Makalah Kode Etik Penasehat Hukum 1

download Makalah Kode Etik Penasehat Hukum 1

of 77

Transcript of Makalah Kode Etik Penasehat Hukum 1

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Saat ini pangkajian terhadap profesi advokat banyak ditulis dalam bentuk

    buku maupun makalah. Yang kajiannya hanya dari perspektif hukum positif, kajian

    advokat dalam perspektif Islam masih sangat sedikit sekali dikaji oleh para ahli

    hukum maupun praktisi hukum lainnya. Oleh karenanya penulis mengkaji kajian

    advokat yang bernuansa islami. Yang dimana dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang

    Advokat tahun 2003 menerangkan bahwa :

    yang diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang

    pendidikan tinggi hukum.

    Yang dimaksud berlatar belakang pendidikan hukum adalah salah satunya

    lulusan fakultas Syariah. Dimana fakultas syariah meluluskan sarjana hukum islam,

    disini terlihat cakupan hukum islam juga berperan dalam penegakkan hukum dalam

    bidang bantuan hukum.

    Advokat sebagai pemberian bantuan hukum atau jasa hukum kepada

    masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum yang keberadaannya sangat

    dibutuhkan. Saat ini sangat penting seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum

    masyarakat secara kompleksitasnya masalah hukum. Advokat merupakan profesi

    pemberi jasa hukum, saat menjalankan tugas dan fugsinya dapat bertugas sebagai

    1

  • 2

    pendamping, memberi advise hukum, atau memberi kuasa hukum atau atas nama

    kliennya. Dalam menberikan jasa hukumnya, ia dapat melakukan secara prodeo

    ataupun atas dasar mendapatkan honorarium/fee dari klien.1 Dan dapat pula menjadi

    mediator bagi para pihak yang bersengketa tentang suatu perkara Pidana, Perdata

    (termasuk perkara khusus yang berkaitan dalam perkara agama islam), maupun Tata

    Usaha Negara. Ia juga menjadi pasilitator dalam mencari kebenaran, menegakan

    keadilan dan memberikan pembelaan hukum.

    Konsistensi advokat dalam menjembatani kepentingan masyarakat dan sikap

    mengedepankan keadilan dan perlindungan hak asasi manusia dalam memasuki

    forum-forum pengadilan serta kebebasan advokat dari ikatan birokrasi peradilan

    menyadarkan advokat memiliki keleluasaan dalam berinteraksi dengan masyarakat

    guna menyelesaikan permasalahan hukum yang berkembang. Disamping itu terhadap

    masalah yang menyimpang advokat dapat menjadi kontrol yang keritis didalam

    menyelesaikan masalah hukum. Dalam sistem hukum yang mengakui profesi sebagai

    unsure integral. Advokat merupakan sumber personal yang baik untuk mengisi serta

    menguatkan fungsi dan bahkan beberapa bagian dari birokrasi umum.

    Jika dilihat dari kalangan hukum yang lainnya (polisi, hakim, jaksa) advokat

    tidak terikat pada hirarki birokrasi yang memungkinkan advokat lebih leluasa

    bergerak mengikuti masalah hukum yang berkembang, karena bukan aparat Negara,

    1 Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam perspektif Islam dan Humum Positif.

    (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003). Cet 1, Hal 17.

  • 3

    advokat dapat lebih akrab berhubungan dengan masyarakat, sehingga dapat lebih jeli

    melihat berbagai masalah hukum maupun hak asasi manusia yang terjadi di tengah-

    tengah masyarakat.

    Profesi advokat sesungguhnya syarat dengan idealism, sehingga dijuluki

    sebagai officium nobile (profesi mulia). Karena ia mengabdikan dirinya kepada

    kepentingan masyarakat dan bukan kepada kepentingan dirinya sendiri, serta

    menegakan keadilan dan hak asasi manusia. Disamping itu, ia pun bebas menbela,

    tidak terikat oleh pemerintah, order klien, dan tidak pilih kasih siapa lawan kliennya,

    apakah golongan kuat, pejabat, penguasa dan sebagainya.

    Advokat memiliki kepedulian pada keadilan bagi rakyat kecil bukan sebagai

    belas kasihan semata. Oleh sebab itu membela kepantingan rakyat kecil menjadi

    agenda utama para advokat sebagai individu dan komunitasnya sebagai kolektif.

    Dalam konteks inilah kode etik profesi mengemuka dan kolektifitas yang diwujudkan

    melalui pembentukan komunitas lembaga atau organisasi profesi menampakkan

    signifikasinya. Kode etik profesi yang kasat mata terlihat seperti membatasi ruang

    gerak advokat saat menjalankan profesinya, justru memprestasikan komponen vital

    dari interaksi timbal balik antara profesi dengan masyarakat luas.2

    Namun dalam kenyataannya profesi advokat terkadang menimbulkan pro dan

    kontra terhadap sebagian masyarakat terutama yang berkaitan dengan peranannya

    2 Binziad Kadafi,et.al., Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, (Jakarta : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2002), Cet ke-3, hal 10.

  • 4

    dalam memberikan jasa hukum. Ada sebagian masyarakat yang menganggap para

    pemegang profesi ini sebagai orang yang sering memutar balikan fakta. Profesi ini

    dianggap pekerjaan orang yang tidak mempunyai hati nurani karena selalu membela

    orang-orang yang bersalah dan mendapat kesenangan diatas penderitaan orang lain,

    mendapat uang dengan cara menukar kebenaran dengan kebatilan dan sebagainya.

    Dalam uraian ini dapat diketahui keberadaan advokat dalam menjalankan

    profesinya dan perannya sebagai agent of law development (agen pembangunan

    hukum) terlebih dapat menjadi agent of law enculturation (agen pembudayaan hukum

    bagi masyarakat) atau malah sebaliknya, cenderung menjdi agent of law

    commercialization (agen komersialisasi di bidang hukum).

    Apabila prilaku yang terkhir ini yang ditampilkan advokat, maka gugurlah

    adagium yang menganggap advokat sebagai officium nabile. Perofesi kemulian ini

    akan hancur dan ternoda oleh praktek penyimpangan yang dilakukan oleh segelintir

    advokat dalam memberikan jasa kepada klien atau masyarakat.

