Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

24

Click here to load reader

Transcript of Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

Page 1: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN BERBASIS ORGANIK DAN

MIX-FARMING SYSTEM

DIDUKUNG OLEH

MANAJEMEN LAHAN YANG BERKELANJUTAN

(SUSTAINABLE LAND MANAGEMENT)

DI DAERAH IKLIM TROPIKA BASAH

Oleh:

Tjandramukti

Direktur Aneka Usaha Tani Budi (BMF)

Purwodadi - Grobogan

Disampaikan dalam:

LOKAKARYA DAN STUDI BANDING DENGAN TEMA

MANAJEMEN MIX-FARMING BERBASIS AGROBISNIS PETERNAKAN SAPI

Yogyakarta, 4 - 7 Mei 2004

SMALL AND MEDIUM ENTERPRISESDEVELOPMENT CENTREGADJAH MADA UNIVERSITYSMEDC

Page 2: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

I. PENDAHULUAN

Lebih dari seabad yang lampau, Malthus meramalkan akan timbulnya kesuraman dan

malapetaka bagi umat manusia di dunia karena lahan tidak mampu lagi mendukung

produksi pangan yang cukup bagi kebutuhan umat manusia, yang populasinya makin

meningkat. Ramalan ini belum terbukti karena peningkatan produksi hasil pertanian dunia

yang meningkat sangat tinggi selama 50 tahun terakhir. Peningkatan produksi hasil

pertanian yang masih mampu memenuhi kebutuhan pangan dunia adalah sebagai

dampak dari high intensive input technology revolusi hijau yang didukung benih unggul,

benih hibrida, benih GMO, pemupukan anorganik dosis tinggi, penggunaan pestisida dan

herbisida kimia, pengairan irigasi, pengairan dengan sumur pantek dan mekanisasi

pertanian.

Dari dampak high intensive input technology revolusi hijau tersebut, Club of Rome

meramalkan akan timbulnya kesuraman dan malapetaka produksi pangan dunia yang

disebabkan dari pencemaran bahan kimia yang akan merusak lingkungan hidup dunia

(ekosistem dunia). Kerusakan ekosistem pada lahan pertanian bisa berupa penurunan pH

(keasaman lahan), peningkatan salinitas lahan dan keracunan mineral B (boron) akibat

akumulasi air sumur pantek. Pencemaran nitrat sumber mata air dan penguapan gas

NO2/NO, karena pemupukan pupuk N dosis tinggi dan kesalahan dalam aplikasi menjadi

salah satu penyebab pemanasan iklim bumi. Pencemaran pestisida produk pertanian dan

air permukaan, kemerosotan produksi akibat pemupukan P dosis tinggi dan terus

menerus berdampak pada terikatnya hara mikro Zn (zinc), sehingga tidak tersedia bagi

tanaman. Zn adalah prekursor phyto hormon auksin (IAA = Indole Acetic Acid) dan

prekursor enzymatic untuk proses respirasi.

Berdasarkan penelitian para ahli, kesuraman produksi pangan dunia yang berupa

kemerosotan produksi pangan (leveling off) disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:

1. Faktor intrinsik, sebagai penyebab degradasi lahan pertanian:

a. Pencemaran bahan kimia yang merusak ekosistem, seperti yang telah

diprediksi oleh Club of Rome.

b. Erosi tanah mineral dan organik tanah, terutama di lahan dataran tinggi

dan marginal, sebagai penyebab penurunan daya dukung tanah

1

Page 3: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

c. Gundulnya hutan-hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air

hujan, sebagai penyebab rendahnya ketersediaan air tanah akibat

rendahnya resapan air hujan.

2. Faktor ekstrinsik (faktor iklim dan intensitas matahari), sebagai penyebab

perubahan iklim global:

a. Meningkatnya temperatur bumi yang menyebabkan perubahan iklim global

berupa perubahan phenomena-phenomena alam seperti misalnya

timbulnya badai, El Nino dan La Nina. Hal ini diakibatkan oleh emisi gas

bumi yang makin meningkat, yang juga menyebabkan terjadinya efek

rumah kaca dan peningkatan evapo-transpirasi. Peningkatan emisi gas

bumi tersebut adalah:

i. Peningkatan emisi gas CO2 dan CO di atmosphere sebagai

dampak penggunaan bahan fosil sebagai sumber energi (batu bara,

minyak bumi).

