Makalah Manajemen Kelas

45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk: meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran, dan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU No 20 tahun 2003 pasal 3). 1

description

kelas sebagai kelomok efektif

Transcript of Makalah Manajemen Kelas

Page 1: Makalah Manajemen Kelas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,

kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma

tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk:

meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran, dan

meningkatkan mutu pendidikan nasional. Kedudukan guru sebagai tenaga

profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan

mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung

jawab (UU No 20 tahun 2003 pasal 3). Oleh karena itu, guru mempunyai

fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan

nasional di bidang pendidikan.

Mengingat peran guru yang sangat strategis dalam pembangunan

pendidikan, maka seorang guru harus dipersiapkan secara matang.

Persiapan tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan mulai dari

saat belajar di perguruan tinggi, pendidikan profesi guru, sampai menjadi

guru yang ditugaskan di satuan pendidikan. Sejalan dengan peran guru

yang sangat strategis tersebut, sangat penting bagi setiap guru, khususnya

guru pemula untuk selalu belajar bagaimana mengelola kelas yang baik,

efektif, dan efisien sejak dini baik oleh diri sendiri secara internal maupun

oleh pihak instansi pendidikan maupun pihak pemerintah secara eksternal

1

Page 2: Makalah Manajemen Kelas

agar seorang guru dapat memahami dan merealisasikan teori-teori yang

telah diterima dengan baik, sehingga dapat menunjang terciptanya syarat

penguasaan kompetensi guru sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan

yang telah tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.

Kelas yang baik adalah kelas yang dikelolah secara efektif.

Rombongan belajar yang baik merupakan kelompok yang mampu

menunjukan capaian umum hasil belajar yang memuaskan, baik pada ujian

sekolah maupun pada ujian akhir. Hasil belajar yang baik tersebut

tercermin dari rata-rata capaian siswa secara individual, dan

kemampuannya bersaing melanjutkan studi pada jenjang pendidikan yang

lebih tinggi atau memasuki dunia kerja.

Dengan demikian, mahasiswa calon guru fisika semestinya dapat

memahami tentang manajemen kelas mulai dari sejarah manajemen kelas,

manajemen kelas dan guru pemula serta kelas sebagai kelompok efektif

sebagai bekal ketika berada di sekolah nantinya.

B. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang dihadapi berdasarkan latar belakang diatas

adalah,

1. Bagaimana Perkembangan Sejarah Manajemen Kelas?

2. Bagaimana Manajemen Kelas bagi Guru Pemula?

3. Bagaimana Kelas sebagai Kelompok Efektif itu?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai

mata kuliah Manajemen Kelas. Selain itu, dengan adanya makalah ini

bertujuan,

1. Untuk mengetahui perkembangan perspektif manajemen kelas

2. Untuk mengetahui manajemen kelas bagi guru pemula

3. Untuk mengetahui bagaimana kelas sebagai kelompok efektif itu.

2

Page 3: Makalah Manajemen Kelas

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Manajemen Kelas

1. Sekolah sebagai Sentral

Perjuangan guru di Amerika Serikat untuk memperbaiki

nasibnya dianggap sebagai awal terbentuknya MBS atau desentralisasi

pengelolaan sekolah. Perjalanannya sudah berlangsung cukup panjang,

yaitu dengan dibentuknya Asosiasi Pendidikan Nasional (National

Education Association,NEA) pada tahun 1857. Pada tahun 1887, guru-

guru di NewYork membentuk sebuah asosiasi kepentingan bersama

yang didirikan di Chicago, dipimpin oleh Margarette Harley. Pada

tahun 1903, guru-guru Philadelphia membentuk organisasi Asosiasi

Guru-guru Philadelphia (Philadelphia Teachers Association).Melalui

asosiasi inilah guru-guru memperoleh gaji lebih baik.

Guru-guru di Atlanta membentuk Persatuan Guru-guru Sekolah

Publik Atlanta. Persatuan ini dibentuk untuk menghadapi tekanan dari

dewan kota. Akhirnya, dewan kota memberikan dana lebih untuk

pendidikan. Guru-guru di Leaque, yang dipelopori oleh tokoh

sosialis,Henry Linville, John Dewey, dan Suffrajist Charlotte Perkins

Gilman,membentuk sebuah asosiasi yang berbicara lebih dari sekedar

masalah- masalah ekonomi. Tujuannya memberi pilihan bagi guru

dalam menentukan kebijakan sekolah (school policy) untuk

memperoleh wakil di pentas pendidikan di New York, membantu

masalah-masalah sekolah,membersihkan politik Amerika Serikat dari

penyimpangan keputusan, dan meningkatkan kebebasan diskusi publik

dari masalah-masalah pendidikan.

Berkaitan langsung dengan prakarsa MBS, di Negara maju

reformasi pendidikan, khususnya reformasi pendidikan, selama lebih

dari empat puluh tahun terakhir terus berporos pada

desentralisasi.Sejak tahun 1960-ansampai 1990-an di Amerika Serikat

telah berjalan “empat generasi” gerakan reformasi manajemen

3

Page 4: Makalah Manajemen Kelas

pendidikan. Dari “empat generasi” gerakan reformasi tersebut,

semuanya menjurus kepada desentralisasi hingga sampai kepada istilah

MBS. MBS merupakan pengindonesiaan dari school-based

management(SBM) atau school-site management(SSM). Keterangan

mengenai “empat generasi” sebagai berikut :

a. The New Progressive Era atau Era Progresif Baru yang lahir pada

tahun 1960-an, digagas oleh Neale, Rand Corporation, Fullman,

McLaughlin,Bruce Joyce, dan sebagainya. Titik tekannya adalah

pada pengembangan kemampuan individu sebagai ujung tombak

perubahan

b. School Effectiveness Studies atau Studi-studi Keefektifan Sekolah

pada tahun 1970-an, digagas oleh Edmunds, Brookover, Cuban,

dan Austin,dengan titik tekan pada etos sekolah.

c. National Report atau Laporan Nasional pada tahun 1980-an

digagas oleh Bell, Wood, dan Sizer. Titik tekannya adalah pada

pemberdayaan sekolah, termasuk pemberdayaan pendidikan bagi

anak-anak berisiko(Nation at Risk).Nation at Risk adalah anak-

anak yang berisiko dalam kerangka menempuh pendidikan, seperti

gelandangan dan pengemis,anak-anak dari keluarga miskin, anak-

anak dari korban pemutusan hubungan kerja, anak-anak yang

bermukim secara terisolasi, dan lain-lain.

d. Public School by Choice atau Sekolah Negeri dengan Pilihan

merupakan produk pemikiran para pakar dari Universitas

Minnesota dan Iowa(Danim, 2006:26-27).

