Makalah KRIMS

9
LABORATORIUM ILMU FARMASI DAN FARMAKOLOGI KLINIK LAPORAN FIELD STUDY KLINIK RAWAT INAP MUSLIMAT SINGOSARI (KRIMS) 1. RESEP 2. EFEK SAMPING OBAT DAN SOLUSINYA METHYLPREDNISOLONE Sediaan: Tablet 4 mg, 8 mg, 16 mg Page 1 of 9 Alfiani Rosyida Arisanti, S.Ked SP/SIP 209.121.0013 Jl. Tata Surya 3 no.8 Malang (085731051412) Praktek : Senin-Sabtu Pkl. 18.00-21.00 Malang, 7 Oktober 2014 R / Methylprednisolone 1/8 tab Ranitidine 6 mg Glucose q.s m.f.l.a pulv dtd No.XV S 3 dd pulv I R / Sodium Chloride nasal drop No.I S 3 dd gtt I

description

ASLI PUNYA FANNY

Transcript of Makalah KRIMS

Page 1: Makalah KRIMS

LABORATORIUM ILMU FARMASI DAN FARMAKOLOGI KLINIK

LAPORAN FIELD STUDY

KLINIK RAWAT INAP MUSLIMAT SINGOSARI (KRIMS)

1. RESEP

2. EFEK SAMPING OBAT DAN SOLUSINYAMETHYLPREDNISOLONESediaan:Tablet 4 mg, 8 mg, 16 mg

Farmakologi:Merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate sebagai agen anti inflamasiEfek Glukokortikoid:Anti-inflamasi (steroidal)

Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit

Page 1 of 6

Alfiani Rosyida Arisanti, S.KedSP/SIP 209.121.0013

Jl. Tata Surya 3 no.8 Malang (085731051412)Praktek : Senin-Sabtu Pkl. 18.00-21.00

Malang, 7 Oktober 2014

R / Methylprednisolone 1/8 tabRanitidine 6 mgGlucose q.sm.f.l.a pulv dtd No.XVS 3 dd pulv I

R / Sodium Chloride nasal drop No.IS 3 dd gtt I

Pro : An. A Ibu : Ny. A

Page 2: Makalah KRIMS

pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.

Indikasi:Abnormalitas fungsi adrenokortikal, penyakit kolagen, keadaan alergi dan peradangan pada kulit dan saluran pernafasan tertentu, penyakit hematologik, hiperkalsemia sehubungan dengan kanker.

Kontraindikasi:Infeksi jamur sistemik dan pasien yang hipersensitif.Pemberian kortikosteroid yang lama merupakan kontraindikasi pada ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.Pasien yang sedang diimunisasi. 

Dosis:Dewasa:Dosis awal : 5 mg – 7.5 mg per hari POMultiple sklerosis: 160 mg sehari PO selama 1 minggu, kemudian 64 mg setiap 2 hari sekali dalam 1 bulan.Anak-anak:Inflamasi : 0.1-2 mg/kgBB/hari PO single dose atau terbagi dalam 2-4 kali per hariAsma akut : 1-2 mg/kgBB/hari PO single dose atau terbagi dalam 2 kali perhariInsufisiensi-adrenokortikal: 0,117 mg/kg bobot tubuh PO atau 3,33 mg per m2 luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi tiga.

Efek samping:Efek samping biasanya terlihat pada pemberian jangka panjang atau pemberian dalam dosis besar, misalnya :- Efek pada saluran cerna:

Mual, muntah, anoreksia yang berakibat turunnya berat badan, peningkatan selera makan yang berakibat naiknya berat badan, diare atau konstipasi, distensi abdominal, pankreatitis, iritasi lambung, ulceratif esofagitis. Juga menimbulkan reaktivasi, perforasi, perdarahan dan penyembuhan peptik ulcer yang tertunda.

- Gangguan cairan dan elektrolit:Retensi sodium yang menimbulkan edema, kekurangan kalium, hipokalemik alkalosis, hipertensi, serangan jantung kongestif.

Page 2 of 6

Page 3: Makalah KRIMS

- Efek muskuloskeletal:Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang tertunda, dan atropi matriks protein tulang yang menyebabkan osteoporosis, retak tulang belakang karena tekanan, nekrosis aseptik pangkal humerat atau femorat, atau retak patologi tulang panjang.

- Insufisiensi adrenokortikal:Dosis tinggi untuk periode lama dapat terjadi penurunan sekresi endogeneous kortikosteroid dengan menekan pelepasan kortikotropin pituitary insufisiensi adrenokortikal sekunder.

