ETNIS TIONGHOA, TAHU DAN KOTA (Terbangunnya Identitas Kota Kediri)/Etnis... · Tionghoa, Tahu dan...
-
Upload
vuongthien -
Category
Documents
-
view
249 -
download
1
Transcript of ETNIS TIONGHOA, TAHU DAN KOTA (Terbangunnya Identitas Kota Kediri)/Etnis... · Tionghoa, Tahu dan...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ETNIS TIONGHOA, TAHU DAN KOTA
(Terbangunnya Identitas Kota Kediri)
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Program Studi Sosiologi
oleh :
WIDA AYU PUSPITOSARI NIM. D0308009
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Wida Ayu Puspitosari, Etnis Tionghoa, Tahu dan Kota (Terbanggunnya Identitas Kota Kediri). Skripsi, Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.
Dalam penelitian ini, penulis hendak mentautkan etnis Tionghoa, Tahu dan Kota sebagai suatu perjalanan identitas kota yang mengandung sejarah. Tujuan dari penelitian ini adalah untu mendapatkan (1) sebuah gambaran meneganai proses srukturasi melalui transformasi tradisi makan tahu keluarga Tionghoa menjadi komoditas, (2) deskripsi kontribusi etnis Tionghoa dalam mebentuk identitas kota dan (3) gambaran akan relevansi teori yang digunakan dalam peneltian ini.
Penelitian in menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sumber data dalam penelitian ini yaitu; (1) informan atau narasumber, yaitu etnis Tionghoa yang mendirikan perusahaan Tahu, pekerja dan tokoh masyrakat, (2) berbagai dokumen terkait. Teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara (interviewing) dan observasi secara langsung. Sedangkan untuk data sekunder menggunakan teknik kepustakaan dan literatur terkait. Teknik analisis data yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif yang meliputi empat komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya. Adapun teknik pengembangan pen validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi data (trianggulasi sumber), trianggulasi metode dan review informan.
Bedasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Tradisi makan Tahu keluraga Tionghoa di Kediri merupakan kebudayaan yang mampu ditransformasikan menjadi komoditas dengan dukungan dari keterlibatan masyarakat yang dirangkum dalam interaksi intens dalam kajian ruang dan waktu. Karena ruang dan waktu akan memungkinkan seorang agen (Bah Kacung, etnis Tionghoa yang mengakomodir tradisi kuliner Tahu) memberikan pengaruh bagi tatanan sosial yang ada disekitar lingkungan mereka. Kajian ruang dan waktu merupakan pengaruh daripada upaya pelanggengan diri yang dibingkai dalam karakteristik yang khas sehingga praktek-praktek sosial secara sadar diterima oleh lingkungan di sekitar Bah Kacug dan (2) tradisi makan Tahu yang telah ditransformasikan agen (etnis Tionghoa) sebagai komoditas menjadi bagian dari perjalanan peradaban kota Kediri yang tidak bisa dipisahkan. Ini merupakan politik identitas yang diproyeksikan oleh etnis Tionghoa sebagai pengaktualisasian sumber daya yang dimilikinya. Sehingga, alokasi sumber daya yang dimiliki mampu membangun suatu tatanan ruang sosial yang khas, tak terkecuali dengan ruang kota Kediri yang dikenal sebagai kota Tahu.
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Wida Ayu Puspitosari, Chinese, Tofu and the City (The Construction of Kediri’s Identity). Thesis, Surakarta: Faculty of Social and Political Sciences. Sebelas Maret University, Surakarta 2012.
In this study, the author wants to make a linkage of Chinese, Tofu and the City as a escapade of the city's identity contains very deep history. The objective of this study is to get (1) an overview of structuration process through the transformation of Chinese family tradition of Tofu into a commodity, (2) description of the contribution of Chinese for city's identity and (3) an overview of the relevance of theory used in this research.
This study uses a qualitative method with phenomenology approach. Sources of data in this study are: (1) informants, the Chinese who founded Tofu company, employees and the community leaders, (2) a variety of related documents. Primary data collection technique used in this study is interviewing and direct observation. As for the secondary data using the techniques of related literature. Data analysis techniques used in this study is an interactive analytical model that includes four components, namely data collection, data reduction, data presentation (display) and the inference and verification. As for the technical development of validity of the data used in this study is the triangulation of data (source triangulation), triangulation of methods and informants review.
Based on the research results can be concluded: (1) The tradition of eating Tofu of Chinese family is a culture that can be transformed into a commodity with the support of community involvement are summarized in intense interaction in the study of space and time. Due to space and time will allow an agent (Bah Kacung, Chinese that accommodate Tofu as culinary traditions) gives effect to the existing social order around their neighborhood. Time and space study is the effect of self attempt framed in a distinctive characteristic of social practices that consciously accepted by the environment around Bah Kacug and (2) the tradition of eating Tofu that has been transformed by agents (Chinese) as a commodity to be part of Kediri’s civilization, can not be separated. This is an identity politics that is projected by the Chinese as actualizing their resources. Thus, the allocation of applicable resources is able to establish an order of a typical social space, no exception Kediri space as the City of Tofu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
I am enough of an artist to draw freely upon my imagination
(Albert Einstein)
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
lelaki, perempuan dan anak-anak kampung Pandean
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Perkotaan di Indonesia saat ini tengah menjadi ruang publik yang
mengalami transformasi luar biasa. Transformasi ini tak hanya menyandarkan
kiprahnya dalam praktek-praktek hegemoni, kekuasaan serta negara saja. Bila
diumpamakan, ruang kota merupakan suatu reinkarnasi baik kultural, politik,
sosial dan ekonomi berlangsung tanpa disengaja. Di mana praktek-praktek sosial
yang dibingkai dalam rutinitas sehari-hari mengontruksi sebuah konsensus hidup
yang menciptakan kesadaran kolektif. Kediri sebagai gambaran sebuah kota juga
tak luput mengalami riwayatnya.
Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mentautkan antara etnis
Tionghoa, Tahu dan kota dalam kontribusinya sebagai pembentuk identitas kota
Kediri yang dibingkai dalam sejarah panjang, sehingga kini melegenda sebagai
produk kota. Sebagaimana yang telah disadur di atas, kota menjadi bagian utama
dalam kajian transformasi baik kultural, politik, ekonomi serta kekuasaan. Yang
mana, dalam penelitian ini peneliti menyandarkan pemaparannya melalui
pemikiran para penganut pasca strukturalisme.
Untuk itu, seusai penelitian ini penulis mengucap beribu terimakasih
kepada Yang Maha Kasih untuk segala curahan cintanya. Terimakasih saya
haturkan pula kepada bapak dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prof.
Pawito, Ph. D, bapak Dr. Bagus Haryono, M. Si selaku kepala jurusan Sosiologi,
bapak Drs. Jefta Leibo, SU, ibu Dra. Sri Hilmi Pujihartati, M.Si selaku penguji
yang banyak memberikan ilmunya, serta staf pengajar jurusan Sosiologi yang
telah banyak membantu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tak lupa, penulis mengarahkan terimakasihnya pada bapak Prof. Dr. RB.
Soemanto, MA selaku pembimbing akademik, bapak Dr. Drajat Tri Kartono, M.
Si selaku pembimbing yang sangat mengarahkan dan mendukung minat penulis,
teman-teman Sosiologi 2008 atas semangatnya, kepala Kelurahan Setono Pande,
Jagalan dan Kauman, Segenap informan yang membantu penulis untuk
menyelesaikan penelitian ini dan yang terakhir untuk ayah, ibu dan adik atas
doanya.
Demikian penulis mengharapkan kritik serta saran untuk kebaikan
penelitian ini. Penulis berharap pula agar penelitian ini bisa bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Juli, 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................... v
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
BAB I PENDAHULUAN . .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 9
A. Definisi Konsep .. ................................................................................. 9
1. Etnisitas .............................................................................................. 9
2. Kota .................................................................................................... 15
B. Penelitian Terkait ........................................................................ 18
1. Strukturasi .............................................................................. 18
C. Landasan Teori ............................................................................ 20
1. Mengklarifikasi ranah Agen, Agensi ..................................... 24
2. Struktur, Strukturasi ............................................................... 30
3. Dualitas Struktur ................................................................ .... 41
4. Identitas Diri Sebagai Proyek ............................................ .... 44
5. Identitas Sosial ................................................................... .... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Subjek Sosiologis ............................................................... .... 36
D. Kerangka Berpikir ....................................................................... 47
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 49
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 49
1. Seputar Fenomenologi ............................................................. 52
B. Deskripsi lokasi penelitian ........................................................... 56
C. Informan Penelitian ....................................................................... 58
D. Alasan memilih lokasi penelitian .................................................. 59
E. Teknik Pemilihan Informan ......................................................... 60
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 63
G. Teknik Analisis Data ..................................................................... 67
H. Validitas dan Keabsahan Data ....................................................... 70
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 72
A. Etnis Tionghoa Kota Kediri dalam Kajian Budaya ....................... 72
1. Sejarah Kebudayaan Tionghoa ................................................. 73
2. Migrasi Masal etnis Tionghoa di Kota Kediri ......................... 85
3. Pola Pemukiman etnis Tionghoa di Kota Kediri ..................... 89
4. Etnis Tionghoa dan Tradisi Makan Tahu ................................ 99
B. Mereka Yang Menaruh Legitimasi; Menelisik Teori Strukturasi . 103
1. Bah Kacung; Representasi Agen ............................................... 103
2. Kuasa atas Sumber Daya; Menembus Struktur ....................... 106
3. Reproduksi Sosial; Mereka yang Turut Memproduksi Tahu.... 113
Perusahaan Tahu Kao Loung .......................................... 114
Perusahaan Tahu Liem .................................................... 115
4. Ruang dan Waktu .................................................................... 116
C. Industrialisasi Masal Tahu oleh Etnis Tionghoa di Kota Kediri... 121
Mereka Yang Melihat Pasar ................................................. 121
Pengusaha Tahu Tionghoa Kediri dalam Melihat
Karakteristik Pasar ........................................................ 122
Pengusaha Tahu Tionghoa Kediri dalam Membangun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jaringan ......................................................................... 124
D. Politik Identitas Keetnisan untuk Ruang Kota ... .......................... 131
Identitas Etnis Sebagai Proyek; Isu di Kediri ....................... 133
Kota Kediri yang Terbangun Identitasnya ........................... 136
E. Menalar Teori Stukturasi Giddens .... ................................................ 137
Agen dan Struktur ......................................................................... 138
Ruang dan Waktu .......................................................................... 139
Matriks Hasil Penelitian ................................................................. 142
4. Kerangka Hasil Penelitian .................................................... 151
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................. 152
A. Kesimpulan .................................................................................. 152
B. Implikasi ........................................................................................ 153
C. Saran .............................................................................................. 154
BAB I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu bangsa yang terkomposisi atas berbagai etnis,
ras dan budaya yang tersebar di berbagai pulau di seluruh nusantara.
Keberagaman etnis dan adat-istiadat tersebut membuat bangsa Indonesia sangat
kaya akan kebudayaannya. Dengan latar belakang keberagaman yang dimiliki
di atas cenderung menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang terbuka terhadap
pendatang dan perubahan. Mulai dari rintisan inilah politik jati diri atau
identitas bangsa sangat kental mewarnai dinamika kehidupan berbangsa.
Masyarakat Indonesia yang tersebar di seluruh pelosok tanah air terdiri atas
masyarakat primubumi yang telah menghuni ribuan tahun sampai pada
akhirnya datanglah masyarakat imigran yang disebut dengan masyarakat timur
asing yaitu keturunan Arab dan keturunan Tionghoa atau Cina.
Masyarakat Tionghoa dianggap sebagai imigran karena mereka mulai
mendatangi kepulauan nusantara diperkirakan pada awal abad ke 9 Masehi.
Etnis Tionghoa yang hadir di Indonesia dianggap sebagai pembawa perubahan
terutama pada sistem teknologi pertanian dan perdagangan. Hal ini disebabkan
karena peradaban Tionghoa merupakan peradaban yang tinggi dan salah satu
peradaban tertua di dunia yang penuh dengan jati diri yang arif. Etnis Tionghoa
hidup dan berkembang sebagaimana etnis pribumi lainnya di nusantara. Tidak
ada daerah Indonesia yang tidak dihuni etnis Tionghoa. Mereka mula-mula
menduduki teritori yang berada dekat dearah pesisir, karena pada saat iru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
transportasi klasik utamanya ialah perahu atau kapal. Sehingga kemudian
mereka bemigrasi atau menduduki tempat-tempat lainnya di bumi nusantara.
Hidup dan berkembangnya etnis serta kebudayaan Tinghoa di Indonesia tidak
terlepas dari falsafah hidup mereka yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungan
alam dan sekitarnya tanpa melupakan identitas mereka. Interaksi antar etnis
pribumi dengan etnis pendatang Tionghoa berlangsung harmonis sekaligus
walaupun pada situasi lainnya tak jarang terjadi konflik yang tidak
diperkirakan sebelumya (Usman, 2009:1).
Masyrakat Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya tidak merupakan
satu kelompok yang asal dari satu dearah di negara Cina, tetapi terdiri dari
beberapa suku bangsa yang berasal dari dua propinsi yaitu Fukien dan
Kwangtung, yang sangat terpencar daerah-daerahnya. Setiap imigran ke
Indonesia membawa kebudayaan suku bangsanya sendiri-sendiri bersama
dengan perbedaan bahasanya. Ada empat bahasa Cina di Indonesia ialah
bahasa Hokkien, teo-Chiu, Hakka dan Kanton yang demikian besar
perbedaannya, sehingga pembicara dari bahasa yang satu tak dapat dimengerti
pembicara yang lain (Koentjaraningrat, 1993:353).
Etnis Tionghoa merupakan masyrakat yang dikenal suka merantau.
Kebiasaan merantau ini disebabkan oleh latar belakang kehidupan ekonomi
yang sulit di negeri leluhurnya. Orang Tionghoa paling banyak berhijrah ke
Asia Tenggara dan Indonesia meruapakan salah satu tujuan dari persinggahan
Tionghoa Daratan. Orang Tionghoa datanag ke Indonesia secara besar-besaran
sekitar abad 25 Masehi. Salah satu bahariwan dan pendakwah terkenal ialah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ceng Ho. Pada tahun 1415 armada Ceng Ho melakukan kunjungan muhibah ke
Aceh yaitu Samudra Pasai (Yuanzhi, 2009:97). Interaksi antara orang
Indonesia dengan orang Tiongha terlihat jelas sejak lancarnya transportasi laut
pada awal peradaban dan perkembangn kebudayaan di Indonesia. Kontak
budaya anatara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia sudah
berlangsung ratusan tahun sehingga kehadiran etnis Tionghoa di nusantara
berpengaruh pada peradaban Indonesia itu sendiri, terutama di bidang
ekonomi.
Ranah ekonomi merupakan latar menarik yang bisa dikaji dari Etnis
Tionghoa. Orang-orang Tionghoa pada umunya ialah pekerja keras, rajin dan
hemat sehingga mereka cepat berhasil dan berkembang terutama di bidang
bisnis dan perdagangan. Keberhasilan mereka dimotivasi oleh sistem
kepercayaan dan budaya Cina yang disebut dengan konfusianisme. Dengan
prinsip saling percaya ini mengarahkan mereka kepada aktualisasi diri melalui
pasar dengan proses-proses konsensus ekonomi yang bisa diterima satu sama
lain. Setelah mereka berhasil, kebiasaan hidup mereka berkelompok dan
berinteraksi mampu digunakan sebagai pemertahan budayanya sendiri di
tengah-tengah penduduk pribumi dengan menjadi ikon perubahan dalam
bidang perekonomian. Tak jarang juga taraf hidup mereka bisa dikatakan lebih
mumpuni bila dibandingkan dengan orang-orang pribumi.
Budaya yang disebut di atas berupa aspek-aspek yang kompleks yang
mampu mereka maintain dengan sangat baik dan tidak menghilangkan sifat-
sifat khasnya. Etnis Tionghoa memang paling arif dalam membawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
identitasnya. Kekayaan jati diri tak pernah pudar walau akulturasi yang
melibatkan adaptasi lintas budaya seperti halnya di ranah politik, ekonomi,
bahasa dan sosial dengan warga di mana mereka berimigrasi. Demikian halnya
dengan kebudayaan makan Tahunya. Etnis Tionghoa dan Tahu merupakan
suatu bagian yang integral yang mencerminkan bagaimana salah satu ranah
ekonomi ditilik, yaitu mengenai pola konsumsi yang khas.
Lalu siapa dari kita yang tidak kenal Tahu? Makanan yang bercita rasa
khas ini tanpa kita sadari merupakan bentuk fisik proses akulturasi dua budaya
di Indonesia yang tentu saja melalui proses-proses penerimaan yang tidak
sebentar. Bermula dari tradisi keluarga yang kemudian bisa diadopsi oleh
masyarakat pribumi Indonesia secara luas dan tak jarang juga menjadi politik
identitas sebuah kota yang sebelumnya dibawa oleh agen, yakni etnis Tionghoa
itu sendiri melalui berbagai macam kegiatan kebudayaan.
Dalam proses kebudayaan, sistem pewarisan dan interaksi manusia
dengan lingkungan itu selalu saling berhadapan. Keduanya bertemu dalam
proses dialektika secara terus menerus. Proses seperti itu tidak pernah berhenti
dan berlangsung terus dalam kehidupan masyarakat. Gagasan-gagasan baru
yang muncul sebagai hasil dialektika itulah yang kemudian menjadi milik
masyarakat, dan hal inilah yang kemudian menjadi pengarah dan pedoman bagi
sikap dan perilaku warga masyarakat pendukung kebudayaan itu (Sairin,
2002:6).
Tak menutup kemungkinan bilamana dalam proses kebudayaan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
suatu ruang mampu menciptakan sebuah tatanan yang ciri khas, tak terkecuali
dengan gejala peradaban ruang kota. Gejala peradaban merupakan jalinan
berbagai aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Hanya
dengan cara mengintegrasikan semuanya itu kita dapat memahaminya secara
kompleks dan lengkap. Di samping itu, peradaban juga merupakan suatu gejala
yang universal sehingga masalah yang rumit akan dihadapi bila subjek yang
sangat luas ini dipilih sebagai sasaran kajian. Tidak terkecuali memahami
bagaimana peradaban sebuah kota melangkah.
Dalam memaknai sebuah peradaban struktur kota di Indonesia sedikit
banyak akan ditemukan berbagai karakteristik masing-masing yang mewarnai
beberapa wilayah tertentu. Kendati demikian kota sendiri merupakan gambaran
di mana reinkarnasi interaksi sosial di dalamnya tercermin lewat berbagai
macam produk kota yang bertemakan struktur khas penduduknya. Hal ini
merupakan suatu keniscayaan dari sebuah legenda yang dikemas secara utuh
dalam bingkai konstruksi wajah-wajah kota yang berjalan seiring dengan
jamannya dengan membentuk identitas yang bercirikhas.
Demikan halnya dengan kota Kediri, propinsi Jawa Timur yang terletak
sekitar 40 kilometer dari kota Blitar. Kota Kediri sangat terkenal dengan
makanan khasnya yaitu Tahu-Takwa. Dan berita semacam ini sudah tidak
asing lagi di telinga kita semua. Tahu, seperti halnya yang telah dijelaskan di
atas merupakan makanan khas etnis Tionghoa yang kemudian mampu diterima
oleh warga Indonesaia melalui proses-proses tertentu. Pusat oleh-oleh kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kediri, Tahu terletak di sepanjang jalan Pattimura yang kemudian dibatas-
akhiri dengan palang rel kereta api di sisi timurnya. Dan pada umumnya para
penjual oleh-oleh ini ialah etnis Tiongoa keturunan. Bisnis tahu yang
diperkitakan dirintis pada tahun 1900an ini merupakan hasil dari tradisi salah
satu keluarga yang melihat wilayah Pandean (yang masih termasuk Jalan
Pattimura) sebagai pasar. Berbagai pertanyaan mengenai alasan mereka
melakukan ini memang patut kita sandarkan.
Tahu dan takwa memang telah bertahun-tahun lamanya menjadi ikon
kota Kediri yang tentu saja hal ini tidak terlepas dari turut campurnya etnis
Tionghoa dalam mengakomodirnya. Tak berhenti sampai di situ, pengenalan
perjalanan kudapan Tahu yang melegenda sebagai produk khas dari kota Kediri
ini dirasa kurang dekat dengan masyarakat kota Kediri yang menganggapnya
biasa-biasa saja. Dari sinilah minat peneliti untuk meneliti dengan
menggunakan tema etnisitas sebagai grand theme-nya. Sehingga peneliti
memfokuskan kajian penelitiannya pada bagaimana transformasi tradisi makan
tahu salah satu keluarga etnis Tionghoa (agen) menjadi komersil atau
komoditas yang kemudian melihat pasar serta bagaimana komoditas tersebut
mampu menjadi citra identitas kota Kediri sehingga membentuk sebuah
struktur ruang kota yang baru yang kaya akan identitas.
B. Rumusan Masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Bedasarkan latar belakang penulis merumuskan permasalahan
sebabagai berikut :
1. Bagaimanakah proses strukturasi melalui tradisi makan Tahu keluarga
Tionghoa Kediri ditransformasikan sebagai komoditas?
2. Bagaimakah kemudian, komoditas tersebut mampu membentuk identitas
kota Kediri?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memenuhi tujuan akan:
1. Sebuah gambaran mengenai transformasi tradisi makan Tahu keluarga
Tionghoa Kediri menjadi komoditas.
2. Deskripsi kontribusi etnis Tionghoa dalam mebentuk identitas kota Kediri.
3. Gambaran akan relevansi teori yang digunakan dalam peneltian ini.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Untuk memberikan pemahaman atas proses strukturasi melalui
transformasi tradisi keluarga yang berkontribusi sebagai pembentuk
identitas kota dengan kajian pustaka dan metode penelitian yang sesuai.
2. Manfaat Praktis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Diharapkan bisa digunakan sebagai acuan untuk melakukan studi
etnisitas lanjut baik itu mengenai Etnis Tionghoa yang khas dengan
karakteristiknya hingga etnis-etnis lain beserta aspek-aspek universal yang
menyertainya.
BAB II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KAJIAN PUSTAKA
Sebagai suatu pribadi kita tidak akan terlepas dari proses-proses sosial
yang menciptakan kita sebagai subjek untuk diri kita dan orang lain. Konsepsi
yang kita yakini tentang identitas dapat kita sebut tentang gambaran diri,
sementara itu harapan dan pendapat orang lain membentuk identitas sosial.
Keduanya merupakan gabungan yang menyerupai cerita.
Identitas merupakan produk kultural yang spesifik dan tidak abadi. Jadi
identitas sepenuhnya merupakan konstruksi sosial dan tidak mungkin representatif
di luar bayang-bayang kultural dan akulturasi. Tidak ada suatu kebudayaan yang
tidak memiliki konsepsi mengenai identitas. Membicarakan identitas tak luput
dari perhatian Giddens atas teori strukturasi dengan berbagai aspek yang
melengkapinya. Berikut penulis sajikan kajian teori selengkapnya .
A. Definisi Konsep
1. Etnisitas
Pembicaraan tentang etnisitas tidak terlepas dari pembicaraan
tentang identitas-identitas yang telah berkembang dan saling berhubungan
satu sama lain. Kata etnisitas sering terdengar pada tahun 1990-an terutama
di Bosnia, Albania dan akhir-akhir ini di Indonesia. Istilah etnis telah
menjadi populer di media cetak ataupun media elektronik. Istilah etnis
biasanya dimunculkan oleh media massa setelah adanya konflik seperti di
Bosnia dan Albania serta Kalimantan.
Etnis merupakan suatu kelompok masyarakat yang membedakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
anatara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Etnis ditandai dengan
kriteria, bahasa, organisasi politik, teritorial tempat tinggal. Diantara unsur-
unsur yang membedakan tersebut tidak persis sama, hal ini sangat
tergantung pada para ahli yang memberi batasan tentang etnis, Misalnya,
secara kultural dua kelompok berbudaya sama, tetapi secara ras mungkin
sangat berbeda. Adanya etnisitas tentunya telah mempunyai saling
keterkaitan atara satu kelompok dengan kelompok yang berlainan saling
berhubungan (Usman, 2009:50).
Menurut Yelvington (Yelvington, 1991), etnisitas adalah satu aspek
hubungan sosial di antara agen-agen yang masing-masing menganggap
dirinya berbeda dari anggota kelompok lainnya dengan siapa mereka
memiliki interaksi minimun secara teratur. Oleh karena itu, juga dapat
didefinisikan sebagai suatu identitas sosial (bedasarkan perbedaan antara
satu sama lainnya) yang ditandai dengan persaudaraan metaphorik atau
fiktif (Eriksen, 1993:12).
Apabila ada perbedaan budaya secara reguler sekaligus
menimbulkan suatu perbedaan dalam interaksi diantara anggota kelompok,
maka hubungan sosial tersebut akan memiliki suatu unsur etnis. Etnisitas
menunjukkan pada aspek untung atau rugi, namun bisa juga positif atau
negatif dalam berinteraksi, dan juga menunjukkan pada aspek makna
penciptaan identitas. Dengan kata lain, etnisitas memiliki unsur politik,
organisasi dan aspek simbolis.
Identitas etnis ditandai dengan simbol-simbol budaya, bahasa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
organisasi serta ideologi. Setiap etnis memiliki identitas yang harus
dipatuhi oleh masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain. Kekhasan etnis
secara kultural membuat manusia unik dalam berkomunikasi sekaligus
menjadi kajian tersendiri dari para intelektual. Di balik itu semua, kekhasan
etnisitas dalam masyarakat jika tidak saling memahami ideologi, simbol
dan bahasa tertentu dimungkinkan akan terjadi kesalahpahaman. Simbol
etnis menentukan apabila seseorang yang ingin berinteraksi dengan
etnisnya sendiri maupun dengan etnis yang lainnya. Menurut Eriksen
(1993), etnis terdiri atas:
a. Etnis Urban Minoritas (Urban Ethnic Minorities). Etnis Urban
Minoritas adalah etnis yang bermigrasi pada suatu negara. Etnis
ini mencakup para imigran non-Eropa di kota-kota Eropa dan
Hispanik di Amerika Serikat, dan juga para imigran kota-kota
idustri di Afrika dan di negara-negara lain. Umumnya Etnis
Urban Minoritas mempunyai kepentingan politik namun jarang
menuntut kemerdekaan politik. Mereka dituntut berintegrasi
dengan sistem kapitalis.
b. Orang Pribumi (Indigenous People). Perkataan ini merupakan
suatau istilah yang mencakup seluruh penghuni (penduduk)
Aboriginal dari suatu teritorial yang secara politis relatif tidak
berdaya dan hanya secara persial terintegrasi dengan nation-
state yang dominan. Orang-orang pribumi terasosiasi dengan
model produksi nonindustri dan sistem politik tanpa negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(stateless). Orang-orang Basque dari Bay of Biscay dan Welsh
dari Inggris Raya tidak dianggap sebagai penduduk pribumi,
walaupun jika kita berbicara secara teknis jelas mereka adalah
pribumi, sama halnya dengan Sami di kawasan Skandinavia atau
Jivaro dari Amazon Basin.
c. Proto-Nations juga diesbut sebagai gerakan ethonationalist.
Kelompok-kelompok ini meliputi suku Kurdi, Sikh, Palestina
dan Tamil dari Sri Lanka. Kelompok ini memiliki pemimpin
politik yang mengklaim bahwa mereka berhak atas negara-
bangsa mereka dan tidak boleh diperintah orang lain. Etnis ini
selain tidak memiliki negara-bangsa tetapi memiliki
karakteristik yang lebih substansial mirip dengan bangsa-
bangsa. Dibandingkan dengan minoritas urban atau orang
pribumi, kelompok ini mungkin sebagai bangsa tanpa negara.
d. Kelompok-kelompok etnis dalam masyarakat plural (ethnic
group in plural societies). Istilah masyarakat plural biasanya
menunjukkan negara-negara yang diciptakan oleh kolonial
dengan penduduk yang heterogen secara kultural (Furnivall,
1948; M. G. Smith, 1965). Masyarakat yang khas adalah
Kenya, Indonesia dan Jamaika. Kelompok-kelompok yang
membentuk masyarakat plural, walaupun didorong untuk
berpartisipasi dalam sistem ekonomi dan politik, biasanya
dianggap sangat berbeda satu sama lain. Dalam masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
plural, masing-masing etnis cenderung diartikulasikan sebagai
persaingan kelompok (Eriksen, 1993:13-14).
