KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

44
KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3 A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Undang- undang 1. Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia Dengan memperhatikan keadaan hukum kerja di zaman prakemerdekaan, tentunya dapat diperkirakan bagaimana riwayat kesehatan kerja ini. Perbudakan, perhambaan, rodi, dan poenale sanksi yang mewarnai hubungan kerja di zaman itu menunjukkan pula kurangnya perhatian pemerintah Hindia Belanda akan kesehatan kerja. Hal yang dicari pada saat itu adalah pengeksplotasian tenaga kerja secara penuh demi kepentingan pihak penjajah, sedangkan kepentingan tenaga kerja tidak diperhatikan sama sekali.43 Zaman Perbudakan Zaman perbudakan ini secara legistis yaitu menurut peraturan perundangan dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 1921. Jika dibandingkan dengan Negara lain, berkat aturan adat yang dijiwai oleh kepribadian

Transcript of KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

Page 1: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3

A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Undang-undang

1. Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia

Dengan memperhatikan keadaan hukum kerja di zaman prakemerdekaan,

tentunya dapat diperkirakan bagaimana riwayat kesehatan kerja ini. Perbudakan,

perhambaan, rodi, dan poenale sanksi yang mewarnai hubungan kerja di zaman itu

menunjukkan pula kurangnya perhatian pemerintah Hindia Belanda akan

kesehatan kerja. Hal yang dicari pada saat itu adalah pengeksplotasian tenaga

kerja secara penuh demi kepentingan pihak penjajah, sedangkan kepentingan

tenaga kerja tidak diperhatikan sama sekali.43

Zaman Perbudakan

Zaman perbudakan ini secara legistis yaitu menurut peraturan

perundangan dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 1921. Jika

dibandingkan dengan Negara lain, berkat aturan adat yang dijiwai oleh

kepribadian bangsa, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab para budak agak

lumayan kedudukannya.44

Regerings Reglement (RR) tahun 1818 (semacam Undang-undang Dasar

Hindia Belanda pada pasal 115 memerintahkan supaya diadakan peraturan-

perturan mengenai perlakuan terhadap keluarga budak. Peraturan pelaksananya

dimuat dalam Staatsblad 1825 No.44 ditetapkan bahwa :45

1. Harus dijaga agar anggota-anggota keluarga budak bertempat tinggal

bersama-sama, maksudnya seorang budak yang telah berkeluarga tidak

boleh dipisahkan dari istri dan anaknya.

2. Para pemilik diwajibkan bertindak baik terhadap para budak mereka.

Page 2: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

3. Penganiayaan seorang budak diancam dengan pidana berupa denda antara

Rp.10,00 dan Rp.500,00 dan pidana lain yang dijatuhkan oleh pengadilan

untuk penganiayaan biasa.

Usaha dari pihak tidak resmi seperti dari “Javaans Menschlievend

Genootschaap” yaitu nama baru bagi “Java Benevolent Institution” dari zaman

pemerintahan Thomas Stamford Raffles antara tahun 1818 dan 1824 mencoba

untuk menghapuskan perbudakan tetapi tidak membawa hasil. Terjadi

pertentangan pendapat yang menyatakan bahwa penghapusan budak merupakan

pelanggaran besar terhadap hak para pemilik budak dan disisi lain berpendapat

bahwa kezaliman lebih besar apabila merendahkan manusia menjadi barang

milik.46

Baru pada tahun 1854 dalam Regeringsreglement 1854 pasal 115 sampai

117 kemudian menjadi pasal-pasal 169 sampai 171 Indische Staatsregeling 1926,

dengan tegas ditetapkan penghapusan perbudakan. Pasal 115 menetapkan paling

lambat 1 Januari 1860 perbudakan di seluruh Indonesia dihapuskan dan selnjutnya

memerintahkan supaya diadakan peraturan-peraturan persiapan dan pelaksanaan

tentang penghapusan dan ganti rugi sebagai akibat penghapusan.47

Zaman Rodi Zaman rodi atau kerja paksa ini berlaku bersamaan dengan zaman

perbudakan dan berakhir resminya di Jawa dan Madura pada tanggal 1 Februari

1938, kecuali di tanah partikelir yang baru dihapuskan pada tahun 1946 oleh

Coamacab (Commando Officer Allied Military Administration, Civil Affairs

Branch) dalam Noodverordening Particuliere Landrijen 1946 Java en Madura.48

Kesehatan kerja bagi pekerja rodi lebih diperuntukkan pada kekhawatiran

kehabisan jumlah pekerja paksa, bukan karena prikemanusiaan. Kesehatan kerja

pada bidang rodi ini lebih terletak pada pembatasan jam kerja. Misalnya hanya

boleh sehari seminggu dan paling banyak 52 hari dalam setahun dan seharinya

tidak boleh lebih dari 12 jam kerja rodi. Jarak antara rumah dan tempat kerja juga

diperhatikan. Tetapi hal ini pun dilanggar oleh pihak yang berkepentingan karena

Page 3: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

kurangnya pengawasan. Penghapusan rodi dilakukan dengan membayar uang

pembebasan atau tebusan kepada Pemerintah dan bersamaan dengan itu gaji

pegawai dinaikkan dengan uang pembebasan itu.49

Zaman Modern

Kesehatan kerja di Indonesia dimulai pada dasawarsa ketiga abad XX.

