Makalah Pendidikan Agama Islam

20
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM HUKUM, DEMOKRASI, HAM DALAM ISLAM, DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM PRUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA” Oleh Kelompok 2 : Elvrado Wega Senturi 125040201111016 Rini Agustin 125040201111045 Rakhma Novianita 125040207111034 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOG I FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

description

agama

Transcript of Makalah Pendidikan Agama Islam

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAMHUKUM, DEMOKRASI, HAM DALAM ISLAM, DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM PRUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Oleh Kelompok 2 :Elvrado Wega Senturi 125040201111016Rini Agustin 125040201111045Rakhma Novianita 125040207111034

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG20141. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAgama Islam adalah agama/ajaran bersifat universal, dan agama Islam diturunkan Allah karena untuk mengatur manusia agar kehidupannya sesuai dengan fitrahnya. Keuniversalan Islam bermakna Islam ditujukan untuk semua aspek yaitu semua manusia, bangsa dan setiap tingkatan di dunia ini serta lintas waktu maupun tempat hingga sampai datangnya yaum al-Qiyamah kelak. Dengan demikian agama Islam diperuntukkan untuk semua manusia di atas bumi ini agar mereka dapat menjalani kehidupan ini dengan baik, sehingga mendapatkan kehidupan dunia akhirat yang diridhai oleh Allah.Islam sebagai ajaran mengandung berbagai ajaran yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga ajaran inti bagi umat manusia untuk dapat mencapi tujuan dalam hidupnya di dunia dan akhirat. Tiga ajaran tersebut adalah pertama, Tauhid yaitu ajaran yang berkaitan dengan ketuhanan dan keimanan, yang hal ini terdapat dalam ilmu tauhid atau ilmu kalam. Kedua, Syariah (fiqh) yaitu ajaran-ajaran yang menjelaskan tentang hukum-hukum Islam atau legalitas ibadah, hal ini terangkum dalam ilmu fiqh. Dan ketiga, akhlak, yaitu ajaran yang membahas tentang baik dan buruknya suatu tingkah laku manusia, hal ini penjelasannya terdapat dalam ilmu akhlak atau adab. Kemudian ketiga ajaran inti tersebut akan melahirkan aturan-aturan dan pedoman yang tidak hanya saja mengatur kehidupan manusia dalam hal yang berkaitan dengan pribadi dan keluarga saja, melainkan juga dalam hal bermasyarakat dan bernegara.Islam mengatur hubungan tiga dimensi yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Hubungan manusia dengan Tuhannya telah di atur dalam al-Qur'an dan al-Hadis, sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya yang disebut mu'amalah, Allah telah menetapkan aturan-aturan yang bersifat dan berlaku umum. Selain dari pada itu Islam juga mengatur hubungan antara masyarakat dengan pemerintah, antara orang-orang Islam dan bukan orang Islam dan hubungan negara dengan negara. Semua hubungan-hubungan tersebut selalu berkaitan dengan adanya hubungan kehidupan dunia yang fana dan kehidupan akhirat yang kekal abadi. Ini berarti semua aktivitas manusia di dunia ini telah di atur oleh Islam.1.2 Rumusan MasalahDalam pembuatan makalah ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:1. Apakah hukum islam, sumber hukum Islam, prinsip hukum Islam, dan fungsi hukum Islam?2. Bagaimanakah demokrasi dalam Islam?3. Bagaimanakah HAM dalam pandangan islam?4. Bagaimana kontribusi umat Islam dalam perundang-undangan Indonesia?

