makalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bahan Berbahaya dan Beracun kimia organik
Makalah Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
-
Upload
dewi-izza -
Category
Engineering
-
view
231 -
download
12
Transcript of Makalah Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Perawatan Mesin
yang dibina oleh Drs. Yoto, S.T, M.Pd, M.T
Oleh:
Bayu Ady Pratama (130511616267)
Cepi Yazirin (130511616288)
Dewi Izzatus Tsamroh (130511616269)
M. Ilman Nur Sasongko (130511616252)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
PRODI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
Oktober 2014
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga dapat berhasil menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja”.
Makalah ini berisikan informasi tentang bagaimana cara mengatur atau me-
manage K3 dalam suatu perusahaan. Diharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi kepada pembaca tentang bagaimana mengelola K3 pada suatu
perusahaan industri agar kecelakaan kerja dapat terhindarkan, serta gizi kerja
untuk para pekerja terpenuhi. Ketika penyusunan makalah pembelajaran ini,
banyak pihak yang turut membantu serta memberikan dorongan pemikiran dan
materi. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah memberi sumbangan dalam penyelesaian makalah ini.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada Bapak Yoto atas bimbingan,
tuntunan, dan bantuan selama proses penyusunan makalah ini.
Akhir kata penyusun menyadari bahwa makalah masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Malang, Oktober 2014
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 2
1.3 Tujuan Penyusunan.................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kecelakaan Akibat Kerja ...................................................... 3
2.2 Pencegahan Kecelakaan Kerja .............................................. 4
2.3 Bahan Berbahaya dan Keselamatan Kerja ............................ 10
2.4 Kebersihan pada Bengkel/Laboratorium .............................. 14
2.5 Higene pada Bengkel/Laboratorium .................................... 16
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan .............................................................................. 20
DAFTAR RUJUKAN ..................................................................................... 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan produktivitas dari suatu industri merupakan salah satu
target perusahaan setiap tahunnya. Usaha yang dilakukan untuk mencapai hal
tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan terhadap gizi pekerja, yang mana
hal tersebut dapat meningkatkan kinerja pekerja serta sumber daya manusia.
Akan tetapi, untuk meningkatkan produktivitas suatu perusahaan
industri tidak lah cukup hanya dengan menerapkan gizi kerja yang baik,
melainkan juga menerapkan sistem kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
kapan pun dan dimana pun. Penerapan sistem K3 ini pun juga tidak akan
berjalan dengan baik tanpa adanya manajemen yang baik.
Manajemen K3 adalah kegiatan yang dilakukan sebagai tindak
preventif dengan adanya kecelakaan kerja di suatu perusahaan industri.
Terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja sebagian besar dikarenakan
human error dan sebagian kecil dikarenakan oleh faktor teknis. Oleh karena
itu K3 perlu dikelola dengan baik agar pekerja dapat mengerti dan
menerapkan K3 dengan baik dan benar sehingga kecelakaan kerja dapat
diminimalisir bahkan ditiadakan.
Manajemen itu dapat dilakukan dengan pengenalan kepada para
pekerja mengenai hal-hal yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, faktor
yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan, hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah kecelakaan kerja, dan lain-lain. Dengan kata lain, tujuan dari
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja ini adalah bebas kecelakaan,
tidak membahayakan manusia serta tidak merusak lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penyusun tertarik untuk mengkaji
pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Baik bagaimana
2
perencanaannya dan cara pelaksanaannya dengan judul “Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apakah kecelakaan akibat kerja?
2. Bagaimana pencegahan kecelakaan kerja?
3. Apakan bahan berbahaya dan keselamatan kerja?
4. Bagaimana menjaga kebersihan dalam bengkel atau laboratorium?
5. Bagaimana hegene pada bengkel atau laboratorium?
1.3 Tujuan Penyusunan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan tujuan
penyusunan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah yang disebut dengan kecelakaan akibat
kerja
2. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan kecelakaan kerja
3. Untuk mengetahui apa saja bahan berbahaya serta keselamatan kerja
4. Untuk mengetahui cara menjaga kebersihan dalam bengkel atau
laboratorium
5. Untuk mengetahui bagaimana hegene pada bengkel atau laboratorium.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Kecelakaan Akibat Kerja
2.1.1 Sebab-Sebab Kecelakaan
Kecelakaan merupakan peristiwa yang terjadi tanpa adanya rencana
(tidak sengaja) serta tidak diharapkan. Kecelakaan akibat kerja adalah
kecelakaan yang berhubungan dengan kerja pada perusahaan/industri
(Suma’mur dalam Yoto, 2014: 160). Kecelakaan di tempat kerja terjadi akibat
dari dua faktor, faktor pertama adalah faktor mekanis/lingkungan dan yang
kedua adalah faktor manusia yang sering disebut dengan human error.
