Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis multidimensi yang dialami Bangsa Indonesia yang terus menerus dan seperti tidak ada putus- putusnya ini benar-benar memukul semua sektor dan lini kehidupan bangsa. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, keengganan publik untuk bekerja sama dan menghargai kerja keras pendiri bangsa hingga pada pergesekan-pergesekan sosial politik budaya dan ekonomi antar elemen bangsa mengantarkan Bangsa Indonesia ke arah yang krusial dan mengkuatirkan. Terlebih-lebih dengan keengganan Pemerintah sebelumnya menyikapi perkembangan dunia global yang juga memporak-porandakan perekonomian dan menimbulkan krisis dalam negeri sangat berdampak pada martabat dan harga diri bangsa di mata internasional. Masalah-masalah dunia pendidikan kita selalu dikaitkan dengan kedudukan Indonesia yang berada di urutan 33 dari 43 negara Asia yang masih belum berkembang dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Dra. Deminesi 1

description

dapat digunakan sebagai acuan membuat paper menghadapi ujian calon kepala sekolah - sudah diujikan dan berdaya guna :D

Transcript of Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

Page 1: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis multidimensi yang dialami Bangsa Indonesia yang terus

menerus dan seperti tidak ada putus-putusnya ini benar-benar

memukul semua sektor dan lini kehidupan bangsa. Ketidakpercayaan

masyarakat terhadap pemerintah, keengganan publik untuk bekerja

sama dan menghargai kerja keras pendiri bangsa hingga pada

pergesekan-pergesekan sosial politik budaya dan ekonomi antar

elemen bangsa mengantarkan Bangsa Indonesia ke arah yang krusial

dan mengkuatirkan.

Terlebih-lebih dengan keengganan Pemerintah sebelumnya

menyikapi perkembangan dunia global yang juga memporak-

porandakan perekonomian dan menimbulkan krisis dalam negeri

sangat berdampak pada martabat dan harga diri bangsa di mata

internasional.

Masalah-masalah dunia pendidikan kita selalu dikaitkan dengan

kedudukan Indonesia yang berada di urutan 33 dari 43 negara Asia

yang masih belum berkembang dalam mengelola penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu.

Maka dengan diterbitkannya UU No. 20 Tahun 2003 yang

menyiratkan bahwa Sistem Pendidikan Nasional Indonesia harus

mencapai standar-standar nasional, dimulai dari Standar Isi, Standar

Pengelolaan, Standar Kompetensi Siswa, Standar Kompetensi

Guru, Standar Kompetensi Kepala Sekolah, Standar Kompetensi

Pengawas, Standar Pembiayaan, Standar Sarana Prasarana yang

kesemuanya itu adalah target yang masih harus dikejar agar dapat

mencapai standar pendidikan yang layak dan bermutu sehingga dapat

menghasilkan outcome yaitu peserta didik atau lulusan-lulusan semua

Dra. Deminesi 1

Page 2: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

tingkatan pendidikan yang mampu bersaing dan kompetitif hingga

tingkat global.

Namun, untuk mencapai hal-hal tersebut masih banyak kerja

keras dan pembenahan pada sistem dan seluruh elemen yang

menyangkut dan terkait dengan pemberdayaan dan pembangunan

penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Pemerintah terus berupaya mencapai tujuan pembangunan

Bangsa yang sudah digariskan dalam amandemen Ke-4 UUD 1945

yang mensyaratkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% untuk

mencapai standar minimal tersebut.

Kota Palangka Raya sebagai kota yang tengah berkembang dan

lambat laun dipandang sebagai barometer pendidikan di Kalimantan

Tengah sudah sepantasnya berada dilini terdepan untuk menghasilkan

layanan pendidikan bagi publik secara bermutu, terjangkau dan

bermartabat. Sehingga dengan pembenahan dan pengelolaan

penyelenggaraan pendidikan di semua tingkatan dari TK/RA, SD/MI,

SMP/MTs, SMA/MA/SMK baik itu yang dikelola oleh Negeri

(Pemerintah) maupun yang dikelola oleh sektor swasta agar dapat

bersinergis dan bahu-membahu untuk mewujudkan tujuan suci dari

konstitusi UUD 1945 yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

B. Tujuan

Tujuan dari makalah ini :

Memberikan langkah konkrit dan relevan untuk meningkatkan mutu

pendidikan di Kota Palangka Raya melalui penerapan manajemen

berbasis sekolah sehingga dapat mencapai standar minimal.

C. Rumusan Masalah

Dra. Deminesi 2

Page 3: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

Rumusan masalah dari uraian sebelumnya yaitu : Bagaimana

meningkatkan mutu pendidikan di Kota Palangka Raya melalui

manajemen berbasis sekolah dapat mencapai standar minimal?

D. Manfaat

Manfaat dari makalah ini :

Memberikan langkah alternatif untuk meningkatkan mutu pendidikan di

kota Palangka Raya melalui manajemen berbasis sekolah sehingga

dapat mencapai standar minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah.

