Makalah pkn MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT ETNIS TIONGHOA
-
Upload
risyanti-alenta -
Category
Education
-
view
698 -
download
12
Transcript of Makalah pkn MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT ETNIS TIONGHOA
1
MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT ETNIS TIONGHOA
Disusun Oleh :
RISYANTI
4001414040
PENDIDIKAN IPA / IPA TERPADU
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, karena Penulis dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Hukum Pengangkatan Anak Menurut Etnis Tionghoa” .
Makalah ini di susun berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah penulis
lakukan dengan mencari informasi di berbagai media, seperti internet, observasi
dan pengumpulan data dari narasumber . Makalah ini di susun untuk memberikan
pengetahuan kepada pembaca mengenai hukum pengangkatan anak menurut etnis
tionghoa. Dalam penyelesaian Makalah ini banyak kesulitan yang Penulis temui,
seperti adanya perbedaan pendapat antara sumber yang Penulis temui dengan data
data pada sumber lain . Namun Penulis berusaha untuk menutupi kesulitan dalam
pembuatan Makalah ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
membantu menyusun Makalah ini dari awal sampai akhir, kepada dosen
pembimbing bapak Natal Kristiyono, S.Pd.,M.H. Dan tidak lupa pula kepada
teman – teman.
Penulis berharap Makalah ini dapat memenuhi tugas Mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan, dan bermanfaat bagi pembaca. Penulis berusaha menyusun
Makalah ini dengan sebaik mungkin, dan apabila dalam penyusunan Makalah ini
ada kesalahan dan kekurangan, penulis mengharapkan saran dan kritik nya.
Semarang, 2 juni 2015
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang.............................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................4
C. Tujuan .........................................................................................................4
D. MetodePenelitian.........................................................................................
.4.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................5
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................13
Pengertian Adopsi...........................................................................................13
Tujuan Pengangkatan Anak............................................................................16
Proses Pengangkatan Anak.............................................................................23
Proses dan Hukum Pengangkatan Anak dalam Adat Tionghoa......................31
BAB IV PENUTUP..............................................................................................34
Kesimpulan.....................................................................................................34
Saran................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36
LAMPIRAN .........................................................................................................39
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain, oleh
karena itu manusia senantiasa membutuhkan interaksi dengan manusia lain.
Seorang antropologi indonesia yaitu koentjoroningrat menyatakan bahwa
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suaatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat terus menerus dan yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama . pandangan yang dikemukakan oleh
koentjoroningrat tesebut menegaskan bahwa didalam masyarakat terdapat
berbagai komponen yang saling berinteraksi secara terusmenerus sesuai dengan
sistem nilai dan sistem norma yang dianutnya. Interaksi antar komponen
tersebut dapat terjadi antar individu dengan individu, antara lain individu
dengan kelompok maupun antara kelompok dengan kelompok.
Setelah mengetahui pengertian manusia, selanjutnya akan membahas tentang
kelanjutan manusia yaitu melakukan perkawinan atau pernikahan. Pengertian
pernikahan atau perkawinan itu sendiri yaitu ikatan lahir batin antara seorang
pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Setelah melakukan
pernikahan maka akan membentuk keluarga untuk melanjutnkan keturunannya.
Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup
bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya
selalu ada hubungna darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya, tinggal
bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga dan
makan dalam satu periuk. Tujuan membentuk keluarga yaitu untuk
melanjutkan keturunan, yaitu anak. Pengertian anak itu sendiri yaitu baik
secara umum maupun menurut para ahli adalah anugerah dari Tuhan Yang
Maha Kuasa yang harus dijaga, dididik sebagai bekal sumber daya. Namun
5
apabila keberadaanya dalam sebuah keluarga akan terasa tidak lengkap, oleh
karenanya sebuah keluarga akan melakukan hal hal lain untuk mendapatkan
seorang anak contohnya yaitu dengan mengadopsi atau mengangkat anak.
Pengertian adopsi anak itu sendiri yaitu Menurut Iman Sudiyat, pengertian dari
pengangkatan anak adalah “suatu perbuatan memungut seorang anak dari luar
ke dalam kerabat, sehingga terjalin suatu ikatan sosial yang sama dengan ikatan
kewangsaan biologis. Banyak perbedaan antara satu hukum dengan hukum lain
yang mngatur tentang hukum pengangkatan anak, salah satunya yaitu hukum
adat tionghoa, oleh karenanya penulis mengangkat tema hukum pengangkatan
anak menurut etnis tionghoa, untuk mengetahui hukum hukumnya agar tidak
terjadi kekeliruan.
B. Perumusan Masalah
Pokok- pokok permasalahan yang akan di bahas secara mendalam yaitu
sebagai berikut:
1) Bagaimana pengertian dari pengangkatan anak?
2) Apakah tujuan dilakukannya pengangkatan anak ?
3) Bagaimana proses pengangkatan anak di indonesia?
4) Bagaimana hukum pengangkatan anak menurut hukum adat tionghoa?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas di atas, maka tujuan yang hendak di capai adalah:
1) Untuk mengetahui pengertian dari pengangkatan anak
2) Untuk mengetahui tujuan dilakukannya pengangkatan anak.
3) Untuk mengetahui proses pengangkatan anak diindonesia
4) Untuk mengetahui hukum pengangkatan anak menurut hukum adat
tionghoa.
D. Metodologi Penelitian
Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunaakan metodologi penulisan
berupa pengumpulan data dari buku-buku mengenai hukum pengangkatan
anak di indonesia, hukum pengangkatan anak menurut adat tionghoa dan data
6
dari internet. Sehingga apabila dalam penulisan makalah ini ada kata-kata atau
kalimat yang hampir sama dari sumber atau penulis lain harap dimaklumi dan
merupakan unsur ketidaksengajaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain,
oleh karena itu manusia senantiasa membutuhkan interaksi dengan manusia lain.
Manusia adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial:
1. Pengembangan manusia dari segi susila.
Aspek kehidupan susila adalah aspek ketiga setelah aspek individu dan sosial.
Menusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan buruk karena hanya
manusia yang dapat menghayati norma norma dalam kehidupannya. Dalam
proses antar hubungan dan antar aksi itu , tiap tipa pribadi membawa identitas
dan kepribadian masing masing. Oleh karena itu, keadaan yang cukup
bermacam macam akan terjadi berbagai konsekuensi tindakan tindakan masing
masing pribadi. Kehdupan manusia yang tidak dapat lepas dari orang lain,
membuat orang harus memiliki aturan aturan norma. Aturan aturan tersebut
dibuat untuk menjadikan manusia menjadi lebih beradab. Manusia akan lebih
menghargai nilai nilai moral yang akan membawa mereka menjadi lebih baik.
Selain aturan aturan norma, manusia juga memerlukan pendidikan yang dapat
digunakan sebagai sarana mencapai kemakmuran dan kenyamanan hidup.
Pendidikan dapat menjadikan manusia seutuhnya. Dengan pendidikan ,
manusia dapat mengertidan memahami makna hidup dan penerapannya.
Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia yang bersusila,
karena hanya dengan pendidikan kita dapat memanusiakan manusia. Melalui
pendidikan pula manusia dapat menjadi lenih baik daripada keadaan
sebelumnya. Dengan pendidikan ini, manusia juga dapat melaksanakan dengan
baik norma norma yang ada dalam suatu masyarakat . manusia akan mematuhi
7
norma norma yang ada dalam masyarakat jika diberikan pendidikan yanag
tepat. Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat
tergantung pada tepat tidaknya suatu pendidikan mendidik seorang manusia
mentaati norma, niali dan kaidah masyarakat. Jika tidak maka manusia akan
melakukan penyimpangan terhadap norma norma yang telah disepakati
bersama oleh masyarakat.