Melihat kelompok-kelompok etnis tersebut di atas sangat berbeda
satu sama lain, maka seseorang intelektual tentunya dimungkinkan untuk
mengkaji aspek-aspek tertentu guna kelancaran analisisnya. Misalnya saja
urban minoritas, umunya mereka tidak berpengaruh pada politik kelompok
dominan. Di lain pihak, sebagai etnis mereka juga membutuhkan
pengembangan keunikannya dan kekhasannya masing-masing.
Di samping itu, orang-orang pribumi yang minoritas sering tidak
diperhatikan oleh elite penguasa sekaligus sering dianggap sangat
ketinggalan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketertinggalan mereka
dalam pembangunan boleh jadi disebabkan dipaksakan oleh kelompok yang
dominan. Secara politik mereka memang tidak berdaya, namun mereka
berhak mendapatkan kesempatan apapun sesuai dengan kemampuan
mereka. Sebagaimana kita lihat kelompok-kelompok pribumi ini di
Kalimantan, orang Dayak, mereka kadang-kadang dicemooh oleh sebagian
pendatang dan menganggap mereka kampungan dan tidak berdaya
(Petebang, Sutrisno, 2000:38).
Demikian juga dengan kelompok Proto-nations, mereka adalah
suatu kelompok yang mempunyai pemimpin yang kharismatik sekaligus
mempunyai ideologi , tetapi mereka tidak mempunyai negara namun
mengklaim mempunyai wilaya serta berhak mengatur diri sendiri.
Kelompok ini juga memerlukan perhatian khusus terutama dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menjembatani antara kelompok yang dominan atau penguasa dengan para
pemimpin etnis pinggiran. Etnis tersebut membutuhkan perhatian para
intelektual guna menganalisis keberadaan mereka (Usman, 2009:52).
Terakhir merupakan masyarakat plural. Masyarakat plural adalah
masyarakat majemuk yang terdiri atas berbagai etnis dan subetnis dalam
suatu negara-bangsa. Masyarakat plural disatukan dengan bahasa nasional
dan ideologi politik yang baku. Perbedaan pandangan bukan lagi hal yang
aneh dalam masyarakay plural dengan keanekaragamannya. Namun
keanekaragaman budaya, bahasa daerah dan asal-usul mereka membuat
masyarakat itu berbeda pandangan dan cara bertindak dalam masyarakat.
Dengan demikian, para pemimpin negara harus secara srif melaksanakan
kebijakan publik ataupun negara.
Jelas bahwa etnisitas memiliki identitas, yang di dalam masyarakat
mungkin dianggap sangat penting. Akan tetapi perbedaan etnis di suatu
masyarakat majemuk menjadi kajian yang sangat menarik bagi para
intelektual yang tertarik dengan tema etnisitas. Kenyataan tersebut dalam
masyarakat multibudaya masing-masing etnis saling menjaga eksistensinya.
Disamping itu etnis yang dominan menjadi penentu dalam kebijakan dan
strategi pembangunan, sehingga pihak minoritas dirugikan secara kultural.
Etnisitas merupakan suatu kelompok masyarakat yang hidup bersama
masyarakat lainnya, tetapi mereka berbeda secara budaya, bahasa dan ras
serta sistem organisasi (Usman, 2009:53).
2. Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kompleksitas pertanyaan “apa itu kota?” dalam bahasa Indonesia
telah disarankan sejakan di tingkat semantik. Hal ini disebabkan karena
khasanah bahasa Indonesia hanya mengenal dikotomi desa dan kota. Dalam
bahasa Inggris pengertian kota lebih jelas. Mereka mempunyai tiga kata
menunjukkan pada pengertian kota yaitu town, city dan urban. Town dan
city menunjukkan batasan teritorial yang bercirikan kota sedangkan urban
menunjuk pada ciri dan cara hidup yang khas memiliki suasana kehidupan
dan penghidupan modern dapat disebut sebagai perkotaan. Town dan city
dibedakan atas dasar besarannya, di mana city (kota besar) lebih besar dari
town (kota kecil). Sedangkan urban menunjuk pada ciri dan cara hidup
yang khas memiliki suasana keidupan dan penghidupan modern dapat
disebut daerah perkotaan (Kartono, 2010:1.3).
Kota Jakarta dianggap sebagai kota metropolitan masih sering
disebut sebagai the big village karena lalu lintas yang tidak teratur dan
dibalik bangunan megah masih tampak pemukiman kumuh yang
menyerupai suatu perkampungan yang besar. Akan tetapi, suatu kota kecil
yang lalu lintasnya teratur dengan beberapa pusat industrinya dapat disebut
sebagai the small city. Penyebutan the big village dan the small city tampak
menurut pada masalah lingkungan (sosial, alam dan fisik) suatu kota
sehingga sulitlah memberikan definisi kota secara tepat (Hariyono,
2007:15).
Namun, kota dan ciri yang tampak (tangible) ditandai oleh jumlah
penduduk yang tidak boleh kurang dari 2.500 (menurut patokan resmi) di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Amerika Serikat). Northam (1975) secara lebih detail menyajikan kriteria
jumlah penduduk kota sebagai berikut:
a. Kota kecil : 2.500-25.000 penduduk
b. Kota medium : 25.000-100.000 penduduk
c. Kota besar : 100.000-800.000 penduduk
d. Metropolis : 800.000 penduduk lebih
e. Megapolis : sekurang-kurangnya beberapa juta
f. Ecumenopolis : sekurang-kurangnya beberapa puluh juta
Ciri tampak (tangible) lain dari kota adalah dilihat dari penampilan
fungsinya. Penampilan fungsi ini dapat dibedakan seperti halnya kota untuk
fungsi politik di mana terlihat berpusatnya gedung-gedung pemerintahan
(negara), seperti kota di Indonesia (di mana ada Kantor Kecamatan disebut
kota Kecamatan dan di mana ada kantor Kabupaten disebut kota Kabupaten
dan sebagainya) atau kota-kota kuno zaman kerajaan yang dibatasi tembok
untuk memisahkan dengan wilayah luar kota raya. Fungsi lain dari kota
adalah ekonomi seperti kota pelabuhan yang ditandai dengan keberadaan
pelabuhan untuk persinggahan kapal besar yang melakukan transportasi
perdagangan. Di samping itu, kota perdagangan karena di sana ada tempat
berupa pasar dan sebagaimana. Ciri fungsi ekonomi yang bukan
menunjukkan kota biasanya dikaitkan dengan keberadaan usaha sektor
pertanian (Kartono, 2010:1.5).
Ciri tidak tampak (intangible) dari kota atau city adalah kekhasan
cara-cara hidupnya. Cara hidup ini dapat berupa cara mengatur tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tinggal, cara mengatur interaksi sosial, cara mengatur gaya hidup dan
sebagainya. Dalam istilah Bardo (1982) disebut sebagai ciri organisasi
sosialnya. Contoh kota dalam pandangan ini adalah analisa L. Wirth (1938)
yang melihat kota sebagai cara hidup (Urban as Way of Life). Di mana
jumlah penduduk, kepadatan dan heterogenitas kota menyebabkan cara
hidup orang kota yang nonpribadi, datar, sepintas lalu, segregatif (terkotak-
kotak) atau yang dalam istilah Tonnies disebut dengan ciri gesselschaft.
Ciri-ciri tak tampak yang berupa cara hidup urban ini tidak saja
membedakan kota dengan desa, tetapi satu kota dengan kota lain. Hal ini
dapat terjadi karena pola urbanisme di satu kota dengan kota lain dapat
berbeda. Di New York misalnya, hubungan sosial masih banyak didasarkan
oleh pencampuran antara hubungan pekerjaan dan kedaerahan. Bedasarkan
contoh tersebut, maka dua kota yang menurut ciri tampak (misalnya dari
jumlah penduduknya) dapat dikategorikan sama namun dari ciri tak tampak
selalu akan menunjukkan perbedaan (Kartono, 2010:1.6).
Lebih lanjut, Max Weber melihat kota adalah kumpulan tempat
tinggal yang terpisah namun dalam satu pemukiman yang tertutup. Dalam
ruang yang tertutup inilah, tercampur aspek kekuasaan besenjata atau
militeristik sebuah kota (kota sebagai benteng) dan aspek pasar di mana
berbagai komoditas dipertukarkan. Ruang kota memiliki sejarah dengan
proses pembentukannya yang dapat dilacak dan dianalisa secara jelas.
Ruang-ruang dalam kota inilah yang mempengaruhi keberadaan kota
karena karena memiliki makna yang terbentuk dari proses sosial yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berubah dari masa ke masa. Hal ini dapat mencerminkan adanya perbedaan
dan penentu bentuk relasi sosial antar warga kota (Kartono, 2010:1.21).
Sejalan dengan itu Liou Cao dan Hugo Priemus menyisipkan
pemaknaan kota dalam jurnalnya sebagai,
As the European Union becomes more of an economic
reality and major global cities engage in economic
restructuring, the Netherlands finds itself in a turbulent
transition on many fronts, not least its housing markets. For a
long time the Dutch housing market has been known for
stringent and effective state regulation, mainly through the
housing and spatial planning policy (Cao dan Priemus,
2007:362, European Urban and Regional Studies).
Dalam paparan di atas dijelaskan bahwa salah satu ruang yang
penting dalam perkembangan kota adalah pasar yang berfungsi untuk
mengembangkan ekonomi warga kota. Lebih lanjut, Weber menekankan
bahwa karakteristik yang menonjol pada suatu kota adalah aktivitas
pasarnya. Dalam kaitan ini, masyarakat kota umumnya hidup dari
perdagangan da perusahaan. Fungsi pasar dalam suatu kota sangat
menonjol dan menjadi barometer perkembangan kota. Frekuensi arus
barang dan komoditas yang masuk dan keluar dari pasar, kelompok sosial
yang terlibat dan sebagainya menggambarkan kondisi riil dari aktivitas
masyarakat kota. Oleh karena itu, kegiatan dan kebutuhan masyarakat
dapat dipenuhi karena adanya pasar (Kartono, 2010:1.21).
B. Penelitian Terkait
1. Strukturasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam kajian mengenai teori strukturasi, banyak ditemukan penelitian-
penelitian yang mengaplikasikan teori ini di berbagai kasus. Sunarto (2009)
dalam penelitiannya berjudul Televisi, Kekerasan dan Perempuan
mengidentifikasikan strukturasi sebagai proses di mana struktur terbentuk
dengan agen manusia.struktur juga dibentuk oleh agen yang pada saat
bersamaan struktur tersebut juga bertindak sebagai medium yang
membentuk agen tersebut. Hasil dari strukturasi ialah serangkaian relasi
sosial dan proses kekuasaan yang diorganisasikan di sekitar kelas gender,
ras dan gerakan sosial yang saling berhubungan antara yang satu dengan
yang lain. Kemudian ketika ekonomi-politik memberi perhatian pada
agensi, proses dan praktek sosial ia cenderung memfokuskan perhatian pada
kelas sosial.
Terdapat alasan baik untuk mempertimbangkan strukturasi kelas
menjadi pusat jalan masuk untuk menangani kehidupan sosial. Akan tetapi
terdapat dimensi lain dari strukturasi yang melengkapi dan bertentangan
dengan gender, ras dan gerakan sosial yang didasarkan pada persoalan-
persoalan publik semacam lingkungan yang bersama-sama kelas
membentuk banyak dari relasi sosial dari komunikasi.
Sehingga Sunarto (2009) menyimpulkan bahwa dari pemikiran
semacam itu, masyarakat bisa dipahami dari serangkaian penstrukturan
tindakan-tindakan yang dimulai oleh agen-agen secara bersama-sama
membentuk relasi-relasi kelas, gender, ras dan gerakan sosial. Fokus pada
relasi-relasi kelas, gender, ras dan gerakan sosial tidak dimaksudkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menyarankan bahwa hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang lebih esensial
disbanding yang lainnya. Akan tetapi formlasi semacam itu merupakan
pintu masuk penting bagi analisis strukturasi. Proses strukturasi ini kian
menjadi penting ketika mempunyai pengaruh signifikan pada terbentuknya
hegemoni. Hegemoni dalam hal ini didefinsikan sebagai cara berfikir yang
dinaturalisasikan, masuk akal dan diterima sebagai suatu yang diberi (given)
mengenai dunia yang termasuk di dalamnya segala sesuatu, mulai dari
kosmologi melalui etika serta praktik sosial yang dilekatkan dan
dipertanggung jawabkan dalam kehidupan sehari-hari. Hegemoni
merupakan sebuah jaringan yang dilekatkan serta dihidupkan dari
pembentukan makna dan nilai yang bersama-sama dialami sebagai praktik
dan sebagai pembenar.
Bagaimanapun juga satu karakteristik penting dari teori strukturasi
ialah melihat perubahan sosial sebagai sebuah proses yang ada di mana-
mana yang bagaimana struktur diproduksi dan direproduksi oleh agen
manusia yang bertindak melalui struktur itu sendiri.
Agensi sebagai sebuah konsep sosial mendasar yang digunakan sebagai
teori srukturisasi, menurut Mosco (1996: 215), agensi mengacu pada
individu-individu sebagai aktor-aktor sosial yang perilakunya dibentuk oleh
matriks dari relasi dan posisi sosial yang melibatkan kelas, ras dan gender.
Akan tetapi, meskipun strukturasi mengarahkan agen-agen sebagai sosial,
bukan individual (aktor-aktor), teori ini mengakui arti penting proses sosial
dari individuasi (social process of individuation). Karenanya, strukturasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menjadi jalan masuk untuk meneliti pemebentukan struktur dan agensi
secara bersama-sama dalam ekonomi-politik.
B. Landasan Teori
Teori strukturasi merupakan teori yang menepis dualisme
(pertentangan) dan mencoba mencari likage atau pertautan setelah terjadi
pertentangan tajam antara struktur fungsional dengan konstruksionisme-
fenomenologis. Giddens tidak puas dengan teori pandangan yang dikemukakan
oleh struktural-fungsional, yang menurutnya terjebak pada pandangan
naturalistik. Pandangan naturalistik mereduksi aktor dalam stuktur, kemudian
sejarah dipandang secara mekanis, dan bukan suatu produk kontengensi dari
aktivitas agen. Tetapi Giddens juga tidak sependapat dengan
konstruksionisme-fenomenologis, yang baginya disebut sebagai berakhir pada
imperalisme subjek. Oleh karenanya ia ingin mengakiri klaim-klaim keduanya
dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut.
Giddens menyelesaikan debat antara dua teori yang menyatakan atau
berpegang bahwa tindakan manusia disebabkan oleh dorongan eksternal
dengan mereka yang menganjurkan tentang tujuan dari tindakan manusia
Menurut Giddens, struktur bukan bersifat eksternal bagi individu-individu
melainkan dalam pengertian tertentu lebih bersifat internal. Terkait dengan
aspek internal ini Giddens menyandarkan pemaparannya pada diri seorang
subjek yang memiliki sifatnya yang otonom serta memiliki andil untuk
mengontrol struktur itu sendiri.
Giddens (2011) memaparkan, struktur tidak disamakan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kekangan (constraint) namun selalu mengekang (constraining) dan
membebaskan (enabling). Hal ini tidak mencegah sifat-sifat struktur sistem
sosial untuk melebar masuk kedalam ruang dan waktu diluar kendali aktor-
aktor individu, dan tidak ada kompromi terhadap kemungkinan bahwa teori-
teori sistem sosial para aktor yang dibantu ditetapkan kembali dalam aktivitas-
ativitasnya bisa merealisasikan sistem-sistem itu.
Manusia melakukan tindakan secara sengaja untuk menyelesaikan
tujuan-tujuan mereka, pada saat yang sama, tindakan manusia memiliki
unintended consequences (konsekuensi yang tidak disengaja) dari penetapan
struktur yang berdampak pada tindakan manusia selanjutnya. Manusia menurut
teori ini yaitu agen pelaku bertujuan yang memiliki alasan-alasan atas
aktivitas-aktivitasnya dan mampu menguraikan alasan itu secara berulang-
ulang.
Tidak menutup kemungkinan alasan yang diuraikan oleh manusia
secara berulang-ulang tersebut memiliki tujuan-tujuan yang didasarkan atas
apa yang hendak ia perlukan pada dimensi ruang dan waktu yang berbeda-
beda. Bisa dikatakan tindakan dari seorang agen tak jarang pula untuk
mempengaruhi struktur di mana mereka tengah menjalankan kiprahnya.
Aktivitas-aktivitas sosial manusia ini bersifat rekursif dengan tujuan
agar aktivitas-aktivitas sosial itu tidak dilaksanakan oleh pelaku-pelaku sosial
tetapi diciptakan untuk mengekspresikan dirinya sebagai aktor atau pelaku
secara terus menerus dengan mendayagunakan seluruh sumberdaya yang
dimilikinya. Pada dan melalui akivitas-aktivitasnya, agen-agen mereproduksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kondisi-kondisi yang memungkinkan dilakukannya aktivitas-aktivitas itu.
Tindakan manusia diibaratkan sebagai suatu arus perilaku yang terus menerus
seperti kognisi, mendukung atau bahkan mematahkan selama akal masih
dianugerahkan padanya (Giddens, 2011:4).
Menurut Barker (2011) Strukturasi mengandung tiga dimensi, yaitu
sebagai berikut: Pertama, pemahaman (interpretation / understanding), yaitu
menyatakan cara agen memahami sesuatu. Kedua, moralitas atau arahan yang
tepat, yaitu menyatakan cara bagaimana seharusnya sesuatu itu dilakukan.
Ketiga, Kekuasaan dalam bertindak, yaitu menyatakan cara agen mencapai
suatu keinginan.
Kasus yang mendukung konsepsi subjek sebagai agen aktif dan
mengetahui banyak hal secara konsisten telah dikemukakan Giddens, yang
merupakan serang kritikus Foucault yang paling lantang karena ia menghapus
agen dari dari retetan sejarah. Giddens mengambil pandangan Garfinkel
(1967), berpendapat bahwa tatanan sosial dibangun di dalam dan melalui
aktivitas-aktivitas sehari-hari dan memberikan penjelasan (dalam bahasa)
tentang aktor atau anggota masyarakat yang ahli dan berpengalaman. Sumber
daya yang diambil oleh sang aktor, dan dibangun olehnya adalah karaker
sosial, dan memang struktur sosial (atau pola aktivitas teratur) menyebarkan
sumber daya dan kompetensi secara sosial, yang berbeda dengan menjadi
subjek aksi dengan segala macam individu, beroperasi untuk menstrukturkan
apa itu aktor. Sebagai contoh, pola-pola harapan tentang apa yang dimaksud
dengan menjadi key person, dan praktik yang terkait dengan etnisitas,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengkonstuksi seaorang key person sebgai subjek yang sepenuhnya berbeda.
Subjektivitas yang dititik beratkan pada etnisitas pada gilirannnya
memberdayakan kita untuk bertindak bedasarkan fakta sosial tertentu. Sejalan
dengan itu, masalah-masalah mengenai bagaimana seorang aktor bisa
memperngaruhi keadaan atau bahkan kualitas lingkungan tak pelak turut
menjadi kajian kotemporer yang juga bisa dikaji secara mikro kemudian
menjadi makro.
Sekadar untuk menekankan saja bahwa teori strukturasi terpusat pada
cara agen memproduksi dan mereproduksi struktur sosial melalui tindakan
mereka sendiri. Aktivitas-aktivitas manusia yang teratur tidak diwujudkan oleh
aktor-aktor individual, melainkan terus-menerus diciptakan dan diulang oleh
mereka melalui cara mereka mengekspresikan diri sebagai aktor. Jadi, di dalam
dan melalui aktivitas, agen mereproduksi sejumlah kondisi yang
memungkinkan aktivitas-aktivitas semacam itu. Setelah dibentuk sebagai
seorang key person oleh sejumlah harapan dan praktik yang dipadukan dengan
kesadaran bersama, setelah belajar dan menginternalisasikan nilai serta aturan,
maka kita bertindak sesuai dengan aturan-aturan itu, mereproduksi aturan itu
lagi. Di mana aturan yang mengikat tersebut kembali menjadikan masyarakat
di sekitarnya turut melembagakan kekangan walaupun pada akhirnya
munculnya kuasa mampu menembus peraturan yang mereka buat sendiri.
1. Mengklarifikasi Ranah Agen, Agensi
Konsep agensi umunya diasosiasikan dengan kebebasan, kehendak
bebas, tindakan kreativitas, orisinilitas dan kemungkinan perubahan melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
aksi agen bebas. Bagaimanapun juga kita perlu membedakan antara istilah
metafisis atau mistis agensi bebas di mana agen membentuk dirinya sendiri
(yaitu mewujudkan dirinya sendiri dari ketiadaan) dengan konsep agensi
sebagai sesuatu yang diproduksi secara sosial dan diberdayakan oleh
sumber daya sosial yang disebarkan secara bervariasi, yang memunculkan
berbagai tingkat kemampuan untuk bertindak pada ruang-ruang tertentu.
Sebagai contoh, identitas suatu kaum terikat dengan struktur yang
mewarnainya yang didahului oleh hasil nilai dan diskursus sosial yang
memungkinkannya melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sebagai seorang
agen. Kemudian ada perbedaan antara konsepsi di mana tindakan diciptakan
oleh agen yang bebas karena tidak ditentukan dengan agensi sebagai suatu
kapasitas untuk bertindak yang dibentuk secara sosial. Kebebasan yang
mengarah pada kekuaasan subjektif dikaji secara khas.
Pandangan bahwa agen itu bebas dalam arti tidak ditentukan tidak
dapat dipertahankan akrena dua alasan:
a. Terdiri dari apa saja tindakan manusia yang tidak ditentukan atau
tidak dipengaruhi? Tindakan seperti ini ialah sesuatu yang
diciptakan secara spontan dari ketiadaan suatu bentuk metafisis
dan mistis ciptaan orisinal.
b. Subjek ditentukan, dipengaruhi dan diproduksi, oleh kekuatan
sosial yang ada di luar dirinya sendiri sebagai individu. Giddens
menyebutnya sebagai Dualitas Struktur (Barker, 2011: 191).
Hambar rasanya bila menjadi seorang agen tidak memiliki pantauan
Konsekuensi atas tindakan
yang tak diinginkan Rasionalisasi tindakan Monitoring refleksif tindakan
Kondisi tindakan yang
tidak dinyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
akan suatu lingkungan yang didasarkan akan sifatnya yang aktif. Untuk
menunjangnya Giddens mencoba memaparkan Model straitifikasi agen atau
pelaku yang digambarkan pada skema berikut (Giddens, 2011:6)
Monitoring refleksif aktivitas merupakan ciri terus menrus tindakan
sehari-hari dan melibatkan perilaku tidak hanya individu namun juga
perilaku orang-orang lain. Intinya, aktor-aktor tidak hanya senantiasa
memonitor arus aktivitas-aktivitas dan mengharapkan orang lain berbuat
sama dengan aktivitasnya sendiri; mereka juga secara rutin memonitor
aspek-aspek, baik sosial maupun fisik konteks tenpat bergerak dirinya
sendiri. Yang dimaksudkan dengan rasionalisasi tindakan ialah bahwa para
aktor juga secara rutin dan kebanyakan tanpa banyak percekcokan
memperthankan suatu “pemahaman teoritis” yang terus-menerus atas dasar-
dasar aktivitasnya. Pemahaman seperti ini hendaknya tidak disamakan
dengan pemberian alasan-alasan secara diskursif atas butir-butir perilaku
tertentu, maupun tidak disamakan dengan kemampuan melakukan
spesifikasi terhadap alasan-alasan seperti itu secara diskursif. Namun
demikian, agen-agen lain yang cakap mengharapkan dan merupakan kriteria
kompetensi yang diterapkan dalam perilaku sehari-hari bahwa aktor
biasanya akan mampu menjelaskan sebagian besar atas apa yang mereka
lakukan, jika memang maksud-maksud dan alasan-alasan yang menurut
para pengamat normalnya hanya diberikan oleh aktor-aktor awam baik
Motivasi tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketika beberapa perilaku tertentu itu membingungkan atau bila mengalami
kesesatan atau fraktur dalam kompetensi yang kenyataannya mungkin
memang kompetensi yang diinginkan. Jadi kita biasanya tidak akan
menanyai orang lain mengapa ia melakukan aktivitas yang sifatnya
konvensional pada kelompok atau budaya yang ia sendiri menjadi
anggotanya. Kita biasanya juga tidak meminta penjelasan bila terjadi
kesesatan yang nampak mustahil bisa dipertanggungjawabkan oleh agen
bersangkutan. Namun jika Freud memang benar, fenomena seperti itu
mungkin memiliki dasar pemikiran tertentu, kendati jarang disadari baik
oleh pelaku seperti itu atau orang lain yang menyaksikannya (Giddens,
2011:7).
Pembedaan antara monitoring refleksif dan rasionalisasi tindakan
dengan motivasinya. Jika alasan-alasan mengacu pada keinginan-keinginan
yang mengarahkannya. Akan tetapi, motivasi tidaklah secara langsung
dibatasi oleh kesinambungan tidakan-tindakan seperti halnya rasionalisasi
atau monitoring refleksifnya. Motivasi mengacu pada potensi tindakan
bukan pada model pelaksanaan tindakan secara terus menerus oleh agen
yang bersangkutan. Motif-motif cenderung memiliki perolehan langsung
atas tindakan hanya dalam keadaan-keadaan yang relatif tak biasa, situasi-
situasi yang dalam beberapa sisi terputus dari rutinitas. Kebanyakan motif-
motif memasok seluruh rencana atau program ‘proyek-proyek’ dalam istilah
Schutz, tempat dilakukannya gugusan perilaku. Kebanyakan perilaku
sehari-hari tidak dimotivasi secara langsung (Giddens, 2011: 7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menginduksi pernyataan di atas dapat ditarik benang merah bahwa
sifat-sifat khusus agen ialah sebagai berikut:
a. Agen tidak hanya memonitor terus menerus aliran dan aktivitas-
aktivitas mereka dan mengharapkan pihak lain bertindak sepert
dirinya. Mereka juga secara rutin memonitor aspek-aspek fisik dan
sosial dari konteks tempat mereka bergerak.
b. Dengan rasionaliasi tindakan secara rutin dan berlalu tanpa
tumpang tindih, maka hal itu mengukuhkan pemahaman teoritis
secara terus menerus dari landasan aktiitas mereka. Aktor selalu
mampu menjelaskan banyak hal dari apa yang mereka lakukan,
jika mereka bertanya.
c. Pertanyaan sering menjadi tujuan dan alasan filosof yang biasanya
untuk membantu menjelaskan bagi aktor awam yang tengah
menghadapi beberapa situasi yang membingungkan atau ketika ada
semacam perubahan atau keretakan kompetensi yang mungkin
secara nyata menjadi sesuatu yang diharapkan.
d. Monitoring refleksif dan rasionalisai tindakan dibedakan
bedasarkan motivasi (Susilo, 2008: 415-416).
Guna memfokuskan klarifikasi mengenai agensi, perlulah sekiranya
dibuat batasan mengenai agensi manusia yang diluruskan di bawah ini:
a. Agensi manusia menekankan hubungan antara aktor dan
kekuasaan. Tindakan bergantung pada kemampuan individu untuk
membuat sebuah perbedaan dari kondisi peristiwa atau tingkatan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tingkatan kejadian sebelumnua. Seorang agen akan berhenti
menjadi agen jika ia kehilangan kemampuan untuk membuat
sebuah perbedaan dalam melatih beberapa jenis kekuasaan.
Banyak kasus yang menarik dari analisis sosial yang terfokus pada
margin yang dapat kita artikan sebagai tindakan, yaitu saat
kekuasaan individu dibatasi oleh jarak keadaan-keadaan khusus.
Tetapi ini menjadi kepentingan pertama untuk mengenali keadaan-
keadaan pengekangan sosial yang membuat individu tidak
memiliki pilihan yang tidak sama dengan disintegrasi tindakan.
Tidak memiliki pilihan bukan berarti bahwa tindakan telah
digantikan oleh reaksi (yang membuat seseorang mengambik
taktik ketika gerakan teratur dibuat di depan mata sendiri).
b. Sebagian aliran teori sosial terkemuka tidak mengenal pembedaan,
utamanya yang berhubungan dengan objektivitisme dan structural.
Mereka menyatakan bahwa kekangan beroperasi seperti kekuatan
alam, seolah-olah tidak memiliki pilihan yang sama dengan yang
digerakkan tanpa perlawanan dan tidak mampu dipahami oleh
tekanan-tekanan mekanis.
c. Agen tidak bebas untuk memilih bagaimana membentuk dunia
sosial, tetapi dibarasi oleh pengekangan posisi historis yang
mereka tidak pilih.
d. Baik tindakan aktor maupun struktur akan melibatkan tiga aspek
yakni makna, norma dan kekuasaan (Susilo, 2008: 416).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lagi, kata Giddens setiap manusia merupakan agen yang betujuan
(purposive agent) karena sebagai individu, ia memiliki dua
kencenderungan, yakni memiliki alasan-alasan untuk tindakan-
tindakannya dan kemudian mengelaborasi alasan-alasan ini secara terus
menerus sebagai bertujuan, bermaksud dan bermotif (Susilo, 2008: 413).