ii. Peningkatan emisi gas metan sebagai dampak degradasi bahan

organik di sawah irigasi, embung, waduk, sungai dan tempat

pembuangan sampah akhir.

iii. Peningkatan emisi gas freon (CFC = Chloro Fluoro Carbon)

sebagai dampak dari penggunaan freon sebagai pendingin.

iv. Peningkatan emisi gas NO2 sebagai dampak dari hasil denitrifikasi

hara NO3 (nitrat)

b. Meningkatnya temperatur bumi melampaui temperatur optimal untuk

produksi sehingga menyebabkan penurunan hasil panen. Sebagai contoh,

temperatur di atas 32C saat pengisian malai padi akan menurunkan

produksi padi secara nyata.

Faktor intrinsik penyebab degradasi lahan pertanian ada yang bersifat irreversible (tidak

dapat diperbaharui) dan reversible (dapat diperbaharui). Faktor intrinsik irreversible

hanya mampu dibatasi, sedangkan faktor intrinsik reversible mampu diantisipasi, misalnya

dengan pemupukan.

Faktor ekstrinsik merupakan faktor irreversible, yang hanya mampu diantisipasi

dampaknya. Hal-hal seperti kelebihan air hujan, temperatur bumi yang makin panas dan

2

Page 4: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

kekeringan saat musim kemarau dapat diantisipasi sehingga dampaknya seminimal

mungkin.

Usaha untuk mengantisipasi degradasi lahan, baik yang reversible maupun yang

irreversible sebagai penyebab kemerosotan produksi akibat penurunan daya dukung

lahan terutama di dataran tinggi dan lahan marginal di daerah tropika basah,

membutuhkan manajemen untuk memperbaiki (improvement) daya dukung tanah

(kesuburan tanah) sehingga mampu untuk mengembalikan produksi yang telah

mengalami penurunan menjadi sama seperti sebelum mengalami degradasi, bahkan lebih

tinggi dan berkelanjutan (sustainable).

Manajemen yang mampu memperbaiki kesuburan tanah (improvement) dan mampu

mempertahankan/meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan disebut

Manajemen Lahan yang Berkelanjutan atau Sustainable Land Management (SLM).

II. MANAJEMEN LAHAN YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE LAND

MANAGEMENT)

Degradasi lahan pertanian merupakan penyebab utama penurunan daya dukung lahan

yang dampaknya akan menurunkan produktivitas lahan.

Penyebab degradasi lahan pertanian adalah:

1. Erosi tanah permukaan (top soil) yang disebabkan oleh erosi tanah dan bahan

organik tanah oleh angin, hujan, degradasi oleh perubahan fisik, kimia dan biologi

tanah.

2. Perubahan iklim global yang menyebabkan temperatur bumi semakin meningkat.

3. Ulah manusia dalam mengolah tanah yang tidak mengikuti metode pengolahan

tanah konservasi.

Degradasi lahan pertanian dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu degradasi irreversible dan

degradasi reversible.

3

Page 5: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

1. Degradasi irreversible (degradasi yang tidak dapat diperbaharui)

a. Degradasi yang disebabkan oleh erosi tanah permukaan.

Erosi ini terjadi akibat run off aliran air hujan di permukaan tanah yang

akan menghanyutkan tanah permukaan, sehingga yang tersisa hanyalah

partikel pasir dan kerikil yang daya dukung tanahnya sangat rendah (tidak

subur). Erosi tanah permukaan (tanah mineral) ini termasuk dalam

degradasi irreversible karena untuk meningkatkan daya dukung tanah,

tanah yang telah hanyut ke sungai harus dinaikkan kembali. Tindakan ini

membutuhkan biaya yang sangat tinggi sehingga tidak ekonomis untuk

usaha tani.

b. Degradasi tanah yang disebabkan oleh perubahan temperatur global.

Semakin panasnya temperatur bumi menyebabkan penurunan

produktivitas lahan pertanian.

2. Degradasi reversible (degradasi yang dapat diperbaharui)

a. Hanyutnya organik tanah karena erosi tanah permukaan.

Degradasi organik tanah ini dapat diatasi dengan manajemen pemupukan

pupuk organik. Pupuk organik merupakan bagian dari manajemen lahan

yang berkelanjutan untuk meningkatkan daya dukung lahan yang telah

mengalami degradasi.

