MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

16
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit auto imun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh. SLE menyerang wanita kira-kira delapan kali lenih banyak dari pria. Penyakit ini sering kali berawal pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Di amerika serikat , penyakit ini menyerang wanita kulit hitam tiga kali lebih sering dari pada wanita kulit putih. Jika penyakit ini baru muncul pada usia diatas 60 tahun, biaanya akan lebih mudah untuk diatasi. Semula lupus eritematosus sistemik digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang menyerupai kupu-kupu, melintasi tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi. Gambaran ini menyerupai gigitan serigala (lupus dalam bahasa latin yang berarti serigala). Lupus diskoid adalah nama yang sekarang

description

jhh

Transcript of MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

Page 1: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit auto imun yang kronik

dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa

bermacam-macam, bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka yang

pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh. SLE menyerang

wanita kira-kira delapan kali lenih banyak dari pria. Penyakit ini sering kali berawal pada

akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Di amerika serikat , penyakit ini menyerang

wanita kulit hitam tiga kali lebih sering dari pada wanita kulit putih. Jika penyakit ini baru

muncul pada usia diatas 60 tahun, biaanya akan lebih mudah untuk diatasi.

Semula lupus eritematosus sistemik digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada

sekitar tahun 1800-an, dan diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang menyerupai kupu-

kupu, melintasi tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi. Gambaran ini menyerupai

gigitan serigala (lupus dalam bahasa latin yang berarti serigala). Lupus diskoid adalah nama

yang sekarang diberikan pada penyakit ini apabila kelainannya hanya terbatas pada gangguan

kulit.

SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan penyambung difus yang

etiologinya tidak diketahui. Kelompok ini meliputi SLE, skleroderma, polimiositis, artritis

reumatoid, dan sindrom sjogren. Gangguan-gangguan ini sering kali memiliki gejala-gejala

yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya dan dapat tampil secara bersamaan,

sehingga diagnosis menjadi sulit untuk ditegakkan secara akurat. SLE dapt bervariasi dari

satu gangguan ringan sampai sampai suatu gangguan yang bersifat fulminan dan mematikan.

Page 2: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

Namun demikian, keadaan yang paling sering ditemukan adalah keadaan eksaserbasi atau

hanpir remisi yang berlangsung untuk waktu yang lama. Identifikasi awal dan

penatalaksanaan SLE biasanya dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dari SLE biasanya dapat membingungkan, terutama pada awalnya.

Gejala yang paling sering adalah atritis simetris atau atralgia, gangguan ini dapat ditemukan

pada sekitar 90% dari seluruh kasus, sering kali sebagai manifestasi awal. Sendi-sendi yang

paling sering terserang adalah sendi-sendi proksimal tangan, pergelangan tangan, siku, bahu,

lutut, dan pergelangan kaki. Poliartritis SLE berbeda dari artritis reumatoid karena jarang

bersifat erosif atau menimbulkan deformitas. Nodula subkutan juga jarang ditemukan pada

penyakit lupus eritematosus sistemik.

Gejala-gejala konstitusional adalah demam, rasa lelah, lemah, dan berkurangnya berat

badan yang biasanya timbul pada masa awal penyakit dan dapat berulang dalam perjalanan

penyakit ini. Keletihan dan rasa lelah bisa timbul sebagai gejala sekunder dari anemia ringan

yang ditimbulkan oleh SLE.

Manifestasi kulit mencakup ruam eritematosa yang dapat timbul pada pipi, leher, dan

anggota gerak, atau pada tubuh. Kira-kira 40% dari penderita SLE memiliki ruam khas

berbentuk kupu-kupu. Sinar matahari dapat memperburuk ruam kulit ini. Dapat timbul

alopesia (rambut rontok), yang mana kadang-kadang dapat menjadi berat. Rambut biasanya

Page 3: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

dapat tumbuh kembali tanpa masalah. Juga, dapat terjadi ulserasi pada mukosa nulut dan

nasofaring.