Sedangkan gensi mengacu pada perbuatan, kemampuan atau tindakan
otonom untuk melakukan apa pun.
2. Struktur, Strukturasi
Apa yang hendak kita bahas dalam sub bab ini ialah inti dari teori
strukturasi yakni konsep-konsep struktur, sistem dan dualitas struktur.
Gagasan strukturasi (atau ‘struktur sosial’) tentu saja sangat penting dalam
tulisan-tulisan kebanyakan penulis fungsionalis dan telah memberikan
andilnya pada tradisi strukturalisme, namun tampaknya tidak ada konsep
yang paling cocok dengan tuntunan-tuntunan teori sosial. Para penulis
fungsionalisme dan para pengkritiknya telah memberikan memberikan
perhatian besar pada gagasan fungsi dibandingkan dengan gagasan
struktur, dan dengan demikian struktur lebih cenderung digunakan sebagai
gagasan yang diterima begitu saja. Namun tak diragukan lagi terdapat
gagasan tentang bagaimana struktur biasanya dipahami oleh kaum
fungsionalis dan bahkan oleh mayoritas analis sosial-sebagao suatu
‘pemolaan’ hubungan atau fenomena-fenomena sosial. Kondisi ini kerap
dianggap sebagai pencitraan visual, yang sama dengan kerangka atau
morfo-logis organisme atau penyangga suatu bangunan. Konsepsi-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
konsepsi seperti itu berhubungan denga dualisme subjek dan objek sosial.
Di sini struktur ternyata sebagai sesuatu yang bersifat eksternal bagi
tindakan manusia, sebagai sumber yang mengekang kekuasaan subjek
yang disusun secara mandiri. Sebagaimana yang dikonseptualisasikan
dalam pemikiran strukturalis dan post-strukturalis, gagasan struktur
ternyata lebih menarik. Dalam hal ini struktur secara khas dianggap bukan
sebagai pembuat pola kehadiran seorang melainkan sebagai titik simpang
antara kehadiran dan ketidakhadiran. Kode-kode dasar harus disimpulkan
dari manifestasi-manifestasi yang merekat (Giddens, 2011: 20). Sehingga
batas-batas antara keduanya bisa diidentifikasi dengan jelas pada
pembahasan selanjutnya.
Dua ide tentang struktur tersebut sekilas tampak tidak ada kaitannya
satu sama lain, namun nyatanya masing-masing berhubungan dengan
aspek-aspek penting dari struktur hubungan-hubungan sosial, aspek-aspek
yang dalam teori strukturasi dapat dipahami dengan menganalisis
perbedaan antara konsep struktur dengan sistem. Dalam menganalisis
hubungan-hubungan sosial, kita harus mengakui dimensi sintagmatig,
suatu pola hubungan sosial dalam ruang dan waktu yang melibatkan urutan
sebenarnya dari mode-mode pengembangan struktur yang secara reikursif
diimplikasikan dalam proses-proses reproduksi. Dalam tradisi strukturalis,
biasanya terdapat ketaksaan (ambiguity) perihal apakah struktur mengacu
secara terbuka pada suatu matriks transformasi di dalam seperangkat
aturan-aturan transformasi yang menentukan matriks tersebut. Paling tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dari makna dasarnya, saya mempeelakukan matriks sebagai sesuatu yang
mengacu pada aturan-aturan dan sumber daya-sumber daya seperti itu.
Hanya saja tidak tepat bila menyebutnya sebagai aturan-aturan yang
tertransformasi, sebab semua aturan bersifat transformative. Oleh karena
itu, struktur dalam analis sosial lebih mengacu pada sifat-sifat struktur
yang membuka kemungkinan pemberian batas-batas ruang dan waktu
dalam sistem-sistem sosial, sifat-sifat demikian memberi kemungkinan
munculnya praktek-praktek sosial serupa dalam berbagai rentang ruang
dan waktu serta memberinya suatu bentuk ‘sistematik’.
Menyatakan bahwa struktur merupakan urutan sesungguhnya dari
suatu hubungan tranformatif berarti bahwa sistem sosial, sebagai praktek
sosial yang dereproduksi tidak memiliki struktur namun memperlihatkan
sifat-sifat struktual. Ia menunjukkan bahwa struktur itu ada, sebagaimana
keberadaan ruang dan waktu. Sifat-sifat struktural ini hanya muncul di
dalam berbagai tindakan isntan serta menjadi jejak-jejak memori yang
memberi petunjuk akan perilaku agen-agen manusia yang telah banyak
memiliki pengetahuan. Pada gilirannya , kita bisa saja menganggap bahwa
sifat-sifat struktural tersebut sebagai sesuatu yang secara hirarki
diorganisasikan bedasarkan luasnya ruang dan waktu tempat
pengorganisasian tindakan-tindakan tersebut secara rekursif. Sifat-sifat
struktural yang muncul dalam sebuah totalitas reproduksi sosial demikian
menurut Giddens disebut sebagai prinsip-prinsip struktural. Dengan
praktek-praktek sosial yang memiliki perluasan ruang waktu terbesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam totalitas seperti itu bisa diacu sebagai institusi.
Anggap saja aturan-aturan kehidupan sosial sebagai teknik-teknik
atau prosedur-prosedur yang bisa digeneralisasikan yang diterapkan dalam
pembuatan atau reproduksi praktek-praktek sosial. Aturan-aturan yang
dirumuskan yang diberi ekspresi verbal sebagai kanon hukum, aturan-
aturan birokratis, aturan-aturan permainan dan sebagainya merupakan
kodifikasi intepretasi atas aturan-aturan bukannya aturan-aturan itu sendiri.
Aturan-aturan tersebut hendaknya tidak dianggap sebagai sebuah
penggambaran umum melainkan sebagai jenis-jenis khusus yang
dirumuskan, bedasarkan formulasi lahirnya, yang terwujud dalamm
berbagai kualitas khusus (Giddens, 2011: 27).
Sejauh ini pertimbangan-pertimbangan tersebut hanya menawarkan
pendekatan awal pada persoalan itu. Bagaimana kaitan rumus dengan
praktek-praktek yang dijakankan aktor-aktor sosial dan jenis rumus apa
yang paling menyedot perhatian kta dalam mencapai tujuan-tujuan umum
analisis sosial? Tentang pertanyaan di atas kita bisa mengatakan bahwa
kesadaran atas aturan-aturan sosial yang diungkapkan dulu dan paling
banyak dalam kesadaran praktis, merupakan inti ‘jangkauan pengetahuan’
(knowledge ability) yang terutama memberikan karakter pada agen-agen
manusia. Sebagai aktor-aktor sosial, seluruh manusia telah banyak
dipelajari berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki diterapkannya
dalam memproduksi dan mereproduksi perjumpaan-perjumpaan sosial
sehari-hari. Kumpulan pengetahuan seperti itu sifatnya praktis bukannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
teoritis. Pengetahuan tentang prosedur atau penguasaan teknik-teknik
melakukan aktivitas sosial dengan demikian bersifat metodologis.
Maksudnya pengetahuan seperti itu tidak menetapkan seluruh situasi yang
mungkin ditemui seoang aktor dan juga tidak bisa dilakukan olehnya.
Namun pengetahuan memnerikan kapasitas umum untuk menanggapi dan
mempengaruhi garis kontinum yang tak terhingga dari keadaan-keadaan
sosial.
Jenis-jenis aturan yang paling penting bagi teori sosial terkunci
dalam reproduksi praktek-praktek yang dilembagakan, yakni praktek-
praktek yang paling dalam mengendap dalam ruang dan waktu.
karakteristik utama aturan-aturan yang relevan dengan pertanyaan-
pertanyaan umum analisis sosial bisa diuraikan sebagai berikut (Giddens,
2011: 28) :
Intensif tak diucapkan informal dengan sangsi ringan
Dangkal diskursif diformalkan dengan sanksi berat
Dengan menggunakan aturan-aturan yang bersifat intensif,
digunakanlah rumus yang biasa digunakan sehari hari, yang masuk dalam
pembangunan bentuk kehidupan sehari-hari. Aturan-aturan bahasa
memiliki sifat seperti ini. Begitu juga misalnya prosedur-prosedur yang
dimanfaatkan oleh aktor dalam mengorganisasikan giliran bicara dalam
percakapan atau interaksi. Prosedur-prosedur itu bisa diperbandingkan
dengan aturan-aturan yang lebih abstrak yakni hukum yang dikodifikasi
: : :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
paling berpengaruh untuk menata aktivitas sosial. Namun kebanyakan
prosedur yang tampak remeh dalam kehidupan sehari-hari memiliki
pengaruh yang lebih besar terhadap generalitas perilaku sosial. Kategori
lainnya kurang lebih bersifat pemaparan diri. Kebanyakan aturan yang
diimplikasikan dalam produksi dan reproduksi ialah praktek-praktek sosial
hanya secara diam-diam dipahami oleh aktor-aktor, mereka mengetahui
cara terus melakukan sesuatu. Rumusan diskursif suatu aturan merupakan
intepretasi atas aturan itu, dan sebagaimana yang telah dikemukakan
mungkin dengan sendirinya mengubah bentuk penerapannya. Diantara
aturan-aturan yang tidak dirumuskan secara diskursif namun di
komodifikasi secara formal, jenis kasusnya ialah kasus hukum. Hukum
tentu saja mrupakan salah satu jenis aturan sosial yang disertai kuat dan
dalam masyarakat modern secara formal telah ditetapkan tingkatan-
tingkatan retribusinya (Giddens, 2011: 29-30).
Aturan yang muncul dalam interaksi sosial menjadi pedoman yang
digunakan agen-agen atau pelaku-pelaku untuk melakukan reproduksi
hubungan-hubungan sosial yang melintasi batasan waktu dan ruang.
Aturan muncul dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Aturan sering dipikirkan dalam hubungan dengan permainan
(games) atau sebgai konsep yang diformalkan. Bahkan ia
dikidifikasijan sebagai bentuk hukum yang secara karakteristik
menjadi pokok persoalan dari sebuah keragaman tentang
permohonan yang sunguh-sungguh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Aturan sering diperlakukan tunggal, seolah-olah ia dapat
dihubungkan dengan contoh-contoh khusus atau bagian dari
tindakan. Tetapi menjadi tidak benar jika dikenalkan dengan
analogi pada beroperasinya kehidupan sosial, yang makna praktik-
praktik dilanggengkan dalam kebersatuan dengan kerangka yang
terorganisasi secara longgar.
c. Aturan tidak dapat dikonsepkan lepas dari sumber daya, yang
menunjukkan cara dengan jalan mana hubungan transformative
benar-benar bergabung dengan reproduksi dan produksi praktik-
praktik sosial. Kemudian, sifat-sifat struktural menggambarkan
bentuk dominasi dan kekuasaan.
d. Aturan secara tidak langsung menjadi prosedur metodis interaksi
sosial, seperti yang telah dibuta oleh Grafinkel. Secara tipikal,
aturan silang-menyilang dengan praktik-praktik dalam
kontekstualisasi pertemuan terkondisikan. Pertimbangan untuk
tujuan khuss yang Grafinkel identifikasi secara kronis dilibatkan
dengan bukti terwakili dari aturan. Ia penting untuk membentuk
aturan-aturan itu. Harus ditambahkan bahwa setiap agen sosial
yang kompeten merupakan ahli teori sosial pada tingkatan
kesadaran diskursif dan ahli metodologis pada tingkatan kesadaran
diskursif dan prakits.
e. Ada dua aspek aturan dan penting membedakannya secara
konseptual, sejak sejumlah penulis filosofis cenderung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengganggapnya sama. Pada satu sisi, aturan berhubungan dengan
aturan makna dan pada sisi lain pemberian sanksi cara bertingkah
laku sosial (Giddens, 1984:18).
Kemudian, pembedaan struktur sebagai istilah umum dengan
struktur dalam pengertian jamak ialah keduanya berasal dari sifat
struktural sistem sosial. Struktur mengacu tidak hanya pada aturan-aturan
yang disiratkan dalam produksi dan reproduksi sistem-sitem sosial namun
juga pada sumberdaya-sumberdaya. Ketika Giddens menjelaskan sumber
daya, ia menyatakan bahwa individu menciptakan masyarakat dengan
tidak sekadar melakukan garukan melalui cara yang sederhana, tetapi lebih
dahulu menggambarkan sumber-sumber yang telah ada sebelumnnya.
Adapun tiga jenis sumber daya yang dmaksudkan ialah:
a. Makna-makna (sesuatu yang diketahui, stok pengetahuan
b. Moral (sistem nilai)
c. Kekuasaan (pola-pola dominasi dan pembagian kepentingan.
Sumber daya juga terdiri atas dua hal yakni sumber daya autoritatif
dan sumber daya alokatif. Sumber daya autoritatif diturunkan dari
koordinasi aktivitas agen. Sumber daya alokatif merupakan lingkaran
control produk material atau tentang aspek dari dunia material.
Sebagaimana yang biasa digunakan dalm ilmu sosial, struktur
cenderung digunakan bersama aspek yang lebih mantap pada sistem sosial.
Aspek paling penting dari struktur ialah aturan dan sumberdaya yang
secara rekursif dilibatkan dalam institusi-institusi.ditilik dari definisinya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
institusi-institusi merupakan ciri yang lebih mantab pda kehidupan sosial.
Yang dimaksud dalam sifat-sifat struktural ialah aspek kelembagaannya,
dengan memberikan soliditas sepanjang ruang dan waktu. Kasus yang
selalu muncul ialah bahwa ruang dan waktu memiliki identitasnya yang
berbeda.
Arti penting dalam pengertian struktur ialah bisa dikatakan sebagai
pelengkap penjelasan mengenai agen. Menurut Giddens struktur terkait
dengan hal-hal berikut:
a. Struktur merupakan sifat-sifat terstuktur yang mengikat ruang dan
waktu dalam sistem sosial. Sifat-sifat ini mungkin menjadi praktik
sosial yang sama terlihat berlangsung melebihi rentang ruang-waktu
yang meminjamkan kepadanya dalam bentuk sistemik.
b. Struktur merupakan keteraturan yang sebenarnya dari hubungan
transformative, yang berarti sistem sosial karena praktik-prakitk
sosial yang tereproduksi tidak memiliki strukutur, tetapi lebih
menunjukkan sifat-sifat struktural dan keberadaan struktur itu
sebagai kehadiran ruang dan waktu, hanya dalam penggambarannya
seperti pada prakitk-prakitk sosial dan sebagai memori yang
menemukan arah pada perilaku agen manusia yang dapat dikenali
(Susilo, 2008: 417).
Kita juga bisa memahami sifat-sifat struktural sebagai organisasi
secara hirarkis dalam kerangka pengembangan ruang waktu dari praktik-
prakitk yang mereka atur secara berulang-ulang. Sifat struktural yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sangat dalam dan melekat berhubungan secara tidak langsung dengan
reproduksi totalitas masyarakat. Giddens menyebutnya sebagai prinsip-
prinsip struktural. Praktik-praktik ini memiliki pengembangan ruang-
waktu yang sangat besar.
Bisa disimpulkan bahwa struktur didefinisikan sebagai sifat-sifat
yang terstruktur (aturan dan sumber daya). Sifat-sifat yang memungkinkan
praktik sosial serupa dapat dijelaskan untuk berlangsung di sepanjang
ruang dan waktu dan kedua proses ini membuat bentuk-bentuk hubungan
menjadi sistemik. Jadi, struktur hanya akan terwujud bila ada aturan dan
sumber daya. Keduanya sangat penting untuk mereproduksi sistem sosial.
Karena itu struktur menjelma dalam ingatan orang yang memiliki banyak
pengetahuan (Waters dan Jary, dalam Susilo, 2009: 418).
Giddens menyatakan bahwa ada tiga gugus besar struktur. Pertama
struktur penandaan atau signifikansi yang menyangkut sekamata simbolik,
pemaknaan, penyebutan dan wacana. Kedua, struktur penguasaan atau
dominasi yang mencakup skemata penguasaan atas orang (politik) dan
barang atau hal (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran (legitimasi) yang
menyangkut skemata peraturan normative yang terungkap dalam tata
hukum.
Kita mudah memahami bahwa hidup di dalam masyarakat menuntut
banyak banyak hal agar diakui keberadaannya. Kita hidup di lingkungan
sosial, tempat keputusan dan hal-hal yang terjadi juga ditentukan pihak-
pihak lain. Kita tidak bisa hidup sendirian, sebab banyak ha yang akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
membantu kita dan sekaligus banyak hal pula yang membatasi langkah-
langkah kita. Kita tentunya bangga jika disebut orang yang produktif atau
sebagai tokoh yang berhasil atau singkatnya sebagai orang yang berkuasa.
Prestis kita akan naik jika semua rang memberikan penghargaan dan
pengakuan.
Demikian pula ketika ita bisa menguasai sejumlah orang,
memasukka ide-ide pada mereka sehingga kebaagiaan kita pun akan
semakin bertambah. Menjadi pimpinan, berarti melekat pula fasilitas,
kewenangan, legitimasi dan kemudahan-kemudahan lain. Demikian pula
menjadi bawahan tentunya akan menanggung resiko yang jauh lebih tidak
nikmat. Bawahan tidak mengerti aturan main, bahkan sering menjadi
koran dari permainan aturan main tersebut. Dalam hal itu, seperti yang
dijelaskan berulang-ulang, Giddens menawarkan pandangan dunia sosial
yang besar merupakan pola-pola interaksi, tetapi mereka juga dipandang
sebagai struktur. Struktur di sini bersifat sistematis, teratur, permanen,
sepanjang agen mereproduksinya di masa depan. Struktur memiliki
kapasitas ganda, baik mengekang maupun mendorong (menyediakan
sumberdaya) agensi manusia. Struktur bisa menjadi alat (media) dan
menjadi konsekuensi tindakan manusia (Susilo, 2008:419).
Menurut teori strukturasi, saat agen memuliki kuasa untuk
memproduksi tindakan juga berarti saat melakukan reproduksi dalam
konteks menjalani kehidupan sosial sehari-hari. Salah satu proposisi utama
teori strukturasi adalah bahwa aturan dan sumberdaya yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam produksi dan reproduksi tindakan sosial sekaligus merupakan alat
reproduksi sistem (dualitas struktur).
3. Dualitas Struktur
(Giddens, 2011: 31)
Struktur sebagai perangkat aturan dan sumberdaya yang
diorganisasikan secara rekursif, berada diluar ruang dan waktu, disimpan
dalam koordinasi dan kesegeraanna sebagai jejak-jejak memori yang
ditandai oleh ketiadaan subjek. Sebaliknya sistem sosial tempat
disiratkannya secara rekursif struktur terdiri dari aktivitas-aktivitas agen
manusia daam situasi tertentu yang direproduksi dalam ruang dan waktu.
Menganalisis struktur sistem sosial berarti mengkaji mode-mode tempat
diproduksi dan direproduksinya sistem-sistem seperti itu dalam interaksi
yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas utama agen-agen di temapat
tertentu yang menggunakan aturan-aturan dan sumberdaya-sumberdaya
dalam konteks tindakan yang beraneka ragam. Yang paling penting dalam
gagasanstrukturasi ialah dualitas struktur yang secara logis disiratkan
dalam argument-argumen yang dikemukakan di atas. Pembentukan agen-
Struktur
Aturan dan sumberdaya atau seprangkat hubungan
transformasi yang diorganisasikan sebagai sifat-sifat sistem sosial.
Sistem
Hubungan yang direproduksi antara agen
atau kolektivitas yang diorganisasikan sebagai praktek sosial regular.
Strukturasi
Kondisi yang menentukan kesinambunagn atau
transmutasi struktur dan dengan demikian
reproduksi sistem sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
agen dan struktur-struktur bukanlah dua gugus fenomena tertentu yang
terpisah, yakni dualism, melainkan menggambarkan suatu bentuk dualitas.
Menurut gagasan dualitas struktur sifat-sifat struktual sistem sosial
keduanya merupakan media dan hasil praktek-praktek yang mereka
organisasikan secara rekursif. Struktur tidaklah bersifat eksternal bagi
individu-iddividu, sebagai jejak-jejak memori dan seperi yang diwujudkan
dalam praktek-praktek sosial, namun dalam pengertian tertentu ia lebih
bersifat ‘internal’ bukannya eksternal bagi aktivitas-aktivitasnya dalam
pengertian Durkheim dengan fakta sosial. Struktur tidak disamakan
dengan kekangan namun selalu mengekang dan membebaskan. Tentu saja
hal ini tidak mencegah sifat-sifat terstruktur sistem sosial untuk melebar
mauk ke dalam ruang dan waktu di luar kendali aktor-aktor individu, juga
tidak ada kompromi terhadap kemungkinan-kemungkinan bahwa teori
sistem sosial para aktor dibantu ditetapkan kemabali dalam aktivitas-
aktivitasnya bisa merealisasikan sistem-sistem itu. Reifikasi hubungan-
hubungan sosial atau naturalisasi diskursif keadaan-keadaan yang
bergantung secara historis pada produk-produk tindakan manusia
merupakan salah satu dimensi utama ideology dalam kehidupan sosial
(Giddens, 2011: 32).
Dualitas struktur selalu merupakan dasar utama kesinambungan
dalam reproduksi sosial dalam ruang dan waktu. Pada gilirannya hal ini
mensyaratkan monitoring refleksif agen-agen dan sebagimana yang ada di
dalam duree aktivitas sosial sehari-hari. Namun jangkauan pegetahuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
manusia itu selalu terbatas. Arus suatu tindakan senantiasa mengahasilkan
konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan oleh aktor-aktor dan
konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan itu mungkin juga
membentuk kondisi-kondisi tindakan yang tak diakui dalam suatu umpan
balik. Meski sejarah manusia diciptakan oleh aktivitas-aktivitas yang
disengaja, namun ia bukanlah suatu proyek yang diinginkan, sejarah
manusia senantiasa menghindarkan usaha-usaha untuk menggiringnya
agar tetap berada di jalur kesadaran. Namun usaha-usaha semacam itu trus
menerus dilakukan manusia, yang bekerja di bawah ancaman dari janji
bahwa mereka adalah satu-satunya makhluk yang membuat sejarahnya
dengan memperhatikan fakta di atas.
Sedikit banyak dualitas struktur telah memebri keterangan kita
tentang bagaimana agen dan struktur berintegrasi dan membangun
identitasnya yang baru yang juga didukung oleh pengetahuan latar, ruang
dan waktu yang memiliki karakteristiknya tertentu. Tak berhenti sampai di
situ, konsepsi mengenai legitimasi sangat patut kita turut campurkan
dalam bersatunya agen dan struktur yang mebangun identitasnya yang
baru. Legitimasi sangat terkait dengan penerimaan dan kesadaran. Di mana
komunikasi intensif daripada agen dan struktur secara langgeng disadari
dan pada akhirnya mereproduksi kententuan-ketentuan, nilai serta norma-
norma yang baru. Gagasan ini memang lebih dirasa rasional ketika
perjumpaan sosial dan sumberdaya menjadi peluang untuk mengontrol
keadan sosial dikendaki untuk berubah bedasar atas agen-agen yang pintar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam melihat situasi.
4. Identitas Diri Sebagai Proyek
Bagi Giddens (1991) identitas terbentuk oleh kemampuan untuk
melanggenggkan narasi tentang diri, sehingga membentuk suatu perasaan
terus-menerus tentang kontinuitas biografis. Cerita mengenai identitas
berusaha menjawab sejumlah pertanyaan kritis. Individu atau agen
berusaha mengkonstruksi suatu narasi identitas koheren di mana siri
membentuk suatu lintasan perkembangan dari masa lalu sampai masa
depan yang dapat diperkirakan (Giddens, 1991:75). Jadi, identitas diri
bukanlah sifat distingtif, atau bahkan kumpulan sifat-sifat, yang dimiliki
oleh individu. Identitas diri ialah bagaimana yang dipahami secara rfleksif
oleh orang dalam konteks biografinya (Giddens, 1991:53).
Opini Giddens sesuai dengan pandangan awam kita tentang
identitas, karena ia mengatakan bahwa identitas diri ialah apa yang kita
pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi. Selain itu, dia juga berpendapat
bahwa identitas bukanlah kumpulan sifat-sifat yang kita miliki; identitas
bukanlah sesuatu yang kita miliki, ataupun entitas atau benda yang bisa
kita tunjuk. Agaknya identitas adalah cara berfikir tentang diri kita. Namun
yang kita piker tentang diri kita berubah dari situasi ke situasi yang lain
menurut ruang dan waktunya, itulah sebabnya Giddens menyebut identitas
sebagai proyek. Yang dia maksud adalah bahwa identitas merupakan
sesuatu yang kita ciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak
berangkat ketimbang kedatangan. Proyek identitas membentuk apa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kita piker tentang diri kita saat ini dari sudur situasi masa lalu dan masa
kini kita, bersama dengan apa yang kita piker kita inginkan, lintasan
harapan kita ke depan.
5. Identitas Sosial
Meski identitas-diri bisa dipahami sebagai proyek kita, kita telah
menjadi truismesosiologis bahwa kita lahir di dunia yang mendahului kita.
Kita belajar menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum kita
datang dan kita menjalani hidup kita dalam konteks hubungan sosial
dengan orang lain. Singkatnya, kita terbentuk sebagai individu dalam
proses sosial dengan menggunakan materi-materi yang dimiliki bersama
secara sosial. Biasanya ini dipahami sebagai sosialisasi atau atkulturasi.
Tanpa akulturasi kita tidak akan menjadi orang sebagaimana yang telah
kita pahami dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa, konsep kedirian
dan identitas akan dapat kita mengerti.
Tidak ada elemen transedental atau historis terkait dengan
bagaimana seharusnya menjadi seseorang. Identitas sepenuhnya bersifat
sosial dan kultural, karena alasan-alasan berikut:
a. Pandangan tentang bagaimana seharusnya menjadi seseorang
adalah pertanyaan kulutral. Sebagai contoh, individualism adalah
ciri khas masyarakat modern.
b. Sumber daya yang membentuk materi bagi proyek identitas, yaitu
bahasa dan praktik kultural, berkarakter sosial. Semuanya itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dibentuk secara berbeda pada konteks-konteks kultural yang
berbeda pula.
6. Subjek Sosiologis
Kita telah mencatat bahwa identitas tidak membangun dirinya
sendiri atau berada dalam diri melainkan aspek yang seluruhnya
kultural karena terbangun melalui proses akulturasi. Diri yang
disosialisasikan inilah yang disebut Hall sebagai subjek sosiologis di
mana.
Inti dari subjek tidak bersifat otonom maupun berdiri sendiri,
melainkan dibentuk dlam kaitannya dengan orang lain yang
berpengaruh (signifikan others), yang jadi perantara subjek dengan nilai
dan simbol-kebudayaan dalam dunia tempat ia hidup (Hall, 1992b:275
dalam Barker, 2011:177).
Orang lain yang berpengaruh pertama pada kita nampaknya ialah
anggota keluarga kita, yang dari mereka kita belajar melalui pujian,
hukuman, peniruan dan bahasa, bagaimana menjalani hidup di dalam
kehidupan sosial. Jadi asumsi dasar pandangan sosiologi tentang subjek
ialah bahwa manusia adalah makhluk sosial di amana aspek sosial dan
individu saling membentuk satu sama lain. Kendati demikian diri
dipahami memiliki inti –dalam yang padu, ia dibentuk secara interaktif
antara dunia dalam dengan dunia sosial yang ada di luar. Memang,
internalisasi nilai dan peran sosial menstabilkan individu dan
memastikan agar seorang individu cocok dengan struktur sosial dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menjalin diri atau merangkai diri ke dalamnya. Berikut kerangka
teoritik yang dapat penulis jelaskan:
C. Kerangka Berpikir
Bedasarkan pandangan peneliti Etnis Tionghoa mampu dikatakan sebagai
agen, yaitu aktor yang memiliki tradisi khasnya dan yang paling bisa bertahan
dengan kondisi tersebut walau dimensi ruang dan waktu memiliki zamannya
sendiri. Sebab ruang dan waktu lah yang menentukan pelanggengan identitas
Etnis Tionghoa
Agen & Agensi
Agen (memiliki sifat yang otonom serta mampu
memberikan pengaruh pada lingkungannya) dan agensi ialah tindakan yang memungkinkan
seorang agen melakukan praktek-praktek sosial atau
rutinisasi
Strukurasi
(proses transmutasi struktur dan reproduksi sosial (nilai, aturan, norma) di
mana di dalamnya tertaut suatu kesadaran sosial)
Dualitas Struktur
(integrasi agen ke dalam struktur yang melekatkan
legitimasinya)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
seorang agen dalam kaitannya praktek-praktek sosial yang dijalaninya. Dan
berikut kerangka berfikir peneliti yang didasarkan pada kajian teoritik di atas
BAB III
METODE PENELITIAN
Berbicara mengenai metode berarti berbicara mengenai hukum, aturan dan
tata cara dalam melakasanakan atau menyelenggarakan sesuatu.Karena metode
Tradisi Makan Tahu
Tradisi Transformasi keluarga menjadi komersil atau komoditas
Tindakan monitoring refleksif “memaknai pasar”
Industrialisasi Tahu
Teori yang digunakan: Agen, Agensi dan
Struktur, Dualitas Struktur serta Strukturasi dari
Anthony Giddens
Fenomena yang diteliti: Tionghoa dan tradisi makan
tahu, transformasi tradisi keluarga Tionghoa,
Strukturisasi di kompleks Pecinan Kediri, komoditasi
Tahu
Konstruksi Citra atau identitas Kota Kediri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diartikan sebagai hukum dan aturan, tentunya di dalamnya mengandung hal-hal
yang diatur secara sistematis.Hal-hal yang diwajibkan, dianjurkan dan atau
dilarang.Sama seperti hukum dan aturan lainnya, metode diciptakan dengan tujuan
untuk dijadikan pedoman yang dapat menuntun dan mempermudah individu yang
melaksanakannya.