Manajemen pemupukan pupuk organik bertujuan untuk:

- Meningkatkan pelapukan batuan induk (pasir dan kerikil) secara biologis

(biological weathering) dalam proses reklamasi pembentukan tanah

mineral baru (proses genesis tanah) yang secara alami berjalan sangat

lambat.

- Meningkatkan Nilai Tukar Kation (NTK) sehingga meningkatkan daya

dukung tanah.

- Menyediakan sumber hara makro, mikro, prekursor phyto hormon,

enzim dan vitamin yang mendukung proses fisiologi pertumbuhan dan

produksi tanaman.

- Meningkatkan kandungan organik tanah sehingga populasi

mikroorganisme tanah yang akan memacu proses mineralisasi akan

meningkat; sebagai dampaknya hara mineral yang terikat organik tanah

menjadi tersedia bagi akar tanaman.

4

Page 6: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

- Menghancurkan (dekomposisi) residu pestisida kimia dalam tanah, yang

berarti mendukung pertanian sehat bebas residu pestisida.

- Meminimalkan serangan organisme pengganggu, sehingga tanaman

lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

- Membentuk dan menstabilkan kondisi fisik, kimia, biologis tanah, dan

meningkatkan agregat tanah sehingga menjadi remah.

- Meningkatkan kemampuan tanah mengikat air.

- Menetralkan ph tanah karena fungsinya sebagai buffer tanah.

- Memacu pertumbuhan akar menjadi vigor, luas dan dalam, sehingga

menjamin kemampuan akar dalam menambang air dan hara tanah.

- Memastikan kandungan organik tanah dalam jumlah yang optimal, yaitu

3% - 5%, yang merupakan indikator keberhasilan manajemen lahan

yang berkelanjutan.

b. Degradasi kimia tanah

Yang termasuk dalam degradasi kimia tanah adalah:

i. Penurunan pH tanah (peningkatan keasaman tanah = acidic soil).

Hal ini dapat diatasi dengan:

- Pemupukan dengan kapur pertanian (kaptan) atau kapur

dolomit.

- Pemupukan dengan pupuk organik untuk meningkatkan pH

tanah, karena perannya sebagai buffer tanah.

- Perubahan pola tanam dari lahan kering menjadi lahan

basah (sawah) untuk meningkatkan pH tanah sehingga pH

tanah mengarah ke netral.

ii. Peningkatan pH tanah (tanah basa = sodic soil). Hal ini dapat

diatasi dengan:

- Pemupukan dengan pupuk yang mengandung sulfat,

misalnya CaSO4 dan ZA

- Pemupukan dengan pupuk organik untuk

menurunkan pH tanah, karena perannya sebagai

buffer tanah.

5

Page 7: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

- Perubahan pola tanam dari lahan kering menjadi

lahan basah (sawah) untuk menurunkan pH tanah

sehingga pH tanah mengarah ke netral.

iii. Dampak dari pertanian intensive input dengan output (hasil

panen) yang tinggi. Praktek ini sangat rentan terhadap

terjadinya degradasi produktivitas lahan yang terutama

disebabkan degradasi hara makro, meso, mikro dan karbon

organik tanah. Timbulnya kekahatan hara tersebut mampu

diperbaharui dengan manajemen pemupukan pupuk

anorganik berimbang dan manajemen pemupukan pupuk

organik.

iv. Kekeringan saat musim kemarau. Hal ini dapat dibatasi

dengan meningkatkan resapan lahan pertanian dengan

pembuatan sumur-sumur resapan di lahan-lahan pertanian.

v. Erosi tanah karena aliran air di permukaan tanah (run off)

sebagai akibat dari kelebihan air di permukaan tanah saat

musim hujan. Hal ini dapat dibatasi dengan meningkatkan

resapan lahan pertanian dengan pembuatan sumur-sumur

resapan di lahan-lahan pertanian.