E. Tinjauan Pustaka

Selama tiga dasawarsa terakhir, dunia pendidikan Indonesia

secara kuantitatif telah berkembang sangat cepat. Pada tahun 1965

jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 53.233 dengan jumlah murid dan

guru sebesar 11.577.943 dan 274.545 telah meningkat pesat menjadi

150.921 SD dan 25.667.578 murid serta 1.158.004 guru (Pusat

Informatika, Balitbang Depdikbud, 1999). Jadi dalam waktu sekitar 30

tahun jumlah SD naik sekitar 300%. Sudah barang tentu

perkembangan pendidikan tersebut patut disyukuri. Namun

sayangnya, perkembangan pendidikan tersebut tidak diikuti dengan

peningkatan kualitas pendidikan yang sepadan. Akibatnya, muncul

berbagai ketimpangan pendidikan di tengah-tengah  masyarakat,

termasuk yang sangat menonjol adalah: a) ketimpangan antara

kualitas output pendidikan dan kualifikasi tenaga kerja yang

dibutuhkan, b) ketimpangan kualitas pendidikan antar desa dan kota,

antar Jawa dan luar Jawa, antar penduduk kaya dengan penduduk

yang masih berada dalam strata miskin. (Zamroni, 2003).

Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan

untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi sejauh ini belum

menampakkan hasilnya. Mengapa kebijakan pembaharuan pendidikan

Dra. Deminesi 3

Page 4: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

di tanah air kita dapat dikatakan senantiasa gagal menjawab problem

masyarakat? Sesungguhnya kegagalan berbagai bentuk pembaharuan

pendidikan di tanah air kita bukan semata-mata terletak pada bentuk

pembaharuan pendidikannya sendiri yang bersifat erratic, tambal

sulam, melainkan lebih mendasar lagi kegagalan tersebut dikarenakan

ketergantungan penentu kebijakan pendidikan pada penjelasan

paradigma peranan pendidikan dalam perubahan sosial yang sudah

usang. Ketergantungan ini menyebabkan adanya harapan-harapan

yang tidak realistis dan tidak tepat terhadap efikasi pendidikan.

John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict

Meaning (1992), mengidentifikasi peran pendidikan tersebut

sebagai : a) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-

kultural bangsa, b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi

kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, dan c)

untuk meratakan kesempatan dan pendapatan. Peran yang

pertama merupakan fungsi politik pendidikan dan dua peran yang lain

merupakan fungsi ekonomi.

Sesuai dengan peran pendidikan sebagai engine of growth, dan

penentu bagi perkembangan masyarakat, maka bentuk sistem

pendidikan yang paling tepat adalah single track dan diorganisir secara

terpusat sehingga mudah diarahkan untuk kepentingan pembangunan

nasional. Lewat jalur tunggal inilah lembaga pendidikan akan mampu

menghasilkan berbagai tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja.

Agar proses pendidikan efisien dan etektif, pendidikan harus disusun

dalam struktur yang bersifat rigid, manajemen (bersifat sentralistis,

kurikulum penuh dengan pengetahuan dan teori-teori (text bookish).

 Namun, pengalaman selama ini menunjukkan, pendidikan

nasional sistem persekolahan tidak bisa berperan sebagai penggerak

dan lokomotif pembangunan, bahkan Gass (1984) lewat tulisannya

berjudul Education versus Qualifications menyatakan pendidikan

telah menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan teknologi,

dengan munculnya berbagai kesenjangan: kultural, sosial, dan

Dra. Deminesi 4

Page 5: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

khususnya kesenjangan vokasional dalam bentuk melimpahnya

pengangguran terdidik.

Berbagai problem pendidikan yang muncul tersebut di atas

bersumber pada kelemahan pendidikan nasional sistem persekolahan

yang sangat mendasar, sehingga tidak mungkin disempurnakan hanya

lewat pembaharuan yang bersifat tambal sulam (Erratic).

Pembaharuan pendidikan nasional sistem persekolahan yang

mendasar dan menyeluruh harus dimulai dari mencari penjelasan baru

atas paradigma peran pendidikan dalam pembangunan.

  Penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam embangunan

yang diikuti oleh para penentu kebijakan kita dewasa ini memiliki

kelemahan, baik teoritis maupun metodologis. Pertama, tidak dapat

diketemukan secara tepat dan pasti  bagaimana proses

pendidikan menyumbang pada peningkatan kemampuan individu.

Memang secara mudah dapat dikatakan bahwa pendidikan formal

akan mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki

sistem teknologi produksi yang semakin kompleks. Tetapi, dalam

kenyataannya, kemampuan teknologis yang diterima dari lembaga

pendidikan formal tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada. Di

samping itu, adanya perubahan di bidang teknologi yang cepat, justru

melahirkan apa yang disebut dengan de-skilled process, yakni dunia

industri memerlukan tenaga kerja dengan keahlian yang lebih

sederhana dengan jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit.

  Kedua, paradigma fungsional dan sosialisasi memiliki

asumsi bahwa pendidikan sebagai penyebab dan pertumbuhan

ekonomi sebagai akibat. Investasi di bidang pendidikan formal

sistem persekolahan akan menentukan pembangunan ekonomi di

masa mendatang. Tetapi realitas menunjukkan sebaliknya. Bukannya

pendidikan muncul terlebih dahulu, kemudian akan muncul

pembangunan ekonomi, melainkan bisa sebaliknya, tuntutan perluasan

pendidikan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan ekonomi dan

politik. Dengan kata lain, pendidikan sistem persekolahan bukannya

Dra. Deminesi 5

Page 6: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

engine of growth, melainkan gerbong dalam pembangunan.

Perkemkembangan pendidikan tergantung pada pembangunan

ekonomi. Sebagai bukti, karena hasil pembangunan ekonomi tidak

bisa dibagi secara merata, maka konsekuensinya kesempatan untuk

mendapatkan pendidikan tidak juga bisa sama di antara berbagai

kelompok masyarakat, sebagaimana terjadi dewasa ini.