Contohnya dalam analisa kecelakaan kerja yang mana seorang pekerja
mengalami kecelakaan yang disebabkan oleh kakinya tertimpa palu dari atas
meja, hal ini terjadi akibat keteledoran atau kurangnya perhatian sang pekerja.
Dalam hal ini kecelakaan terjadi karena faktor manusia/human error.
Sedangkan kecelakaan kerja yang terjadi akibat faktor lingkungan/mekanis
dapat dibedakan berdasarkan keperluan dan maksud apa, misalnya dibedakan
berdasarkan pengolahan bahan, mesin penggerak dan pengangkat, jatuh dari
lantai dan tertimpa benda yang jatuh, pemakaian alat, dll.
2.1.2 Kecenderungan untuk Celaka
Kecenderungan untuk celaka (accident proneness) merupakan
kenyataan, yang mana setiap pekerja dalam posisi tertentu memiliki
kecenderugan/peluang untuk mengalami kecelakaan. Tentunya kecelakaan
kerja ini terjadi karena faktor manusia itu sendiri. Hal ini disebabkan dengan
adanya manusia yang memiliki sifat sembrono, asal saja, semaunya, terlalu
lambat, masa bodoh, suka melamun, terlalu berani, selalu bergegas, dll.
Sehingga mereka memiliki kecenderungan untuk celaka. Penyelidikan
menunjukkan bahwa terdapat 85% sebab kecelakaan merupakan akibat dari
faktor manusia.
4
2.1.3 Kerugian Karena Kecelakaan
Setiap terjadinya kecelakaan merupakan kerugian, kerugian ini dapat
dilihat dari adanya dan besarnya biaya kecelakaan (Yoto, 2014: 162).
Besarnya biaya yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja ini biasanya sangat
besar yang mana dibebankan seluruhnya pada negara dan rakyat. Biaya
kerugian ini dapat dibedakan menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi.
Biaya langsung adalah biaya atas P3K, pengobatan dan perawatan,
biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama pekerja tidak mampu bekerja,
kompensasi cacat serta biaya atas kerusakan bahan, alat dan mesin.
Sedangkan biaya tersembunyi merupakan biaya yang mana tidak terlihat pada
waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi. Misalnya adalah
berhentinya operasi bengkel karena pekerja harus menolong atau tertarikoleh
peristiwa kecelakaan tersebut.
2.2 Pencegahan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja dapat ditekan atau
diminimalisir dengan cara-cara sebagai berikut.
2.2.1 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam pembuatan alat pelindung diri untuk pekerja harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. Enak dipakai
b. Tidak mengganggu kerja
c. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap jenis bahaya.
Adapun jenis alat pelindung diri yang digunakan digolongkan
berdasarkan fungsinya dalam melindungi bagian badan mana yang akan
dilindungi. Alat pelindung diri tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kepala: pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan,
topeng untuk kerja las.
b. Mata: kacamata dari berbagai gelas
c. Muka: perisai muka
d. Tangan dan jari-jari: sarung tangan
e. Kaki: sepatu
5
f. Alat pernapasan: respirator/masker khusus
g. Telinga: sumbat telinga, tutup telinga
h. Tubuh: pakaian kerja dari berbagai bahan.
Sedangkan untuk teknik pencegahan dapat dibedakan berdasarkan
pada aspek perangkat lunak (manusia) dan keras (peralatan, perlengkapan,
dll.)
a. Aspek Manusia
Teknik pencegahan pada aspek manusia seharusnya diawali pada hari
pertama yang mana nanti instruktur/supervisor memberikan briefing
berupa job description pekerja sehingga mereka mengerti jabatan serta
apa yang harus mereka lakukan, tanggung jawab, dll.
Tenaga kerja yang diperlukan dalam manajemen ini memiliki beberapa
syarat sebagai berikut: terampil, sesuai, bergairah, berhati-hati, tahu,
serta memiliki sikap positif.