2. Pengembangan manusia dari segi religius atau agama
Manusia diciptakan tuhan YME dimuka bumi ini sebagai makhluk yang paling
sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu
manusia bisa berfikir, bertindak dan berusaha dan bisa menentukan mana yang
benar dan baik.disisi lain, yaitu tuhan sang pencipta alam semesta. Oleh sebab
itu sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya sang maha
pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan dibumi. Dalam
kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur ketuhanan. Manusia
selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna
tersebut adalah tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan
dengan tujuan untuk beribadah dengan tuhannya. Oleh karena fitrah manusia
yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada tuhan YME , untuk beribadah
kepada tuhanpun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui
pendidikan. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana car
beribadah kepada tuhan YME. Melalui sebuah pendidikan yang tepat, manusia
akan menjadi makhluk yang dapat mengerti bagaimana yang seharusnya
dilakukan sebagai seorang makhluk tuhan . manusia dapat mengembangkan
pola pikir nya untuk dapat mempelajari tanda tanda kebesaran tuhan baik
yanaga tersirat ataupun dengan jelas tersurat dalam lingkungan sehari hari.
Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam
setiap sisinya, baik dari sisi individu , sosial, susila maupun religius. Keutuhan
dari setiap sisi tersebut dapat menjadikan menusia menjadi makhluk yang
lebih tinggi derajatnya dibandingkan makhluk tuhan yang lain.
8
3. Pengembangan manusia dari segi sosial
a. Interaksi sebagai proses sosial
b. Sosialisasi sebagai proses pembentukan kepribadian
Adalah proses saling memperngaruhi dalam hubungan timbal balik antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan
kelompok. Proses adalah tahapan tahapan dalam suatu peristiwa untuk
membentuk jalannya rangkaian kerja. Sedangkan sosial adalah segala sesuatu
mengenai masyarakat yang peduli terhadap kepentingan umum. Jadi, proses
sosial adalah tahapan tahapan dalam suatu peristiwa untuk membentuk
manusia bermasyarakat yang memperhatikan segi kehidupan bersama.
Setelah mengetahui pengertian manusia, selanjutnya akan membahas tentang
kelanjutan manusia yaitu melakukan perkawinan atau pernikahan. Awal dari
kehidupan berkeluarga adalah dengan melakukan perkawinan sesuai dengan
ketentuan agama dan peraturan perundang undangan yang berlaku. Perkawinan
yang tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang
berlaku , kelak dapat mengakibatkan timbulnya masalah dalam kehidupan
keluarga. Pengertian pernikahan atau perkawinan itu sendiri yaitu ikatan lahir
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang
maha esa. Syarat perkawinan ialah segala hal yang mengenai perkawinan yang
harus dipenuhi berdasarkan peraturan perundang undangan sebelum
pernikahan dilangsungkan. Persyaratan perkawinan menurut BW dibedakan
menjadi syarat intern dan syarat ekstern. Syarat intern merupakan syarat
terhadap para pihak terutama mengenai kehendak, wewenang dan persetujuan
orang lain yang diperlukan oleh para pihak untuk mengadakan perkawinan.
Syarat ekstern adalah syarat syarat dan formalitas yang harus dipenuhi oleh
para pihak baik sebelum maupun pada waktu mereka melangsungkan
perkawinan, misalnya mendaftarkan ke kantor catatan sipil. Setelah dilakukan
perkawinan selanjutnya yaitu membentuk keluarga untuk melanjutnkan
keturunannya. Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa sumber, yaitu
:
9
a) Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran
dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik , mental emosional, serta sosial dari setiap
anggota keluarga (Duvall dan Logan , 1986).
b) Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling
berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran amsing masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978).
c) Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat
dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen
Kesehatan RI,1988).
Satu keluarga setidaknya mempunyai satu ciri sebagai berikut:
1) Terdiri dari orang orang yang memiliki ikatan darah atau adopsi.
2) Anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama sama dalam satu rumah
dan mereka membentuk suatu rumah tangga.
3) Memiliki satu kesatuan orang orang yang berinteraksi dan saling
berkomunikasi yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu , anak
dan sodara.
4) Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian berasal dari
kebudayaan umum yang lebih luas.
Fungsi keluarga :
Terdapat 5 fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat, yaitu:
Fungsi biologis
Untuk meneruskan keturunan
Memelihara dan membesarkan anak
Memberikan makanan bagi keluarga dan memenuhi kebutuhan gizi
Merawat dan melindungi kesehatan para anggotanya
Memberi kesempatan untuk berekreasi
10
Fungsi psikologis
Identitas keluarga serta rasa aman dan kasih sayang
Pendewasaan kepribadian bagi para anggotanya
Perlindungan secara psikologis
Mengadakan hubungan keluarga dengan keluarga lain atau masyarakat.
Fungsi sosial budaya atau sosiologi
Meneruskan nilai niali budaya
Sosialisasi
Pembentukan norma norma, tingkah laku pada tiap tahap perkembangan
anak serta kehidupan keluarga
Fungsi sosialisasi
a. Mengajarkan sosialisasi kepada anak.
b. Membentuk norma-norma yang baik kepada anak.
c. Meneruskan nilai-nilai budaya.
Fungsi Secara Ekonomi
a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk keluarga.
b. Pengaturan penggunaan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan anak di masa depan,sebagai
jaminan hari tua.
Fungsi Secara Pendidikan
a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,keterampilan, dan
membentuk anak sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya.
b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan yang akan datang dan
mempersiapkan anak untuk memenuhi perannya sebagai orang dewasa.
c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Tugas Keluarga
a. Menjaga fisik setiap anggota keluarga dari gangguan.
b. Sosialisasi antar setiap anggota keluarga
c. Memberikan pengarahan kepada anak untuk mengikuti norma – norma
yang ada
11
d. Menempatkan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
Tujuan membentuk keluarga yaitu untuk melanjutkan keturunan, yaitu anak.
Pengertian anak itu sendiri yaitu baik secara umum maupun menurut para ahli
adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang harus dijaga, dididik sebagai
bekal sumber daya. Anak merupakan harta yang tidak ternilai harganya. Seorang
anak hadir sebagai amanah yang dititipkan Tuhan untuk dirawat, dijaga dan
dididik yang kelak setiap orang tua akan diminta pertanggungjawaban atas sifat
dan perilaku anak semasa di dunia. Secara harfiah anak adalah seorang cikal
bakal yang kelak akan meneruskan generasi keluarga, bangsa dan negara. Anak
juga merupakan sebuah aset sumber daya manusia yang kelak dapat membantu
membangun negara dan bangsa.
Namun, beberapa ahli memiliki pendapat lain mengenai pengertian seorang anak.
Pengertian anak menurut para ahli diantaranya adalah:
1. Suryana
Menurut beliau seorang anak merupakan sebuah rahmat serta anugerah yang
diberikan Allah sebagai penguji keimanan, sebuah media beramal yang
menjadi bekal di akhirat, tempat bergantung ketika usia senja, dan makhluk
yang wajib dididik.
2. Nurhayati Puji Astuti
Menurut beliau seorang anak adalah buah hati tercinta dimana kelak orang tua
menaruh harapan pada sang anak ketika orang tua telah lanjut usia.
Anak merupakan sebuah titipan yang harus dijaga dan dididik. Ketika anak
lahir orang tua wajib memberikan pendidikan baik agama maupun dunia
kepada anaknya dari dini. Hal ini merupakan bekal anak ketika dewasa kelak
telah memiliki pegangan hidup dari arahan orang tuanya.
12
Menurut pengertian anak baik secara umum maupun menurut pendapat para
ahli, ketika anak beranjak dewasa, dan orang tua tidak mampu maka anak
merupakan harapan orang tua untuk bertumpu. Seorang anak yang tidak
memperhatikan orang tuanya kelak ketika dewasa bisa dikatakan anak yang
durhaka. Karena kasih sayang orang tua tidak mampu terbayarkan oleh anak.