 Ketiga, paradigma fungsional dan sosialisasi juga memiliki

asumsi bahwa pendapatan individu mencerminkan produktivitas

yang bersangkutan. Secara makro upah tenaga kerja erat

kaitannya dengan produktivitas. Dalam realitas asumsi ini tidak

pernah terbukti. Upah dan produktivitas tidak selalu sering. 

Implikasinya adalah bahwa kesimpulan kajian selama ini yang selalu

menunjukkan bahwa economic rate of return dan pendidikan di negara

kita adalah sangat tinggi, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

investasi di bidang lain, adalah tidak tepat, sehingga perlu dikaji

kembali.

 Keempat, paradigma sosialisasi hanya berhasil

menjelaskan bahwa pendidikan memiliki peran mengembangkan

kompetensi individual, tetapi gagal menjelaskan bagaimana

pendidikan dapat meningkatkan kompetensi yang lebih tinggi untuk

meningkatkan produktivitas. Secara riil pendidikan formal berhasil

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan individual yang

diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi modern.

Semakin lama waktu bersekolah semakin tinggi pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki. Namun, Randal Collins, lewat karyanya The

Credential Society: An Historicaf Sosiology of Education and

Stratification (1979) menentang tesis ini. Berbagai bukti tidak

mendukung tesis atas tuntutan pendidikan untuk memegang suatu

pekerjaan-pekerjaan tersebut. Pekerja dengan pendidikan formal yang

lebih tinggi tidak harus diartikan memiliki produktivitas lebih tinggi

dibandingkan dengan pekerja .yang memiliki pendidikan lebih rendah.

Banyak keterampilan dan keahlian yang justru dapat banyak diperoleh

Dra. Deminesi 6

Page 7: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

sambil menjalankan pekerjaan di dunia kerja formal. Dengan kata lain,

tempat bekerja bisa berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang lebih

canggih.

Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu sudah merupakan

keharusan dan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Menurut John Stewart,

konsultan di McKinsey definisi dari Mutu adalah perasaan

menghargai bahwa sesuatu lebih baik daripada yang lain.

Perasaan itu berubah sepanjang waktu dan berubah dari generasi

ke generasi, serta bervariasi dengan aspek aktivitas manusia.”

Definisi lain, “mutu” seperti yang biasa digunakan dalam manajemen

berarti lebih dari rata-rata dengan harga yang wajar. Mutu juga berarti

memfokuskan pada kemampuan menghasilkan produk dan jasa yang

semakin baik dengan harga yang semakin bersaing. Mutu juga berarti

melakukan hal-hal yang tepat dalam organisasi pada langkah pertama,

bukannya membuat dan memperbaiki kesalahan. Dengan

memfokuskan hal-hal yang tepat pada kesempatan pertama,

organisasi menghindari biaya tinggi yang berkaitan dengan pengerjaan

ulang.

Namun setelah ditelusuri, ternyata sekolah belum mampu

menempatkan diri sebagai organisasi sosial modern yang berorientasi

peningkatan mutu sehingga pelaksanaan dan pengembangan program

terasa tergesa-gesa dan berimplikasi pada kesenjangan pemahaman

tentang manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah antara

lembaga sekolah dan policy departement (inovator).

Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat

input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi

bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti

penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya,

penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga

kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan

( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu

sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang

Dra. Deminesi 7

Page 8: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek,

1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan

(sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan

industri. Pengelolaan pendidikan selama ini juga lebih banyak bersifat

macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya,

banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi

atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah).

Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan

permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara

utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal

terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang

memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan

yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan

kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan

peningkatan kualitas/mutu pendidikan. hal ini akan dapat dilaksanakan

jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan

kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai

dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun

demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu

tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati

secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan

peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah

mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan

peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis

sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan.

Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan

mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality

Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan

(developmental) disebut School Based Quality Improvement.

Dra. Deminesi 8

Page 9: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

BAB II

PEMBAHASAN

Paradigma peranan pendidikan dalam pembangunan tidak bersifat

linier dan unidimensional, sebagaimana dijelaskan oleh paradigma

Fungsional dan Sosialisasi di atas. Melainkan, peranan pendidikan dalam

pembangunan sangat kompleks dan bersifat interaksional dengan

kekuatan-kekuatan pembangunan yang lain. Dalam konstelasi semacam

ini, pendidikan tidak bisa lagi disebut sebagai engine of growth, sebab

kemampuan dan keberhasilan lembaga pendidikan formal sangat terkait

dan banyak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang lain, terutama

kekuatan ekonomi umumnya dan dunia kerja pada khususnya. Hal ini

membawa konsekuensi bahwa lembaga pendidikan sendiri tidak bisa

meramalkan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan oleh

dunia kerja, sebab kebutuhan tenaga kerja baik jumlah dan kualifikasi

yang diperlukan berubah dengan cepat sejalan kecepatan perubahan

ekonomi dan masyarakat.

Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang

memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong

pengambilan keputusan secara partisipatif semua warga sekolah, yaitu

guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, oang tua siswa, komite sekolah,

dan masyarakat.

Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah,

masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing

ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian

kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis

dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan

sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan

Dra. Deminesi 9

Page 10: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami

kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian

melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke

dalam kebijakan mikro dalam bentuk program - program prioritas yang

harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan

sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus

menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian

sekolah secara mendiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan

nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki

tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya

sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat.

