Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

30
Diabetes Melitus Tipe 2 Febriany Gotamy [email protected] 102011075 Fakultas Kedokteran UKRIDA Pendahuluan Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak. DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan. Komplikasi kronik biasanya terjadi dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah diagnosa ditegakkan. Komplikasi kronik terjadi pada semua organ tubuh dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat penyakit gagal ginjal. Selain itu, sebanyak 30% penderita diabetes mengalami kebutaan akibat retinopati dan 10% menjalani amputasi tungkai kaki. 1

description

blok 21

Transcript of Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Page 1: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus Tipe 2

Febriany Gotamy

[email protected]

102011075

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik

peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi dan

secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin merupakan suatu

hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah

dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM

tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat

proses autoimun sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak. DM tipe 2 berlangsung

lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat

ringan. Komplikasi kronik biasanya terjadi dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah diagnosa

ditegakkan. Komplikasi kronik terjadi pada semua organ tubuh dengan penyebab kematian 50%

akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat penyakit gagal ginjal. Selain itu, sebanyak 30%

penderita diabetes mengalami kebutaan akibat retinopati dan 10% menjalani amputasi tungkai

kaki.

Mengingat jumlah penderita DM yang terus meningkat dan besarnya biaya perawatan

pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling

baik adalah melakukan pencegahan. Menurut American Diabetes Association (2004), komplikasi

diabetes dapat dicegah, ditunda dan diperlambat dengan mengendalikan kadar glukosa darah.

Pengelolaan diabetes yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam rentang

normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis. Pengelolaan nonfarmakologis

meliputi pengendalian berat badan, olah raga/latihan jasmani dan diet. Terapi farmakologis

meliputi pemberian insulin dan/atau obat hiperglikemia oral.

1

Page 2: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Anamnesis

Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa di dalam darah

tinggi. Ada beberapa gejala klinis yang dapat timbul pada penderita diabetes yang

membawanya memeriksakan diri kepada dokter. Oleh karena itulah, perlu ditanyakan

beberapa pertanyaan berikut pada anamnesis yang dapat mengarahkan diagnosis kepada

diabetes mellitus, yaitu :

1. Identitas pasien

2. Keluhan yang dialami pasien :

a. Gejala polidipsi, polifagia, dan poliuria

b. Penurunan berat badan

c. Rasa baal pada ekstremitas

d. Luka yang lama masa penyembuhannya

e. Terjadi disfungsi ereksi pada pria / keputihan pada wanita

f. Lemas

g. Gangguan penglihatan

h. Hipertensi

i. Napas cepat dan dalam, takikardia, dehidrasi

3. Riwayat penyakit dahulu :

a. Riwayat terdiagnosa sebagai penderita diabetes

b. Riwayat pernah dirawat inap di rumah sakit dan sebabnya

c. Riwayat pemeriksaan glukosa darah, HbA1C, glukosa urin

d. Riwayat penyakit vascular perifer, neuropati perifer, penyakit jantung,

retinopati

4. Riwayat penyakit keluarga dan pengobatan :

a. Riwayat diabetes mellitus di dalam keluarga

b. Pernah menjalani / sedang menjalani terapi untuk diabetes

c. Alergi terhadap obat tertentu

5. Riwayat sosial :

a. Pola makan dan olahraga sehari-hari

b. Kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol

Hal-hal diatas jika ditanyakan dengan benar dapat mengarahkan kepada diagnosis diabetes

beserta dengan beberapa komplikasinya.1

2

Page 3: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum adalah yang paling pertama kita perhatikan dalam melakukan

pemeriksaan fisik. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital, yaitu

tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan. Inspeksi didahului pada

daerah tungkai bawah yaitu melihat apakah terdapat luka ataupun ulkus, lalu dilanjutkan

inspeksi keseluruhan bagian tubuh untuk melihat adakah tanda-tanda dehidrasi akibat

hiperglikemia. Perhatikan juga apakah terdapat tanda takipnea atau pernapasan Kussmaul.

Selain itu pemeriksaan juga dilakukan pada mata yaitu pemeriksaan ketajaman penglihatan

dan respons pupil mata. Pada pemeriksaan fisik di bagian tungkai bawah juga penting untuk

mendeteksi apakah terdapat neuropati dengan tes raba halus menggunakan monofilament dan

tes reflek fisiologis. Palpasi juga dapat dilakukan untuk meraba adnaya pulsasi terutma pada

tungkai bagian bawah.1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Glukosa Darah

Pemeriksaan penunjang laboratorium dapat berfungsi sebagai pemeriksaan penyaring,

menegakkan diagnosis, pemantauan hasil pengobatan dan pengendalian diabetes mellitus.