Maenurut Bailey, berdasarkan gerakan reformasi “generasi ke-

empat” ini tersimpullah karakteristik ideal MBS/MBM dan

karakteristik ideal sekolah/madrasah untuk abad ke-21 (School for the

Twenty-Firs Characteristic), seperti berikut ini :

a. Adanya keragaman dalam pola penggajian guru. Istilah populernya

adalah pendekatan prestasi (merit system),

b. Otonomi Manajemen sekolah/madrasah,

4

Page 5: Makalah Manajemen Kelas

c. Permberdayaan guru secara optimal,

d. Pengelolaan sekolah secara partisipasi,

e. Sistem yang didesentralisasikan,

f. Sekolah/madrasah dengan pilihan atau otonomi sekolah/madrasah

dalam menentukan aneka pilihan,

g. Hubungan kemitraan (partnership) antara dunia bisnis dan dunia

pendidikan,

h. Akses terbuka bagi sekolah,

i. “Pemasaran” sekolah/madrasah secara kompetetif. (Sudarwan :

2006).

2. Perspektif Sejarah Manajemen Kelas

Konsep manajemen kelas hingga mencapai bentuknya sekarang

telah menempuh perjalanan sejarah cukup panjang atau mengalami

evolusi. Hal ini, antara lain ditentukan oleh pemikiran filosofis

kependidikan, kemajuan budaya masyarakat, dan skema pemikiran

mengenai makna kelas. (Danim, 2002:177). Kemajuan ilmu

pengetahuan dan pengalaman bidang pendidikan turut berpengaruh.

Lebih dari empat dekade terakhir ini, terutama sejak tahun 1960-an

hingga sekarang, pendekatan atau metode yang dipakai dalam proses

manajemen kelas telah mengalami perubahan cukup drastis, dengan

tetap memosisikannya memiliki kaitan erat satu sama lain.

a. Pendekatan Konseling

Sejak tahun 1960-an hingga tahun 1970-an, fokus utama

manajemen kelas adalah menciptakan kondisi disiplin siswa

(students discipline) agar tetap pada relnya, kondusif bagi kegiatan

pembelajaran.

Jadi manajemen kelas berfokus pada penegakan disiplin

anak didik. Siswa bermasalah atau yang berperilaku secara deviatif

menjadi fokus perhatian. Dengan pendekatan konseling ini, siswa

digiring kesadarannya untuk bertanggung jawab atas perilakunya

dan mengembangkan rencana untuk meredusir kecenderungan

5

Page 6: Makalah Manajemen Kelas

tindakan yang tidak produktif. Guru berusaha untuk

mengidentifikasi factor penyebab perilaku siswa yang menyimpang

sekaligus mencari jawaban untuk memecahkan masalah tersebut

secara konsepsional dan praktis.

b. Pendekatan Behavioristik

Inti pendekatan behavioristik adalah memodifikasi perilaku

siswa yang dilakukan oleh guru. Perubahan perilaku ini sangat

tergantung kepada kesadaran peserta didik. Sejak tahun 1970-an,

kebanyakan pelatihan diberikan kepada guru berfokus pada upaya

mencari pemecahan atas perilaku menyimpang yang dilakukan

oleh para siswa dengan jalan menerapkan teknik-teknik modifikasi

perilaku (behavior modification techniques) menuju perilaku yang

dikehendaki, tanpa mengabaikan kebebasan siswa.

c. Pendekatan Penelitian Keefektifan Guru

Setelah era pendekatan behavioristik pada 1970-an, pada

era selanjutnya inisiatif dibuat dengan menonjolkan peran guru

untuk menemukan konsep yang memungkinkan pencegahan

terhadap perilaku menyimpang siswa. Pendekatan ini disebut

teacher effectiveness research, penelitian kefektifan guru. Fokus

utamanya terletak pada perilaku efektif guru dalam mengelola

perilaku dan perbuatan siswa, khusunya berkaitan dengan:

1) keterampilan guru dalam mengorganisasi dan mengelola

aktifitas kelas;

2) keterampilan guru dalam menyajikan material belajar;

3) hubungan guru murid.

Intinya adalah bagaimana guru dapat mengorganisir dan

mengelola kelas secara efektif, dengan kriteria keberhasilan, antara

lain diukur dengan minimnya perilaku menyimpang dari kalangan

siswa. Dengan kata lain, jika dikelola secara efektif, kelas akan

berjalan secara smoothly. Di sini, kelas diorganisasikan sedemikian

rupa. Siswa, guru bidang studi, guru kelas, dan wali kelas berada

6

Page 7: Makalah Manajemen Kelas

dalam kondisi sinergis. Setiap kegiatan di kelas dilakukan dengan

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang cermat. kepada anak

didik pun ditanamkan apa tugas pokok dan fungsinya, siapa

mengerjakan apa dan siapa bertanggung jawab kepada siapa.

Menurut Lois V. Johnson dan Mary Bany (1970:9)

pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru dalam

memutuskan tindakan yang harus didasarkan pada pengertian

tentang sifat-sifat kelas, kekuatan yang mendorong mereka (siswa)

bertindak, selanjutnya berusaha untuk memahami dan

mendiagnosis situasi kelas dan kemampuan untuk bertindak

selektif serta kreatif untuk memperbaiki suasana (kondisi) kelas.

Dengan demikian, pengelolaan kelas adalah suatu alat

untuk mengembangkan kerjasama dan dinamika kelas yang stabil,

kendatipun banyak gangguan dan perubahan dalam lingkungan.

Fungsi pengelolaan kelas ditinjau dari analisis problem, menurut

Lois V. Johnson dan Mary Bany (1970) adalah memberi dan

melengkapi fasilitas untuk segala macam tugas dan memelihara

agar tugas-tugas itu dapat berjalan dengan lancar.

Fungsi tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa tugas yang

harus dilakukan guru dalam kegiatan pengelolaan kelas:

1) membantu kelompok dalam membagi tugas;

2) membantu pembentukan kelompok;

3) membantu kerjasama dalam menemukan tujuan-tujuan

organisasi;

4) membantu individu agar dapat bekerja sama dalam

kelompok atau kelas;

5) membantu prosedur kerja; dan

6) mengubah kondisi kelas.