Tiga sebab yang menjadikan pekerja mengalami kecelakaan kerja
adalah sebagai berikut:
Yang bersangkutan tidak mengetahui tata cara yang aman atau
perbuatan berbahaya
Yang bersangkutan tidak mampu memenuhi persyaratan kerja
sehingga terjadilah tindakan yang di bawah standar
Yang bersangkutan mengetahui seluruh peraturan dan
persyaratan kerja, tetapi dia sungkan memenuhinya.
b. Aspek Peralatan
Pada aspek peralatan, pencegahan kecelakaan harus dilaksanakan
dengan menyusun berbagai sistem terlebih dahulu, karena ancaman
sistem lebih lebih baik disbanding dengan cara lain. Ancaman tersebut
meliputi hal-hal sebagai berikut.
Sasaran: meengendalikan kemungkinan kecelakaan atau
kerugian lainnya
6
Apa yang diharapkan dari sasaran: mengurangi jumlah
keseluruhan kerugian perusahaan dalam masa anggaran yang
sedang berjalan
Langkah-langkah: seluruh peralatan yang digunakan harus
terlindung kemungkinan berinteraksi dengan manusia atau
peralatan lain sehingga menimbulkan kejadian atau keadaan
yang membahayakan manusia, peralatan, serta lingkungan.
c. Aspek Bahaya dan Lingkungan
Bahaya dan tenpat akan turut bereaksi jiak terjadi sutau interaksi tidak
aman antara manusia dan peralatan yang telah dibahas sebelumnya.
Untuk aspek pencegahan dari kecelakaan, selain manusia harus
bertindak selamat, semua peralatan harus dicegah dari kecelakaan.
Bagian mesin yang berbahaya harus ditiadakan dengan cara:
Mengubah konstruksi
Memberi alat pelindung
Sehingga sifata bahaya dapat dihilangkan tanpa mengurangi fungsi
dari mesin tersebut. pada dasarnya semua bagian mesin yang
bergerak, panel kendali, dan alat pelindung harus dirawat menurut
kondisi bagian-bagian tersebut, bukan hanya menurut waktu
pemakaian. Perawatan berdasarkana fungsi harusnya dijadikan
patokan pemeliharaan untuk mendeteksi bagian mesin yang
berbahaya. Bagian mesin yang dapat menimbulkan keadaan bahaya
adalaha: a) Bagian fungsional dan b) Bagian operasional.
Konstruksi, kedudukan dan perawatan bagian kritis perlu diadakan
salah satu atau kombinasi dari perlindungan-perlindungan berikut:
Perlindungan tetap
Perlindungan automatis
Perlindungan berpaut
Perlindungan cepat
Perlindungan jarak
7
Untuk lingkungan hendaknya manusia dapat bersikap dengan baik
dengan bahan-bahan yang memiliki sifat membahayakan bagi
manusia. Sikap baik yang mnegerti maka manusia dapat terhindar dari
bahaya yang ditimbulkan. Contoh-contoh bahan tersebut adalah
sebagai berikut, bahan yang mudah mengoksidasi, bahan yang mudah
terbakar, bahan yang beracun, bahan korosif, serta bahan radioaktif.
2.2.2 Pemasangan Label dan Tanda
Pemasangan label dan tanda dengan memakai lambing atau tulisan
peringatan pada wadah untuk bahan yang brebahaya adalah tindakan
pencegahan yang esensial. Biasanya pekerja bleum mengetahui pasti
mengenai bahan yang ada dalam botol, kaleng, atau wadah yang lainnya.
Sehingga pemasangan label dan tanda menjadi sangat penting.
2.2.3 Penyimpanan
Penyimpanan bahan haruslah tepat apabila menginginkan keselamatan
kerja. Berikut cara menyimpan beberapa bahan berbahaya yang sering
dijumpai.
Bahan yang mudah meledak seperti bahan peledak, korek api
dan garam metalik. Penyimpanan sebisa mungkin disimpan di
tempat yang jauh dari bangunan, tempat penyimpanannya
harus kokoh dan tetap dikunci, dilarang menyimpan bahan
yang mudah meledak bersama dengan oli, gemuk, bensin, api
terbuka, atau pun nyala api, tempat penyimpanan setidaknya
berjarak 60meter dari seumber tenaga, terowongan, lubang
tambang, dll. Tempat penyimpana harus mendapatkan ventilasi
yang baik.
Untuk penyimpanan bubuk peledak hendaknya disimpan di
tempat khusus (detonator).
Bahan yang mengoksidasi adalah bahan yang kaya dengan
oksigen sehingga ia mampu membantu serta memperkuat
dalam proses pembakaran. Penyimpanan benda ini dapat
8
dilakukan dengan pengadaan tempat penyimpanan secara
terpisah dan sendiri, hal tersebut tidaklah selalu praktis seperti
halnya pada pengangkutan.