Paradigma pendidikan Sistemik-Organik menekankan bahwa

proses pendidikan formal sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri

sebagai berikut: 1) Pendidikan lebih menekankan pada proses

pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching), 2) Pendidikan

diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel; 3) Pendidikan

memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik

khusus dan mandiri, 4) Pendidikan merupakan proses yang

berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.

  Paradigma pendidikan Sistemik-Organik menuntut pendidikan

bersifat double tracks. Artinya, pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa

dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakatnya. Dunia

pendidikan senantiasa mengkaitkan proses pendidikan dengan

masyarakatnya pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya.

Keterkaitan ini memiliki arti bahwa prestasi peserta didik tidak hanya

ditentukan oleh apa yang mereka lakukan di lingkungan sekolah,

melainkan prestasi perserta didik juga ditentukan oleh apa yang mereka

kerjakan di dunia kerja dan di masyarakat pada umumnya. Dengan kata

lain, pendidikan yang bersifat double tracks menekankan bahwa untuk

mengembangkan pengetahuan umum dan spesifik harus melalui

kombinasi yang strukturnya terpadu antara tempat kerja, pelatihan dan

pendidikan formal sistem persekolahan. Melalui double tracks ini sistem

Dra. Deminesi 10

Page 11: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

pendidikan akan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan

dan fleksibilitas yang tinggi  untuk menyesuaikan dengan tuntutan

pembangunan yang senantiasa berubah dengan cepat.

  Berbagai problem yang muncul di masyarakat, khususnya

ketimpangan antara kualitas pendidikan dan kualifikasi tenaga kerja yang

dibutuhkan oleh dunia kerja merupakan refleksi adanya kelemahan yang

mendasar dalam dunia pendidikan kita. Setiap upaya untuk

memperbaharui pendidikan akan sia-sia, kecuali menyentuh akar filosofis

dan teori pendidikan. Yakni, pendidikan tidak bisa dilihat sebagai suatu

dunia tersendiri, melainkan pendidikan harus dipandang dan diberlakukan

sebagai bagian dari masyarakatnya. Oleh karena itu, proses pendidikan

harus memiliki keterkaitan dan kesepadanan secara mendasar serta

berkesinambungan dengan proses yang berlangsung di dunia kerja.

Dari kesemua proses utama (mainframe) dari paradigma

pembangunan pendidikan yang menjadi pilar utama pencapaian target

atau sasaran pembangunan itu sendiri adalah : Guru, Pengelolaan

Sekolah oleh Kepala Sekolah, kemitraan dengan partisipasi aktif

masyarakat, payung hukum dan pola kebijakan yang mengkondusifkan

dunia pendidikan oleh Pemerintah setempat, serta memberdayakan

kearifan lokal guna membentuk paradigma kebutuhan pendidikan dan

partisipasi oleh masyakarat lokal.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak

usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menegah (UU.14/2005 pasal 1; ayat 1). Dalam

menjalankan tugasnya pada masa sekarang, profesionalisme

menjadi tuntutan dan menjadi bagian integral dari profesi guru

dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

Guru professional adalah sifat dan tanggungjawab yang

dilakukan guru dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang

memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang

Dra. Deminesi 11

Page 12: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan

pendidikan profesi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk

mencapai standard profesionalisme, misalnya melalui pendidikan

dan latihan, proses sertifikasi, atau kegiatan-kegiatan yang

diselenggrarakan dalam menunjang profesionalitas.

Profesionalisme Guru merupakan cara yang logis untuk

menghadapi perubahan sosial sebagai konsekuensi globalisasi

dalam berbagai bidang. Profesionalisme diyakini mampu

meningkatkan kinerja yang optimal dunia pendidikan sehingga

pada akhirnya dapat menciptakan cita-cita pendidikan sebagai

insan kamil yang cerdas dan berakhlak mulia, mampu

menghadapi perubahan zaman, secara damai, terbuka,

demokratis, dan berkompetisi yang bermuara pada

meningkatnya kesejahteraan seluruh warga Indonesia.

Oleh sebab itulah telah menjadi sebuah keharusan kalau

setiap lembaga pendidikan dasar dan menegah di Palangka Raya

khususnya, menjadikan profesionalisme guru sebagai faktor

utama dari pengelolaan pembelajaran yang bermutu dikelas

untuk dikembangkan lebih intensif dan tindakan pertama dimulai

dari kegiatan belajar mengajar dan kegiatan kependidikan sehari-

hari baik dikelas maupun pada organisasi guru. Sejalan dengan

berbagai tuntutan profesionalisme dan perubahan sosial, budaya

mutu merupakan suatu pradigma yang dapat dijadikan pijakan

dalam pencapaian tujuan pendidikan. Dalam pelaksanaannya

dapat dimulai dari tata kelola proses-proses pembelajaran dan

pendidikan di sekolah.

Dalam bidang pendidikan, kehadiran Manajemen Berbasis Sekolah

(MBS) telah memberikan angin segar yang menjanjikan, karena pada

tataran teoritis, MBS memberikan kewenangan kepada sekolah untuk

melahirkan berbagai kebijakan dan keputusan perbaikan menyangkut

kepentingan kemajuan sekolah itu sendiri.

Dra. Deminesi 12

Page 13: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

Sebagai contoh, kepala sekolah sebagai pemimpin ternyata belum

mampu memahami dan apalagi mentransfer konsep Manajemen Berbasis

Sekolah, kepada guru-guru dan karyawan lainnya. Pemahaman dan

pelaksanaannya hanya dilakukan sebatas program yang diajukan dalam

proposal. Padahal peran kepemimpinan sangat menentukan maju

mundurnya suatu organisasi dalam mencapai manajemen kualitas.