Namun, pada perkembangan zaman yang semakin canggih, pergaulan anak
juga harus diperhatikan secara seksama. Pergaulan anak dan dengan siapa anak
berteman dapat mempengaruhi hidup dan perjalanan hidupnya kelak saat
dewasa. Oleh karena itu, pendidikan agama sedari dini perlu ditanamkan agar
anak dapat memilah dan memilih hal yang baik dan buruk bagi mereka.
Dengan memahami pengertian anak sebaiknya orang tua harus mampu
mempersiapkan diri untuk bekal pendidikan anak kelak. Selanjutnya apabila
seorang pasangan suami istri tidak mempunyai anak maka mereka akan
berusaha untuk mendapatkannya dengan jalan adopsi atau pengangkatan anak.
Untuk memberikan pengertian tentang pengangkatan anak, kita dapat
membedakannya dari dua sudut pandang, yaitu pengertian secara etimologi dan
secara terminologi.
1. Secara etimologi
yaitu, pengangkatan anak berasal dari kata “adoptie” bahasa Belanda atau
“adopt” bahasa Inggris.
Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum, berarti pengangkatan
seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri.
2. Secara terminologi
yaitu dalam kamus umum bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat, yaitu
anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri. Dalam
ensiklopedia umum disebutkan bahwa pengangkatan anak adalah suatu cara
untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam
pengaturan perundangundangan.
Menurut Iman Sudiyat, pengertian dari pengangkatan anak adalah “suatu
perbuatan memungut seorang anak dari luar ke dalam kerabat, sehingga terjalin
suatu ikatan sosial yang sama dengan ikatan kewangsaan biologis. Ada beberapa
13
hukum yang mengatur tentang pengangkatan anak, salah satunya yaitu UU. No.
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Bab VIII bagian kedua ketentuan UU ini, yaitu yang mengatur tentang
pengangkatan anak. Dalam Pasal 39 disebutkan bahwa :
(1). Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik
bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak
memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
kandungnya.
(3). Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh
calon anak angkat. Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya
dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
(5). Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan
dengan agama mayoritas penduduk setempat.
Sedangkan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak
diatur dalam ketentuan Pasal 41 yang berbunyi :
(1). Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan pengangkatan anak.
(2). Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah).
14
BAB III
PEMBAHASAN
Indonesia adalah negara yang masyarakatnya sangat multi etnis, berbagai budaya
dan suku didalamnya sehingga menimbulkan suatu aturan atau hukum yang
berbeda pula. Pluralisme demikian yang menyebabkan negara Indonesia
mengadopsi sistem hukum salah satunya masalah hukum adat, karena bentuk dari
hukum adat itu tidak tertulis dan berkembang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan berlaku untuk golongan-golongan tertentu saja. Yang menjadi
ikatan hukum tersebut adalah berupa sangsi moral atau malu apabila seseorang
tidak mengikuti hukum yang berlaku di suatu tempat tersebut. Salah satunya yaitu
hukum adat perkawinan, perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat
penting dalam kehidupan manusia, karena didalamnya ada unsur-unsur hak dan
kewajiban masing-masing pihak,menyangkut masalah kehidupan kekeluargaan
yang harus dipenuhi. Dalam perkawinan selanjutnya yang diingkan sebuah
keluarga untuk pertama kali yaitu adanya keturunan. Namun apabila keturunan itu
tidak diperolehnya biasanya seorang pasangan suami istri akan mencari jalan lain,
jalan lain tersebut yaitu dengan mengadopsi atau mengangkat anak dari orang
lain.
Pengertian pengangkatan anak (adopsi)
Pengertian tentang Adopsi , dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu
pengertian secara etimologi dan secara terminologi.
1. Secara Etimologi
Adopsi berasal dari kata ‘adoptie’ bahasa Belanda atau ‘adopt’ (adoption)
bahasa Inggris , yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak. Dalam
bahasa Arab disebut ‘tabanni’ yang menurut Mahmud Yunus diartikan
dengan ‘mengambil anak angkat’. Jadi disini penekanannya pada
persamaannya status anak angkat dari hasil pengangkatan anak sebagai
15
anak kandung. Ini adalah pengertian secara literlijk, yaitu (adopsi) diover
ke dalam bahasa Indonesia berarti anak angkat atau mengangkat anak
2. Secara Terminologi
Para ahli mengemukakan beberapa rumusan tentang definisi adopsi, antara
lain :
Menurut Surojo Wignjodipuro, Adopsi adalah suatu perbuatan
pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa,
sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu
timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara
orang tua dengan anak kandungnya sendiri. Menurut Hilman Hadikusuma,
Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang
tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan
tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta
kekayaan rumah tangga.
Menurut Mahmud Syaltut, seperti yang dikutip secara ringkas oleh Fachtur
Rahman dalam bukunya ilmu waris, beliau membedakan dua macam arti
anak angkat, yaitu :
Pertama : Penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa
ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai
anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan
dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya
sendiri.
Kedua : Yakni dipahamkan dari perkataan “tabanni” (mengangkat anak
secara mutlak), menurut syariat adat kebiasaan yang berlaku pada
manusia. Tabanni ialah memasukkan anak yang diketahuinya sebagai
orang lain ke dalam keluarganya, yang tidak ada pertalian nasab kepada
dirinya, sebagai anak yang sah, tetapi mempunyai hak dan ketentuan
hukum sebagai anak.
Menurut Soepomo adopsi adalah mengangkat anak orang lain sebagai
anak sendiri. Menurut J.A. Nota seorang ahli hukum Belanda
16
yang khusus mempelajari adopsi member rumusan bahwa adopsi adalah
suatu lembaga hukum yang dapat memindahkan seseorang ke dalam ikatan
keluarga lain (baru) sedemikian rupa sehingga menimbulkan secara
keseluruhan atau sebagian hubungan hukum yang sama seperti antara
seorang anak yang dilahirkan sah dengan orang tuanya.
Adopsi sendiri memiliki pengertian yaitu mengangkata anak orang sebagai
anak sendiri. Dan ensiklopedia umum menyebutkan bahwa adopsi adalah
suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang
diatur dalam pengaturan perundang undangan. Biasanya adopsi dilakukan
untuk mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua
yang tidak beranak. Akibat dari adopsi yang demikian itu ialah bahwa
anak yang diadopsi kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang
sah dengan segala hak dan kewajiban. Sebelum melaksanakan adopsi itu
calon orang tua harus memenuhi sayarat syarat untuk dapat benar benar
dapat menjamin kesejahteraan bagi anak. Kemudian menurut hukum adat
pengertian anak angkat adalah merupakan suatu perbuatan hukum dalam
konteks hukum adat kekeluargaan. Apabila seorang anak telah diangkat
menjadi seorang anak angkat, maka ia akan didudukan dan diterima dalam
suatu posisi yang dipersamakan baik biologis maupun sosial yang
sebelumnya tidak melekat pada anak tersebut. Namun menurut hukum adat
juga terdapat keanekaragaman hukumnya yang berbeda, anatara daerah
yang satu dengan daerah yang lainnya, sesuai dengan perbedaan
lingkungan hukum adat, seperti yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven
bahwa diindonesia terdapat 19 lingkaran hukum adat, sedang tiap tiap
rechtsking pun terdiri dari beberapa kukuban hukum. Dengan demikian
tentunya akan terdapat beberapa perbedaan pada masing masing daerah
hukum diindonesi, tentang masalah status anak angkat. Dalam hukum adat
masih terdapat ketentuan ketentuan yang yang beraneka ragam, namun
masih terdapat pula titik tautnya sesuai dengan kekayaan dari
keanekaragaman budaya bangsa indonesia yang tercermin dalam bentuk
17
lambang negara Indonesia. Secara garis besar adopsi dapat dibagi dalam
dua
pengertian :
a. Adopsi atau pengangkatan anak dalam arti luas yakni pengangkatan
anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga
antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat timbul hubungan
antara anak angkat sebagai anak sendiri dan orang tua angkat sebagai
orang tua sendiri
b. Adopsi atau pengangkatan anak dalam arti terbatas yakni
pengangkatan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri dan hubungan
antara anak yang diangkat dan orang tua angkat hanya terbatas pada
hubungan sosial saja.