Kesehatan kerja pertama kali diatur dalam :51

1. Maatregelen ter Beperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van de

Vroewen, yang biasanya disingkat Maatregelen, yaitu peraturan tentang

pembatsan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan dengan

Ordonantie No. 647 Tahun 1925, mulai berlaku tanggal 1 Maret 1926.

2. Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen ann

Boord van Scepen, biasanya disingkat ‘Bepalingen Betreffende’, yaitu peraturan

tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal, yang diberlakukan dengan

Ordonantie No. 87 tahun 1926, mulai berlaku 1 Mei 1926.

Selain Maatregelen dan Bepalingen Betreffende, peraturan lain yang

dikwalifikasi sebagai peraturan kesehatan kerja, yang dikeluarkan oleh pemerintah

Hindia Belanda adalah :52

1. Mijn Politie Reglement, Stb No. 341 tahun 1931 (peraturan tentang pengawasan

di tambang).

2. Voorschriften omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der an motorrijtuigen

(tentang waktu kerja dan waktu mengaso bagi pengemudi kendaraan bermotor).

3. Riauw Panglongregeling (tentang panglong di Riau)

4. Panglongkeur Soematra Oostkust (tentang panglong di Sumatera Timur).

5. Aanvullende Plantersregeling (peraturan perburuhan di perusahaan

perkebunan).

6. Arbeidsregeling nijverheidsberijvn (peraturan perburuhan di perusahaan

perindustrian).

Di Indonesia secara historis peraturan keselamatan dan kesehatan kerja

telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan dan

diberlakukannya Undang-undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan termasuk

Page 4: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

peraturan keselamatan kerja yang pada saat itu berlaku yaitu Veiligheids

Reglement telah dicabut dan diganti dengan Undag-undang Keselamatan Kerja

No.1 Tahun 1970.53

Setelah kemerdekaan pula yang pertama-tama menjadi perhatian

pemerintah adalah masalah kesehatan kerja. Sewaktu Imdonesia masih berbentuk

serikat beribukota di Yogyakarta pada tannga 20 April 1948 mengundangkan

Undang-undang No.12 Tahun 1948 tentang kerja. Setelah Indonesia berbentuk

Negara kesatuan UU No.12 tahun 1948 ini di berlakukan ke seluruh wilayah

Indonesia dengan UU No.2 Tahun 1951. Undang-undang pokok kerja ini mamuat

aturan dasar mengenai :54

1. Pekerjaan anak

2. Pekerjaan orang muda

3. Pekerjaan wanita

4. Waktu kerja, istirahat, dan mengaso

5. Tempat kerja dan perumahan buruh, untuk semua pekerjaan tidak membeda-

bedakan tempatnya, misalnya di bengkel, di pabrik, di rumah sakit, di perusahaan

pertanian, perhubungan, pertambangan, dan lain-lain.

Undang-undang No.12 Tahun 1948 merupakan undang-undang pokok

sehingga memerlukan peraturan pelaksana yang lebih rinci. Mengingat keadaaan

Indonesia yang masih di awal kemerdekaan, maka peraturan pelaksana dibuat

secara bertahap. Peraturan pelaksana yang sempat dikeluarkan pada masa itu

adalah :55

1. Peraturan pemerintah No.3 Tahun 1950 yang memberlakukan aturan waktu

kerja, istirahat, dan mengaso serta mengatur tata cara pengusaha untuk dapat

mengadakan penyimpangan dari waktu kerja.

2. Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1954 yang mengatur tentang berlakunya

ketentuan cuti tahunan bagi pekerja/buruh.

Berbeda dengan undang-undang pokok lainnya, undang-undang kerja

mempunyai ketentuan bahwa semua ketentuan yang ada hanya akan berlaku jika

Page 5: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

ada peraturan pelaksananya. Sampai saat undang-undang kerja dicabut dan

digantikan dengan Undng-undang No.13 Tahun 2003, peraturan pelaksana yang

baru keluar hanya kedua peraturan tersebut. Maka hanya kedua aturan undang-

undang kerja itu yang sempat berlaku.56

2. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu

perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat

ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak

hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada

pengusaha dan pemerintah :57

a. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan

menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja/buruh akan

dapat memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin

tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.

b. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya

akan dpat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan

pengusaha harus memberikan jaminan social.

c. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan

keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk

menyejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi

perusahaan baik kualitas maupun kuantitasnya.

Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah

telah melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam

pengertian pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan,

penerapan dan pengawasan norma itu sendiri.58

Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan

sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan

kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja

Page 6: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

(perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3

(tiga) unsur, yaitu :59

a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun social.

b. Adanya sumber bahaya.

c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus

maupun hanya sewaktu-waktu.