Bahan yang dapat terbakar seperti hydrogen, propan, butan,
etilen, asetilen, hydrogen sulfide, gas arang batu, dan etana.
Serta asam sianida (HCN) dan sianogen (CN) selain ia dapat
terbakar, ia juga beracun. Penyimpanan bahan-bahan ini dapat
dilakukan dengan menyimpannya pada tempat yang jauh dari
sumber panas atau bahaya kebakaran, instalasi listrik harus
dihubungkan ke tanah, pemberian label pada katup tangki
cairan yang dapat terbakar, tidak boleh merokok di area
penyimpanan bahan ini.
Bahan beracun seperti HCN dn CN dapat disimpan di tempat
yang sejuk dengan pertukaran udara yang baik, tidak terkena
sinar matahari langsung, dan jauh dari sumber panas. Bahan-
bahan yang mudah bereaksi hendaknya penyimpanannya
terpisah.
Bahan-bahan korosif seperti asam florida, asam klorida, asam
nitrat, asam semut, asam perklorat. Bahan ini dapat merusak
wadah tempat penyimpanan dan bocor ke luar atau menguap
ke udara. Sehingga bajan-bahan ini dapat disimpan dengan
cara disimpan di gedung terpisah dengan dinding dan lantai
tidak tembus dan disertai dnegan perlengkapan untuk penyalur
tumpahan, lanati harus tahan bahan korosif dan ventilasi harus
baik.
Syarat-syarat dalam penyimpanan bahan-bahan berbahaya:
Penyimpana diawasi oleh orang kompeten dan tenaga
kerja yang bersangkutan harus dilatih dalam praktik
keselamatan kerja
Tenaga kerja bukan lah yang memiliki kelainan
penglihatan, penciuman serta pendengaran, dan mereka
yang berusia kurang dari 18 tahun.
9
Dalam hal bahan peledak, pekerja harus memiliki izin
khusus.
Tidak diperkenankan membawa korek api dan merokok
bagi mereka yang memasuki daerah penyimpanan
bahan yang eksplosif.
Mengenakan APD jika perlu.
Inspeksi periodic oleh pengawas atau ahli yang
kompeten.
Kebersihan hendaklah dijaga.
Apabila terdapat bahaya kebakaran maka tanda
harusnya di pasang di dalam dan juga di luar.
Tenaga kerja tidak boleh bekerja sendiri.
2.2.4 Pengangkutan
Pengangkutan dapat melalui darat, udara dan laut. Bagi pengangkutan
udara ada ketentuan pengankutan yang berkaitan dnegan bahan berbahaya,
antara lain adalah larangan membawa bahan eksplosif serta bahan yang
dapat terbakar.
Untuk pengangkutan laut terdapat norma-norma maritim internasional
bahan-bahan berbahaya.
Klasifikasi bahan berbahaya dalam hubungan pengangkutan adalah
sebagai berikut:
Bahan peledak
Gas ditekan, dicairkan, atau dilarutkan dengan tekanan
Cairan yang dapat terbakar
Zat padat yang dapat terbakar, zat yang dapat menyala sendiri,
bahan yang bila bersentuhan dengan air akan mengeluarkan
gas yang dapat terbakar
Bahan yang mengoksidasi, yaitu peroksidasi atau lain-lainnya
Bahan beracun dan bahan yang menimbulkan infeksi
Bahan radioaktif
Bahan korosif
10
Bahan berbahaya lainnya.
Pada pengangkutan laut/kapal terdapat beberapa faktor yang harus
diperhatikan anatar lain pengaturan muatan secara keseluruhan, pengaruh
gerak kapal dalam cuaca buruk, pengaruh perubahan suhu dan kelembaban
terhadap keselamatan bahan yang diangkut, dan syarat yang lain-lain.
Pada pengangkutan darat hendaknya diperhatikan jumlah maksimal
yang boleh disimpan dalam suatu wadah.
2.3 Bahan Berbahaya dan Keselamatan Kerja
2.3.1 Bahan Korosif
Bahan korosif melalui suatu proses kimiawi dapat menyebabkan
kerusakan berat manakala bersentuhan dengan jaringan hidup atau jika
bocor akan merusak atau menghancurkan barang atau alat angkutan dan
juga dapat mengakibatkan bahya lainnya. Beberapa bahan korosif yang
sering dijumpai adalah sebagai berikut.