A. Jenis Penelitian
Dalam khazanah ilmu-ilmu sosial, manusia menjadi subjek sekaligus
objeknya. Manusia mempelajari manusia lainnya, bahkan manusia
memperlajari dirinya sendiri.Sudah lebih dari berabad-abad lamanya, manusia
serta keunikan dan kekhasannya menjadi suatu yang dibahas dan dikupas
melalui ilmu pengetahuan yang menyikap tabir rahasia ras yang bernama
manusia hingga ke inti yang terdalam.Pernyataan di atas sangat terkait sekali
dengan istilah yang Weber sebut sebagai verstehen, yakni memahami. Dan
inilah yang menjadi esensi dari penelitian kualitatif yang hendak peneliti
gunakan untuk memahami fenomena yang hendak diteliti, karena dengan
menggunakan penelitian kualitatif peneliti akan mampu memahami pola pikir
dan sudut pandang orang lain serta sekelompok komunitas tertentu dalam
setting ilmiah.
Menurut Denzin dan Lincoln (1994) definisi penelitian kualitatif itu
sendiri dikatakan sebagai berikut:
Qualitative research is multi-method in focus, involving an interpretive naturalistic approach to its subject matter. This means that qualitative researches study things in their natural setting, attempting to make sense of or interpret phenomenon in
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terms of the meanings people bring to them. Qualitative research involves the studied use and collection of a variety of empirical materials-case study, personal experience introspective, life story, interview, observational, historical, interactional and visual text that describe routine and problematic moments and meaning in individual lives.
Bila kita mengartikan definisi di atas bahwa penelitian kualitatif lebih
ditujukan untuk mencapai pemahaman mendalam mengenai organisasi atau
peristiwa khusus daripada mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel
besar dari sebuah populasi.Penelitian ini juga bertujuan untuk menyediakan
penjelasan tersirat mengenai struktur, tatanan dan pola yang luas yang
terdapat dalam suatu kelompok partisipan. Penelitian kualitatif juga disebut
field research atau penelitian kancah. Penelitian ini juga menghasilkan data
mengenai kelompok manusia dalam ruang atau latar sosial.
Lebih lanjut, Denzin dan Lincoln menegaskan bahwa penelitian
kualitatif ditujukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendasar melalui
pengalaman first-hand dari peneliti yang langsung berproses dan melebur
menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dengan subjek dan latar yang akan
diteliti berupa laporan yang sebenar-benarnya, apa adanya dan catatan-catatan
lapangan yang aktual. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami
bagaimana para subjek penelitian mengambil makna dari lingkungan sekitar
dan bagaimana makna-makna tersebut mempengaruhi perilaku subjek sendiri.
Karena merupakan first-hand, maka dalam melakukan penelitian
kualitatif harus terjun langsung dan mengenal subjek penelitian yang
bersangkutan secara personal dan tanpa perantara.Semaksimal mungkin
pemisah (gap) atau topeng antara peneliti dengan subjek yang diteliti harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dihilangkan atau diminimalisasi agar peneliti dengan subjek yang dapat
diteliti benar-benar memahami sudut pandang dan perasaan subjek penelitian
dengan optimal dan secara mendalam.Ini pula yang menjadi ciri khas dari
penelitian kualitatif.
Sejalan dengan Denzin dan Lincoln, Moleong (2005) mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami subjek, misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain sebagainya. Secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Masih banyak lagi definisi mengenai penelitian kualitatif yang
dikemukakan oleh beberapa ahli metodologi penelitian kualitatif yang tidak
bisa disebutkan satu per satu di sini, namun terdapat kesamaan pola dan
adanya benang merah dari setiap definisi yang dikemukakan. Bedasarkan
serangkaian karakteristik, pendekatan masalah, dan paradigma yang
mengkonstruksikan penelitian kualitatif maka peneliti mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai berikut:
Penelitian kualitatif ialah suatu bentuk penelitian ilmiah yang
mempunyai tujuan untuk memahami suatu gejala dalam konteks
sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi serta
komunikasi yang mendaam anatara peneliti dengan gejala yang
diteliti dan kemudian menarik kesimpulan bedasarkan prinsip-
prinsip umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penelitian kualitatif yang hendak dilakukan oleh peneliti kali ini
menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi digolongkan ke
dalam pendekatan penelitian kualitatif untuk membedakannya dari penelitian
kuantitatif. Perbedaan lainnya terletak pada paradigma yang dipergunakan
dalam melihat realita atau sesuatu yang menjadi obyek studi. Paragidma itu
sendiri tidak lain adalah representasi konseptualisasi tentang sesuatu, atau
pandangan terhdap sesuatu. Dengan kata lain paradigma merupakan suatu
cara memahami realita. Dalam penelitian, hal ini mencakup keyakinan
terhadap sifat dasar dari realitas (yang diamati), hubungan antara orang yang
mencoba mengetahui sesuatu (peneliti) dan hal yang mereka coba ketahui
(yang diteliti), peranan atau pengaruh dari nilai-nilai (yang dianut peneliti)
dan variabel-variabel lainnya yang serupa itu.
1. Seputar Fenomenologi
fenomenologi (phenomenology) merupakan suatu model penelitian
kualitatif yang dikembangkan oleh ilmuan Eropa bernama Edmund
Husserl pada awal ke-20 (sekitar tahun 1935-an). Model ini berkaitan
dengan suatu fenomena. Pada awalnya Husserl melihat adanya titik temu
antara ilmu filsafat dengan ilmu sosial terapan, seperti psikologi,
antropologi dan sosiologi. Menurut Husserl dalam setiap hal, manusia
memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap setiap fenomena yang
dilaluinya dan pemahaman dan penghayatannya tersebut sangat
berpengaruh terhadap perilakunya (Giorgi dan Giorgi dalam Smith, 2003).
Dalam pengembangan model fenomenologi, Husserl memulainya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan suatu pertanyaan, ”bagaimana suatu objek dan suatu kejadian
muncul bersamaan dan mempengaruhi kesadaran manusia, dan apakah
suatu fenomena yang terjadi dapat dipisahkan dari kesadaran manusia?”.
Itulah pertanyaan pertama yang menggelitik Husserl untuk meneliti dan
mengembangkan fenomenologi (Herdiansyah, 2010:66).
Model fenonemologi lebih ditunjukkan untuk mendapatkan
kejelasan dari fenomena dalam situasi natural yang dialami oleh individu
setiap harinya daripada melakukan reduksi suatu fenomena dengan
mencari keterkaitan atau hubungan sebab akibat dari variabel.
Fenomenologi berusaha untuk mengungkap dan mempelajari serta
memahami suatu fenomena beserta konteksnya yang khas dan unik yang
dialami oleh individu hingga tataran keyakinan indivdu yang
bersangkutan. Dengan demikian, dalam mempelajari dan memahaminya,
haruslah bedasarkan sdudut pandang paradigma dan keyakinan langsusng
dari individu yang bersangkutan sebagai subjek yang mengalami langsung
(first-hand experiences) (Herdiansyah, 2010). Dengan kata lain, penelitian
fenomenologi berusaha untuk mencari arti secara sosiologis dari suatu
pengalaman individu terhadap suatu fenomena melalui penelitian yang
mendalam dalam konteks kehidupan sehari-hari subjek yang diteliti.
Disamping itu, dalam memahami dan mempelajarinya haruslah didukung
oleh persiapan yang matang dan komprehensif dari peneliti untuk
mendapatkan kepercayaan penuh dari subjek yang diteliti, sehingga
keterdekatan dapat diperoleh dan dapat mendukung penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Secara sederhana, fenomenologi lebih memfokuskan diri pada
konsep suatu fenomena tertentu dan bentuk dari studinya adalah untuk
melihat dan memahami arti dari suatu pengalaman individual yang
berkaitan dengan suatu fenomena tertentu. Polkinghorne (1989)
mendefinisikan fenomenologi sebagai sebuah studi untuk memberikan
gambaran tentang arti dari pengalaman-pengalaman beberapa individu
mengenai suatu konsep tertentu. Dengan penjelasan yang telah diberikan,
kita dapat melihat bahwa suatu fenomena tertentu dapat mempengaruhi
dan memberikan suatu pengalaman yang unik, baik bagi seorang individu
maupun sekelompok individu.
Pengalaman seseorang yang luar biasa dan fenomenal secara
umum akan terjadi suatu perubahan sikap, sudut pandang ataupun perilaku
pada orang yang mengalami pengalaman tersebut. Terjadinya perubahan
perilaku, sikap dan sudut pandang yang diakibatkan oleh suatu peristiwa
yang tidak biasa atau fenomena tersebut menggelitik peneliti kualitatif
untuk mengangkatnya sebagai bahasan dalam penelitian kualitatif dengan
model fenomenologi. Pengalaman yang disebut di atas bukan sekadar
pengalaman yang biasa, namun pengalaman yang terjadi tersebut berkaitan
dengan ruang dan waktu yang mempengaruhi kesadaran individu secara
langsung maupun tak langsung. Karena model fenomenologi
memfokuskan pada pengalaman pribadi individu, maka subjek
penelitiannya adalah orang yang mengalami langsung kejadian atau
fenomena yang terjadi, bukan individu yang hanya mengeahui suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
fenomena secara tak langsung atau melalui media tertentu yang
meliputinya.
Creswell (1998) mengemukakan beberapa prosedur dalam
melakukan studi fenomenologi:
a. Prosedur pertama, peneliti harus memahami perspektif dan filosofi
yang ada di belakang pendekatan yang digunakan, khususnya
mengenai konsep studi bagaimana individu mengalami suatu
fenomena yang terjadi. Konsep epoche 1 merupakan inti ketika
peneliti mulai menggali dan mengumpulkan ide-ide mereka
mengenai fenomena dan mencoba memahami fenomena yang
terjadi menurut sudut pandang subjek yang bersangkutan.
b. Prosedur kedua, peneliti membuat pertanyaan penelitian yang
mengeksplorasi serta menggali arti pengalaman subjek dan
meminta subjek untuk menjelaskan pengalamannya tersebut.
c. Prosedur selanjutnya adalah peneliti mencari, menggali dan
mengumpulkan data dari subjek yang terlibat secara langsung
dengan fenomena yang terjadi.
d. Setelah data terkumpul, peneliti mulai melakukan analisis data
yang terdiri atas tahapan-tahapan analisis.
e. Prosedur yang terakhir, laporan penelitian fenomenologi diakhiri
dengan diperolehnya pemahaman yang lebih esensial denga
1Epoche ialah mengesampingkan atau menghilangkan semua prasangka peneliti pada suatu
fenomena.Artinya sudut pandang yang digunakan benar-benar bukan merupakan sudut pandang
peneliti, melainkan murni sudut pandang dari subjek penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
struktur yang invariant dari suatu pengalaman individu, mengenali
setiap unit kecil dari arti yang diperolehya bedasarkan pengalaman
individu tersebut.
B. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian yang hendak dilakukan berlokasi di salah satu kompleks
Pecinan (Kampung Cina) atau China Town (dalam bahasa Inggris) di kota
Kediri, yakni di sepanjang jalan Pattimura yang merupakan bagian dari
wilayah administrasi kelurahan Jagalan dan Setono Pande, jalan Yos Sudarso
dan jalan Trunojoyo yang menjadi wilayah admisnistratif kelurahan Pakelan.
Di mana bila kita amati, akan didapati toko sembako dan pusat oleh-oleh khas
kota Kediri yaitu Tahu yang dibatas-akhiri dengan palang kereta api apabila
kita hendak melanjutkan perjalanan kearah pasar Setono Betek. Jalan
Pattimura, jalan Yos Sudarso serta jalan Trunojoyo itu sendiri tidak memiliki
jarak yang relatif jauh, sekitar 5 kilometer panjangnya. Wilayah tersebut
memiliki batas sebelah barat berbatasan dengan sungai Brantas, sebelah timur
berbatasan dengan kampung Paggora, sebelah selatan berbatasan dengan
kampung Pandean serta sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Kemasan.
Pada penelitian kali ini peneliti juga hendak memperdalam unit
analisisnya pada batas sebelah selatan kompleks pecinan itu sendiri, yaitu
Pandean. Secara administratif Pandean juga merupakan wilayah naungan
Kelurahan Setono Pande sama seperti halnya kompleks Pecinan. Pandean
berjarak sekitar 500 meter dari alun-alun kota Kediri dan kini banyak dihuni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pendatang yang pada umumnya dari Bandung.Kampung di mana pada
umumnya berpenduduk yang memeluk agama Kristen-Protestan ini
berkharakeristikkan lingkungan yang padat penduduk dan bisa digolongkan
sebagai slum area atau pemukiman kumuh. Di sisi yang sama, mata
pencaharian laki-laki pandean ialah sebagai kuli panggul atau manol (dalam
bahasa Kediren) di toko-toko sembako Cina dan yang perempuan kebanyakan
hanya membuka warung makanan. Jarak antara rumah satu dengan rumah yang
lain tidak jauh, sekitar 0,5 meter saja. Sebelah barat Pandean berbatasan
dengan Kelurahan Kauman, sebelah timurnya berbatasan dengan kampung
Paggora, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Kampung Dalem serta
sebelah utara berbatasan dengan kompleks Pecinan seperti yang telah disadur
di atas.
C. Informan Penelitian
Informan penelitian yang dimaksud di sini ialah etnis Tionghoa yang
berdomisili di kompleks Pecinan Jalan Pattimura, jalan Yos Sudarso dan jalan
Trunojoyo kota Kediri. Pemilihan informan dalam wilayah tersebut selain
banyaknya masyarakat Tionghoa yang mendirikan perusahaan Tahu sekaligus
mereka juga memiliki keterikatan sejarah politik dan ekonomi. Data yang
diperoleh dari informan dikumpulkan dan dihubungkan, kemudian data
tersebut dikelompokkan bedasarkan aspek-aspek yang mencuat. Sehingga
penelitian ini bersifat induktif.
Informan yang dipilih ialah etnis Tionghoa yang hidup, telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
beralkulturasi dan juga beradabtasi dengan masyarakat sekitar secara
khusunya. Demikian juga dengan etnis Tionghoa pemilik pusat oleh-oleh khas
kota Kediri yaitu tahu bernama Bah Kacung. Hal ini dikarenakan toko Tahu
Bah Kacung lah yang menjadi toko Tahu pertama yang dibuka. Jadi sudah bisa
dibayangkan seberapa tua usianya. Dan keluarga dari perusahaan Tahu Bah
Kacung lah yang menjadi subjek vital dalam penelitian ini. Di perusahaan Tahu
Bah Kacung telah mampu mewabahi etnis Tionghoa yang tinggal di dekatnya
turut membuka pusat oleh-oleh kota Kediri dan dengan menginduksikan
berbagai macam data darinya penelitian ini bisa bergulir. Selain perusahaan
Tahu Bah Kacung, penulis juga akan menjadikan keluarga yang menjadi
bagian dari perusahaan Tahu Kao Loung dan LYM. Untuk melengkapi data
penulis ingin menambahkan informan tokoh masyarakat di sekitar lingkungan
misalnya pemerhati kelurahan baik Jagalan, Setono Pande dan Pakelan.
Karena, mereka dianggap sangat tahu tentang warganya dan banyak sekali
berhubungan atau berurusan dengan kemasyarakatan.
Yang terakhir, peneliti juga akan memilih informan para Toke yang
memperkerjakan orang dari kelurahan Setono Pande sebagai kuli panggul
(manol, dalam bahasa Kediren) atau buruh yang berkerja untuk mereka.
Informasi juga hendak diambil dari etnis Tionghoa yang dianggap telah hidup
berpuluh-puluh tahun yang dapat mengalami beberapa zaman misalnya
sebelum mereka merdeka, setelah merdeka dan Orde Lama, Orde Baru serta
masa Reformasi.
D. Alasan Memilih Lokasi Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tempat yang memiliki keunikan selalu merupakan hal yang menarik untuk
diteliti. Dari gejala itulah peneliti sangat bersemangat melakukan penelitian ini.
Pertama ialah kompleks Pecinan, selain relevan dengan objek yang hendak
diteliti serta minat peneliti atas etnisitas khususnya Tionghoa, kompleks
Pecinan Jalan Pattimura Kediri merupakan pusat atau induk sembako untuk
kebutuhan kota. Di mana di sisi barat jalan tersebut akan ditemukan banyak
toko-toko besar atau grosir yang menjual sembako. Berlanjut menengok ke
timur dan ke barat arah jalan Yos Sudarso serta jalan Trunojoyo seperti yang
sudah disinggung di atas akan kita temui beberapa pusat oleh-oleh kota Kediri,
yaitu Tahu. Secara sadar atau tidak, pemandangan khas sangat nampak di sini.
Jalananan yang selalu sibuk dengan aktivitas ekonomi seolah menanamkan
tunas keiingintahuan peneliti tentang asal muasal atau bagaimana kolaborasi
antara kompleks Pecinan dan lingkungan sekitar mampu menghasilkan gejala
seperti semacam ini.
Di lain sisi, alasan akses terhadap lokasi penelitian kali ini merupakan
alasan kedua bagi peneliti untuk memperdalam studi tentang etnisitas. Dahulu
kompleks sebelah selatan jalan Pattimura merupakan tempat di mana peneliti
lahir dan hidup di sana selama 11 tahun. Seluk beluk serta gambaran struktur
sosial di sana sedikit banyak dapatdiketahui oleh peneliti termasuk gejala yang
ada di kompleks Pecinan yang telah melembaga dengan Pandean itu sendiri.
Apalagi hubungan peneliti dengan penduduk Pandean sudah sangat dekat dan
pada umumnya mereka ialah orang-orang yang ramah.Sehingga, hal tersebut
merupakan titik kemudahan tersendiri bagi peneliti untuk menentukan unit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
analisis.
Yang terakhir, lokasi kediaman peneliti sekarang tidak berjarak jauh dari
kompleks Pecinan dan Pandean, sekitar 3 kilometer saja.Hanya dengan
berjalan kaki melintasi masjid Agung kota Kediri kemudian berlanjut di
Kelurahan Kauman, menyeberang jalan, sampailah peneliti di kompleks
Pecinan dan Pandean.
E. Teknik Pemilihan Informan
Dengan masyarakat kompleks Pecinan Jalan Pattimura dan masyarakat
Pandean sebagai populasinya secara keseluruhan makadalam menentukan
teknik pemilihan informan (sampel) peneliti menggunakan pendekatan
purposive sampling. Teknik semacam ini menyandarkan analisinya bedasarkan
kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut
sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Di mana peneliti akan
memilih subjek penelitian dan lokasi penelitian dengan tujuan untuk
mempelajari atau untuk memahami permasalahan pokok yang akan diteliti.
Subjek penelitian dan lokasi penelitian yang dipilih dengan teknik ini biasanya
disesuaikan dengan tujuan penelitian.
Tak berhenti sampai di situ, selanjutnya peneliti juga menggunakan
teknik confirming dan disconfirming sampling. Dimana seringkali dalam
penelitian kualitatif memerlukan prosedur cross-check hasil temuan atapun
data yang diperoleh dari sumber atau subjek penelitian. Untuk itu diperlukan
subjek ataupun informan yang berfungsi sebagai individu yang memperkuat
atau justru memperlemah temuan atau data yang diperoleh sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan menggunakan teknik semacam ini akan mudah untuk melakukan
kepentingan cross-check data yang telah diperoleh sbelumnya. Dalam
penelitian kualitatif seperti yang hendak peneliti lakukan biasanya tindakan
cross-check dilakukan dengan bantuan informan dari subjek penelitian yang
dipilih. Informan yang dipilih haruslah memiliki syarat bahwa ia merupakab
orang yang mengenal subjek dengan baik dan mengetahui karakteristik yang
diteliti dari subjek penelitian (Herdiansyah, 2010: 111).
Untuk melengkapi teknik pemilihan informan, peneliti juga akan
menggunakan teknik snow ball dalam penelitian ini. Alasan rasional peneliti
menggunakan teknik tersebut ialah terkadang fenomena yang hendak diteliti
dapat berkembang lebih dalam dan lebih luas dari yang ditentukan
sebelumnya.Pada situasi tertentu, jumlah subjek penelitian yang terlihat
menjadi bertambah karena subjek penelitian yang telah ditentukan sebelumnya
kurang memberikan informasi yang mendalam atau pada situasi-situasi tertentu
tidak memungkinkan peneliti untuk mendapatkan akses kepada sumber, lokasi
atau subjek yang tengah diteliti.Dalam situasi-situasi yang demikian diperlukan
penelusuran lebih lanjut menuju sasaran yang hendak diteliti.Penelusuran ini
biasanya bersifat sambung-menyambung hingga sampai kepada sasaran. Hal
inilah yang disinggung dalam teknik snow ball sampling. Teknik ini juga
merupakan strategi yang dilakukan setelah pengambilan sampel selesai
dilakukan.
Berikut ialah skema teknik pemilihan informanketika serta pasca
peneliti mendapatkan data (Herdiansyah, 2010: 109)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar IV F. Teknik Pengumpulan Data
Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui
suatu metode pengumpulan data yang hendak diolah lalu dianalisis dengan
suatu metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan suatu hal yang
dapat menggambarkan atau mengindikasikan sesuatu. Berikut teknik
pengumpulan data yang hendak digunakan dalam penelitian ini.
1. Data Primer
a. Wawancara Mendalam
Menurut Moleong (2005), wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
Waktu pengambilan sampel
Setelah pengambilan data Pada saat pengambilan data
Tujuan sampling Tujuan sampling Untuk memenuhi kebutuhan data tertentu yang terdapat pada karakteristik subjek
yang diteliti
Untuk memperlemah atau menguatkan data
sebelumnya
Purposive sampling Confirming atau Disconfirming sampling
Untuk menggambarkan suatu kasus secara mendalam dengan subjek yang
representatif
Snow ball sampling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tesebut.Definisi wawancara berikutnya dikemukakan oleh Steward and
Cash (2008) yang mendefinisikannya sebagai berikut.
An interview is interactional because there is an exchanging or sharing of roles, responsibilities, feeling, beliefs, motives and information. If one person does all of the talking and the other all of the listening, a speech to an audience of one, not an interview, is taking place.
Bedasarkan definisi menurut Steward and Cash wawancara diartikan
sebagai sebuah interaksi yang di dalamnya terdapat pertukaran atau
berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif dan
informasi. Wawancara bukanlah suatu kegiatan dengan kondisi satu
orang melakukan atau memulai pembicaraan sementara yang lain hanya
mendengaran. Dan hal ini tergantung di mana wawancara bertempat.
Sejalan dengan definisi wawancara secara garis besar di atas,
kegiatan wawancara mendalam (in depth-interview) dengan informan
yang ada di lapangan pun sangat diperlukan dan berperan sebgai
pengumpul data yang utama, terutama berkaitan dengan berbagai
pemahaman subjek terhadap gejala yang ada di sekitarnya. Karena pada
ranah subjeklah (yang menjadi informan) kita dapat berpartisipasi dengan
masyarakat secara langsung.
b. Observasi.
Metode observasi ialah metode pengumpulan data yang paling
lama digunakan dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.
Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
megikuti. Memperhatikan dan mengikuti dalam artian mengamati denga
teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju (Banister, 1994).
Cartwright dan Cartwright mendefinisikan sebagai suatu proses melihat,
mengamati dan mencermati serta merekam perilaku secara sitematik
utnuk sutau tujuan tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data
yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpula atau diagnosis.
Inti dari observasi ialah adanya perilaku yang nampak dan
adanya tujuan yang ingin dicapai.Perilaku yang nampak dapat berupa
perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat
dihitung serta dapat diukur.Karena mensyaratkan perilaku yang nampak,
potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih dalam bentuk
kognisi, afeksi atau intensi atau kecenderungan perilaku tidak dapat
diobeservasi.
Langkah berikutnya adalah membuat panduan observasi,
Herdiansyah (2009) memberikan panduan observasi untuk
mempermudah peneliti memberikan patokan atau batasan dari observasi
yang dilakukan agar observasi yang dilakukan tatap pada tujuannya.
Panduan observasi secara sederhana dapat dilihat pada keterangan
berikut:
Contoh pertanyaan Panduan Observasi
a. Siapa yang mengobservasi?
b. Siapa atau apa yang diobservasi?
c. Di mana lokasinya (bisa lebih dari 1 lokasi)?
d. Kapan observasi dilakukan (time setting)?
e. Motode observasi yang digunakan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar V
Yang terakhir, metode observasi yang hendak dilakukan oleh
peneliti ialah model Anecdotal Record. Di mana metode observasi yang
satu ini digunakan peneliti untuk melakukan observasi dengan hanya
membawa kertas kosong untuk mencatat perilaku yang khas, unik dan
penting yang dilakukan subjek penelitian.Bisanya perilaku yang dicatat
dalam model Anecdotal Record merupakan perilaku yang memiliki
keunikan tersendriri serta hanya muncul sekali saja.Dalam model
anecdotal record, peneliti yang mengobservasi mencatat dengan teliti dan
merekam perilaku-perilaku yang dianggap penting dan bermakna
sesegera mungkin setelah perilaku tersebut muncul.
Catatan tersebut harus sedetail dan selengkap mungkin sesuai
dengan kejadian yang sebenarnya tanpa mengubah kronologisnya.Dan
kesemuanya itu harus dijelaskan ke bentuk yang koheren.Dalam model
anecdotal record peneliti juga dapat menafsirkan makna dari perilau yang
muncul, menurut pendapat dan sudut pandang peneliti sepanjang
penafsiran dan makna menurut peneliti berfungsi sebagai pendukung dari
makna yang sebenarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Alasan peneliti memilih metode observasi anecdotal recorddi atas
ialah sebagai berikut:
a. Ketika peneliti memilih metode anecdotal record, pemahaman
yang lebih tepat dan akurat dari tingkah laku unik dan spesifik
lebih mudah didapatkan. Latar belakang munculnya perilaku
unik, khas dan spesifik dapat dengan mudah diperoleh dan
dijelaskan.
b. Dengan diperolehnya latar belakang munculnya perilaku unik
dank has tersebut akan memudahkan peneliti dalam menarik
tema-tema dan kesimpulan umum dari perilaku yang muncul.
2. Data Sekunder
a. Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah salah satu metode pengumpulan data
kualitatif dengan melihat atau menganalis dokumen-dokumen yang
ditemukan serta memiliki relevansi dengan kajian yang hendak
diteliti.Adapun dokumen-dokumen yang hendak digunakan sebgai data
sekunder oleh peneliti ialah.
b. Berbagai Literatur Terkait
Literatur terkait ialah berbagai kumpulan buku-buku yang relevan
dengan subjek kajian yang hendak diteliti oleh peneliti. Di samping buku-
buku tersebut sebelumnya, peneliti juga akan menggunakan penelitian
terdahulu untuk memberikan kelengkapan atas penelitiannya. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
demikian kemungkinan tercipatanya tumpang tindih (over lay) tak ada.
c. Dokumen Resmi
Dokumen resmi dapat dibagi menjadi dua katergoti, yaitu dokumen
internal dan dokumen eksternal.Dokumen internal dapat berupa catatan,
seperti memo, pengumuman, instruksi aturan yang melembaga.Dokumen
eksternal dapat berupa bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu
lembaga seperti majalah, koran, buletin, jurnal dan lain sebagainya.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data pada umumnya adalah sebuah proses mengatur urutan
data, mengorganisasikannya ke dalam suatau pola, kategori dan satuan uraian
yang bertujuan memberi penjelasan. Dalam bahasa lain, dijelaskan sebagai
prose yang memberikan rincian usaha secara formal untuk menentukan tema
sesuai dengan apa yang digambarkan oleh data yang diperoleh. Dengan tahap
ini data diolah sedemikian rupa dengan tujuan untuk menggambarkan suatu
gejala yang jelas dan tepat (Moleong, 1999:103).