Tujuan mengadopsi anak
Tujuan pengangkatan anak ada bermacam-macam. Tujuan pengangkatan anak
bagi orang Tionghoa sebagaimana diatur Staatsblad 1917 Nomor 129 adalah
untuk meneruskan keturunan laki-laki. Tujuan pengangkatan anak menurut
hukum adat sangat variatif, sedangkan pengangkatan anak menurut perundang-
undangan dan hukum islam bertujuan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.
Secara garis besar tujuan pengangkatan anak dapat digolongkan menjadi dua,
pertama, untuk mendapatkan atau melanjutkan keturunan keluarga orang tua
angkat, dan kedua, untuk kesejahteraan atau kepentingan yang terbaik bagi anak.
Tujuan yang pertama, menekankan pada kepentingan orang tua angkat, dan tujuan
yang demikian merupakan tujuan pengangkatan anak zaman dahulu. Kini, tujuan
pengangkatan anak menekankan pada kepentingan terbaik anak seperti tujuan
yang kedua.
Adapun macam pengangkatan anak akan diuraikan sebagai berikut :
1. Dilihat dari kewarganegaraan orang tua angkat dan anak angkat,
pengangkatan anak dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengangkatan anak
antar Warga Negara Indonesia (domestic adoption) dan pengangkatan anak
18
antar negara atau pengangkatan anak pengangkatan anak Internasional
(intercountry adoptioan, interstate adoption). Domestic adoption adalah
pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua angkat WNI terhadap anak
angkat WNI, sedangkan intercountry adoption adalah pengangkatan anak yang
dilakukan oleh orang tua angkat WNI terhadap anak angkat WNA atau
pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua angkat WNA terhadap anak
angkat WNI.
2. Dilihat dari keberadaan anak yang diangkat, pengangkatan anak dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan
terhadap calon anak angkat yang berada dalam kekuasaan orang tua kandung
atau orang tua asal (private adoption), pengangkatan anak yang dilakukan
terhadap calon anak angkat yang berada dalam organisasi sosial (non private
adoption), dan anak yang tidak berada dalam kekuasaan orang tua asal maupun
organisasi sosial, misalnya anak yang ditemukan karena dibuang orang tuanya.
3. Dilihat dari akibat hukum pengangkatan anak, dalam kepustakaan
hukum biasanya membedakan pengangkatan anak menjadi dua macam, yaitu
pengangkatan anak berakibat hukum sempurna (adptio plena) dan
pengangkatan anak berakibat hukum terbatas (adoptio minus plena).
Pengangkatan anak berakibat hukum sempurna (adoptio plena) berakibat
hukum putus sama sekali hubungan antara anak angkat dengan orang tua
kandungnya. Sedangkan pengangkatan anak berakibat hukum terbatas (adoptio
minus plena), hubungan antara anak angkat dengan orang tua kandungnya
tidak terputus dalam hal tertentu, biasanya berkenaan dengan hak mewaris.
Tujuan pengangkatan anak menurut konsepsi Staatsblad 1917 Nomor 129 semula
untuk meneruskan keturunan, tetapi berdasarkan yurisprudensi dapat pula
diajukan dengan tujuan yang lain. Menurut hukum adat, tujuan tersebut bervariasi,
sedangkan menurut perundang-undangan dan hukum Islam bertujuan untuk
kepentingan terbaik bagi anak. Tujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak
menurut hukum Islam, dapat dilihat dari sikap Nabi Muhammad SAW. Ketika
memberikan kebebasan opsi kepada Zaid untuk memilih sesuai dengan
kepentingan terbaik bagi Zaid, tetap bersama Nabi Muhammad SAW atau
19
kembali kapada orang tuanya tanpa tebusan, dan Zaid memilih bersama Nabi
Muhammad SAW. Karena ia merasakan kasih sayang dan pemeliharaan yang
teramat baik.
Menurut Staatsblad 1917 Nomor 129, anak angkat berubah status menjadi anak
kandung dari orang tua angkatnya dan putus segala hubungan keperdataan
berdasarkan keturunan karena kelahiran, sedangkan menurut perundang-undangan
dan hukum Islam tetap berstatus anak kandung dari orang tua kandungnya karena
pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah. Menurut hukum adat,
hubungan anak angkat dengan orang tua angkat dan orang tua kandungnya cukup
bervariasi.
Menurut Staasblad 1917 Nomor 129, anak angkat dan orang tua angkat saling
mewarisi dan terputus hubungan pewarisan anak angkat dengan orang tua
kandungnya, sedangkan menurut hukum Islam anak angkat dan orang tua angkat
tidak saling mewarisi tetapi dapat menerima wasiat wajibah, dan anak angkat
tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya. Hukum adat bervariasi.
Sedangkan perundang-undangan belum tegas mengaturnya, tetapi secara implicit
ketentuan tidak memutuskan hubungan darah dengan orang tua kandung dan
keluarga asalnya memberikan peluang tetap saling mewarisi antara anak angkat
dengan orang tua kendung dan keluarga asalnya.
Apabila terjadi perkawinan bagi anak perempuan yang perkawinannya
membutuhkan wali nikah dan pengangkatan anak itu dilakukan menurut konsepsi
pengangkatan anak Staatsblad 1917 Nomor 129, maka yang bertindank sebagai
wali nikah adalah ayah angkatnya karena ia berstatus ayah kandung. Sedangkan
menurut hukum Islam dan perundang-undangan yang bertindak sebagai wali
nikah tetap ayah kandung atau wali nasab.
Pengangkatan anak menurut Staatsblad 1917 Nomor 129 mengubah status anak
yang diangkat menjadi anak kandung dari orang tua angkatnya sehingga tidak
boleh terjadi perkawinan antara orang tua angkat dengan anak angkatnya.
Menurut hukum Islam, hubungan anak angkat dengan orang tua angkatnya tetap
bukan mahram, sehingga tidak ada larangan terjadi perkawinan antara orang tua
angkat dengan anak angkatnya, sedangkan hubungan mahram anak angkat tetap
20
berlaku dengan orang tua kandung dan kerabat asalnya. Menurut hukum adat,
meskipun ketentuan bervariasi, tetapi umumnya menutup kemungkinan terjadi
perkawinan antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. Perundang-undangan
belum tegas mengaturnya, tetapi dari ketentuan anak angkat dengan orang tua
kandungnya tidak memutuskan hubungan darah berarti secara implisit berkaitan
pula dengan ketentuan mahram.