Asam dan anhidrida (asam asetat, asetat anhidrida, campuran
asam, air baterai, asam klorosulfat, dll.)
Alkali (ammonium hidroksida, kalium hidroksida, dll.)
Halogen dan garamnya (allumunium bromide dan klorida,
pentaklorida, dll.)
Senyawa antar halogen (bromtifluorida dan pentafluorida, dll.)
Halide organic, asam halide organic, ester dan garamnya
(asetil bromide, allil yodida, akrilonitril monomer, allil
kloroformat, dll.)
Krosilan (allil trilorosilan, amil triklorosilan, dll.)
Bahan korosif lainnya (ammonium sulfide, benzene sulfonil
kloida, dll.)
Upaya keselamatan kerja yang dapat dilakukan terkait dengan bahan
korosif adalah sebagai berikut:
Kontak dengan bahan korosif harus ditiadakan atau
kemungkinan ditekan sekecil mungkin.
11
Semua wadah, pipa, peralatan, instalasi, dan bangunan yang
digunakan dalam hubungan bahan korosif harus tahan terhadap
korosi dengan pelapisan bahan yang tahan korosif. Pemberian
label, kebersihan dan tata kerja harus dilakukan dengan benar.
Ventilasi umum dan setempat harus memadai, jika terbentuk
gas atau debu yang korosif.
Bahan korosif kuat mungkin dapat menyebabkan kebakaran
apabila bersentuhan dengan benda organic, sehingga
pencegahan dan penanggulangan kebakaran harus diadakan
sebaik-baiknya.
Setiap proses tertutup sangat baik untuk mencegah kontak
dengan bahan korosif. Apabila hal ini tidak mungkin
diterapkan maka sebaiknya pekerja bekerja mengenakan APD.
Guanakn krim pelindung.
Pekerja harus mendapatkan briefing sebelum melakukan
pekerjaan.
Untuk pertolongan pertama air untuk mandi, cuci, dan
membersihkan mata perlu disediakan.
2.3.2 Bahan Beracun
Bahan beracun merupakan bahan kimia yang dalam jumah relative
kecil dapat berbahaya bagi manusia. Bhan beracun dapat berupa padat,
cairan, gas, uap, kabut, awan dan asap. Sebab-sebab keracunan yang sering
dijumpai adalah karena hal sebagai berikut.
Racun logam dan senyawanya, yaitu timah hitam, air raksa,
arsen, mangan, nikel, krom serta senyawanya.
Racun metalloid dan senyawanya, seperti fosfor, sulfur, dan
lain-lain serta senyawanya.
Racun bahan organic, seperti derivate terarang batu, halogen
hidrokarbon, alcohol dan diol, ester, dll.
Racun gas, seperti asam sianida, asam sulfide,
karbonmonoksida, dll.
12
Organ yang diserang juga berbeda, sehingga upaya yang dapat
dilakukan untuk meminimalisir adanya keracunan adalah sebagai berikut:
o Pengolahan bahan kimia yang sebaik-baiknya sehingga
kemungkinan racun masuk tubuh melalui penelanan atau
kontak dari kulit dapat dicegah.
o Pencegahan timbulnya, pemonitoran, dan pengendalian bahan
di udara sehingga dicegah penghirupan racun.
o Lingkungan kerja harus bersih dan terpelihara.
o Perlengkapan teknologi pengendalian harus diterapkan.
o Proses produksi diatur agara penghirupan, kontal di kuit,
termakan atau terminum dapat dicegah semaksimal mungkin.
o Pekerja diberi tahu, waspada dan terampil dalam menghadapi
bahaya keracunan.
o Penggunaan APD
o Kebersihan perorangan
o Pemeriksaan kesehatan
2.3.3 Industri Kimia
Industri kimia dapat diberikan batasan sebagi industri yang ditandai
dengan penggunaan yang berkaitan dengan perubahan kimiawi atau fisik
dalam sifat bahan dan khususnya pada bagian kimiawi dan komposisi
suatu zat. Karena di industri kimia bahan yang berbahaya, maka dapat
dilakukan upaya keselamatan kerja sebagai berikut.
Sifat bahaya, pada tingkat perencanaan, seluruh informasi
tentang bahaya harus dikumpulkan.
Perencanaan pabrik, dalam perencanaansegenap usaha
keselamatan harus dimasukkan, baik untuk perlindungan
tenaga kerja, maupun hubungannya dengan pencemaran
lingkungan.
Perlindungan terhadap tenaga kerja.