Berdasarkan model analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan
Huberman, model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis interaktif (interactive model of analysis). Empat komponen analisis
(Pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan verifikasi data), aktivitasnya dapat
dilakukan dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun dengan proses
pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus. Berikut rincian modelnya:
1. Pengumpulan Data(Data Collection)
Peneliti pengumpulkan serta mencatat semua data secara objektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan apa adanya sesuai denganhasil observasi dan wawancara di lapangan
yang dituliskan di dalam log book peneliti serta rekaman saat wawancara
tersebut dilakukan.
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data adalah memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan
fokus penelitian.Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis
yangmenggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu
danmengorganisasikan data-data yang telah direduksi memberikan
gambaranyang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah
peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan.Reduksi data
merupakan komponen pertama dalam analisis data yang
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang
tidak penting.
3. Penyajian Data(Data Display)
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi,
deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan
penelitian dapat dilakukan. Secara singkat dapat berarti cerita
sistematis dan logis supaya makna peristiwanya menjadi lebih mudah
dipahami.
4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi(Conclusion Drawing and
Verifying)
Dalam awal pengumpulan data peneliti sudah harus mulai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengerti apa arti dari hal-hal yang ia temui dengan melakukan
pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan,
konfigurasi yang mungkin arahan sebab akibat, dan berbagai proporsi
sehingga memudahkan dalampenarikan kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam proses analisisnya, ketiga komponen
tersebut akan beraktivitas secara interaktif dengan proses pengumpulan
data dalam sebuah siklus. Data yang digali dan dikumpulkan di lapangan
dianalisis berdasarkan dimensi context, input, process, dan product
untuk selanjutnya dianalisis keterkaitannya antara satu dimensi dengan
dimensi lainnya. Analisis terhadap dampak program dipaparkan
dengan memperhatikan keterkaitan secara menyeluruh terhadap
dimensi konteks, input, serta dimensi proses dari program(Slamet, 2006
: 140-142 ).
Model interactive model of analysis Miles & Huberman:
Gambar VI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
H. Validitas atau Keabsahan Data
Dalam penelitian ini peneliti hendak melakukan validitas atau
keabsahan data dengan menggunakan teknik trianggulasi yaitu teknik
pemeriksaan data denganmemanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk
keperluan pengecekan kembaliatau sebagai pembanding data-data
tersebut.Trianggulasi yang digunakan adalah pemeriksaan melalui data lain
yaitudengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan
sesuaiinformasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metodekualitatif (Patton dalam Moleong, 2000: 178). Teknik pemeriksaan
keabsahan data dilakukan dengan jalan:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan yang dikatakan di depan umum dengan yang
dikatakansecara pribadi.
3. Membandingkan yang dikatakan orang tentang situasi penelitian
dengan apayang dilakukan sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan pandangan seperti masyarakat biasa,
orangyang berpendidikan menengah atau tinggi dan orang pemerintah.
5. Membandingkan hasil wawancara hasil dengan suatu dokumen yang
berkaitan(Moleong, 2000: 178).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Etnis TionghoaKota Kediri Dalam Kajian Budaya
Berbicara mengenai etnis Tionghoa Kediri tentu tidak bisa terlepas dari
sejarah bangsa Indonesia itu sendiri. Fenomena tersebut dianggap sebagai suatu
realitas sejarah yang panjang bagi beberapa derah di Indonesia pada umumnya
atau kota Kediri pada khususnya. Hubungan antar etnis di Indonesia terutama
dengan etnis Tionghoa mampu dikatakan sebagai hubungan yang tak dapat
dihindari, karena antara kedua etnis tersebut saling membutuhkan terutama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam bisnis dan iiplomasi berlatarkan budaya Asia, berupa hubungan sosial
yang dibangun oleh etnis Tionghoa di Indonesia adalah bersifat khas.
Etnis Tionghoa telah hidup dan berkembang di Indonesia selama
ratusan bahkan ribuan tahun. Keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia sendiri
erat kaitannya dengan sejarah politik, sosial-ekonomi di negeri Tiongkok. Etnis
Tionghoa yang datang ke Nusantara memiliki latar belakang subetnis dari suku
yang berbeda. Keberagaman suku dan etnis mereka dari negara Tiongkok
membuat mereka terkonstruksi dengan tatanan, kebiasaan dan bahasa asal
sehingga menciptakan suatu sistem kebudayaan nenek moyang mereka di
perantauan. Kebiasaan dan tradisi etnis Tionghoa yang ada di Indonesia saling
berbeda seperti suku Hok Kian, Kong Hu dan Khek. Selain berbeda suku,
mereka juga terdiri atas marga seperti marga Li, Liem dan Chen (Usman,
2009:164).
Bangsa Tiongkok berikut perangkat kebudayaannya merupakan bangsa
yang besar dan menyimpan peradaban yang sangat tinggi, sehingga mereka
sanggup mempertahankan kekhasan budaya mereka walaupun hidup di
perantauan, termasuk di Indonesia itu sendiri. Namun demikian terjadi
perubahan-perubahan yang mengikuti dinamika lingkungan kebudayaan
Tionghoa itu hidup dan berkembang. Peradaban etnis Tionghoa di Tiongkok
telah ada terhitung sejak 2943 Sebelum Masehi. Kebudayaan Tiongkok lahir
dari suatu proses yang cukup panjang dan mengalami tantangan internal yang
hebat terutama karena Sungai Kuning sering banjir sehingga membuat bangsa
Tiongkok mencoba menghalangi banjir yang muncul setiap tahun dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menjadikannya sangat kreatif dalam membuat tanggul di tepi sungai. Akan
tetapi setiap tahun tanggul yang mereka bangun juga roboh. Adanya tantangan
tersebut akhirnya bangsa Tiongkok membentuk suatu karakter budaya yang
defensif terhadap tantangan dari dunia luar.sejarah lahir dan berkembangnya
kebudayaan Tiongkok bercermin agraris dan diilhami oleh sungai Kuning
(Usman, 2009: 164).
1. Sejarah Kebudayaan Tionghoa
Sejarah dan peradaban Tiongkok dilahirkan dari suatu proses yang
panjang mengikuti perkembangan zaman. Pada awalnya sejarah peradaban
dan kebudayaan Tionghoa dilatarbelakangi oleh Sungai Kuning dan mata
pencaharian utama masyarakatnya adalah agraris. Peradaban Tiongkok telah
berkembang ribuan tahun Sebelum Masehi tersebut sulit ditelusuri secara
pasti karena banyaknya simbol, mitos dan legenda.
Dalam Chouw disebutkan bahwa sejarah Tiongkok Kuno yang
sudah ada sejak 2943 SM, adalah bukti arkeologi yang menunjukkan bahwa
peradabaan Tiongkok baru dimulai sekitar tahun 1400 SM (Chouw,
2008:83).
Peradaban Tionghoa merupakan salah satu peradaban tertua di
dunia. Peradaban Tionghoa yang terkenal dengan teknologi dan ilmu
pengetahuan mempunyai riwayat yang sangat panjang dan penuh legenda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
serta misteri sehingga sangat sulit untuk ditelusuri. Di samping itu
kebudayaan dan peradaban Tiongkok selain dipengaruhi oleh legenda juga
mereka sangat percaya akan simbol-simbol astrologi Cina, Pakua dan
Fengsui. Simbol-simbol kebudayaan tersebut masih dipraktikan oleh etnis
Tionghoa rantauan. Adanya simbol-simbol tersebut mencerminkan bahwa
peradaban Tionghoa selain sudah berumur ribuan tahun sekaligus masih
mempetahankan dan mempercayainya. Dalam Chouw disebutkan ada
hubungan dengan peradaban Timur Tengah (Mesopotamia) dengan
peradaban Tiongkok. Secara historis sejarah suku Cina mempunyai
hubungan dengan peradaban Timur Tengah seperti Mesir dan Mesopotamia.
Dalam Jimat Pakua, Chouw menjelaskannya sebagai berikut:
Peradaban urban mulai menyebar ke lembah Indus di India pada 2350 SM
sampai 1750 SM, kemudian ke Tiongkok di awal pemenrintahan Dinasti
Shang pada tahun 1400-1122 SM. Ada teori yang menyebutkan bahwa
orang Tionghoa bermigrasi melalui Khotan (Turkestan Timur di Asia
Tengah) dan Akkadaia di Mesopotamia. Rute ini adalah jalan darat rute
perdagangan sutra antara Tiongkok dan Barat (Chouw, 2003: 83-84).
Keterkaitan antara peradaban Tiongkok dengan peradaban
Mesopotamia dan Timur Tengah lainnya karena adanya hubungan darat dan
laut pada awal peradaban manusia dimulai. Kemungkinan zaman perunggu
tersebut menunjukkan keterkaitan pada peninggalan kuno. Pada zaman
perunggu manusia-manusia bermigrasi melalui jalan darat.Demikian halnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketangguhan nenek moyang mereka bermigrasi melalui Asia Tengah.
Hubungan sejarah antara Timur Tengah dengan bangsa Tiongkok ditelusuri
dengan adanya hubungan perdagangan pada awal perkembangan peradaban
manusia. Sehubungan dengan keterkaitan antara peradaban Tiongkok
dengan peradaban Timur Tengah.
Disebutkan Wang dan Nelsen sebagai berikut, gulungan Kitab Kuno
di Laut Mati yang ditemukan pada tahun 1947, termasuk kitab Yesaya,
membuktikan sekali lagi bahwa yang sekarang ini adalah Alkitab yang
akurat dan dapat dipercaya. Ayat ini di dalam kitab Yesaya diperkirakan
menyebutkan Tiongkok: Lihat, ada yang datang dari jauh, ada dari utara dan
dari barat juga dari tanah Sinim (Yesaya 49: 12 dalam Wang dan Nelsen,
2003: 4).
Dalam kutipan Wang dan Nelsen timbulah pertanyaan arti kata
"Sinim". Di manakah kata Sinim yang disebutkan Yesaya sebelum
pelayaran berakhir pada tahun 680 SM? Menurut Konkordasi Srtong, Sinim
adalah suatu daerah Oriental, Konkordasi Young menyatakan bahwa Sinim
adalah orang-orang di Timur Jauh, orang Tiongkok (Wang dan Nelsen,
2003: 4). Dengan demikian Sinim disebutkan Wang dan Nelsen adalah
suatu negara yang telah berdiri dan berkembang pada zaman Yesaya.
Bangsa Tiongkok sejak awal Masehi telah berambisi mengadakan
perjalanan dan perdagangan terutama Sutra. Dengan kata lain, telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengadakan kontak budaya dengan bangsa lain terutama bangsa yang maju
seperti Timur Tengah.
Demikian halnya bagi umat Islam, Tiongkok merupakan negeri yang
tidak asing lagi, terutama daerah Xinjiang. Dalam Setiawan dan Wardani
disebutkan sebagai berikut: negeri Tiongkok bagi umat Islam bukanlah
nama yang asing lagi. Eksistensi negeri Tirai Bambu ini tercatat dalam
sebuah Hadist Nabi Muhammad SAW yang amat terkenal, "Tuntutlah ilmu
sampai ke negeri Cina (Tiongkok)". Jelas, Muhammad SAW tak keliru.
Pada zaman awal peradaban Islam, Tiongkok adalah super power, pemilik
semua teknologi dan ilmu pengetahuan, peradaban tinggi, serta wilayah
yang maha luas (Setiawan dan Wardani, 2003: 89).
Negeri Tiongkok dan peradaban masyarakatnya sangat maju dan
terkenal sehingga pada awal kelahiran Islam, Rasul Muhammad
menganjurkan untuk menuntut ilmu sampai negeri Cina (Tiongkok). Pada
awal Masehi di negeri Tiongkok telah terkenal akan ilmu pengetahuan
terutama percetakan dan ilmu kedokterannya. Pada abad ke 7 Masehi di
Tiongkok telah ditemukan mesin cetak yang dibuat dari kulit. Jika dianalisis
lebih jauh, Hadist tersebut menunjukkan bahwa negeri Tiongkok sangat
maju sehingga ilmu penegtahuan yang mereka punyai tidak dikembangkan
ke negara lain. Oleh karena itu, strategi dan konsep pengembangan ilmu
hanya diperuntukkan bagi orang Tiongkok sendiri. Selain ilmu pengetahuan
yang tinggi, bangsa Tiongkok juga sangat lihai bernegosiasi dan berbisnis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sehingga rasul Muhammad menganjurkan untuk mencari ilmu sampai ke
negeri Cina (Tiongkok) walaupun sulit menembus jaringan rahasia mereka.
Sejak sebelum Masehi hubungan antara Timur Tengaj dan negeri Tiongkok
sudah mulai ada dan sudah terkenal.
Hubungan negara Tiongkok dengan negara-negara yang telah maju
terutama dengan Timur Tengah adalah pada awal abad ke 2 SM, yakni pada
masa dinasti Han, para pedagang Tiongkok sudah menjali hubungan dagang
dengan separuh bagian dunia. Sejak itu hingga awal abad ke 19, tidak dapat
disangkal bahwa Tiongkok telah menjadi negara dagang yang besar.
Ekspansi Tiongkok yang pertama dan paling dinamis dimulai pada zaman
Dinasti Tang (618-907 M). Ketika itu para saudagar telah membuka
hubungan daganag antarnegara di sepanjang rute yang dikenal sebagai Jalan
Sutra. Jalan Sutra berawal di Xi-An, ibukota Tiongkok selama Dinasti Tang
berkuasa (sekarang masih menjadi ibukota provinsi Shan Xi). Rute itu
kemudian berbelok ke barat, meninggalkan Tiongkok di dekat Ka-Shi
(sekarang provinsi Xinjiang), terus melalui Rusi, India Utara, Afganistan,
Persia dan berakhir di kota pelabuhan Tyre yang terletak di Lebanon
sekarang (Wang, et.al., 2000: 10).
Pada abad ke 2 Masehi bangsa Cina telah menjalin hubungan dengan
dunia luar dengan luasnya. Sebagaimana yang telah mereka gambarkan
bahwa sudah 2000 tahu yang lalu berambisi mengadakan hubungan-
hubungan dengan bangsa luar melalui jalur berdagang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sejalan dengan itu Wibowo menyebutkan: udah sejak awal Masehi,
Tiongkok mengalami "globalisasi pertama" yaitu hubungan perdagangan
sutra dengan kekaisaran Roma. Hubungan ini sungguh menakjubkan jika
diingat sarana transportasi pada zaman itu (Wibowo, 2004:11).
Budaya Tiongkok sebagai salah satu budaya tertua di dunia sangat
rumit teruatama karena tulisn Ganzhi bangsa ini. Akan tetapi karena
sulitnya dan uniknya peradaban tersebut membuat budaya dan peradaban
Tiongkok sangat tangguh dalam mempertahankan arus perubahan dari dunia
luar. Kekhasan dan keutuhan budaya bangsa Tiongkok membuat etnisnya
sangat menyanjungi serta taat kepada ketentuan budaya mereka. Di samping
dalam budaya Tiongkok terdapat banyak mitos dan legenda. Demikian
halnya kehidupan dan kepercayaan bangsa Tiongkok tidak terlepas dari
alam di sekitarnya. Alam bagi bangsa Tiongkok memiliki mitos dan percaya
kepada roh leluhur.
Sebagai mitos yang terkenal disebutkan Willy Berlian sebagai
berikut bangsa Tionghoa dilahirkan dan dibesarkan oleh Sungai Kuning
yang bemuara di daerah pegunungan Ba Ya Ka La sebelah Tiongkok.
Sungai ini sangat terkenal dengan keragaman fenomena perubahan
sepanjang alirannya menuju bagian timur negeri itu. Terutama pada lintasan
di daerah Central Uplandsryang kaya lumpur, menyebabkan air sungai
menjadi lumpur kuning dan sering meluap mendatangkan bencana besar
bagi kehidupan sekelilingnya. Sungai Kuning inilah, menurut catatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sejarah Tiongkok, menaungi lahirnya budaya bangsa Tionghoa. Entah apa
kaitannya Sungai Kuning dengan bangsa yang berwarna kulit kuning dan
apa pula hubungan kedahsyatan lumpur kuning dengan nenek moyang
mereka yang bernama Kaisar Kuning (Tan, 2004: 181).
Sungai Kuning bagi bangsa Tiongkok merupakan inspirasi lahirnya
kebudayaan dan peradaban Tiongkok. Sungai Kuning dikenal ganas dan
gersang sehingga membuat masyarakat yang tinggal di sekelilingnya sangat
hati-hati jika memanfaatkan sungai tersebut.
Meskipun demikian Sungai Kuning membawa rejeki karena setiap
kali banjir membawa lumpur kuning yang sangat subur untuk ditanami
sayuran dan tanaman pangan lainnya. Dengan kata lain keganasan dan
keberkahan Sungai Kuning membentuk karakter masyarakat yang tinggal di
sekitarnya memiliki etos kerja yang sangat kuat dalam mempertahankan
prinsip kebudayaan mereka. Setiap tahun Sungai Kuning tersebut
mengalami banjir, sehingga orang Tiongkok mempersiapkan bendungan
guna menahan banjir itu. Akan tetapi benteng tersebut setiap bajir tiba akan
mengalami kehancuran atau roboh. Rancang-bangun bendungan itu setiap
tahun berganti sehingga dari generasi ke generasi mereka harus berpikir
bagaimana menanggulangi keadaan tersebut. Fenomena Sungai Kuning
dapat mengilhami ketangkasan dan kecerdasan bangsa Tiongkok dalam
menahan tantangan yang datang dari dalam negara sendiri maupun dari
negara luar (Usman, 2009: 168).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jika dianalisis secara budaya, bangsa Tiongkok yang sangat kreatif
mempertahankan kebudayaannya tersebut mencerminkan bahwa mereka
sibuk mempertahankan negara berikut peradabannya serta membentengi
agar musuh dan koloni tidak masuk ke dalam negara Tiongkok. Secara
historis bangsa Tiongkok tidak pernah membentuk kolonisasi terhadap
negara lain. Dengan kata lain, simbol mempertahankan kebudyaan tersebut
diawali dengan perilaku mempertahankan atau membuat bendungan Sungai
Kuning. Lagipula perbedaan-perbedaan di dalam kebudayaan Tiongkok
pada awal lahirnya peradaban sangat kentara sehingga bangsa Tiongkok
sibuk membentuk kebudayaan dan memperbaiki aspek sosial, ekonomi dan
kebudayaan ke negara luar. Inspirasi dari Sungai Kuning secara simbolis
mencerminkan kebudayaan mereka serba kuning.
Dalam Tan disebutkan sebagai berikut: kuning, boleh jadi telah
menjadi warna simbolis bangsa yang mendiami negeri yang mempunyai
tanah air Huang Tu Di (tanah kuning) seluas hampir 10.000.000 km2. Nenek
moyang bangsa Tiongkok dikenal dengan nama Huang Di (Kaisar Kuning)
yang menurut para sejarawan, berasal dari istilah "Huang Di" (Tanah
Kuning). Demikianlah asal usul bangsa dan tanah air yang mewarisi sebuah
budaya kuno selama ribuan tahun. Tanah Kuning sebagai simbol bangsa
yang telah dihayati selama berabad-abad melalui perilaku kehidupan
agraris. Keharuan terhadap tanah kuning inipun dibuktikan melalui perilaku
religiusnya.Bisa jadi bangsa Tiongkok adalah satu-satunya bangsa yang
menyembah Tu Di Gong (Dewa Bumi). Begitu mendalamnya pengahayatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terhadap bumi di dalam budaya dan jiwa bangsa Tionghoa, sehingga tak
berlebihan rasanya bila bumi dikatakan sebagai satu-satunya faktor penentu
nasib bangsa besar di muka bumi ini.Bagi orang awam yang tidak
mendalami Sinologi, penjiwaan budaya "Tanah Kuning" oleh bangsa
Tiongkok masih jelas tampak beda pada istilah-istilah bahasa Mandarin,
yang memadukan "kuning" untuk mempertegas arti kata seperti tanah
kuning, kulit kuning, beras kuning, kacang kuning, sungai kuning, jubbah
kuning (jubbah kerajaan), jalan kuning, istana kuning, perempuan bermuka
kuning, bahkan alam baka pun disebut sebagai alam kuning (Willy Berlian
dalam Tan, 2004: 82).
Secara simbolis bangsa Tiongkok diilhami oleh Sungai Kuning yang
dapat membawa rahmat sekalian masyarakat Tiongkok itu sendiri. Sungai
Kuning mencerminkan kehidupan mereka yang agraris dan berjiwa kreatif
serta nenek moyang mereka dari keturunan Raja Kuning yang berasal dari
Tanah Kuning. Warna kuning bisa dikatakan sebagai simbol dari Sungai
Kuning yang dapat membawa berkah bagi masyarakat. Demikian halnya
bangsa Tiongkok sebagai bangsa penyembah dewa Bumi atau yang disebut
dengan Tu Di Gong. Dengan kata lain, bumi atau alam merupakan inspirasi
dan penentu nasib bagi mereka di dunia ini. Sungai Kuning bagai bangsa
Tiongkok juga merupakan simbol kemakmuran dan kesejahteraan sekaligus
sebagai tantangan yang harus dihadapi dengan ilmu pengetahuan dan
kecerdaan serta etos kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sekitar 5000 tahun yang lalu, nenek moyang bangsa Tionghoa
menetap di lembah Sungai Kuning. Mereka menanam padi-padian dan biji-
bijian dari generasi ke generasi di tanah endapan yang terbawa oleh sungai.
Inilah yang menandai dimulainya sejarah panjang bangsa Tionghoa. Sungai
Kuning sebagai fondasi peradaban Tionghoa, tapi arusnya yang deras kepa
kali menghancurkan tepiannya hingga menimbulkan banjir hebat.
Mengendalikan air merupakan tugas yang sangat sulitSejak jaman dahulu,
orang Tionghoa terus-menerus mencoba mengalahkan sungai yang
bergejolak ini dengan keberanian, keteguhan serta akal mereka (Xiaoxiang,
2003:29).
Sungai Kuning bagi bangsa Tiongkok ditempatkan sebagai landasan
kehidupan mereka. Pada awal kehidupannya Sungai Kuning dimanfaatkan
sebagai media untuk melahirkan inspirasi bagi kehidupan mereka. Sejarah
peradaban ini merupakan suatu liku-liku yang panjang serta memiliki proses
perkembangan yang sangat unik, sehingga mampu membuat kisah di setiap
lembarnya muncul suatu karakter budaya Asia yang bercirikan.
Ketangguhan dan kegemilangan budaya Tiongkok memang sudah
diperlhatkan sebelum masehi. Demikian halnya pada awal abad ke 7
Masehi, mereka mampu melahirkan teknologi dan ilmu pengetahuan.Pada
saat bangsa Barat dan Eropa lainnya masih gelap, bangsa Tiongkok dengan
Timur Tengah serta India telah mengundang perhatian dunia. Demikian
pula kini peradaban Cina masih sangat tangguh di tengah-tengah budaya
Barat yang kian mendominasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sejalan dengan hal di atas, terdapat pula sebuah cerita kuno negeri
Tiongkok yang bermuara menjadi legenda masyarakat sekitar mengenai
Sungai Kuning. Tatkala itu, sungai dihiasi pelangi berwarna-warni,
keindahan mempesona ini terlihat oleh nenek moyang bangsa Tiongkok
dalam bentuk ular berkepala dua yang sedang asyik menghirup air sungai,
disambut dengan sambaran kilat langit yang dahsyat. Makhluk rakasasa
itupun mulai menari memamerkan kebesaran dan kemuliaannya.
Penglihatan unik ini akhirnya mampu menghidupkan memori yang tak
terhapuskan. Selanjutnya, mereka membuat ini menjadi benar-benar hidup.
Sehingga, lahirlah naga di dalam kehidupan dengan tampilan megah yang
memunculkan segala mimpi besar bangsa Cina. Naga merupakan simbol
kebanggan, keperkasaan, inspirasi, kesucian serta kemuliaan. Kita semua
tahu, simbol naga dikonstruksikan dengan nama sasmita yang keluar dari
Sungai Kuning, sungai yang bagi masyarakat Tiongkok dianggap sebagai
fajar peradaban tinggi atas realitas sejarah yang membentuk gugusan
mozaik kebudayaan mereka.
Selama berabad-abad suku bangsa Cina berbaur dan berinteraksi
denga suku yang lain di Tiongkok sehingga membentuk suatu kebudayaan
yang terintegrasi. Mereka memang merupakan rangkaian sejarah yang
berasal cerita dari Sungai Kuning. Negeri Tiongkok memang memiliki
banyak suku dan etnis, mereka saling berinteraksi, bersatu serta beradaptasi
sehingga mampu menciptakan suatu kebudyaan yang universal. Bangsa
mereka disebut Han. Dewasa ini di Tiongkok terdapat 56 etnis yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berbeda. Selain bangsa Han di Tiongkok terdapat juga bangsa Tibet, Bai,
Mongol, Kazakh, Uighur. Kazakh dan Uighur pada umumnya menganut
kepercayaan Islam.
Kesemua bangsa tersebut membentuk suatu bangsa yang besar dan
peradaban yang sangat tinggi. Suku bangsa yang hidup dan berkembang di
Tiongkok dapat membentuk suatu komunitas ras yang besar dan termasyur
ke seluruh pelosok dunia.
Keberagaman dan kekhasan suku yang bercokol di Tiongkok juga
berkembang pada etnis Tionghoa perantauan, terutama di Asia Tenggara.
Hal ini diteruskan dari generasi ke generasi di perantauan mereka, tempat
mereka hidup dan berkembang terutama bahasa daerah merka masing-
masing seperti bahasa Hok Kian dan Khek.Walau berbeda-beda daerah asal,
mereka tetap bersatu dalam ideologi, politik dan budaya, yaitu Cina
(Usman, 2009: 173).
2. Migrasi Massal Etnis Tionghoa di Kota Kediri
Etnis Tionghoa yang hidup dan berintegrasi di Kota Kediri pada
umumnya adalah suku Khek atau Hakka yang berasal dari provinsi
Kwangtung (Canton). Etnis Tionghoa yang berdomisili di Kota Kediri
khususnya ialah orang-orang migrasi dari negeri Tiongkok yang telah hidup
selama 4 hingga 5 generasi. Dengan kata lain, etnis Tionghoa yang tinggal
di Kota Kediri merupakan Tionghoa asli yang hidup dan berkembang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dimana asal-usul akarnya belum begitu banyak yang telah bercampur
dengan etnis lain seperti suku Hok Kian, Hai Nan dan Kong Hu. Namun
demikian, secara budaya mereka sama-sama dari Tiongkok.Etnis Tionghoa
dari suku Khek di Kota Kediri lebih banyak daripada suku Hok Kian, Hai
Nan, Kong Hu dan suku Tionhoa lainnya. Mereka memiliki nenek moyang
yang sama namun berbeda etnis , bahasa daerah dan dialek.
Etnsi Tionghoa di Kota Kediri hidup dan berkembang sebagaimana
masyarakat Nusantara yang lainnya. Hidup dan kehidupannya
berkecimpung dalam dunia bisnis. Sejarah kedatangan, kehidupan dan
hubungan etnis Tionghoa dengan masyarakat yang ada di Kota Kediri dapat
dilihat dan ditelusuri dari asal muasal bagaimana mereka melakukan kontak
dengan orang Kediri, hubungan atau diplomasi politik, dagang maupun
hubungan keijanya. Sebenarnya hubungan etais Tionghoa dengan etnis
Jawa, khususnya Kediri telah terjadi sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang
lalu. Namun, di sini penulis akan menjelaskan bagaimana gambaran
mengenai migrasi besar-besaran etnis Tionghoa di Kediri saat pemerintahan
Kolonial Belanda kala itu. Alasan pennulis menitik beratkan kedatangan
masal etnis Tionghoa di Kediri ialah untuk mempertajam kajian yang
hendak di bahas pada bab-bab selanjutnya.