Tata cara pengangkatan anak menurut Staatsblad 1917 Nomor 129 melalui
notaris, menurut hukum adat dilakukan secara adat dan ke pengadilan kalau ada
urgensi, menurut perundang-undangan dan hukum Islam melalui putusan atau
penetapan pengadilan. Pengangkatan anak menurut Statsblad 1917 Nomor 129
dan hukum adat menjadi kewenangan pengadilan negeri, pengangkatan anak
menurut perundang-undangan kewenangan pengadilan negeri dan pengadilan
agama, sedangkan pengangkatan anak menurut hukum Islam menjadi kewenangan
pengadilan agama. Berikut ini adalah Dasar Hukum Pengangkatan Anak
Berdasarkan tuntutan masyarakat dan karena dalam KUH Perdata tidak mengatur
tentang pengangkatan anak, sedang pengangkatan anak itu sendiri sangat lazim
terjadi di masyarakat,
maka pada waktu itu pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk membuat suatu
aturan yang tersendiri tentang pengangkatan anak. Pada tahun 1917, pemerintah
Hindia Belanda mengeluarkan Stbl. No. 129, khusus Pasal 5 sampai 15 mengatur
masalah pengangkatan anak untuk golongan masyarakat Tionghoa. Sejak saat
itulah Stbl. 1917 No. 129 menjadi ketentuan hukum tertulis yang mengatur adopsi
bagi kalangan masyarakat Tionghoa yang biasa dikenal dengan golongan Timur
Asing Pengangkatan anak merupakan salah satu perbuatan hukum yang termasuk
perbuatan hukum di bidang hukum perdata dan merupakan bagian dari hukum
kekeluargaan, bagaimanapun juga lembaga pengangkatan anak ini akan mengikuti
perkembangan dari masyarakat itu sendiri, yang terus beranjak ke arah kemajuan.
Pengangkatan anak dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu
pengangkatan anak ditinjau dari aspek kepastian hukum status anak yang diangkat
dan aspek kesejahteraan sosial, yaitu meningkatkan kesejahteraan anak. Adapun
21
ketentuan hukum tentang pengangkatan anak yang dapat dikategorikan berlaku
bagi anak angkat golongan Warganegara Indonesia keturunan Tionghoa :
1). Stbl. 1917 No. 129.
Dalam Bab II, mengatur tentang pengangkatan anak yang khusus berlaku bagi
Warganegara Indonesia keturunan Tionghoa (istilah yang digunakan untuk
pengangkatan anak dalam ketentuan ini adalah “adoptie”). Menurut ketentuan
ini yang dapat mengangkat anak adalah laki-laki beristri atau
pernah beristri dan tidak mempunyai keturunan anak lakilaki.
Sedangkan yang dapat diangkat sebagai anak hanyalah anak laki-laki yang
belum kawin dan yang belum diambil sebagai anak angkat oleh orang lain.
Anak angkat tersebut selanjutnya menggunakan nama keluarga orang tua
angkatnya dan mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan anak
kandung dari orang tua angkatnya serta terputusnya hubungan hukum antara
anak angkat dengan orang tua kandungnya.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pengangkatan anak bagi orang-orang golongan Warganegara Indonesia keturunan
Tionghoa sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 129 adalah untuk meneruskan
atau melanjutkan keturunan dalam garis laki-laki.
2). UU. No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Dalam ketentuan UU. No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dengan
tegas ditentukan motif pengangkatan anak yang dikehendaki dalam
pengaturan hukum tentang pengangkatan anak, yaitu untuk kepentingan
kesejahteraan anak.
Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan ketentuan Pasal 12 yang
selengkapnya berbunyi :
1. pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan
mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.
2. kepentingan kesejahteraan anak yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah. pengangkatan anak untuk kepentingan
kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
22
Sedangkan yang dimaksud dengan kesejahteraan anak dalam UU ini adalah suatu
tata kehidupan dan penghidupan yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
3). UU. No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Bab VIII bagian kedua ketentuan UU ini, yaitu yang mengatur tentang
pengangkatan anak.
Dalam Pasal 39 disebutkan bahwa :
(1). Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik
bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2). Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak
memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
kandungnya.
(3). Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh
calon anak angkat. Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir.
(4). Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan
dengan agama mayoritas penduduk setempat.
Sedangkan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak
diatur dalam ketentuan Pasal 41 yang berbunyi :
(1). Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan pengangkatan anak.
(2). Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah).
4). Surat Edaran Direktur Jenderal Hukum dan Perundangundangan No. JHA
1/1/2 tanggal 24 Pebruari 1978 tentang Prosedur Pengangkatan Anak Warga
Negara Indonesia oleh Orang Asing.
Berdasarkan Surat Edaran tersebut, pengangkatan anak Warganegara Indonesia
oleh orang asing hanya dapat dilakukan dengan suatu penetapan Pengadilan
Negeri. Tidak dibenarkan apabila pengangkatan anak tersebut dilakukan dengan
akta notaris yang dilegalisir oleh Pengadilan Negeri. Selanjutnya dalam Surat
23
Edaran tersebut ditentukan pula syarat-syarat permohonan pengangkatan anak
Warganegara Indonesia oleh orang asing dan ditentukan bahwa :
- permohonan itu harus diajukan di Pengadilan Negeri di Indonesia (di mana anak
yang akan diangkat berdiam).
- pemohon harus berdiam atau berada di Indonesia, dan pemohon beserta isteri
harus menghadap sendiri dihadapan hakim, agar hakim memperoleh keyakinan
bahwa pemohon betul-betul cakap dan mampu untuk menjadi orang tua angkat.
- pemohon beserta isteri berdasarkan peraturan perundangundangan negaranya
mempunyai surat izin untuk mengangkat anak. Surat Edaran ini ditujukan
kepada semua notaris, wakil notaris sementara dan notaris pengganti di seluruh
Indonesia serta berdasarkan alasan karena pada saat itu jumlah pengangkatan
anak Warganegara Indonesia oleh orang asing ternyata makin meningkat.
5).SEMA RI No. 6 tahun 1983 tentang penyempurnaan SEMA RI No. 2 tahun
1979 mengenai Pengangkatan Anak.
Dalam Surat Edaran ini ditentukan antara lain tentang syarat-syarat permohonan
pengesahan pengangkatan anak antar Warganegara Indonesia oleh orang tua
angkat Warganegara Asing (“Inter Country Adoption”). Surat Edaran tersebut
ditujukan kepada semua Ketua, Wakil Ketua, Hakimhakim Pengadilan Tinggi dan
semua Ketua, Wakil Ketua, Hakim-hakim Pengadilan Negeri di seluruh
Indonesia.
Surat Edaran tersebut dikeluarkan bahwa berdasarkan pengamatan Mahkamah
Agung pada waktu itu yang menghasilkan kesimpulan bahwa permohonan
pengesahan pengangkatan anak yang diajukan kepada Pengadilan Negeri yang
kemudian diputus tampak semakin hari semakin bertambah baik yang merupakan
suatu bagian tuntutan gugatan perdata, maupun yang merupakan permohonan
khusus pengesahan pengangkatan anak. Keadaan tersebut merupakan gambaran,
bahwa kebutuhan akan pengangkatan anak dalam masyarakat makin bertambah
dan dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum untuk itu
hanya didapat setelah memperoleh suatu keputusan pengadilan. Keputusan
Menteri Sosial Republik Indonesia RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984, tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak.
24
Dalam Bab II, lampiran Keputusan Menteri tersebut menyebutkan bahwa
petunjuk pelaksanaan ini merupakan suatu pedoman dalam rangka pemberian izin,
pembuatan laporan sosial serta pembinaan dan pengawasan pengangkatan anak,
agar terdapat adanya kesamaan dalam bertindak dan tercapainya tertib
administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7).SEMA RI No. 4 tahun 1989, tentang Pengangkatan Anak.
Dalam SEMA ini, menyebutkan bahwa mengulang-tegaskan kepada seluruh
Pengadilan Negeri untuk mengirimkan salinan putusan/penetapan Pengadilan
Negeri mengenai pengangkatan anak kepada instansi terkait dan satu salinan
kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Dalam SEMA ini juga menyebutkan bahwa sehubungan dengan pengangkatan
anak, yaitu untuk lebih mengetahui dan meneliti keadaan para pemohon, anak
yang akan diangkat dan orang tua kandung beserta kelengkapan dan kebenaran
surat-surat bukti yang harus dipenuhi, maka dalam hal menerima, memeriksa dan
mengadili permohonan/ pengesahan pengang-katan anak antar Warganegara
Indonesia (domestic adoption), harus disertai surat keterangan /laporan sosial atas
dasar penelitian petugas/pejabat sosial setempat dari pemohon/calon orang tua
angkat Warganegara Indonesia, anak yang akan diangkat dan orang tua kandung
Warganegara Indonesia sebagai salah satu alat/surat bukti.