7

Page 8: Makalah Manajemen Kelas

B. Manajemen Kelas dan Guru Pemula

1. Fenomena Guru Pemula

Guru yang profesional menjadi determinan utama proses

pembelajaran yang menyenangkan dan efektif. Hal ini sejalan dengan

tugas utama guru, yaitu mendidik, mengajar, menbimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan dapat menginisiasi

tujuan pembelajaran jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu

yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau

keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia, profesi

guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan

berdasarkan prinsip sebagai berikut:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,

keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan

sesuai dengan bidang tugas.

d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

e. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.

f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi

kerja.

g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan

secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan.

i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan

mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan

guru.

Secara formal, guru profesional harus memenuhi kualifikasi

akademik minimum dan bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan

8

Page 9: Makalah Manajemen Kelas

perundang-undangan. Guru-guru yang memenuhi kriteria profesional

inilah yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara efektif

dan efisien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran

sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Guru profesional adalah hasil ciptaan manusia (teacher is

made) yang aktif pada institusi penyedia, seperti lembaga pendidikan

prajabatan dan dalam jabatan. Di Indonesia, institusi tersebut

dinamakan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK

atau balai-balai penataran dan pusat-pusat pelatihan yang relevan. Ada

faktor-faktor pembangun guru profesional yang dibawa sejak lahir

(teacher is born), seperti seni dan motivasi mengajar, kapasitas verbal,

kewibawaan, dan sejenisnya yang sudah diterima dalam kesadaran

sejarah serta merupakan realitas.

Bukti bahwa techer is made telah teruji secara empiris

meskipun pembuktian itu sering didasari atas kajian ex post facto,

observasi, atau keluhan dari mulut ke mulut yang dikemukakan oleh

masyarakat seprofesi. Di Amerika misalnya, muncul keluhan bahwa

guru-guru baru umumnya jauh untuk disebut sebagai profesional.

Dalam laporan yang ditulis oleh The Association of Teacher

Educator’s Commission on the Education of Theacher (1991),

direkomendasikan secara spesifik empat substansi utama

restrukturisasi pendidikan guru (restructuring the education of

teacher), yaitu:

a. College-based teacher educators

b. School-based techer educators

c. State-agency-based techer educators

d. National, state, and local organization of proffesional

educators

9

Page 10: Makalah Manajemen Kelas

Rekomendasi ini dimuarakan kepada seluruh fase dan aspek-

aspek pendidikan guru, mulai dari rekrutmen dan seleksi, pendidikan

persiapan prajabatan, penempatan sebagai guru, pengembangan lebih

lanjut, riset, dan akuntabilitas yang diperlukan. Rekomendasi ini

disusun oleh komisi itu setelah selama sekitar 18 bulan mengkaji

secara intensif mengenai faktor-faktor yang kompleks yang

mempengaruhi kualiatas pendidikan guru, seperti mutu pendidikan,

persiapan yang tidak memadai, terbatasnya bantuan pada veteran guru,

keterbatasan sumber-sumber di kelas yang dapat diakses, dan

pemahaman budaya setempat sangat minimal.

Di Indonesia, pengadaan guru berbasis pada university-based.

Pengalaman yang bersifat school-based hanya dijalani oleh calon guru

selama Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Dengan demikian, calon

guru yang dihasilkan lebih banyak pengalaman teoretis daripada

pengalaman praktis. Gagasan school-based ini pernah berkembang di

Indonesia berupa keinginan untuk merekomposisi kurikulum sekitas

60 persen praktik dan 40 persen teori. Terlepas dari semua itu,

substansi manajemen kelas seharusnya menjadi muatan yang esensial

untuk meningkatkan kinerja guru dalam menjalankan proses

pembelajaran.

2. Manajemen Kelas bagi Guru Pemula

Guru pemula biasanya melihat kelas sebagai fenomena

kehidupan baru, kecuali guru pemula itu benar-benar berbakat dan

menguasai substansi pembelajaran, maka dipastikan pada tahap awal

guru tersebut dapat menyesuaikan diri. Guru dituntut harus mampu

mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar terjadi perilaku

belajar yang efektif dalam diri siswa. Di samping itu, guru diharapkan

mampu menciptakan interaksi pembelajaran agar siswa mampu

mewujudkan kualitas perilaku belajarnya secara efektif. Guru dituntut

pula untuk mampu menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif.

10

Page 11: Makalah Manajemen Kelas

Guru harus mampu meningkatkan kualitas belajar para siswa

dalam bentuk kegiatan belajar yang dapat menghasilkan pribadi yang

mandiri, pelajar yang efektif, dan pekerja yang produktif. Dalam

hubungan ini, guru memegang peranan yang amat penting dalam

menciptakan suasana pembelajaran yang sebaik-baiknya. Guru tidak

terbatas hanya sebagai pengajar, akan tetapi lebih meningkat sebagai

perancang pembelajaran, manajer pembelajaran, penilai hasil belajar,

dan direktur belajar.

Sebagai pengelola pembelajaran (manager of instruction)

seorang guru akan berperan mengelola seluruh proses pembelajaran

dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar agar setiap siswa dapat

belajar secara efektif dan efisien. Kegiatan belajar hendaknya dikelola

oleh guru dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan suasana yang

mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar dengan kualitas

yang lebih baik. Dengan demikian, proses pembelajaran akan

senantiasa ditingkatkan terus-menerus untuk memperoleh hasil belajar

yang optimal.

Dalam mewujudkan perilaku mengajar secara tepat,

karakteristik guru yang diharapkan, antara lain sebagai berikut :

a. Memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata

pelajaran yang diajarkannya.

b. Memiliki kecakapan untuk memperkirakan kepribadian dan

suasana hati secara cepat, serta membuat kontak dengan

kelompok secara tepat.

c. Memiliki kesabaran, keakraban, dan sensitivitas yang

diperlukan untuk menumbuhkan semangat belajar.

d. Memiliki pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis

dalam usaha memberikan penjelasan kepada siswa.

e. Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya baik isi

maupun metode.

11

Page 12: Makalah Manajemen Kelas

f. Memiliki sikap terbuka, luwes, dan eksperimental dalam

metode, model, dan teknik.