Migrasi besar-besaran etnis Tionghoa ke Kediri didorong oleh
adanya pemerintahan Kolonial Belanda pada tahun 1600-an. Penduduk
Tionghoa di Kediri meningkat beberapa ribu jiwa setelah adanya berita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengenai hubungan politik dagang pemerintah kolonial yang dianggap
menguntungkan. Seperti yang telah kita ketahui pemerintah Kolonial
Belanda menerapkan politik dagang yang melibatkan etnis Tionghoa, Jawa
dan mereka sendiri di seluruh pelosok negeri ini. Seperti halnya yang ada di
Kediri, politik dagang yang menempatkan etnis Tionghoa sebagai
distributor barang-barang produksi dan orang Jawa sebagai produktornya
seakan mampu untuk mewabahi etnis Tionghoa negeri Tiongkok yang
masih bertalian darah dengan etnis Tionghoa perantauan Kediri untuk turut
berpartisipasi dalam hubungan keija yang menguntungkan ini, namun
dengan persetujuan Kolonial Belanda. Konon, tatkala berperan sebagai
distributor barang-barang yang diproduksi oleh warga lokal kepada
pemerintahan kolonial, mereka tak ragu untuk meraup keuntungan
sebanyak-banyaknya.
Selain itu, kedatangan etnis Tionghoa di Kediri pada masa kolonial
sangat mendukung pemrintahan Hindia Belanda terutama dalam membantu
ekspedisi dan kelancaran hubungan dalam pembangunan yang dilakukan
oleh pemeritahan dan ketentaraan kolonial Hindia Belanda. Banyaknya
pekerja yang berasal dari etnis Tionghoa yang datang dan dimotori oleh
Belanda tatkala itu sangat membantu pemerintah terutama sebagai mitra
dagang daun tembakau serta hasil perkebunan yang lainnya di sekitar Kota
Kediri.Hubungan Tiongkok dengan Kediri sebenarnya telah dimulai pada
abad ke 9, akan tetapi secara besar-besaran kedatangan etnis Tionghoa ke
Indonesia khsusnya di Kediri teijadi pada abad ke 19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Abad ke 19 merupakan arus masuk yang deras dari sejumlah besar
buruh imigran Tiongkok ke Hindia Timur Belanda untuk bekerja di
pertambangan-pertambangan dan perkebunan-perkebunan, suatau
penyimpangan dari aktivitas tradisional mereka yang komersial. Orang
Tionghoa telah memainkan peran ekonomi kunci di koloni Belanda ini
sebagai orang-orang perantara yang mengumpulkan hasil bumi, ekspor;
sebagai pedagang eceran; dan sebafai operator berijin untuk garam, candu
serta monopoli-monopoli lain yang mendatangkan penghasilan. Tetapi
posisi ekonomi mere walaupun penting, namun tidak mencegah mereka dari
kebinasaan, sebagimana yang sebenarnya teijadi pada tahun 1740 ketika
sejumlah besar Tionghoa di Jawa dibantai oleh Kolonialis Belanda (Wong,
1987:51).
Sejak awal Masehi sudah ada orang Tionghoa yang datang ke
Indonesia umumnya dan Kediri pada khususnya. Akan tetapi kedatangan
mereka secara individu dan tidak terorganisir. Namun setelah adanya
hubungan diplomasi dengan pemerintah yang ada di Nusantara, maka etnis
Tionghoa banyak yang berdatangan. Bahkan setelah kedatangan kolonial
Hindia Belanda, imigran Tiongkok didatangkan secara besar-besaran
sehingga banyak yang dipekeijakan, terutama yang terampil di bidang
ekonomi maupun pertambangan serta perkebunan. Di samping itu, mereka
juga menjadi pedagang eceran kelas menengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Pola Pemukiman Etnis Tionghoa Di Kota Kediri
Selepas kedatangan etnis Tionghoa ke Kota Kediri secara
berombongan yang diakomodir oleh Hindia Belanda, teijadilah suatu
jaringan di antara etnis Tionghoa di Kota Kediri itu sendiri. Pada awalnya,
etnis Tionghoa berdatangan ke Nusantara hanya untuk berdagang.
Sebagaimana di belahan Nusantara lainnya, di Kediri etnis Tionghoa sudah
ada sejak adanya interaksi manusia di Nusantara dengan etnis lainnya.
Kedatangan etnis Cina ke Kediri sebagai teman dalam berbisnis dan
saling menjaga satu sama lain. Teijadinya hubungan diplomatik yang dirintis
sejak jaman dahulu kala membuat banyak berdatangan etnis Tionghoa ke
Kediri sebagai pedagang sehingga dalam ungkapan filosofi kehidupan orang
Kediri disebut Cina Toke atau Cina sebagai Towfe.Artinya, etnis Tionghoa
yang senang berdagang dan merantau tersebut tidak dibenci dan juga tidak
dimusuhi karena mereka adalah saudagar.Dengan adanya Toke, masyarakat
dapat bekeija pada mereka.
Toke dalam artian selain dapat membeli barang-barang hasil dari
kerajinan sekaligus sejak dahulu etnis Tionghoa memang sudah menjalin
keijasama dengan etnis Jawa (Kediri), entah itu dalam hubungan kerja dalam
bidang perdagangan dimana biasanya Toke Cina memiliki usaha sembako
dan bahan pangan lainnya. Sehubungan dengan hai tersebut, terciptalah
suatu pemukiman yang terletak di tengah-tengah kota. Berkaitan dengan
pembentukan pola pemukiman di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Coppel menyebutkannya sebagai berikut: banyak orang, baik orang
luar maupun orang Indonesia sendiri, menggambarkan orang Tionghoa
sebagai kelompok daerah kota yang paling menonjol. Berbicara tentang
Indonesia secara keseluruhan, barangkali akan lebih tepat mengatakan
bahwa golongan pribumi Indonesia lebih banyak terpusat di daerah pedesaan
dan golongan penduduk Tionghoa tampaknya merupakan penduduk kota
daripada yang sebenarnya. Namun tahun 1930 bukanlah tahun yang khas.
Sejak pemukiman paling awal dari pedagang Tionghoa di kota-kota
pelabuhan yang terletak di pantai utara itu, orang Tionghoa di Jawa selalu
cenderung berkumpul dan berkelompok sendiri di kota-kota. Bagi orang
Tionghoa hal ini tidaklah aneh (Coppel, 1994: 27-28).
Kasus yang teijadi di Kota Kediri bisa dibilang sama dengan apa
yang telah diulas di atas. Tatanan kota pada tahun 1900-1930an terletak di
Pecinan Kediri bagian barat yang kini bernamakan jalan Yos Sudarso
dimana bisa kita temukan Kelenteng di sana. Menurut wawancara yang saya
lakukan dengan pak Slamet Riyanto seorang pensiunan BUMN yang pernah
tinggal di sekitar daerah "kota" tersebut dipaparkan sebagai berikut:
"Kalau dulu sebelum Agresi yang disebut kota itu ya situ mbak, Pecinan yang ada Kelentengnya (sambil menunjuk ke arah jalan Yos Sudarso). Mereka memang suka hidup bergerombol dan di belakang rumahnya sudah berbatasan dengan bantaran Sungai Brantas." (Wawancara tanggal 3 Marct 2012 pukui 16.42).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Banyak etnis Tionghoa yang memilih tinggal di pusat kota atau di
tempat yang banyak orang. Disamping itu sebelum kemerdekaan banyak
etnis Tionghoa yang tinggal di pelabuhan-pelabuhan karena lebih mudah
mencari informasi dan pelabuhan merupakan tempat untuk melakukan
transaksi perdagangan sehingga memudahkan mereka dalam berbisnis.
Kebutuhan untuk berdagang dan tuntutan menghasilkan uang sebanyak-
banyaknya membuat etnis Tionghoa cenderung bertempat tinggal dengan
kelompoknya sekaligus dapat dengan leluasa membuka usahanya.
Demikian halnya ketika kita memandang sebuah tatanan kota yang
pernah ada di Kediri, disebutkan bahwa struktur pusat kota memang dahulu
terletak pada suatu daerah yang terdapat banyak kegiatan ekonomi terutama
transaksi bahan-bahan pangan. Sejalan dengan itu, tipe-tipe pemukiman
etnis Tionghoa memang banyak ditemukan di daerah pinggir pelabuhan dan
bantaran sungai. Ada dua alasan yang bisa penulis sajikan untuk
menganalisis mengapa mereka lebih memilih untuk bermukim di daerah
seperti di atas.
Pertama, filosofi dari negeri moyang mereka yang pernah tinggal di
bantaran Sungai Kuning, dimana sebuah realitas sejarah akan peijuangan,
kehidupan untuk menuju peradaban dibangun. Realitas ini tertaruh pada
sendi-sendi kehidupan mereka hingga arti tentang aliran air yang membawa
keberuntungan dan berkah melekat pada budaya mereka di manapun
mereka membawanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kedua yaitu mengenai faktor di luar etnis Tionghoa itu sendiri,
misalnya adanya ketentuan pemerintah Kolonial Belanda pada saat itu
untuk mengatur etnis Tionghoa guna memudahkan pemerintah dalam
mengatur dan mengorganisir etnis Tionghoa sendiri di Nusantara.
Perbedaan etnis antara Tionghoa dan pribumi merupakan salag satu
sebab terpisahnya kelompok etais Tionghoa. Namun tidak kalah pentingnya
adalah kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda, misalnya sistem
Opsir (Kapitan Cina), sistem pemukiman dan pas jalan yang membuat
orang Tionghoa tidak membaur (Suryadinata, 2002: 73).
Pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, etnis Tionghoa
yang didatangkan dari daratan Tiongkok dikoordinir oleh seorang Ketua
Cina (Kapten Cina), sehingga mereka mudah untuk diakomodir dan
dikontrol. Demikian halnya jika etnis Tionghoa bepergian diharuskan
memiliki pas jalan. Adanya kebijakan tersebut membuat etnis Tionghoa
berbeda dengan etnis yang lainnya di Nusantara. Di samping itu, etnis
Tionghoa dijadikan pedagang eceran sekaligus dimasukkan dalam strata
menengah seperti etnis Arab, sedangkan kelas bawah adalah bangsa
Pribumi.Sebaliknya bangsa Eropa dimasukkan dalam strata kelas tinggi
(Usman, 2009: 248).
Adanya strata dalam masyarakat sehingga terjadinya spesifikasi dan
terjadinya kesenjangan dan akhirnya muncul persepsi bahwa bangsa Eropa
dianggap sebagai masyarakat berbudaya tinggi. Fenomena strata tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda agar masyarakat lainnya merasa
rendah diri, sedangkan bangsa Eropa lah yang dianggap ada dalam
kebudayaan yang tinggi. Kelas menengah sebagai pedagang tidak boleh
berpartisipasi dalam politik. Jika bangsa Timur Asing seperti Arab, India
dan Cina berbaur dan tidak dibedakan dengan pribumi, maka akan
dikhawatirkan akan menentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda.
Sehingga, kebijakan pemerintah yang dibuat oleh rezim Hindia Belanda
bisa dikatakan menjadi kekuatan besar yang berpotensi untuk menentang
mereka sendiri. Kebijakan pemerintah Hindia Belanda terhadap etnis
Tionghoa sifatnya berbentuk Opsir, yakni sistem pemukiman dan Pas Jalan
yang disebutkan dalam Suryadinata di bawah ini.
Pertama, kebijakan ini memudahkan secara administratif. Orang
Tionghoa di Jawa cenderung memilih hidup dengan kelompoknya sendiri.
Karena itu memudahkan bagi pemerintah Hindia Belanda untuk menunjuk
kepada kelompok ras itu sendiri. Kedua, kebijakan ini dirasa
menguntungkan secara ekonomis, sebab hai tersebut akan menjamin
stabilitas sosial yang ada. Di bawah sistem ini, nonpribumi digambarkan
berdomisili di perkotaan, sedangkan bagi mereka kaum pribumi hidup di
pedesaan. Dilarangnya nonpribumi tinggal di pedesaan diharapkan agar
mereka tidak akan mempengaruhi penduduk desa sehingga menghindarkan
kemungkinan terjadinya kogoncangan sosial bisa diminimalisir. Ketiga,
kebijakan ini diinginkan secara politis, bahwasannya pemerintah Hindia
Belanda percaya akan suatu kejadian bilamana etnis Tionghoa dan Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bergabung untuk melawan mereka. Karena politik pemisahan ini dirasa
signifikan, maka penting untuk diperiksa dengan teliti (Suryadinata, 2002:
73).
Sistem Opsir adalah suatu cara untuk mengatur orang Tionghoa
supaya berpisah dengan bangsa pribumi, sehingga untuk memudahkan
bangsa Belanda mengatur maka diangkatlah seseorang untuk mengurus
mereka terutama yang berhubungan dengan pemerintah sipil. Namun
kegiatan yang bersifat keamanan masih diatur oleh pemerintah Hindia
Belanda. Artinya, pemerintah Belanda akan dibantu oleh Opsir Tionghoa
tersebut, sehingga urusan yang berkaitan dengan sipil telah diambil alih
sedikitnya olehnya sendiri. Sistem ini juga membuat etnis Tionghoa
memiliki perbedaan perlakuan dengan orang pribumi lainnya. Sejak saat itu
pemerintah Hindia Belanda menanamkan suatu bibit perebedaan kepada
masyarakat Tionghoa di Jawa. Pada tahun 1619, Souw Beng Kong dipilih
oleh JP Coen dari 400 penduduk Tionghoa di Batavia serta diberi kuasa
memerintah rasnya sendiri dalam urusan sipil. Namun untuk hal-hal yang
penting harus masih diserahkan kepada penguasa Hindia Belanda.
Sistem pemukiman (Wijken Stelsel) berhubungan erat dengan sistem
Opsir dalam arti bahwa orang Tionghoa diurus oleh kepala kelompok ras
mereka dan diwajibkan tinggal di daerah tertentu jauh dari ras lain. Setelah
itu, pemukiman ini mula-mula diterapkan pada tahun 1835 di pulau Jawa.
Di mana peraturannya berbunyi: "Orang Timur Asing penduduk Hindia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Belanda, sadapat mungkin dikumpulkan di daerah-daerah terpisah di bawah
pimpinan kepala mereka masing-masing (Suryadinata, 2002: 75).
Dengan adanya sistem seperti ini etnis Tionghoa terpisah dengan
etnis pribumi sehingga mereka tidak dapat lagi dengan sembrangan dan
sesuka hati berinteraksi dengan orang lain di lingkungan mereka. Dengan
kata lain, etnis Tionghoa telah ditempatkan dalam satu kelompok tertentu
yaitu dengan hidup di kompleks-kompleks dimana komposisi penduduk
didominasi oleh mereka sendiri. Adanya sistem pemukiman yang
terstruktur tersebut membuat etnis Tionghoa bergauk, berteman dan
bermain dengan etnisnya sehingga dengan sistem pemukiman tersebut
membuat mereka semaki terpisah dengan pribumi lainnya. Keterpisahan
lingkungan hidup dengan masyarakat Nusantara liannya ini seakan
membentuk suatu gagasan ekslusif atas realitas sosial yang mendukung
saudagar dan kelas menengah ini menganggap dirinya sebagai orang yang
gila hormat bila dibandingkan dengan penduduk Nusantara yang lainnya.
Dengan demikian terbatasnya interaksi dengan lingkungan di luar etnisnya
membentuk mereka hidup di lingkungan yang terisolasi dengan masyarakat
pribumi.
Sejalan dengan itu, jarak sosial dan budaya etnis Tionghoa dalam
masyarakat Indonesia juga dibarengi dengan adanya surat jalan jika hendak
keluar dari komunitasnya. Sistem pemukiman mewajibkan orang Tionghoa
bermukim dalam sebuah daerah, baru boleh meninggalkan tempat tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bilamana terdapat kartu "pas jalan". Suryadinata (2002) memaparkan,
sistem pas jalan (Passen Stelsel) ini secara resmi dilaksanakan pada tahun
1863. Penduduk Timur Asing yang tinggal di Jawa dan Madura diharuskan
memperoleh pas jalan yang berlaku selama setahun.Seorang penulis
berpendapat bahwa sistem tersebut sudah dilaksanakan pada tahun
1816.Pada tahun ini ada sebuah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur
Jenderal yang mirip dengan sistem pas jalan.
Sistem pas jalan ini dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda
adalah untuk kepentingan perdagangan, industri dan usaha lainnya. Pas
jalan ini digunakan untuk kepentingan bisnis dan jika tidak diperlukan lagi
akan segera dicabut. Oleh karena itu, pas jalan ini merupakan simbol
identitas etnis Tionghoa dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan
pemerintah Hindia Belanda maupun dengan bangsa pribumi.
Untuk memaksimumkan eksploitasi mereka terhadap Indonesia,
Belanda melaksanakan suatu kebijakan kolonial yang disebut Kultur
Stelsel. Pada dasarnya, orang Tionghoa ditempatkan dalam posisi antara di
bawah seluruh struktur kasta kolonial, yang terpisah dari elite penguasa
maupun penduduk pribumi. Sementara orang Tionghoa dilarang memasuki
aktivitas sector modern seperti perkebunan, pertambangan, keuangan dan
perdagangan ekspor yang dikuasai oleh Belanda, mereka juga dilarang
memiliki dan menanami tanah. Lowongan yang tinggal terbuka bagi orang
Tionghoa adalah pedagang eceran, peminjaman uang (money lending) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
uasha-usaha lain yang tidak mendekatkan mereka kemudian kepada
nasionalis Indonesia. Dengan cara ini alienasi ekonomis dan sosial dari
penduduk lokal membuat kaum Tionghoa ini politis rawan dan membuat
mereka tampak di mata pribumi sebagai orang asing pemeras atau kaki
tangan Belanda. Sejalan dengan hai tersebut, lama sebelum Indonesia
merdeka, kebijakan kolonial Belanda telah menanamkan bibit-bibit
pertentangan antara orang Tionghoa dengan penduduk pribumi (Wong,
1987: 51-52).
Pemisahan pemukiman, penempatan kasta, posisi di bawah struktur
belanda dan pembatasan-pembatasan kiprah dalam perdaganagn membuat
etnis Tionghoa di Indonesia menjadi berbeda serta terpisah secara
psikologis ekonomi maupun secara hukum. Adanya perlakuan dan
kebijakan Belanda terhadap etnis Tionghoa yang akhirnya membentuk
karakter etnis Tionghoa yang senag hidup berkelompok dan membuat
mereka benar-benar menjaga jarak dengan pribumi. Demikian juga
terbatasnya kegiatan ekonomi membuat mereka juga menjadi tertekan
karena etnis Tionghoa tidak dibenarkn masuk ke dalam wilayah
pertambangan dan ekspor-impor. Padahal secara ekonomi etnis Tionghoa di
Nusantara sangat menguasai sistem pasar yang berlaku, di Nusantara
maupun perdagangan internasional.Adanya kebijakan tersebut dari
pemerintah Hindia Belanda menimbulkan kesan bahwa etnis Tionghoa
ialah kaum pemeras. Wong menyebutkannya sebagai berikut: terpisahnya
etnis Tionghoa secara politis dan sosial di Indonesia sebagaimana di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bagian-bagiann lain di Asia Tenggara adalah juga disebabkan oleh sikap
tradisional mereka sendiri yang terlalu taat pada kebijaksanaan pada
umumnya yang mereka kenakan sendiri (self-imposed) untuk tidak terlibat
(non-involvement) dalam gerakan-gerakan politik lokal dan berusaha
mempertahankan dengan kuat identitas kebudayaan mereka (Wong, 1987:
52).
Pola pemukiman etnis Tionghoa yang telah berbentuk ratusan tahun
itu secara generasi diturunkan kepada anak-anak dan cucu-cucu mereka.
Etnis tionghoa yang telah terbiasa hidup dengan budayanya sendiri
membentuk suatu kesenjangan budaya dengan masyarakat
lainnya.Demikian juga pola pemukiman yang telah teorganisir sedemikian
rupa oleh kelompoknya membuat etnis Tionghoa enggan tinggal terpisah
dengan etnisnya. Di samping itu, kesamaan budaya serta kesamaan rasnya
membentuk suatu msyarakat yang teralienasi dengan masyarakat lainnya.
Kebisaan tinggal sesama kelompok etnis selain dapat mempertahankan
identitas etnisnya sekaligus identitas budaya mereka juga dapat terpelihara.
Sehubungan dengan etnis Tionghoa di kota Kediri yang telah hidup
ratusan tahun, mereka terbiasa tinggal di daerah yang mayoritas beragama
Islam. Akan tetapi kehidupan etnis Tionghoa berlangsung sebagaimana di
daerah lainnya. Dengan kata lain, pola pemukiman yang telah biasa hidup
berkelompok tersebut terkonsentrasi di Jalan Yos Sudarso hingga lanjut kea
rah Timur di Jalan Pattimura, Kelurahan Pakelan dan Setono Pande,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kecamatan Kota, Kota Kediri. Pola pemukiman yang terkonstrasi di tempat
keramaian dan tempat orang-orang berbisnis, terutama dalam bidang
pangan dan oleh-oleh khas Kota Kediri.Jalan Yos Sudarso lanjut ke timur
Jalan Pattimura merupakan perkampungan etnis Tionghoa. Di sepanjang
jalan Yos Sudarso dan Pattimura bisa dikatakan sebagai pusat transaksi
bisnis yang sudah berdiri sejak pemerintahan Hindia Belanda dan hampir
semua pertokoannya dimiliki oleh etnis Tionghoa itu sendiri.
4. Etnis Tionghoa Dan Tradisi Makan Tahu
Berdiri di negeri orang bukan berarti harus melupakan identitas
muasal yang menjadi akar budaya mereka. Bukan hanya sekedar mencari
ruang untuk terlibat dalam kehidupan sosialnya namun juga sebagai
pegangan ketika ruang sosial yang mereka hadapi tidak memiliki kesesuaian
dengan tradisi mereka. Ya, makan tahu, inilah yang merupakan tradisi
kuliner warga Tionghoa yang telah mengalami akulturasi dengan ruang-
ruang yang ada di Indonesia. Siapa yang tidak kenal tahu? Tahu telah
berabad-abad menjadi salah satu makanan pokok di negeri ini. Bahan
dasarnya yang berasal dari kedelai membuat makanan ini sangat dekat
sekali dengan penduduk Indonesia yang pada umumyasangat mengenai
salah satu tanaman pangan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Etnis Tionghoa memang dekat dengan bahan-bahan makanan yang
berasal dari kedelai, sepeti halnya tahu. Tradisi makan tahu sendiri
merupakan sebuah pola yang teijaga sejak Etnis Tionghoa masuk ke
Indonesia.Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian, tauhu (Hanzi:
MIS, hanyu pinyin.doufu) yang secara harfiah berarti kedelai yang
difermentasi. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti
Han sekitar 2200 tahun yang lalu. Pen emunya adalah Liu An (Hanzi: 0!/^)
yang merupakan seorang bangsawan,cucu Kaisar Han Gaozu, Liu Bang,
yang mendirikan Dinasti Han.Liu An adalah ilmuwan dan filosof, penguasa
dan ahli politik. Ia tertarik pada ilmu kimia dan Meditasi Tadiom. Para ahli
sejarah berpendapat bahwa kemungklinan besar Liu An melakukan
pengenalan makanan non daging melalui tahu. Kemungkinan besar Liu An
memadatkan tahu dengan nigari atau air lant dan menjadi kental seperti tahu
saat ini (Shutlett dan Aoyagi, 2011:291).
Menurut opini para pakar sejarah, sebenarnya tidak dokumen resmi
yang memungkinkan pada tahun berapakah Tahu pertama kali tersebar di
Nusantara. Mau tak mau kita hendaknya berpijak pada cerita mulut ke
mulut yang diwabahi olehwarga kota Kediri yang menyatakan bahwa Tahu
pertama kali datang ke kota mereka yang dibawa oleh pasukan Kublai Khan
tahun 1292 Masehi.
Sebagaimana yang telah dikonfirmasi oleh riwayat sejarah bahwa
cerita ini bermula tatkala Kublai Khan menuntut upeti dari raja Kertanegara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dari Singosari, namun sang raja menolak untuk memenuhi permintaan
seorang Kublai Khan. Sementara utusan Kublai Khan yang dikirim ke Jawa
pada tahun 1289 Masehi, merasa terhina oleh Kertanegara yang kemudian
dicacati rautnya. Hal ini membuat Kublai Khan geram dan serta merta
mengirim pasukan yang terdiri dari dua puluh ribu tentara untuk memberi
pelajaran pada sang raja. Bersamaan dengan itu, Jayakatwang, raja kerajaan
Kediri telah menguasai Singosari dan membunuh Kertanegara (DuBois, Tan
dan Mintz, 2008:197).
Raden Wijaya, menantu Kertanegara menyerukan perang dendam
atas kekalahan ayah mertuanya tersebut. Bukanlah hai yang kebetulan jika
kapal ekspedisi Mongol berlabuh di Surabaya yang bernama Jong Biru
dipertemukan oleh raden Wijaya memiliki visi yang sama untuk menuntut
balas. Dengan melintasi arah selatan daerah aliran sungai Brantas mereka
berlabuh di anjungan dan memimpin pasukan dalam sebuah peperangan
hebat, dan mendirikan kerajaan Majapahit yang termasyur. Tempat kapal
Mongol berlabuh di Kediri disebut Jong Biru yang kini diadopsi menjadi
nama derah di Kelurahan Semampir, kota Kediri. Kapal Kublai Khan
memiliki dapur di dalamnya; ini nampaknya merupakan asumsi yang masuk
akal bahwa ada beberapa alat-alat yang digunakan untuk membuat Tahu
(DuBois, Tan dan Mintz, 2008:198).
Hal semacam ini tak semata berhenti begitu saja, waktu yang kian
menjawab pertanyaan atas ruang dan waktu lambat laun membawa sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
peradaban baru yang bermula dari peperangan di atas.Tentu kita mengenai
tahun-tahun di mana kepedihan yang dalam mendera bangsa selama kurang
lebih tiga setengah abad yang mengatasnamakan ruangnya Kerajaan Hindia
Belanda. Karena berdagang, tak sedikit pula yang menyiakan kesempatan
ini termasuk etnis Tionghoa yang kemudian berbondong-bondong
bermigrasi di Nusantara termasuk Kediri untuk turut terlibat di dalamnya.
Bukan juga kebetulan yang melatarbelakangi mereka untuk melakukan
akulturasi dengan lingkungan yang memiliki identitas berbeda. Termasuk
pula Tahu yang menyimpan legenda kuliner besar yang tidak sebentar
menjalani prosesnya agar diterima di masyarakat.
Semenjak itulah Tahu mulai melembaga dalam kehidupan
masyarakat Kediri setelah melalui proses akulturasinya yang banyak
membawa identitas peperangan dan permusuhan di kelas elit. Walau tak
banyak orang Kediri yang tahu muasal dari mana makanan khas kota
mereka, tak begitu saja membuat mereka ragu untuk tetap
mengkonsumsinya. Tahu banyak ditemukan di gerai-gerai di berbagai
tempat di Kediri, tahu yang paling terkenal di kota Macan Putih ini adalah
tahu takwa, tahu yang berwarna kuning dan padat.
B. Mereka Yang Menaruh Legitimasi; Menelisik Teori Strukturasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Untuk memasuki tuntutan dari penulisan ini adalah bagaimana
peneliti mencoba untuk mendeskripsikan uraian atau sintesis mengenai intisari
penerapan teori strukturasi dalam penelitian ini.
1. Bah Kacung; Representasi Agen
Berbicara mengenai agen tentu kita akan begitu saja melepaskan
kajian ini dengan aktivitas-aktivitas sosial yang dijalankan olehnya secara
terus menerus. Pada dan melalui aktivitasnya, agen memproduksi kondisi-
kondisi yang memungkinkan dilakukannya aktivitas-aktivitasnya itu.Pada
umunya agen tidak hanya mampu melibatkan tindakannya sehari-hari
namun juga melibatkan perilaku orang lain. Intinya agen-agen tidak hanya
senantiasa memonitor arus aktivitas-aktivitas dan mengharapkan orang lain
berbuat sama dengan aktivitasnya sendiri.
Sejalan dengan pernyataan di atas, orang Kediri menyebutnya Bah
Kacung, ia adalah seorang Cina keturunan yang sudah lama tinggal di
Kediri. Nama aslinya Lauw Soe Hoek. Bah Kacung dikenal sebagai orang
pertama yang membuka gerai Tahu di Kediri sejak tahun 1912. Tokonya
dulu terletak di sepanjang jalan Pattimura yang merupakan pusat kegiatan
ekonomi serta kompleks pecinan yang ramai. Dalam kelangsungannya
berdagang tahu, tentu ia tak semata berdiri sendiri untuk membuat usahanya
beijalan. Seperti yang dijelaskan oleh generasi ke tiga (Cik Han) yang kini
melanjutkan usahanya pada peneliti:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
"Perusahaan Tahu Bah Kacung ini berdiri pada tahun 1912 mbak, ini adalah toko Tahu pertama yang buka di Kediri.Ya ini kan sudah tahun 2012, jadi kami di sini ya sudah sekitar satu abad. Dan sekarang sudah generasi yang ke tiga." (Wawancara tanggal 4 Maret 2012 jam 19.33)
Bila dihitung usaha yang telah digeluti oleh generasi ke tiga Bah
Kacung ini telah mencapai satu abad atau seratus tahun. Tautan yang sesuai
untuk mengkorelasikan isu-isu aktivitas yang direproduksi di atas ialah
dengan memantau konsep agen maupun agensi dimana diidentitas ruang
dan waktu yang tidak bisa dilepaskan dari perspektif Giddens.