Undang-undang No.1 Tahun 1970 menetukan bahwa tempat-tempat yang

dimaksud dengan tempat kerja adalah tempat-tempat di darat, di dalam tanah, di

permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan

hukum Indonesia, dimana :

a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,

peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau

peledakan;

b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan

atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,

menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;

c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau

pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan

perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana

dilakukan pekerjaan persiapan.

d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,

pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan

kesehatan;

e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih

logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan

atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;

f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui

terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;

g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok stasiun

atau gudang;

h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;

i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;

Page 7: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;

k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,

terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;

l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;

m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas,

hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;

n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;

o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau

telepon;

p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset

(penelitian) yang menggunakan alat teknis;

q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan

listrik, gas, minyak atau air;

r. diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang

memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

Pasal 3 Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

menentukan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh

pengusaha akan diatur lebih lanjut. Namun, peraturan perundangan yang

dimaksudkan sampai sekarang belum ada. Peraturan perundangan warisan Hindia

Belanda masih dapat dijadikan pedoman syarat-syarat keselamatan kerja, yaitu :60

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

Untuk mencegah atau mengurangi kecelakaan ini banyak sekali upaya yang

dapat dilakukan oleh pengusaha. Dalam Veiligheidregelement (Peraturan

Keamanan Kerja), antara lain dinyatakan bahwa agar peralatan pabrik tidak atau

kurang menimbulkan bahaya, maka :

1) Ban penggerak, rantai, dan tali yang berat harus diberikan alat penadah, jika

putus tidak akan menimbulkan bahaya.

2) Mesin-mesin harus terpelihara dengan baik, mesin yang berputar harus

diberikan penutup agar jangan saampai beterbangan jika kurang tahan dalam

putaran yang keras.

3) Ban penggerak, rantai, atau tali yang dilepaskan harus tergantung, maka

gantungan itu harus dibuat sedemikian rupa agar tidak menyentuh ban penggerak.

Page 8: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

4) Harus tersedia alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat dilakukan

dengan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran, memberikan kesempatan atau

jalan menyelamatkan diri bagi pekerja/buruh jika terjadi kebakaran, dan

memberikan alat perlindungan lainnya untuk mengantisipasi kemungkinan

terjadinya kebakaran.

c. Mencegah atau mengurangi bahaya peledakan. Peledakan biasanya sering

terjadi pada perusahaan-perusahaan yang mengerjakan bahan-bahan yang mudah

meledak. Perusahaan-perusahaan yang demikian pada setiap ruangan kerja

haruslah disediakan sekurang-kurangnya satu pintu yang cepat terbuka untuk

keluar. Bahan-bahan yang akan dikerjakan di ruang kerja tidak boleh melebihi

jumlah yang seharusnya dikerjakan. Harus pula dipasang alat-alat kerja yang

menjamin pemakaiannya akan aman dari bahaya peledakan.

d. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan suhu udara

yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan dan memelihara

bangunan.

e. Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya. Hal ini

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) bagian alat listrik yang mempunyai tegangan minimal 250 volt haruslah

tertutup.

2) Sambungan-sambungan kabel listrik harus diberikan pengaman.

3) Bangunan-bangunan yang diatasnya terbentang kawat listrik harus diperiksa

sewaktu-waktu dan jika perlu diberikan pembungkus (isolasi) agar terhindar dari

tegangan.

Peraturan Menteri Perburuhan pada pasal 2 menetapkan bahwa setiap

bangunan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat untuk :61

a. Menghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan.

b. Menghindarkan kemungkinan bahaya keracunan, penularan penyakit atau

timbulnya penyakit kerja.

c. Memajukan kebersihan dan ketertiban.

Page 9: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

d. Terdapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan

pekerjaan.

e. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup.

f. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak

menyenangkan.

Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang

terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan industri. Kecelakaan

industri ini dapat diartikan : suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak

dikendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur aktivitasnya. Suatu

kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula

kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini.62 Rangkaian kejadian dan factor

penyebab kecelakaan dikeal dengan “teori domino”, yaitu :63

a. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (lack of control management).

Pengawasan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu perencanaan,

pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan. Partisipasi

aktif manajemen sangat menetukan keberhasilan usaha pencegahan

kecelakaan seorang pimpinan unit disamping memahami tugas operasional

tapi juga harus mampu :

- memahami program pencegahan kecelakaan

- memahami standard, mencapai standard

- membina, mengukur, dan mengevaluasi performance bawahannya. Inilah yang

dimaksud dengan control

b. Sebab dasar. Penyebab dasar terjadinya kecelakaan adalah unsafe condition dan

unsafe action. Pendapat berbagai ahli K3 yang cukup radikal, 2 ( dua ) factor

diatas merupakan gejala akibat buruknya penerapan dan kurangnya komitmen

manajemen terhadap K3 itu sendiri. Beberapa contoh unsafe condition :64

- Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak layak pakai ).

- Tempat kerja yang acak-acakan

- Peralatan kerja yang tidak ergonomis.

- Roda berputar mesin yang tidak dipasang pelindung ( penutup ).

Page 10: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

- Tempat kerja yang terdapat Bahan Kimia Berbahaya yang tidak

dilengkapi sarana pengamanan ( labeling, rambu) dll.

Beberapa contoh unsafe action :

- Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang

mengabaikan Peraturan K3.

- Merokok di daerah Larangan merokok.

- Bersendau gurau pada saat bekerja. Dan lain-lain.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak Kurang

aman dalam melakukan pekerjaan, antara lain :

- Tenaga kerja tidak tahu tentang :

1. Bahaya – bahaya di tempat kerjanya

2. Prosedur Kerja Aman

3. Peraturan K3

4. Instruksi Kerja dll.

- Kurang terampil ( unskill ) dalam :

1. Mengoperasikan Mesin Bubut.

2. Mengemudikan Kenderaan.

3. Mengoperasikan Fire Truck.

4. Memakai alat – alat kerja ( Tool ) dll.

- Kekacauan sistem manajemen K3

1. Menempatkan tenaga kerja tidak sesuai dengan keahliannya.

2. Penegakan Peraturan yang lemah.

3. Paradigma dan Komitmen K3 yang tidak mendukung.

4. Tanggungjawab K3 tidak jelas.

5. Anggaran Tdk Mendukung.

6. Tidak Ada audit K3 dll.

c. Sebab yang merupakan gejala (sympton). Disebabkan masih adanya

substandard practices and conditions yang mengakibatkan terjadinya keselahan.

