Makalah PH Vaksin CARNA 5 FIX
-
Upload
ardhitya-adi-pratama-kukuh -
Category
Documents
-
view
206 -
download
1
description
Transcript of Makalah PH Vaksin CARNA 5 FIX
Vaksin Carna 5 Sebagai Agen Pengendalian Hayati Tanaman Krisan
Disusun Oleh:
Diah Yusniar B1J010075Lidya Dewi Istanti B1J010076Rr. Arin Rahayu Putri L. B1J010080Taufik Faturochman B1J010082Tiara Pertiwi B1J010083Chintara Ayu Paramitha B1J010086
Dwi Putri Mujayanah B1J010092Sri Ananti B1J010095Ari Dwi Nurasih B1J010104Kukuh Ardhitya A.P. B1J010105
Annisaurrohmah B1J010108Selviana B1J010109
Siti Soleah B1J010110Titis Hanifah K.N. B1J010114
TUGAS TERSTRUKTUR PENGENDALIAN HAYATI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
Krisan (Dendranthema spp) merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang
dibudidayakan secara komersial. Setiap tahun, pasar dalam negeri membutuhkan lebih
dari dua juta tangkai bunga krisan dan akan bertambah terus sekitar 11,3 % per tahun.
Untuk mengantisipasi hal itu maka produksi bunga krisan harus ditingkatkan.
Upaya meningkatkan produksi krisan perlu ditunjang dengan penyediaan benih
bermutu yang bebas penyakit sistemik, terutama virus. Sebagian besar tanaman hias
yang dibudidayakan, termasuk krisan, diperbanyak secara vegetatif. Perbanyakan seperti
ini berpotensi menularkan penyakit , karena jika tanaman tersebut terinfeksi penyakit
sistematik yang laten (virus, viroid, dan fitoplasma), maka pathogen tadi akan menular
melalui bibit ke tanaman berikutnya. Infeksi yang terjadi berulang-ulang akan
menurunkan vigor dan daya hasil tanaman atau disebut dengan degenerasi bibit.
Tanaman sakit juga dapat menjadi sumber inkulum bagi tanaman lainnya.
Bibit krisan dapat dipertahankan vigornya jika infeksi virus dapat dihindari. Di
daerah sentra krisan sekitar Cipanas (Cianjur) , ada dua jenis virus yang menyerang
krisan, satu diantaranya adalah cucumber mosaic virus (CMV). Pengaruh infeksi CMV
terhadap produksi krisan di Indonesia memang belum pernah dilaporkan. Namun
demikian, diduga virus tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya degenarasi
karena tanaman krisan diperbanyak secara vegetatif dengan stek pucuk. Di Eropa, CMV
dapat menurunkan ukuran bunga sekitar 5% serta panjang batang 11% dari ukuran
normal.
Pengendalian virus dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain menanam
kultivar resisten, mengendalikan vector, isolasi, dan proteksi silang. Bagi kultivar yang
rentan, akan sulit menghindarkannya dari infeksi ulang oleh virus yang sama. Setelah
ditanam di lapang beberapa musim, degenerasi akan muncul kembali. Salah satu cara
untuk mengurangi infeksi virus pada tanaman krisan adalah melalui proteksi silang
dengan menggunakan vaksin Carna 5. Di Indonesia, vaksin ini telah diuji efektivitasnya
pada tanaman tomat, cabai, dan krisan.
Carna 5 merupakan kepanjangan dari cucumber mosaic virus associated RNA
5, yaitu RNA nomor 5 yang berasosiasi dengan CMV. Maksudnya adalah bahwa RNA
nomor 5 sebagai asam nukleat tambahan tidak diperlukan oleh virus untuk
memperbanyak diri, tetapi pada keadaan tertentu perkembangan RNA 5 lebih banyak
daripada perkembangan CMV nya atau bersifat parasit. Jika keadaan seperti ini terjadi
pada tanaman krisan, maka gejala yang muncul akibat infeksi CMV menjadi tidak
tampak atau gejalanya ringan, dan tanaman krisan akan tampak sehat. Vaksin Carna 5
sebaiknya diaplikasikan pada saat tanaman masih muda, karena dapat memberi
kesempatan bagi vaksin untuk menebar secara sistemik ke seluruh jaringan tanaman.
II. PEMBAHASAN
Penggunaan virus sebagai Agen Pengendali Hayati (APH) penyakit tanaman
biasanya dengan strain virus yang dilemahkan, kemudian diinokulasikan pada tanaman.
Metode ini sering disebut dengan inokulasi silang (cross protection) atau imunisasi
sehingga tanaman menjadi kebal. Di Indonesia, virus yang dilemahkan yang dikenal
dengan nama Carna-5, terbukti efektif mengendalikan penyakit virus mozaik yang
disebabkan oleh cucumber mozaik virus (CMV) pada tanaman tomat, cabai, dan krisan.