2. ISI2.1 Hukum Islam2.1.1 Pengertian Hukum IslamAda beberapa istilah penting yang bisa digunakan untuk memahami pengertian hukum Islam. Istilah-istilah tersebut adalah syariah, fikih, dan hukum Islam sendiri. Ketiga istilah ini sering dipahami secara tidak tepat, sehingga terkadang ketiganya saling tertukar. Untuk itu, perlu dijelaskan dulu masing-masing dari ketiga istilah tersebut dan hubungan antara ketiganya, terutama hubungan antara syariah dan fikih.Syariah berasal dari kata al-syariah yang berarti jalan ke sumber air atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan (Al-Fairuzabadiy, 1995). Syariah disamakan dengan jalan air mengingat bahwa barang siapa yang mengikuti syariah, ia akan mengalir dan bersih jiwanya (Amir Syarifuddin, 1999). Secara terminologis, syariah didefinisikan dengan sebagai aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah agar digunakan oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dengan alam, dan dalam kaitannya dengan kehidupannya (Syaltut, 1966). Muhammad Yusuf Musa mengartikan syariah sebagai semua peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan dengan Al-Quran maupun dengan Sunnah Rasul (Musa, 1988). Dari dua definisi syariah di atas dapat dipahami bahwa syariah adalah aturan-aturan Allah dan Rasulullah yang mengatur manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya maupun dengan sesamanya.Adapun kata fikih berasal dari kata al-fiqh yang berarti pemahaman atau pengetahuan tentang sesuatu (Al-Fairuzabadiy, 1995). Secara terminologis fikih didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum syara yang bersifat amaliyah (praktis) yang digali dari dalil-dalil terperinci (Khallaf, 1978 dalam Zahrah, 1958). Dari definisi ini dapat diambil beberapa pengertian bahwa fikih merupakan suatu ilmu yang membahas hukum-hukum syara terutama yang bersifat amaliyah dengan mendasarkan pada dalil-dalil terperinci dari Al-Quran dan hadits. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian fikih berbeda dengan syariah baik dari segi etimologis maupun terminologis. Syariah merupakan seperangkat aturan yang bersumber dari Allah SWT dan Rasulullah SAW untuk mengatur tingkah laku manusia baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya (beribadah) maupun dalam rangka berhubungan dengan sesamanya (bermuamalah). Sedangkan fikih merupakan penjelasan atau uraian yang lebih rinci dari apa yang sudah ditetapkan oleh syariah.Adapun istilah hukum Islam berasal dari dua kata dasar, yaitu hukum dan Islam. Hukum bisa diartikan dengan peraturan dan undang-undang (Tim Penyusun, 2001). Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa (Ali, 1996). Adapun kata yang kedua, yaitu Islam, adalah agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya (Syaltut, 1966). Dengan pengertian yang sederhana, Islam berarti agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dari gabungan dua kata hukum dan Islam itulah muncul istilah hukum Islam. Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam.Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kata hukum Islam yang sering ditemukan pada literatur hukum yang berbahasa Indonesia secara umum mencakup syariah dan fikih, bahkan terkadang juga mencakup ushul fikih (dasar-dasar fikih). Namun, harus dipahami pula bahwa hukum Islam itu tidak sama persis dengan syariah dan sekaligus tidak sama persis dengan fikih. Tetapi juga tidak berarti bahwa hukum Islam itu berbeda sama sekali dengan syariah dan fikih. Yang dapat dikatakan adalah pengertian hukum Islam itu mencakup pengertian syariah dan fikih, karena hukum Islam yang dipahami di Indonesia ini terkadang dalam bentuk syariah dan terkadang dalam bentuk fikih, sehingga kalau seseorang mengatakan hukum Islam, harus dicari dulu kepastian maksudnya, apakah yang berbentuk syariah ataukah yang berbentuk fikih. Hal inilah yang tidak dipahami oleh sebagian besar bangsa Indonesia, termasuk sebagian besar kaum Muslim, sehingga hukum Islam terkadang dipahami dengan kurang tepat, bahkan salah.Hubungan antara syariah dan fikih sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Syariah merupakan sumber atau landasan fikih, sedangkan fikih merupakan pemahaman terhadap syariah. Secara umum syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah yang belum dicampuri daya nalar (ijtihad), sedangkan fikih adalah hukum Islam yang bersumber dari pemahaman terhadap syariah atau pemahaman terhadap nash, baik Al-Quran maupun Sunnah. Asaf A.A. Fyzee membedakan kedua istilah tersebut dengan mengatakan bahwa syariah adalah sebuah lingkaran yang besar yang wilayahnya meliputi semua perilaku dan