Dalam hal ini kita kenal dengan tindakan tak man dan kondisi tak aman. Factor-

faktor ini sebenarnya adalah symptom (gejala) atau pertanda bahwa ada sesuatu

yang tidak beres apakah pada system ataukah pada manajemen.

Page 11: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

d. Kecelakaan. Jika ketiga urutan diatas tercipta, maka besar atau kecil akan

timbul peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan yang

dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk cidera dan kerusakan akibat kontak

dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur.

Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa akibat.

Akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

pertama kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain kerusakan / kehancuran

mesin, peralatan, bahan dan bangunan. Biaya pengobatan dan perawatan korban.

Tunjangan kecelakaan. Hilangnya waktu kerja. Menurunnya jumlah maupun mutu

produksi. Kedua kerugian yang bersifat non ekonomis. Pada umumnya berupa

penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan

kematian, luka/cedara berat maupun ringan.65

3. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar

tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental

maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Tujuan

kesehatan kerja adalah :67

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-

tingginya baik fisik, mental maupun social.

2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang

disebabkan oleh konisi lingkungan kerja.

3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga

kerja.

4. Meningkatkan produktivitas pekerja.

a. Ketentuan Umum

Peraturan kesehatan kerja yang terdapat dalam Undang-undang No.13 Tahun

2003 meliputi tentang pekerjaan anak, wanita, waktu kerja, waktu istirahat.

Berikut uraian materi peraturan kesehatan kerja.

Pekerjaan Anak

Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.68

Undang-undang No.13 tahun 2003 mengatur tentang norma kerja mulai pasal 68,

Page 12: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

yang mana pasal ini melarang keras pengusaha mempekerjakan anak. Anak

dianggap bekerja apabila berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan

sebaliknya.69

Secara umum larangan mutlak bagi anak untuk melakukan pekerjaan ini

adalah tepat, sebab akan terdapat beberapa kerugian atau dampak negative jika

anak melakukan pekerjaan, diantaranya adalah :70

1. Menghambat atau memperburuk perkembangan jasmani maupun rohani anak.

2. Menghambat kesempatan belajar bagi anak.

3. Dalam jangka panjang perusahaan akan menderita beberapa kerugian apabila

mempekerjakan anak, misalnya kwalitas produksi rendah, pemborosan dan lain

sebagainya.

Undang-undang No.13 Tahun 2003 lebih lanjut mengatur tentang pekerjaan anak

ini sebagai berikut :

a. Bagi anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan

untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan

dan kesehatan fisik, mental, dan social.71 Pengusaha yang mempekerjakan anak

pada pekerjaan ringan dimaksud harus memenuhi persyaratan :72

1) izin tertulis dari orang tua atau wali;

2) perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;

3) waktu kerja maksimal maksimal 3 jam;

4) dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

5) keselamatan dan kesehatan kerja

6) adanya hubungan kerja yang jelas;

7) menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (pasal 69 ayat (2)

UU No. 13 Tahun 2003.

b. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari

kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang

berwenang.73 Pekerjaan tersebut juga dapat dilakukan dengan syarat :74

1) diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan

dan pengawasan dalam melakukan pekerjaan;

Page 13: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

2) diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Anak dapat juga melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan

minatnya.75 Hal ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan

bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada usianya tersebut tidak

terhambat. Untuk itu, pengusaha yang mempekerjakan anak dalam pekerjaan yang

berkaitan dengan perkembangan minat dan bakat ini, diwajibkan untuk memenuhi

persyaratan :76

1) di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;

2) waktu kerja paling lama tiga jam sehari ;

3) kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental,

social, dan waktu sekolah.

Berkaitan dengan larangan untuk mempekerjakan anak, UU No.13 Tahun

2003 lebih menekankan lagi, “siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan

anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk”.77 Pekerjaan terburuk yang dimaksud

adalah :78

a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;

b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak

untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

c. segala pekerjaan yang memafaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk

produksi dan perdagangan minuman keras, narkotik, psikotropika, dan zat adiktif

lainnya; dan / atau

d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral

anak.

Dalam pasal 75 UU No.13 Tahun 2003 dijelaskan tentang pekerjaan anak

yaitu : “Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang

bekerja di luar hubungan kerja. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja

misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran dan sebagainya”.

Penanggulangan ini dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi

anak yang bekerja di luar hubungan kerja tersebut. Upaya itu harus dilakukan

secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait.79

Page 14: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

Pekerja Perempuan

Mempekerjakan perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang

dibayangkan. Ada hal-hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan, yaitu :80

a. para wanita umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun;

b. norma-norma susila harus diutamakan, agar tenaga-tenaga kerja wanita tersebut

tidak terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan negative dari tenaga kerja lawan

jenisnya, terutama kalau dikerjakan pada malam hari;

c. para tenaga kerja wanita itu umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan halus

yang sesuai dengan kahalusan sifat dan tenaganya;

d. para tenaga kerja wanita itu ada yang masih gadis dan ada pula yang telah

bersuami atau berkeluarga yang dengan sendirinya mempunyai beban-beban

rumah tangga yang harus dilaksanakannya pula.

