhan.

Page 55: makalah pkn.docx

c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)

Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari

harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya

ditemukan sudah tewas.

d. Peristiwa Aceh (1990)

Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban,

baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh

diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang

menginginkan Aceh merdeka.

e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)

Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap

para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9

orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).

Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Lingkungan Sekitar

1.      Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih

pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.

2.      Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada

suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan

kepada setiap mahasiswa

3.      Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM

terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di

pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.

4.      Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan

pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan

tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.

5.      Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada

suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap

anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan

minat dan bakatnya.

2.5 Instrumen Nasional HAM

1. UUD 1945 : Pembukaan UUD 1945, alenia I – IV; Pasal 28A sampai dengan 28J;

Pasal 27 sampai dengan 34

Page 56: makalah pkn.docx

2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

3. UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

5.UU No. 7 Tahun 1984 tentang Rativikasi Konvensi PBB tentang penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan

6.UU No. 8 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan

dan Perlakuan atau penghukuman lain yang Kejam, tidak Manusiawi atau

Merendahkan Martabat Manusia

7.UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 mengenai

pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan

Terburuk untuk Anak

8.UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang

hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya

9. UU No. 12 tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil

dan Politik

Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :

a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

Pembunuhan masal (genosida)

Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan

Penyiksaan

Penghilangan orang secara paksa

Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :

Pemukulan

Penganiayaan

Pencemaran nama baik

Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya

Menghilangkan nyawa orang lain

Beberapa Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Page 57: makalah pkn.docx

a. Kasus Tanjung Priok (1984)

Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.

b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)

Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.

c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)

Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.

d. Peristiwa Aceh (1990)

Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.

e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)

Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).

f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)

Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil

Page 58: makalah pkn.docx

meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).

g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)

Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.

h. Kasus Ambon (1999)

Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasalah SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.

i. Kasus Poso (1998 – 2000)

Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.

j. Kasus Dayak dan Madura (2000)

Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.

k. Kasus TKI di Malaysia (2002)

Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.

l. Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya

Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga negara asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.

J. Kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir

Page 59: makalah pkn.docx

Kasus munir merupakan contoh lemahnya penegakkan HAM di Indonesia. Kasus Munir juga merupakan hasil dari sisa-sisa pemerintahan orde baru yang saatitu lebih bersifat otoriter. Seharusnya kasus Munir ini dijadikan suatu pelajaran untuk bangsa ini agar meninggalkan cara-cara yang bersifat otoriter karena setiap manusia atau warga Negara memiliki hak untuk memperoleh kebenaran, hak hidup, hak memperoleh keadilan, dan hak atas rasa aman. Sedangkan bangsa Indonesia saat ini.

Selain itu dapat kita temukan pelanggaran HAM di sekitar kita yang menimpa anak-anak. Misalnya banyak anak di bawah umur dipaksa untuk bekerja mencari uang dalam memenuhi kebutuhannya antara lain menjadi pengamen di jalanan, menjadi buruh, bahkan dieksploitasi untuk dipekerjakan yang tidak patut. Dari anak-anak itu telah kehilangan hak anak yang berupa perlindungan oleh orang tua , keluarga masyarakat dan Negara dari eksploitasi ekonomi dan pekerjaan. Ada juga sejumlah kasus anak yang melanggar hokum misalkan pencurian, penganiayaan, penggunaan narkoba, pemerkosaan, perampokan, penjambretan, curanmor dan perkelahian.

Lembaga Penegak HAM.

Untuk menjaga agar setiap menghormati HAM orang lain, maka perlu adanya penegakan

dan pendidikan HAM. Penegakan HAM dilakukan terhadap setiap pelanggaran

HAM.Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang

termasuk aparat negara baik sengaja maupun tidak disengaja, atau kelalaian yang

secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut HAM

seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang.

Untuk mengatasi masalah penegakan HAM, maka dalam Bab VII Pasal 75 UU tentang

HAM, negara membentuk KOMNAS HAM, dan Bab IX Pasal 104 tentang pengadilan HAM,

serta peran serta masyarakat seperti dikemukakan dalam Bab XIII Pasal 100 - 103.

Lembaga penegak HAM meliputi KOMNAS HAM, pengadilan HAM, dan partisipasi

masyaraklat.

Komnas HAM :

Page 60: makalah pkn.docx

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga

negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,

pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Komnas HAM bertujuan :

1) mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia

sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia;

2) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna

berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya

berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang paripurna dan Subkomisi.Di

samping itu, Komnas HAM mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan.

Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang (bidang pengkajian penelitian) :

1) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi

manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan

atau ratifikasi;

2) pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk

memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia;

3) penerbitan hasil pengkajian dari penelitian;

4) studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain mengenai hak

asasi manusia;

5) pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan,

dan pemajuan hak asasi manusia; dan

Page 61: makalah pkn.docx

6) kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga, atau pihak

lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak

asasi manusia.

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :

1) penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat

Indonesia;

2) upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui

lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya; dan

3) kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional,

regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :

1) pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil

pengamatan tersebut;

2) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat

yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi

manusia; pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang

diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;

3) pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi

pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;

4) peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;

5) pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis

atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan

persetujuan Ketua Pengadilan;

6) pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat

lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua

Pengadilan;

7) pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara

tertentu yang sedang dalam proes peradilan, bilamana dalam perkara tersebut

terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara

pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib

diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.

Page 62: makalah pkn.docx

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :

1) perdamaian kedua belah pihak;

2) penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan

penilaian ahli;

3) pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui

pengadilan;

4) penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada

Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya;

5) penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.

Di samping kewenangan menurut UU No 39 Tahun 1999, Komnas HAM juga berwenang

melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan

dikeluarkannya UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan

Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia

yang berat. Dalam  melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc

yang terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.

Pengadilan HAM :

Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah

hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Pengadilan HAM

bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran haksasi

manusia yang berat. Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus

perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas

Page 63: makalah pkn.docx

teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia. Pengadilan

HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia

yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun

pada saat kejahatan dilakukan.

Kasus pembumihangusan di Timor-timur telah mendorong dunia internasional agar dibentuk

peradilan internasional (internasional tribunal) bagi para pelakunya.Desakan untuk adanya

peradilan internasional khususnya bagi pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di Timor-

timur semakin menguat bahkan komisi Tinggi PBB untuk Hak-hak asasi manusia telah

mengeluarkan resolusi untuk mengungkapkan kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM

berat di Timor-Timur. Atas resolusi Komisi HAM PBB tersebut Indonesia secara tegas

menolak dan akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM dengan menggunakan

ketentuan nasional karena konstitusi Indonesia memungkinkan untuk menyelenggarakan

peradilan hak asasi manusia. Atas penolakan tersebut, mempunyai konsekuensi bahwa

Indonesia harus melakukan proses peradilan atas terjadinya pelanggaran HAM di Timor-

Timur .