Alternatif pemecahan masalah manajemen berbasis sekolah yang

perlu dikuasai oleh Kepala Sekolah sebagaimana teori yang dipaparkan

oleh Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu

dalam sebuah organisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada

di sekitar manajemen. Deming mengusulkan beberapa butir pemikiran

yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas

suatu organisasi juga dalam bidang pendidikan. Keempat belas butir

pemikiran tersebut adalah:

1. Ciptakan Tujuan yang Mantap Demi Perbaikan Produk dan Jasa

Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu

mengarahkan siswa menghadapi masa depan secara mantap. Jangan

membuat siswa sekedar memiliki nilai bagus tetapi juga harus mampu

membuat siswa memiliki kemauan belajar seumur hidup.

2. Adopsi Filosofi Baru

Siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang berkualitas.

Dengan kata lain, mereka tidak lagi sebagai siswa yang pasif dan rela

diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.

3. Hentikan Ketergantungan pada Inspeksi Masal

Dalam bidang pendidikan, evaluasi yang dilakukan jangan hanya

pada saat ulangan umum ataupun ujian akhir, tetapi dilakukan setiap

saat selama proses belajar mengajar berlangsung. Selain itu, dalam

menetapkan standar uji, maka perlu diperhatikan teori-teori

kepemimpinan yang berkembang dalam Total Quality Management dan

Dra. Deminesi 13

Page 14: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

lainnya, seperti teori sifat, teori lingkungan, teori perilaku, teori

humanistik, dan teori kontigensi.

Sejalan dengan masalah evaluasi, masalah rekrutmen dalam

menentukan pimpinan kependidikan, beberapa prosedur “Fit and

proper test” bisa dilakukan dalam pengambilan keputusan :

(a) Melakukan “hearing” didepan tim, yaitu menyampaikan program, visi

dan misi apabila terpilih menjadi pimpinan nantinya.

(b) Menjawab pertanyaan lisan dan tertulis yang telah didesain

sedemikian rupa. Adapun pertanyaan yang diajukan dapat

menyangkut integritas, moralitas, profesionalisme, intelektualitas,

keahlian.

(c) Keharusan mengumumkan harta kekayaan dari para calon Kepala

Sekolah sebelum yang bersangkutan menduduki jabatan yang

dipercayakan kepadanya. Kebohongan atas kekayaan ini dapat

mengakibatkan pemecatan (impeachmant).

(d) Harus memahami sistem manajemen yang efektif dan efisien

terhadap lembaga yang akan dipimpinnya. Termasuk dalam

rekruitment karyawan, kesejahteraan, peningkatan kualitas hasil dan

kinerja.

(e) Mengemukakan masalah pribadi, seperti apakah calon itu pernah

bercerai. Masalah anak bagaimana. Mengapa sampai terjadi

perceraian. Kemudian menyangkut masalah kebebasan dari

tekanan, intimidasi, teror atau ancaman.

(f) Tim seleksi melakukan investigasi dan melacak semua kebenaran

informasi yang disampaikan lisan maupun tertulis. Apabila calon-

calon tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara memuaskan,

atau setelah melakukan investigasi ternyata terdapat kebohongan-

kebohongan, tentu saja yang bersangkutan tidak dapat terpilih

sebagai pimpinan.

4. Akhiri Kebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis Hanya Berdasarkan

Biaya

Dra. Deminesi 14

Page 15: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

Dalam bidang pendidikan pernyataan di atas terutama dikaitkan

dengan biaya pendidikan yang ada hubungannya dengan perbandingan

junlah guru dan siswa pada satu ruangan/kelas. Kelas besar memang

akan membuat sekolah tersebut melakukan penghematan biaya, tetapi

mutu yang dihasilkan tidak terjamin dan bukan tidak mungkin terjadi

peningkatan biaya di bagian lain pada sistem tersebut.

5. Perbaiki Sistem Produksi dan Jasa Secara Konstan dan Terus

Menerus

Dalam bidang pendidikan seorang guru harus berpikir secara

strategis agar siswa dapat menjalani proses belajar mengajar secara

baik sehingga memperoleh nilai yang baik pula. Guru jangan hanya

berpikir bagaimana siswa mendapatkan nilai yang baik.

6. Lembagakan Metode Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja

Hal ini perlu dilakukan agar terdapat kesamaan dasar

pengetahuan bagi semua anggota staf dalam suatu lembaga

pendidikan. Setelah itu barulah guru dan administrator

mengembangkan keahlian sesuai yang diperlukan bagi peningkatan

profesionalitas.

7. Lembagakan Kepemimpinan

Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader).

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku

orang atau kelompok dengan maksud mencapai suatu tujuan yang

dinginkan bersama. Sedangkan pemimpin adalah seseorang atau

sekelompok orang seperti kepala, komandan, ketua dan sebagainya.

Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan itu

adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau

kelompok dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan bersama.

Artinya terjadi proses interaksi antara pemimpin, yang dipimpin,

dan situasi. Dengan demikian, kepemimpinan itu seyogianya

Dra. Deminesi 15

Page 16: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

melekat pada diri pemimpin dalam wujud kepribadian

(personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability),

guna mewujudkan kepemimpinan bermutu atau Total Quality

Management (TQM). Dikatakan bahwa, pemimpin yang efektif

menurut konsep TQM adalah pemimpin yang sensitif atau peka

terhadap adanya perubahan dan pemimpin yang melakukan

pekerjaannya secara terfokus.