Pemeriksaan terhadap tenaga kerja.
13
2.3.4 Bahan Radioaktif
Zat radioaktif adalah zat yang mampu memancarkan sinar atau
meradiasi zat itu sendiri. Radiasi yang dipancarkan adalah sinar alfa, beta,
gamma, netron, dan lain-lain. Bahaya bahan radioaktif terkait dengan
radiasinya yang dapat enimbulkan efek somatic dan genetic.
Atas bahayanya, pemakaian, pengangkutan dan pengurusan sisa atau
sampah radioaktif harus diselenggarakan menurut ketentuan semestinya.
Untuk keperluan ini, telah dikembangkan peraturan perundang-undangan
seperti:
a. Undang-undang No.31/64 Tentang Pokok Tenaga Atom
b. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan
Kerja Terhadap Radiasi
c. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang Izin Pemakaian
Zat Radioaktif dan Atau Sumber Radiasi Lainnya
d. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang Pengangkutan
Zat Radioaktif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan radioaktif
tentunya memiliki izin, izin tersebut dikeluarkan oleh Badan Tenaga Atom
Nasional (BATAN). Agar izin diberikan, maka harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Adanya fasilitas instalasi atom untuk menyelenggarakan
pemakaian zat radioaktif
b. Dimilikinya tenaga-tenaga yang cukup dan terlatih secara baik
untuk bekerja dengan zat-zat radioaktif
c. Dimilikinya peralatan teknis yang diperlukan agar dijamin
perlindungan yang tepat.
Upaya yang dilakukan untuk keselamatan kerja adalah dengan adanya
pengujian rancangan pembungkusan bahan radioaktif.
14
2.4 Kebersihan pada Bengkel/Laboratorium
2.4.1 Manfaat Kebersihan
Kebersihan memiliki peran yang pentinga terhada bengkel. Sebab
dengan adanya kebersihan, maka kecelakaan dan penyakit akibat kerja
sebagian besar dapat dicegah.
2.4.2 Segi-Segi Kebersihan
Kebersihan bengkel meliputi kebersihan luar dan salam gedung. Luar
gedung terutama halaman dan jalanan. Dalam gedung meliputi lantai,
dinding, atap gedung, serta mesin dan alat untuk bekerja, gudang untuk
menimbun bahan baku. Yang mana apabila diperinci lagi, maka segi-segi
kebersihan meliputi: persediaan air yang baik, sesuai dengan syarat
kegunaannya, yaitu air untuk minum, mandi, proses produksi, mengalirkan
kotoran atau sampah dari industri, keadaan kakus yang baik, pembuangan
sampah dan air sampah yang baik, diantaranya sampah dan air sampah dari
industry, keadaan gedung yang tidak menyebabkan kecelakaan, kebakaran,
dan ledakan, keadaan yang tidak menimbulkan berkumpul atau
bersarangnya nyamuk dan lalat, adanya kantin yang bersih dan sehat, dan
lain-lain.
2.4.2.1 Air Minum
Pada semua tempat kerja air bersih harusnya disediakan dan
pengalirannya hendakanya dishkan oleh instansi yang ditunjuk untuk
mengesahkan. Tempat minum juga harus disediakan untuk pekerja
menurut bentuk yang telah ditentukan oleh yang berwenang dalam perban-
dingan sebuah untuk tiap 100 pekerja. Wadah yang digunakan harusnya
tertutup rapat, diberi tanda yang nyata, dan tidak diperbolajkan memakai
gelas yang sama, one glass one worker.
2.4.2.2 Kakus
Di setiap tempat kerja juga harus disediakan kakus yang tentunya
mempunyai syarat kesehatan dan harus terpisah untuk pekerja wanita dan
15
pria. Letak kakus harusnya mudah tercapai. Perbandingan jumlah kakus
dan pekerja adalah sebagai berikut.
1 Kakus untuk 1 s/d 24 pekerja
2 Kakus untuk 25 s/d 50 pekerja
3 Kakus untuk 51 s/d 100 pekerja
Dalam setiap kakus juga harus terjaga kebersihannya serta persediaan
air bersih juga harus cukup.
2.4.2.3 Tempat Cuci dan Ruangan Ganti Pakaian
Jumlah tempat cuci yang ada di tempat kerja harus menyediakan
dengan perbandingan 1 tempat cuci untuk 25 pekerja dan satu untuk tiap
tambahan 15 pekerja apabila jumlah pekerja lebih dari 100 orang. Pada se-
tiap tempat cuci hendaknya mempunyai ar yang mengalir dan sabun serta
handuk yang bersih. Tiap tempat kerja harus menyediakan dus untuk amdi
dengan perbandingan 1 dus untuk 15 orang. Tempat cuci dan ruang ganti
pakaian antara pekerja pria dan wanita dipisahkan.