Pada bulan Maret 1983, dipimpin oleh Ernest L. Boyer,

Presiden Yayasan Carnigie dalam Sudarwan Danim dan Yunan

Danim, untuk peningkatan pembelajaran (Carnigie Foundation for The

Advanchement of Theaching) 10 orang anggota Panel on The

Preparation of Beginning Teachers menyajikan materi mengenai tiga

area isu krusial dari keahlian yang perlu dimiliki oleh guru pemula,

yaitu :

a. Pengetahuan tentang cara mengelola kelas. Pengetahuan

dimaksud tidak sekedar tahu tentang apa (know what)

mengenai manajemen kelas, tetapi yang lebih utama adalah

tahu bagaimana (know how) mengenai manajemen kelas yaitu

dalam makna classroom management in action.Pengetahuan di

bidang mata pelajaran atau penguasaan bahan ajar.

b. Pengetahuan yang dimaksudkan di sini tidak hanya berkaitan

dengan subject matter, tetapi juga pengetahuan dan penguasaan

bidang metodologi pembelajaran, seperti strategi pembelajaran,

evaluasi pendidikan, pengembangan dan inovasi kurikulum,

dasar-dasar kependidikan, etika profesi keguruan, dan lain-lain.

c. Pembelajaran tentang latar belakang sosiologikal dari para

siswa yang dididik atau diajarnya. Latar belakang sosiologikal

yang dimaksud meliputi kondisi sosial ekonomi, agama,

budaya, asal, pekerjaan orang tua, perjalanan hidup peserta

didik dan sebagainya.

Kemampuan di bidang manajemen ini, terutama manajemen

kelas, sangat esensial bagi guru-guru, dan calon guru. Squire, Huitt dan

Segars (1983) dalam Sudarwan Danim dan Yunan Danim

mengemukakan bahwa guru yang efektif yaitu guru yang mampu

menciptakan wahana bagi siswa untuk mendemonstrasikan secara

12

Page 13: Makalah Manajemen Kelas

konsisten pada prestasi level tinggi (high level of achievement),

sehingga dituntut memiliki tiga area keahlian :

a. Perencanaan, yaitu penciptaan kondisi kesiapan bagi aktivitas

kelas. Perencanaan dimaksud mencakup satuan acara

pembelajaran, media, dan sumber pembelajaran, dan

pengorganisasian lingkungan belajar.

b. Manajemen, yaitu berupa kemampuan guru bekerja dalam

mengendalikan perilaku siswa. Semakin besar jumlah

rombongan belajar, semakin banyak sumber daya yang

digunakan, semakin berat materi atau bahan ajar, semakin

ditutup pula kemampuan manajemen kelas dari kalangan guru.

c. Pengajaran, yaitu kemampuan guru dalam menciptakan kondisi

dan membimbing siswa dalam belajar. Prakarsa ini amat terasa

pada proses pembelajaran yang diindividualisasikan dan

beragamnya latar belakang sosiologikal siswa.

3. Peran Guru Kelas

Terminologi guru kelas di sini bukanlah lawan dari guru bidang

studi, seperti sering kita denga dalam frasa sistem guru kelas atau

sistem guru bidang studi. Guru kelas yang dimaksudkan di sini adalah

guru yang mengjar di kelas, baik dia mengajar dalam format sistem

guru kelas atau sistem guaru bidang studi. menurut Doyle (1986)

dalam Sudarwan Danim (2010) pada buku “Administrasi Sekolah dan

Manajemen Kelas”, ada dua peran utama guru kelas (classroom

teacher’s role). Diantaranya adalah menciptakan keteraturan

(establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitaiting

learning). Keteraturan yang dimaksud mencakup hal-hal yang terkait

langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti:

a. Tata letak tempat duduk;

b. Disiplin siswa di dalam kelas;

c. Interaksi siswa dengan sesamanya;

d. Interaksi siswa dengan guru;

13

Page 14: Makalah Manajemen Kelas

e. Jam masuk dan keluar untuk masing-masing sesi mata pelajaran;

f. Manajemen sumber belajar;

g. Manajemen bahan belajar;

h. Prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran;

i. Lingkungan belajar.

Urgensi kemampuan memfasilitasi proses belajar siswa seperti

disebutkan di atas sejalan dengan spirit paradigma pendidikan modern,

yaitu perilaku guru harus bergeser dari guru sebagai dispenser ilmu

pengetahuan (teacher as dispenser) kepada siswa ke fungsi guru

sebagai direktur atau fasilitator belajar. Fungsi fasilitatif yang

diperankan oleh guru mengandung makna bahwa yang paling

dipentingkan oleh guru adalah menyediakan wahana seluas dan

seakurat mungkin bagi siswa untuk belajar. Penciptaan wahana itu

dapat bersifat pengayaan materi, penyediaan bahan ajar, pemberian

peta jalan bagi siswa untuk dapat mengakses sumber dan bahan ajar,

merangsang siswa untuk belajar, menciptakan suasana “bermain”

dalam keseriusan bertindak, membangun kepercayaan diri siswa,

menggali potensi siswa, dan lain-lain. Intinya adalah guru harus

menciptakan kondisi untuk memudahkan siswa belajar, bukan untuk

memudahkan guru mengajar.

C. Kelas sebagai Kelompok Efektif

1. Konsep Efektivitas Kelompok

Rombongan belajar dikelas memerlukan pengorganisasian

yang efektif. Karena itu hasil kajian mengenai kelompok yang efektif,

apapun jenis kelompok yang dikaji itu, sangat mungkin dapat

ditransfer kedalam situasi kelas. Kajian tentang factor tertentu penentu

efektifitas kelompok, termasuk kelompok atau rombongan belajar

siswa dikelas, mengacu kepada dua kepentingan. Pertama,

kepentingan teoritis dimaksudkan untuk memperoleh tilikan yang

mendalam tentang fungsi kelompok, baik bagi anggota maupun bagi

warga sekolah. Kedua, kepentingan praktis dimaksudkan untuk

14

Page 15: Makalah Manajemen Kelas

memperoleh masukan tentang produktivitas, efisiensi, dan kebaikan-

kebaikan lain dari anggota kelompok, misalnya rombongan belajar

dikelas tertentu.

Kajian teoritis praktis dimaksudkan untuk memperoleh tilikan

yang komprehensif dan mendalam tentang fungsi kebaikan lain yang

bisa dicapai oleh mereka. Namun, telaah atas fungsi kelompok siswa

bagi produktivitas, efisiensi dan efektivitas mempelajari dikelas

tersebut rumit. Kerumitan itu disebabkan oleh kelompok siswa itu

sendiri rumit dan anggotanya befariasi menurut takaran kognisi, afeksi,

psikomotor, dan latarnya.

Ukuran produktivitas, efesiensi dan efektivitas kelompok siswa

itu berbeda masing-masing kelas, apabila menurut kriteria dan

kepentingan siswa secara individual. Ukuran produktivitas aktivitas

rombongan belajar dengan pendekatan teoritis, berbeda dengan

rombongan belajar ddengan pendekatan praktik. Ukuran produktivitas

kegiatan belajar di kelas berbeda dengan kegiatan sejenis diluar kelas.