Dorongan untuk adanya pembentukan peradilan internasional ini juga didasarkan atas

ketidakpercayaan dunia internasional pada sistem peradilan Indonesia jika dilihat antara

keterkaitan antara pelaku kejahatan yang merupakan alat negara. Pelanggaran HAM di

Timor-timur mempunyai nuansa khusus karena adanya penyalahgunaan kekuasaan dalam

arti pelaku berbuat dalam konteks pemerintahan dan difasilitasi oleh kekuasaan pemerintah

sehingga akan sulit untuk diadakan pengadilan bagi pelaku kejahatan secara fair dan tidak

memihak.

Dalam prakteknya jika melihat bekerjanya sistem peradilan pidana di negara hukum

Indonesia ini, belum mampu memberikan keadilan yang subtansial.Keterkaitan dengan

kebijakan yang formal/legalistik seringkali dijadikan alasan.Peradilan seringkali memberikan

toleransi terhadap kejahatan-kejahatan tertentu, dengan konsekuensi yuridis pelaku

kejahatannya harus dibebaskan.Termasuk terhadap kejahatan atau pelanggaran HAM berat

ini (2000, Kleden).

Partisipasi Masyarakat :

Partisipasi masyarakat dalam penegakan HAM diatur dalam Pasal 100 -103 UU tentang

HAM. Partisipasi masyarakat dapat berbentuk sebagai berikut :

1) Setiap orang, organisasi politik, organisasi masyarakat, LSM, berhak berpartisipasi

dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan HAM.

Page 64: makalah pkn.docx

2) Masyarakat juga berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran HAM

kepada Komnas HAM atau lembaga kemasyarakatan lain yang berwenang dalam

rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan HAM.

3) Masyarakat berhak mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang

berkaitan dengan HAM kepada Komnas HAM atau lembaga lainnya.

4) Masyarakat dapat bekerja sama dengan Komnas HAM melakukan penelitian,

pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai HAM.

Upaya mengatasi pelanggaran hak asasi manusia

Upaya penanganan pelanggaran HAM di Indonesia yang bersifat berat, maka

penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, sedangkan untuk kasus

pelanggaran HAM yang biasa diselesaikan melalui pengadilan umum.Beberapa

upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari

untuk menghargai dan menegakkan HAM antara lain dapat dilakukan melalui

perilaku sebagai berikut

1. Mematuhi instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan.

2. Melaksanakan hak asasi yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab.

3. Memahami bahwa selain memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki

kewajiban asasi yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

5. Menghormati hak-hak orang lain.

PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA DALAM KERANGKA HAM INTERNASIONAL

Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Indonesia merupakan negara yang sangat

menghargai kebebasan. Juga, Indonesia sangat menghargai hak asasi manusia(HAM). Ini bisa dilihat

dengan adanya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang

HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini merupakan tonggak

baru bagi sejarah HAM Indonesia.ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi Indonesia, karena baru

Indonesia dan Afrika Selatan yang mempunyai undang undang peradilan HAM. Aplikasi dari undang

undang ini adalah sudah mulai adanya penegakan HAM yang lebih baik, dengan ditandai dengan

adanya komisi nasional HAM dan peradilan HAM nasional.

Dengan adanya penegakan HAM yang lebih baik ini, membuat pandangan dunia terhadap

Indonesia kian membaik. Tapi, meskipun penegakan HAM di Indonesia lebih baik, Indonesia tidak

Page 65: makalah pkn.docx

boleh senang dulu, karena masih ada setumpuk PR tentang penegakan HAM di Indonesia yang belum

tuntas. Diantara

PR itu adalah masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu, dan Irian Jaya tragedy Priok,

kekerasan pembantaian ”dukun santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan berbagai daerah lain, tragedi Mei

di Jakarta, Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996, penangkapan yang salah

tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa terekayasa di berbagai kota, yang bagaikan kisah

bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi,

kasus-kasus penghilangan warga negara secara paksa, dan sebagainya.

Pemerintah di negeri ini, harus lebih serius dalam menangani kasus HAM ini jika ingin lebih

dihargai dunia. Karena itu, pemerintah harus membuat aturan aturan yang lebih baik. Juga kejelasan

pelaksanaan aturan itu. Komnas HAM sebagai harus melakukan gebrakan diantaranya :

1. Komnas HAM mendesak pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi berbagai instrumen

internasional hak asasi manusia, dengan memberi prioritas pada Statuta Roma Mahkamah

Pidana Internasional (Rome Statute International Criminal Court), Protokol Opsional

Konvensi Anti Penyiksaan (Optional Protocol Convention Against Torture), Konvensi

Internasional tentang Penyandang Cacat, Konvensi Internasional tentang Pekerja HAM,

Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindakan

Penghilangan Secara Paksa. Dalam rangka untuk memberikan perlindungan yang optimal

bagi para Tenaga Kerja Indonesia, pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi juga

Konvensi Internasional Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya

(International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and

Members of Their Families). Dalam kontek ini hendaknya pemerintah segera mengeluarkan

Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2009 – 2014.

2. Perlu ditinjau kembali pendekatan hukum yang represif dalam penyelesaian konflik politik di

Papua yang diterapkan saat ini. Langkah yang dilakukan sekarang lebih banyak melahirkan

kekerasan dan jatuhnya korban. Komnas HAM mendesak perlunya dilakukan langkah-

langkah politik daripada hukum dalam penyelesaian konflik di Papua. Langkah dialog atau

perundingan sudah harus dipikirkan oleh pemerintah.

3. Penuntasan berbagai bentuk kasus pelanggaran hak asasi manusia merupakan kewajiban

pemerintah, oleh karena itu, Komnas HAM mendesak agar pemerintah secara berkala

menginformasikan kepada publik mengenai status perkembangan penyelesaian kasus-kasus

pelanggaran hak asasi manusia yang ditangani. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan

keyakinan kepada masyarakat tentang tidak adanya kemungkinan untuk menutupi

keterlibatan aparatur pemerintah serta menjamin tidak adanya praktik-praktik impunity bagi

mereka yang terlibat. Langkah ini juga menjadi penting dalam rangka terus membangun

suatu kepercayaan publik terhadap kesungguhan pemerintah untuk melindungi, menegakkan,

memajukan dan memenuhi hak asasi manusia.