    Terlepas dari pro-kontra masyarakat terhadap peran advokat, pada

    kenyataannya pemberian jasa hukum melalui advokat bagi setiap warga Negara telah

    berlangsung sejak lama. Hal ini dimaksudkan untuk mencari kebenaran dan

    menegakkan keadilan. Secara histories peran pemberian jasa hukum oleh advokat di

    Indonesia dimulai sejak masa penjajahan belanda. Setelah perang Napoleon pada

    permulaan abad XIX. Dimana sebuah koloni, sistem hukum yang secara formal

  • 5

    diberlakukan di Indonesia sebagai mengadopsi sistem hukum yang ditetapkan

    pemerintah Belanda.3

    Sejalan dengan perkembangan kehidupan dan kesadaran masyarakat di

    berbagai bidang, khususnya dibidang hukum. Jasa hukum melalui advokat dewasa ini

    berkembang menjadi kekuatan institutional. Dengan munculnya berbagai organisasi

    advokat yang dikelola secara professional, perannya di anggap penting bagi jalannya

    peradilan yang bebas, cepat dan sederhana. Keberadaannya makin dibutuhkan

    masyarakat dalam membantu mencari keadilan dan menegakkan hukum untuk

    memperoleh hak-haknya yang dirampas. Praktek advokat yang tadinya hanya

    bergerak di lingkungan peradilan umum, telah merambah kelingkungan peradilan

    agama. Terdapat kecenderungan meningkat para pihak : suami istri yang bercerai

    terutama dikalangan ekonomi menengah keatas, sering menggunakan advokat,

    penasehat hukum, atau pengacara dengan berbagai alasan. Berdasarkan laporan

    Direktorat Agama Islam Tahun 1995, bahwa frekuensi dari proporsi perkara yang

    diterima, terbesar kasusnya adalah penetapan izin ikrar talak 47.355 (32,14 %),

    perceraian 42.699 (28,28 %), dan talik talak 42.085 (28,56 %). Mereka juga yang

    memberikan jasa hukum juga sangat bervareasi dari advokat yang terkenal

    profesionalisasinya hingga mereka yang masih amatiran. Dari kelas mereka yang

    3 Binziad Kadafi,et.al., Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, (Jakarta : Pusat Studi Hukum

    dan Kebijakan Indonesia, 2002), Cet ke-3, hal 2.

  • 6

    berbeda ini, sudah dapat diduga bagaimana terjadinya teransaksi honorium/fee antara

    advokat yang professional dengan mereka yang masih amatiran.4

    Terjadinya kecenderungan ini menjadi pengkajian, apakah menggunakan jasa

    advokat ini, merupakan kebutuhan masyarakat atau kesadaran hukum sendiri atau

    memang peran advokat yang agresif dalam mempengaruhi klien untuk berperkara di

    pengadilan demi kepentingan advokat. Hal ini bisa saja berakibat positif, tetapi dapat

    juga berakibat negatif terhadap proses pengadilan. Tentu saja hal ini wajar dan

    merupakan perkembangan yang perlu diantisifasi untuk meningkatkan kesadaran

    hukum demi tegaknya kebenaran dan keadilan. Islam sangat menganjurkan

    pemberian jasa hukum terhadap pihak yang berselisih tanpa diskriminatif, supaya

    pihak yang berselisih dapat menyelesaikan perkaranya secara islah.

    Advokat berarti juga kuasa hukum yang berarti orang yang diberi kuasa oleh

    seseorang atau pihak yang bersangkut perkara hukum atau orang yang menempatkan

    dirinya atas mana seseorang atau pihak dalam berperkara sejak perkara diperoses

    sampai kesidang pengadilan.5

    Dasar legalitas perlu adanya advokat dalam persfektif islam bersumber dari

    Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma Ulama. Sebagaimana islam memutuskan hukum

    4 Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam perspektif Islam dan Humum Positif.

    (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003). Cet 1, Hal 20. 5 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta : Ictiar Baru Van Hoeve, 1999), Cet

    Ke-3, Hal 981.

  • 7

    antara manusia yang benar, dan memutuskan hukum dengan apa yang diturunkan

    Allah SWT, disebut Qadha. Dengan ini jelas bahwa apa yang telah menjadi

    perwakilan dalam menegakkan keadilan harus sesuai dengan hukum Allah SWT.

    Islam memandang persoalan penegakan keadilan dan hak asasi manusia

    merupakan suatu anugrah terbesar, Allah SWT melalui firmanNYA, mengharuskan

    manusia untuk menjaga amanah dan karuniaNYA untuk merealisasikan anugrah

    tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hakim dan para penegak hukum lainnya

    merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan untuk menegakkan keadilan

    dan hak asasi manusia.

    Keberadaan advokat dalam memberikan jasa hukum bagi para pihak yang

    menyelesaikan perkara di pengadilan agama sampai saat ini merupakan fenomena

    baru yang sangat menarik untuk diteliti dari aspek yuridis-sosiologis. Didalamnya

    dilandasi dengan suatu rangka pemikiran bahwa penyelesaian suatu perkara dengan

    jasa advokat, selain secara yuridis mempunyai landasan hukum yang sangat kuat,

    baik menurut perspektif islam maupun hukum positif. Secara sosiologis ia pun

    merupakan kebutuhan masyarakat dalam mencari kebenaran dan menegakkan

    keadilan.

    Panjang lebar wacana tentang hukum yang sangat luas dan penegakkan

    keadilan, disini sangat jelas sorotannya terhadap profesi advokat sebagai salah satu

    penyelenggara bantuan hukum. Maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana

  • 8

    hukum islam memandang profesi advokat. Dengan ini penulis ingin membahas,

    meneliti dan memberi judul Profesi Advokat Dalam Perspektif Hukum Islam .

    Penulis ingin meninjau profesi advokat yang sesuai dangan syariat hukum islam.

    B. Pembatasan dan perumusan masalah

    Advokat sebagai salah satu unsur system peradilan merupakan salah satu pilar

    dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Adanya profesi advokat

    dapat memberi perlindungan dan bantuan hukum bagi para pihak yang berperkara di

    muka peradilan, dalam upaya meyujudkan keadilan hukum dengan tidak

    menyampingkan nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan syariat islam.

    Permasalahan hukum yang sangat kompleks, maka penulis membatasi penelitian ini

    dengan seputar profesi advokat yang sesuai dengan hukum islam.

    Advokat sebagai profsi mulia atau Officium nobile memiliki kebebasan dalam

    melaksanakan tugasnya. Hal ini diartikan bahwa advokat tidak terikat pada hirarki

    birokrasi. Selain itu, advokat juga bukan merupakan aparat negara sehingga advokat

    diharapkan mampu berpihak kepada kepentingan masyarakat atau kepentingan

    publik. Selanjutnya agar terarahnya sekripsi ini, penulis mengkaji kajian advokat

    yang bernuansa islami, khususnya pada peran, fungsi serta moralitas. Oleh karena itu

    penulis merumuskan pokok-pokok masalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana eksistensi organisasi advokat menurut undang-undang No 18

    Tahun 2003 tentang Advokat ?