Demikian juga, ukuran hasil belajar di laboratoeium atau di

objek-objek studi di luar kampus sekolah. Efektivitas merujuk pada

hasil guna dan efisien merunjuk pada proses kerja. Mengukuti

pemikiran David Krech, Richard S. Cruthfied dan Egerton L.Ballachey

dalam bukti mereka Individual and Society (1982) dapat dijabarkan

tentang ukuran efektivitas kelompok siswa perkelas. Secara umum,

ukuran efektivitas kelompok seperti disajikan berikut ini:

a. Prestasi yang dicapai oleh siswa dan kelompok siswa. Prestasi

siswa secara individual merupakan cerminan capaian

peroranganya. Prestasi siswa secara kelompok dapat dilihat dari

rata-rata nilai yang mereka capai. Posisi prestasi siswa dalam

kerangka kelompok ini dapat dilihat dari rangkingnya.

b. Jumlah hasil yang bisa dicapai oleh kelompok. Hasil tersebut

berupa kuantitas atau bentuk fisik dari kerja kelompok itu.

Misalnya, untuk siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),

15

Page 16: Makalah Manajemen Kelas

berapa banyak satuan dari hasil karya kerajinan yang mereka

lakukan untuk periode kerja tertentu. Hasil dimaksud dapat

dilihat dari perbandingan antara masukan dan keluaran, usaha

dan hasil, persentase pencapaian program kerja, dan

sebagainya.

c. Tingkat kepuasan yang diperoleh oleh anggota kelompok siswa

secara individual. Kepuasan itu sukar diukur dan berfariasi

untuk masing-masing anggota kelompok, seperti guru, staf tata

usaha, dan sebagainya. Kepuasan siswa juga berfariasi,

misalnya ukuran kepuasan siswa pria mungkin berbeda dengan

siswa perempuan. Karakteristik kepuasan anggota kelompok

siswa secara individual antara lain tercermin dari keterbukaan

berkomuikasi antaranggota, kerajinan, tidak terlalu mempunyai

“perhitungan” dalam bekerja, berkurangnya keluhan,

berkurangnya pembicaraan mengenai guru dan kebutuhan

rekan sekelas, tingkat kehadiran tinggi, dan lain-lain. Ukuran

efektivitas ini bisa kuantitatif dan bisa pula kualitatif.

d. Produk kreatif kelompok. Banyak hal berkembang sendiri

didalam kelas jika kondusinya kondusif untuk itu. Oleh karena

itu, salah satu ciri kelompok siswa yang efektif adalah

kemampuan kelompok itu menumbuhkan kreativitas

anggotanya. Cara kerja anggoatanya dalam organisasi atau

kelompok itu tidak selalu dituangkan kedalam format khusus,

demikian juga cara kerja guru dan siswa. Cara kerja mereka

seni atau kiat yang berbeda pada masing-masing individu

siswa. Oleh sebab itu, tuntutan akan konformitasyang

berlebihan akan menjadi bomerang bagi siswa.

e. Intensitas emosi yang dicapai oleh siswa karena dia menjadi

anggota kelompok. Intensitas diukur dengan ketaatan yang

lebih tinggi karena menjadi anggota kelompok siswa atau rasa

16

Page 17: Makalah Manajemen Kelas

memiliki dengan kadar tinggi karena termaksud kelompok

yang ikut berjuang untuk memilikinya.

Pada akhirnya yang menjadi dasar pengukuran efektivitas

rombongan belajar dikelas adalah keragaman kelompok dan keinginan

setiap siswa secara individual. Berbeda kelompok, berbeda pula

ukuran efektivitasnya. Pada tataran yang lebih luas, apabila kita

bertanya efektivitas kelompok, pertanyaan lanjutan yang muncul

adalah “efektif untu siapa?” Efektivitas kelompok dan ukuran

efektivitas kelompok itu sendiri berdimensi banya, dank arena itu

sering ditemukan kesukaran menentukan efektivitas kelompok,

termasuk kelompok siswa. Setiap individu siswa memasuki suatu

kelompok dari rekan sepermainannya untuk pembagian tujuan dan

ingin mendapatkan kepuasan. Tentu saja sesuatu yang menjadi penentu

kepuasn bagi seorang siswa tertentu, belum tentu bagi yang lainnya.

Kadang-kadang sebagian kelompok siswa sangat efektif, sedangkan

anggota kelompok lainnya tidak.

Pencapain target pestasi sering berjalan timbang. Jika prestasi

ingin dicapai secara cepat, siswa yang sedang belajar mengejar target

itu dapat saja menjadi tertekan. Di pihak lain, jika hubungan

manusiawi yang terlalu ditonjolkan bukan tidak mungkin hasil terbaik

yang dikehendaki tidak terwujud. Misalnya, karena merasa kasihan

pada siswa jika diberi tugas rumah dalam jumlah yang banyak, sangat

mungkin target kurikulum dapat dicapai. Masalahnya adalah

bagaimana mengakomodasikan keduanya, dalam makna prestasi

belajar siswa yang tinggi dapat dicapai secara optimal sejalan dengan

pemenuhan kepuasaan, dan intensitas emosi yang dikehendaki dapat

diwujudkan.

Seperti juga efektivitas, nilai-nilai kepuasan dalam diri

siswapun berbeda dan bervariasi untk setiap siswa sebagai anggota

kelompok sehingga muncullah pertanyaan “memuaskan untuk siapa?”

Ukuran kepuasan sangan kualitatif dan individual, dan karena itu tidk

17

Page 18: Makalah Manajemen Kelas

dapat membuat ukuran tunggal mengenai derajat capaian kepuasan dan

sumber-sumber pemuas itu. Dengan latar budaya guru yang cenderung

“feodalistik” atau “otoriter” misalnya siswa akan cenderung meng-ya-

kan pendapat gurunya meskipun batinnya bertentangan. Bukan tidak

mungkin siswa berbuat atau melakukan tindakan yang bertentangan

dengan hati nurani hanya dengan maksud menyenangkan gurunya.

Dipihak lain, jika dia tidak tersenyum pada saat batinya “seharusnya”

menjerit, dia akan dikucilkan oleh gurunya. Secara kekinian, fenomena

ini seharusnya tidak muncul lagi sejalan dengan pertumbuhan dan

perkembangan profesionalitas guru.

Efektivitas kelompok siswa dapat dilihat dari berbagai sudut

pandang dan dapat dinilia dengan berbagai cara. Setiap kelompok

efektivitasnya hanya dappat diukur dengan ukuran tertentu. Ukuran itu

tidak cocok dipakai untuk mengukur efektivitas kelompok siswa yang

memiliki karakteristik berbeda. Secara luas, kriteria dapat dirumuskan

sebagia penjumlahan sifat-sifat yang dimiliki kelompok tersebut.