Semua itu harus menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan norma kerja bagi

perempuan.

Ketentuan dalam peraturan perundangan tentang norma kerja perempuan yaitu :81

1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun

dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang

menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan

kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan

pukul 07.00.

3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00

sampai dengan 07.00 wajib :

a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. 4. Pengusaha wajib

menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang

berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00.

b. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja

Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang

dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan

Page 15: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

orang yang bekerja. Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi faktor Kimia,

Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi.97

Bahaya Kimia. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh: Pernapasan

( inhalation ), Kulit (skin absorption ), Tertelan ( ingestion ). Racun dapat

menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.

Korosi. Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada

permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan

adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan

basa , fosfor.

Iritasi. Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak.

Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada

alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan

oedema ( bengkak ). Contoh :

o Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .

o Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene,

chlorine ,bromine, ozone.

Reaksi Alergi. Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi

alergi pada kulit atau organ pernapasan. Contoh :

o Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel,

epoxy hardeners, turpentine.

o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.

c. Evaluasi Lingkungan Kerja Dengan Pengukuran

Evaluasi lingkungan dilakukan kepada factor-faktor fisik, kimia, dan lain-

lain. Semua factor ini harus dievaluasi dalam higene perusahaan. Evaluasi factor-

faktor penyebab sakit yang bersifat bahan-bahan kimia dapat dilakukan dengan

berbagai cara, yaitu :98

1. subyektif oleh indera manusia, indera manusia kadang-kadang dapat

dipakai untuk evaluasi kadar bahan-bahan di lingkungan kerja. Pada jenis zat-zat

tertentu manusia dapat mencium, melihat dan merasa kadar zat menurut

pengalaman. Dalam beberapa hal, apabila indera manusia telah dapat mengenal

adanya suatu zat diudara yang masih ajuh dari nilai ambang batas maka indera

Page 16: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

manusia digunakan untuk pencegahan agar manusia terhindar dari factor-faktor

kimia dalam lingkungan kerja.

2. dengan menggunakan hewan-hewan, hewan-hewan yang sering

digunakan untik menilai bahan-bahan kimia di udara adalah burung kenari, tikus,

kelinci, kera dan lain-lain.

3. dengan memakai alat-alat detector, indicator dan detector yang biasanya

khusus untuk gas dan uap. Indicator-indikator yang sederhana didasarkan atas

perubahan warna sebagai akibat reaksi kimia. Detector adalah alat khusus yang

dibuat untuk menentukan bahan-bahan di udara secara kwalitatif maupun

kwantitatif.

4. pengambilan sample dan pemeriksaan laboratorium, dilakukan dengan 4

cara. Pertama absorbsi kepada bahan padat. Kedua dengan melalui udara pada

cairan yang mampu mengikat bahan-bahan itu di udara. Ketiga kondensasi yaitu

dengan menurunkan suhu udara yang mengandung uap, sehingga uapnya

mengebun. Keempat dengan membakar bahan-bahan di udara pada kawat pijar

dengan katalisator tertentu, yang hasilnya ditampung oleh air atau larutan.

d. Pencegahan Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja

Perlindungan kesehatan kerja meliputi pengaturan tentang pencegahan

gangguan-gangguan kesehatan dan daya kerja. Cara-cara mencegah gangguan

tersebut adalah :99

1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang krang

bahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan

kedalam ruang kerja, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh

pemasukan udara ini lebih rendah dari pada kadar yang membahayakan, yaitu

kadar Nilai Ambang Batas (NAB).

3. Ventilasi keluar setempat (local exhausters), ialah alat menghisap udara di

suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan yang membahayakan dapat dihisap

dan dialirkan keluar.

Page 17: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

4. Isolasi, mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang

membahayakan.

5. Pakaian pelindung, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, dan

lain-lain.

6. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan pada calon

pekerja untuk mengetahui keserasian antara pekerja dengan pekerjaan yang akan

dijalaninya.

7. Pemeriksaan kesehatan berkala, untuk evaluasi apakah penyebab dari gangguan

kesehatan yang dialami pekerja.

8. Penerangan sebelum kerja, agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan-

peraturan, dan pekerja menjadi lebih berhati-hati.

9. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara kontiniu,

maksudnya pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaan.

4. Tanggung Jawab Perusahaan Berdasarkan Peraturan Perundangan

Materi Undang-undang No.1 Tahun 1970 lebih dominan berisi mengenai

hak dan atau kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dalam pelaksanaan

K3, dan kewajiban pengusaha/pengurus adalah :

Pasal 3 ayat 1 : Melaksanakan syarat-syarat keselamatan untuk :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. Peraturan

pelaksananya Kepmenaker RI No. Kep.186/Men/1999 tentang Unit

Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu

kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan

f. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. Peraturan

pelaksananya Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.Ins.2/M/BW/BK/1984

tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri. Instruksi Menteri Tenaga Kerja

RI No.Ins.05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat Pelindung Diri. Surat

Edaran Dirjen Binawas No.SE.05/BW/1997 tentang Penggunaan Alat

Page 18: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

Pelindung Diri. Dan Surat Edaran Menteri Dirjen Binawas

No.SE.06/BW/1997 tentang Pendaftaran Alat Pelindung Diri.

