Makalah Moral Dan Tindakan Ekonomi
-
Upload
bernadetta-b -
Category
Documents
-
view
2.033 -
download
11
Transcript of Makalah Moral Dan Tindakan Ekonomi
MORAL DAN TINDAKAN EKONOMI
Disusun untuk memenuhi tugas Kelompok Mata Kuliah Sosiologi Ekonomi
Dosen Pengampu : Dr. Zaini Rohmad, M.Pd
Disusun oleh:
Kelompok 3
Raafi’ Hikma W K8410046
Riya Al Mustaqimah K8410049
Siti Rokhayati K8410054
Semester : 4
PENDIDIKAN SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PR RajaGrafindo Persada
Sukidin. 2009. Sosiologi Ekonomi. Yogyakarta : Center for Society Studies (CSS)
MORAL DAN TINDAKAN EKONOMI
Konsep tindakan ekonomi dalam sosiologi ekonomi
Dalam mikro ekonomi aktor diasumsikan mempunyai seperangkat pilihan
dan preferensi yang telah tersedia dan stabil. Tindakan aktor bertujuan untuk
memaksimalkan pemanfaatan (individu) dan keuntungan (perusahaan). Tindakan
tersebut dipandang rasional secara ekonomi. Sebaliknya sosiologi mencakup
beberapa kemungkinan tipe tindakan ekonomi. Kembali pada Weber, tindakan
ekonomi dapat berupa rasional, tradisional dan spekulatif-rasional. Sedangkan
ekonomi tidak memberikan tempat bagi yang oleh sosiologi disebut dengan
sosiologi tradisional. Ini merupakan salah satu perbedaan dari studi ekonomi dan
studi sosiologi ekonomi.
Dalam Economy and Society, Weber telah menetapkan garis pemisah
antara ekonomi dan sosiologi ekonomi dengan mengajukan 3 unsur:
1. Tindakan ekonomi adalah sosial
2. Tindakan ekonomi selalu melibarkan makna
3. Tindakan ekonomi selalu melibatkan kekuasaan
Yang membedakan ekonomi dan sosiologi lainnya yaitu masih dalam
lingkup tindakan rasional, yaitu jika dalam ekonomi menganggap rasionslitas
sebagai asumsi maka dalam sosiologi memandang rasionalitas sebagai variabel.
Perbedaan lain muncul dalam status makna dalam tindakan ekonomi. Para
ekonom sering menganggap tindakan ekonomi dapat ditarik dari hubungan antara
selera di satu sisi dan harga serta jasa di sisi lain. Sebaliknya bagi sosiologi makna
dikonstruksi secara historis dan mesti diselidiki secara empiris, tidak bisa secara
sederhana ditarik melalui asumsi dan lingkungan eksternal.
Selain itu, mikroekonomi memberi sedikit perhatian kepada konsep
kekuasaan karena tindakan ekonomi dipandang sebagai pertukaran di antara yang
sederajat. Sementara itu sosiologi cenderung memberikan tempat lebih luas dan
mendalam kepada dimensi kekuasaan.
Dalam pandangan ekonomi, tindakan dibatasi oleh selera dan kelangkaan
sumber daya termasuk teknologi. Dengan demikian secara prinsip, sekali hal
tersebut dikenal, maka mudah untuk memprediksi tingkah laku aktor, karena dia
akan selalu berusaha memaksimalkan pemanfaatan dan keuntungan. Sedangkan
sosiologi akan memperhatikan tidak hanya pengaruh kelangkaan sumber daya
tetapi juga aktor-aktor lain yang akan memudahkan, menghambat dan membatasi
tindakan ekonomi dalam pasar. Misalnya, seorang pengrajin tembikar di Galo
Gandang Tanah Datar Sumatera Barat mempunyai hubungan dengan seorang
pedagang tembikar yang hubungannya tidak hanya bersifat ekonomi yaitu
hubungan antara pedagang dan pembeli tetapi juga melekat hubungan sosial di
dalamnya, memberi hadiah ketika lebaran misalnya. Hubungan tersebut
membentuk hubungan patron-klien. Konsekuensinya adalah menghambat
pedagang lain untuk membeli hasil kerajinan dari seorang pengrajin yang telah
punya patron.