Produk ini telah dipasarkan dengan nama dagang BiaRiv-3 (Hanudin et al., 2013).
Ada 2 jenis virus yang menyerang tanaman Krisan (Dendranthema spp.) satu
diantaranya adalah cucumber mosaic virus (CMV). Virus tersebut mempunyai inang
tidak kurang dari 775 spesies tanaman dan ditularkan oleh lebih dari 60 spesies kutu
daun secara nonpersisten dan menjadi salah salah satu penyebab terjadinya degenerasi
karena tanaman krisan diperbanyak secara vegetative dengan stek pucuk. Pada tanaman
cabai dan tomat, vaksin Carna 5 diaplikasikan secara mekanis dengan mengoleskan
ekstraknya pada daun tanaman setelah sebelumnya ditaburi serbuk karborandum 600
mesh. Pada tanaman krisan, perlakuannya agak berbeda, yaitu dengan menyambungkan
tanaman krisan dengan tembakau atau kumis kucing yang mengandung vaksin Carna 5.
Cara ini dilakukan karena karena aplikasi secara mekanis hasilnya kurang memuaskan.
Tanaman krisan hasil sambungan selanjutnya dideteksi untuk memastikan keberadaan
vaksin Carna 5. Tanaman krisan hasil sambungan yang sudah mengandung vaksin Carna
5 dapat diperbanyak atau disambungkan ke tanaman krisan lainnya. Selanjutnya
tanaman krisan hasil sambungan diperbanyak secara vegetative untuk memenuhi
kebutuhan bibit krisan yang sudah mengandung vaksin Carna 5 (Rahardjo dan Sulyo,
2008).
Salah satu strain CMV yang menginfeksi tanaman krisan adalah Chysanthemum
aspermy virus (ChAV), yang menyebabkan diameter bunga mengecil sampai 4-5% dan
ukuran bunga mengecil 10-11 % dari ukuran normal. Untuk pengendalian CMV,
proteksi silang yang dilakukan menggunakan isolat-isolat CMV yang melemah karena
kehadiran satelit Carna 5. Genom partikel CMV terdiri atas 3 spesies RNA, dan kadang-
kadang RNA ketiga pecah 2 menjadi RNA ke 3 dan 4. Vaksin Carna 5 merupakan
kepanjangan dari cucumber mosaic virus associated RNA 5, yaitu RNA ke 5 yang
berasosiasi dengan RNA CMV untuk perbanyak diri (multiplikasi) (Rahardjo dan Sulyo,
2008).
CMV melakukan infeksi secara sistemik pada banyak tanaman. Organ atau
jaringan tanaman lebih tua yang berkembang sebelum terinfeksi virus biasanya tidak
dipengaruhi oleh keberadaan virus, namun jaringan atau sel-sel muda yang berkembang
setelah terinfeksi virus sangat dipengaruhi dan umumnya memperlihatkan gejala akut.
Gejala virus akan meningkat beberapa hari setelah terjadinya infeksi, kemudian menurun
sampai pada taraf tertentu atau sampai tanaman mati. CMV relatif kurang stabil dalam
ekstrak tanaman (sap). Pada suhu ruang infektivitasnya cepat menurun dan akan hilang
setelah beberapa jam. Dengan perlakuan suhu 70oC atau lebih infektivitasnya akan
hilang sama sekali setelah pemanasan selama 10 menit (Agrios, 1997).
Vaksin Carna 5 yang mengandung RNA ke 5 sebagai asam nukleat tambahan
tidak diperlukan oleh CMV untuk memperbanyak diri, tetapi pada keadaan tertentu
perkembangan RNA ke 5 lebih pesat dari perkembangan RNA. CMV lainnya sendiri
bersifat parasit, sehingga CMV tidak dapat berkembang. Jika keadaan seperti ini terjadi
pada tanaman krisan, maka gejala yang muncul akibat infeksi CMV tidak nampak atau
gejalanya ringan dan tanaman krisan akan tampak sehat. (Rahardjo dan Sulyo, 2008).
CMV adalah potongan cabang tanaman vinca yang berdaun 1 yang terinfeksi CMV
disambung pada tanaman krisan sesuai perlakuan. Proses penyambungan tanaman vinca
dan tanaman krisan sama persis seperti yang dilakukan pada penyambungan tanaman
kumis kucing dan tanaman krisan. Keberadaan virus pada tanaman krisan tidak dapat
dideteksi menggunakan metode ELISA tidak langsung.