Misalnya, digunakan adalah kepuasan yang dicapai dan aktifitas

persaudaraan, disbanding kriteria lain sesuai dengan harapan yang

dikehendaki. Pada kelompok siswa peserta olempiade, kriterianya

adalah memenangi perlombaan, ditandai dengan menerima

penghargaan, piala, uang, dan sebagainya.

Pada satuan pendidikan, ukuran tersebut menjadi sangat

relative. Sesuatu yang dianggap memuaskan oleh kepala sekolah

belum tentu memuaskan bagi guru. Sesuautu yang sangat memuaskan

bagi guru, belum tentu memuaskan bagi siswa. Merujuk pada kriteria

pokok efektivitas kelompok serta tujuan penentuan kriteria itu,

kelompok siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa golongan,

yaitu:

a. Kelompok kerja siswa,

b. Kelompok siswa kreatif,

c. Kelompok siswa seminat atau sehobi,

18

Page 19: Makalah Manajemen Kelas

d. Kelompok bakti social siswa,

e. Kelompok siswa secara tentative,

f. Kelompok siswa yang terbentuk secara kebetulan.

Dalam praktiknya, kelompok-kelompok siswa ini tidak dapat

dipisahkan secara tegas. Dalam kelompok kerja siswa, tidak jarang ada

sub-sub kelompok minat, kreatif, bakti social dan lain-lain. Disamping

itu, perlu diingat dan harus jadi perhatian munculnya klasifikasi tanpa

dasar karena perbedaan kategori hal yang mungkin terjadi. Kelompok-

kelompok khusus dapat saja terbentuk melalui proses yang amat

sederhana. Dilembaga-lembaga sekolah dikenal adanya Kelompok

Kerja Guru (KKG), Munyawara Guru Mata Pelajaran (MGMP),

Panitia Penerima Siswa Baru (PPSB), dan kelompok kerja lainnya

sesuai dengan kebutuuhan. Kecenderungan itu harus berlangsung pada

setiap organisasi social.

2. Ukuran Kelompok Siswa yang Efektif

Varians kelompok siswa menentukan tingkat efektivitasnya.

Krech, Cruthfield, dan Ballachey (1982) merumuskan sebuah teori,

bahwa efektiviitas suatu kelompok tergantung pada karakteristik

structural kelompok itu sendiri, seperti ukuran kelompok, susunan

anggota, struktur, status, dan jalur-jalur komunikasi kelompok itu.

Mengingat bahwa efektivitas suatu kelompok merupakan fungsi

karakteristik truktur kelompok tersebut.

Pertanyaan yang sering muncul pada kalangan teoritis dan

praktis adalah “ mana yang lebih efektif, kelompok besar atau

kelompok kecil?” P      ertanyaan ini penting untuk menentukan jumlah

rombongan belajar siswa per kelas. Studi Kochler (1972) menunjukan

bahwa dalam olah raga Tarik tambang terlihat bahwa kelompok yang

lebih besar dapat menarik lebih kuat daripada kelompok kecil. Akan

tetapi, tidak semua anggota kelompok sisiwa menguluarkan tenaga

tidak maksimal. Perluasan atau penambahan angggota mungkin saja

meningkatkan penampilan kelompok secara keseluruhan, tetapi dapat

19

Page 20: Makalah Manajemen Kelas

pula mengurangi produktivitas masing-masing anggota kelompok itu.

Peningkatan produktivitas kelompok siswa tidak terbanding lurus

dengan penambahan jumlah anggotanya.

Untuk memahami hubungan antara ukuran kelompok siswa dan

penampilan kelompok siswa yang efektif, perlu diteliti bagaimana

perubahan ukuran kelompok itu dapat memengaruhi variable terikat.

Analog dengan kesimpulan ini, jika siswa dikelompokkan dalam

jumlah yang cukup banyak, bukan tidak mungkin tugas kelompok itu

dapat mereka selesaikan lebih cepat. Namun, bukan tidak mungkin

cepatnya menyelesaikan tugas kelompok itu karena salah satu atau

beberapa anggotanya bekerja cepat. Jika demikian, penyelesaian tugas

kelompok ini tidak mempresentasikan sumbangsih masing-masing

anggota kelompok siswa.

Ukuran kelompok menentukan kohesivitas dan kepuasan

anggotanya. Hasil penelitian Seashore (1954) terhadap kohesivitas dari

228 kelompok kerja suatu pabrik yang besar menghasilkan beberapa

kesimpulan. Pertama, kelommpok yang lebih kecil, yang terdiri atas

sebanyak 4 atau sampai dengan 22 anggota, ternyata rata-rata lebih

kohesif daripada kelompok yang lebih besar. Kedua, jangkauan

kohesivitas keompok kecil lebih besar daripada kelompok besar.

Bagaimana kaitan antara ukuran kelompok dan partisipasi

masing-masing anggota ?ukuran kelompok berkorelasi dengan

penyebaran partisipasi. Bales (1951), Stephen, dan Mishler (1952)

merumuskan bebrapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:

a. Jika luas kelompok bertambah besar, contributor yang paling

efektif yang akan memegang peranan dominan. Dalam

kerangka ini, penunjukan keua kelas menjadi penting untuk

diperhatikan, untuk dapat memberi pengaruh kepada siswa

lainnya. Idealnya, ketua kelas adalah siswa yang rajin, pintar,

santun, dan memiliki kemampuan memimpin dan

memengaruhi teman-temannya.

20

Page 21: Makalah Manajemen Kelas

b. Semakin besar kelompok, semakin besar pula jarak partisipasi

antara kotributor yang paling aktif dan anggota kelompok lain.

Dalam kaitan ini, jumlah rombongan belajar per kelas

hendaknya tidak terlalu banyak. Factor kemampuan guru dalam

mengelola kelas menjadi factor yang harus dipertimbangkan.

Dengan kemampuan mengelolah kelas dengan baik, seorang

guru tetap akan mampu melaksanakan pembelajaran secara

relative efektif meskipun jumlah rombongan belajar cukup

besar.

c. Pada kelompok besar, komunikasi cenderung terputus pada

satu orang. Di kelas, gejala ini dapat dikurangi dengan

mengembangkan kelompok seminat atau sehobi. Di kelas, tidak

dihadapkan adanya seorang atau sekelompok siswa mendomisi

yang lain, kecuali untuk tujuan-tujuan pembelajaran yang

produktif.

d. Jumlah orang yang kurang aktif atau kurang mengambil bagian

sebagaimana mestinya dalam suatu keompok akan menjadi

lebih besar pula jika luas kelompok bertambah. Dengan

demikian, tampaknya akan lebih efektif mengelolah

rombongan belajar yang relative kecil daripada rombongan

belajar yang besar.

