MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH
-
Upload
intana-melati-soehardi -
Category
Documents
-
view
114 -
download
2
Transcript of MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH
MAKALAH PENGOLAHAN SAMPAH
Sampah merupakan suatu bahan yang dibuang
atau terbuang sebagai hasil dari aktivitas manusia
maupun hasil aktivitas alam yang tidak/belum memiliki
nilai ekonomis.
sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi
biasa dikaitkan dengan polusi. Bila sampah masuk ke
dalam lingkungan (ke air, ke udara dan ke tanah) maka
kualitas lingkungan akan menurun. Peristiwa masuknya
sampah ke lingkungan inilah yang dikenal sebagai peristiwa pencemaran lingkungan. Akan
tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka sampah dapat
dibagi menurut jenis-jenisnya.
Jenis-jenis sampah
Berdasarkan sumbernya
1. Sampah alam
2. Sampah manusia
3. Sampah konsumsi
4. Sampah nuklir
5. Sampah industri
6. Sampah pertambangan
Berdasarkan sifatnya
1. Sampah organik – dapat diurai (degradable)
2. Sampah anorganik – tidak terurai (undegradable)
Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran,
daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos;
Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah
pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu,
dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku
dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual
adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng,
kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;
Berdasarkan ciri atau karakteristik
a. Garbage, terdiri dari zat-zat yang mudah terurai
b. Rubbish, seperti karet, kayu, dan kaca
c. Ashes, semua sisa pembakaran dari industry
d. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar
e. Dead animal, bangkai binatang besar
f. House hold refuse, samph campuran
g. Abandoned vehicle, bangkai kendaraan
Berdasarkan bentuknya
Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan lagi dan dibuang.
Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai:
Sampah Padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine
dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah
kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini
dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik
Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan
organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari
peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu
pembersihan kebun dan sebagainya.
Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:
1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi
baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan
perkebunan.
2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat
dibagi lagi menjadi:
Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai
secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah
atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain
Sampah Cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak
diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini
mengandung patogen yang berbahaya.
Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar
mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan
dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi.
Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri
(dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi.
Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah
yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.
untuk mencegah sampah cair adalah pabrik pabrik tidak membuang limbah sembarangan
misalnya membuang ke selokan.
Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses
daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi
tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah,
misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
Sampah manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa
digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin.
Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat
digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus
dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah
pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang
higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori
penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang
misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.
Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia)
pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke
tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun
demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan
sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.
Limbah Radioaktif
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang
menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan
hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat
yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat yang dituju
biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih
dilakukan).
PENGOLAHAN SAMPAH
Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil atau
menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan
lingkungan, suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi
tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu
penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak
menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar, 1990).
Pada penelitian ini dikemukakan tiga jenis alternatif teknologi pengolahan sampah yang
dapat digunakan dalam pengolahan sampah di Jakarta Timur, yakni: pengomposan, incenerator,
dan tempat penimbunan akhir sampah (TPA) secara sanitary landfill. Berikut uraian mengenai
hal-hal yang terkait dengan ketiga jenis alternatif teknologi pengolahan sampah tersebut.
A. PENGOMPOSAN (COMPOSTING)
Uraian mengenai proses pengomposan berikut ini bersumber dari Suriawiria (1996).
Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara aerobik dan
anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan kompos. Sampah yang
dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah organik, karena mudah
mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-mikroba.
Proses dekomposisi senyawa organik oleh mikroba merupakan proses berantai. Senyawa
organik yang bersifat heterogen bercampur dengan kumpulan jasad hidup yang berasal dari
udara, tanah, air, dan sumber lainnya, lalu di dalamnya terjadi proses mikrobiologis. Beberapa
hal yang harus diperhatikan agar proses tersebut berjalan lancar adalah perbandingan nitrogen
dan karbon (C/N rasio) di dalam bahan, kadar air bahan, bentuk dan jenis bahan, temperatur, pH,
dan jenis mikroba yang berperan di dalamnya.
Indikator yang menunjukkan bahwa proses dekomposisi senyawa organik berjalan lancar
adalah adanya perubahan pH dan temperatur. Proses dekomposisi akan berjalan dalam empat
fase, yaitu mesofilik, termofilik, pendinginan, dan masak.
Hubungan diantara keempat fase tersebut sebagai berikut:
1. Pada proses permulaan, media mempunyai nilai pH dan temperatur sesuai dengan kondisi
lingkungan yang ada, yaitu pH + 6.0 dan temperatur antara 18 - 22 derajat Celcius
2. Sejalan dengan adanya aktifitas mikroba (khususnya bakteri indigenousi) di dalam bahan,
maka temperatur mulai naik, dan akhirnya akan dihasilkan asam organic
3. Pada kenaikan temperatur diatas 40 derajat Celcius, aktifitas bakteri mesofilik akan
terhenti, kemudian diganti oleh kelompok termofilik. Bersamaan dengan pergantian ini,
amoniak dan gas nitrogen akan dihasilkan, sehingga nilai pH akan berubah kembali
menjadi basa
4. Kelompok jamur termofilik, yang terdapat selama proses, akan mati akibat kenaikan
temperatur diatas 60 derajat Celcius. Selanjutnya akan diganti oleh kelompok bakteri dan
actinomycetes termofilik sampai batas temperatur +86 derajat Celcius.