- Efek pada mata:Katarak subkapsular posterior, peningkatan tekanan intra okular, glaukoma, eksoftalmus.

- Efek endokrin:Menstruasi yang tidak teratur, timbulnya keadaan cushingoid, hambatan pertumbuhan pada anak, toleransi glukosa menurun, hiperglikemia, bahaya diabetes mellitus.

- Efek sistem syaraf:Sakit kepala, vertigo, insomnia, peningkatan aktivitas motor, iskemik neuropati, abnormalitas EEG, konvulsi.

- Efek dermatologi:Atropi kulit, jerawat, peningkatan keringat, hirsutisme, eritema fasial, striae, alergi dermatitis, urtikaria, angiodema.

- Efek samping lain:Penghentian pemakaian glukokortikoid secara tiba-tiba akan menimbulkan efek mual, muntah, kehilangan nafsu makan, letargi, sakit kepala, demam, nyeri sendi, deskuamasi, mialgia, kehilangan berat badan, dan atau hipotensi.

Peringatan dan perhatian:- Wanita hamil dan ibu menyusui: dapat menyebabkan kerusakan fetus bila diberikan

pada wanita hamil. Kortikosteroid dapat berdifusi ke air susu dan dapat menekan pertumbuhan atau efek samping lainnya pada bayi yang disusui.

- Anak-anak: pemberian dosis farmakologi glukokortikoid pada anak-anak bila mungkin sebaiknya dihindari, karena obat dapat menghambat pertumbuhan tulang. Jika terapi diperlukan harus diamati pertumbuhan bayi dan anak secara seksama. Alternatif terapi, yaitu pemberian dosis tunggal setiap pagi hari, meminimalkan hambatan pertumbuhan dan sebaiknya diganti bila terjadi hambatan pertumbuhan. Dosis tinggi glukokortikoid pada anak dapat menyebabkan pankreatitis akut yang kemudian menyebabkan kerusakan pankreas.

- Pasien lanjut usia : dapat terjadi hipertensi selama terapi adrenokortikoid. Pasien lanjut usia, terutama wanita postmenopausal, akan lebih mudah terkena osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid.

- Sementara pasien menerima terapi kortikosteroid, dianjurkan tidak divaksinasi terhadap Smalpox juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk mencegah kemungkinan bahaya komplikasi neurologi.

Page 3 of 6

Page 4: Makalah KRIMS

- Jika kortikosteroid digunakan pada pasien dengan TBC laten atau tuberculin reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali penyakit yang dapat terjadi.

- Tidak dianjurkan pada pasien dengan ocular herpes simplex karena kemungkinan terjadi perforasi korneal.

- Pemakaian obat ini dapat menekan gejala-gejala klinik dari suatu penyakit infeksi. Tetapi pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Interaksi obat:- Berikan dengan makanan untuk meminimalkan iritasi gastrointestinal.- Penggunaan bersama-sama dengan antiinflamasi non-steroid atau antirematik lain

dapat mengakibatkan risiko gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal.- Penggunaan bersama-sama dengan anti-diabetes harus dilakukan penyesuaian dosis.- Pasien yang menerima vaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama

yang mendapat dosis.

RANITIDINESediaan:Tablet 75 mg, 150 mg; Kaplet 300 mg; Sirup 75 mg/5ml (60 ml, 100 ml, 150 ml); Ampul 25 mg/ml (2 ml)

Dosis :Dosis terapi dewasa : 150 mg, 2 kali sehariDosis maintenance dewasa : 150 mg pada malam hariDosis terapi anak : 2-4 mg/kg/hari tiap 12 jamDosis maintenance anak : 2-4 mg/kb/hr single dose

Farmakologi :Farmakodinamik: Menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor H2 sel-sel parietal lambung, yang menghambat sekresi asam lambung; volume lambung dan konsentrasi ion hidrogen berkurang. ;Tidak mempengaruhi sekresi pepsin, sekresi faktor intrinsik yang distimulasi oleh penta-gastrin, atau serum gastrin.Farmakokinetik:Absorpsi oral : 50%Distribusi : volume distribusi untuk fungsi ginjal normal : 1,7 L/kg; Clcr 25-35 ml/menit:1,76 L/kg; penetrasi melalui sawar darah otak minimal; berdistribusi ke dalam ASI; ikatan dengan protein 15%;Metabolisme di hati menjadi metabolit N-oksida, S-oksida, dan N-desmetil. Bioavailabilitas oral : 48%.Waktu paruh eliminasi oral : untuk fungsi ginjal normal : 2,5-3 jam; Clcr 25-35 ml/menit:4-8 jam; waktu paruh eliminasi IV untuk fungsi ginjal normal : 2-2,5 jam.Waktu untuk mencapai kadar puncak dalam serum : oral : 2-3 jam, IM : <=15 menit.Ekskresi : di dalam urin : oral = 30%, IV = 70% (dalam bentuk tak berubah), feses (sebagai metabolit).