Pemeriksan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak mempunyai gejal

DM tetapi mempunyai risiko DM. Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan

salah satu risiko DM, yaitu :

1. Usia > 45 tahun

2. Aktivitas fisik kurang

3. Termausk kelompok etnik risiko tinggi (African American, latin, native American,

asia American, pacific islander)

4. BB > 110% BB ideal atau IMT 23 kg/m2

5. Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg)

6. Riwayat DM pada garis keturunan

7. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat // BB lahir bayi > 4000 gram

8. Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan / kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL

3

Page 4: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Bagi kelompok risiko dengan pemeriksaan penyaring yang negative maka diperlukan untuk

mengulang pemeriksaan setiap tahunnya. Sedangkan bagi mereka yang berusia lebih dari 45

tahun dengan hasil pemeriksaan penyaring yang negative maka pemeriksaan dapat diulang

setiap 3 tahun. Berikut adalah nilai rujukan hasil pemeriksaan penyaring DM :

1. Kadar glukosa darah sewaktu (GDS)

a. Bukan DM : < 110 mg/dL

b. Belum pasti DM : 110-199 mg/dL

c. DM : ≥ 200 mg/dL

2. Kadar glukosa darah puasa (GDP)

a. Bukan DM : < 110 mg/dL

b. Belum pasti DM : 110-125 mg/dL

c. DM : ≥ 126 mg/dL

Diagnosis diabetes mellitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik (glucose-

oxidase & hexokinase) dengan bahan darah plasma vena. Namun pada kondisi tertentu

dimana sulit mendapatkan darah vena, dapat juga dipakai darah utuh (whole blood) vena atau

kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnosis yang berbeda sesuai dengan

pembakuan oleh WHO. Hasil pemeriksaan glukosa darah dengan menggunakan darah vena

dapat berbeda dengan darah kapiler disebabkan kadar glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-

10% daripada kadar glukosa darah vena. Pemeriksaan dengan menggunakan serum sama

baiknya dengan plasma bila serum dipisahkan dari darah lengkap dalam waktu kurang dari 1

jam. Glukosa dalam serum atau plasma yang disimpan pada suhu 4°C dapat bertahan sampai

48 jam. Bila pemeriksaan dilakukan setelah 48 jam, akan diperoleh kadar glukosa yang lebih

rendah secara bermakna. Hal ini dikarenakan glukosa tersebut digunakan untuk metabolisme

sel-sel darah dan juga kuman. Oleh karena itulah jika pemeriksaan terpaksa ditunda maka

darah utuh harus diberikan pengawet NaF sebanyak 2 mg/mL. Dengan penambahan NaF,

pemeriksaan dapat ditunda sampai 48 jam. Nilai rujukan kadar glukosa darah dengan

menggunakan plasma vena pengambilan sewaktu (gula darah sewaktu) dan pada

pengambilan setelah 8 jam berpuasa (gula darah puasa) adalah < 110 mg/dL. Pemeriksaan

gula darah 2 jam setelah makan (post prandial) juga dapat dilakukan namun lebih sulit karena

harus distandarisasi berdasarkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi harus

distandarisasi terlebih dahulu. Walaupun begitu pemeriksaan ini masih dapat digunakan

untuk memantau hasil pengobatan dan pengendalian DM.

4

Page 5: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Bila berdasarkan pemeriksaan gula darah sewaktu maupun puasa belum dapat

dipastikan diabetes mellitus maka dilakukanlah pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2

tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Penilaian

hasil pemeriksaan jam ke-2 TTGo adalah sebagai berikut :

- Kadar glukosa darah < 140 mg/dL : TTGO normal

- Kadar glukosa darah 140-199 mg/dL : Toleransi glukosa terganggu

- Kadar glkosa darah > 200 mg/dL : Diabetes mellitus

Selain pada penderita DM kelainan pemeriksaan TTGO dapat pula dijumpai pada penyakit

lain seperti hipertiroidisme dan renal glukosuria.2

Pemeriksaan HbA1C

A1C merupakan hemoglobin terglikosilasi dan dikenal juga sebagai gliko-hemoglobin

yang terbentuk secara perlahan melalui reaksi non-enzimatik dari hemoglobin dan glukosa.

Reaksi non-enzimatik ini berlangsung terus-menerus sepanjang mur eritrosit sehingga

eritrosit uta mengandung A1C lebih banyak daripada eritrosit muda. Proses glikosilasi non-

enzimatik ini dipengaruhi oleh kadar glukosa di dalam darah. Berdasarkan waktu paruhnya

yaitu sekita setengah dari usia eritrosit maka pemeriksaan kadar A1C digunakan untuk

memantau keadaan glikemik untuk kurun waktu 2-3 bulan yang lalu. Nilai normal kadar A1C

adalah 5-8% dari kadar Hb total. Pemeriksaan A1C digunakan untuk menilai efek pengobatan

8-12 minggu sebelumnya tetapi tidak dapat dipakai untuk menilai hasil pengobatan jangka

pedek. Pemeriksaan ini dianjurkan sedikitnya dilakukan 2 kali dalam setahun.2

Pemeriksaan Glukosa Urin

Pemeriksaan ini dianggap kurang akurat karena peningkatan kadar glukosa di dalam

darah belum tentu diikuti dengan terjadi glukosuria. Oleh karena itu pemeriksaan ini hanya

dilakukan pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa

darahnya.2

Pemeriksaan Benda Keton

Pemeriksaan benda keton darah maupun urin sangat penting untuk dilakukan terutama

pada penderita DM tipe 2 yang terkendali buruk,, misalnya kadar glukosa darahnya >