perbuatan manusia sedang fikih adalah lingkaran kecil yang mengurusi apa yang umumnya dipahami sebagai tindakan umum. Syariah selalu mengingatkan kita akan wahyu, ilmu (pengetahuan) yang tidak akan pernah diperoleh seandainya tidak ada Al-Quran dan Sunnah, dalam fikih ditekankan penalaran dan deduksi yang dilandaskan pada ilmu terus-menerus dikutip dengan persetujuan. Jalan syariah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, bangunan fikih ditegakkan oleh usaha manusia. Dalam fikih satu tindakan dapat digolongkan pada sah atau tidak sah, yajuzu wa ma la yajuzu (boleh atau tidak boleh). Dalam syariah terdapat berbagai tingkat pembolehan atau pelarangan. Fikih adalah istilah yang digunakan bagi hukum sebagai suatu ilmu, sedang syariah bagi hukum sebagai jalan kesalehan yang dikaruniakan dari langit (Fyzee, 1974: 21). 2.1.2 Sumber Hukum IslamSecara umum, sumber-sumber materi pokok hukum Islam adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Otoritas keduanya tidak berubah dalam setiap waktu dan keadaan. Ijtihad dengan rayu (akal) sesungguhnya adalah alat atau jalan untuk menyusun legislasi mengenai masalah-masalah baru yang tidak ditemukan bimbingan langsung dari Al-Quran dan Sunnah untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa ijtihad dengan berbagai metodenya dipandang sebagai sumber hukum yang berkewenangan dengan kedudukan di bawah Al-Quran dan Sunnah.Keotentikan sumber-sumber pembantu yang merupakan penjabaran dari ijtihad hanyalah ditentukan dengan derajat kecocokannya dengan dua sumber utama hukum yang mula-mula dan tidak ditentang otoritasnya. Jika dirinci lebih khusus, yakni dalam arti syariah dan fikih sebagai dua konsep yang berbeda, maka sumber hukum bagi masing-masing berbeda. Syariah, secara khusus bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah semata, sedang fikih bersumber kepada pemahaman (ijtihad) manusia (mujtahid) dengan tetap mendasarkan pada dalil-dalil terperinci dari Al-Quran dan Sunnah.Menurut Ahmad Hasan (1984), Al-Quran bukanlah suatu undang-undang hukum dalam pengertian modern ataupun sebuah kumpulan etika. Tujuan utama Al-Quran adalah meletakkan suatu way of life yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Allah. Al-Quran memberikan arahan bagi kehidupan sosial manusia maupun tuntunan berkomunikasi dengan penciptanya. Hukum perkawinan dan perceraian, hukum waris, ketentuan perang dan damai, hukuman bagi pencurian, pelacuran, dan pembunuhan, semuanya dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan sesamnya. Selain aturan-aturan hukum yang khusus itu Al-Quran juga mengandung ajaran moral yang cukup banyak. Oleh karena itu, tidaklah benar kalau N. J. Coulson mengatakan bahwa tujuan utama Alquran bukanlah mengatur hubungan manusia dengan sesamnya, tetap hubungan manusia dengan penciptanya saja (Coulson, 1964).Sumber hukum Islam yang kedua adalah sunnah. Secara etimologis, kata sunnah berasal dari kata berbahasa Arab al-sunnah yang berarti cara, adat istiadat (kebiasaan), dan perjalanan hidup (sirah) yang tidak dibedakan antara yang baik dan yang buruk. Ini bisa dipahami dari sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim, Barang siapa yang membuat cara (kebiasaan) yang baik dalam Islam, maka dia akan memeroleh pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya, dan barang siapa yang membuat cara yang buruk dalam Islam, maka dia akan memeroleh dosanya dan dosa orang yang mengikutinya (Al-Zabidiy, Munawwir, 1984 dalam Al-Khathib, 1989). Sunnah pada dasarnya berarti perilaku teladan dari seseorang. Dalam konteks hukum Islam, Sunnah merujuk kepada model perilaku Nabi Muhammad SAW. Karena Al-Quran memerintahkan kaum Muslim untuk menyontoh perilaku Rasulullah, yang dinyatakan sebagai teladan yang agung, maka perilaku Nabi menjadi ideal bagi umat Islam (QS. al-Ahzab (33): 21 dan QS. al-Qalam (68): 4).Sumber hukum Islam yang ketiga adalah ijtihad. Secara etimologis, kata ijtihad berasal dari kata al-ijtihad yang berarti penumpahan segala upaya dan kemampuan atau berusaha dengan sungguh-sungguh (Munawwir, 1984). Secara terminologis ijtihad berarti mencurahkan kesanggupan dalam mengeluarkan hukum syara yang bersifat amaliyyah dari dalil-dalilnya yang terperinci baik dalam Al-Quran maupun Sunnah (Khallaf, 1978 dalam Zahrah, 1958). Dasar hukum dibolehkannya ijtihad adalah Al-Quran, Sunnah dan logika. Nash Al-Quran dan Sunnah sangat terbatas jika dibandingkan dengan banyaknya peristiwa yang dihadapi oleh umat manusia, sehingga perlu ditetapkannya aturan baru untuk menghukumi semua permasalahan yang muncul dan belum diatur oleh Al-Quran dan Sunnah.