  • 9

    2. Bagaimana semestinya kode etik advokat dalam menjalankan profesinya ?

    3. Bagaimana profesi advokat ditinjau menurut hukum islam ?

    C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

    Tujuan penulis mengambil topik ini di maksudkan untuk mengetahui dan

    memperoleh hasil dari fokus permasalahan. Secara lebih terperinci penelitian ini

    bertujuan untuk :

    1. Untuk memperjelas organisasi advokat dengan lahirnya undang-undang

    No 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

    2. Untuk mengetahui bagaimana aturan-aturan yang ditetapkan oleh kode

    etik profesi advokat ditinjau menurut hukum islam.

    3. Untuk meningkatkan pengetahuan dalam bidang hukum baik hukum

    Islam maupun hukum positif, khususnya yang menyangkut masalah

    profesi advokat.

    Adapun manfaat penelitian ini adalah penulis ingin memberikan gambaran

    kepada masyarakat maupun akademisi khususnya mahasiswa yang bergelut dibidang

    hukum mengenai bagaimana sebenarnya profesi advokat dalam perspektif hukum

    islam. Dan dapat dijadikan pedoman bagi kalangan yang akan mendalami dunia

    advokat khususnya pada mahasiswa syariah sebagai bahan perbandingan.

  • 10

    D. Studi review

    sepanjang pengetahuan penulis topik penelitian yang sama dengan topik yang

    penulis teliti baik dalam katalog perpustakaan utama ataupun perpustakaan syariah

    dan hukum, belum pernah diteliti oleh peneliti lainnya, namun ada beberapa judul

    skripsi yang mendekati permasalahan bahasan penulis diantaranya adalah :

    1. Peran Dan Eksistensi Advokat Terahadap Perceraian Dalam Upaya

    Mencari Keadilan Di Peradilan Agama (Studi Kasus Di Pengadilan

    Agama Depok)

    Nama : Heru Gunawan Pratomo

    Nim : 0044119288

    Konsentrasi : Peradilan Agama

    Prodi : Ahwal Al-Sakhsiyyah

    Skripsi ini menjelaskan tentang hukum di Indonesia, sejarah perkembangan

    hukum di Indonesia. Advokat sebagai pemberi bantuan hukum di lingkungan

    peradilan agama. Prosedur izin beracara bagi advokat di peradilan agama. Peran

    pengacara dalam penyelesaian kasus perceraian di pengadilan agama Depok.6

    6 Heru Gunawan Pratomo, Peran dan Eksistensi Advoka a Terhadap PerkaraPerceraian

    Dalam Upaya Mencari Keadilan Di Pengadilan Agama (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Depok), (Jakarta : UIN Syarifhidayatullah, 2005).

  • 11

    2. Persepsi Advokat Dan Hakim Terhadap Kewenangan Absolut Peradilan

    Agama di Bidang Ekonomi Syariah.

    Nama : Budi Susilo

    Nim : 103044228105

    Konsentrasi : Administrasi Keperdataan Islam

    Prodi : Ahwal Al-Sakhsiyyah

    Sekripsi ini menjelaskan pada kedudukan peradilan agama kini mandiri

    dibawah Mahkamah Agung dan kewenangannya meluas sampai kepada masalah

    ekonomi syariah, peradilan agama menangani perkara ekonomi syariah oleh

    advokat dan hakim di tanggapi positif dengan alasan peradilan agama adalah satu-

    satunya peradilan Indonesia yang pantas berwenang perkara-perkara syariah dan

    memiliki teradisi ke islaman yang mengental. Keterkaitannya dengan ekonomi

    syariah di peradilan agama. Advokat dan hakim menyatakan merasa siap

    menghadapi permasalahan hukum yang menangani perkara kegiatan dan pembiyaan

    ekonomi syariah.7

    Adapun perbedaan sekripsi yang akan saya bahas diantaranya adalah

    menyangkut masalah hukum profesi advokat menurut undang-undnag No 18 Tahun

    2003 tentang Advokat, hukum profesi Advokat menurut hukum Islam, landasan

    7 Budi Susilo, Persepsi Advokat dan Hukum Terhadap Kewenangan Absolut Pengadilan Agama Di Bidang Ekonomi Syaria, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2008).

  • 12

    hukum advokat dalam Islam dan pandangan terhadap citra Advokat serta analisis

    Advokat dalam hukum Islam.

    E. Metode Penelitian

    1. metode penelitian

    metode yang digunakan untuk penulisan ini adalah studi pustaka

    (Library Research). Penulis ini menggunakan penilitian kualitatif, penelitian

    kualitatif yaitu dengan mengkaji dan menelusuri analisis yang ada dibuku-

    buku yang berhubungan dan ada kaitannya dengan masalah yang ada dalam

    skripsi ini, untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kajian

    penelitian ini. Yaitu pencarian literature secara umum dengan buku-buku,

    seminar-seminar atau pun media elektronik yang menunjang pembahasan

    penulis.

    2. Sumber Data

    Data primer adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan

    setudi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

    masalah yang di ajukan, dokumen-dokumen yang di maksud adalah AL-

    Quran Al-Hadist dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang

    Advokat.

  • 13

    Data sekunder diperoleh melalui advokat dan hukum islam yaitu

    mengambil pendapat dari kata-kata para ahli hokum tentang advokat,

    peraturan-peraturan dan kode etik yang berkaitan dengan advokat, serta

    mengambil pendapat Qaulul ulama.

    3. Tekhnik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dalam penelitian melalui buku-buku pustaka dan

    juga dari internet yang berkaitan dengan masalah ini. Data tersebut diproses

    melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan data dan dianalisis tetap

    menggunakan kata-kata yang mudah dipahami dan disusun kedalam teks yang

    di perluas.

    4. Tekhnik Penulisan

    Dalam penyusunan secara metode penulisan, semua berpedoman pada

    prinsip-perinsip yang telah diatur dan di bukukan dalam buku pedoman

    penulisan skripsi Fakutas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

  • 14

    F. Sistematika Penulisan

    BAB Pertama Yaitu, Pendahuluan dalam sub bab ini berisikan tentang Latar

    Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

    Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

    BAB Kedua Yaitu, Tinjauan Umum Tentang Advokat menurut undang-

    undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dalam sub bab ini terbagi menjadi

    Pengertian Profesi Advokat, Sejarah Tentang Advokat, Peran, Fungsi dan Tugas

    Advokat, dan Kode Etik Advokat.