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,

kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, dan hembusan

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik

maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. Peraturan pelaksananya

diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang

Syarat Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.

j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup

k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses

kerjanya

n. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

penyimpanan barang

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi

5. Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pelaksanaan K3

Adapun yang menjadi latar belakang pengawasan pelaksanaan K3 :100

• Setiap tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya terjadinya

kecelakaan dan penyakit akibat kerja sesuai dengan jenis atau karakteristik

perusahaan tempatnya bekerja.

• Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja akan memberikan dampak yang

sangat merugikan bagi tenaga kerja, perusahaan dan masyarakat pada umumnya.

• Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah melalui pengawasan

ketenagakerjaan di bidang K3 umumnya dan kesehatan kerja khususnya.

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam

perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai uapaya penegakan hukum

ketenagakerjaan secara menyeluruh. Penegakan hukum ditempuh dalam 2 (dua)

Page 19: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

cara, yaitu preventif dan represif. Pada dasarnya kedua cara itu ditempuh sangat

bergantung dari tingkat kepatuhan masyarakat (pengusaha , pekerja, serikat

pekerja) terhadap ketentuan hukum ketenagakerjaan. Tindakan preventif

dilakukan jika memungkinkan dan masih adanya kesadaran masyarakat untuk

mematuhi hukum. Namun, bila tindakan preventif tidak efektif lagi, maka

ditempuh tindakan represif dengan maksud agar masyarakat mau melaksankan

hukum walaupun dengan keterpaksaan.101

Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan

peraturan ketenagakerjaan (pasal 176 Undang-undang No.13 Tahun 2003).

Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau

memperkecil adanya pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan, sehingga

proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis.102

B. Sistem Menajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 1996

Sistem Manajemen K3 di lingkungan kerja adalah bagian dari sistem

manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,

tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan

bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan

kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko

yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,

efisien dan produktif.111

Pendekatan manajemen secara professional tidak akan efektif apabila tidak

memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :112

1. Manajer harus memperhatikan adanya alat pelindung (safety) dan kesehatan

(health). Beberapa problem seperti ini 85% dapat dikontrol oleh pihak

manajemen.

2. Manajer berpengaruh terhadap peluang perusahaan untuk mendapatkan

keuntungan. Menekan kerugian dapat meningkatkan keuntungan.

3. Manajemen control kerugian akan menguntungkan seluruh strategi operasional

manajemen.

Page 20: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu

sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur

manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam

rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta

terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. 113 Tujuan lainnya

yaitu :114

8. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai

manusia (pasal 27 ayat 2 ) UUD 1945.

9. Meningkatkan komitment pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja

10. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi

perdagangan global

11. Proteksi terhadap industri dalam negeri

12. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional

13. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional

14. Pelaksanaan pencegahan kecelakaan masih bersifat parsial

Dasar Hukum Penerapan SMK3

1. UUD 1945 pasal 27 ayat (2) :

Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan

2. UU No.13 tahun 2003 pasal 87: - Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3

yang terintegrasi dengan sistem. - Manajemen – Ketentuan mengenai penerapan

SMK3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan pelaksana.

3. UU No.1 tahun 1970 pasal 4

4. UU No. 18 tahun 1999 PASAL 2: Pengaturan Jakon berlandaskan pada asas

kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian,

keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan

masyarakat, bangsa, dan negara. PASAL 22 huruf l :

Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para

pihak dalam pelaksanaan K3 serta jaminan social. PASAL 23 (2) :

Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang

keteknikan, keamanan, K3, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan

Page 21: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan

konstruksi PP. NO. 28 / 2000 (Usaha & Peran Masyarakat Jakon) PP. 29 /2000

(Penyelenggaraan Jakon) PP. 30 / 2000 (Pembinaan Jakon)

5. UU No. 28 tahun 2002 : PASAL 2 : Bangunan Gedung diselenggarakan

berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian

bangunan gedung dengan lingkungan PASAL 3 (2) : Mewujudkan tertib

penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan

gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan PASAL

16 (1) : Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 ayat (3), meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,dan

kemudahan PASAL 17 (1),(3)&(4) : Persyaratan keselamatan bangunan gedung

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi persyaratan kemampuan

bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan

gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.

Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah menanggulangi

bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kemampuan

bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhdaap bahaya kebakaran

melalui sistem proteksi pasif/atau proteksi aktif. Persyaratan kemampuan

bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan

terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir. RPP. Persyaratan Bangunan

Gedung RPP. Pengelolaan Bangunan Gedung RPP. Peran Masyarakat Dalam

Pengelolaan Bangunan Gedung RPP. Pembinaan Pengelolaan Bangunan Gedung

2. Ketentuan Umum SMK3

Perusahaan wajib menerapkan system manajemen K3 apabila :115 (1)

Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau

lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik

proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti

peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan

Sistem Manajemen K3. (2) Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) wajib dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja

sebagai satu kesatuan.

Page 22: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

Salah satu fungsi manajemen (controlling), fungsi controlling dalam

manajemen :116

1. Identification of work. Identifikasi masalah untuk menetukan langkah tepat

selanjutnya.

2. Setting standards / standards for work performances. Penggunaan standard

sebagai acuan dalam menjalankan system manajemen.