Proses pengangkatan anak (adopsi)
Pada umumnya pengangkatan anak dilakukan karena alasan-alasan seperti
berikut :
1. Tidak mempunyai keturunan.
2. Tidak ada penerus keturunan.
3. Menurut adat perkawinan setempat.
4. Hubungan baik dan tali persaudaraan.
5. Rasa kekeluargaan dan peri kemanusiaan.
Dikarenakan tidak mempunyai keturunan anak dan tidak ada
25
anak lelaki sebagai penerus keturunan dilingkungan masyarakat dilingkungan
masyarakat matrilineal, maka diangkatlah kemenakan bertali darah. Dikarenakan
adat perkawinan setempat seperti berlaku di
daerah Lampung antara wanita Lampung dengan orang luar daerah, didalam
perkawinan memasukkan mantu, maka diangkatlah simenantu
menjadi anak angkat dari salah satu kepala keluarga anggota kerabat, sehingga
sisuami menjadi anak adat dalam hubungan bertali adat.
Kemudian dikarenakan rasa kekeluargaan dan perikemanusiaan pada anak
kemenakan, ahli family atau orang lain yang hidup susah, patrilinial atau tidak ada
anak perempuan penerus keturunan maka si anak diurus, dipelihara, disekolahkan
dan sebagainya, maka terjadilah anak angkat yang berlaku diluar upacara adat
resmi, sehingga merupakan hubungan yang bertali budi. Selanjutnya dikarenakan
hubungan baik dan rasa persaudaraan di dalam pergaulan sehari-hari antara orang
yang satu dan yang lain, atau juga dikarenakan kebutuhan tenaga kerja dalam
usaha pertanian rumah tangga dan lain sebagainya, maka terjadilah anak angkat
bertali emas.
Di Negara Indonesia, karena belum adanya ketentuan hukum tentang
pengangkatan anak yang bersifat nasional, maka dalam praktek prosedur
pengangkatan anak dilakukan dengan :
1) Prosedur formal, yaitu dengan adanya penetapan dari Pengadilan Negeri,
2) Prosedur informal, yaitu menurut adat/kebiasaan masyarakat.
Kemudian Dalam Peraturan Pemerintah Pengangkatan Anak (PP RI
Nomor 54 Tahun 2007), ketentuan umum Pasal 1 menyebutkan :
1. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan
anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
2. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan
seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah,
atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,
26
dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga
orang tua angkat.
3. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu
tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
4. Orang tua angkat adalah orang yang memberi kekuasaan untuk
merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan adat kebiasaan.
5. Lembaga pengasuh anak adalah lembaga atau organisasi sosial atau 12
yayasan yang berbadan hukum yang menyelenggarakan pengasuhan
anak terlantar dan telah mendapat izin dari Menteri untuk melaksanakan
proses pengangkatan anak.
6. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial
dan/atau organisasi kemasyarakatan.
7. Pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil atau orang yang ditunjuk oleh
lembaga pengasuhan yang memiliki kompetensi pekerjaan sosial dalam
pengangkatan anak.
8. Instansi sosial adalah instansi yang tugasnya mencakup bidang sosial baik di
pusat maupun di daerah.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang sosial.
Selanjutnya, Syarat bagi perbuatan pengangkatan anak antar Warganegara
Indonesia yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut :
1. Syarat bagi calon orang tua angkat (pemohon):
1).Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung
dengan orang tua angkat (private adoption) diperbolehkan.
2).Pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak
terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent
adoption) diperbolehkan.
27
2. Syarat bagi calon anak yang diangkat :
1).Dalam hal calon anak angkat tersebut berada dalam asuhan suatu Yayasan
Sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa Yayasan
yang bersangkutan telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan
pengangkatan anak.
2).Calon anak angkat yang berada dalam asuhan Yayasan Sosial yang
dimaksud di atas harus pula mempunyai izin tertulis dari Menteri Sosial
atau Pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk
diserahkan sebagai anak angkat.
Ada beberapa hal penting mengenai pengaturan pengangkatan anak dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perlindungan
Anak yaitu :
1. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik
bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang
diangkat dan orang tua kandungnya.
3. Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon
anak angkat. Dalam hal asal-usul anak tidak diketahui, maka agama anak
disusuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
4. Pengangkatan anak oleh warga Negara asing hanya dapat dilakukan sebagai
upaya terakhir.
5. Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai
asal usulnya dan orang tua kandungnya, dengan memperhatikan kesiapan
anak yang bersangkutan.
6. Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengangkatan anak.
Namun demikian, pengaturan pengangkatan anak dalam perundang-undangan
yang ada belum memadahi, oleh karena itu pengaturan pengangkatan anak dalam
sebuah undang-undang yang lengkap dan tuntas sangat diperlukan. Selanjutnya
ada sumber hukum yang lain yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007
28
dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pengangkatan anak yang mencakup
ketentuan umum, jenis pengangkatan anak, sayarat-syarat pengangkatan anak, tata
cara pengangkatan anak, bimbingan dalam pelaksanaan pengangkatan anak,
pengawasan pelaksanaan pengangkatan anak dan pelaporan. Dengan berlakunya
Peraturan Pemerintah ini juga dimaksudkan agar pengangkatan anak dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sehingga dapat mencegah
terjadinya penyimpangan yang pada akhirnya dapat melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan anak demi masa depan dan kepentingan terbaik bagi anak.
Pengangkatan anak dalam hukum adat Sesungguhnya adopsi atau keluarga buatan
ini telah dikenal dan dilakukan diberbagai tempat dipermukaan dunia ini, baik
pada masyarakat primitif maupun masyarakat yang sudah maju. Oleh sebab itulah
tidak heran kalau terakhir ini banyak dikhawatirkan dari orang-orang tua, terutama
di kota-kota besar terhadap anak-anak. Sebenarnya banyak cara yang dapat
dilakukan untuk pengangkatan anak ini, terutama di Indonesia sendiri yang juga
mempunyai aneka ragam sistem peradatannya. Diseluruh lapisan masyarakat
pengangkatan anak ini lebih banyak atas pertalian darah, sehingga kelanjutan
keluarga tersebut tergantung kepadanya. Adapun harta kekayaan anak tersebut
juga bergantung apakah pengangkatan tersebut berdasarkan hukum pertalian
darah atau tidak. Demikian juga kedudukan anak tersebut dalam masyarakat,
masih dipengaruhi oleh perlakuan dan pertimbangan tertentu. Secara umum
sistem hukum adat kita berlainan dengan Hukum Barat yang individualistis
liberalistis. Menurut Soepomo, hukum adat kita mempunyai corak sebagai berikut
:
1. Mempunyai sifat kebersamaan atau komunal yang kuat, artinya manusia
menurut hukum adat merupakan mahkluk dalam ikatan kemasyarakatan yang
erat, rasanya kebersamaan ini meliputi seluruh lapangan hukum adat.
2. Mempunyai corak religius-magis yang berhubungan dengan pandangan hidup
alam Indonesia.
3. Hukum adat diliputi oleh pikiran penataan serba konkrit, artinya hukum adat
sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya perhubungan hidup
yang konkrit.
29
4. Hukum adat mempunyai sifat yang visual artinya perhubungan hukum
dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat
dilihat (tanda yang kelihatan).
Selanjutnya mengenai tata cara mengadopsi Surat Edaran Mahkamah Agung RI
No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk
mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan
pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan
diangkat itu berada.Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan
diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon
sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
tinggal/domisili anak yang akan diangkat . Isi permohonan. Adapun isi
Permohonan yang dapat diajukan adalah:motivasi mengangkat anak, yang semata-
mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut.penggambaran kemungkinan
kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.Untuk itu dalam setiap proses
pemeriksaan, Anda juga harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk
beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang yang
mengetahui betul tentang kondisi anda (baik moril maupun materil) dan
memastikan bahwa Anda akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik.