300mg/dL, DM dengan penyulit akut, serta terdapat gejala ketoasidosis diabetic (KAD)

seperti mual, muntah, atau nyeri abdomen. Selain itu pemeriksaan ini juga penting dilakukan

5

Page 6: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

pada penderita DM tipe 2 yang sedang hamil. Pemeriksaan benda keton urin dapat dilakukan

dengan cara Rothera, Gerhardt, dan carik celup. Dengan metode Rothera dapat mendeteksi

adanya asam aseto-asetat dan aseton, sedangkan dengan metode Gerhardt hanya data

mendetksi asam aseto-asetat. Pada pemeriksaan carik celup yang dapat terdeteksi kuat adalah

asam aseto-asetat dan bereaksi lemah dengan aseton tetapi tidak dapat mendeteksi asam

hidroksi butirat. Kadar benda keton di dalam darah normal adalah < 0.6 mmol/L, dianggap

ketosis jika kadarnya > 1mmol/L, dan indikasi adanya KAD jika kadarnya > 3mmol/L.2

Working Diagnosis

Homeostasis glukosa yang normal diatur secara ketat oleh tiga proses yang saling

berhubungan yaitu produksi glukosa dalam hati, pengambilan serta penggunaan glukosa oleh

jaringan perifer, dan kerja insulin serta hormone-hormone kontraregulatornya. Kadar glukosa

darah dalam keadaan normal dipertahankan pada kisaran yang sempit, yaitu antara 70-120

mg/dL. Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,

jantung, dan pembuluh darah. Apabila terdapat gejala khas DM dengan pemeriksaan glukosa

darah yang abnormal 1 kali sudah cukup untuk diagnosis diabetes mellitus. Sedangkan jika

tidak ditemukan gejala khas diabetes maka diperlukan lebih dari 1 kali pemeriksaan glukosa

darah yang abnormal hasilnya. Diagnosis terhadap DM dapat ditegakkan dengan kriteria

berikut :3,4

1. Gejala khas DM + glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

2. Gejala khas DM + glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)

3. Glukosa plasma 2 jam setelah makan dengn TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Diagnosis Diferensial

Diabetes Melitus Tipe I

Diabetes tipe 1 secara tradisional dianggap terjadi primer pada usia di bawah 18 tahun

tetapi kini diketahui bahwa diabetes tipe 1 dapat terjadi pada segala usia. Pada 1 hingga 2

6

Page 7: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

tahun pertama sesudah manifestasi klinis yang nyata, maka kebutuhan insulin eksogen

mungkin minimal atau belum dibutuhkan karena sekresi insulin endogen masih terjadi

(keadaan ini disebut periode bulan madu). Namun setelah itu setiap cadangan sel ß akan

kelelahan dan kebutuhan insulin meningkat secara drastic. Diabetes tipe 1 didominasi oleh

tanda-tanda berubahnya metabolisme yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia. Meskipun

selera makan meningkat, efek katabolic terus terjadi sehingga timbul penurunan berat badan

dan kelemahan otot. Tanda-tanda kimiawinya meliputi ketoasidosis, insulin plasma yang

rendah atau tidka ada, dan kenaikan kadar glukosa plasma. Gangguan metabolisme dan

kebutuhan akan insulin berhubungan langsung dengan stress fisiologik yang meliputi

penyimpangan dari pola asupan makanan yang normal, peningkatan aktivitas fisik, infeksi,

dan pembedahan.4

Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY)

MODY merupakan defek primer pada fungsi sel ß yang mengenai transkripsi insulin

atau massa sel ß. MODY ditandai dengan pewarisan autosomal dominan sebagai defek

monogenic dengan penetransi yang tinggi. Onset yang dini biasanya sebelum usia 25 tahun

sehingga berbeda dengan onset sesudah usia 40 tahun pada sebagian besar pasien diabetes

mellitus tipe 2.

Beberapa bentuk Mody menghasilkan hiperglikemia signifikan dan tanda-tanda dan gejala

khas diabetes: meningkatnya rasa haus dan buang air kecil (polidipsia dan poliuria).