Antisipasi kekeringan pada saat musim kemarau dan run off pada musim hujan

dengan sumur resapan di lahan petani

Proses mengalirnya air di dalam tanah adalah melalui proses kapilarisasi, baik untuk

aliran air ke permukaan tanah maupun aliran air ke dalam tanah. Air yang dibutuhkan

makhluk hidup di bumi, termasuk untuk industri dan pertanian adalah 100% berasal dari

air hujan. Air hujan yang jatuh ke bumi menjadi air permukaan yang mengalir ke sungai-

sungai dan sebagian tertampung ke waduk, yang akhirnya mengalir ke laut. Sebagian

dari air hujan akan meresap ke dalam tanah dan menjadi air tanah. Bila air tanah jenuh,

air akan penetrasi (turun) ke lapisan tanah yang lebih dalam dan berkumpul menjadi

sungai di bawah tanah. Sungai di bawah tanah merupakan sumber air yang mampu

dimanfaatkan sebagai sumber sumur dangkal, atau sumur artetis yang mampu

6

Page 8: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

menyediakan air bagi kebutuhan hidup manusia dan bagi kepentingan pengairan untuk

pertanian.

Kawasan hutan yang terjaga baik adalah merupakan daerah tangkapan air hujan, yang

mampu meningkatkan resapan air hujan sebagai air tanah dan sumber air bawah tanah,

sehingga menjamin ketersediaan air bagi manusia dan pertanian. Air tanah merupakan

tandon air dalam tanah yang sangat potensial bagi ketersediaan air bagi akar pada saat

kemarau. Bila air tanah tertampung secara optimal pada musim hujan, pada musim

kemarau air tanah mengalir ke permukaan tanah melalui sistem kapilarisasi sehingga

mampu mensuplai kebutuhan air untuk akar.

Sebagai dampak dari penjarahan hutan yang tidak terkendali, fungsi hutan sebagai

daerah tangkapan air tidak optimal, sehingga kapasitas tandon air dalam tanah sangat

rendah. Hal ini menyebabkan timbulnya kekurangan air saat musim kemarau. Pada

musim kemarau, tingkat evaporasi/penguapan air tanah tinggi, tanah mengalami

kekeringan sehingga kapiler tanah juga mengering dan terisi udara.

Saat musim hujan, penetrasi air ke dalam tanah sulit terjadi, karena resapan air hujan

harus menekan udara dalam kapiler. Akibatnya, resapan air hujan ke dalam tanah

terhambat, sehingga meningkatkan aliran air permukaan yang pada akhirnya

menimbulkan run off, bahkan erosi tanah. Untuk mengantisipasi masalah kekeringan

pada saat musim kemarau yang disebabkan oleh rendahnya kandungan air tanah,

dibutuhkan manajemen peningkatkan resapan air di tanah pertanian sehingga tanah

mampu berfungsi kembali sebagai tandon air.

Manajemen lahan yang berkelanjutan untuk antisipasi rendahnya air yang meresap ke

dalam tanah saat musim hujan membutuhkan teknologi tepat guna yang mampu

dikerjakan oleh petani sendiri dan tidak tergantung dari proyek pemerintah, berupa sumur

resapan di lahan petani, terutama lahan tadah hujan dan lahan marginal.

Manajemen Sumur Resapan

Pada lahan tadah hujan dan lahan marginal, kebutuhan air sangat tergantung pada curah

hujan dan kemampuan lahan pertanian dalam meresap air hujan saat musim hujan yang

akan disimpan sebagai tandon air tanah. Kegunaan tandon air tanah adalah sebagai

7

Page 9: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

persediaan air pada saat musim kemarau yang akan dimanfaatkan oleh akar tanaman

sehingga tanaman tidak akan mengalami kekeringan.

Skema sumur resapan

1. Sumur resapan berupa kombong

anyaman bambu dengan ukuran lebar

80 cm dan dalam 2.5 m – 3 m.

2. Agar kombong lebih awet, dikuas

dengan ter atau oli bekas.

3. Dibuat di sebelah drainage, masuk ke

dalam gulutan.

4. Pembuatan menjelang musim hujan.

5. Jangan membuat sumur resapan di

lereng bukit yang terjal karena akan

memacu kelongsoran.

Mekanisme sumur resapan

Bila pada lahan tadah hujan dibuat sumur resapan, minimal 2 sumur resapan tiap ¼ bau

(¼ bau = kurang lebih 0.16 hektar). Saat awal musim hujan, air akan tertampung dalam

sumur resapan. Air sumur resapan mampu penetrasi ke dalam dan ke samping tanah.

Proses kapilarisasi air ke permukaan tanah akan timbul dengan mendesak udara di dalam

kapiler ke permukaan. Dampaknya, bila timbul hujan deras, air hujan sudah mampu

penetrasi ke dalam tanah karena kapiler tanah sudah tidak dihambat oleh udara sehingga

aliran air di permukaan tanah dapat dikurangi. Mekanisme ini juga merupakan suatu

usaha untuk meminimalkan terjadinya run off penyebab erosi permukaan tanah.