Page 66: makalah pkn.docx

Pejabaran HAM dalam UUD 1945

Pengingkaran terhadap hak berarti mengingkari martabat kemanusiaan.Oleh karena itu,

negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan

melindungi hak asasi manusia pada setiapmanusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa HAM

harus menjadi titik tolak dantujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa danbernegara. Kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain, hal

initercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalambatang

tubuhnya. Pengaturan mengenai HAM pada dasarnya sudah tercantum dalam

berbagaiperaturan perundang-undangan. Namun untuk memayungi seluruh

peraturanperundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk UU tentang HAM, yaituUU

No.39 Tahun 1999. Undang-undang ini secara rinci mengatur mengenai hak-hak asasi

manusia, selain itu diatur juga mengenai kewajiban dasar, serta tugasdan tanggung jawab

pemerintah dalam penegakan HAM. Disamping itu, UU ini mengatur menegenai

Pembentukan Komisi NasionalHak Asasi Manusia sebagai lembaga mandiri yang

mempunyai fungsi, tugas,wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengkajian,

penelitian,penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang HAM. Dalam UU No.39 Tahun

1999 diatur pula tentang partisipasi masyarakatberupa pengaduan dan gugatan atas

pelanggaran HAM, pengajuan usulanmengenai perumusan kebijakan yang berkaitan

dengan HAM kepada Komnas HAM, penelitian, pendidikan dan penyebarluasan informasi

mengenai HAM.

Mengembangkan Pendidikan HAM.

Pendidikan HAM sebagai proses pemberdayaan pendidikan pada dasarnya memiliki sifat

antisipatoris dan emansipatoris, yaitu selalu mengacu ke masa depan dan selalu

mempersiapkan generasi muda untuk kehidupan masa depan (Muchtar Buchori, Basis

2000). Pendidikan memang tidak dapat berbuat apa-apa untuk masa sekarang, tidak juga

untuk memperbaiki keadaan ekonomi dan politik kita. Akan tetapi, pendidikan dapat berbuat

banyak untuk turut membentuk kehidupan ekonomi dan politik yang lebih baik di masa

depan. Dalam konteks ini, pendidikan HAM dimaksudkan sebagai proses penyadaran

dan pemberdayaan (conscientization and empowering) masyarakat akan hak dan

tanggung jawab sosial yang dipikulnya.Membentuk masyarakat berperadaban (civilized

society) adalah tujuan sosialnya, sementara tujuan akhirnya adalah kearifan serta

kebahagiaan seluruh umat manusia. Dengan demikian pendidikan HAM harus diupayakan

sebagai wahana pembentuk dan pengembangan pribadi dalam upaya pembentukan

Page 67: makalah pkn.docx

masyarakat yang beradab (civil society) yang penuh kearifan dan kebahagiaan, lahir

maupun batin.

Hakekat dari tujuan akhir (high purpose) pendidikan HAM adalah menciptakan kemakmuran

dan kebahagiaan masyarakat di alam semesta. Dengan kata lain, tujuan pendidikan HAM

adalah membentuk masyarakat yang sarat moralitas. Untuk mewujudkannya, langkah nyata

yang diperlukan adalah menggalakkan pemahaman tentang HAM, diantaranya dapat

dilakukan melalui sosialisasi nilai-nilai HAM mulai dari sekolah dasar sampai perguruan

tinggi. Upaya ini dapat pula dilakukan melalui kampanye, publikasi media massa.Dr. Seto

Mulyadi berpendapat bahwa pembelajaran HAM sejak dini mulai dari anak-anak merupakan

tuntutan bagi pembangunan di masa mendatang. Dr. sri Untari, ahli psikologi sosial juga

menyatakan bahwa pembelajaran HAM harus disesuaikan dengan tingkatan usia dan

golongan masyarakat, serta adanya keselarasan antara pembelajaran HAM di dalam dan di

luar rumah agar tidak ada benturan nilai.

Pengajaran HAM sejak dini dilaksanakan tidak hanya bertujuan sebagai pengetahuan

(knowledge) tentang HAM tetapi juga mengembangkan sikap (attitude) dan keterampilan

(skills).

Landasan Hukum Komnas HAM :

Pada awalnya, Komnas HAM didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993

tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sejak 1999 keberadaan Komnas HAM

didasarkan pada undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga

menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi ,keanggotaan, asas, kelengkapan, serta tugas dan

wewenang Komnas HAM.  Di samping kewenangan menurut UU No 39 Tahun 1999,

Komnas HAM juga berwenang melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi

manusia yang berat dengan dikeluarkannya UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak

Asasi Manusia.

Berdasarkan Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas

HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang

berat. Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang

terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.  Instrumen Acuan

Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya Komnas HAM

menggunakan sebagai acuan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik

nasional maupun Internasional.

Instrumen nasional:

a) UUD 1945 beserta amendemennya;

b) Tap MPR No. XVII/MPR/1998;

Page 68: makalah pkn.docx

c) UU No 39 Tahun 1999;

d) UU No 26 tahun 2000;

e) Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait.

Instrumen Internasional:

a) Piagam PBB, 1945;

b) Deklarasi Universal HAM 1948;

c) Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh

Indonesia.

Perbedaan HAM dalam pandangan Islam dan BaratHak Asasi manusia menurut pandangan barat semata-mata bersifat antroposentris artinya segala sesuatu berpusat kepada

manusia. Dengan demikian manusia sangat dipentingkan. Sebaliknya HAM menurut pandangan islam bersifat teosentris

artinya segala sesuatu berpusat kepada Tuhan. Dengan demikian Tuahan sangat dipentingkan. Dalam hungan ini A.K Brohi

menyatakan berbeda dengan pendekatan barat, strategi islam sangat mementingkan penghargaan kepada hak hak asasi dan

kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran keagamaan yang terpatri didalam hati, pikiran,

dan jiwa penganutnya. Perspektif islam sungguh sungguh bersifat teosentris.

Perbedaan yang fundamental antara hak asasi manusia menurut pemikiran barat dan hak asasi manusia menurut pemikiran

islam. Makna teosentris bagi orang islam adalah manusia pertama-tama harus meyakini ajarannya yang dirumuskan dalam

dua kalimat syahadat, baru setelah itu manusia melakukan perbuatan baik menurut isi keyakinannya itu.

Adapun dua peristiwa dalam sejarah dunia yang menghasilkan rumusan yang mirip dengan rumusan hak-hak asasi manusia

ialah Revolusi Amerika yang di mulai pada Tahun 1776 dan Revolusi Prancis yang meletus pada Tahun 1789. Revolusi

amerika menghasilkan prnyataan kemerdekaan. Ketika itu, tiga belas daerah jajahan inggris di pantai timur benua Amerika

Utara melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan inggris. Sejak itu berdirilah Negara Amerika Serikat. Dalam pernyataan

kemerdekaan itu terdapat rumusan sebagai berikut, “..bahwa semua orang di ciptakan sama, bahwabahwa mereka di anugrahi

hak-hak tertentu oleh tuhan maha pencipta…”

(1) HAM Menurut Konsep Barat

Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan

tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan

panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya

berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.

Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di

Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis

dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi

Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.