Dalam konsep TQM, memimpin berarti menentukan hal-hal yang

tepat untuk dikerjakan, menciptakan dinamika organisasi yang

dikehendaki agar semua orang memberikan komitmen, bekerja

dengan semangat dan antusias untuk mewujudkan hal-hal yang telah

ditetapkan. Memimpin berarti juga dapat mengkomunikasikan visi dan

prinsip organisasi kepada bawahan. Kegiatan memimpin termasuk

kegiatan menciptakan budaya atau kultur positif dan iklim yang

harmonis dalam lingkungan lembaga atau organisasi, serta

menciptakan tanggung-jawab dan pemberian wewenang dalam

pencapaian tujuan bersama. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa,

terdapat hubungan positif antara tanggung jawab, wewenang dan

kemampuan pemimpin dengan derajat atau tingkat pemberdayaan

karyawan dalam suatu lembaga.

Secara umum, pada dasarnya terdapat delapan kunci tugas

pimpinan untuk melaksanakan komitmen perbaikan kualitas terus

menerus, yaitu:

(a) Menetapkan suatu dewan kualitas.

(b) Menetapkan kebijaksanaan kualitas.

(c) Menetapkan dan menyebarluaskan sasaran kualitas.

(d) Memberikan dan menyiapkan sumber-sumber daya.

(e) Memberikan dan menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang

berorientasi pada pemecahan masalah kualitas.

(f) Menetapkan tim perbaikan kualitas yang bertanggungjawab pada

manajemen puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah

kualitas kronis.

Dra. Deminesi 16

Page 17: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

(g) Merangsang perbaikan kualitas terus menerus.

(h) Memberikan pengakuan dan penghargaan atas prestasi dalam

perbaikan kualitas terus-menerus (Vincent Gaspersz, 1997: 203-

204).

Sementara itu, bagi kalangan follower/pengikut/bawahan seperti

guru, karyawan dan lain-lain, perlu memperhatikan ketentuan berikut : (1)

Mendukung program-program pimpinan yang baik dan benar. (2) Memiliki

kebutuhan berprestasi. (3) Klarifikasi kemampuan, wewenang dan peran.

(4) Memiliki organisasi kerja. (5) Kemampuan bekerja sama. (6)

Kecukupan sumber daya (kuantitas). (7) Memiliki koordinasi eksternal.

Ditambahkan bahwa, untuk melaksanakan tugas dan fungsi

kepemimpinan, maka kepala sekolah perlu memperhatikan dan

mengontrol Variabel situasi, yaitu seperangkat keadaan atau kondisi yang

harus dikelola dan diciptakan secara kondusif. Situasi ini antara lain : (1)

kekuatan posisi, (2) keadaan bawahan, (3) tugas dan kemampuan

menggunakan teknologi, (4) struktur organisasi, (5) keadaan lingkungan

lembaga (fisik dan non-fisik), (6) ketergantungan eksternal, (7) kekuatan

sosial politik, (8) rasa aman dan demokratis. Keseluruhan proses interaksi

kepemimpinan antara pemimpin, yang dipimpin dan situasi, ditujukan

untuk mencapai variabel hasil akhir yaitu : (1) Kepuasan pelanggan. (2)

Loyalitas pelanggan. (3) Profitabilitas. Dan (4) kepuasan seluruh personil

lembaga dan stakeholders.

8. Hilangkan Rasa Takut

Perlu disadari bahwa rasa takut menghambat karyawan untuk

mampu mengajukan pertanyaan, melaporkan masalah, atau

menyatakan ide padahal itu semua perlu dilakukan untuk menghasilkan

kinerja yang maksimum. Oleh karena itu para pelaku pendidikan

hendaknya jangan menerapkan sistem imbalan dan hukuman kepada

siswa karena akan menghambat berkembangnya motivasi internal dari

siswa masing-masing.

Dra. Deminesi 17

Page 18: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

9. Pecahkan Hambatan di antara Area Staf

Hambatan antardepartemen fungsional berakibat menurunkan

produktivitas. Hambatan ini dapat diatasi dengan mengembangkan

kerjasama kelompok. Oleh karena itu para anggota staf harus

bekerjasama dan memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas.

10. Hilangkan Slogan, Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja

Perbaikan secara berkesinambungan sebagai sasaran umum

harus menggantikan simbol-simbol kerja.

11. Hilangkan Kuota Numerik

Kuota cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada

jumlah sering kali dengan mengorbankan mutu. Terlalu banyak

menggunakan slogan dan terlalu berpatokan pada target dapat

menimbulkan salah arah untuk pengembangan sistem yang baik.

Tidak jarang patokan terget akan lebih terfokus pada guru dan siswa

daripada sistem secara keseluruhan.

12. Hilangkan Hambatan Terhadap Kebanggaan Diri atas

Keberhasilan Kerja

Kebanggaan diri atas hasil kerja yang dicapai perlu dimiliki oleh

guru dan siswa. Adanya kebanggaan dalam diri membuat guru dan

siswa bertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang

disandangnya sehingga mereka dapat menjaga mutu.

13. Lembagakan Program Pendidikan dan Pelatihan yang Kokoh.

Hal ini berlaku bagi para pelaku pendidikan karena memiliki

dampak langsung terhadap kualitas belajar siswa.

14. Lakukan Tindakan Nyata/ Contoh Nyata

Manajer harus menjadi”lead manager” bukan “boss manager”.