2.1.3 Prinsip Hukum Islam Prinsip-prinsip kepemimpinan Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam memberikan prinsip-prinsip dasar dan tata nilai dalam mengelola organisasi atau pemerintahan. Al-Qur'an dan As-sunnah dalam permasalahan ini telah mengisyaratkan beberapa prinsip pokok dan tata nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, bernegara (baca: berpolitik) termasuk di dalamnya ada sistem pemerintahan yang notabenenya merupakan kontrak sosial. Prinsip-prinsip atau nilai-nilai tersebut antara lain prinsip Tauhid, As-syura (bermusyawarah) adalah (berkeadilan) Hurriyah Ma'a Mas'uliyah (kebebasan disertai tanggung jawab) Kepastian Hukum, Jaminan Haq al Ibad (HAM) dan lain sebagainya.1. Prinsip TauhidPrinsip tauhid merupakan salah satu prinsip dasar dalam kepemimpinan Islam (baca: pemerintahan Islam). Sebab perbedaan akidah yang fundamental dapat menjadi pemicu dan pemacu kekacauan suatu umat. Oleh sebab itu, Islam mengajak ke arah satu kesatuan akidah di atas dasar yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, yaitu tauhid. Dalam Al-Qur'an sendiri dapat ditemukan dalam surat An-nisa' 48, Ali imron 64 dan surat al Ikhlas.2. Prinsip Amar Maruf Nahi MunkarAmar maruf berarti hukum Islam digerakkan untuk merekayasa manusia menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan diridhai Allah. Nahi munkar berarti fungsi kontrol sosialnya. Atas dasar prinsip inilah, dalam hukum Islam dikenal adanya perintah dan larangan, wajib dan haram, pilihan antara melakukan dan tidak melakukan perbuatan yang kemudian dikenal dengan istilah hukum yang lima, yakni: wajib, sunnat, mubah, makruh, dan haram.3. Prinsip Keadilan (Al-'adalah)Dalam memanage pemerintahan, keadilan menjadi suatau keniscayaan, sebab pemerintah dibentuk antara lain agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Tidaklah berlebihan kiranya jika Al-Mawardi dalam Al-Ahkam Al-Sulthoniyah-Nya memasukkan syarat yang pertama seorang pemimpin negara adalah punya sifat adil. Dalam Al-Qur'an, kata Al-'Adl dalam berbagai bentuknya terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh ulama. Pertama: adil dalam arti sama. Artinya tidak menbedambedakan satu sama lain. Persamaan yang dimaksud adalah persamaan hak. Ini dilakukan dalam memutuskan hukum. Sebagaimana dalam Al-Qur'an surat an-Nisa' 58 "Apabila kamu memutuskan suatu perkara diantaramanusia maka hendaklah engkau memutuskan dengan adil". Kedua: adil dalam arti seimbang. Disini keadilan identik dengan kesesuaian. Dalam hal ini kesesuaian dan keseimbangan tidak mengharuskan persamaan kadar yang besar dan kecilnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya. Ini sesuai dengan Al-Qur'an dalam surat Al-Infithar 6-7 dan Al-Mulk 3. Ketiga: adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada pemiliknya. Keempat: keadilan yang dinisbatkan kepada Allah SWT. Adil disini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi. Dalam hal ini Allah memiliki hak atas semuanya yang ada sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatau disisinya. Jadi, sistem pemerintahan Islam yang ideal adalah sistem yang mencerminkan keadilan yang meliputi persamaan hak di depan umum, keseimbangan (keproposionalan) dalam memanage kekayaan alam misalnya, distribusi pembangunan, adanya balancing power antara pihak pemerintah dengan rakyatnya.4. Prinsip Kebebasan (Al-Hurriyah)Kebebasan dalam pandangan Al-Qur'an sangat dijunjung tinggi termasuk dalam menentukan pilihan agama sekaligus. Namun demikian, kebebasan yang dituntut oleh Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan disini juga kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dalam konteks kehidupan politik, setiap individu dan bangsa mempunyai hak yang tak terpisahkan dari kebebasan dalam segala bentuk fisik, budaya, ekonomi dan politik serta berjuang dengan segala cara asal konstitusional untuk melawan atas semua bentuk pelanggaran.5. Prinsip Persamaan atau EgaliterKemuliaan manusia bukan terletak pada ras dan warna kulit. Kemuliaan manusia adalah karena zat manusianya itu sendiri dan pada tinggi rendahnya ketaqwaan seseorang. Maka dari itu Islam menentang