Sebaliknya, banyak orang dengan Mody tidak memiliki tanda-tanda atau gejala dan

didiagnosis secara tidak sengaja, ketika glukosa yang tinggi ditemukan selama pengujian

karena penyebab lain, atau pemeriksaan penyaring yang positif pada kerabat dari orang yang

ditemukan memiliki diabetes. Penemuan hiperglikemia ringan selama tes toleransi glukosa

rutin untuk kehamilan juga menjadi sangat khas. Di bawah ini merupakan pembagian tipe-

tipe MODY, yaitu :

- MODY 1

o Pada kromosom 20, HNF4-alfa

o Produksi insulin menurun

o Insulin / Sulfonil urea

- MODY 2

o Pada kromosom 7, glukokinase

7

Page 8: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

o Hiperglikemia puasa ringan sepanjang hidup (peningkatan sedikit kadar

glukosa)

o Olahraga dan pengaturan diet

- MODY 3

o Kromosom 12, HNF1-alfa

o Ambang ginjal rendah terhadap glukosa

o Sulfonil urea

- MODY 4

o Kromosom 13, IPF-1

o Terkait dengan agenesis pancreas

o Insulin

- MODY 5

o Kromosom 17, HNF1-beta

o Atrofi pankreas dan beberapa bentuk penyakit ginjal

o Insulin / sulfonil urea

- MODY 6

o Kromosom 2, Neuro D1-beta 2

o Mutasi dari gen untuk faktor transkripsi disebut sebagai neurogenik

diferensiasi 1

o Insulin

- MODY 7-11

o KLF 11, CEL, PAX4, INS, BLK (B-lymphocyte tyrosine kinase)

o Mutasi faktor transkripsi, insufisiensi eksokrin pancreas & DM, mutasi faktor

transkripsi, neonatal diabetes, pancreatic islet cells

Karakteristik seseorang dapat didiagnosis menderita MODY adalah hiperglikemia ringan-

sedang (130-250 mg / dL) ditemukan sebelum usia 30 tahun, riwayat keluarga menderita

MODY, tidak ada riwayat menderita penyakit autoimun pada pasien maupun keluarga, tidak

adanya obesitas atau masalah lain yang terkait dengan diabetes tipe 2 atau sindrom metabolik

(misalnya, hipertensi, hiperlipidemia, sindrom ovarium polikistik), riwayat penyakit ginjal

kistik pada kerabat pasien atau pasien sendiri, diabetes neonatal non-transien / jelas diabetes

tipe 1 dengan onset sebelum usia enam bulan, riwayat adenoma hati atau hepatocellular

8

Page 9: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

carcinoma pada Mody tipe 3. Diagnosis Mody dikonfirmasi dengan tes gen tertentu yang

tersedia melalui laboratorium komersial.4

Latent Autoimmune Diabetes of the Adult (LADA)

LADA adalah sebuah konsep yang diperkenalkan pada tahun 1993 untuk

menggambarkan onset lambat dari diabetes tipe 1 autoimun pada orang dewasa. Orang

dewasa dengan LADA sering awalnya salah didiagnosis sebagai diabetes tipe 2 berdasarkan

usia mereka, bukan etiologi. Diperkirakan bahwa lebih dari 50% orang didiagnosis diabetes

non-obesitas yang berhubungan dengan DM tipe 2 sebenarnya mungkin menderita LADA.

Asam glutamat dekarboksilase autoantibodi (GADA), sel islet autoantibodi (ICA),

insulinoma terkait (IA-2) autoantibody, dan seng transporter autoantibodi (ZnT8) harus

diperiksakan pada semua orang dewasa yang tidak obesitas yang didiagnosis dengan diabetes.

Tidak semua orang yang memiliki LADA kurus, namun ada individu kelebihan berat badan

dengan LADA tetapi salah didiagnosis karena berat badan mereka. Selain itu, sekarang

menjadi jelas bahwa diabetes autoimun mungkin sangat kurang terdiagnosis pada banyak

individu yang memiliki diabetes, dan bahwa indeks massa tubuh mungkin memiliki

penggunaan agak terbatas dalam hubungan dengan diabetes autoimun laten. LADA tidak

membutuhkan insulin karena dapat dikelola dengan perubahan gaya hidup dalam tahap awal

seperti olahraga dan pola makan yang tepat. Awalnya, orang dengan LADA dapat merespon

obat diabetes oral, pola makan yang tepat dan perubahan gaya hidup, meskipun sel beta terus

dihancurkan dan pasien LADA harus dimonitor secara seksama. Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa penggunaan sulfonilurea dan metformin obat sensitisasi insulin, dapat

meningkatkan risiko gangguan metabolik berat pada orang dengan LADA. Ketika glukosa

darah tidak lagi dapat dikelola melalui gaya hidup dan obat-obatan, suntikan insulin setiap

hari akan diperlukan.4

Manifestasi Klinis

PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi diagnosis DM menjadi

2 bagian besar berdasarkan ada dan tidaknya tanda / gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri

dari :

1. Poliuria

2. Polidipsia

9

Page 10: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

3. Polifagia

4. berat badan yang menurun tanpa sebab yang jelas

Sedangkan gejala yang tidak khas DM adalah lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh,

gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulva pada wanita.3

Patofisiologi

Diabetes mellitus tipe 2 tampaknya terjadi karena sekumpulan cacat genetic yang

masing-masing menimbulkan risiko predisposisinya sendiri dan dimodifikasi oleh faktor-

faktor lingkungan. Berbeda dengan tipe 1, pada diabetes tipe 2 tidak ada bukti yang

menunjukkan dasar autoimun. Dua defek metabolic utama yang menandai diabetes tipe 2

adalah resistensi inslin dan disfungsi sel ß.