Pleuritis (nyeri dada) dapat timbul akibat proses peradangan kronis dari SLE. SLE

juga dapat menyebabkan karditis yang menyerang miokardium, endokardium, atau

perikardium.

Fenomena Raynaud timbul pada sekitar 40% pemderita SLE. Beberapa kasus dapat

sangat berat sehingga dapat terjadi ganggren pada jari. Vaskulitis dapat menyerang semua

ukuran arteria dan vena.

Nefritis lupus timbul pada waktu antibodi antinuklear (anti-DNA) melekat pada

antigennya (asam deoksiribonukleat, atau DNA) dan diendapkan pada glomerulus ginjal.

Biasanya DNA tidak bersifat antigenik pada orang normal tetapi dapat menjadi antigenik

pada penderita SLE. Komplemen terfiksasi pada komplek imun ini, dan proses peradangan

dimulai. Akibatmya terjadi peradanngan ginjal, kerusakanm jaringan dan pembentukan

jaringan parut.

Kira-kira 65% dari penderita SLE akan mengalami gangguan pada ginjalnya. Tetapi

hanya 20% yang menjadi berat. Nefritis lupus diketahui dengan melakukan pemeriksaan

adanya protein dan sel darah merahatau silinder di dalam air kemih. Untuk mendapatkan

diagnosis pasti mkungkin perlu dilakukan biopsi ginjal.

SLE juga dapat ,meyerang sistem saraf pusat maupun perifer. Gejala-gejala yang

ditimbulkannya meliputi perubahan tingkah laku (depresi, psikosis), kejang-kejang, gangguan

Page 4: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

saraf otak, dan neuropati perifer. Perubahan-perubahan pada sistem saraf pusat sering

berkaitan dengan bentuk penyakit yang ganas dan seringkali bersifat patal.

DIAGNOSIS

The american rheumatism association telah mengembangkan kriteria untuk memilah

SLE, adanya empat atau lebih dari ke-11 kriteria baik secara serial maupun simultan cukup

untuk menegakkan diagnosa.

1. Ruam di daerah malar

2. Ruam diskoid

3. Foto sensitivitas

4. Ulkus mulut

5. Artritis (tidak erosif, pada dua atau lebih sendi-sendi perifer)

6. Serositis : pleuritis atau perikarditis

7. Gangguan pada ginjal: proteinuria persisten yang lebih dari 0,5 g/hari, atau adanya

silinder selular.

8. Gangguan neurologik: kejang-kejang atau psikosis

9. Gangguan darah: anemia hemolitik, leukopenia, limfopenia, atau trombositopenia

10. Gangguan imunologik: sel-sel lupus erimatosus (LE) positif, anti-DNA, anti-Sm, atau

suatu ujicoba serologik positif palsu untuk sifilis

11. Antibodi antinuklear

LUPUS ERITEMATOSUS KARENA OBAT

Page 5: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

Ada sejumlah obat yang dapaat menginduksi penyakit SLE pada orang-orang yang

peka. Sindrom ini memberikan gejala-gejala yang hampir menyerupai gejala-gejala SLE,

termasuk uji antinuklear antibodi (ANA) yang positif, tetapi jarang menyerang ginjal dan

sistem saraf pusat. Gejala-gejala SLE yang timbul akan menghilang dalam waktu beberapa

minggu setelah obat yang menyebabkannya dihentikan. Hasil pemeriksaan ANA akan

kembali menjadi negatif dalam waktu beberapa bulan kemudian. Hidralazin dan prokainamid

adalah dua dari kelompok obat-obatan yabg paring sering menimbulkan gangguan ini. Selain

itu ada juga beberapa obat yang mampumenimbulkan ANA positif, misalnya penisilamin,

isoniazid, klorpromazim dan obat-obatan anti konvulsan seperti barbiturat, fenitoid,

etosuksimid, metsuksimid, dan primidon. Beberapa obat dapat menyebabkan eksaserbasi SLE

pada penderita yang sebelumnya berada dalam keadaan remisi. Kelompok ini mencakup

sulfonamid, penisilin, dan kontraseptif oral.