Page 4 of 6

Page 5: Makalah KRIMS

Indikasi :* Tukak lambung dan usus 12 jari* Hipersekresi patologik sehubungan dengan sindrom Zollonger-Ellison

Kontraindikasi :* Penderita gangguan fungsi ginjal* Wanita hamil atau menyusui

Efek Samping :Diare, nyeri otot, pusing dan timbul ruam kulit, malaise, nausea, konstipasi.Penurunan jumlah sel darah putih dan platelet (pada beberapa penderita).Sedikit peningkatan kadar serum kreatinin (pada beberapa penderita).Beberapa kasus (jarang) reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, demam, ruam, urtikaria, eosinofilia).

Perhatian:Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi hati; dibutuhkan penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal; hindari penggunaan pada pasien dengan sejarah porfiria akut (dapat memicu serangan) ;terapi jangka panjang mungkin berhubungan dengan defisiensi vitamin B12; keamanan dan efikasi belum ditetapkan untuk pasien anak-anak usia<1 bulan.

Interaksi Obat :- Makanan tidak mengganggu absorpsi ranitidin- Meningkatkan efek/toksisitas siklosporin (meningkatkan serum kreatinin),

gentamisin (blokade neuromuskuler), glipizid, glibenklamid, midazolam (meningkatkan konsentrasi), metoprolol, pentoksifilin, fenitoin, kuinidin, triazolam

- Mempunyai efek bervariasi terhadap warfarin- Antasida dapat mengurangi absorpsi ranitidin.- Absorpsi ketokonazol dan itrakonazol berkurang- Dapat mengubah kadar prokainamid dan ferro sulfat dalam serum, mengurangi efek

nondepolarisasi relaksan otot.- Penggunaan etanol dihindari karena dapat menyebabkan iritasi mukosa lambung.

SODIUM CHLORIDE NASAL DROPDeskripsi : Tiap mL : Natrium Klorida / sodium chloride / NaCl 0,9 % (isotonik)

Kemasan :Tetes hidung dalam botol plastik isi 30 mL.

Dosis :Dapat digunakan untuk anak-anak dan bayi berusia 1 bulan ke atas. Teteskan 1-2 tetes pada masing-masing lubang hidung, dapat diulang beberapa saat kemudian.

Page 5 of 6

Page 6: Makalah KRIMS

Indikasi dan Mekanisme Kerja:Tetes hidung larutan isotonis setara dengan larutan isotonis NaCl 0,9% yang dapat digunakan untuk meringankan inflamasi membran hidung. Untuk melembapkan membran nasal yang kering & meradang karena pilek, alergi, kelembapan yang rendah, perdarahan hidung & iritasi hidung minor lainnya.

Efek Samping: -

Interaksi : -

3. INTERAKSI OBAT DAN SOLUSINYAa. Methylprednisolone dengan Ranitidine

Interaksi antara obat Methylprednisolone dengan Ranitidine adalah interaksi yang menguntungkan secara farmakodinamik yakni dengan pemberian Ranitidine dapat menurunkan resiko efek samping Methylprednisolone pada saluran pencernaan.Solusinya : obat golongan steroid memiliki banyak efek samping apabila dosis pemberiannya terlalu besar atau terlalu lama terutama pada bayi dan anak-anak, tetapi pada kondisi yang berat dan membahayakan jiwa obat ini dapat diberikan dengan pengawasan pada kondisi pasien dan meminimalkan efek samping. Untuk meminimalkan efek samping pemberiannya harus sesuai dosis aman terapeutik dan tidak digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk meminimalkan efek samping pada saluran pencernaan dapat diberikan bersama makanan atau pada kasus ini diberikan Ranitidin sebagai antagonis reseptor H2 pada sel parietal gaster (menghambat sekresi asam lambung dan mencegah iritasi saluran cerna)

Page 6 of 6