Resistensi Insulin

Resistensi insulin merupakan keadaan berkurangnya kemampuan jaringan perifer

untuk berespons terhadap hormone insulin. Sejumlah penelitian fungsional pada orang-orang

dengan resistensi insulin memperlihatkan sejumlah kelainan kuantitatif dan kualitatif pada

lintasan penyampaian sinyal insulin yang meliputi penurunan jumlah reseptor insulin,

penurunan fosforilasi reseptor insulin serta aktivitas tirosin kinase, dan berkurangnya kadar

zat-zat antara yang aktif dalam lintasan penyampaian sinyal insulin. Resistensi insulin diakui

sebagai sebuah fenomena yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor genetic serta

lingkungan. Sebagian besar faktor genetic yang berkaitan dengan resistensi insulin masih

menjadi misteri karena mutasi pada resptor insulin itu sendiri sangat sedikit menyebabkan

seseorang mengidap diabetes tipe 2. Diantara faktor-faktor lingkungan, obesitas memiliki

korelasi yang paling kuat. Korelasi obesitas dengan DM tipe 2 telah dikenali selama beberapa

decade dan resistensi insulin menjadi kelainan yang mendasarinya. Risiko terjadinya diabetes

meningkat seiring indeks massa tubuh yang meningkat, dan keadaan ini mennunjukkan

korelasi dosis-respons antara lemak tubuh dan resistensi insulin. Faktor-faktor yang

mempengaruhi resistensi insulin pada obesitas meliputi kadar asam lemak bebas yang tinggi

di dalam darah yang beredar dan intrasel. Kadar asam lemak bebas yang tinggi di dalam

darah dan sel ini dapat mempengaruhi fungsi insulin (lipotoksisitas) dan sejumlah sitokin

yang dilepaskan oleh jaringan adipose (adipokin); sitokin ini meliputi leptin, adiponektin dan

resistin, PPAR-ɣ (suatu reseptor nukleusadiposit yang diaktifkan oleh kelas preparat

10

Page 11: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

antidiabetik baru yang dinamakan thiazolidinedion dapat memodulasi ekspresi gen dalam

adiposity dan hal ini akhirnya akan mengurangi resistensi insulin.

Disfungsi sel ß

Disfungsi sel ß bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat dalam

menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfungsi sel ß bersifat kualitatif (hilangnya

pola sekresi insulin normal yang berayun/osilasi dan pulsatil serta pelemaan fase pertama

sekresi insulin cepat yang dipicu oleh peningkatan glukosa plasma) maupun kuantitatif

(berkurangnya massa sel ß, degenerasi pulau Langerhans, dan pengendapan amiloid dalam

pulau Langerhans).4

Epidemiologi

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh

dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus

meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah

menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun

lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar

terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup,

seperti pola makan “Western-style” yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun,

10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa

selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus

yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM

maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada

golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita

DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan

kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang

dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya

aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.

Penatalaksanaan Non-Medikamentosa

11

Page 12: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Terapi gizi merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat

direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi ini pada prinsipnya adalah

melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi penderita diabetes dan

melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah

terbukti dari terapi gizi medis antara lain :

1. Menurunkan berat badan

2. Menurunkan tekanan darah

3. Menurunkan kadar glukosa darah

4. Memperbaiki profil lipid

5. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin

6. Memperbaiki koagulasi darah

Sebagai sumber energy, karbohidrat yang diberikan tidak boleh melebihi dari 55-65% dari

total kebutuh energy sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi dengan

pemberian asam lemak tidak jenuh. Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar

10-15% dari total kalori per hari. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh

dengan jumlah maksimal 10% dari kebutuhan kalori per hari. Beberapa faktor yang harus

diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetisi antara lain tinggi badan,

berat badan, status gizi, status kesehatan, aktivitas fisik sehari—hari, faktor usia, dan masa

kehamilan.

Latihan fisik juga penting dilakukan untuk para penderita diabetes. Pada diabetisi

yang gula darahnya tidak terkontrol maka latihan fisik akan menyebabkan terjadinya

peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang data berakibat fatal. Pada diabetes

mellitus tipe 2, latihan fisik dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh, terbukti

dengan penurunan kadar HbA1C yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko

komplikasi diabetes dan kematian. Selain mengurangi risiko, latihan fisik dapat memberikan

pengaruh yang baik pada lemak tubuh, tekanan darah arteri, sensitivitas barorefleks,

vasodilatasi, pembuluh darah yang endothelium-dependent, aliran darah pada kulit, hasil

perbandingan denyut jantung dan tekanan darah (saat istirahat maupun aktif),

hipertrigliseridemi dan fibrinolisis. Frekuensi latihan fisik sebaiknya dilakukan 3-5 kali per

minggu dengan intensitas ringan sampai sedang (60-70% maximum heart rate). Durasi

latihan yang dianjurkan adlaah 30-60 menit dengan jenis latihan seperti jalan, jogging,

berenang dan bersepeda yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi.6

12

Page 13: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Penatalaksanaan Medikamentosa