2.4.2.4 Ruangan Makan dan Kantin
Dalam setiap tempat kerja, hendaknya diadakan kantin makan, kantin
itu harusnya dibuat, dirawat dan dijalankan sesuai dengan peraturan untuk
kebersihan pada temoat makan umum. Dapur, tempat makan dan alat
untuk keperluan makan yang harus bersih dan memenuhi syarat kesehatan.
Pegawai yang melayani makanan dan minuman seharusnya terbebas dari
penyakit menular dan kesehatannya harus diperiksa pada waktu tertentu
sesuai dengan peraturan Departemen Kesehatan.
2.4.2.5 Hal-Hal Lain
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah semua tempat kerja, gang,
gudang, tempat istirahat, mesin, alat dan bahan harus dirawat dengan baik
dari debu, lebihan serta sisa yang dibuang harus dibersihkan pada waktu
berkala untuk memelihara keadaan rumah tangga bengkel yang baik.
Sanitasi perlu diperhatikan untuk memberantas penyakit menular.
16
2.5 Higene pada Bengkel/Laboratorium
2.5.1 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan higene dalam suatu tempat kerja pada perusahaan
industri adalah melindungi pekerja dan masyarakat sekitar industri dari suatu
bahaya yang mungkin timbul. Wewnang dan tanggung jawab dalam bidang
higene bengkel dibagi anatar Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan
Koperasi Departemen Kesehatan, sedangkan pelaksaannya berada di setiap
departemen, bengkel, industri yang memerlukan.
2.5.2 Proses-Proses dalam Bengkel/Laboratorium
Hal yang perlu diketahui dalam bengkel adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui tentang bengkel, baik dari awal produksi sampai akhir
produksi, mengetahui bahan baku yang digunakan, hasil antara
yang terjadi, produk akhir, sampah dll. Serta pengetahuan
mengenai mesin produksi yang digunakan.
2. Inspeksi/kunjungan ke bengkel untuk mengetahui kebenaran yang
sesungguhnya terjadi di bengkel atau pada masa produksi
mengenai higene yang ada pada bengkel.
2.5.3 Evaluasi Lingkungan dengan Pengukuran
Evaluasi lingkungan ditujukan kepada faktor fisik, kimia, dan lain-
lain. Faktor fisik meliputi suara, radiasi, suhu, tekanan, dan penerangan.
Faktor kimia meliputi debu, uap, gas, larutan, padat, awan, kabut, dan lain-
lain. Semua faktor ini akan dievaluasi dalam higene bengkel.
Evaluasi dilakukan dengan melakukan pengukuran secara berkala
dengan menggunakan alat yang relevan. Evaluasi faktor penyebab sakit yang
bersifat bahan kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1. Subyektif oleh indera manusia
2. Dengan menggunakan hewan
3. Dengan memakai alat detector dan indikator
4. Pengambilan sample dan pemeriksaan laboratorium.
17
2.5.4 Koreksi Tempat Kerja
Koreksi pada tempat kerja dilakukan dengan maksud agar faktor
penyebab penyakit dapat ditekan. Cara koreksi pertama ditujukan pada proses
dalam bengkel sebagai berikut.
1. Subtitusi, mengganti bahan yang lebih beracun dengan bahan yang
kurang beracun tanpa mengganggu bahkan kalau mungkin dapat
meningkatkan keuntungan produksi.
2. Pencegahan pengotoran tempat kerja oleh bahan, yaitu dengan
isolasi, unit operasi atau jenis pekerjaan tertentu.
3. Cara basah terutama berguna untuk menekan jumlah debu yang
mengotori udara, misalnya pada tambang arang batu atau dalam
pabrik asbes.
4. Tata kerumah tanggaan bengkel yang baik disertai perawatan yang
cukup.
Sedangkan cara yang kedua adalah dengan ventilasi, yang terbagi
menjadi dua macam sebagai berikut.
1. Ventilasi umum dan dilusi
2. Ventilasi atau pompa keluar setempat.
Ventilasi umum dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan yang
mungkin menimbulkan gangguan kesehatan dan kenikmatan kerja. caranya
adalah denganmengalirkan udara segar ke tempat kerja. syarat-syarat agar
suatu ventilasi umum atau delusi berhasil adalah sebagai berikut.