Degradasi irreversible sebagai akibat dari terjadinya erosi tanah permukaan, dapat

diantisipasi untuk memperkecil dampaknya. Cara-cara untuk mengantisipasinya adalah

sebagai berikut:

1. Dibuat terasering di tanah marginal dengan derajat kemiringan di atas 30.

8

Tandon

air tanah

Tandon air sungai di bawah tanah

Page 10: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

2. Sistem olah tanah dengan sistem Strip Cropping atau Buffer Strip Cropping

disesuaikan dengan contour lahan.

3. Dibuat sumur resapan di tanah marginal yang relatif datar.

4. Pengolahan tanah secara konservasi saat menghadapi musim hujan (minimum

tillage atau zero tillage).

Kesimpulannya, degradasi tanah yang irreversible hanya mampu diantisipasi dengan

usaha untuk meminimalkan derajat erosi tanah permukaan.

Antisipasi degradasi reversible dengan pemupukan pupuk anorganik, pemupukan pupuk

organik, dan pemupukan dengan pupuk pembenah tanah, merupakan manajemen dalam

usaha untuk meningkatkan lahan pertanian yang mengalami degradasi reversible agar

daya dukung tanahnya mampu ditingkatkan, sehingga mampu berproduksi seperti lahan

sebelum mengalami degradasi. Usaha ini bertujuan agar pertanian mampu berproduksi

secara berkelanjutan (sustainable).

Ketiga jenis degradasi tanah yang telah dijelaskan di atas, yaitu degradasi tekstur tanah

(degradasi karena erosi), degradasi biologis (degradasi organik) dan degradasi kimia

tanah, merupakan degradasi oleh faktor intrinsik. Berikut akan disinggung mengenai

degradasi oleh faktor ekstrinsik.

Degradasi irreversible oleh faktor ekstrinsik

Degradasi ini tidak dapat diperbaharui dan hanya mampu diantisipasi dampaknya

seminimal mungkin, karena sifatnya yang global. Temperatur bumi yang meningkat di

atas temperatur yang favourable untuk produksi optimal menyebabkan penurunan

kualitas dan produktivitas hasil pertanian, karena:

- Temperatur bumi yang tinggi menyebabkan peningkatan penguapan air dari

permukaan daun dan tanah (evapo-transpirasi).

- Temperatur bumi yang meningkat menyebabkan respirasi tanaman meningkat.

Proses respirasi membutuhkan energi hasil rombakan glukosa. Akibatnya,

daun mengalami kelayuan menjelang siang hari, sehingga proses karbon

asimilasi menurun dan berdampak pada penurunan produksi.

- Evaporasi air tanah yang meningkat menyebabkan tanah retak-retak, sehingga

tanaman menjadi rentan terhadap kekeringan dan produksinya akan rendah.

9

Page 11: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

Sebagai akibat dari perubahan iklim global, timbul perubahan iklim atau cuaca yang

ekstrim. Sebagai contoh adalah timbulnya phenomena alam berupa badai yang sulit

diramalkan, timbul kekeringan hebat sebagai dampak dari El Nino dan juga banjir besar

sebagai dampak dari La Nina. Hal ini juga menyebabkan penurunan kualitas dan

produktivitas hasil pertanian.

Manajemen lahan untuk meminimalkan dampak dari degradasi irreversible oleh

faktor ekstrinsik

1. Antisipasi kelayuan daun menjelang siang hari akibat temperatur bumi yang tinggi:

a. Menanam di dataran tinggi yang bertemperatur rendah. Daun menjadi

tebal dan tidak mudah layu karena daun mampu mensintesa Trinoic Acid

yang memiliki fungsi sebagai penebal daun.

b. Untuk dataran rendah yang bertemperatur tinggi, daun tidak mampu

mensintesa Trinoic Acid, sehingga daun menjadi tipis dan mudah layu.

Untuk mengantisipasinya diperlukan metoda hardening dinding sel daun,

untuk membuat daun menjadi tebal dan tahan terhadap kelayuan sebagai

dampak dari temperatur bumi yang meningkat. Dengan demikian proses

karbon asimilasi akan kembali optimal. Salah satu contoh produk yang

bisa digunakan adalah PPC Organik Bio Fert Plus (dikembangkan oleh

Aneka Usaha Tani Budi/ BMF) untuk penyemprotan daun yang berfungsi

untuk hardening dinding sel daun.