5. Jika temperatur maksimum sudah tercapai serta hampir seluruh kehidupan di dalamnya
mengalami kematian, maka temperatur akan turun kembali hingga mencapai kisaran
temperatur asal. Fase ini disebut fase pendinginan dan akhirnya terbentuklah kompos
yang siap digunakan.
Beberapa faktor, baik biotik maupun abiotik yang mempengaruhi proses pengomposan, antara
lain :
1. Pemisahan bahan. Bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar didegradasi harus
dipisahkan. Bahan-bahan tersebut dapat berupa logam, batu, plastik dan sebagainya.
Bahkan bahan-bahan tertentu yang bersifat toksik serta dapat menghambat pertumbuhan
mikroba, antara lain residu pestisida, harus benar-benar dibebaskan dari dalam timbunan
bahan baku kompos.
2. Bentuk bahan. Lebih kecil dan homogen bentuk bahan, maka proses pengomposan akan
berjalan lebih cepat dan baik. Karena lebih kecil dan homogen bahan baku kompos, lebih
luas permukaan bahan yang dapat dijadikan substrat bagi aktifitas mikroba. Juga
pengaruhnya terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO2
yang dihasilkan.
3. Nutrien. Aktifitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan sumber nutrien
karbohidrat, antara 20%-40% karbohidrat yang digunakan akan diasimilasikan menjadi
komponen sel dan CO2.
4. Kadar air bahan. Kadar air bahan bergantung pada bentuk dan jenis bahan, namun
optimum pada kisaran 50% hingga 70%, terutama selama proses fase pertama. Kadang-
kadang dalam keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85%, misal pada
jerami.
B. PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR)
Pembakaran sampah dengan menggunakan incenerator adalah salah satu cara pengolahan
sampah, baik padat maupun cair. Didalam incenerator, sampah dibakar secara terkendali dan
berubah menjadi gas (asap) dan abu. Dalam proses pembuangan sampah, cara ini bukan
merupakan proses akhir. Abu dan gas yang dihasilkan masih memerlukan penanganan lebih
lanjut untuk dibersihkan dari zat-zat pencemar yang terbawa, sehingga cara ini masih merupakan
intermediate treatment.
Salah satu kelebihan incenerator menurut Salvato (1982) adalah dapat mencegah
pencemaran udara dengan syarat incenerator harus beroperasi secara berkesinambungan selama
enam atau tujuh hari dalam seminggu dengan kondisi temperatur yang dikontrol dengan baik dan
adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat efisiensi, serta mencegah terjadinya
pencemaran udara dan bau.
Kelebihan incenerator sebagai alat pengolah sampah juga dikemukakan oleh Sidik et al.
(1985), yaitu meskipun incenerator masih belum sempurna sebagai sarana pembuangan sampah,
akan tetapi terdapat beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. Terjadi pengurangan volume sampah yang cukup besar, sekitar 75% hingga 80%
dari sampah awal yang datang tanpa proses pemisahan.
2. Sisa pembakaran yang berupa abu cukup kering dan bebas dari pembusukan
3. Pada instalasi yang cukup besar kapasitasnya (lebih besar dari 300 ton/hari) dapat
dilengkapi dengan peralatan pembangkit listrik
Menurut Sidik et al. (1985), sistem incenerator pada dasarnya terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Sistem pembakaran berkesinambungan. Sistem ini menggunakan gerakan mekanisasi dan
otomatisasi dalam kesinambungan pengumpanan sampah ke dalam ruang bakar (tungku)
dan pembuangan sisa pembakaran. Sistem ini umumnya dilengkapi fasilitas pengendali
pembersih sisa pembakaran untuk membersihkan abu dan gas. Sistem ini dapat
digunakan untuk instalasi dengan kapasitas besar (lebih besar dari 100 ton/hari) dan
beroperasi selama 24 jam atau 16 jam per hari.
2. Sistem pembakaran terputus. Sistem ini umumnya sederhana dan mudah dioperasikan.
Digunakan untuk kapasitas kecil (kurang dari 100 ton/hari). Biasanya beroperasi kurang
dari 8 jam per hari. Cara kerjanya terputus-putus dalam arti bila sampah yang sudah
dibakar menjadi abu, maka untuk pembakaran berikutnya abu tersebut harus dikeluarkan
lebih dahulu. Setelah bersih, baru dapat dilakukan pembakaran sampah selanjutnya.
Proses yang terdapat pada incenerator pada dasarnya terdiri atas enam tahap, yaitu:
1. Proses pembakaran
2. Poses pengolahan abu
3. Proses pendinginan gas
4. Poses pengolahan gas
5. Proses pengolahan air kotor, dan
6. Proses pemanfaatan panas.
Proses tersebut menunjukkan bahwa pengolahan sampah dengan incenerator dilakukan dengan
memperhatikan aspek keamanan terhadap lingkungan.
C. TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH = TPA (LANDFILL)
Menurut Sidik et al. (1985), pengolahan sampah metoda pembuangan akhir dilakukan
dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah
padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah
(mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme alam. Ditinjau dari
segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan menggunakan sampah.
Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan
2. Mudah dicapai oleh kendaraan-kendaraan pengangkut sampah
3. Aman terhadap lingkungan sekitarnya.
Ada dua teknik yang dikemukakan oleh Salvato (1982) yang termasuk dalam kategori
TPA, yaitu teknik open dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumping adalah cara
pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan di suatu lokasi dan dibiarkan
terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan. Teknik ini sering
menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah,
menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat, dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya
kebakaran, bahkan sering juga menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik
open dumping sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary
landfill.
Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan
lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap
sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu
dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas
timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan
tanah. Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Pada bagian
dasar dari konstruksi sanitary landfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan
pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) serta pipa penyalur gas yang terbentuk
dari hasil penguraian sampah-sampah organik yang ditimbun.
Menurut Sidik et al. (1985) penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis
akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Dasar dari pelaksanaannya adalah
meratakan setiap lapisan sampah, memadatkan sampah dengan menggunakan compactor, dan
menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga Dipadatkan. Ketebalan lapisan sampah
umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga lebih atau kurang dari 2 meter bergantung pada sifat
sampah, metoda penimbunan, peralatan yang digunakan, topografi lokasi penimbunan,
pemanfaatan tanah bekas penimbunan, kondisi lingkungan sekitarnya, dan sebagainya.
Adapun fungsi lapisan penutup tersebut sebagai berikut:
1. Mencegah berkembangnya vektor penyakit
2. Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan
3. Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul
4. Mencegah kebakaran
5. Menjaga agar pemandangan tetap indah
6. Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah
7. Mengurangi volume lindi
Hal yang sangat penting diperhatikan sehubungan dengan pembangunan TPA dengan
teknik sanitary landfill adalah kemungkinan timbulnya pencemaran lingkungan di areal TPA
tersebut.
Sidik et al. (1985) mengatakan bahwa ada beberapa jenis pencemaran di lahan
penimbunan sampah (TPA) yaitu:
1. Air lindi, yang keluar dari dalam tumpukan sampah karena masuknya rembesan air hujan
ke dalam tumpukan sampah lalu bersenyawa dengan komponen-komponen hasil
penguraian sampah.
2. Pembentukan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan meghasilkan gas CO2,
sedangkan penguraian bahan organik pada kondisi anaerobik akan menghasilkan gas
CH4, H2S, dan NH3. Gas CH4 perlu ditangani karena merupakan salah satu gas rumah
kaca serta sifatnya mudah terbakar. Sedangkan gas H2S, dan NH3 merupakan sumber
bau yang tidak enak.
Selain itu, masih banyak cara-cara pengolahan sampah, diantaranya :
Insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran sampah/limbah Padat menggunakan suatu
alat yang disebut insinerator. Meski demikian, tidak semua jenis limbah padat
dapat dibakar dalam jenis insinerator. Jenis limbah padat yang cocok untuk
insinerasi di antaranya adalah kertas, plastik, dan karet. Sedangkan contoh jenis
limbah padat yang kurang sesuai untuk insinerasi adalah kaca, sampah makanan,
dan baterai.
Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume Sampah berkurang sangat
banyak (bisa mencapai 90%). Sedangkan kelemahan utamanya adalah Biaya
operasi yang mahal. Selain itu, insinerasi Menghasilkan asap buangan yang dapat
menjadi Pencemar udara serta abu hasil pembakaran yang Kemungkinan
mengandung senyawa berbahaya.
Merumuskan dan mendemontrasikan sistem pengelolaan sampah ramah lingkungan (reduce,
reuse, recycle)
Reduce
Reduce berarti kita mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak
lingkungan. Reduce juga berarti mengurangi belanja barang-barang yang anda tidak
“terlalu” butuhkan seperti baju baru, aksesoris tambahan atau apa pun yang intinya
adalah pengurangan kebutuhan. Kurangi juga penggunaan kertas tissue dengan sapu
tangan, kurangi penggunaan kertas di kantor dengan print preview sebelum mencetak
agar tidak salah, baca koran online, dan lainnya.
Reuse
Reuse sendiri berarti pemakaian kembali seperti contohnya memberikan baju-baju
bekas anda ke yatim piatu. Tapi yang paling dekat adalah memberikan baju yang
kekecilan pada adik atau saudara anda, selain itu baju-baju bayi yang hanya beberapa
bulan dipakai masih bagus dan bisa diberikan pada saudara yang membutuhkan.
Recycle
Recycle adalah mendaur ulang barang. Paling mudah adalah mendaur ulang
sampah organik di rumah anda, menggunakan bekas botol plastik air minum atau apapun
sebagai pot tanaman, sampai mendaur ulang kertas bekas untuk menjadi kertas kembali.
Daur ulang secara besar-besaran belum menjadi kebiasaan di Indonesia. Tempat sampah
yang membedakan antara organik dan non-organik saja tidak jalan. Malah akhirnya lebih
banyak gerilyawan lingkungan yang melakukan daur ulang secara kreatif dan
menularkannya pada banyak orang dibandingkan pemerintah