perbudakan.6. Prinsip TaawunPrinsip taawun berarti tolong-menolong antara sesama manusia. Tolong-menolong ini diarahkan sesuai dengan prinsip tauhid, terutama dalam upaya meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah. Prinsip ini menghendaki kaum muslim saling membantu/menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan.7. Prinsip ToleransiHukum Islam mengharuskan umatnya hidup rukun dan damai di muka bumi ini tanpa memandang ras dan warna kulit. Toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya. Toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam.2.1.4 Fungsi Hukum Islama. Memelihara AgamaPemeliharan agama merupakan tujuan pertama hukum Islam. Sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan didalam Agama Islam selain komponen-komponen akidah yang merupakan sikap hidup seorang muslim, terdapat juga syariat yang merupakan sikap hidup seorang muslim baik dalam berrhubungan dengan Tuhannya maupun dalam berhubungan dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Karena itulah maka hukum Islam wajib melindungi agama yang dianut oleh seseorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinannya.Beragama merupakan kekhususan bagi manusia, merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi karena agamalah yang dapat menyentuh nurani manusia.b. Memelihara jiwaUntuk tujuan ini, Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman Qisas (pembalasan yang setimbang), sehingga dengan demikian diharapkan agar orang sebelum melakukan pembunuhan, berpikir panjang karena apabila orang yang dibunuh itu mati, maka si pembunuh juga akan mati atau jika orang yang dibunih itu tidak mati tetap hanya cedera, maka si pelakunya juga akan cedera.c. Memelihara akalManusia adalah makhluk Allah Swt. Ada dua hal yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Pertama, Allah Swt telah menjadikan manusia dalam bentuk yang paling baik, di bandingkan dengan bentuk makhluk-makhluk lain dari berbagai makhluk lain. Akan tetapi bentuk yang indah itu tidak ada gunanya, kalau tidak ada hal yang kedua, yaitu akal. Jadi, akal paling penting dalam pandangan Islam. Oleh karena itu Allah Swt selalu memuji orang yang berakal.d. Memelihara KeturunanUntuk ini islam mengatur pernikahan dan mengharamkan zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini, bagaimana cara-cara perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan pencampuran antara dua manusia yang belainan jenis itu tidak dianggap sah dan menjadi keturunan sah dari ayahnya. Malahan tidak melarang itu saja, tetapi juga melarang hal-hal yang dapat membawa kepada zina.e. Memilihara Harta Benda dan KehormatanMeskipun pada hakekatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah, namun Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena manusia itu manusia snagt tamak kepada harta benda, sehingga mau mengusahakannya dengan jalan apapun, maka Islam mengatur supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu sama lain. Untuk ini Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai menggadai, dan sebagainya, serta melarang penipuan, riba dan mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain untuk membayarnya, harta yang dirusak oleh anak-anak yang dibawah tanggungannya, bahkan yang dirusak oleh binatang peliharaannya sekalipun.2.2 Demokrasi dalam IslamSecara etimologi (lughawi), kata Demokrasi yaitu Democratie berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata:demosyang berarti rakyat dancratosyang berarti kekuasaan. Lebih dikenal dengan istilah Kedaulatan Rakyat, rakyatlah yang berkuasa dan berhak mengatur dirinya sendiri. Makna kata Kedaulatan itu sendiri ialah sesuatu yang mengendalikan dan melaksanakan aspirasi.Secara terminologi (ishtilaahi), Demokrasi secara lugas ialah Sistem Pemerintahan yang secara konseptual memiliki prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka, dikenal istilahvox populi vox dei(suara rakyat suara Tuhan). Demokrasi menurut Islam dapat diartikan seperti musyawarah (syura), mendengarkan pendapat orang banyak untuk mencapai keputusan dengan mengedepankan nilai nilai keagamaan. Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama dalam musyawarah.5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua wargaDan secara terminologis, syura bermakna memunculkan pendapat-pendapat dari orang-orang yang berkompeten untuk sampai pada kesimpulan yang paling tepat. (Nizhamul-Hukmi Fil-Islam, Dr. Arif Khalil, hal. 236). Meminta pendapat dan mencari kebenaran adalah salah satu prinsip dalam demokrasi yang dianut sebagian besar bangsa di dunia. Di dalam Islam bermusyawarah untuk mencapai mufakat adalah hal yang disyariatkan. Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. Asy-syura: 36)Dengan ayat itu, kita memahami bahwa Islam telah memposisikan musyawarah pada tempat yang agung. Syariat Islam yang lapang ini telah memberinya tempat yang besar dalam dasar-dasar tasyri (yurisprudensi). Ayat itu memandang sikap komitmen kepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satu faktor pembentuk kepribadian Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebih menegaskan urgensi syura, ayat di atas menyebutkannya secara berdampingan dengan satu ibadah fardhu ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula iman lengkap kecuali dengan ibadah itu, yakni shalat, infak, dan menjauhi perbuatan keji.Hal tersebut menunjukan bahwa, Islam secara langsung menerapkan prinsip pengambilan keputusan, musyawarah yang menjadi sendi utama dalam demokrasi modern (dari, oleh dan untuk kepentingan rakyat). Yang menjadi poin penting dalam demokrasi bukan sistem trias politiknya, yang membagi pemerintahan kedalam tiga lembaga (eksekutif, yudikatif dan legislatif), melainkan sisitem checks and balances yang berlangsung dalam pemerintahan itu. Tentunya agar bisa berjalan maka, harus ada keterbukaan dari masing-masing elemen dalam pemerintahan itu. Dan keterbukaan itu dapat diwujudkan dalam sebuah bentuk musyawarah yang efisien, efektif dan egaliter. Tentu saja tujuan adalah kesejahteraan rakyat.Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

Secara umum demokrasi itu kompatibel dengan nilai-nilai universal Islam seperti persamaan, kebebasan, permusyawaratan dan keadilan. Akan tetapi dalam dataran implementatif hal ini tidak terlepas dari problematika. Sebagai contoh adalah ketika nilai-nilai demokrasi berseberangan dengan hasil ijtihad para ulama. Contoh kecil adalah kasus tentang orang yang pindah agama dari Islam (baca: murtad). Menurut pandangan Islam berdasarkan hadits: "Man baddala dinahu faqtuluhu" mereka disuruh taubat dahulu, jika mereka tidak mau maka dia boleh dibunuh atau diperangi. Dalam sistem demokrasi hal ini tidak boleh terjadi, sebab membunuh berarti melanggar kebebasan mereka dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Kemudian dalam demokrasi ada prinsip kesamaan antara warga Negara. Namun dalam Islam ada beberapa hal yang sangat tegas disebut dalam Al-Qur'an bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, misalnya tentang poligame. (QS. An-Nisa' 33) tentang hukum waris (QS. An-nisa' 11) tentang kesaksian (QS. Al-Baqarah 282). Disamping itu, demokrasi sangat menghargai toleransi dalam kehidupan sosial, termasuk dalam ma'siat sekalipun. Seperti pacaran perzinaan. Sedangkan dalam Islam hal ini jelas-jelas dilarang dalam Al-qur'an. Demikian juga dalamIslam dibedakan antara hak dan kewajiban kafir dzimmi dengan yang muslim. Hal ini dalam demokrasi tidak boleh terjadi, sebab tidak lagi menjunjung nilai persamaan. Melihat adanya problem diatas, berarti tidak semuanya demokrasi kompatibel dengan ajaran Islam dalam dataran prinsip, ide-ide demokrasi ada yang sesuai dan selaras dengan Islam, namun pada tingkat implementatif sering kali nilai-nilai demokrasi berseberangan dengan ajaran Islam dalam Al-Qur'an, Assunnah dan ijtihad para ulama.2.3 Hak dan Kewajiban Asasi dalam IslamHak asasi manusia dalam Islam tertuang secara jelas untuk kepentingan manusia, lewat syariah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syariah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut : Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah yang paling takwa.Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang terangkum dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung lima hal pokok yang harus dijaga oleh setiap individu, yaitu hifdzu al-din (penghormatan atas kebebasan beragama), hifdzu al-mal (penghormatan atas harta benda), hifdzu al-nafs wa al-ird (penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu) hifdzu al-aql (penghormatan atas kebebasan berpikir) dan hifdzu al-nasl (keharusan untuk menjaga keturunan). Kelima hal pokok inilah yang harus dijaga oleh setiap umat Islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan atas penghormatan individu atas individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan komunitas agama lainnya.2.3.1 Pengaturan HAM dalam Hukum IslamAl-Quran dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia. Al-Quran sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam telah meletakkan dasar-dasar HAM serta kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut pada masyarakat dunia. Ini dapat dilihat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran, antara lain : 1.) Dalam Al-Quran terdapat sekitar 80 ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana kehidupan, misalnya dalam Surat Al-Maidah ayat 32. Di samping itu, Al-Quran juga berbicara tentang kehormatan dalam 20 ayat. 2.) Al-Quran juga menjelaskan dalam sekitas 150 ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya dalam Surat Al-Hujarat ayat 13. 3.) Al-Quran telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-orang yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam 50 ayat yang diungkapkan dengan kata-kata : adl, qisth dan qishash. 4.) Dalam Al-Quran terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh Surat Al-Kahfi ayat 29.Begitu juga halnya dengan Sunnah Nabi. Nabi Muhammad saw telah memberikan tuntunan dan contoh dalam penegakkan dan perlindungan terhadap HAM. Hal ini misalnya terlihat dalam perintah Nabi yang menyuruh untuk memelihara hak-hak manusia dan hak-hak kemuliaan, walaupun terhadap orang yang berbeda agama, melalui sabda beliau : Barang siapa yang menzalimi seseorang muahid (seorang yang telah dilindungi oleh perjanjian damai) atau mengurangi haknya atau membebaninya di luar batas kesanggupannya atau mengambil sesuatu dari padanya dengan tidak rela hatinya, maka aku lawannya di hari kiamat.2.4 Kontribusi Umat Islam dalam Perundang-undangan di IndonesiaIndonesia adalah sebuah negara kepulauan yang penduduknya sangat beragam dari segi etnik, budaya dan agama. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Hukum agama datang ke Indonesia bersamaan dengan hadirnya agama. Oleh karena itu sebagai mayoritas beragama Islam, maka hukum Islam merupakan salah satu sistem yang berlaku di tengah-tengah masyarakat Indonesia. (A.Qodri Azizy. 2004 : 138) 2.4.1 UUD 1945Dilihat dari sketsa historis, hukumislam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat bary diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam masuk indonesia, rakyat indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk sifatnya. Namun setelah islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai kerajaan nusantara, maka hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan tersebar manjadi hukum yang berlaku dal;am masyarakat.Secara yuridis formal, keberadaan negara kesatuan indonesia adalah diawali pada saat proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin islam untuk kembali menjalankan hukum islam baggi umat islam berkobar, setelah seacra tidak langsung hukum islam dikebiri melalui teori receptie.Dalam pembentukan hukum islam di indonesia, kesadarn berhukum islam untuk pertama kali pada zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya. Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi ketuhanan yang maha esa.Meskipun demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan, hukumislam telah benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara kontitusional yuridik. Dengan demikian kontribusi umat islam dalam petrumusan dan penegakan hukum sangat besar. Ada pun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinya hukum harus ditegakkan. Bila perlu law inforcement dalam penegakkan hukum islam dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi waajib pula menurut perundangan.