    BAB Ketiga Yaitu, Tinjauan Umum Tentang Advokat Menurut Hukum Islam,

    dalam sub bab ini terbagi menjadi. Pengertian dan Tujuan Hukum Islam, Status

    Hukum Dalam Hukum Islam, Landasan Hukum Advokat Dalam Islam.

    BAB Keempat Yaitu, Analisis Advokat Menurut Undang-Undang dan Hukum

    Islam, dalam sub bab ini terbagi menjadi, Peran Advokat Dalam Pemberian Jasa

    Hukum di Pengadilan Agama Menurut Undang-Undang, Pandangan Terhadap Citra

    Advokat, Analisis Advokat Dalam Hukum Islam, dsan Analisis Penulis.

    BAB Kelima Yaitu, penutup yaitu berisikan tentang Kesimpulan dan Saran.

  • BAB II

    TINJAUAN UMUM TENTANG ADVOKAT MENURUT UNDANG-UNDNAG

    NO 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT

    A. Pengertian Advokat

    Pengertian dari advokat atau pengacara adalah orang yang mewakili kliennya

    untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk

    pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di

    pengadilan (litigasi). Sedang penasehat hukum adalah orang yang bertindak

    memberikan nasehat-nasehat atau pendapat hukum terhadap suatu tindakan atau

    perbuatan hukum yang akan dan yang telah dilakukan kliennya (non litigasi).8

    Akan tetapi advokat atau pengacara di Indonesia selain berkecimpung pada

    acara persidangan dipengadilan dalam perakteknya dapat juga mendampingi atau

    mewakili seorang klien berdasarkan surat kuasa di luar pengadilan (non litigasi).

    Misalkan saja mendampingi atau mewakili klien dalam negosiasi untuk mencapai

    kesepakatan terhadap perkara yang diselesaikan diluar pengadilan atau istilah

    populernya proses Alternative Dispute Resolution dan tindakan-tindakan hukum lain

    atas nama klien yang bukan merupakan proses litigasi.9

    8 Yudha Pandu, klien dan Penasehat Hukum dalam Perspektif Masa Kini, (Jakarta : PT

    Abadi, 2001), h. 11. 9 Ibid, h. 12.

    15

  • 16

    Awalnya, istilah profesi hukum yang dimaksud terdapat penggunaan berbeda

    antara istilah advokat, pengacara dan penasehat hukum. Sebagai contoh dalam

    Undang-undang No. 14 Tahun 1970 jo Undang-undang No 4 Tahun 2004 tentang

    ketentuan-ketetuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menggunakan istilah

    penasehat hukum di pasal 36, yaitu sebagai berikut :

    dimana setiap orang yang berperkara pidana berhak menghubungi dan

    meminta bantuan penasehat hukum.

    Lain halnya, Departemen Kehakiman (Departemen Hukum dan HAM, red)

    mempergunakan dua istilah dalam surat pengangkatan bagi mereka yang bergelar

    sarjana hukum dan mempunyai pekerjaan tetap di bidang advocatuur, yakni pada

    periode sebelum tahun 1970 mempergunakan istilah advokat dan pada periode

    setelah tahun 1970 dengan nama pengacara. Menurut Martiman Projohamidjojo,

    adanya perbedaan penggunaan istilah di tengah masyarakat hukum dikarenakan

    karena belum adanya undang-undang yang mengatur perihal mengenai profesi yang

    dimaksud.10

    Tetapi kini aturan undang-undnag profesi jasa hukum mengistilahkannya

    advokat, terlebih juga karena alasan pertimbangan segi pemaknaan bahasa. Dimana

    istilah penasehat hukum memiliki kelemahan yang sifatnya mendasar. Karena istilah

    penasehat secara konotatif bermakna pasif. Padahal secara normative dalam bab IV

    10Martiman Prodjohamidjojo, Penasehat dan Bantuan Hukum Indonesia, (Jakarta : Ghalia

    Indonesia, 1982), h. 6.

  • 17

    ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili (RO) sifat pasif

    maupun aktif dapat dilakukan seorang Advokat en Procureur dalam mengurus

    sesuatu hal yang perlu pertimbangan hukum atau mengurus perkara yang dikuasakan

    kepadanya.11 Untuk lebih jelasnya, definisi advokat bisa di lihat dalam Undang-

    undang No. 18 Tahun 2003 tentang advokat pasal 1 ayat (1), Undang-undang tersebut

    mengartikan advokat sebagai berikut :

    orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar

    pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.

    B. Sejarah Pemberian Jasa Hukum

    Pada dasarnya, pemberian jasa hukum kepada para pihak yang bersengketa

    telah berlangsung sejak lama. Dalam catatan sejarah peradilan islam, peraktek

    pemberian hukum telah di kenal sejak jaman pra-Islam. Pada saat itu, meskipun

    belum terdapat sistem peradilan yang terorganisir, setiap ada persengketaan

    mengenai hak milik, hak waris, dan hak-hak lainnya sering kali diselesaikan melalui

    bantuan juru damai atau wasit yang ditunjuk oleh masing-masing pihak yang

    berselisih. Mereka yang ditunjuk pada waktu itu sebagai mediator adalah orang yang

    11 M.P. Luhut Pangalibuan, Advokat dan Contempt of Court: Suatu Proses di Dewan

    Kehormatan Profesi, (Jakarta: Djambatan, 2002), h.7.

  • 18

    memiliki kekuatan supranatural dan orang yang mempunyai kelebihan di bidang

    tertentu sesuai dengan perkembangan pada waktu itu12.

    Pada masa pra-Islam pemberian bantuan jasa hukum itu harus memenuhi

    beberapa kualifikasi. Diantara syarat yang penting bagi mereka adalah harus cakap

    dan memiliki kekuatan supranatural dan adikrodati. Atas dasar persyaratan tadi, pada

    umumnya pemberian jasa hukum itu terdiri atas ahli nujum. Karena itu dalam

    pemeriksaan dan penyelesaian persengketaan dikalangan mereka lebih banyak

    mengggunakan kekuatan firasat dari pada menghadirkan alat-alat bukti, seperti saksi

    atau pengakuan. Pada waktu itu mereka berperaktek di tempat sederhana, misalnya di

    bawah pohon atau kemah-kemah yang didirikan. Setelah di bangun sebuah gedung

    yang terkenal di Mekkah, Darul al-Adawah, mereka berperaktek di tempat itu. Dalam

    sejarah, gedung itu di bangun oleh Qusay bin Kaab. Pintu gedung itu sengaja

    diarahkan ke Kabah.13

    Pada waktu islam datang dan berkembang yang di bawa oleh Nabi

    Muhammad, prektek pemberian jasa hukum terus berjalan dan dikembangkan sebagai

    alternatif penyelesaian sengketa dengan memodifikasi yang pernah berlaku pada

    masa pra-Islam. Hal-hal yang bersifat takhayul dan syirik mulai di eliminir secara

    bertahap dan disesuaikan dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Pada awal

    12 Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,

    (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Hal. 36. 13 Ibid, Hal. 36.