2. Antisipasi penguapan air tanah tinggi penyebab kekeringan:

a. Penanaman dengan sistem mulsa jerami atau mulsa plastik hitam perak

b. Pembuatan sumur resapan

c. Penyiraman, baik berupa irigasi, pompanisasi atau sumur pantek

d. Pemupukan dengan pupuk organik untuk memperbaiki tekstur dan agregat

tanah dengan kemampuan mengikat air yang tinggi

10

Page 12: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

Manajemen pemupukan dengan pupuk organik

Degradasi organik tanah di lahan tropika basah adalah sangat cepat, karena erosi tanah

dan dekomposisi yang cepat akibat temperatur tinggi. Kandungan organik tanah yang

optimal (3% - 5%) adalah indikator terjadinya manajemen lahan yang berkelanjutan

(sustainable). Bila kandungan organik tanah di bawah ambang optimal, daya dukung

tanah tidak akan berkelanjutan (non sustainable). Untuk mempertahankan daya dukung

tanah, pemantauan kandungan organiknya mutlak diperlukan.

Usaha-usaha untuk meningkatkan kandungan organik tanah

1. Pemupukan dengan pupuk organik padat, berupa kompos pupuk kandang atau

kompos bahan organik lainnya.

2. Pemupukan dengan ekstrak pupuk organik cair hasil ekstraksi pupuk organik yang

kaya bahan humus. Salah satu contoh produk yang bisa digunakan adalah

ekstrak kompos cair Bio Lemi.

3. Penanaman cover crop leguminoceae (tanaman penutup) di bawah kebun,

misalnya untuk kebun buah, kelapa sawit, kebun karet, dsb., sebagai sumber

pupuk hijau yang akan memperkaya kandungan organik tanah.

4. Pastura tumpang sari antara rumput dan leguminoceae untuk padang

penggembalaan, misalnya di NTB, NTT, Sulawesi, dll.

5. Ley Farming System, yaitu suatu sistem untuk memperbaiki kandungan organik

tanah dengan penanaman leguminoceae selama tiga tahun secara terus menerus.

Selama tiga tahun, hasil panen leguminoceae dibenamkan ke dalam tanah

sebagai pupuk hijau yang kaya bahan organik dan N. Salah satu contoh success

story adalah penerapan ley farming system di tanah marginal Thailand Utara yang

sangat berhasil meningkatkan kandungan organik tanah yang telah mengalami

degradasi. Setelah tiga tahun, daya dukung tanah meningkat dengan produksi

empat kali lipat dibandingkan dengan sebelum penerapan ley farming system.

6. Penanaman kedelai varietas determinate seperti kedelai malabar, yang pada saat

panen daunnya rontok. Daun ini mampu meningkatkan kandungan organik tanah

sehingga meningkatkan daya dukung tanah. Disamping daun tersebut, kedelai

juga kaya akan bakteri rhizobium.

7. Inter cropping dengan tanaman leguminoceae pohon, misalnya tumpang sari

dengan tanaman turi (Sesbania grandiflora). Tanaman turi ini berfungsi untuk

konservasi air dan tanah.

Kelebihan dari tanaman turi adalah:

11

Page 13: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

- Pertumbuhannya cepat dan tidak memerlukan pemupukan

- Perakarannya dalam sehingga meningkatkan resapan air tanah

- Mahkota daunnya tidak menaungi tanaman pokok

- Daun dan rantingnya bisa dipanen untuk pupuk hijau yang akan

meningkatkan kandungan organik tanah. Cara memanen daun turi adalah

dengan memangkas tanaman turi setinggi 1,5 m agar turi bisa bersemi

kembali

- Akar turi kaya akan bakteri rhizobium yang akan meningkatkan kesuburan

tanah.

III. SUSTAINABLE MIX-FARMING

Pembangunan di bidang peternakan sapi di Indonesia merupakan bagian yang tidak

dapat dipisahkan dengan pembangunan di bidang pertanian. Ternak, terutama

ruminansia besar (sapi, kerbau) merupakan organisme heterotropik atau organisme

penghancur/ pencerna bahan organik hasil bio sintesa organisme autotropik (tanaman

sebagai organisme pembentuk bahan organik, termasuk hasil panen dan limbah

tanaman). Hasil pencernaan bahan organik oleh ternak ini menjadi sumber energi,

protein hewani (daging, susu), lemak, mineral dan vitamin bagi ketersediaan pangan

untuk manusia.