Menjadi agen berarti mampu melakukan campur tangan di dunia,
atau menarik intervensi itu, dengan efek mempengaruhi proses atau keadaan
khusus. Ada dugaan bahwa menjadi agen berarti harus mampu
menggunakan gugusan kausal, termasuk mempengaruhi kekuasaan-
kekuasaan yang disebarkan oleh orang lain. Gidden menyebutnya sebagai
monitoring refleksif yang mengacu pada sifat bertujuan atau intensional
perilaku manusia, yang dipertimbangkan dalam arus aktivitas agen;
tindakan bukanlah serangkaian aksi yang diskrit, yang melibatkan agregat
maksud-maksud namun merupakan suatu proses yang berkesinambungan,
satu aliran, di mana monitoring refleksif yang dipertahankan individu itu
merupakan dasar bagi pengendalian tubuh yang biasanya diteruskan oleh
aktor-aktor itu dalam kehidupan sehari-hari. (Giddens, 2011:11-18).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kemudian batas-batas ruang memberikan keterlibatannya bagaimana
tubuh dan perjumpaan sosial terintegrasi dengan adanya dukungan sang
aktu yang dinamakan sebagai kesalinghadiran. Isu diatas merupakan
gambaran atas realitas yang mampu dibentuk oleh si agen dalam hal ini Bah
Kacung dalam menerapkan monitoring refleksif yang ditafsirkan sebagai
kontrol atas lingkungannya. Wawancara dengan Cik Han di bawah ini ialah
gambarannya:
"Sebagai toko Tahu pertama yang ada di sini, kakek (Bah Kacung) hanya berbekal resep asli yang berasal dari negeri nenek moyang kami, Tiongkok.Yaitu masih menggunakan teknologi tradisional yang berasal dari bebatuan yang dirangkai semacam mesin.Pada waktu itu ndak ada mbak yang jualan Tahu, tapi kok katanya tahu yang dibuat kakek enak sekali dan membuat toko setiap harinya semakin ramai.Kami sangat kualahan dalam melayaninya.Terutama dalam melayani cina-cina di sini dan orang Jawa." (Wawancara tanggal 4 Maret 2012 jam 19.33).
Kontrol atas lingkungan di dalam identitas ruang dan waktu yang
didukung dengan peijumpaan sosial serta internalisasi yang kemudian
bersinambung sebagai operasi ruang aktivitas tubuh dalam alur perilaku
sehari-hari.Bah Kacung adalah agen, ia melakukan kontrol atas lingkungan
yang membentuk realitas sejarah miliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Kuasa Atas Sumber Daya; Menembus Struktur
Dalam upaya merepresentasikan struktur sebagai aspek yang
menempatkan keterbatasan dan hambatan terhadap aktivitas pelaku, ialah
dengan menemukan titik peijumpaan antara berakhirnya determinisme
struktural dan berawalnya kekuasaan, namun tak mampu secara man tap
menjabarkan struktur seperti yang muncul dalam relasi kekuasaan serta
relasi kekuasaan yang muncul di dalam struktur.
Struktur sebagai perangkat aturan dan sumberdaya yang
diorganisasikan secara rekursif, berada di luar ruang dan waktu. Yang
paling penting dalam gagasan strukturasi adalah teorema dualitas stukur,
yang secara logis disiratkan dalam pembentukan agen-agen dan struktur-
struktur bukanlah dua gugus fenomena yang saling terpisah, yakni
dualisme.Yakni mencoba menyatukan antara agen dengan struktur.Dualitas
struktur selalu merupakan dasa utama kesinambungan dalam reproduksi
sosial dalam ruang waktu. Saat mereproduksi tindakan juga berarti saat
melakukan reproduksi dalam konteks menjalani kehidupan sosial sehari-
hari.
Di Kediri, nama Bah Kacung yang telah melegenda selama satu
abad. Bermula dari toko Tahu yang ia buka di jalan Pattimura yang mana
disebut oleh sejarah kota Kediri sebagai pusat kegiatan ekonomi yang
sangat ramai dan padat. Struktur masyarakat yang ada di lokasi ini memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sifat yang homogen, dimana dijelaskan oleh wawancara dengan bu Parmi di
bawah ini:
"Dulu kan rumah saya di Pandean, dekat sekali dengan jalan Pattimura itu mbak. Di sini banyak orang cinanya, orangnya banyak yang berjualan sembako, dulu toko Tahu ya cuma puny a Bah Kacung itu sejak saya masih perawan. Tapi kan sekarang mereka pindah di Pakelan (Jalan Trunojoyo)." (Wawancara tanggal 2 Maret 2012 jam 14.22)
Bah Kacung, yang kita anggap sebagai agen tinggal di suatu struktur
yang menuntut dirinya untuk melakukan prosedur-prosedur tindakan, aspek-
aspek praksis serta digeneralisasikan dalm pembuatan reproduksi praktek-
praktek sosial. Walau prosedur itu tidak tertulis, ini merupakan gagasan
umum yang ditujukan pada seorang agen untuk bertindak bedasarkan
posedur yang disepakati bersama yang berwujud struktur.
Dalam gagasan Giddens tentang dualitas strukturnya, ia memberikan
konsepsi-konsepsi hubungan antara objek dan subjek sosial: di sini stuktur
ternyata dianggap sebagai sesuatu yang bersifat eksternal bagi tindakan
manusia, bagi sumber yang mengekang (constrain) prakarsa bebas subjek
yang disusun mandiri, namun sebenarnya juga membebaskan (enabling).
Tentu saja ini tak akan mencegah sifat-sifat terstruktur sistem sosial untuk
melebar untuk melebar masuk ke dalam ruang dan waktu di luar kendali
agen individu. Tak mungkin pembebasan dalam struktur itu mampu dilalui
oleh agen yang sama sekali tak menggunakan praktik monitoring refleksif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam menerapkan kesadaran diskursifnya. Monitoring refleksif merupakan
representasi dari pemahaman struktur yang mengacu pada sumber daya.
Bah Kacung dalam hal ini disebut sebagai agen yang memiliki
sumber daya yang mana akanmembantunya untuk menaruh pengaruh dan
kekuasaannya di dalam kondisi struktur yang homogen. Tak pelak, hal ini
hanya akan dicapai jika sudah diakui bahwa kekuasaan harus disikapi dalam
konteks dualitas struktur: jikalau sumber daya yang dirujuk oleh eksistensi
dominasi dan dijadikan pijakan oleh pelakasanaan kekuasaan pada saat
yang sama dilihat sebagai komponen struktural sistem sosial.
Sumberdaya menurut Giddens dibagi menjadi dua bagian yaitu
sumber daya alokatif yang merupakan sumber daya non material yang
terlibat dalam pembangkitan daya atau memungkinkan dominasi manusia
atas dunia materialmisalnya bahan mentah, peralatan produksi, teknologi,
hasil-hasil produksi. Sedangkan yang disebut dengan sumber daya
autoritatif merupakan sumberdaya non materialyang terlibat dalam
pembangkitan kekuatan yang berasal dari kemampuan memanfaatkan
aktivitas-aktivitas manusia. Sumber daya otoritatif ini seperti misalnya
pengorganisasian ruang-waktu, organisasi dan relasi manusia dalam asosiasi
timbal balik, pengorganisasian kemungkinan kehidupan, ketika
menggunakan dua sumber daya tersebut (Karnaji Jurnal Masyarakat
Kebudayaan Dan Politik, Volume 22, Nomor 4: 286-298). Hal di atas dapat
digambarkan bedasarkan wawancara bersama Cik Han di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
"Sebagai toko Tahu yang pertama kali buka, kakek saya tidak langsung ramai kayak begini mba. Apalagi waktu itu masih terhitung baru. Kita awalnya hanya bermodalkan sedikit, tapi lama-lama lidah orang sini kok merasa cocok. Banyak orang yang datang kemari dan karena di sini banyak orang cinanya jadi ya mereka ikut- ikutan beli itu. Apalagi tahu buatan kami kan masih dibuat dengan cara-cara yang tradisional dengan resep asli Tiongkok mbak. Oh ya, dulu kakek saya juga menceritakan sama saya, tiap kali buruh-buruh parbrik Gudang Garam itu bayaran (gajian) nggak sedikit juga lho yang mampir cuma buat beli tahu di sini.Walau beda, bisa dibilang toko Tahu kami adalah toko teramai diantara toko-toko sembako di jalan Pattimura ini (sambil tertawa)." (Wawancara tanggal 4 Maret 2012 jam 19.33).
Bedasarakan hasil wawancara di atas bila dikaitkan dalam
pandangan Giddens ketika individu menggunakan kekuasaan dalam struktur
di dalamnya terdapat apa yang disebut sebagai aturan dan baik pada sumber
daya alokatif maupun sumber daya otoritatif. Sumberdaya merupakan
media kekuasaan pada tataran praktis dan sekaligus media struktur
dominasi yang direproduksikan. Karenanya Giddens melihat peran
sumberdaya merupakan faktor vital bagi individu dalam mewujudkan
kekuasaan.Sumberdaya inilah yang memampukan individu untuk
melakukan dominasi dengan pihak lain. Di dalamnya tentu ada proses yang
tidak serta merta dilepaskan dari konsepsi atas ruang dan waktu yang
memberikan keterlibatannya dalam praktek sosial si agen. Atau dengan kata
lain dengan sumberdaya individu telah menciptakan struktur dominasi
seperti yang dijelaskan pada gambar di bawah ini.
Dominasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sumber Daya
Kemampuan Transformatif
(Sumber: Giddens, 200:163)
Gagasan tentang sumber daya, sebagai komponen struktural sistem
sosial, muncul sebagai gagasan utama dalam menyikapi kekuasaan di dalam
teori strukturasi.Konsep kekuasaan sebagai kemampuan transformatif
(pandangan khas yang dipegang teguh oleh orang-orang yang
memperlakukan kekuasaan dalam istilah perilaku pelaku) sekaligus
dominasi bergantung pada pemanfaatan sumberdaya. Sumber dayanya
berupa media yang berfungsi untuk menjalankan kemampuan transformatif
sebagai kekuasaan di dalam peijalanan rutin interaksi sosial; namun pada
saat yang sama media tersebut menjadi unsur-unsur struktural dalam sistem
sosial sebagai sistem, yang ditegakkan ulang melalui pemanfaatannya
dalam interaksi sosial. Kekuasaan hadir secara konseptual antara gagasan
tentang kemampuan transformatif yang lebih luas pada satu sisi gagasan
tentang dominasi pada sisi lain: kekuasaan merupakan konsep relasional,
namun hanya berfungsi demikian melalui pendayagunaan kemampuan
transformatif seperti yang dicontohkan oleh struktur dominasi (Giddens,
2009:162-163).
Meskipun dalam pengertian kemampuan transformatif, kekuasaan
masuk di dalam gagasan aksi, kekuasaan menurut Giddens merujuk pada
interaksi ketika kemampuan transformatif dikerahkan menuju upaya-upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
aktor untuk membuat atau memaksa orang lain agar memenuhi
keinginannya. Kekuasaan, dalam pengertian relasional ini, berkaitan dengan
kemampuan para agen untuk mewujudkan hasil- hasil perwujudannya
bergantung pada kineija dan ketundukan orang- orang lain. Dengan
demikian, penggunaan kekuasaan dalam interaksi dapat dipahami dalam
istilah fasilitas yang dimanfaatkan dan didayagunakan oleh para partisipan
sebagai unsur bagi produksi interaksi tersebut, sehingga mempengaruhi
kineijanya (Giddens, 2009:165).
Sistem sosial diciptakan sebagai praktik yang teratur: dengan
demikian kekuasaan di dalam sistem sosial dapat disikapi sebagai aspek
yang melibatkan relasi antara otonomi dengan ketergantunga hasil
reproduksi di dalam interaksi sosial. Dengan demikian, relasi kekuasaan
selalu bersifat dua arah, bahkan seandainya kekuasaan seorang pelaku atau
pihak dalam suatu relasi sosial sangat sedikit dibandingkan dengan
kekuasaan orang atau pihak lain. Relasi kekuasaan merupakan relasi
otonomi dan ketergantungan, bahkan pelaku yang paling otonom sekalipun
tetap tergantung dalam kadar tertentu, sedangkan aktor atau pihak yang
paling bergantung dalam suatu hubungan sekalipun tetap mempertahankan
otonomi tertentu.
Cik Han menungkapkan:
"Orang-orang yang menjadi konsumen kami itu kan tidak mau juga tho mbak kalau dapat barang yang ndak berkualitas. Kami memang memberikan yang terbaik bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
konsumen, karena mereka adalah yang memberi kita makan.Kita sebagai orang Tionghoa, apalagi saya Kong Hu Cu itu diajari soal ajaran Konfusianisme mbaktentang bagaimana bermoral baik." (Wawancara tanggal 4 Maret 2012 jam 19.33).
Bah Kacung ialah representasi agen yang bersumberdayakan
ajaran luluhur di samping produksi materialnya. Kuasa miliknya
diaplikasikan secara apik serta melekat sekali dengan isu sensitif yang
bernama identitas.Identitas walau tak perlu sedalam maknanya mampu
memberikan sumbangsihnya pada anak manusia untuk digunakan sebagai
sumber daya yang arif, yang mampu membawa harga diri manusia berada
sebagai yang dipatuhi atau bahkan dianut.
Sumber daya menempatkan kehidupan sehari-hari yang terjadi
sebagai aliran tindakan yang sengaja. Bah Kacung memilikinya, ia
melakukan monitoring refleksif secara sadar, ia juga mengerti bagaimana
resikonya. Dalam melakukan monitoring refleksif ia memahami bagaimana
aturan dalam struktur yang mengarahkannya untuk berperilaku dan tentang
bagaimana ia mampu menerapkan sumber daya yang ia miliki untuk
memberi pengaruh besar di tatanan masyarakat Tionghoa dan kota. Lagi,
atas nama identitas ia berani menembus struktur sekaligus peradaban kota
untuk kemudian diakui keberadaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Reproduksi Sosial; Mereka Yang Turut Memproduksi Tahu
Seperti yang kita ketahui di atas, Bah Kacung telah dikukuhkan
sebagai agen yang memiliki kuasa atas sumber dayanya untuk menembus
struktur melalui monitoring refleksif yang disebut Giddens sebagai
agensi yang berurusan dengan peristiwa-peristiwa yang pelakunya
seseorang, maksudnya bahwa indovidu itu merupakan dasar dari
pengendalian tubuh yang biasanya diteruskan oleh aktor-aktor itu dalam
kehidupan sehari-hari.
Kaitan pernyataan di atas dalam hal ini ialah mengenai
bagaimana ketika Bah Kacung sebagai orang pertama yang mcmbuka
pcrusahaan Tahu, menjadi pusat perhatian masyarakat kota Kediri dalam
sepanjang legenda kuliner yang telah melembaga di dalamya,
memberikan pengaruh yang signifikan pada tatanan struktur masyarakat
yang homogen yakni pecinan itu sendiri.
Pengaruh yang dibawa oleh agen dalam hal ini Bah Kacung ialah
pengaruh yang berasal dari alokasi sumber daya yang dimilikinya berupa
materi nampak yakni produksi Tahu. Ada beberpa warga Tionghoa
lainnya yang merasa tertarik untuk turut memproduksi Tahu ketika
perusahaan Bah Kacung memberikan gambaran keramaian serta animo
masyarakat yang kian menggemari Tahu dengan buatan resep Tiongkok
asli. Beberapa perusahaan yang akan dipaparkan di bawah hanya akan
dipaparkan beberapa saja karena kesangkut-pautan dengan Bah Kacung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sangatlah kental. Bisa dibilang mereka berasal dari ikatan kekerabatan
yang sama.
a. Perusahaan Tahu Kau Long
Perusahaan tahu Kau Long merupakan perusahaan Tahu kedua
di Kediri setelah perusahan Tahu Bah Kacung berjalan selama 17
tahun yakni dirintis pada 1949.Kau Long diambil dari nama keluarga.
Perusahan Tahu Kau Long merupakan substitusi dari perusahaan Tahu
Bah Kacung di jalan Pattimura tatkala Bah Kacung memilih pindah
dari jalan Pattimura ke jalan Trunojoyo dengan alas an kemandirian.
Sehingga rumah yang kini dihuni oleh keluarga Kau Long ialah rumah
yang sebelumnya ditempati oleh Bah Kacung yang kemudian di jual
dan dibeli oleh keluarga tersebut.Paparan diatas bisa didukung dengan
wawancara bersama Cik Hwa pemilik perusahaan Tahu Kau Long
berikut:
"Kalau saya tidak salah, ini perusahaan mulai berdiri di sini setelah agresi ya.Sekitar tahun 1949.Perintisnya adalah mendiang bapak saya yang bernama Kau Long. Sebelumnya memang ini rumah punya kita adalah bekas perusahaan Tahu Bah Kacung itu, mbak tahu tho? Mereka pindah ke Pakelan (jalan Trunojoyo) dan kami membelinya." (Wawancara tanggal 14 Maret 2012 jam 11.21)
Cerita dari Cik Hwa sebagai generasi ke dua pemilik perusahaan
Tahu Kau Long sedikit banyak telah memberikan informasi atau bukti
akurat bahwa efek kekuasaan yang direpresentasikan oleh sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
daya-sumber daya yang dimiliki orang seorang agen mampu
dijalankan dengan apik.
b. Perusahaan Tahu LYM
Perusahaan tahu LYM merupakn perusahaan Tahu ke tiga
setelah perusahaan Tahu Kau Long.Perusahaan ini berdiri tepatnya
pada tahun 1950. Bila keluarga Kau Long memilih jalan Pattimura
sebagai lahan usahanya, berbeda dengan keluarga Liem yang lebih
memilih jalan Yos Sudarso untuk melanggengkan usaha
tahunya.Selain jalan Pattimura, jalan Yos Sudarso merupakan
kompleks pecinan yang dekat dengan rumah ibadah mereka, yaitu
Kelenteng. Di sini juga tak sedikit warga Tionghoa yang bermukim.
Jarak antara jalan Pattimura dan jalan Yos Sudarso tidaklah jauh,
sekitar 50 meter saja. Tujuan keluarga Liem mendirikan perusahaan
Tahu di sini ialah untuk memberikan pelayanan kuliner di tempat
yang berbeda, tentu hal ini masih terkait dengan entiment orang
bahwa hanya di jalan Pattimura dan keluarga Liem ingin merubah itu.
Wawancara dengan Cik Tan dibawah sebagai paparannya:
"Waktu mendirikan perusahan Tahu, keluarga Liem berpikir bahwa memang tahu sudah mulai digemari warga Kediri mbak, jadi kalau di Pattimura kan sudah ada Kao Loung itu, dan di jalan Yos Sudarso dekat kelenteng ini bagi saya merupakan peluang untuk menciptakan usaha Tahu yang bisa melayani pelanggan yang lain." (Wawacara tanggal 2 April 2012 jam 10.07).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perusahaaan Tahu LYM bisa dikatakan sebagai reaksi lain
daripada proses kekuasaan yang terlegitimasi oleh sokongan sumber
daya. Tidak menutup kemungkinan kebedaraan ruang dan waktu juga
menjadi dukungan atas pelanggengan pengaruh yang mampu
membentuk pola praktek-praktek sosial yang rekursif sehingga
terciptalah suatu proses reproduksi sosial.
4. Ruang dan Waktu
Giddens (1991) dalam teori strukturasi, memaparkan bilamana
ruang dan waktu memungkinkan perjumpaan sosial yang memungkinkan
kesinambungan reproduksi sosial.
Dalam teori strukturasi, individu bukanlah ditempatkan pada
posisi titik pusat (decentred subject) tetapi juga bukan subyek dalam
lingkup semesta kosong tanda-tanda. Dalam kaitan ini Giddens melihat
adanya titik temu antara kegiatan sosial mencekeram ruang dan waktu
dengan akar pembentukan dari subyek maupun obyek
(Giddens,1984:22). Seluruh kehidupan sosial terjadi dalam dan dibentuk
oleh persimpangan kehadiran dan ketidakhadiran dalam waktu dan
ruang. Karenanya kehidupan sosial dikontekstualitaskan dengan ruang
dan waktu. Dalam kontekstualitas ruang dan waktu manusia dipandang
sebagai suatu proses yang terus menerus bukan sebagai kumpulan
tindakan atau tindakan yang terpisah-pisah. Konsep-konsep seperti
maksud, alasan, sebab dan rasionalisasi dalam pandangan Giddens dilihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebagai suatu proses bukan keadaan (Giddens, 1984:3). Tindakan
manusia tak dapat dipisahkan dari tubuh dengan penempatannya dalam
dimensi waktu dan ruang. Dengan kata lain interaksi sosial atau
kehidupan sosial harus dipelajari dalam kehadiran bersama (Dalam
Karnaji, Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik Volume 22, Nomor
4: 286-298).
Giddens membedakan tiga dimensi waktu, yaitu pengalaman
sehari-hari, jangka hidup individual dan lembaga-lembaga (Gidens,
1984:35). Dimensi pengalaman berkaitan dengan waktu yang terbentuk
dalam kegiatan atau pengalaman sehari-hari yang dapat dibalik. Dimensi
jangka hidup individual berkaitan dengan rentang waktu kehidupan
individu yang tidak dapat dibalik atau disebut sebagai waktu tubuh.
Dimensi lembaga-lembaga berkaitan dengan waktu keberlangsungan
jangka panjang dan dapat dibalik dari lembaga. Dimensi waktu yang
berkaitan dengan lembaga ini merupakan waktu kelembagaan yang
merupakan baik syarat (condition) maupun hasil (outcome) kegiatan-
kegiatan yang terpola dalam keberlangsungan hidup sehari-hari. Dalam
konteks ini maka sejarah dipahami sebagai pengertian temporalitas
kegiatan- kegiatan manusia yang terjadi dalam keterkaitan tiga dimensi
waktu (Dalam Karnaji, Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik
Volume 22, Nomor 4: 286-298).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Konsep lain dalam teori strukturasi adalah rutinisasi
(routinization). Sesuatu yang rutin inilah yang menjadi elemen dasar
kegiatan sosial hari per hari. Apa yang rutin ini menunjukkan adanya
keterulangan kegiatan sosial dalam lintas waktu-ruang. Menurut Giddens
apa yang rutin dari suatu kehidupan sosial ini yang menjadi bahan dasar
bagi apa yang disebutnya sebagai hakekat keterulangan kehidupan sosial
(Giddens, 1984:xxiii). Dari keterulangan ini maka sifat-sifat terstruktur
dari kegiatan sosial yang terus menerus diciptakan kembali dari sumber-
sumber daya yang dibentuknya (Dalam Karnaji, Jurnal Masyarakat
Kebudayaan Dan Politik Volume 22, Nomor 4: 286-298).
Sementara itu untuk memahami ruang maka penting menyadari
posisi tubuh. Dalam kerangka pemikiran Giddens, tubuh dipandang
sebagai sebagai tempat kedudukan diri yang aktif (the locus of the active
self) (Giddens, 1984:36).
Dalam kehidupan sehari-hari individu-individu bertemu dengan
individu-individu lainnya yang hadir bersama secara fisik dan interaksi
yang terikat pada konteks situasi. Ciri khas sosial adalah kehadiran yang
berakar pada spasialitas tubuh yang terarah pada diri sendiri maupun
kepada orang lain. Giddens melihat pada posisi tubuh manusia ketika
hadir dalam interaksi tidak menempati ruang dan waktu seperti halnya
benda-benda material dalam ruang dan waktu. Tetapi spasialitas tubuh
manusia merujuk pada situasi aktif yang terarah pada tugas- tugasnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(Giddens, 1984:65). Karenanya posisi tubuh menurut Giddens harus
dipahami sebagai pengambilan posisi dalam kehadiran bersama (Dalam
Karnaji, Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik Volume 22, Nomor
4: 286-298).
Dalam penelitian ini, ruang dan waktu digambarakan sebagai
upaya pelanggengan diri. Sebagaimana yang telah disadur di atas,
momentum pemerintah Kolonial Hindia Belanda saat menerapkan sistem
Opsir misalnya, memberikan pengaruh yang besar terhadap praktek-
praktek baik sosial maupun ekonomi etnis Tionghoa yang ada di Kediri.
Sebab, sistem Opsir yang menaruh etnis Tionghoa sebagai mitra keija
pemerintah kolonial sekaligus sebagai kelas menengah di atas pribumi
memberikan kontribusi yang positif terhadap jalan berkehidupan mereka.
Ruang dalam sistem Opsir memberikan pengaruh terbesar terutama
dalam budang ekonomi. Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
menempatkan etnis Tionghoa sebagai penyalur barang-barang untuk
kehidupan terutama pangan yang dihasilkan dari masyarakat pribumi
Kediri. Hal ini terus berlanjut dan tereproduksi.
Namun demikian, saat proses menuju penjajahan Jepang dan
kemerdekaan sehingga kekuasaan pemerintah kolonial mulai menghilang
justru memberikan sumbangsih positif terhadap etnis Tionghoa yang
telah selama 3,5 abad memiliki posisi menengah yang telah
menginternalisasi kegiatan ekonomi di Nusantara. Begitu juga di Kediri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pasca hengkangnya pemerintahan kolonial etnis Tionghoa bergerak
menuju situasi- situasi yang membuat semakin langgengnya identitas
mereka.
Melalui kudapan Tahu yang dirintis oleh Bah Kacung dan disusul
oleh perusahaan Tahu yang lain seperti halnya Lym yang didirikan oleh
Liem Ga Moy dan Kau Long, serta merta kudapan tersebut digemari
semakin menempatkan mereka sebagai kelas atas yang mengontrol
sumber daya-sumber daya yang ada. Di mana dalam kajian selanjutnya
perajalan kuliner Tahu mampu memberikan kontribusi sejarah kuliner
kota Kediri yang melegenda.
C. Industrialisasi Masai Tahu Oleh Etnis Tionghoa Di Kota Kediri
Sejak tahun 1912 ketika Bah Kacung mulai merintis usahanya dalam
bidang industri kuliner serta merta memberikan pengaruh yang besar atas
perannya sebagai agen di Kota Kediri. Seperti yang pernah diungkap Giddens
(1984) bahwa agen dan agensi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan
dalam strukturasi. Agen dan agensi mengacu pada pemusatan tindakan yang di
dalamnya terdapat kekuasaan non normatif. Sumber daya yang dimiliki agen
merupakan gambaran bagaimana kekuasaan dijalankan dengan dukungan
ruang dan waktu yang membangun pengaruh makro terhadap struktur yang
sifatnya mengekang tapi se'oenarnya juga membebaskan. Perusahaan Tahu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kao Loung dan LYM ialah realitas konkrit atas strukturasi yang digagas oleh
seorang Giddens. Hal ihwal ruang dan waktu memang tidak bisa dilepaskan
dalam hal ini. Ada kekuasaan atas alokasi sumber daya ada juga pengaruhnya,
seperti dimulainya industrialisasi Tahu Etnis Tionghoa Kediri di bawah ini.
1. Mereka Yang Melihat "Pasar"
Sejak perusahaan Tahu Bah Kacung, Kao Loung dan Liem mulai
dikenal luas warga Kediri dan sekitarnya, pengaruh besar atas tindakan
mereka direalisasikan ketika kemudian banyak orang-orang Tionghoa yang
tinggal di sekitar mereka turut memberikan sokongan atas pengaruh yang
mereka sebarkan sendiri, yakni mendirikan perusahaan Tahu. Kini, di kota
Kediri ada sekitar dua puluh lima dengan lebih anak cabang perusahan
Tahu dengan yang berdiri guna melengkapi kebutuhan pasar akan animo
cindera mata para wisatawan baik luar kota maupun luar negeri. Seperti
halnya yang dikenal di Kediri selain tiga perusahaan Tahu di atas ialah
perusahaan Tahu POO, Mikimos, LTT, LTH, Soponyono, LKK, MING
dan lain sebagainya.