  • 19

    perkembangan Islam, maka tradisi pemberian bantuan jasa hukum lebih berkembang

    pada masyarakat Mekkah sebagai pusat perdagangan untuk menyelesaikan sengketa

    bisnis di antara mereka. Demikian juga lembaga jasa hukum yang berkembang di

    Madinah sebagai daerah agararis untuk menyelesaikan masalah sengketa di bidang

    pertaniaan. Pada perakteknya, Muhammad dalam memberikan bantuan jasa hukum

    pada umatnya terkadang berperan sebagai advokat, konsultan hukum, penasehat

    hukum dan arbiter.14

    Dalam catatan sejarah, bahwa Nabi Muhammad SAW. Sebelum diangkat

    menjadi Rosulullah pernah bertindak menjadi arbiter dalam perselisihan yang terjadi

    dikalangan masyarakat Mekkah. Perselisihan itu berkaitan dengan peletakan kembali

    Hajar Aswad ke tempat semula. Di kalangan Quraisy terjadi perselisihan siap yang

    berhak meletakan kembali ketempat semula, karena masing-masing pihak saling

    menuntut sehingga nyaris terjadi bentrokan fisik pada waktu itu. Akhirnya mereka

    menemukan jalan keluar, yaitu menunjuk orang yang pertama kali datang ketempat

    itu melalui melalui pintu Syaibah. Kebetulan Nabi Muhammad SAW. Datang terlebih

    dalu melalui pintu tersebut, dan kaum Qurasy berseru, inilah al-Amin. Kami

    menyetujui, dialah yang menyelesaikan perselisihan ini. Akhirnya Nabi Muhammad

    berusaha untuk menyelesaikan sengketa itu dengan pendapatnya sendiri. Ternyata

    mereka sepakat dan rela dengan keputusan yeng dilakukan oleh Muhammad itu.

    14 Ibid, Hal. 36-37.

  • 20

    Pada awalnya, Nabi Muhammad SAW. Bertindak sebagai arbiter tunggal.

    Selain menjadi wasit dalam perkara Hajar Aswad, Nabi juga sering menjadi wasit

    dalam sengketa umat. Misalnya, dalam sengketa warisan antara Kaab ibnu Malik dan

    Ibnu Abi Hardrad sebagai arbiter tunggal. Kemudian juga kepada Said ibnu Muaz

    dalam perselisihan diantara Abi Quraidh, Zaid Ibnu Sabit dalam perselisihan antara

    Umar dengan Ubay ibnu Kaab tentang kasus Nahl dan sebagainya.15

    Akan tetapi, setelah Islam berkembang keberbagai daerah, maka ia

    memberikan kewenangan kepada sahabat lainnya untuk menjadi mediator yang

    menyelesaikan persengketaan di antara mereka. Demikian juga lembaga yang

    dipakainya ada yang permanen dan juga ad-hock yang disesuaikan dengan

    perkembangan masyarakat. Para sahabat di tuntut oleh Nabi Muhammad agar

    melakukan ijtihad dalam berbagai kasus yang tidak ada dalam Al-Quran atau As-

    Sunnah, seperti yang pernah dilakukan oleh Muaz ibnu Jabal. Demikian juga Abu

    Syuraih yang menjadi tahkim di antara para sahabat.

    Perkembangan pemberian jasa hukum ini lebih berkembang pada masa

    pemerintahan Umar Bin Khattab yang mulai melimpahkan wewenang peradilan

    kepada pihak lain yang memiliki otoritas untuk itu. Lebih dari itu Umar ibnu Khattab

    mulai membenahi lembaga peradilan untuk memulihkan kepercayaan umat terhadap

    lembaga peradilan. Selain adanya lembaga arbitrase dengan sebaik-baiknya agar

    15 Warkum Sumitro, Asas-asas PerbankanIslam dan Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI dan

    Takaful) di Indonesia, (Jakrta: PT Raja Grafindo, 1986), Hal. 142.

  • 21

    mempu menjadi lembaga alternatif tempat penyelesaian sengketa bagi umat. Bahkan

    Umar berhasil menyusun pokok-pokok pedoman beracara di peradilan (Risalat

    Qadha) yang ditinjuk seorang qodhi, Abu Musa al Asyari. Salah satu prinsip yang

    tercantum dalam risalah itu adalah pengukuhan terhadap kedudukan arbitrase.16

    Dalam perkembangannya di penghujung Al-Khulafaurrasyidin pemberian jasa

    hukum tidak hanya diterapkan pada masalah yang berhubungna dengan hukum

    kelurga dan hukum bisnis, tetapi juga dalam bidang politik. Merambahnya peraktek

    pemberian jasa hukum di bidang politik itu di pengaruhi oleh situasi dan kondisi

    politik pada masa itu yang diwarnai dengan bentrokan-bentrokan fisik, khususnya

    pada saat terjadi perselisihan kepemimpinan Usman ibnu Affan kepada Ali ibnu Abi

    Thalib yang ditandai terbunuhnya Usman ibnu Affan pada waktu itu.

    Sedangkan pada pemerintahan Bani Umayah dan pemerintahan Bani Abbas,

    peranan pemberi bantuan hukum kurang menonjol, karena peradilan resmi yang di

    bentuk pemerintah pada waktu itu dapat menjalankan fungsinya lebih baik. Akan

    tetapi, di dalam perkembangnya setelah para hakim (qodhi) mulai berkurang untuk

    berijtihad dan berpengaruh oleh birokrasi yang sangat dominan, sehingga lembaga

    peradilan bentukan pemerintahan kredibilitasnya makin diragukan oleh umat

    sehingga hilang kepercayaan kepada lembaga peradilan sebagai pintu keadilan.

    Dalam situasi inilah, masyarakat mulai mendambakan kembali lembaga alternatif

    16 Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,

    (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Hal. 37.