Di dunia kerja pada umumnya, bertambahnya anggota

kelompok tidak sepenuhnya berdampak negative. Jika luas kelompok

bertambah besar, jumlah ide yang dihasilkan juga bertambah, terutama

jika dalam kelompok itu berkembang suasana egaliter dan demokratis.

Namun, pertambahan itu sangat mungkin tidak sebanding dengan

penambahan jumlah anggota. Secara teoretis, semakin besar kelompok,

semakin banyak pula anggota yang mengalami hambatan

berpartisipasi.

Factor lain yang turut menentukan kohesivitas anggota

kelompok siswa adalah tantangan yang muncul dari subtugas itu. Jika

21

Page 22: Makalah Manajemen Kelas

seorang siswa hanya bertugas untuk memelihara kebun

percobaan,ternak itik percobaan, tanaman obat percobaan dan lain-lain,

ukuran kohesivitasnya sangat sulit ditemukan karena pekerjaanya

demikian. Pembahasan partisipasi yang dialami siswa sebagai anggota

kelompok rombongan belajar yang besar, cenderung memandamkan

penilaian kritis terhadap ide-ide yang disampaikan oleh teman

sepermainannyayang lebih dominan. Produktivitas kelompok kreatif

siswa akan bertaha karena sebagian besar rekan mereka berdiam diri.

Anggota kelompok salah kaprah jika ada teman kelompok diam

diidentikan dengan setuju, dan berbeda pendapat diartikan menolak.

Tugas guru kelas adalah mengoordinasikan perbedaan pendapat

diantara sesama siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan

dinamika kehidupan siswa, bukan anti pendapat.

Ukuran kelompok siswa dilihat juga dalam kaitannya dengan

perilaku guru sebagai manajer kelas. Corak perilaku kepemimpinan

guru kelas dapat dipengaru dengan oleh ukuran kelompok siswa.

Ukuran kelompok berkaitan erat dengan produktivitas. Guru sebagai

manajer kelas dapat memengaruhi cara berfungsi siswa, baik secara

individual maupun kelompok, meskipun untuk mengkajinya tidak

sederhana. Beberapa hasil penelitian tentang hubungan antara besar

atau luas kelompok dengan efektivitas sangat sulit didefinisikan. Hasil

penilitian Krech dkk. (1982) dibawah ini sangat mungkin bermanfaat

bagi pelaksanaan manajemen kelas oleh guru.

a. Antara hasil dengan luas atau besarnya anggota kelompok

terdapat korelasi negative. Kelompok kecil dengan kurang dari

10 orang, perorangan menghasilkan 7% lebih banyak dari

kelompok dengan anggota sebanyak 30 orang atau lebih.

b. Kepuasan (satisfaction) dan efisiensi kerja cenderung

berkurang sejalan bertambahnya unit-unit administrasi.

Semakin banyak unit dalam organisasi, kepuasan dan efisiensi

menjadi semakin berkurang.

22

Page 23: Makalah Manajemen Kelas

c. Dalam proses pemecahan masalah (problem solving),

kelompok kecil (sekitar 3 orang) lebih cepat dan lebih teliti

dalam memecahkan masalah-masalah konkret. Kelompok yang

lebih besar, sekitar 6 orang, lebih cepat dalam memecahkan

masalah-masalah abstrak. Prodik pemikir kuantitatif lebih

mudah dihasilkan kelompok kecil, sedangkan produk

pemikiran kualitatif lebih mudah dihasilkan oleh kelompok

yang lebih besar.

d. Dalam hal efisiensi pemecahan masalah (efficiency of problem

solving) disimpulkan bahwa usaha memperbesar jumlah

peserta dari 2 orang menjadi 4 orang yang mengurangi

kemungkinan membuat kekagagalan. Dengan demikian,

kelompok penecah maslah jangan terlalu kecil dan jangan

terlalu besar. Oleh sebab itu, ada pembatas jumlah maksimal

anggota kelompok untuk mencapai hasil yang optimal. Besar

optimal dari anggota kelompok merupakan fungsi kekompakan

dalam melaksanakan tugas atau derajat ketidak seragaman

(hitrogenity) kemampuan dan keterampilan yang diperlukan

untuk tugas itu dari anggota-anggota yang ada.

3. Susunan Kelompok Yang Efektif

Merujuk pada beberapa hasil penilaian dapat disimpulakan

bahwa factor dominan dari efektifitas pencapaian tujuan oleh

kelompok. Beberapa factor penentu dimaksud adalah karakteristik-

karakteristik perseorangan tiap anggota yang membentuk kelompok

itu, dan kombinasi atau pola kepribadian yang relative menetap yang

membentuk kelompok itu.

Haython (1953 mengadakan penelitian tentang karakteristik

perorangan anggota kelompok dan pengaruhnya terhadap perilaku

kelompok. Hayton menyimpulkan sebagai berikut :

23

Page 24: Makalah Manajemen Kelas

a. Perilaku kerja sama, efisiensi dan pengertian mempunyai

hubungan posirif dengan kelancaran kerja dan produktivitas

kelompok.

b. Perangi perorangan, seperti sifat argesif, percaya pada diri

sendiri, inisiatif minat pada pemecahan masalah serta

perseorangan, serta sifat otoriter, cenderung mengurangi

kohesivitas dan persahabatan.

c. Sifat ramah berlebihan dapat mengurangi motivasi kelompok

serta persaingan, tetapi dapat meningkatakan persahabatan dan

minat dalam interaksi social dalam anggota.

d. Kematangan dan sifat dapat menyesuaikan diri serta menerima

orang lain dapat menunjang cara kerja efektif dari kelompok.

e. Sifat curiga, eksentrik dan tidak peduli terhadp teman

cenderung melemahkan kelancaran kerja kelompok.

4. Kombinasi Pola Pribadi Anggota

Pola pribadi siswa didalam kelas tidak terlalu menetap tetapi

situasional. Masalah yang sama dapat saja direspon oleh siswa secara

berbeda jika situasinya berbeda. Dalam keadaan biasa, masalh tertentu

dihadapi oleh siwa dengan cara yang biasa pula. Pada kondisi tidak

biasa, masalh yang sama sering dihadapi oleh siswa dengan cara yang

berbeda, seperti menggerutu, destruktif, menghindarkan dir dan lain-

lain.