Ternak ruminansia, terutama ruminansia besar seperti sapi dan kerbau merupakan

“Biological Industry” yang mampu merombak bahan organik hasil pertanian untuk

kelangsungan hidupnya, bereproduksi dan berproduksi. Sebagai contoh adalah jerami

padi, yang tanpa perlakuan bisa dimanfaatkan sebagai ransum basal sapi. Jerami padi,

yang merupakan limbah tanaman padi dengan kandungan gizi rendah dapat ditingkatkan

nilai gizinya dengan metoda bio fermentasi dengan bio starter probiotik, atau dengan

metoda amoniasi. Jerami fermentasi jika digunakan sebagai pakan sapi akan mampu

meningkatkan produksi.

Mix-farming adalah merupakan usaha peternakan, terutama sapi dan pertanian, yang

bukan merupakan sistem usaha parsial tetapi merupakan sistem usaha integral yang

saling mendukung (Crop Livestock System). Sistem integral ini diarahkan pada upaya

untuk memperpanjang siklus biologis dengan memanfaatkan hasil samping pertanian,

12

Page 14: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

dimana setiap mata rantai dari siklus menghasilkan produk baru yang memiliki nilai

ekonomis yang saling menunjang. Sebagai contoh, limbah pertanian dapat dimanfaatkan

sebagai pakan sapi baik dengan perlakuan atau tanpa perlakuan, atau sebagai bahan

organik dalam pembuatan pupuk organik (kompos). Sementara limbah ternak sapi

(faeces dan urine) dapat diproses sebagai pupuk organik berupa kompos pupuk kandang.

Limbah ternak ini dapat juga dimanfaatkan sebagai media ternak cacing atau media

tanaman jamur dalam upaya untuk memperpanjang siklus biologis. Panenan cacing

digunakan sebagai pakan ikan, panenan jamur memiliki nilai ekonomis sebagai sayur,

sedangkan kascing (bekas cacing) dan kompos ex jamur sebagai pupuk organik

penyubur tanah.

Sistem mix-farming merupakan Zero Waste Farming System dan Ecological Farming

System (Ecofarming). Sistem ini merupakan sistem usaha yang ramah lingkungan, dan

juga berperan sebagai penghasil pupuk organik yang mutlak dibutuhkan untuk

meningkatkan daya dukung tanah dari dampak degradasi produksi lahan pertanian,

dalam menunjang manajemen lahan yang berkelanjutan. Manajemen pemupukan

organik merupakan bagian yang penting dalam meningkatkan kesuburan lahan pertanian

yang berkelanjutan.

IV. PUPUK ORGANIK

Pengertian pupuk organik di Indonesia masih rancu. Sebagai kesepakatan tidak tertulis

dalam undang-undang, yang disebut dengan pupuk organik ialah produk biomas baik

berupa limbah industri pertanian, peternakan dan industri dengan bahan baku organik,

baik melalui proses fermentasi, dekomposisi atau dengan pengeringan sehingga memiliki

standar C/N maksimal 15 dan kandungan N minimal 1,8%.

Dalam bahasa Inggris, pupuk organik dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Organic manure

a. Farm yard organic manure: merupakan bahan organik yang berupa limbah

ternak dan limbah pertanian.

b. Tankage: merupakan limbah pabrik yang berupa ampas organik, seperti

pineapple tankage, citrus tankage, ampas teh, limbah pabrik gula, limbah

fermentasi pabrik anggur dan bir.

13

Page 15: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

2. Organic fertilizer

a. Sisa produksi yang berasal dari ternak, ikan dan hasil pertanian yang

memiliki C/N maksimal 15 dan kandungan N minimal 1,8%. Sebagai

pupuk organik pada umumnya tidak melalui proses dekomposisi atau

fermentasi melainkan melalui proses pengeringan. Pupuk ini kaya akan

kandungan N, P, K dan Ca. Yang termasuk dalam organic fertilizer adalah

pupuk hijau leguminoceae, azolla piñata, bungkil klenteng, bungkil kapas,

bungkil inti kelapa sawit, bungkil kopra, bungkil castor oil, bungkil kedele,

bungkil rape seed, tepung ikan, tepung darah, tepung daging dan tulang

(MBM), tepung bulu, silage ikan, dll.

b. Limbah peternakan, limbah pertanian, tankage, atau kombinasi ketiganya,

yang telah mengalami proses dekomposisi untuk menurunkan C/N agar

mencapai maksimal 15 dan meningkatkan kandungan N agar mencapai

minimal 1,8%. Proses pembuatan kompos dari limbah ternak yang benar

harus mampu memenuhi ketentuan tersebut.