Page 69: makalah pkn.docx

Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa,

dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan

umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.

Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang

kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi

menjadi dua:

a. Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak

kebebasan pribadi dan hak bekerja.

b. Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan

sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak

mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :

1. Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan

pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial

dan berserikat.

2. Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan

hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.

3. Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk

kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.

Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak

ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan

keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan

Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan

hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.

 

(2) HAM Menurut Konsep Islam

ak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak

merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah

bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan

Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai

kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.

Page 70: makalah pkn.docx

Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan

jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban

negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum

muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.

Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah

mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah

berfirman:

"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat,

menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali

semua urusan."(QS. 22: 4)

Jaminan Hak Pribadi

Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin

dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28)

Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam Ahmad menjelaskan bahwa

orang yang melihat melalui celah-celah ointu atau melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu,

lalu tuan rumah melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun

baginya, walaupun ia mampu membayar denda.

Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada negara. Penguasa tidak

dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila

pemimpin mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." Imam Nawawi

dalam Riyadus-Shalihin menceritakan ucapan Umar: "Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa

rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat

secara lahiriah dari amal perbuatan kalian."

Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah Islamiyah mengungkapkan bahwa para

ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan

kemunkaran, menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa

pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang dilarang agama.

Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya menyelidiki gejala-gejala

kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya

perbuatan kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang berlum tampak bukti-buktinya

secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk

mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.

Page 71: makalah pkn.docx

 

(3) Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM

eskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan

As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak,

antara lain:

1. Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian.

Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan

dan mengutarakan aspirasi. Misalnya:"Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang

ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18: 29)

2. Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim

dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat

yang diungkapkan dengan kata-kata:‘adl, qisth dan qishas.

3. Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan

sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu

membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia

telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar dua

puluh ayat.

1. Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta

tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia diantara kamu adalah

yang paling bertawa diantara kamu."(QS. 49: 13)

2. Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup

muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga

menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.

Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin.

Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang

demikian ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara

juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan

beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu,

bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110).

(4) Rumusan HAM dalam Islam

pa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana

masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam

Page 72: makalah pkn.docx

kitab Fiqh yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan akhir syari’ah Islam

adalah menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan dan harta benda manusia.

Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’. Dari

Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah

berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil,

wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).

Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh

diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum

Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang

bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu

kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).

1. Hak-hak Alamiah

Hak-hak alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dari

unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195).

a. Hak Hidup

Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS.

5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang

mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki

orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).

b. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi

Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama

dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya

Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia

supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).

Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi

kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-

muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum

yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-

biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak

mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.

Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam

beragama." (QS. 2: 256).

Page 73: makalah pkn.docx

Sedangkan dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur syari’at Islam

dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang. Firman Allah: "Apabila mereka (orang

Yahudi) datang kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika

engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan putusan

hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS.

5: 42). Jika mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh mengikuti

aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang asli. Firman Allah: "Dan bagaimana mereka

mengangkat kamu sebagai hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah?

Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang

beriman ." (QS.5: 7).

c. Hak Bekerja

Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan

yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada

makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja,

seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).

2. Hak Hidup

Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah

:

a. Hak Pemilikan

Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta

orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta

sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada

hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal

kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan

hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu dengan pilihan

selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka

diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)

Islam juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan

umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa

mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari

kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu berarti

pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan.

b. Hak Berkeluarga

Page 74: makalah pkn.docx

Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para

wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Aallah menentukan hak

dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang

dipikul individu.

Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang

dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-

masing memiliki beban yang sama."Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya

menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2:

228)

c. Hak Keamanan

Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta

harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan

mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).

Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak

memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah

memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin

Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia

berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara

ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah yang membawa seorang Yahudi

tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.

Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-

mena. Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di

dunia." (HR. Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan

kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan

lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR. Ibnu Majah).

Diantara jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka

ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi suaka dan jaminan

keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta

perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah

ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6).

d. Hak Keadilan

Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan

syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia

Page 75: makalah pkn.docx

terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang

dianiaya." (QS. 4: 148).

Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan

perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib

menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah

tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang

lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik?

Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan

Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama apapun. Sebab

rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang

muslim juga berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif diperintahkan untuk

mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang mempertahankan hak.

e. Hak Saling Membela dan Mendukung

Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin,

dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap

mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak

muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi

undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).

f. Hak Keadilan dan Persamaan

Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan

bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di

mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong

tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan

dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian

rasul menegur dengan: "...Apabila orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia

dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum

kriminal..." Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar

tetap memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan seorang Yahudi

mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara.

Umar pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah

manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan

tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu."

Page 76: makalah pkn.docx

 

(5) Tentang Kebebasan Mengecam Syari’ah

ebagian orang mengajak kepada kebebasan berpendapat, termasuk mengemukakan kritik terhadap kelayakan

Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan hidup manusia modern. Disana terdengar suara menuntut persamaan

hak laki-laki dengan wanita, kecaman terhadap poligami, tuntutan akan perkawinan campur (muslim-non

muslim). Dan bahkan mereka mengajak pada pemahaman Al-Qur’an dengan mengubah inti misi Al-Qur’an.

Orang-orang dengan pandangan seperti ini pada dasarnya telah menempatkan dirinya keluar dari agama

Islam (riddah) yang ancaman hukumannya sangat berat. Namun jika mayoritas ummat Islam menghendaki

hukuman syari’ah atas mereka, maka jawaban mereka adalah bahwa Al-Qur’an tidak menyebutkan

sanksi riddah. Dengan kata lain mereka ingin mengatakan bahwa sunnah nabi saw. Tidak memiliki kekuatan

legal dalam syari’ah, termasuk sanksi riddah itu.

Untuk menjawab hal ini ada beberapa hal penting yang harus dipahami, yaitu :

Kebebasan yang diartikan dengan kebebasan tanpa kendali dan ikatan tidak akan dapat ditemukan di

masyarakat manapun. Ikatan dan kendali ini diantaranya adalah tidak dibenarkannya keluar dari aturan

umum dalam negara. Maka tidak ada kebebasan mengecam hal-hal yang dipandang oleh negara

sebagai pilar-pilar pokok bagi masyarakat.

Islam tidak memaksa seseorang untuk masuk ke dalam Islam, melainkan menjamin kebebasan kepada

non-muslim untuk menjalankan syari’at agamanya meskipun bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh

sebab itu, manakala ada seorang muslim yang mengklaim bahwa agamnya tidak sempurna, berarti ia

telah melakukan kesalahan yang diancam oleh rasulullah saw: "Barangsiapa mengganti agamanya,

maka bunuhlah ia." (HR. Bukhari dan Muslim).