MORAL EKONOMI DAN TINDAKAN EKONOMI
Dengan membandingkan penemuan dan pendekatan oleh peneliti yang
berbeda (James Scott di satu pihak dan Hans-Dieter Evers dkk di pihak lain)
dengan obyek penelitian yang berbeda yaitu moral ekonomi petani dan moral
ekonomi pedagang, menunjukkan bahwa reaksi yang diberikan kelompok
masyarakat petani berbeda dengan reaksi yang dilakukan pedagang terhadap
moral ekonomi. Reaksi yang dilakukan ditunjukkan oleh tindakan ekonomi yang
dilakukan. Pada kelompok masyarakat petani, tindakan ekonomi merupakan
cerminan langsung dari moral ekonomi; sedangkan pada kelompok masyarakat
pedagang ia merupakan kombinasi antara moral ekonomi dan kepentingan
ekonomi. Perbedaan itu muncul karena selain obyek yang diperhatikan berbeda
tetapi juga pendekatan yang dipakai tidak sama.
Perbandingan antara Pendekatan James Scott dan Hans-Dieter Evers
tentang moral ekonomi
Hans-Dieter Evers Cs James Scott
Ciri hakekat manusia Kreatif Terikat
Dimensi moral Dinamis Statis
Tindakan ekonomi Sintesis moral, ekonomi
dan kepentingan ekonomi
Cerminan langsung dari
moral ekonomi
Pendekatan Sosiologi ekonomi baru Aktor lebih tersosialisasi
1. Hakekat Manusia
James Scott melihat manusia merupakan makhluk yang begitu terikat pada moral-
moral yang berlaku pada masyarakat, termasuk moral ekonomi. Semua perilaku
individu termasuk perilaku ekonomi harus merujuk kepada norma-norma moral
yang terdapat pada masyarakat. Oleh kaena itu, ia bagaikan manusia robot yang
patuh dan tunduk pada aturan-aturan sosial budaya yang telah diprogramkan
masyarakat kepadanya.
Sebaliknya H-D. Evers dan kawan-kawan memandang manusia sebagai makhluk
yang relatif kreatif. Memang norma-norma moral, adat, hukum, dst dipandang
suatu yang mengganjal dalam mencapai kepentingan pribadi. Tetapi sebagai
manusia yang kreatif ia mencoba mencari jalan keluar (solusi) antara kepentingan
pribadi dan kepentingan masyarakat. Jalan keluar tersebut ditemukan dalam
proses interaksi antara individu dan individu, antara individu (pedagang) dan
kelompok masyarakat (kelompok petani), dan antara kelompok masyarakat
pedagang dengan kelompok masyarakat petani.
2. Dimensi Moral
James Scott menemukan moral ekonomi dalam kelompok masyarakat petani
sebagai sesuatu yang statis. Ia tidak lapuk oleh perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur hubungan sosial yang berkembang. Para pengemban moral
tersebut, perilaku mereka haruslah merefleksikan ide-ide norma yang terkait
dalam moral. Jika ada individu yang keluar dari kewajiban moral yang seharusnya
diemban maka dia akan kehilangan reputasi sebagai warga terhormat atau
mendapat gunjingan sebagai warga yang tidak bermoral, dsb.
Berbeda dengan Scott, Evers cs melihat moral ekonomi dalam kelompok
masyarakat pedagang sebagai sesuatu yang dinamis. Moral yang berkembang di
dalam masyarakat diinterpretasi oleh pedagang dan dipertentangkan dengan
kepentingan pribadinya. Situasi tersebut mendatangkan suatu dilema bagi
pedagang. Namun situasi tersebut pula yang mendatangkan solusi, misalnya
berakibat pada penemuan moral baru yang tidak kalah pentingnya dengan moral
lama seperti pergi menunaikan haji sehingga menjadi pedagang yang santri.