Yang dilarang dalam permohonan. Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan
dicantumkan dalam permohonan pengangkatan anak, yaitu:menambah
permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.pernyataan bahwa
anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.Putusan yang
dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain
dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari
pemohon, atau berisi pengesahan saja. Mengingat bahwa Pengadilan akan
mempertimbangkan permohonan Anda, maka Anda perlu mempersiapkan segala
sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang
berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan
memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan Anda dan
kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji,
30
Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya. Pencatatan di kantor Catatan
Sipil Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima
salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda
peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan
keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak
tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama Anda
sebagai orang tua angkatnya. Akibat hukum pengangkatan anak Pengangkatan
anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.Perwalian: Dalam hal
perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat
menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan
kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak
angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa
menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
Waris: Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum
nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan
yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk
menentukan pewarisan bagi anak angkat.Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat
hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh
nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan
orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat
pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal
pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak
tersebut. Pengertian anak angkat menurut Undang-Undang tersebut adalah anak
yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang
sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.Peraturan perundangan yang
berkaitan dengan perlindungan terhadap anak. Komitmen pemimpin/pemerintah
era reformasi untuk memberikan perlindungan terhadap anak telah ditindak lanjuti
dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.Undang-Undang ini mengatur tentang berbagai upaya yang
31
dilakukan dalam rangka perlindungan, pemenuhan hak hak dan peningkatan
kesejahteraan anak, yang di dalamnya juga mengatur pengangkatan anak.
Pascaproklamasi, Indonesia memasuki era tata hukum nasional, namun sebagian
hukum era kolonial masih berlaku, antara lain perihal pengangkatan anak.
Kemudian mengenai status hubungan hukum antara orang tua angkat dan anak
angkat
Hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkat di dalam hukum adat tidak
jauh berbeda dengan hubungan antara orang tua dengan anak kandungnya.Karena
hukum yang di anut masyarakat Indonesia beraneka ragam,maka tiap-tiap daerah
pun pelaksanaan pengangkatan anaknya berbeda-beda.Hukum adat minang kabau
tidak mengenal adanya pengangkatan anak tapi yang dikenal adalah perbuatan
mengambil atau memelihara anak orang lain seperti memelihara anaknya
sendiri,yang mana hubungan anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak
terputus dan msih tetap memiliki hubungan sebagai orang tua dan anak
sebagaimana mestinya.Untuk lebih jelasnya R.Soepomo di dalam buku karangan
Muderis Zaini yang berjudul Adopsi suatu tinjauan dari tiga
sistem hukum menyatakan,dengan terjadinya pengangkatan anak maka timbul
hubungan hukum antara orang tua angkat dengan anak angkat,seperti hubungan
orang tua kandung dengan anak kandung dan seterusnya.Pengangkatan anak
menurut hukum islam tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan
darah,hubungan wali mewali dan hubungan waris mewarisi dengan orang tua
angkat.Dimana anak angkat tersebut tetap memakai nama dari bapak kandungnya
dan tetap menjadi waris dari orang tua kandungnya. Menurut Hukum Islam
pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan apabila memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagai berikut :
1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang
tua biologis dan keluarga.
2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat,
melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya,
32
demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak
angkatnya.
3. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara
langsung kecuali sekedar sebagai tanda pengenal/alamat.
4. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan
terhadap anak angkatnya.
Hukum pengangkatan anak menurut hukum adat Tionghoa
Tionghoa Indonesia, adalah sebuah kelompok etnik yang penting dalam
sejarah Indonesia, jauh sebelum Negara Indonesia terbentuk. Selepas
pembentukan Negara Indonesia, maka suku bangsa Tionghoa yang
berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan secara terperinci kedalam
masyarakat Indonesia, secara setingkat dan setaraf dengan suku-suku bangsa yang
lain yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pengangkatan anak menurut adat/ tradisi tionghoa ada beberapa jenis/
macamnya, salah satunya yaitu anak asuh. . Dalam Tradisi Tionghoa yang
dimaksud dengan anak yang diasuh adalah anak yang kondisi badannya kurang
sehat atau tidak cocok dengan orang tuanya menurut perhitungan Bajinya. Salah
satu alasan dilakukannya pengangkatan anak tersebut yaitu Karena alasan Baji
yang bentrok unsur-unsur antara si anak dengan orang tuanya. Dalam
pengangkatana anak adat tionghoa ada semacam upacara yang harus dilaksanakan
yaitu dengan cara meletakkan 1 meja, disebutnya ganpanzi, diatasnya ada cangkir,
teko arak, hiolo, dan lilin. Selanjutnya Anak yang mau diangkat anak dibimbing
untuk kowtow kepada kedua orang tua angkatnya, kemudian memberi arak dan
makanan sambil berkata “ayah dan ibu angkat silahkan minum dan makan”.
Kegiatan selanjutnya yaitu pemberian nama kepada anak yang akan diangkat, lalu
kedua orang tua sianak akan memberi ikat pinggang dan juga celana kepada orang
tua yang akan mengasuh anaknya. Ada satu alasan pengangkatan anak dalam adat
tionghoa yang bisa dianggap unik oleh orang pada umumnya, dimana alasan
tersebut yaitu berupa ketidakcocokan tanggal antara anak dan orang tuanya,
33
sehingga anak tersebut diadopsikan kepada orang lain. Istilah tersebut biasa
disebut dengan “ciong”. Karena apabila terjadi ketidacocokan antara anak dan
kedua orang tuanya maka akan terjadi keburukan yang akan menimpa keluarga
tersebut.
Selanjutnya tentang hukum yang berlaku yaitu Mengenai pengangkatan anak bagi
golongan Warganegara
Indonesia keturunan Tionghoa, diharuskan pengangkatan anak lakilaki,
demikian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Stbl. Stbl. 1917 No. 129. Akan
tetapi sehubungan dengan perkembangan zaman, adopsi anak perempuan
dibolehkan.
Dalam SEMA No. 2 tahun 1979, pada bagaian I angka 3
menyebutkan :
“Semula dilingkungan golongan penduduk Tionghoa (Stbl. 1917 No. 129)
hanya dikenal adopsi terhadap anak-anak laki-laki dengan motif untuk
memperoleh keturunan laki-laki, tetapi setelah Yurisprudensi tetap menganggap
sah pula pengangkatan anak perempuan, maka
kemungkinan bertambahnya permohonan semacam itu semakin besar.”
Sebagai contoh, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 29 Mei
1963, nomor 907/1963 P, tentang Adopsi Di Kalangan Orang-orang Tionghoa.
Dalam sub bagian menimbang, antara lain menyebutkan :
− Bahwa keterangan saksi-saksi tersebut yang diberikan secara ahli dan ilmiah
telah meyakinkan kami bahwa hukum adat Tionghoa mengenai adopsi anak
perempuan, karena kalangan Warganegara Indonesia keturunan Tionghoa di
Indonesia telah lama meninggalkan sifat patrilineal serta penghormatan nenek
moyang, sehingga sekarang lebih bercorak parental;
− Bahwa pendapat tersebut juga sesuai dengan asas persamaan hak antara wanita
dan pria yang pada waktu ini sedang menggelora dan yang antara lain telah
dianut dalam Undangundang Kewarganegaraan dalam Undang-undang mana
terdapat aliran-aliran baru yang menerobos aliran klasik seperti terdapat dalam
Pasal 2 Peraturan Perkawinan Campuran;
34
− Bahwa asas persamaan hak ini telah dimuat pula dalam resolusi Seminar
Hukum Nasional 1963, dalam resolusi mana dicantumkan agar mengindahkan
keseimbangan pembagian antara pria-wanita dalam hukum waris dan
masyarakat yang bersifat parental.