Meskipun terdapat kebebasan dalam memeluk Islam, tidak berarti bagi orang yang telah masuk Islam

mempunyai kebebasan untuk merubah hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dalam Islam tidak ada konsep rahasia di tangan orang suci, dan tidak ada pula kepercayaan yang

bertentangan dengan penalaran akal sehat seperti Trinita dan Kartu Ampunan. Dengan demikian, tidak

ada alasan bagi penentang Islam untuk keluar dari Islam atau melakukan perubahan terhadap Islam.

Islam mengakui bahwa agama Ahli Kitab. Dari sini Islam membolehkan laki-laki muslim menikahi

wanita Ahli Kitab, karena garis nasab dalam Islam ada di tangan laki-laki.

Sanksi riddah tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagaimana ibadah dan muamalah lainnya. Al-Qur’an

hanya menjelaskan globalnya saja dan menugaskan rasulullah saw menjelaskan rincian hukum dan

kewajiban. Firman Allah: "Dan telah Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskan

Page 77: makalah pkn.docx

kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka

memikirkannya." (QS. 16: 44).

Hak Asasi Menurut Pancasila

Hak Asasi Manusia menurut Pancasila

Pancasila memandang bahwa manusia dianugerahi oleh Tuhan akal, budi dan nurani untuk dapat

membedakan hal baik dan buruk yang kemudian menjadi pembimbing dan pengarah perilaku

manusia. HAM dalam nilai dasar pancasila tidak saja berisi kebebasan dasar tetapi juga berisi

kewajiban dasar yang melekat secara kodrati. Hak dan kewajiban asasi ini tidak dapat diingkari dan

menjadi dasar berbangsa dan bernegara. Maka nampak sekali bahwa konsep hak asasi yang berlaku

di Indonesia adalah penjabaran dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab dan disemangati oleh

sila-sila lainnya dari Pancasila.

Hak asasi manusia ditinjau dari sila-sila Pancasila mempunyai definisi sebagai berikut :

1. Hak Asasi Manusia menurut Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada sila pertama ini terdapat pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menjamin setiap

orang untuk melakukan ibadah menurut keyakinannya masing-masing. Dan menjamin kemerdekaan

beragama bagi setiap orang untuk memilih serta menjalankan agamanya masing-masing.

2. Hak Asasi Manusia menurut Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan sikap yang menghendaki terlaksananya nilai-nilai

kemanusiaan (human values), dalam arti pengakuan terhadap martabat manusia (dignity of man),

hak asasi manusia (human rights) dan kebebasan manusia (human freedom). Sila kemanusiaan yang

adil dan beradab sangat erat kaitannya dengan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.

Hubungan antar manusia dalam bermasyarakat dan bernegara diatur agar berlandaskan moralitas

secara adil dan beradab.

3. Hak Asasi Manusia menurut Sila Persatuan Indonesia

Kesadaran kebangsaan Indonesia lahir dari keinginan untuk bersatu dari suatu bangsa agar setiap

orang menikmati hsak-hak asasinya tanpa pembatasan dan belenggu dari manapun datangnya. Hal

Page 78: makalah pkn.docx

ini memiliki nilai kelokalan yang terinspirasi dari negara Jerman. Sila ini mengandung ide dasar

bahwa rakyat Indonesia meletakan kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan dan

keselamatan pribadi.

4. Hak Asasi Manusia menurut Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/ Perwakilan

Sila ini merupakan inti ajaran demokrasi Pancasila, baik dalam arti formal maupun material.

Kedaulatan rakyat berarti kekuasaan dalam negara berada di tangan rakyat. Kedaulatan rakyat

disalurkan secara demokratis melalui badan perwakilan yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR). Kedaulatan rakyat itu terwujud dalam bentuk hak asasi manusia antara lain : 1. Hak

mengeluarkan pendapat 2. Hak berkumpul dan mengadakan rapat 3. Hak ikut serta dalam

pemerintahan 4. Hak menduduki jabatan Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia berintikan

nilai-nilai agama, kesamaan budaya, pola pikir bangsa serta sumbangan nilai-nilai kontemporer,

dengan mengedepankan pengambilan keputusan secara musyawarah, bukan pada suara mayoritas.

5. Hak Asasi Manusia menurut Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila ini berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan dimana setiap warga negara memiliki

kebebasan hak milik dan jaminan sosial, serta berhak mendapatkan pekerjaan dan perlindungan

kesehatan. Sila ini mengandung prinsip usaha bersama dalam mencapai cita-cita masyarakat yang

adil dan makmur.

Hubungan antara Pancasila dengan Hak Asasi Manusia

Hubungan antara Hak asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan di setiap sila-sila dalam

pancasila dan kita sebagai warga negara yang baik di harapkan dapat mengamalkannya di kehidupan

sehari-hari sehingga tidak ada lagi pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia. Hak-hak asasi

manusia dalam Pancasila dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan terperinci di dalam batang

tubuh UUD 1945 yang merupakan hukum dasar konstitusional dan fundamental tentang dasar

filsafat negara Republik Indonesia serat pedoman hidup bangsa Indonesia, terdapat pula ajaran

pokok warga negara Indonesia. Yang pertama ialah perumusan ayat ke 1 pembukaan UUD tentang

hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa didunia.Oleh sebab itu penjajahan di atas dunia

harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Berikut ini

hubungan antara Hak asasi manusia dengan butir-butir Pancasila dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Sila ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama ,

melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama.

Page 79: makalah pkn.docx

2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan

yang sama dalam hukum serta serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat

jaminan dan perlindungan undang-undang.

3. Sila persatuan indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara

dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas

kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan prinsip HAM dimana hendaknya sesama

manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan.

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan

dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis.

Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya

tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat.

5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi

pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.

Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945

Hak-hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan filosofis tentang

manusia yang melatarbelakanginya. Menurut Pancasila sebagai dasar dari bangsa Indonesia hakikat

manusia adalah tersusun atas jiwa dan raga, kedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan dan makhluk

pribadi, adapun sifat kodratnya sebagai mahluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian inilah

maka hak-hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan hakikat kodrat manusia tersebut.

Konseksuensinya dalam realisasinya maka hak asasi manusia senantiasa memilik hubungan yang

korelatif dengan wajib asasi manusia karena sifat kodrat manusia sebaga individu dan mahluk sosial.

Dalam rentangan berdirinya bangsa dan negara Indonesia telah lebih dulu dirumuskan dari Deklarasi

Universal hak-hak asasi manusia PBB , karena Pembukaan UUD 1945 dan pasasl-pasalnya

diundangkan pada tanggal 18 Agustus 1945 , adapun Deklarasi PBB pada tahun 1948. Hal itu

merupakan fakta pada dunia bahwa bangsa Indonesia sebelum tercapainya pernyataan hak-hak

asasi manusia sedunia oleh PBB, telah mengangkat hak-hak asasi manusia dan melindunginya dalam

kehidupan bernegara yang tertuang dalam UUD 1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh para pendiri

negara, misalnya pernyataan Moh. Hatta dalam sidang BPUPKI sebagai berikut :

“Walaupun yang dibentuk itu Negara kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak dari

warga Negara agar jangan sampai timbul negara kekuasaan (Machsstaat atau negara penindas)”.