Tak satu pun para pengusaha Tahu etnis Tionghoa di kota ini yang
tidak melihat apa itu "pasar". Dalam melihat pasar tentu mereka tidak
sembarangan dalam mengidentifikasinya.Ada beberapa indikasi yang
hendak saya jelaskan di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Pengusaha Tahu Tionghoa Kediri Daiam Melihat Karakteristik
Pasar
Etnis Tionghoa perantauan di mana pun berada lebih tertarik
berbisnis guna menghidupi keluarganya daripada bekeija sebagai
pegawai swasta atau pegawai pemerintah.Demikian juga banyak negara
di mana etnis Tionghoa tinggal dianggap sebagai perantau sehingga
tidak berpeluang masuk dalam suatu sistem masyarakat atau institusi
pemerintahan.Di samping itu, di Asia Tenggara sebelum abad ke 20,
negara-negara Melayu masih didominasi oleh pemerintah kolonial
Belanda maupun Inggris. Fenomena tersebut menunjukka bahwa selama
masa pemerintahan kolonial, pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia
mengganggap etnis Tionghoa sebagai kelas menengah, sehingga dalam
masyarakat dapat membentuk suatu kasta dan masyarakat menjadi
terpisah antara etnis Tionghoa, kaum pribumi maupun bangsa Eropa
sebagai penjajah (Usman, 2009:229).
Sejalan dengan hal di atas, dalam mengidentifikasi pasar, etnis
Tionghoa yang mendirikan perusahaan l'ahu di kota Kediri memiliki
tradisi sendiri besadarkan kebudayaan mereka yang terkenal dengan
berdagangnya. Bagi mereka pasar merupakan hubungan kausalitas
antara output maupun input yang harus ditentukan dalam berdagang.
Umumnya konsentrasi perdagangan etnis Tionghoa yang
terutama mendirikan perusahaan Tahu ialah dalam lingkungan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sarna, Hal ini tentu saja akan terkait dengan bagaimana mereka
mambangun jaringan dan juga melakukan tindakan lobbying pada
sesama peneusaha Tahu maupun pekeijanya. Realitas sejarah mengenai
pola pemukiman yang digambarkan oleh peneliti di atas merupakan
salali satu alasan yang bisa dibilang akurat dalam mcnelisik akar
permasalahan mengapa etnis Tionghoa Kediri dalam berdagang
berkonsentrasi pada struktur masyarakat yang sama dengan mereka.
Seperti simakan wawancara di bawah ini bersama Cik Liu:
"Dari dulu hingga sekarang memang kita tidak pernah pindah dari sini mbak, karena sudah dari dulu kakek semenjak agresi memang bermukim di sini dan saya kira orang Tionghoa yang ada di sini juga memang sudah dari dulu ada." (Wawancara tanggal 31 Maretjam 14.58)
Menurut catatan sejarah pola perekonomian etnis Tionghoa yang
diungkap oleh Rani Usman (2009) ialah mereka juga lebih cenderung
merekrut pegawai yang rumah tinggalnya tidak berada jauh dengan
kompleks mereka.Menurutnya hal ini juga terkait masalah kepercayaan
dan ongkos produksi yang harus ditekan.
b. Pengusaha Tahu Tionghoa Kediri Dalam Membangun Jaringan
Etnis Tionghoa yang telah membudaya dengan aktivitas dagang
membuat mereka cepat berkembang dan maju terutama dalam bidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bisnis.Bisnis etnis Tionghoa di perantauan sangat berhasil, karena pada
umumnya mereka ulet, rajin, lihai sekaligus dapat membentuk jaringan-
jaringan bisnis yang sangat sulit ditembus oleh bisnis etnis yang lain.
Jaringan bisnis mereka terbentuk ratusan tahun uan bahkan ribuan tahun
sehingga sampai abad ke 21 ini etnis Tionghoa perantauan masih sangat
ungguk dalam percaturan politik dagangnya (Usman, 2009:230).
Kao Cheng-Shu menyebutkan bahwa beberapa ilmuan telah
memperhatikan aspek ekonomi mikro dan sistem sosial mikro tersebut
(Greenhalgh, 1988; Hamilton dan kao, 1987, 1990; Lam, 1989; Lin, 1998;
Numazaki, 1987; Peng, 1989). Mereka menunjukkan pentingnya peran
keluarga dan jaringan hubungan antarpribadi merupakan kelembagaan
sosial yang menjadi dasar bisnis di Taiwan (Hamilton, 1996:11).
Para pebisnis etnis Tionghoa di Taiwan menurut penelitian para
ilmuan seperti Hamilton dan Numazaki menyebutkan bahwa jaringan
keluarga merupakan faktor penentu dalam suatu bisnis skala menengah
maupun skala kecil.Jaringan keluarga dibentuk atas dasar kepercayaan.
Demikian halnya kepercayaan pribadi juga sesuatu hal yang sangat
menentukan dalam organisasi bisnis.Jaringan-jaringan pribadi dalam
berbisnis sebagai suatu hal yang tidak tertulis namun terbentuk dengan
sendirinya dalam percaturan ekonomi etnis Tionghoa. Sebagaimana
penelitian Kao dan Numazaki, walaupun Taiwan sebagai negara
berkembang dan etnis Tionghoa sebagai penentu ekonomi, juga masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berlaku hubungan keluarga dan hubungan pribadi dalam membangun
suatu sistem ekonomi.
Demikian juga jaringan antarpribadi sebagai penentu keberhasilan
etnis Cina. Jaringan pribadi yang dibarengi dengan kepercayaan pribadi
dibentuk atas dasar hubungan- hubungan dan relasi sosial yang
berlangsung sangat lama.Hubungan pribadi tersebut teijadi atas dasar
kepercayaan. Kepercayaan-kepercayaan terbentuk setelah adanya relasi
dan kontak sosial yang telah terseleksi dan teruji diakibatkannya kontak
sosial yang panjang, sekaligus membutuhkan jangka waktu yang tidak
ditentukan. Jaringan keluarga dan jaringan pribadi terbentuk, sebagai
budaya Tionghoa yang sangat menghargai keluarga keluarga sebagao
induk dari pembentukan budayanya. Fenomena menunjukkan bahwa etnis
Tionghoa sebagai bangsa Asia sangat maju dibentuk oleh jaringan marga.
Dalam suatu masyarakat yang memakai nama marga menunjukkan
hubungan kekerabatan sesama keluarga menjadi suatu keluarga besar.
Dalam kepemimpinannya pun keluarga adalah sebagai penentuk
kebijakan, terutama dalam berbisnis. Keluarga, terutama ayah adalah
ujung tombak yang membawa suatu perusahaan itu berhasil dan
berkembang.
Di samping itu etnis Tionghoa yang dikenal senang merantau dan
berbisnis dapat membentuk suatu jaringa perusahaan yang bertalian atau
suatu kelompok bisnis yang disebut guanxiqiye. Numazaki menyebutkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
istilah di atas mengacu pada sebuah kelompok perusahaan yang memiliki
sesuatu yang sama. sesuatu ini biasanya berupa kelompok kecil pemilik
manajer yang terikat erat oleh hubungan kekerabatan, pernikahan dan
ikatan-ikatan sosial lainnya. Guanxiqiye merupakan kelompok perusahaan
yang diikat oleh jaringan berbagai guanxi atau relasi dan koneksi
(Hamilton, 1996:24).
Numazaki seorang peneliti di Taiwan menyebutkan bahwa
hubungan Guanxiqiye sebagai penentu dalam pembentukan perusahaan
dan pengembangan organisasi ekonomi. Hubungan dan koneksi tersebut
dibentuk bedasarkan modal kelarga, politik, relasi sosial maupun jaringan
sosial lainnya. Hubungan modal yang dibentuk oleh guanxiqiye diikat
oleh kontrak dan atas peijanjian serta kepercayaan pribadi. Hubungan
modal misalnya, dalam suatu perusahaan dianggap sudah mapan, maka
perusahaan tersebut mengembangkan dan membentuk cabang di daerah
untuk ekspansi perusahaan. Relasi dan koneksi tersebut bukan saja terdiri
atas peijanjian semata, tetapi mempunyai hubungan khas seperti
hubungan antara ayah dan anak, atau hubungan keija yang sudah
berlangsung lama.
Bentuk standar usaha bisnis yang besar di kalangan orang
Tionghoa perantauan adalah konglomerat. Cushman (1986) menyebutkan
bahwa konglomerat ini sebagai kelompok perusahaan Tionghoa yang
didefinisikan sebagai perusahaan-perusahaan multicompany (terdiri atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
banyak anak perushaan) yang berada di bawah kendali kewiraswastaan
dan keuangan yang sama, dengan modal dan manajer-manajer tingkat
tingginya diambil dari sumber- sumber yang tidak terbatas dalam suatu
keluarga. Kegiatan- kegiatan (kelompok ini) sering diintegrasikan secara
vertical dan modalnya disediakan oleh lembaga-lembaga keuangan sendiri
(Ch'ng, 1995:5-6).
Sehubungan dengan perilaku bisnis (membangun jaringan) etnis
Tionghoa di Kediri yang berkonsentrasi di jalan Pattimura dan Yos
Sudarso terdiri atas banyak bidang yang digelutinya. Etnis Tionghoa yang
berkembang di Kediri sejak awalnya sebagai pengrajin dan berbisnis.Etnis
Tionghoa di Kediri bergerak di bidang bisnis kuliner yang pada umumnya
adalah Tahu, masakan oriental yang mengandung lemak babi, alat-alat
listrik dan lain-lain.
Etnis Tionghoa yang berbisnis di kota Kediri umumnya adalah
bisnis keluarga. Keluarga dalam bisnis etnis Tionghoa merupakan sesuatu
yang mutlak penting. setiap pertokoan atau bisnis etnis Tionghoa, tokoh
ayah bagi mereka merupakan manajer dan sosok ibu sebagai wakil. Ayah
sebagai tonggak bisnis etnis Tionghoa di Kediri. Fenomena tersebut
sangat dapat diamati pada seluruh politik bisnis Tionghoa di Kediri.
Realitas tersebut seperti terlihat pada perusahaan Tahu Soponyono.
Sebagai salah satu perusahaan Tahu yang terkenal dan laris di Kediri
dalam mekanisme penjalanan usahanya dikelola oleh ayah sebagai bos
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan sang ibu mengawasi perilaku anak buah. Peneliti sering mengamati
perusahaan tahu Soponyono, bahwa setelah ayah dan ibunya, anaknya
berperan dalam mengawasi kinerja anak buah yang pada umumnya
pribumi agar dapat bekeija dengan baik. Ayah sebagai bos dan ibu
sebagai wakil serta anak- anaknya selain berlatih bekerja sekaligus dapat
menjaga kelancaran organisasi bisnis keluarganya.
Fenomena tersebut membuktikan bahwa keluarga adalah segala-
galanya. Dengan kata lain, perilaku dalam membangun jaringan ini
memang berorientasi pada budaya Tionghoa yang sangat cinta pada
leluhurnya. Bisnis etnis tionghoa yang berkembang di Kediri bernuansa
keluarga. Artinya keluarga, ayah sebagai kunci dari kebijakan perusahaan,
dan istrinya sebagai waki kemudian disusul anaknya sebagai yang juga
berkecimpung di dunia bisnis itu.
Semua bisnis Tionghoa yang ada di kota Kediri berkembang
adalah keluarga. Akan tetapi istri yang berperan sebagai wakil juga
memiliki peran dalam menentukan kebijakan perusahaan. Bisnis etnis
Tionghoa yang ada di kota Kediri berkembang bedasarkan relasi keluarga.
Biasanya setelah anak-anak mereka telah cukup pengalaman bekerja
dengan orang tua masing-masing, suatu saat mereka akan membuka dan
mengembangkan bisnis leluhur mereka yang bergulat dalam dunia
kuliner, khususnya Tahu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut pengamatan kedua, peneliti mencoba untuk mengamati
perusahaan Tahu LTH juga menunjukkan hal yang sama. Ayah sebagai
manajer yang setiap saat ada di toko dan istrinya sebagai wakil juga sama-
sama mengawasi perusahaannya. Di perusahaan Tahu LTH, 90%
memperkerjakan etnis Jawa sebagai karyawan dan buruh.Perilaku bisnis
dalam membangun jaringan ini menunjukkan relasi bisnis terutama
dengan karyawannya adalah dengan merekrut sebanyak-banyaknya etnis
Jawa yang tinggal tidak jauh dari kompleks pecinan tersebut untuk
melancarkan bisnis mereka sebagai teman bisnisnya maupun demi
keamanan. Seperti wawancara yang dilakukan oleh pak Jarwo di bawah
ini:
"Saya ikut LTH itu sudah 17 tahun mbak, rumah saya kan di Pandean, jadi ya dekat kalau bekeija, tinggal jalan kaki saja. Dan saat pertama kali saya masih bujang bekerja di sana dulu diajak oleh Pak Dhe. Pak Dhe memang sudah lama ikut sama cina LTH itu."
(Wawancara tanggal 27 Maret jam 19.10)
Begitulah masyarakat etnis Tionghoa Kediri yang membentuk
jaringan bisnisnya bedasarkan ikatan keluarga yang kuat. Iklim perbisnisan
ini jugalah yang nantinya akan bertujuan arif untuk mempertahankan
kelanggengan identitas keetnisan yang menunjang entah dalam aspek
ekonomi, sosial, politik maupun jati diri. Bagi mereka, keluarga adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
segalanya.Keluarga dalam keyakinan etnis Tionghoa Kediri merupakan
bentuk identitas yang langgeng.
D. Politik Identitas KcctnisanUntuk Ruang Kota
Giddens (1991) identitas terbentuk oleh kemampuan untuk
melanggengkan narasi tentang diri, sehingga membentuk suatu perasaan terus-
menerus tentang kontinuitas biografis. Cerita mengenai identitas berusaha
menjawab sejumlah pertanyaan kritis. Individu berusaha mengkonstruksi suatu
narasi identitas koheren di mana siri membentuk suatu lintasan perkembangan
dari masa lalu sampai masa depan yang dapat diperkirakan (Giddens,
1991:75).
Pendapat Giddens sesuai dengan perspektif awam kita tentang
identitas, sebab ia memaparkan bahwa identitas diri ialah apa yang kita
pikirkan tentang diri kita sebagai individu. Selain itu, dia juga berpendapat
bahwa identitas bukan merupakan kumpulan sifat-sifat yang kita miliki;
identitas bukanlah sesuatu yang kita miliki, ataupun entitas atau bendayang
bisa kita tunjuk. Agaknya identitas adalah cara berflkir tentang diri kita.
Namun yang kita pikir tentang diri kita berubah dari situasi ke situasi yang lain
menurut ruang dan waktunya, itulah sebabnya Giddens menyebut identitas
sebagai proyek. Yang dia maksud adalah bahwa identitas merupakan sesuatu
yang kita ciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak berangkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketimbang kedatangan. Proyek identitas membentuk apa yang kita pikir
tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita,
bersama dengan apa yang kita pikir kita inginkan, lintasan harapan kita ke
depan.
Meski identitas-diri bisa dipahami sebagai proyek atas diri kita, kita
telah memahami bahwa kita lahir di dunia yang mendahului kita. Kita belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum kita datang dan kita
menjalani hidup kita dalam konteks hubungan sosial dengan orang lain.
Singkatnya, kita terbentuk sebagai individu dalam proses sosial dengan
menggunakan materi-materi yang dimiliki bersama secara sosial. Biasanya ini
dipahami sebagai sosialisasi atau atkulturasi. Tanpa akulturasi kita tidak akan
menjadi orang sebagaimana yang telah kita pahami dalam kehidupan sehari-
hari.
Sedikit menelisik lebih dalam tentang singgungan anatara politik
identitas dengan konstruksi ruang kota, bahwasannya ruang kota yang kita
pahami sekarang tak serta merta merupakan suatau tatanan yang langsung ada.
Politik identitas merupakan sumber daya yang bisa dialokasikan guna
membangun strukturkota mikro yang kemudian berkembang bedasarkan
dukungan ruang dan waktu. Ruang kota ialah representasi atas akulturasi yang
melibatkan relasi sosial, politik peran, identitas serta alam. Saat itulah struktur
kota yang mikro bersinergi dengan akulturasi yang melibatkan aspek-aspek
relasi sosial yang universal yang selanjutnya mampu digambarkan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tatanan ruang kota yang bercirikhas. Di bawah ini akan peneliti sajikan
beberapa paparan tentang identitas keetnisan dalam hal ini etnis Tionghoa di
Kediri sebagai alokator sumber daya dalam membentuk ruang kota yang
bercitrakan.
1. Identitas Etnis Sebagai Proyek; Isu Di Kediri
Berbicara mengenai identitas sungguhlah menjadi topik yang
menarik untuk dibicarakan.Identitas menurut Giddens (1991) merupakan
manifestasi daripada pelanggengan diri yang telah diartikulasikan dalam
kenyataan sosial.Setiap individu pastilah memiliki identitas.Identitas
cenderung berperan sebagai penggerak yang mengarahkan individu-
individu membangun kesadaran kolektif budaya dan sosialnya.Identitas
juga menjadi wadah di mana proyeksi atas sumber daya dan kekuasaan
berkibar.Di bawah ini akan peneliti jabarkan mengenai identitas etnis yang
dijadikan proyek dalam kasus yang ada di kota Kediri.
Bila kita melangkahkan sejenak kaki ini untuk mengembara di kota
Kediri, maka nuansa yang akan kita rasakan sebagai awam ialah suatu
gambaran kota kecil yang tak terlalu ramai tapi memiliki budaya kuliner
yang cukup kental, yakni Tahu. Dan dari sepanjang kita melakukan
pengamatan, toko-toko yang menjual Tahu pasti didominasi oleh etnis
Tionghoa.Gambaran di atas menunjukkan bahwa dalam pencitraan identitas
suatu etnis ternyata terdapat kekuatan politik dan ekonomi yang dirangkum
dalam sumber daya tidak menutup kemungkinanterlibat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengkonstruksian citra dalam suatu tatanankota. Sentimen awam tentang
kota Kediri yang dikenal sebagai kota Tahu muncul atas uraian di atas.
Uraian berikut ini akan memaparkan fenomena budaya yang sekarang ini
berkembang yang berkaitan dengan konstruksi identitas etnis, yakni
persoalan proyek politik identitas.
Bila kita membicarakan masalah identitas diri sebagai proyek, tentu
kita ingat tentang gagasan Giddens (1991) yang mengangkat mengenai
lintasan pembentuk mengenai apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini
dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita. Tak semata-mata proyek
tentang pribadi itu beijalan dengan selonggarnya, ia adalah stimulus dari
ruang dan waktu. Karena ruang dan waktulah yang membentuk jati diri,
peluang untuk menciptakan potensi dan legitimasi.
Di Kediri, etnis Tionghoa dan budaya yang mereka usung adalah
rintisan dari sebuah peijalanan kota. Budaya yang dimaksud di sini
yaitumengarah pada kuliner Tahu yang telah melembaga dalam kehidupan
mereka selama beribu-ribu tahun.Proses universal yang menyangkut
akulturasi relasi sosial, politik peran dan alokasi sumber daya baik fisik
maupun non fisik menjadikan mereka mampu bertahan di atas suatu tatanan
masyarakat yang memiliki kebudayaan yang beda sama sekali.
Namun inilah adanya identitas, bagi masyarakat Tionghoa Kediri
mereka adalah kharisma agung yang dilanggengkan melalui penganan yang
umat manusia sebut sebagai Tahu.Semua orang mengenai tahu dan banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
orang di pelosok negeri ini yang menggemarinya termasuk orang
Kediri.Dari saat pertama kali seorang Bah Kacung yang seorang etnis
Tionghoa perantauan membuka perusahaan tah, memungkinkan adanya
suatu perubahan struktur sosial yang memberikan praktek-praktek baik
sosial maupun ekonomi yang sifatnya rekursif.
Politik identitas keetnisan mula-mula muncul dan digambarkan
dengan tindakan mereka setiap harinya. Politik identitas keetnisan
memberikan mereka ruang-ruang untuk bergerak dalam struktur kota yang
lambat laun menata citra, di mana kemudianhal tersebut dibangun oleh
publik yang di dasarkan atas aktualisasi politik jati diri yang sangat kental
dengan identitas.
2. Kota Kediri Yang Terbangun Identitasnya
Kota Kediri kini tengah beijaya dengan citranya sebagai kota Tahu.
Pemaparan luas di atas secara rinci memberikan gambaran detail bagaimana
representasi seorang agen yang aktif memberikan pengaruh terhadap
lingkungan sekitarnya dalam hal ini kudapan Tahu dan membentuk alur
pikir masyarakat yang mencintai Tahu.
Dari satu agenmenjadi beberapa agen yang turut mencurahkan
segenap sumber dayanya telah membuka kemungkinan pembaharuan serta
pembebasan struktur yang selalu mengekang. Di Kediri, etnis Tionghoa
menjadi tonggak peijuangan lika-liku pencitraan kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Mulanya, Tahu menjadi kudapan masyarakat yang tinggal di sekitar
Bah Kacung saja, namun ketika Bah Kacung telah sukses menunjang bisnis
dengan alokasi sumber daya yang arif kini banyak ditemukan etnis
Tionghoa lainnya yang turut membuka perusahaan Tahu di Kediri.
Masyarakat yang dibangun cita rasanya melalui penganan Tahu melampaui
beberapa proses yang tak beijalan sebentar. Animo atau keturutsertaan
masyarakat Kediri adalah bagian yang tak terpisahkan atas pelanggengan
identitas yang di dalamnya mengaitkan alur kehidupan perkotaan yang
bercirikhas.
Masyarakat yang menjadi bagian dari kota adalah suatu gejala yang
tak dapat dipisahkan dari pola interaksinya. Maksud dari pernyataan di atas
bahwasannya pola interaksi manusia yang hidup di dalamnya akan
menghasilkan produk khas kota yang sifatnya universal. Interaksi mengikat
orang-orang yang terlibat di dalamnya kian membentuk sebuah tatanan
yang arif dalam aktualisasinya.
Demikan halnya di Kota Kediri, interaksi yang dibangun oleh warga
lokal dengan etnis Tionghoa melalui berbagai macam eara termasuk dengan
pendekatan budaya dalam hal ini kuliner Tahu merupakan titik awal
peijalan kota dengan produk budaya yang khas dan dikenal oleh masyarakat
luas. Inilah Kedriri, inilah kota Tahu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Menalar Teori Strukturasi Giddens
Kita akan memahami teori Giddens dengan setidaknya mempelajari
pandangan-pandangannya untuk kedua teori yang sudah disampaikan
sebelumnya, yakni fungsionalisme dan strukturalisme. Yang paling inti dalam
memahami strukturasi Giddens adalah kritik kerasnya atas gejala dualisme
yang melekat dalam berbagai teori khususnya dua teori di atas. Ia tidak setuju
dengan dualisme struktur dan pelaku, namun ia lebih menekankan apa yang ia
sebut dengan dualitas. Atas fakta struktur dan pelaku bukanlah sesuatu yang
saling menegasikan atau bertentangan, tapi keduanya saling
mengandaikan.Dalam memahami pemikiran Giddens, minimal kita bisa
berangkat dari dua pokok pembicaraan. Pertama, ialah agen (agent)dan struktur
(structur), kedua ialah ruang (space) dan waktu (time) (Arif dalam Jelajah
Budaya, 2010).
1. Agen dan Struktur
Inilah kritik paling menonjol dalam gagasan strukturasi Giddens.Ia
mengritik keras gagasan tentang hubungan keduanya yang selalu dilekati
dengan dualisme sebagai pokok analisis sosiologi dalam berbagai
teori.Baginya, analisis sosial semestinya menekankan pada aspek dualitas
keduanya, bukan dualisme.Bahwa pelaku dan struktur berhubungan
memanglah tak disangkal.Tapi bagaimana keduanya berkaitan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berbagai perilaku sosial, itulah yang harus dipersoalkan.Apakah pelaku dan
struktur berhubungan dengan mengedepankan perbedaan (tegangan atau
pertentangan) atau dualitas (timbal balik)? Ilmu sosial, menurut Giddens,
selama ini dikuasai pandangan dualisme vis a vis. Ia menolak itu dan
mengenalkan hubungan keduanya dalam gagasan dualitas. Pelaku dan
struktur berhubungan timbal balik atau saling mengandaikan.
Pelaku adalah orang-orang yang kongkrit dalam arus kontinu
tindakan dan peristiwa di dunia. Struktur dalam pengertian Giddens
bukanlah totalitas gejala, bukan 'kode tersembunyi' khas strukturalisme,
cara produksi marxis serta bukan sebagian dari totalitas gejala khas
fungsionalisme.Struktur adalah aturan {rules) dan sumberdaya {resource)
yang terbentuk (dan membentuk) dari perulangan praktik sosial.Dualitas
struktur dan pelaku merupakan hasil sekaligus sarana suatu praktik sosial
(Priyono, 2002).Praktik sosial yang seperti inilah yang seharusnya menjadi
pokok pembahasan dalam analisis sosial.Dari pengertian seperti inilah teori
stukturasi dibangun. Teori strukturasi sendiri mengandaikan sebuah proses
yang teijadi dan memungkinkan teijadinya perulangan untuk membentuk
perilaku sosial. Dalam hal ini Giddens menyebutnya sebagai reproduksi
sosial yang di dalamnya tanpa memisahkan struktur dan sistem. Reproduksi
merupakan hasil dalam proses stukturasi.
Perilaku sosial inilah yang semestinya menjadi obyek utama kajian
ilmu sosial, bukan struktur atau pelaku secara terpisah.Praktik sosial di atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bisa direfleksikan dalam negosiasi agen dalam hal ini Bah Kacung dan
lingkungan sekitar dengan berbagai macam norma- normanya.Dualitas yang
dimaksud terletak pada struktur yang menuntun pelaku sebagai sarana
(medium dan resources) dan menjadi pedoman praktik sosial di berbagai
tempat. Sesuatu yang mirip 'pedoman' atau prinsip-prinsip 'aturan' itu
merupakan sarana dalam melakukan proses perulangan tindakan sosial
masyarakat. Giddens menyebut hal itu sebagai strukturasi.
2. Ruang dan Waktu
Ruang dan waktu adalah pokok sentral lain dalam teori strukturasi.
Tidak ada tindakan perilaku sosial tanpa ruang dan waktu.Ruang dan waktu
menentukan bagaimana suatu perilaku sosial teijadi.Mereka bukan semata-
mata arena atau panggung suatu tindakan teijadi sebagaimana dipahami
dalam teori-teori sosial sebelumnya. Mereka adalah unsur konstitutif dalam
proses tindakan itu sendiri. Dengan mengadaptasi filsafat waktu Martin
Heidegger, Giddens menegasikan bahwa ruang dan waktu semestinya
menjadi bagian integral dalam ilmu sosial (Arif dalam Jelajah Budaya,
2010).
Tidak mungkin bila struktur memberikan peluang bagi agen untuk
mengalokasikan sumber dayanya tanpa iringan dari ruang dan waktu.Ruang
dan waktu merupakan andil bagi pelanggengan identitas seorang agen
dalam mengaktualisasikan dominasi dan legitimasinya guna mengubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
struktur melalui praktek-praktek sosialnya sehingga reproduksi sosial
tercipta.
Penelitian yang telah penulis lakukan selama hampir empat bulan
memberikan relevansi teori stukturasi Giddens yang signifikan.Bila
Giddens hanya berpaku pada pendiriannya soal praktek-praktek sosial,
konformitas dengan Baudrillard mungkin mampu memunculkan
kompleksitas yang menarik untuk ditelisik. Dalam kritiknya terhadap Marx,
ia menegaskan bahwa bukanlah produksi, namun konsumsi lah yang
merupakan basis suatu tatanan sosial.
Bilamana teori strukturasi Giddens yang berkutat dengan definisi-
definisi sosialnya, tak demikian halnya dengan pendapat penulis yang
menyatakan bahwa teori strukturasi ternyata juga dapat diaktualisasikan
dalam tindakan-tindakan ekonomi.Hal ini dirfleksikan melalui bagaimana
etnis Tionghoa di Kediri yang mendirikan perusahaan Tahu dalam
membangun jaringannya.Di mana mereka lebih mengutamakan jaringan
keluarga dalam menyelaskan tindakan ekonominya.
Kemudian pendapat Baudrillad diaktualisasikan ketika konsumsi
Tahu yang mulai menarik perhatian warga Kediri memunculkan basis
tatanan sosial yang baru serta memiliki ciri khas yang sangat kuat, yang
mana dukungan ruang dan waktu menjadi pelanggeng proses penciptaan
tatanan sosial, tak hanya domestik keluarga namun juga sumbangsih untuk
kota Kediri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Yang terakhir peneliti hendak sekali lagi menegaskan bahwa politik
jati diri tak akan mampu ditularkan dominasi dan legitimasinya bilamana
penyelarasan praktek-praktek sosial tidak diiringi oleh dukungan ruang dan
waktu yang bisa dikatakan deterministik.