Sehingga dengan adanya pertimbangan hukum dalam putusan tersebut, dapat
dikatakan juga, mengenai pengangkatan anak, baik antara laki-laki dan perempuan
sama. Beberapa ketentuan hukum pidana yang dapat di kategorikan berhubungan
dengan aspek perlindungan hukum hak waris anak angkat antara lain yaitu :
(1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Pasal 77 :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan:
a. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian,
baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya;
Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau
penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Pasal 79 :
“Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Adapun bunyi Pasal 39 ayat (1),
ayat (2) dan ayat (4) adalah sebagai berikut :
Ayat (1) :
Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak dan dilakukan berdasar adat kebiasaan setempat dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Ayat (2) :
Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan
hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
Ayat (4) :
35
Pengangkatan anak oleh warganegara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya
terakhir.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian-uraian dan analisis penulis tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa :1. Secara Etimologi, Adopsi berasal dari kata ‘adoptie’ bahasa Belanda atau
‘adopt’ (adoption) bahasa Inggris , yang berarti pengangkatan anak,
mengangkat anak. Dalam bahasa Arab disebut ‘tabanni’ yang menurut
Mahmud Yunus diartikan dengan ‘mengambil anak angkat’. Jadi disini
penekanannya pada persamaannya status anak angkat dari hasil pengangkatan
anak sebagai anak kandung. Secara Terminologi para ahli mengemukakan
beberapa rumusan tentang definisi adopsi, antara lain :
Menurut Surojo Wignjodipuro, Adopsi adalah suatu perbuatan pengambilan
anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa,
sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu
timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang
tua dengan anak kandungnya sendiri. Jadi pengertian adopsi yaitu
mengangkata anak orang sebagai anak sendiri.
2. Secara garis besar tujuan pengangkatan anak dapat digolongkan menjadi dua,
pertama, untuk mendapatkan atau melanjutkan keturunan keluarga orang tua
angkat, dan kedua, untuk kesejahteraan atau kepentingan yang terbaik bagi
anak. Kemudian tujuan pengangkatan anak bagi orang-orang golongan
Warganegara Indonesia keturunan Tionghoa sebagaimana diatur dalam Stbl.
1917 No. 129 adalah untuk meneruskan atau melanjutkan keturunan dalam
garis laki-laki.
3. Proses pengangkatan anak dan prosedurnya yaitu melalui permohonan pada
Pengadilan Negeri dimana calon anak angkat
36
tersebut berdomisili. Produk pengesahan pengangkatan anak yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri adalah putusan yang berupa Penetapan
Hakim, yang berisi petitum bersifat tunggal, yaitu tidak disertai (in
samenloop met) petitum yang lain.
Sebagai contoh :
“agar si anak dari B ditetapkan sebagai anak angkat dari C”, atau
“agar pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh pemohon (C)terhadap
anak B yang bernama A dinyatakan sah”.
4. Proses pengangakatan dan hukum pengangkatan anak dalam adat tionghoa
sebenarnya sama seperti pada umumnya, yang membedakan hanya
upacaranya saja.
Saran
Dalam melakukan pengangkatan anak harus diperhatikan berdasarkan hukum –
hukum yang berlaku di Indonesia. Agar tidak terjadi kesalahan kesalahan ataupun
agar tidak melanggar hukum negara yang telah ditetapkan sebelumnya.
37
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, Prof, SH.2000. Hukum Perdata Indonesia, Bandung
PT. Citra Aditya Bakti.
Ali Afandi, Prof, SH, 2000.Hukum Waris, Hukum Keluarga Dan Hukum
Pembuktian, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Arif Gosita, SH, DR, Masalah Perlindungan Anak, PT. Bhuana Ilmu Populer,
Jakarta, 2004.
Arlani, lili. 2010. proses pengangkatan anak di pengadilan agama
bukittinggi.bukittingi.
Djaja S. Meliala, SH, 1996. Adopsi (Pengangkatan Anak) Dalam Jurisprudensi,
Bandung, Tarsito.
Edison, Ir, SH, Mengangkat Anak, Dimuat Dalam Majalah Bulanan Jurnal
Renvoi, No. 23 Tahun II, April 2005.
Effendi Perangin, SH. 2005. Hukum Waris, Jakarta, , PT. Raja Grafindo Persada
Iman Sudiyat, Prof. SH.1981, Hukum Adat Sketsa Asas, , Yogyakarta,Liberty.
J. Satrio, SH.2005, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam
Undang-Undang, Bandung .PT, Citra Aditya Bakti.
J. Satrio, SH. 1988, Hukum Hukum Waris Tentang Pemisahan Boedel,Bandung
PT, Citra Aditya Bakti,.
Muderis Zaini, SH. 1999.Adopsi Suatu Tinjauan dari TigaSistem Hukum,
Jakarta.Sinar Grafika.
Oemar Salim, S.H, 2000.Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia,Jakarta.
Rineka Cipta.
Otje Salman, R. SH. DR. 1993. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap
Hukum Waris, Bandung. Alumni.
Puspita, margareta yolan. 2012. perlindungan hukum anak angkat berdasarkan
peraturan pemerintah republik indonesia nomor
38
54 tahun 2007 tentang pengangkatan anak. Suarabaya. universitas pembangunan
nasional “veteran” jawa timur.
Rianto Adi, DR,2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum,Jakarta. Granit.
Shanty Dellyana, SH, 2004.Wanita dan Anak Di Mata Hukum,
Yogyakarta.Liberty.
S. Gautama, Prof. Mr. DR,1969. Hukum Perdata Internasional Indonesia,
jakarta .PT,Kinta.
Sholeh Soeaidy, SH, & Zulkhair, Drs, 2001 .Dasar Hukum Perlindungan
Anak,Jakarta. CV. Novindo Pustaka Mandiri.,
Situs Internet Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Layanan
Masyarakat Tentang Pengangkatan Anak, www.jakarta.go.id,
Jakarta, 2002.
Soeroso R, 2003 .Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta. Sinar Grafika.
Soetojo Prawirohamidjojo, R. Prof. Mr. Dr, 2000.Hukum Waris Kodifikasi,
Surabaya.Airlangga University Press.
Soetojo Prawirohamidjojo, R. Prof. Mr. DR, & Marthalena Pohan, Hukum
Orang dan Keluarga, Airlangga University Press, Surabaya, 1995.
Soetojo Prawirohamidjojo, R. Prof. Mr. Dr, Pluralisme Dalam
Perundangundangan Perkawinan Di Indonesia, Airlangga University Press,
Surabaya, 1994.
Soedharyo Soimin, SH, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak,
Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
Subekti, Prof. SH, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta,
1995.
Tan Thong Kie, Mr., Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994.
Tamakiran S, SH, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum,
CV. Pionir Jaya, Bandung, 2000.
39
Vollmar H.F.A., Pengantar Studi Hukum Perdata, CV. Rajawali, Jakarta,
1992.
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang.
Zulkhair, Drs. & Sholeh Soeaidy, S.H, Dasar Hukum Perlindungan Anak,
CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001.
40
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Risyanti
NIM : 4001414040
Program studi : Pendidikan IPA
Fakultas : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dengan ini menyatakan bahwa makalah hasil observasi yang berjudul “Hukum
Pengangkatan Anak Menurut Etnis Tionghoa” bersifat original dan belum
pernah dibuat oleh lain. Bilamana dikemudian hari ditemukan ketidaksesuaian
dengan pernyataan ini, maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan
ketentuan yang berlaku .
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-
benarnya.
Semarang, 2 Juni 2015
Risyanti
NIM. 4001414040