3. Evaluation, hasil pengukuran perbandingan sasaran yang harus dicapai.

4. Correction, semua kekurangan yang ada dicari solusi untuk perbaikan.

Dasar-dasar control kerugian :117 Prinsip I tindakan yang

membahayakan, kondisi yang membahayakan dan kejadian kurang baik, semua

itu merupakan beberapa gejala kesalahan dalam suatu system manajemen. Prinsip

II harus dapat meramalkan secara pasti sekumpulan tanda-tanda yang kurang baik.

Sehingga dapat dikontrol dan diidentifikasi. Prinsip III manajer harus

memperhatikan pengadaan alat pengaman / keselamatan / pelindung di setiap

bagian yang difungsikan oleh perusahaan. Secara langsung manajemen mengatur

adanya safety yang baik pada saat perencanaan, pengorganisasian dan harus selalu

diawasi / dikontrol. Prinsip IV kunci efektif pengaturan kebutuhan performen alat

pelindung / safety adalah manajemen harus memiliki prosedur yang jelas dan

terukur. Prinsip V alat pelindung / safety yang baik adalah tepat guna pada

tempatnya dan ketika digunakan tidak rusak serta tidak menimbulkan kejadian

yang kurang baik. Ada 2 jalan agar hal ini dapat berjalan dengan baik :

b. harus diketahui apa penyebab utama penyebab terjadinya accident.

c. Harus diketahui alat pelindung apa yang paling efektif digunakan sesuai dengan

kebutuhan.

Manusia melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya disebabkan oleh

beberapa hal, diantaranya :118

a. pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan pekerjaannya.

b. Keadaan fisik dan mental yang belum siap untuk tugas-tugasnya

c. Tingkah laku dan kebiasaan ceroboh, sembrono, terlalu berani tanpa

mempedulikan petunjuk, instruksi.

d. Kurangnya perhatian dan pengawasan dari manajemen.

Page 23: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

e. Kondisi berbahaya yang meliputi :

• Mesin, pesawat, alat, instalasi, bahan dan lain-lain

• Lingkungan kerja

• Sifat pekerjaan

• Cara kerja

• Proses produksi

Pelaksanaan system manajemen K3 dapat berjalan dengan lancar apabila

terdapat pengawasan yang maksimal dari pihak pengawas terkait untuk itu system

manajemen K3 menerapkan system audit yang dilaksanakan sekurang-kurangnya

satu kali dalam 3 tahun.119

2. Audit SMK3 Dan Sertifikasi Audit SMK3

Audit SMK3 merupakan pemeriksaan secara sistematik dan independent

untuk menetukan suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan

pengaturan yang direncanakan dan dilaksanakan secara efektif dan sesuai untuk

mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan.120 Tujuan dari audit SMK3 untuk

mengukur keefektifan penerapan K3 di tempat kerja, pemenuhan persyaratan

perundangan K3, kemudian untuk menentukan tindakan perbaikan system,

pemenuhan persyaratan pihak eksternal (klien, pelanggan, dan lain-lain) sehingga

mendapatkan pengakuan dalam rangka kegiatan sertifikasi.121

Unsur Audit SMK3 ( 12 elemen )122

1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen

2. Strategi pendokumentasian

3. Peninjauan ulang desain dan kontrak

4. Pengendalian dokumen

5. Pembelian

6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3

7. Standar pemantauan

8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan

9. Pengelolaan material dan pemindahannya

Page 24: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

10. Pengumpulan dan penggunaan data

11. Pemeriksaan sistem manajemen

12. Pengembangan ketrampilan dan kemampuan

Adapun jenis-jenis audit :123

1. First party-audit, audit yang dilakukan atas nama perusahaan sendiri untuk

kegiatan manajemen review atau kebutuhan internal lainnya.

2. Second part- audit, audit yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kepentingan

terhadap organusasi. Misalnya ; pelanggan / klien.

3. Third party-audit, dilakukan oleh pihak eksternal missal oleh badan sertifikasi

nasional.

Indicator dari pelaksanaan K3 yang baik adalah perusahaan tersebut telah

di audit dan hasilnya bagus yang telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

Berikut adalah tingkatan penerapan dan keberhasilan :

Sertifikasi Audit SMK3

Sertifikasi SMK3 adalah bukti pengakuan tingkat pemenuhan penerapan

peraturan perundangan SMK3. Proses sertifikasi SMK3 suatu perusahaan

dilakukan oleh Badan Audit Independen melalui proses audit SMK3. Berikut

merupakan mekanisme sertifikasi audit SMK 3 :125

• Inventarisasi daftar perusahaan oleh Depnaker

• Depnaker mengkofirmasikan perusahaan yang diaudit ke Badan Audit

• Penentuan jadwal audit oleh Badan Audit

• Konfirmasi pelaksanaan audit ke Depnaker dan perusahaan

• Pelaksanaan audit kesesuaian oleh Badan Audit

Page 25: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

• Evaluasi dan analisa hasil audit oleh Badan Audit

• Konfirmasi hasil audit ke Depnaker dan perusahaan oleh Badan Audit

• Pemberian sertifikat oleh Depnaker

Walaupun begitu, pada kenyataannya terdapat pelanggaran mekanisme sertifikasi

audit SMK3 yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

3. Keuntungan pelaksanaan SMK3

Data dari OSHA (Occupational Safety and Health Administration)

menyatakan bahwa kalangan usahawan mengeluarkan dana $170 juta pertahun

akibat kecelakaan dan sakit akibat kerja. Pengeluaran tersebut dikeluarkan

langsung daru keuntungan perusahaan. Perusahaan yang menerapkan SMK3 dapat

mengurangi kecelakaan dan sakit akibat kerja sebanyak 20% - 40% dan mendapat

keuntungan sebesar $ 4 dari setiap $ 1 yang diinvestasikan. Berikut merupakan

keuntungan menerapkan K3 :

Page 26: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

4. Keamanan Bekerja Berdasarkan Sistem Manajemen K3 127

Sistem Kerja

a. Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi bahaya yang potensial dan

telah menilai resiko-resiko yang timbul dari suatu proses kerja.

b. Apabila upaya pengendalian resiko diperlukan maka upaya tersebut ditetapkan

melalui tingkat pengendalian.

c. Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan diterapkan

suatu sistem “ijin kerja” untuk tugas-tugas yang beresiko tinggi.