Seorang “lead manager” akan berusaha mengkomunikasikan

Dra. Deminesi 18

Page 19: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

pandangannya selalu berusaha mengembangkan kerjasama,

meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan adanya

contoh nyata, pekerja menyadari cara untuk melakukan pekerjaan

yang berkualitas.

Dra. Deminesi 19

Page 20: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Kota Palangka Raya

Melalui pergulatan yang panjang dan rumit, penulis memberikan

paparan berupa langkah-langkah konkrit dan sistemik agar Mutu

Pendidikan di Kota Palangka Raya dapat dijadikan barometer dunia

pendidikan di Kalimantan Tengah melalui berbagai macam strategi dan

langkah-langkah nyata yang patut menjadi rencana strategis di masa

mendatang, yaitu :

1. Perlunya program beasiswa bagi peserta didik yang berpotensi dan

menyeluruh secara berjenjang dan berdasarkan data-data yang

teraudit dan valid serta bisa dipertanggung-jawabkan yang sinergis

dengan program kesejahteraan masyarakat serta program

pemerataan pendidikan di segala lapisan masyarakat.

2. Perlunya kesadaran tinggi dari seluruh Tenaga Kependidikan di

segala tingkatan dan unit penyelenggara pendidikan dari tingkat TK

hingga perguruan tinggi untuk terus meningkatkan kompetensinya

mencapai taraf optimal sehingga kompetensi tenaga kependidikan ini

benar-benar mumpuni dan berkualitas sehingga potensi Tenaga

Kependidikan tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena

memang benar-benar diperhatikan. Faktor-faktor insentif tersebut

yang dapat menjadi pemicu untuk mendorong semangat berkompetisi

dan meningkatkan kompetensi tenaga kependidikan dengan

memberikan bantuan pendidikan (bea siswa full bright) sehingga guru

atau tenaga kependidikan yang berpotensi dan berprestasi dapat

meningkatkan kualifikasi mereka hingga mencapai jenjang pasca

sarjana S2 bahkan S3.

3. Mendorong peranan serta stakeholder atau pemangku kebijakan

pendidikan yaitu masyarakat sebagai pengguna dan evaluator proses

sistem pendidikan publik ini untuk turut aktif mendanai atau

memberikan sumbangsih konkrit dalam pemenuhan kelayakan

standar-standar nasional pendidikan di sekolah-sekolah

penyelenggara pendidikan baik oleh Negeri maupun swasta.

Dra. Deminesi 20

Page 21: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

4. Membangun dan memperkokoh sistem Manajemen Berbasis Sekolah

di lembaga penyelenggara pendidikan agar menjadi sebuah sistem

manajemen yang handal dan kompeten untuk membentuk,

membimbing, dan membina para generasi muda, kader-kader bangsa

agar menjadi generasi penerus yang kompeten, handal, bertanggung

jawab, mapan, loyal, tawakal, dan berakhlak mulia.

5. Meningkatkan akuntabilitas dan profesionalitas manajerial

pengelolaan Sekolah/ Lembaga Penyelenggara Pendidikan lebih

terukur, validitas yang tinggi, serta reliabel serta teraudit dengan baik

dan kokoh yang serta merta meningkatkan kewibawaan Lembaga

Penyelenggara Pendidikan dan sekaligus membangun kepercayaan

masyarakat yang sudah lama terpuruk dalam krisis kepercayaan

akibat krisis multidimensial yang berkepanjangan dan tidak pernah

berkesudahan.

6. Membangun semangat berkompetisi semua warga sekolah atau

lembaga penyelenggara pendidikan agar mempunyai daya saing atau

daya bargain yang tinggi hingga ke taraf internasional salah satunya

dengan program sister school atau pertukaran tenaga pengajar

dengan sekolah bertaraf internasional lainnya di tempat lain serta

menjajagi adanya pertukaran pelajar antar sekolah untuk saling

mengimbas dan saling belajar demi mencapai harapan yang dicita-

citakan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional terutama mempunyai

Kompetensi Lulusan yang berkualitas dan kompeten serta memiliki

kecakapan hidup yang optimal dalam membentuk watak dan karakter

warga Indonesia yang dicita-citakan para pendiri bangsa.

7. Memberikan penghargaan atas dedikasi dan prestasi yang diberikan

para guru/ tenaga kependidikan secara rutin untuk meningkatkan

loyalitas dan tanggung jawab sekaligus membangun semangat untuk

terus berjuang dan maju demi mencapai mutu pendidikan yang baik

dan bermartabat sekaligus membangun watak dan karakter guru

sebagai warga yang bermartabat, terhormat, dan bertanggung jawab

serta memiliki harkat yang tinggi juga mengembalikan kepercayaan

Dra. Deminesi 21

Page 22: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

masyarakat atas profesi luhur seorang tenaga pendidik yang dikenal

dengan sebutan Guru.

8. Mendorong keikut-sertaan guru dan siswa dalam setiap perlombaan-

perlombaan ilmiah atau akademik yang bertujuan membangun dan

membentuk watak yang logis, cara berpikir pragmatis, sistematis dan

handal serta siap menghadapi perubahan-perubahan dunia secara

global dan terjadi terus-menerus dan mampu menyiapkan pola pikir

dan paradigma yang berkaitan dengan sense of crisis maupun sense

of crucial.