Pola keanggotaan kelompk siswa daa dua jenis, yaitu pola

keanggotaan homogen dan dan pola keanggotaan kompatibel. Siswa

yang mempunya penilaian, sikap dan minat yang sama cenderung

membentuk kelompok yang stabil dan tahan lama setidaknya selama

mereka berad dikelas yang sama. Kelompok siswa yang homogentidak

saling mengingkari , meskipun situasinya berbeda. Jika ada diantara

kelompok siswa yang hanya ingin mengambil keuntungan dari

persahabatan itu tanpa mau mengambil resiko, berarti dia tidak berada

pada pola keanggotaan yang homogeny. Keseragaman atau ketidak

24

Page 25: Makalah Manajemen Kelas

seragaman anggota kelompok siswa dapat memengaruhi hubungan

antara sesame mereka dan menentukan produktivitas kelompok siswa

itu.

Kelompok homogeny dapat membantu produktivitas,

sedangkan kelompok heterogen yang dapat dikendalikan secara baik

membuat produktivitas semakin tinggi. Meskipun begitu, praktiknya

tidak selalu demikian karena bnyak factor penentu produktivitas ,

seperti sarana dan prasarana, iklim kerja, ketentuan jam kerja, sitem

imbalan dan lain-lain. Oleh karena itu homogenitas kelompok dapat

nenunjang produktivitas, dapat sebaliknya, yaitu menurunkan

produktifitas.

Pola keanggotaan kompetibel merupakan factor yang sangant

penting. Penelitian Schutz (1957), mengenai pengaruh kompatibilitas

kelompok terhadap produktivitas, menghasilka kesimpulan berikut

ini.Pertama, pengaru kompatibilitas terhadap produktifitas sangat

positif. Produktifitas meningkat sejalan dengan meningkatnya

kerumitan tugas. Kedua, pada pemecahan masalah yang sederhana,

yang tidak memerlukan kerja sama antaranggota, tidak terdapat

perbedaan yang nyata antara kelompok yang kompatibel dan yang

tidak kompatibel. Semakin rumit masalah yang dihadapi dalam

pekerjaan, semakin nyata bahwa kelompok yang kompatibel lebih baik

penampilannya yang tidak kompatibel.

25

Page 26: Makalah Manajemen Kelas

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Di Negara maju reformasi pendidikan berporos pada

desentralisasi.Sejak tahun 1960-ansampai 1990-an di Amerika Serikat

telah berjalan “empat generasi” gerakan reformasi manajemen pendidikan

yang semuanya menjurus kepada desentralisasi hingga sampai kepada

istilah MBS. MBS merupakan pengindonesiaan dari school-based

management (SBM) atau school-site management (SSM).

Konsep manajemen kelas hingga mencapai bentuknya sekarang

telah menempuh perjalanan sejarah cukup panjang atau mengalami

evolusi. Hal ini, antara lain ditentukan oleh pemikiran filosofis

kependidikan, kemajuan budaya masyarakat, dan skema pemikiran

mengenai makna kelas.

Pendekatan atau metode yang dipakai dalam proses manajemen

kelas telah mengalami perubahan cukup drastis, dengan tetap

memosisikannya memiliki kaitan erat satu sama lain.

Pada fenomena guru pemula sering terjadi ketidakpahaman dalam

hal-hal tertentu terkait proses pembelajaran, sehingga pemerintah bersama

mendiknas mengeluarkan program induksi yaitu program pengarahan bagi

guru pemula agar dapat menciptakan guru handal yang profesional yang

mampu menciptakan generasi baru yang cerdas.

Pada manajemen kelas bagi guru pemula terdapat tiga area isu

krusial dari keahlian yang perlu dimiliki oleh guru pemula, yaitu

pengetahuan tentang cara mengelola kelas, pengetahuan di bidang mata

pelajaran atau penguasaan bahan ajar, pembelajaran tentang latar belakang

sosiologikal dari para siswa yang dididik. Selain itu guru dituntut untuk

memiliki tiga area keahlian : perencanaan, manajemen, dan pengajaran.

Beberapa peran guru kelas yaitu peran guru dalam

pengorganisasian kelas, peran guru dalam pengaturan tempat duduk, peran

guru dalam pengaturan alat-alat pelajaran, peran guru dalam pemeliharaan

26

Page 27: Makalah Manajemen Kelas

keindahan ruangan kelas, peran guru dalam pengaturan cahaya, ventilasi,

akustik dan warna, serta peran guru dalam menciptakan keteraturan

(establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating

learning).

Ukuran produktivitas, efesiensi dan efektivitas kelompok siswa itu

berbeda masing-masing kelas, apabila menurut kriteria dan kepentingan

siswa secara individual. Ukuran produktivitas aktivitas rombongan belajar

dengan pendekatan teoritis, berbeda dengan rombongan belajar ddengan

pendekatan praktik. Ukuran produktivitas kegiatan belajar di kelas berbeda

dengan kegiatan sejenis diluar kelas. Demikian juga, ukuran hasil belajar

di laboratoeium atau di objek-objek studi di luar kampus sekolah.

Sebagai manajer, guru dituntut dapat memberikan kekuatan formal

dan personal melalui tata kelola rombonagn belajar dan semua daya

dukungnya secara dinamis dan efektif dan efisien. Rombongan belajar

yang tidak mampu menciptakan dinamika proses pembelajaran yang baik

akan terjebak kedala kejenuhan. Sebaliknya, kelompok siswa yang dapat

membangun dinamika yang dinamis untuk pembelajaran senantiasa dapat

memupuk semangat belajarnya secara kontinu.

B. Saran

Sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, juga

sebagai calon guru yang nantinya akan menjadi guru pemula sudah

semestinya memahami sejarah manajemen kelas, manajemen kelas dan

guru pemula, serta kelas sebagai kelompok efektif dan sebaiknya

memahami pula materi-materi yang berkaitan dengan manajemen kelas

yang lain agar bisa memanajemen kelas dengan baik nantinya.

27

Page 28: Makalah Manajemen Kelas

DAFTAR PUSTAKA

Fattah, Nanang., 2000. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosda Karya.

Sudarwan Danim dan Yunan Danim. 2010. Administrasi Sekolah dan ManajemenKelas. Bandung : Pustaka Setia.

Adjie, Warsito. 2012. Sistem Penjaminan Profesionalisme Guru Pemula melaluiProgram Induksi. diunduh dari http://warsitoadjie.blogspot.com/2012/01/sistem-penjaminan-profesionalisme-guru.html pada tanggal 2 januari 2015.

http://gurukreatif.wordpress.com/ diakses pada tanggal 3 januari 2015.

28