2.4.2 Perundangan LainnyaAda beberapa peraturan baik berupa undang-undang peraturan pemerintah, keputusan presiden yang didalamnya berisi tentang hukum Islam, diataranya adalah :1. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Banyak pasal dalam undang-udang ini berasal dari hukum Islam.2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan dan tanah milik.3. Instruksi presiden No 13 tahun 1980 tentang perjanjian bagi hasil.4. Undang-undang No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama merupakan salah satu perundang-undangan pelaksanaan dari undang-undang No 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan hakim.5. Instruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Komplikasi Hukum Islam (KHI). KHI berisi tentang himpunan hukum Islam yang berkenaan dengan perkawinan, waris dan wakaf.6. Undang-undang No 7 tahun 1992 dan peraturan pemerintah No 70 dan 72 tentang Bag bagi hasil.7. Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang penyelenggaran ibadah haji.

3. PENUTUP

1. Hukum Islam secara singkat adalah hukum yang bersumber dari ajaran agama Islam seperti Al-Quran, Assunnah, dan Ijtihad.2. Demokrasi menurut Islam adalah berlandskan atas dasar musyawarah bersama. Tentunya pada masalah ini harus ada saling keterbukaan antar elemen yang 4. Demokrasi menurut Islam dapat diartikan seperti musyawarah, mendengarkan pendapat orang banyak untuk mencapai keputusan dengan mengedepankan nilai nilai keagamaan.5. HAM adalah hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia ada di dalam kandungan.6. HAM dalam Islam didefinisikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu dan kew ajiban bagi negara dan individu tersebut untuk menjaganya7. Hukum menurut Islam dapat diartikan sebagai hukum yang terdapat dalam sumber-sumber seperti Al-Quran dan Al-Hadist.8. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme pemerintahan negara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.9. Kontribusi umat Islam sangat besar terhadap pembangunan negara Indonesia, itu bisa dibuktikan dengan adanya peran umat Islam dalam perumusan perundang-undangan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Fairuzabadiy, Muhammad Ibn Yaqub. 1995. Al-Qamus al-Muhith. Beirut: Dar al-Fikr. Cet. I.Ali, Muhammad Daud. 1996. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Edisi 5. Cet. V.Amir Syarifuddin. 1999. Ushul Fiqh. Jilid 1. Jakarta: Logos. Cet. I.Coulson, N.J. 1964. A History of Islamic Law. Edinburgh: Edinburgh University Press.Fyzee, Asaf A. A. 1974. Outlines of Muhammadan Law (Forth Edition). Delhi Bombay-Calcutta-Madras: Oxford University Press.Izzudin, Ahmad. 2009. Problematika Implementasi Hukum Islam Di Indonesia. Studi Kasus Pernikahan Pujiono dan Lutfiana Ulfa. Fakultas Syariah. UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.Khallaf , Abd al-Wahhab. 1978. Ilm Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Qalam li al-Tibaah wa al-Nasyr wa al-Tauzi. Cet. VII.Meraih Puncak Islam. 2014. Banyaknya Kasus Pelanggaran HAM pada Umat Islam Tak Jelas Penyelesaiannya. (Online) http//: voa-islam.com. diakses 26 Maret 2014.Musa, Muhammad Yusuf. 1988. Al-Islam wa al-Hajah al-Insaniyyah Ilaih. Terj. oleh A. Malik Madani dan Hamim Ilyas dengan judul Islam Suatu Kajian Komprehensif. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I. Prof. H. Mohammad Daud Ali. S.H., Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001) , hal 54Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ed. III. Cet. I.Syaltut, Mahmud. 1966. Al-Islam Aqidah wa Syariah. Kairo: Dar al-Qalam. Cet. III.Wisena, Yogabrata W. dkk. 2009. HAM dalam Perspektif Islam. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Institut Teknologi 10 Nopember. Surabaya. Zahrah, Muhammad Abu. 1958. Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Fikr al-Arabiy.