  • 22

    untuk menyelesaikan sengketa diperlukan kembali dengan prinsip cepat, tepat, dan

    biaya lebih murah dengan putusan lebih memenuhi rasa keadilan bagi para pihak.17

    Oleh karena itu, pembicaraan advokat dalam perspektif sejarah Islam tidak

    bisa dilepaskan dengan perkembangan hukum Islam itu sendiri yang mengikuti

    geraknya masyarakat pada waktu itu. Nabi Muhammad SAW. Sebagai figur tunggal

    yang sangat dipercaya telah memberikan contoh bagi umat, tentang bagaimana beliau

    menyelesaikan sengketa dengan cara yang dapat di terima oleh semua pihak tanpa

    menimbulkan keraguan dan penyesalan. Demikian juga pada masa sahabat yang

    mengikuti langkah-langkah Rasulnya yang telah menerapkan lembaga pemberian jasa

    hukum ini dengan sebaik-baiknya sehingga keutuhan umat tetap terjaga setiap

    sengketa dapat diselesaikan secara tuntas dengan memenuhi keadilan.

    Apabila diperhatikan dari jalannya sejarah perkembangan pemberian bantuan

    jasa hukum, dapat disimpulkan bahwa masalah yang timbul pada masa itu

    sesungguhnya sangat kompleks. Yuridiksi pemberian jasa hukum tidak hanya

    berkaitan dengan perkara bisnis saja, tetapi menyangkut masalah kelurga, politik,

    perdagangan dan peperangan. Fenomena ini menjadi lapangan dan harapan advokat

    yang sangat luas dan banyak peluang untuk lembaga jasa hukum yang sesuai dengan

    perkembangan masalah dan kebutuhan umat di masa sekarang dan mendatang.

    C. Peran, Fungsi Serta Tugas Advokat

    17 Ibid, Hal. 38.

  • 23

    Sebagaimana di ketahui Indonesia merupakan Negara berperinsif hukum dan

    bukan atas kekuasaan belaka sehingga hukum dijadikan sebagai panglima dalam

    berkehidupan kebangsaan. Perinsif Negara hukum menuntut adanya jaminan

    kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum tanpa memandang dari mana suku,

    agama, ras, ideology dan warna kulitnya. Oleh karena itu konstitusi telah menentukan

    bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian

    hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan hukum.

    Oleh sebab itulah advokat harus menjadi garda terdepan dalam

    memperjuangkan perlindungan dan kepastian hukum, advokat di tuntut untuk

    membela kepentingan rakyat tanpa keberpihakan pada ketidak benaran dan keadilan.

    Pembelaan pada semua orang termasuk juga kepada pakir miskin. Berbicara

    mengenai pembelaan hukum terutama bentuan hukum secara Cuma-Cuma, Indonesia

    mencatat kontribusi signifikan yang di berikan advokat. Menurut penelitian,

    keterlibatan advokat dalam bantuan hukum Cuma-Cuma sebagian besar mengaku

    pernah memberikan bantuan hukum Cuma-Cuma dan hanya sebagian kecil saja yang

    mengatakan tidak pernah. Sebagian besar alasan advokat memberikan jasa hukum

    secara Cuma-Cuma dilatar belakangi oleh alasan-alasan tanggung jawab moral dan

    pertimbangan kemanusiaan semata. Selain kondisi ekonomi klien lemah dan tuntutan

    profesi yang memiliki aspek muatan sosial.18

    18 Binziad Kadfi, dkk, Advokat Indonesia Mncari Legitimasi, (Jakatrta: Pusat setudi Hukum

    dan Kebijakan Indonesia, 2002), h. 177-178.

  • 24

    Sedangkan menurut Bagir Manan, advokat selain membentuk hakim

    mengungkap fakta yang benar dan menemukan hukum yang tepat agar hakim dapat

    memutus secara benar dan adil, sekaligus advokat juga bisa dijadikan penyedia jasa

    hukum yang berperkara atau sering disebut klien.19

    Sebagai fasilitator dalam memberi jasa hukum advokat hanya berkaitan

    dengan urusan kepentingan klien. Dimana kepentingan klien tidak semata-mata

    kepentingan hukum, tetapi juga kepentingan lain seperti sosial, ekonomi yang

    bertalian dengan persoalan hukum yang dihadapi. Seorang advokat tidak mencari,

    dan membentuk klien dalam suatu proses hukum, tetapi juga memberi dan

    menemukan jalan penyelesaian lebih mudah, lebih sederhana yang dapat melindungi

    reputasi termasuk menghindarkan atau mencegah klien berperkara secara

    berkepanjangan. Dengan kata lain jasa hukum sebagai profesi advokat, bukan saja

    membantu klien berperkara tetapi juga membantu untuk menghindari atau tidak

    berperkara.20

    Tak sampai disitu saja, peran dan fungsi advokat juga berpengaruh terhadap

    kesuksesan persidangan. Karena menurut penelitian, bahwa proses penjadwalan

    persidangan kompromistik oleh advokat, membuat hakim merasa terbantu akan

    19 Bagir Manan, Peran advokat dalam penataan peradilan, suara Uldilag II, No.4 (Februari

    2004): h.4. 20 Ibid, H. 6.

  • 25

    keberlangsungan persidangan. Kerena dengan begitu penjadwalan akan terlihat

    disiplin sesuai dengan apa yang di sanggupi dalam kompromi sebelumnya.21

    Kemudian peran dan fungsi advokat dalam penyelesaian perkara sangat

    meringankan beban seorang hakim. Maksudnya, beracara diperadilan sangat

    membutuhkan pengetahuan seseorang tentang hukum materil dan formil. Jika saja

    seorang warga buta hukum mengajukan suatu perkara hukum, dewan hakim tidak

    jarang sangat disibukkan untuk mengarahkan bagaimana caranya membuat berkas

    tuntutan yang benar. Tak jarang berkas-berkas perkaranya harus di revisi berulang-

    ulang akibat ketidak jelasan inti permasalahan. Bahkan penghadiran para saksi yang

    tidak tepat untuk memberikan keterangan bukti tentang duduk perkara yang

    dipermasalahkan tidak jarang menjadi dilema besar. Tentunya dengan kejadian

    tersebut, bisa memperpanjang waktu penyelesaian perkara, juga membengkakan

    biaya yang harus dikeluarkan, terlebih lagi dewan hakim pun harus menguras tenaga

    ekstra menunda sidang berkali-kali akibat yang berperkara tidak memenuhi syarat.22

    Sehingga dapat disimpulkan advokat memiliki peran diantaranya, yaitu :23

    Pertama, mempercepat penyelesaian administrasi persidangan di pengadilan, Kedua,

    membantu mengahdirkan para pihak yang berperkara di pengadilan sesuai jadwal

    21 Noryamin Aini, Penggunaan jasa pengacara dalam kasus penceraian : studi kasus di PA Jaksel, AHKAM VI, No 14 (2004): h. 221-222.