Page 80: makalah pkn.docx

Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya termuat dalam naskah Pembukaan UUD 1945, dan

Pembukaan UUD 1945 inilah yang merupakan sumber normativ bagi hukum positif Indonesia

terutama penjabaran dalam pasal pasal UUD 1945.

Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea kesatu dinyatakan bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala

bangsa”. Dalam pernyataan tersebut terkandung pengakuan secara yuridis hak asasi manusia

tentang kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia

PBB pasal I.

Dasar filosofi hak-hak asasi manusia tersebut bukanlah kebebasan individualis, malainkan

menempatkan manusia dalam hubungannya dengan bangsa (makhluk sosial) sehingga hak asasi

manusia tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban asasi manusia .Kata-kata berikutnya adalah pada

alinea ketiga Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut :

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur,

supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini

kemerdekaannya”.

Penyataan tentang “ atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…” mengandung arti bahwa dalam

deklarasi bangsa Indonesia terkandung pengakuan manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa, dan

diteruskan dengan kata “…supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas…” dalam pengertian

bangsa maka bangsa Indonesia mengakui hak-hak asasi manusia untuk memeluk agama

sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB pasal 18, dan dalam

pasal UUD 1945 dijabarkan dalam pasal 29 ayat (2) yaitu negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.

Melalui Pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinea empat bahwa Negara Indonesia sebagai

suatu persekutuan bersama bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam kaitannya

dengan perlindungan hak-hak asasinya. Adapun tujuan negara yang merupakan tujuan yang tidak

pernah berakhir (never ending goal) adalah sebagai berikut :

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Untuk memajukan kesejahteraan umum.

Mencerdaskan kehidupan bangsa.

Page 81: makalah pkn.docx

Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial.

Tujuan Negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal maupun material tersebut

mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh warganya dengan

suatu undang-undang terutama untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi untuk kesejahteraan

hidup bersama.

Berdasarkan pada tujuan Negara sebagai terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, Negara

Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia pada warganya terutama dalam

kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah, antaralain berkaitan

dengan hak-hak asasi di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan, dan agama. Berikut

merupakan rincian dari hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam pasal pasal UUD 1945, yaitu

sebagai berikut :

BAB XA

HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang

sah.

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak

mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan

budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Page 82: makalah pkn.docx

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif

untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.

Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil

serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak

dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan

pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara

dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,

sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan

pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta

benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Page 83: makalah pkn.docx

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atas perlakuan yang merendahkan derajat

martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memeperoleh

kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan perkembangan dirinya secara utuh

sebagai manusia yang bermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih

secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak

beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak

untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apa pun.

(2) Setiap orang berhak atas bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan

berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati selaras dengan perkembangan

zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab

negara terutama pemerintah.

(5) Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang

demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan

perundang-undangan.

Pasal 28J

Page 84: makalah pkn.docx

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata mata untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai

dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu

masyarakat yang demokratis.

Hubungan HAM dan UUD 1945

Meskipun tidak diatur secara khusus ketentuan tentang HAM pada UUD 1945 sebelum

amandemen ke dua, bukan berarti dalam UUD 1945 tidak mengakomodir ketentuan tentang HAM.

Jika dilihat dari lahirnya UUD 1945 lebih dulu lahir daripada Deklarasi HAM tahun 1948. Ketentuan

yang berkaitan dengan HAM dapat dilihat sebagai berikut :

(1). Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan

demikian perlindungan diberikan kepada seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, tidak hanya

terbatas atau berdasarkan kepentingan kelompok atau warga Negara tertentu.

(2). Memajukan kesejahteraan umum, hal ini mengandung pengertian pembangunan kesejahteraan

secara merata dan setiap warga Negara punya kesempatan untuk sejahtera.

(3). Mencerdaskan kehidupan bangsa, guna untuk meningkatkan sumberdaya manusia Indonesia

seluruhnya secara merata guna mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.

(4). Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

social, membangun bangsa yang mandiri serta kewajiban untuk menyumbangkan pada bangsa –

bangsa lain di dunia, tanpa perbedaan.

(5). Dalam penjelasan pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa Indonesia adalah Negara berdasarkan

hukum (rechtsstaat bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka/machtsstaat). Kaitannya dengan HAM

adalah salah satu cirri Negara hokum adalah mengakui adanya HAM. Selanjutnya dalam penjelasan

umum diterangkan bahwa UUD menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam

“pembukaan” dan pasal – pasalnya, dimana mengandung arti bahwa Negara mengatasi segala

paham golongan, dan paham perorangan, mewujudkan keadilan social berdasarkan kerakyatan

perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal

ini mencerminkan cita – cita hokum bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi HAM serta lebih

mengutamakan kepentingan bersama manusia.

Page 85: makalah pkn.docx

Undang-Undang HAM (UU No.39 Thn 1999)

Undang-Undang HAM (UU No.39 Thn 1999)UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 39 TAHUN 1999TENTANGHAK ASASI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :1. bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya;2. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;3. bahwa selain hak asasi manusia, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.4. bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia;5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dalam rangka melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, perlu membentuk Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia;Mengingat :1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 26, dan Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31 Pasal 32, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945;2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;

Dengan PersetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKANMenetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ASASI MANUSIA

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,

Page 86: makalah pkn.docx

dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;2. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia.3. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.4. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat politik.5. Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.6. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.7. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

BAB IIASAS – ASAS DASAR

Pasal 2Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Pasal 31. Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraaan.2. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.3. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.

Pasal 4Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan

Page 87: makalah pkn.docx

hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun.

Pasal 51. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.2. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak.3. Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

Pasal 61. Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah.2. Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.

Pasal 71. Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia.2. Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional.

Pasal 8Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah.

BAB IIIHAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN DASAR MANUSIABagian KesatuHak Untuk Hidup

Pasal 91. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.2. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.3. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Bagian KeduaHak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan

Pasal 101. Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.2. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian KetigaHak Mengembangkan Diri

Page 88: makalah pkn.docx

Pasal 11Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.

Pasal 12Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.

Pasal 13Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa dan umat manusia.

Pasal 141. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.2. Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.

Pasal 15Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

Pasal 16Setiap orang berhak untuk melakukan pekerjaan sosial dan kebajikan, mendirikan organisasi untuk itu, termasuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, serta menghimpun dana untuk maksud tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian KeempatHak Memperoleh Keadilan

Pasal 17Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.