Kadar bahan di udara tidak boleh terlalu besar
Pekerja tidak boleh terlalu dekat kepada sumber yang
menimbulkan faktor penyebab penyakit
Kecepatan dibebaskannya faktor penyebab tersebut ke udara
tidak terlalu besar
Daya racun bahan tersebut harus terbagi rata di ruang kerja
Ventilasi seperti ini hanya dapat mengatasi masalah gas dan uap, akan
tetapi tiak dapat untuk mengatasi debu, maka digunakan corong dan pipa
yang dapat memompa uap logam dan debu, namun biaya yang digunakan
sangat besar.
18
2.5.5 Melindungi Masyarakat Sekitar Suatu Indstri dan Umum
Tentunya dalam suatu industri selalu menghasilkan limbah sehingga
perlu dilakukan penanganan khusus terhadap limbah ini khusunya pada
lingkup lingkungan. Masyarakat sekitar suatu bengkel dan umum harus
dilindungi dari pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh bengkel.
Semua faktor penyebab penyakit yang mungkin menghinggapi pekerja dapat
pula berimbas pada masyarakat sekitar, misalnya suara gaduh, efek radiasi
sinar radioaktif, udara/gas yang berasal dari bengkel, dll. Oleh karenanya,
pengelolaan limbah yang baik sangat diperlukan untuk melindungi
masyarakat sekitar dan lingkungan.
Cara pengolahannya adalah sebagai berikut, untuk udara yang
mengandung gas atau uap terdapat dua cara, yaitu : 1) pembakaran dan 2)
cara mencuci. Sedangkan untuk udara yang mengandung partikel maka
caranya adalah: 1) kamar pengendap, 2) perangkap kelembaban, 3) cyclone,
4) presipitator, 5) saringan yang menyaring dan menahan partikel, 6)
presipitasi listrik.
2.5.6 Daftar Alat Higene Bengkel
Daftar alat higene yang digunakan pada bengkel adalah sebagai berikut.
Kegunaan untuk
Evaluasi
Nama Alat
Suhu, kelembaban dan kecepatan
udara
Psikometer, anemometer, termometer
kaca, termometer bola
Kebisingan Sound survey meter, octave band
analyzer, impact noise meter
Getaran mekanis Vibration acceleration
Penerangan Luksmeter, brightness meter
19
Debu
Personal dust sampler, high volume
sampler, midget impinger, cascade
impactor, gravimetric dust sampler,
hexlet, electrostatic precipitator,
mikroskop, atomic absorption
spektrometer
Gas dan Uap
Kitagawa precision gas detector, mercury
vapor detector, gas air sampler, gas
analyzers, dll.
Lingkungan Alat2 pemeriksa air, air sampler, dll
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dalam suatu industri khususnya pemesinan kecelakaan kerja bukan
lah hal yang disengaja. Oleh karena itu, untuk menekan angka kecelakaan
kerja perlu diterapkan sistem K3. Akan tetapi, tanpa adanya suatu
manajemen, K3 tidak dapat berjalan dengan baik.
Pekerja dalam keadaan tertentu selalu memiliki kecenderungan untuk
celaka baik karena faktor manusia atau pun faktor lingkungan, oleh karena itu
perlu adanya teknik pencegahan kecelakaan dengan menggunakan beberapa
aspek, yaitu manusia, peralatan dan lingkungan.
Faktor yang dapat mempengaruhi lainnya adalah masalah kebersihan,
bengkel seharusnya bersih, lingkungan maupun mesin-mesinnya. Segi-segi
kebersihan sendiri dapat meliputi air minum, kakus, tempat makan, dan ruang
ganti untuk pekerja. Manajemen K3 juga memerlukan pengkoreksian
misalnya inspeksi tiap bulan sekali untuk memastikan keadaan bengkel.
Selain itu, pihak bengkel juga harus dapat melindugi masyarakat sekitar dan
lingkunga bengkel sehingga terwujudlah tujuan dari manajemen kesehatan
dan keselamatan kerja ini adalah bebas kecelakaan, tidak membahayakan
manusia serta tidak merusak lingkungan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Hardono, Setyo. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Proyek Uji
Cobe Skala Penuh Jembatan Cable Stayed Untuk Lalu Lintas Ringan.
2009
Yoto. 2014. Manajemen Bengkel Teknik Mesin. Malang: Universitas Negeri
Malang
22