    22 Ibid, H 222. 23 Rahmat Rosyadi dan Sri Hartani, Advokat dalam Perspektif dan Hukum Positif, (Jakarta:

    Ghalia Indonesia, 2003), h, 70.

  • 26

    persidangan. Ketiga, memberikan pemahaman hukum yang berkaitan dengan duduk

    perkara dan posisinya, terhadap para pihak dalam menyampaikan permohonan atau

    gugatan atau menerima putusan pengadilan. Keempat, mendampingi para pihak yang

    berperkara di Pengadilan Agama misalnya, sehingga yang didampingi merasa

    terayomi keadilannya. Kelima, mewakili para pihak yang tidak dapat hadir dalam

    proses sidang lanjutan, sehingga memperlancar proses persidangan. Keenam, dalam

    memberikan bantuan hukum, sebagai advokat profesional tetap menjunjung tinggi

    sumpah advokat, kode etik profesi dalam menjalankan peran sesuai dengan tugas dan

    fungsinya.

    Sedangkan fungsi advokat, yaitu diantaranya:24 pertama, sebagai pengawal

    konstitusi dan memperjuangkan tegaknya hak asasi manusia dalam Negara hukum

    Indonesia. Kedua, menjunjung tinggi serta mengutamankan nilai keadilan, kebenaran

    dan moralitas sesuai apa yang menjadikan advokat sebagai profesi yang terhormat

    (offecium nobile). Ketiga, berfungsi sebagai pemberi nasehat hukum, klien hukum,

    konsultan hukum, pendapat hukum, pemberi informasi hukum serta membantu dalam

    penyusunan kontrak-kontrak (legal Drafting). Keempat, membela kepentingan klien

    dan mewakilinya dalam proses pengadilan. Kelima, memberikan bantuan hukum

    dengan Cuma-Cuma atau sukarela kepada rakyat lemah dan tidak mampu (legal aid).

    24 Ibid, h. 85-86.

  • 27

    Tugas adalah kewajiban, sesuatau yang wajib dilakukan atau ditentukan untuk

    dilakukan. Tugas advokat berarti suatu yang wajib dilakukan oleh advokat dalam

    memberikan jasa hukum kepada masyarakat/kliennya. Oleh karena itu, advokat dalam

    menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada negara, masyarakat, pengadilan,

    klien dan pihak lawannya. Persepsi masyarakat terhadap tugas advokat sampai saat

    ini masih banyak yang salah paham. Mereka menganggap bahwa tugas advokat hanya

    membela di pengadilan dalam perkara perdata, pidana dan tata usaha negara di

    hadapan kepolisian, kejaksaan, dan di pengadilan. Sessungguhnya pekerjaan advokat

    tidak hanya bersipat litigasi, tetapi mencangkup tugas lain diluar pengadilan bersifat

    nonlitigasi.25

    Tugas advokat bukanlah merupakan pekerjaan (vocation beroep), tetapi lebih

    merupakan profesi. Karena profesi advokat tidak sekedar bersifat ekonomis untuk

    mencari nafkah, tetapi mempunyai nilai sosial yang lebih tinggi di dalam masyarakat.

    Profesi advokat di kenal sebagai profesi mulia (officium nobile), karena mewajibkan

    pembelaan kepada semua orang tanpa membedakan latar belakang ras, warna kulit,

    agama, budaya, sosial-ekonomi, kaya-miskin, keyakinan politik, gender, dan ideologi.

    Tugas advokat adalah membela kepentingan masyarakat (public defender) dan

    kliennya. Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota masyarakat

    menghadapai suatu masalah atau problem di bidang hukum. Sebelum menjalankan

    pekerjaannya, ia harus di sumpah terlebih dahulu sesuai dengan agama dan

    25 Ibid, H 84-85.

  • 28

    kepercayaannya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya, ia juga harus

    memahami kode etik advokat sebagai landasan moral.26

    Tugas advokat dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat tidak

    terinci dalam uraian tugas, karena ia bukan pejabat negara sebagai pelaksana hukum

    seperti halnya polisi, jaksa dan hakim. Ia merupakan profesi yang bergerak di bidang

    hukum untuk memberikan pembelaan, pendampingan dan menjadi kuasa untuk dan

    atas nama kliennya. Ia disebut benteng hukum atau garda keadilan dalam

    menjalankan fungsinya.27

    Tugas dan fungsi dalam sebuah pekerjaan atau profesi apapun tidak dapat

    dipisahkan satu dengan lainnya. Karena keduanya merupakan sistem kerja yang

    saling mendukung. Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat harus befungsi:28

    a. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;

    b. Memperjuangkan hak-hak asasi manusia dalam negara hukum Indonesia;

    c. Melaksanakan kode etik advokat;

    d. Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum,

    keadilan dan kebenaran;

    26 Ibid, hal, 84. 27 Ibid hal. 84-85. 28 Ibid, Hal 85.

  • 29

    e. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan dan

    kebenaran) dan moralitas;

    f. Menjunjung tinggi citra profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium

    nobile);

    g. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat

    advokat;

    h. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat;

    i. Menangani perkara-perkara sesuai kode etik advokat;

    j. Membela klien dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab;

    k. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan

    masyarakat;

    l. Memelihara kepribadian advokat;

    m. Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat antara

    sesama advokat yang didasarkan kepada kejujuran, kerahasiaan dan

    keterbukaan, serta saling menghargai dan mempercayai;

    n. Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai wadah tunggal

    organisasi advokat;

    o. Memberi pelayanan hukum (legal service);

    p. Memberi nasehat hukum (legal advice);

    q. Memberi konsultasi hukum (legal konsultation);

    r. Memberi pendapat hukum (legal opinion);

    s. Menyusun kontrak-kontrak (legal drafting);

  • 30

    t. Memberi informasi hukum (legal imformation);

    u. Membela kepntingan klien (litigation);

    v. Mewakili klien di muka pengadilan (legal representation);

    w. Memberikan bantuan hukum dengan Cuma-Cuma kepada rakyat lemah dan

    tidak mampu (legal aid).

    Dengan demikian, seorang advokat dalam membela, mendampingi, mewakili,

    bertindak, dan memulai tugas dan fungsinya harus selalu memasukkan kedalam

    pertimbangannya kewajiban terhadap klien, pengadilan, diri sendiri, negara terlebih

    kepada Allah SWT. Untuk mencari kebenaran dan menegakkan keadilan.