Pasal 181. Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2. Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukannya.3. Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka.4. Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Page 89: makalah pkn.docx

5. Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 191. Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apapun diancam dengan hukuman berupa perampasan seluruh harta kekayaan milik yang bersalah.2. Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.

Bagian KelimaHak Atas Kebebasan Pribadi

Pasal 201. Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.2. Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.

Pasal 21Setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.

Pasal 221. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 231. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.2. Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Pasal 241. Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.2. Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 261. Setiap orang berhak memiliki, memperoleh, mengganti, atau mempertahankan status kewarganegaraannya.2. Setiap orang bebas memilih kewarganegaraannya dan tanpa diskriminasi berhak menikmati hak-hak yang bersumber dan melekat pada kewarganegaraannya serta wajib melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 90: makalah pkn.docx

Pasal 271. Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.2. Setiap warga negara Indonesia berhak meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian KeenamHak Atas Rasa Aman

Pasal 281. Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain.2. Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan nonpolitik atau perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 291. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya2. Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.

Pasal 30Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Pasal 311. Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu.2. Menginjak atau memasuki suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh Undang-undang.

Pasal 32Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 331. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.

Pasal 34Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.

Pasal 35Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi, dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Page 91: makalah pkn.docx

Hak KetujuhHak Atas Kesejahteraan

Pasal 361. Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.2. Tidak boleh seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.3. Hak milik mempunyai fungsi sosial.

Pasal 371. Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2. Apabila sesuatu benda berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau tidak diberdayakan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain.

Pasal 381. Setiap orang berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.2. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan.3. Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.4. Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.

Pasal 39Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.

Pasal 411. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.2. Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.

Pasal 42Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atau biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Page 92: makalah pkn.docx

Bagian KedelapanHak Turut Serta dalam Pemerintahan

Pasal 431. Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.3. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.

Pasal 44Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian KesembilanHak Wanita

Pasal 45Hak wanita dalam Undang-undang ini adalah hak asasi manusia.

Pasal 46Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.

Pasal 47Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya.

Pasal 48Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

Pasal 491. Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.2. Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.3. Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.

Pasal 50Wanita telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya.

Page 93: makalah pkn.docx

Pasal 511. Seorang isteri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta pengelolaan harta bersama.2. Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.3. Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak anak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian KesepuluhHak Anak

Pasal 521. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.2. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

Pasal 531. Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.2. Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraannya.

Pasal 54Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pasal 55Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.

Pasal 561. Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.2. Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan Undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 571. Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2. Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.3. Orang tua angkat atau wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menjalankan kewajiban sebagai orang tua yang sesungguhnya.

Page 94: makalah pkn.docx

Pasal 581. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 591. Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.2. Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap dijamin oleh Undang-undang.

Pasal 601. Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.2. Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

Pasal 61Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.

Pasal 62Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.

Pasal 63Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

Pasal 64Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.

Pasal 65Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya.

Pasal 661. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.2. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak.

Page 95: makalah pkn.docx

3. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.4. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.5. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.6. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.7. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.

BAB IVKEWAJIBAN DASAR MANUSIA

Pasal 67Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.

Pasal 68Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 691. Setiap warga negara wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.2. Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.

Pasal 70Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

BAB VKEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

Pasal 71Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.

Pasal 72Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.

BAB VIPEMBATASAN DAN LARANGAN

Page 96: makalah pkn.docx

Pasal 73Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa.

Pasal 74Tidak satu ketentuanpun dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini.

BAB VIIKOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Pasal 75Komnas Hak Asasi Manusia bertujuan :1. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan2. meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Pasal 761. Untuk mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.2. Komnas HAM beranggotakan tokoh masyarakat yang profesinal, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia.3. Komnas HAM berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.4. Perwakilan Komnas HAM dapat didirikan di daerah.

Pasal 77Komnas HAM berasaskan Pancasila

Pasal 78Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari :1. sidang paripurna; dan2. sub komisi.2. Komnas HAM mempunyai sebuah Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan.

Pasal 791. Pelaksanaan kegiatan Komnas HAM dilakukan oleh Subkomisi.2. Ketentuan mengenai Subkomisi diatur dalam Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.

Pasal 811. Sekretariat Jenderal memberikan pelayanan administratif bagi pelaksanaan kegiatan Komnas HAM.2. Sekretariat Jenderal dipimpin oleh Sekretaris Jenderal dengan dibantu oleh unit kerja dalam bentuk biro-biro.3. Sekretariat Jenderal dijabat oleh seorang Pegawai Negeri yang bukan anggota Komnas HAM.4. Sekretariat Jenderal diusulkan oleh sidang paripurna dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Page 97: makalah pkn.docx

5. Kedudukan, tugas, tanggung jawab, dan susunan organisasi Sekretariat Jenderal ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 82Ketentuan mengenai Sidang Paripurna dan Sub Komisi ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.

Pasal 831. Anggota Komnas HAM berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden selaku Kepala Negara.2. Komnas HAM dipimpin oleh seorang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua.3. Ketua dan Wakil Ketua Komnas HAM dipilih oleh dan dari Anggota.4. Masa jabatan keanggotaan Komnas Hak Asasi Manusia selama 5 (lima) tahun dan setelah berakhir dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 84Yang dapat diangkat menjadi anggota Komnas HAM adalah warga negara Indonesia yang :1. memiliki pengalaman dalam upaya memajukan dan melindungi orang atau kelompok yang dilanggar hak asasi manusianya;2. berpengalaman sebagai hakim, jaksa, polisi, pengacara, atau pengemban profesi hukum lainnya;3. berpengalaman di bidang legislatif, eksekutif, dan lembaga tinggi negara;4. merupakan tokoh agama, tokoh masyarakat, anggota lembaga swadaya masyarakat, dan kalangan perguruan tinggi.

Pasal 851. Pemberhentian anggota Komnas HAM dilakukan berdasarkan keputusan Sidang Paripurna dan diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia serta ditetapkan dengan Keputusan Presiden.2. Anggota Komnas HAM berhenti antar waktu sebagai anggota karena :1. meninggal dunia;2. atas permintaan sendiri;3. sakit jasmani atau rohani yang mengakibatkan anggota tidak dapat menjalankan tugas selama 1(satu) tahun secara terus menerus;4. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan; atau5. melakukan perbuatan tercela dan atau hal-hal lain yang diputus oleh Sidang Paripurna karena mencemarkan martabat dan reputasi, dan atau mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komnas HAM.

Pasal 86Ketentuan mengenai tata cara pemilihan, pengangkatan, serta pemberhentian keanggotaan dan pimpinan Komnas HAM ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.

Pasal 871. Setiap anggota Komnas HAM berkewajiban :a. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan keputusan Komnas HAM.b. berpartisipasi secara aktif dan sungguh-sungguh untuk tercapainya tujuan Komnas HAM; danc. menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan rahasia Komnas HAM yang diperoleh berdasarkan kedudukannya sebagai anggota.