Pupuk organik dengan proses dekomposisi yang benar merupakan pupuk organik yang

menunjang Sistem Pertanian Berbasis Organik, yaitu sistem pertanian yang

menghasilkan produk pertanian bersih, layak konsumsi, dan memenuhi ambang

kesehatan (green product). Produk pertanian yang termasuk dalam kategori green

product merupakan produk pangan permintaan konsumen yang berkembang saat ini,

terutama oleh konsumen yang peduli akan hidup sehat.

V. PERTANIAN BERBASIS ORGANIK

Standar pertanian organik oleh FAO ialah pertanian berbasis organik yang mampu

mengganti 40% kebutuhan hara yang berasal dari pupuk anorganik dengan pupuk

organik.

Sistem pertanian berbasis organik

1. Pertanian Organik (PO)

a. Anti intervensi intensive input. Termasuk di dalamnya anti bibit unggul,

pupuk kimia (pupuk anorganik) dan pestisida kimia. Yang dikehendaki

14

Page 16: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

adalah benih plasma nutfah (non intensive input) seperti yang ditanam oleh

nenek moyang kita, yang lebih efisien akan kebutuhan pupuk (hara).

b. Merupakan pertanian holistic yang didukung oleh proses daur ulang

organisme autotropik–heterotropik dengan proses dekomposisi menjadi

pupuk organik.

c. Menggunakan pemupukan dengan pupuk organik dosis tinggi.

d. Produksi rendah, sehingga menyebabkan biaya produksi tinggi.

e. Merupakan green product.

f. Tidak mampu mendukung Ketahanan Pangan Nasional.

g. Mendukung pertanian yang berkelanjutan.

2. Pertanian Manipulasi Organik

a. Menganut prinsip pemupukan dengan pupuk organik dosis tinggi.

b. Memanfaatkan sisa pupuk anorganik yang terikat tanah dan humoid, atau

memupuk dengan muck soil / night soil yang kaya organik dan hara

mineral.

c. Menggunakan pestisida secara terkendali, terutama pestisida biologis.

d. BEP lebih rendah dibandingkan dengan Pertanian Organik karena

produktivitasnya lebih tinggi.

e. Merupakan green product.

f. Tidak mampu mendukung Ketahanan Pangan Nasional.

g. Mendukung pertanian yang berkelanjutan.

3. Pertanian LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture)

a. Menggunakan pupuk organik (metoda biologis) dengan dosis relatif

rendah, disesuaikan dengan kebutuhan tanaman (low external input).

b. Menggunakan pupuk anorganik sesuai kebutuhan tanaman untuk produksi

secara optimal.

c. Menggunakan pestisida secara terkendali, diutamakan pestisida biologis.

d. Mampu berproduksi optimal dengan BEP relatif rendah.

e. Merupakan green product.

f. Mampu mendukung Ketahanan Pangan Nasional.

g. Mendukung pertanian yang berkelanjutan.

Ketiga sistem pertanian berbasis organik ini membutuhkan pupuk organik. Pemilihan dari

ketiga sistem tersebut di atas adalah tergantung dari selera dan permintaan konsumen

15

Page 17: Makalah Lokakarya SMEDC Tjandramukti BMF

yang berkembang. Untuk Ketahanan Pangan Nasional, Pertanian LEISA merupakan

pilihan utama.

VI. KESIMPULAN

Manajemen pemupukan dengan pupuk organik merupakan bagian yang terpenting dalam

meningkatkan (improvement) daya dukung (kesuburan) lahan pertanian yang saat ini

telah mengalami degradasi, dan merupakan bagian yang penting dalam Manajemen

Lahan Yang Berkelanjutan.

Mix-farming merupakan manifestasi Manajemen Lahan Yang Berkelanjutan yang

berdampak positif terhadap ekosistem lahan pertanian, sehingga mampu meningkatkan

kesuburan dan produktivitas pertanian yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan petani.

*****

16