Golongan insulin sensitizing

Biguanid

Dari golongan ini yang banyak dipakai adalah metformin yang dapat diberikan 2-3

kali sehari kecuali dalam bentuk extended release. Metformin meningkatkan pemakaian

glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat

absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makanan. Selain itu juga dapat menstimulasi

produksi glucagon like peptide (GLP-1) dari gastrointestinal yang dapat menekan fngsi sel

alfa pancreas sehingga menurunkan produksi glucagon serum dan mengurangi hiperglikemia

saat puasa. Metformin juga berpengaruh pada lipid, tekanan darah, dan juga pada

plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Metformin tidak memiliki efek stimulasi pada sel

beta pakreas sehingga tidak menyebabkan hipoglikemia. Biasanya dapat digunakan sebagai

monoterapi mauppun dalma bentuk kombinasi dengan sulfonil urea, repaglinid, nateglinid,

penghambat alfa glukosidase dan glitazone. Pemakaian monoterapi metformin menjadi

pilihan utama pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan

resistensi insulin berat. Kombinasi metformin dan insulin juga data dipertimbangkan pada

pasien gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Pemakaian metformin

dikontraindikasikan pada penderita gangguan fungsi hati, infeksi berat, penggunaan alcohol

berlebihan serta penyandang gagal jantung yang memerlukan terapi.7

Glitazone

Thiazolidinediones merupakan agonis peroksisom proliferator activated receptors

gamma (PPAR-ɣ) yang sangat selektif dan poten. Glitazone menurunkan konsentrasi insulin

lebih besar daripada metformin dan meningkatkan efesiensi dan respon sel beta pancreas

dengan menurunkan lipotoksisitas dan glukotoksisitas. Rosiglitazon meningkatkan kolesterol

LDL dan HDL namun tidak pada trigliserida. Sedangkan pioglitazone menurunkan

trigliserida dan meningkatkan HDL. Glitazon sendiri dapat sedikit menurunkan tekanan

darah, meningkatkan fibrinolisis dan memperbaiki fungsi endotel. Rosiglitazon dan

pioglitazon dapat digunakan sebagai monoterapi dan juga sebagai kombinasi dengan

metformin dan sekretagok insulin. Pemakaian bersama insulin tidak disarankan karena dapat

mengakibatkan peningkatan berat badan yang berlebih dan retensi cairan. Dosis rosiglitazon

13

Page 14: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

4 dan 8 mg sehari (dosis tunggal atau dosis terbagi 2x sehari). Pemakaian glitazone

dihentikan bila terdapat kenaikan enzim hati lebih dari 3 kali batas atas normal.

Pemakaiannya juga harus hati-hati pada pasien dengan riwayat penyakit hati, gagal jantung

kelas 3 dan 4 dan pada edema.7

Golongan sekretagok insulin

Sulfonilurea

Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes,

terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin.

Sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau

mempertahankan sekresi insulin. Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta

pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan sehingga hanya bermanfaat pada pasien

yang masih mampu mensekresi insulin. Pembagian SU menjadi 3 generasi, yaitu :

- Generasi I : acetohexamide, tolbutamide, klorpropamide

- Generasi II : glibenklamide, glipizide, gliclazide

- Generasi III : glimepiride

Pemakaian SU umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari

kemungkinan hipoglikemia. Dosis permulaan SU tergantung apda beratnya hiperglikemia.

Bila GDP < 200mg/dL sebaiknya SU diberikan dimulai dengan dosis kecil dan dititrasi

secara bertahap setelah 1-2 minggu. Sedangkan bila GDP > 200mg/dL dapat diberikan dosis

awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan 30 menit sebelum makan karena dapat

diabsorpsi lebih baik. Jika pemberiannya 1 kali sehari sebaiknya diberikan pada pagi hari atau

pada saat makan makanan porsi terbesar.7

Glinid

Glinid memiliki lama kerja yang pendek maka digunakan sebagai obat prandial.

Repaglinid dan nateglinid diberikan 2-3 kali sehari dimana repaglinid dapat menurunkan

GDP karena masa tinggalnya pada reseptor SUR lebih lama dibandingkan dengan nateglinid.

Keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan glukosa post-prandial dengan

efek hipoglikemia yang minimal.7

14

Page 15: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Penghambat Alfa Glukosidase

Acarbose berkerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di

dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemia post-prandial. Obat ini bekerja pada lumen usus dan tidak

menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Acarbose

memperlambat pemecahan dan penyerapan karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim

alfa glukosidase yang terdapat pada dinding eritrosit yang terletak pada bagian proksimal

usus halus. Dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan insulin,

metformin, glitazone, atau SU. Untuk mendapat efek maksimal obat ini harus segera

diberikan pada saat makanan utama.7

Incretin

Terdapat hormone incretin yang dikeluarkan oleh saluran cerna yaitu glucose

dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon like peptide-1 (GLP-1). KEduanya

dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan makanan sehingga meningkatkan sekresi insulin.