3. Tindakan ekonomi
Dari sudut pandang Scott, tindakan ekonomi merupakan refleksi langsung dari
moral ekonomi yaitu manusia bertindak sebatas tidak keluar dari etika subsistensi.
Sedangkan Evers dan kawan-kawan melihat tindakan ekonomi merupakan sintesis
dari moral ekonomi-yaitu kewajiban moral untuk membantu teman-teman dan
kerabat-kerabat-yang ada dan kepentingan ekonomi yang dimiliki yaitu akumulasi
modal dalam bentuk barang dan uang. Sintesisnya berupa 5 solusi seperti yang
diajukan oleh Evers.
4. Pendekatan
Mengikuti cara berpikir Granovetter (1992), pendekatan yang digunakan Scott
dalam membahas moral ekonomi adalah perspektif aktor lebih tersosialisasi.
Aktor sangat taat dan patuh terhadap aturan dari sistem dan norma yang ada.
Karena ia telah menginternalisasi norma yang ada tersebut melalui sosialisasi. Ia
hanya bertindak sesuai apa yang digariskan oleh aturan moral yang ada, di luar
dari itu merupakan sesuatu yang asing dan dihindari.
Sedangkan Evers menggunakan pendekatan sosiologi ekonomi baru dalam
membedah moral ekonomu pedagang. Mereka melihat tindakan ekonomi
merupakan proses interaksi yang berlangsung antara individu (pedagang) dan
individu (petani sebagai pelanggan atau pedagang lain) antara individu (pedagang)
dengan kelompok (kelompok pedagang) dan antara kelompok (kelompok
pedagang) dengan kelmpok (kelompok petani). Proses interaksi tersebut terjadi
secara terus menerus dan terus diinterpretasikan sesuai dengan konteks dan
sejarah dari proses tersebut.
MORAL EKONOMI PETANI
Dalam “The Moral Economy of the Peasant”: “Rebellion and Subsistence in
Southest Asia”, James Scott mendefinisikan moral ekonomi sebagai pengertian
petani tentang keadilan ekonomi dan definisi kerja mereka tentang eksploitasi-
pandangan mereka tentang pungutan-pungutan terhadap hasil produksi mereka
mana yang dapat ditolerir mana yang tidak tepat. Dalam mendefinisikan ekonomi,
menurut James Scott, petani akan memperhatikan etika subsistensi dan norma
resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka.
Etika subsistensi merupakan perspektif petani memandang tuntutan-tuntutan yang
bukan dilihat dari segi tingkat absolutnya tetapi atas dasar bagaimana tuntutan-
tuntutan yang diajukan tersebut dapat mempersulit atau meringankan masalah
yang sedang dihadapi oleh petani untuk tetap berada di atas tingkat krisis
subsistensi.
Etika subsistensi muncul dari kekhawatiran akan mengalami kekurangan pangan
dan merupakan konsekuensi dari suatu kehidupan yang begitu dekat dengan garis
batas dan krisis subsistensi.
Oleh karena kebanyakan rumah tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-
batas subsistensi dan menjadi sasaran permainan alam serta tuntutan-tuntutan dari
pihak luar maka mereka meletakkan landasan etika subsistensi atas dasar
pertimbangan prinsip safety first (dahulukan selamat).
Dari sudut pandang moral ekonomi petani, subsistensi itu sendiri merupakan hak,
oleh sebab itu ia sebagai tuntutan moral. Maksudnya adalah petani merupakan
kaum yang miskin mempunyai hak sosial atas subsistensi.
Norma resiprositas merupakan rumus moral sentral bagi pelaku antarindividu:
antara petani dengan sesama warga desa, antara petani dengan tuan tanah, antara
petani dengan negara. Prinsip ini berdasar pada gagasan bahwa orang harus
membantu mereka yang membantunya atau paling tidak jangan menrugikannya.
Kewajiban untuk membalas budi merupakan suatu prinsip moral yang paling
utama yang berlaku bagi hubungan baik antara pihak-pihak sederajad maupun
antara pihak-pihak yang tidak sederajad.