Dra. Deminesi 22

Page 23: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peningkatan mutu pendidikan di Kota Palangka Raya agar

dapat mencapai standar minimal memerlukan kerja keras dan

perjuangan yang panjang, namun jika tidak dimulai dari saat ini

bagaimana ? Yang menjadi faktor penting adalah :

1. Perlunya Pengelolaan Manajemen Sekolah yang akuntabel dan

kondusif sehingga tercipta iklim Sekolah yang menyenangkan,

meningkatkan keharmonisan antar pegawai dan pimpinan, antara

guru dengan siswa, antar sesama warga sekolah membentuk

atmosfer atau suasana yang menghantarkan semangat belajar dan

berkompetisi yang sehat dan segar serta bertanggung jawab dan

berhasil guna dan akhirnya berdaya guna.

2. Pola Manajemen Berbasis Sekolah yang harus semakin kokoh dan

semakin tegas dengan menerapkan pola manajemen modern

sebagaimana yang diungkapkan oleh Deming (1996).

3. Adanya semangat berubah di setiap lini pengelola dan

penyelenggara pendidikan agar terwujud penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu dengan tetap mengedepankan

peningkatan potensi diri baik guru maupun peserta didik,

kebersamaan, penghargaan atas prestasi dan dedikasi dengan

reward dan membuat kesepakatan yang tegas, kokoh, dan

dihormati berbagai pihak untuk membentuk kewibawaan lembaga

penyelenggara pendidikan sekaligus kewibawaan tenaga

kependidikan. Semangat untuk terus meningkatkan kualitas dalam

diri tenaga pendidik yang akan secara otomatis menjalar kepada

para pembelajar atau peserta didik.

4. Meningkatkan peran serta dan partisipasi aktif masyarakat sebagai

mitra penyelenggara pendidikan yang bermutu dan bermartabat

Dra. Deminesi 23

Page 24: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

sebab masyarakat inilah pengguna sekaligus evaluator proses

pendidikan yang bermutu dan kompeten tersebut serta selalu

mengedepankan semangat kerjasama antara lembaga

penyelenggara pendidikan lainnya secara aktif dan konsekuen

serta menjajagi adanya kemungkinan pengembangan

penyelenggaraan pendidikan secara global melalui pertukaran

tenaga pendidikan bahkan siswa ke sekolah pasangan (sister

school).

5. Pemerataan pendidikan dan pemberian beasiswa kepada peserta

didik maupun guru berpotensi untuk meningkatkan kualitas dan

kualifikasinya sehingga kompetensi lulusan maupun kompetensi

tenaga kependidikan berjalan sinergis dan korelatif.

B. Saran

Berdasarkan uraian dan penjabaran maka Penulis menyarankan

beberapa faktor penting antara lain :

1. Perlunya penerapan sistem informasi manajemen (SIM) yang

efektif dan efisien untuk menyajikan informasi, guna mendukung

pimpinan organisasi dalam pengambilan keputusan, karena

kualitas informasi juga menentukan kualitas manajemen dan

produk tindakan yang dihasilkan dari sebuah keputusan manajerial.

2. Kepala Sekolah adalah pimpinan tertinggi di sekolah. Pola

kepemimpinannya akan sangat berpengaruh dan sangat

menentukan kemajuan sekolah. Karena itu dalam penyelenggaraan

pendidikan modern, kepemimpinan Kepala Sekolah perlu

mendapat perhatian yang serius.

3. Makalah ini akan lebih terasa manfaat dan kebermaknaannya jika

dapat diterapkan dan dijalankan sebagaimana kajian pustaka dan

pembahasan yang melekat didalamnya dan dapat dikembangkan

secara logis dan konsekuen di antara pihak-pihak yang berwenang

dan semoga dapat memberikan gambaran konkrit dan relevan demi

peningkatan mutu pendidikan di Kota Palangka Raya, kota Cantik.

Dra. Deminesi 24

Page 25: Makalah menghadapi uji Calon Kepala Sekolah

DAFTAR PUSTAKA

Creech, Bill. (1996) Lima pilar manajemen mutu terpadu (TQM). Jakarta: Binarupa Aksara.

Dikmenum, (1999), Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.

Dikmenum. (2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Depdiknas. Jakarta

Gaspersz, Vincent. (1997) Manajemen kualitas: penerapan konsep-konsep kualitasdalam manajemen bisnis total. Jakarta : PT. Gramedia.

Gaspersz, Vincent. (2001). “Penerapan TQME pada Perguruan Tinggi di Indonesia” dalam Jurnal Pendidikan dan kebudayaan. Jakarta: Balitbang Diknas. Edisi Mei 2001, tahun ke-7, No. 029.

Goestc, D.L. and S. Davis (1994). Introduction to total quality: quality, productivity, competitiveness. Englewood, Cliffs,N.J: Prentice Hall International, Inc.

Kristianty, Theresia. (2005). “Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu Cara Deming” dalam Jurnal Pendidikan Penabur - No.04/ Th.IV /Juli 2005

Sallis, Edward. (1994). Total quality management in education. London: Kogan Page Limited.

Suardi, Rudi (2001) Sistem manajemen mutu ISO 9000:2000 penerapannya untuk mencapai TQM. Jakarta: PPM.

Sudjana, H.D. (1993). Manajemen PLS. Bandung : UNINUS Press.

Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. (1995). Total quality management (TQM). Yokyakarta: Andi Offset.

Wilkinson, Adrian, et.al. (1998) Managing with total quality management : Theory and practice. London : Macmillan Press Ltd.

Zamroni. (2003). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Jakarta : Depdiknas. Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SMU.

Dra. Deminesi 25