UJI LABORATORIUM

Antibodi antinuklear positif pada lebih dari 95% penderita SLE. Pemeriksaan ini

dilakukan untuk mengetahui akan adanya antibodi yang mampu menghancurkaninti dari sael-

sael tubuh sendiri. Selain mendeteksi adanya ANA, juga berguma untuk mengevaluasi pola

dari ANA dan antibodi yang spesifik. Pola ANA dapat diketahui dari pemeriksaan preparat

yang diperiksa di bawah lampu ultraviolet. Suatu pemeriksaan banding untukmengetahui tipe

ANA spesifik saat ini sudah dapat di lakukan, dan pemeriksaan ini berguna untuk

membedakan SLE dari tipe-tipe gangguan lain. Antibodi terhadap DNA untai ganda

(dsDNA) , merupakan uji spesifik untuk SLE. Gangguan reumatologik lain dapat juga

menyebabkan ANA positif, tetapi antibodi anti-DNA jarang ditemukan kecuali SLE.

Page 6: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

Laju endap darah pada penderita SLE biasanya meningkat. Ini adalah uji nonspesifik

untuk mengukur peradangan dan tidak berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit.

Uji laboratorium yang sudah dipakai sebelumnya dan yang terkadang masih dipakai

sampai sekarang adalah uji faktor lupus eritematosus. Sel LE dibentuk dengan merusak

beberapa sel darah putih penderita sehingga sehingga sel-sel tersebut mengeluarkan

nukleoproteinnya. Protein ini bereaksi dengan IgG, dan kompleks ini difagositosis oleh sael

darah putih normal yang masih ada. Sel LE mudah dikenali. Faktor ini biasanya dapat

ditunjukkan dalam perjalanan penyakit apabila pemeriksaan cukup sering dilakukan. Sel LE

dapat ditemukan pada gangguan sistemik lain dari penyakit golongan reumatik yang juga

diperantarai oleh imunitas.

Air kemih diperiksa untuk mengetahui adanya protein, sel darah putih, sel darah

merah, dan silinder. Uji ini dilakukan untuk menentukan adanya komplikasi ginjal dan untuk

memantau perkembangan penyakit ini.

PENALATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita SLE bersifat multifaset dan meliputi penyuluhan, terafi

obat yang kompleks, dan tindakan-tindakan pencegahan. Periode timbulnya penyakit ini

tersering adalah pada akhir masa remaja, dan awal dari masa dewasa dari seorang wanita.

Karena masa ini adalah tahun-tahun reproduksi yang paling prima, maka diperlukan

penyuluhan serius dalam mengambil keputusan akan memiliki anak atau tidak. Kehamilan

Page 7: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

dapat menyebabkan timbulnya SLE, yang dapat berbahaya pada wanita yang memiliki

kerusakan ginjal. Obat-obatan sitotoksik mungkin diperlukan untuk mengendalikan penyakit

ini, dan obat-obatan ini sangat berpotensi untuk mencelakakan bayi dalam kandungan.

Metode kontraseptif tidak boleh dengan memakai obat-obatan oral, karena kontraseptif oral

dapat memperberat SLE. Alat yang dimasukkan dalam kandungan dapat menjadi suatu

masalah bagi wanita yang mendapatkan pengobatan dengan kortikosteroid sistemik, karena

adanya potensi menimbulkan infeksi.

Terapi dengan obat bagi penderita SLE mencakup pemberian obat-obat anti radang

nonsteroid (AINS), kortikosteroid, anti malaria, dan imunosupresif. Pemilihan obat yang

sesuai tergantung pada organ-organ yang terserang oleh penyakit ini. AINS dipakai untuk

mengatasi atritis dan artralgia. Aspirin lebih jarang dipakai karena memiliki insidens

hepatotoksik tertinggi, dan sebagian penderita SLE juga mengalami gangguan pada hati.

Penderita SLE juga memiliki resiko tinggi terhadap efek samping obat-obatan AINS pada

kulit, hati dan ginjal. Sehingga pemberiannya harus dipantau dengan seksama.