Page 27: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

d. Prosedur atau petunjuk kerja untuk mengelola secara aman seluruh resiko yang

teridentifikasi didokumentasikan.

e. Kepatuhan dengan peraturan, standar dan ketentuan pelaksanaan diperhatikan

pada saat pengembangan atau melakukan modifikasi prosedur atau petunjuk kerja.

f. Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang berkompeten

dengan masukan dari kerja yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas dan

prosedur disahkan oleh pejabat yang ditunjuk.

g. Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan digunakan secara benar serta

dipelihara selalu dalam kondisi layak pakai.

h. Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan baik dan

dipakai sesuai dengan standar dan atau peraturan perundangan yang berlaku.

i. Upaya pengendalian resiko ditinjau ulang apabila terjadi perubahan pada proses

kerja.

Emergensi Respons / Tanggap Darurat128

Kecelakaan yang disebabkan faktor alam, teknis atau manusia dapat

berakibat fatal dan berubah menjadi bencana yang dapat mengganggu dan

menghambat kegiatan pola kehidupan masyarakat atau jalannya operasi

perusahaan dan dapat mendatangkan kerugian harta benda atau korban manusia.

Bila bencana terjadi dan keadaan menjadi emergency, maka perlu ditanggulangi

secara terencana, sistematis, cepat, tepat dan selamat. Untuk telaksananya

penanggulangan dimaksud perlu dibentuk Tim Tanggap Darurat yang trampil dan

terlatih, dilengkapi sarana dan prasarana yang baik serta sistem dan prosedur yang

jelas. Tim tersebut perlu mendapatkan pelatihan baik teori atau praktek paling

sedikit enam bulan sekali. Bagusnya kinerja Tim Tanggap Darurat akan sangat

menentukan berhasilnya pelaksanaan Penanggulangan Keadaan Emergency. Dan

akhirnya tujuan mengurangi kerugian seminimal mungkin baik harta benda atau

korban manusia akibat keadaan emergency akan dapat dicapai.

Kekurangan yang ada pada SMK3 dibandingkan dengan Manajemen K3

Lainnya

Kekurangan yang paling dasar adalah peraturan pendukung mengenai K3

yang masih terbatas dibandingkan dengan organisasi internasional. Tapi hal ini

masih dapat dimaklumi karena masalah yang sama juga dirasakan oleh negara-

Page 28: KESELAMATAN KESEHATAN KERJA

negara di Asia dibandingkan negara Eropa atau Amerika, karena memang masih

dalam tahap awal. Selain itu sertifikasi SMK3 yang hanya dapat dikeluarkan oleh

Menteri Tenaga Kerja (Pemerintah) dirasakan kurang membantu promosi

terhadap SMK3 dibandingkan dengan sertifikasi ISO series, OHSAS, KOHSA

(korea), yang juga menggunakan badan sertifikasi swasta. Dan yang utama

tentunya adalah peran aktif dari pengusaha Indonesia yang masih belum

mengutamakan K3 di Industrinya karena masalah klasik yaitu cost (biaya).132

KESIMPULAN :

Dari semua sistem yang telah dijelaskan diatas dapat kita tarik kesimpulan

bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan sangat diperlukan adanya suatu

peraturan atau biasa disebut dengan ”hukum perburuhan” yaitu yang mengatur

antara seorang pengusaha dan seorang karyawan ( pekerja ) didalam menjalankan

usaha dan pekerjaannya, suatu contoh yaitu dalam sebuah perusahaan yang

mempekerjakan seorang wanita, harus memiliki batas waktu didalam proses atau

sistem kerjanya, sehingga akan tercipta suasana yang harmonis antara pengusaha

dengan karyawan ataupun karyawan dengan karyawan dalam sebuah tempat kerja,

dan selain itu, sebuah perusahaan sangat memerlukan adanya suatu sistem yang

mampu mengatur dan menjamin kelancaran, kesehatan dan keselamatan seorang

karyawan didalam melaksanakan proses kerjanya.

Sistem tersebut adalah Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan

Kerja ( SMK3 ). Sistem tersebut sangat diperlukan karena sebuah perusahaan

akan dikatakan ”Bonavid” jika suatu proses kerja yang dilaksanakan dalam

sebuah perusahaan dapat berjalan dengan lancar, sehat dan tanpa adanya

kecelakaan kerja ( No Accident ), dengan catatan sebuah peraturan dan

manejemen tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya yaitu dengan jalan

seorang pengusaha harus mampu dan menjamin ha-hak setiap karyawan dan

setiap karyawan juga harus benar-benar mau mematuhi semua peraturan dan

kebijakan yang telah ditentukan oleh perusahaan.