Selain membantu meningkatkan respn sekresi insulin oleh makanan, GLP-1 jug amenekan sel

alfa pancreas dalam mensekresi glucagon, memperlambat pengosongan lambung dan

memiliki efek anoreksia sentral sehingga menurunkan hiperglikemia.7

Penghambat Dipeptydil Peptidase IV (DPP-4)

Penghambatan enzim DPP-4 diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1

sehingga membantu menurunkan hiperglikemia. Ada dua macam penghambat DPP-4 saat ini

yaitu sitagliptin dan vildagliptin. Pada terapi tunggal dapat menurunkan HbA1C dan memiliki

efek pada glukosa puasa dan post prandial. Dapat juga digunakan sebagai terapi alternative

bila terdapat intoleransi pada pemakaian metformin atau pada usia lanjut. DPP-4 tidak

mengakibatkan hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Efek samping yang dapat ditemukan

adalah nasofaringitis, peningkatan risiko infeksi saluran kemih dan sakit kepala.7

Komplikasi5

15

Page 16: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Ketoasidosis metabolic

Terjadi peningkatan absolute atau relative kadar glucagon yang menyebabkan

pelepasan asam-asam lemak bebas yang berlebihan dari jaringan adipose dan oksidasi hepatic

yang menghasilkan benda keton. Ketonemia dan ketonuria dengan dehidrasi dapat

menimbulkan ketoasidosis metabolic sistemik yang dapat berakibat pada kematian.

Koma hiperosmolar nonketotik

Biasanya terjadi dalam keadaan dehidrasi berat yang dikarenakan dieresis

hiperglikemik yang terus-menerus dan ketidakmampuan untuk minum air yang cukup.

Penyakit mikrovaskular diabetic

Aterosklerotik dipercepat pada aorta dan pembuluh arteri berukuran besar serta

sedang, meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, stroke serebri, aneurisma aorta dan

gangrene pada ekstremitas bawah.

Mikroangiopati diabetic

Diabetes mellitus menyebabkan penebalan difus membrane basalis. Penebalan ini

terlihat nyata pada pembuluh kapiler dalam kulit, otot skeletal, retina, glomerulus ginjal, dan

medulla ginjal. Keadaan tersebut dapat mengenai struktur non-vaskuler seperti tubulus ginjal,

kapsula Bowman, saraf perifer dan plasenta. Walaupun terjadi penebalan pada membrane

basalis, namun pada pasien DM pembuluh kapilernya lebih permeable (mudah bocor)

terhadap protein plasma dibandingkan dengan pembuluh kapiler orang normal.

Mikroangiopati mendasar terjadinya nefropati diabetic dan beberapa bentuk neuropati

lainnya.

Nefropati diabetic

Ginjal merupakan organ yang mengalami kerusakan paling berat pada pasien DM dan

salah satu penyebab kematian diabetes yang utama adalah gagal ginjal. Dimana terjadi

kelainan pada glomerulusnya (sklerosis mesangial yang difus, glomerulosklerosis noduler

yang disebut lesi Kimmerlstiel-Wilson, lesi eksudatif yang mengakibatkan proteinuria

progresif dan gagal ginjal kronik.

Komplikasi Okular Diabetik

16

Page 17: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

Retinopati nonproliferatif terdiri dari perdarahan intra-retina serta pre-retina, eksudasi,

edema, penebalan kapiler retina dan mikroaneurisma. Retinopati proliferative merupakan

proses neovaskularisasi dan fibrosis pada retina dengan kecenderungan yang tinggi untuk

menimbulkan kebutaan.

Neuropati Diabetik

Neuropati perifer simetrik yang mengenai saraf motorik dan sensorik ekstremitas

bawah disebabkan oleh jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf.

Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual dan disfungsi usus serta kandung

kemih. Kelainan neurologic yang bersifat fokal (mononeuropati diabetic) paling besar

kemungkinannya disebabkan oleh mikroangiopati.

Prognosis3

Sasaran pengelolaan diabetes mellitus bukan hanya glukosa darah saja tetapi juga

profil lipid, berat badan, tekanan darah, dan sebagainya seperti dibawah ini yang telah

ditetapkan oleh PERKENI :

1. DM Terkendali Baik

a. GDP 80-100 mg/dL

b. GD2jPP 80-144 mg/dL

c. HbA1C < 6.5%

d. Kolesterol Total < 200 mg/dL

e. K-LDL < 100 mg/dL

f. K-HDL > 45 mg/dL

g. Trigliserida < 150 mg/dL

h. IMT 18.5-23 kg/m2

i. Tekanan darah ≤ 130/80 mmHg

2. DM Terkendali Sedang

a. GDP 100-125 mg/dL

b. GD2jPP 145-179 mg/dL

c. HbA1C < 6.5-8%

d. Kolesterol Total 200-239 mg/dL

e. K-LDL 100-129 mg/dL

17

Page 18: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

f. Trigliserida 150-199 mg/dL

g. IMT 23-25 kg/m2

h. Tekanan darah 130-140/80-90 mmHg

3. DM Terkendali Buruk

a. GDP ≥ 126 mg/dL

b. GD2jPP ≥ 180 mg/dL

c. HbA1C ≥ 8%

d. Kolesterol Total ≥ 240 mg/dL

e. K-LDL ≥ 130 mg/dL

f. Trigliserida ≥ 200 mg/dL

g. IMT > 25 kg/m2

h. Tekanan darah > 140/90 mmHg

Tentu saja yang diharapkan dengan penatalaksanaan non-farmakologis seperti diet dan