Pemberian anti malaria kadang-kadang dapat efektif apabila AINS tidak dapat

mengendalikan gejala-gejala SLE. Biasanya anti malaria mula-mula diberikan dengan dosis

tinggi untuk memperoleh keadaan remisi. Bersihnya lesi kulit merupakan parameter untuk

memantau pemakaian dosis. Pemberian imunosupresif (siklofosfamid atau azatioprin) dapat

dilakukan untuk menekan aktivitas autoimun SLE. Obat-obatan ini biasa dipakai ketika (1)

diagnosis pasti sudah ditegakkan, (2) adanya gejala-gejala berat yang mengancam jiwa, (3)

kegagalan tindakan-tindakan pengobatan lainnya, misalnya bila pemberian steroid tidak

memberikan respon atau bila dosis steroid harus diturunkan karena adanya efek samping, dan

(4) tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma.

Page 8: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

Serangan akut SLE, terutama pada mereka yang juga memiliki nefritis interstisial,

diobati dengan kortikosteroid oral dosis tinggi untuk waktu yang sangat singkat. Dosis obat-

obatan ini biasa dikurangi setelah beberpa minggu. Baik SLE dan kortikosteroid sistemik

dapat menimbulkan perubahan tingkah laku dan akan sulit untuk dibedakan.

Pengobatan yang masih bersifat eksperimen untuk penderita SLE termasuk

penyinaran limfoid total untuk mengubah sistem imunitas, dan pertukaran plasma untuk

mengurangi konsentrasi antibodi intravaskular, kompleks imun, dan mebiator peradangan

lainnya.

Aspek penting dari pencegahan serangan SLE adalah menghindari terkena sinar

ultraviolet. Bagaimana sinar matahari dapat menimbulkan serangan SLE masih belum dapat

dimengerti sepenuhnya. Salah satu penjelasan adalah DNA yang terkena sinar ultraviolet

secara normal akan bersifat antigenik, dan hal ini akan menimbulkan serangan setelah terkena

sinar. Penderita SLE harus dianjurkan untuk memakai payung, topi, dan baju lengan panjang

apabila keluar rumah. Untuk anak remaja, mengikuti nasihat ini mungkin akan sulit. Tabir

surya dengan faktor proteksi 15 harus dipakai untuk menahan sinar ultraviolet. Tabir

matahari ini harus dipakai setelah berenang atau setelah berolah raga berat. Penderita juga

harus diberi daftar obat-obatan yang dapat menimbulkan serangan penyakit, agar timbulnya

penyakit akibat pemakaian obat-obatan ini dapat dicegah.

Page 9: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

PROGNOSIS

Prognosis untuk SLE bervariasi dan tergantung pada keparahan gejala, organ-organ

yang terlibat, dan lama waktu remisi dapat dipertahankan. SLE tidak dapat disembuhkan,

penatalaksanaannya ditujukan untuk mengatasi gejala. Prognosis berkaitan dengan sejauh

mana gejala-gejala ini dapat diatasi.

Page 10: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi ALLAH SWT serta atas berkat rahmat dan karunia-Nya

jualah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas kelompok ini yang berjudul “

LUPUS ERITEMATOSUS ”.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah KMB III. Saya sadar bahwa apa yang

kami buat ini masih ada banyak kekurangannya, untuk itu kritik yang membangun dan saran

dari semua pihak sangat kami harapkan.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

hingga terselesainya tugas ini. Semoga apa yang kami buat ini bermanfaat bagi kita semua,

terutama bagi si pembuat sendiri. AMIN.

Sampit, April 2007

Penulis

DAFTAR PUSTAKA

Price , A sylvia. Lorraine M. Wilson. 1995 . PATOFISIOLOGI Konsep klinis proses-proses

penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Burnside – Mc Glynn . 1995. Diagnosis Fisik. Edisi 17. Jakarta EGC.

Page 11: MAKALAH Lupus Eritematosus Sistemik