Page 98: makalah pkn.docx

2. Setiap anggota Komnas HAM berhak :a. menyampaikan usulan dan pendapat kepada Sidang Paripurna dan Subkomisi;b. memberikan suara dalam pengambilan keputusan Sidang Paripurna dan Subkomisi;c. mengajukan dan memilih calon Ketua dan Wakil Ketua Komnas HAM dalam Sidang Paripurna; dand. mengajukan bakal calon Anggota Komnas HAM dalam Sidang Paripurna untuk pergantian periodik dan antarwaktu.

Pasal 88Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban dan hak anggota Komnas HAM serta tata cara pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.

Pasal 891. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :1. pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;2. pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia;3. penerbitan hasil pengkajian dari penelitian;4. studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia;5. pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia; dan6. kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.2. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :1. penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia;2. upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya; dan3. kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.3. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :1. pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut;2. penyidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;3. pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;4. pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;5. peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;6. pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan;7. pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan; dan8. pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proes peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.

Page 99: makalah pkn.docx

4. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :1. perdamaian kedua belah pihak;2. penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;3. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;4. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan5. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.

Pasal 901. Setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM.2. Pengaduan hanya akan mendapatkan pelayanan apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan.3. Dalam hal pengaduan dilakukan oleh pihak lain, maka pengaduan harus disertai dengan persetujuan dari pihak yang hak asasinya dilanggar sebagai korban, kecuali untuk pelanggaran hak asasi manusia tertentu berdasarkan pertimbangan Komnas HAM.4. Pengaduan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi pula pengaduan melalui perwakilan mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh kelompok masyarakat.

Pasal 911. Pemeriksaan atas pengaduan kepada Komnas HAM tidak dilakukan atau dihentikan apabila :1. tidak memiliki bukti awal yang memadai;2. materi pengaduan bukan masalah pelanggaran hak asasi manusia;3. pengaduan diajukan dengan itikad buruk atau ternyata tidak ada kesungguhan dari pengadu;4. terdapat upaya hukum yang lebih efektif bagi penyelesaian materi pengaduan; atau5. sedang berlangsung penyelesaian melalui upaya hukum yang tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2. Mekanisme pelaksanaan kewenangan untuk tidak melakukan atau menghentikan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.

Pasal 921. Dalam hal tertentu dan bila dipandang perlu, guna melindungi kepentingan dan hak asasi yang bersangkutan atau terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada, Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan identitas pengadu, dan pemberi keterangan atau bukti lainnya serta pihak yang terkait dengan materi aduan atau pemantauan.2. Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan atau membatasi penyebarluasan suatu keterangan atau bukti lain yang diperoleh Komnas HAM, yang berkaitan dengan materi pengaduan atau pemantauan.3. Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada pertimbangan bahwa penyebarluasan keterangan atau bukti lainnya tersebut dapat :1. membahayakan keamanan dan keselamatan negara;2. membahayakan keselamatan dan ketertiban umum;3. membahayakan keselamatan perorangan;4. mencemarkan nama baik perorangan;5. membocorkan rahasia negara atau hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses pengambilan keputusan Pemerintah;6. membocorkan hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan suatu perkara pidana;

Page 100: makalah pkn.docx

7. menghambat terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada, atau8. membocorkan hal-hal yang termasuk dalam rahasia dagang;

Pasal 93Pemeriksaan pelanggaran hak asasi manusia dilakukan secara tertutup, kecuali ditentukan lain oleh Komnas HAM.

Pasal 94(1) Pihak pengadu, korban, saksi, dan atau pihak lainnya yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) huruf c dan d, wajib memenuhi permintaan Komnas HAM.(2) Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi oleh pihak lain yang bersangkutan, maka bagi mereka berlaku ketentuan Pasal 95.

Pasal 95Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 961. Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (4) huruf a dan b, dilakukan oleh Anggota Komnas HAM yang ditunjuk sebagai moderator.2. Penyelesaian yang dicapai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berupa kesepakatan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan dikukuhkan oleh moderator.3. Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan keputusan mediasi yang mengikat secara hukum dan berlaku sebagai alat bukti yang sah.4. Apabila keputusan mediasi tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam keputusan tersebut, maka pihak lainnya dapat memintakan kepada Pengadilan Negeri setempat agar keputusan tersebut dinyatakan dapat dilaksanakan dengan pembubuhan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.5. Pengadilan tidak dapat menolak permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).

Pasal 97Komnas HAM wajib menyampaikan laporan tahunan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya, serta kondisi hak asasi manusia, dan perkara-perkara yang ditanganinya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan Presiden dengan tembusan kepada Mahkamah Agung.

Pasal 98Anggaran Komnas HAM dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 99Ketentuan dan tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang serta kegiatan Komnas HAM diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib Komans HAM.

BAB VIIPARTISIPASI MASYARAKAT

Pasal 100Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.

Page 101: makalah pkn.docx

Pasal 101Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga lain yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.

Pasal 102Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak untuk mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas HAM dan atau lembaga lainnya.

Pasal 103Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga studi, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, baik secara sendiri-sendiri maupun kerja sama dengan Komnas HAM dapat melakukan penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia.

BAB IXPENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

Pasal 1041. Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum.2. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan undang-undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.3. Sebelum terbentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diadili oleh pengadilan yang berwenang.

BAB XKETENTUAN

Pasal 1051. Segala ketentuan mengenai hak asasi manusia yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur dengan Undang-undang ini.2. Pada saat berlakunya Undang-undang ini :1. Komnas HAM yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dinyatakan sebagai Komnas HAM menurut Undang-undang ini.2. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komnas HAM masih tetap menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya, berdasarkan Undang-undang ini sampai ditetapkannya keanggotaan Komnas HAM yang baru; dan3. Semua permasalahan yang sedang ditangani oleh Komnas HAM tetap dilanjutkan penyelesaiannya berdasarkan Undang-undang ini.3. Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-undang ini susunan organisasi, keanggotaan, tugas dan wewenang serta tata tertib Komnas HAM harus disesuaikan dengan Undang-undang ini.

Page 102: makalah pkn.docx

BAB XIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 106Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di JakartaPada tanggal 23 September 1999PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAttdBACHARUDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di JakartaPada tanggal 23 September 1999MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,TtdMULADI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 165Salinan sesuai dengan aslinya.SEKRETARIAT KABINETRepublik IndonesiaKepala Biro PeraturanPerundang-undanganEdy Sudibyo

Page 103: makalah pkn.docx

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

            HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan

kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi

satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas

HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh

perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang

dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu

Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM

menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana

terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

Saran

      Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan

memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa

menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan

pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak

oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan

mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.

Page 104: makalah pkn.docx