latihan fisik yang dipatuhi dan dijalankan secara teratur, serta patuh mengkonsumsi obat yang

telah diberikan oleh dokter maka status DM pasien haruslah terkendali baik.3

Pencegahan

Pencegahan primer memiliki sasaran yaitu masyarakat yang masih sehat. Semua

pihak di dalam masyarakat harus mengembangkan dan membudayakan pola hidup sehat dan

menghindari pola hidup yang meningkatkan risiko DM. Mengkampanyekan makanan sehat

yang mengandung lemak dengan kadar yang rendah atau pola makan seimbang harus

ditanamkan sejak usia dini. Juga menganjurkan olahraga agar tetap dapat menjaga berat

badan agak tidak berlebihan. Pencegahan sekunder adalah ditujukan kepada para penderita

Dm untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan mengingatkan pentingnya kepatuhan

minum obat dan latihan fisik secara teratur serta menjaga pola makan. Penyuluhan tentang

diabetes dan cara mencegah komplikasinya perlu diberikan bagi para penderita DM dan

keluarga ataupun kerabat dekatnya. Terakhir pencegahan tersier dengan sasaran pada

penderita DM yang sudha maupun belum mengalami komplikasi dengan tujuan mencegah

terjadinya komplikasi ataupun kecacatan yang diakibatkannya. Upaya ini terdiri dari 3

tahap :7

18

Page 19: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

1. Pencegahan komplikasi diabetes yang pada consensus dimasukkan sebagai

pencegahan sekunder

2. Mencegah berlanjutnya progresi komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit

organ

3. Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ tubuh atau

jaringan.

Kesimpulan

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Diagnosis terhadap DM dapat ditegakkan dengan kriteria berikut :

1. Gejala khas DM + glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

2. Gejala khas DM + glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)

3. Glukosa plasma 2 jam setelah makan dengn TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan yang menurun

tanpa sebab yang jelas. Sedangkan gejala yang tidak khas DM adalah lemas, kesemutan, luka

yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulva pada wanita.

Dua defek metabolic utama yang menandai diabetes tipe 2 adalah resistensi inslin dan

disfungsi sel ß. Terapi gizi merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat

direkomendasikan bagi penyandang diabetes.Latihan fisik juga penting dilakukan untuk para

penderita diabetes. Frekuensi latihan fisik sebaiknya dilakukan 3-5 kali per minggu dengan

intensitas ringan sampai sedang (60-70% maximum heart rate). Durasi latihan yang

dianjurkan adalah 30-60 menit dengan jenis latihan seperti jalan, jogging, berenang dan

bersepeda yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi. Sedangkan terapi

medikamentosa dapat digunakan monoterapi ataupun kombinasi seusai dengan status dan

hasil pemeriksaan laboratorium pasien DM itu sendiri. Obat yang dapat diberikan adalah

golongan insulin sensitizing (biguanid dan glitazone), golongan sekretagok insulin,

penghambat alfa glukosidase, penghambat Dipeptydil Peptidase IV (DPP-4). Komplikasi

yang diabetes mellitus dapat berupa ketoasidosis metabolic, neuropati, komplikasi okular

diabetic, nefropati diabetic, penyakit mikrovaskular diabetic, mikroangiopati diabetic, koma

hiperosmolar nonketotik. Sasaran pengelolaan diabetes mellitus bukan hanya glukosa darah

19

Page 20: Makalah PBL Blok 21 - Diabetes Mellitus

saja tetapi juga profil lipid, berat badan, tekanan darah, dan sebagainya seperti dibawah ini

yang telah ditetapkan oleh PERKENI, yaitu diabetes terkendali baik, sedang dan buruk.

Pencegahan ditujukan pada masyarakat luas yang maish sehat dan populasi yang belum

terdiagnosis diabetes dan juga kepada para penderita diabetes untuk mencegah terjadinya

progresi komplikasi atau bahkan kecacatan.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;

2007.h.138-9.

2. Halim SL, Iskandar I, Edward H, Kosasih R, Sudiono H. Patologi klinik: Kimia

klinik. Edisi kedua. Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida;

2013.h.51-62.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar penyakit

dalam jilid III. Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1880-3.

4. Mitchell RN. Buku saku dasar patologis penyakit Robbin & Cotran. Edisi ketujuh.

Jakarta: RGC; 2009.h.669-78.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar penyakit

dalam jilid III. Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1874-6.

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar penyakit

dalam jilid III. Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1891-5.

7. Suherman SK. Insulin dan antidiabetika oral. Dalam: Farmakologi dan terapi. Edisi

kelima. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2011.h.481-95.

20