Infeksi CMV pada jaringan tanaman krisan bersifat sistemik. Pemberian tidak
menampakan warna yang vaksin +CMV pada kulaitas bunga krisan Reagen Orange
tidak menampakan warna yang pecah, sedangkan perlakuan CMV menyebabkan
tanaman krisan Reagen Orange menghasilkan bentuk bunga yang abnormal. Perlakuan
vaksin dapat memproteksi CMV pada tanaman krisan (Rahardjo dan Sulyo, 2008).
Carna 5 memparasit inangnya, yaitu virus yang memparasit tanaman inang.
Akibat hubungan parasit ini, efek yang ditimbulkannya beragam. Penyakit akan ditekan
bila virus terparasit secara efektif oleh Carna 5. Dilain pihak, Carna 5 juga mampu
memperlihatkan bentuk penyakit baru, seperti nekrosis letal pada tomat (Kaper, 1983).
Vaksin Carna 5 sebaiknya diaplikasikan pada saat tanaman masih muda karena
dapat memberi kesempatan bagi vaksin untuk menyebar secara sistemik ke seluruh
jaringan tanaman. Tanaman krisan yang diberi vaksin Carna 5 dan tanaman kontrol
(tanpa perlakuan) ternyata tidak menampakkan gejala mosaik, sehingga tidak dilakukan
pengamatan intensitas gejala serangan dan persentase tanaman terserang. Tidak
tampaknya gejala mosaik atau mottle pada tanaman krisan kemungkinan karena CMV
yang diinokulasikan 2 minggu setelah perlakuan vaksin, tidak berkembang karena
pengaruh vaksin. Dapat dijelaskan bahwa vaksin Carna 5 yang mengandung RNA
nomor 5, asam nukleat tambahan sebagai satelit virus, tidak diperlukan oleh CMV untuk
memperbanyak diri, sebaliknya perbanyakan dari Carna 5 (satelit virus) sangat
bergantung pada CMV (sebagai helper virus), sehingga pada waktu virus
memperbanyak diri, satelit Carna 5 lebih cepat daripada CMV-nya sendiri, sehingga
pada suatu saat di mana satelit Carna 5 melebihi jumlah keseimbangan dengan CMV,
Carna 5 akan bersifat parasit pada helper virusnya (CMV) sendiri, sehingga akan
mengendalikan/mengontrol perbanyakan CMV. Jika keadaan seperti ini terjadi pada
tanaman krisan, maka gejala yang muncul akibat infeksi CMV tidak nampak atau
gejalanya ringan dan tanaman krisan akan tampak seperti sehat. Dampaknya adalah
CMV yang kemudian menyerang tanaman krisan tidak berkembang menimbulkan gejala
mosaik atau mottle (Kaper, 1977).
III. KESIMPULAN
1. Vaksin Carna 5 sebaiknya diaplikasikan pada saat tanaman masih muda karena dapat
menyebar secara sistemik ke seluruh jaringan tanaman.
2. Satelit Carna 5 lebih cepat berkembang daripada CMV-nya sendiri, sehingga pada
suatu saat di mana satelit Carna 5 melebihi jumlah keseimbangan dengan CMV,
Carna 5 akan bersifat parasit pada helper virusnya (CMV) sendiri, sehingga akan
mengendalikan/mengontrol perbanyakan CMV.
DAFTAR REFERENSI
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Ed ke-4. San Diego: Academic Pr. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Salicylic Acid. Washington: Benyamin Franklin Station.
Hanudin and M. Machmud. 1994. Effects of bactericide “Terlai” and Pseudomonas fluorescens on bacterial wilt of tomato. Aust. Bacterial Wilt Newslet. (10): 12−13.
Kaper, J.M. dan M.E. Tousignant. 1977. Cuccumber mosaic virus-associated RNA 5. I.Role of host plant and helper strain in determining amount of associated RNA 5 with virions. Virology. 80 : 186 -195.
1983. Perspective on CARNA 5, Cucumber Mosaic Virus-Dependent Replicating RNAs Capable of Modifying Disease Expression. Plant Moleculer Biology Reporter 1(2): 49-54.
Rahardjo, I. B., E. Diningsih, dan Y. Sulyo. 2008. Vaksin CARNA 5 untuk Memproteksi Tanaman Krisan Varietas Reagent Orange dari Infeksi Virus Mosaik Mentimun. Balai Penelitian Tanaman Hias. J. Hort. 18 (2): 193-199.
dan Y. Sulyo. 2005. Proteksi Silang untuk Pengendalian Virus Mosaik Mentimun pada Krisan. J. Hort. 15 (2): 129-134.
Mulya, E. B. S. 2003. Deteksi Asosiasi Virus Mosaik Ketimun-Satelit Rna-5 Pada Tanaman Ketimun. Program Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.