    Profesi advokat ini akan terpandang mulia di hadapan masyarakat apabila ia

    sendiri bisa menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemberi jasa hukum kepada

    masyarakat yang membutuhkan. Terjadinya pergeseran tugas dan fungsi ini dari

    pemberi bantuan hukum secara prodeo menjadi pemberian jasa hukum profesional

    mengakibatkan banyak peraktek menyimpang dari para advokat. Dengan prilaku ini,

    advokat tidak lagi menjadi benteng hukum atau garda keadilan, tetapi secara tidak

    disadari telah menjadi propokator bidang hukum untuk sebuah kepentingan advokat

    dalam memanfaatkan kliennya.

  • D. Kode Etik Advokat

    Kode etik atau sumpah profesi adalah merupakan perangkat moral yang

    sesungguhnya mesti ada pada semua profesi termasuk di dalamnya profesi advokat.

    Objek material dari etika adalah moralitas yang melekat pada suatu profesi. Etika

    dalam perspektif Islam bisa diidentikan dengan akhlakulkarimah. Secara etimologis

    dapat diartikan sebagai kebiasaan kehendak.29 Kebiasaan yang dimaksud adalah

    perbuatan dan perilaku yang baik, terukur dan berlangsung terus-menerus. Seseorang

    yang biasa berbuat adil dalam segala hal, di manapun ia akan selalu berbuat adil yang

    menjadi akhlak bagi dirinya. Etika mestinya tertanam dalam hati nurani setiap profesi

    hukum seperti halnya advokat dalam menjalankan perannya, agar selalu berada di

    jalan yang benar menurut hukum dan bukan benar menurut interest pribadi.

    Profesi advokat selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak

    hukum lainnya oleh karena itu, satu sama lainnya harus saling menghargai antara

    teman sejawat dan juga antara penegak hukum lainnya. Oleh karena itu setiap

    advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan

    menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya di awasi

    oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus

    diakui oleh advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan

    29 Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak, (Jakrta: Bulan Bintang, tt), Hal. 62.

    31

  • 32

    menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat

    pengakuan dan kepatuhannya terhadap kode etik yang berlaku.

    Berkaitan dengan kode etik advokat,30 diartikan sebagai pengaturan tentang

    prilaku anggota-anggota, baik dalam interaksi sesama anggota atau rekan anggota

    organisasi advokat lainnya maupun dalam kaitannya di muka pengadilan, baik

    beracara di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Muhammad Sanusi,31

    mendefinisikan kode etik profesi penasehat hukum sebagai ketentuan atau norma

    yang mengatur sikap, perilaku dan perbuatan yang boleh atau tidak boleh dilakukan

    seseorang penasehat hukum dalam menjalankan kegiatan profesinya, baik sewaktu

    beracara di muka pengadilan maupun di luar pengadilan.

    Secara sistematis, kode etik advokat32 yang telah disepakati oleh asosiasi atau

    organisasi profesi itu dibagi dalam ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut :33

    1. Kode Etik yang Berkaitan dengan Sikap, Perilaku, dan Keperibadian

    Penasehat Hukum Pada Umumnya.

    2. Hubungan Penasehat Hukum dengan Kliennya.

    30 Ropuan Rambe, Tehnik Praktek Advokat, (Jakarta: Grasindo, 2001), Hal. 45. 31 Muhamad Sanusi, Kode Etik Penasehat-Penasehat: Pengertian, Penjabaran, dan

    Penerapannya, (Jakarta: Kompilasi Khusus Advokat AAI, 1997), Hal. 9. 32 Kode etik advokat yang telah disepakati tanggal 4 April 1996 oleh IKADIN, AAI, IPHI 33 Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,

    (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Hal. 89-94.

  • 33

    3. Seorang Penasehat Hukum Harus Menjaga Hubungan Sesama Teman

    Sejawat.

    4. Sikap dan Tindakan Penasehat Hukum dalam Menangani Perkara dan

    Menghadapi Lawan Perkara.

    5. Ketentuan-Ketentuan Lain.

    Dalam kode etik advokat, selain mengatur hubungan-hubungan sebagaimana

    disebutkan diatas, juga mengatur ketentuan-ketentuan lain sebagai berikut :

    a. adanya larangan pemasangan iklan yang semata-mata untuk menarik

    perhatian, demikian pula pemasangan papan-papan nama dengan

    ukuran dan bentuk yang berlebihan.

    b. penasehat hukum harus menunggu permintaan dari klien dan tidak

    boleh menawarkan jasanya, baik langsung maupun tidak langgung,

    misalnya broker perkara (calo).

    c. kantor penasehat hukum dan cabangnya di Indonesia tidak dibenarkan

    diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan kedudukan penasehat

    hukum, misalnya di rumah atau di kantor seseorang yang bukan

    penasehat hukum.

  • 34

    d. Penasehat hukum dapat menerima pesanan dari seorang wakil yang

    bertindak atas nama calon klien, tetapi ia harus berusaha supaya

    berhubungan langsung dengan klien menerima keterangan dari klien

    sendiri.

    e. Penasehat hukum tidak dibenarkan mengizinkan orang yang bukan

    penasehat hukum dengan mencantumkan namanya di papan nama

    kantor penasehat hukum atau mengizinkan orang yang bukan

    penasehat hukum itu untuk memperkenalkan dirinya sebagai penasehat

    hukum.

    f. Penesehat hukum tidak dibenarkan mengizinkan karyawan-

    karyawannya yang tidak mempunyai kompetensi untuk mengurus

    perkara sendiri, memberi nasehat kepada klien dengan lisan atau

    tulisan.

    g. Penasehat hukum tidak dibenarkan melalui media masa mencari

    publikasi bagi dirinya atau untuk menarik perhatian masyarakat

    mengenai tindakan-tindakanya sebagai penasehat hukum mengenai

    perkara-perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila

    keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-

    prinsip hukum yaitu yang wajib diperjuangkan oleh setiap penasehat

    hukum.

  • 35

    h. Nama seorang penasehat hukum yang diangkat untuk suatu jabatan

    Negara tidak dibenarkan untuk tetap dipergunakan oleh kantor di mana

    dahulu ia bekerja.

    i. Seorang penasehat hukum yang sebelumnya menjadi hakim/panitra

    dari suatu pengadilan, tidak dibenarkan untuk memegang perkara di

    pengadilan yang bersangkutan selama tiga tahun semenjak ia berhenti

    dari pengadilan tersebut.

    6. Sikap dan Tingkah Laku Penasehat Hukum Kepada Hukum, Undang-

    undang/Kekuasaan Umum, Badan Peradilan dan Pejabatnya.

    Kode etik advokat bukan hanya sederetan peryataan-peryataan yang

    menetukan bagaimana advokat harus bertindak dan berprilaku terhadap satu dengan

    lainya. Pada tingkat praktis, ia harus menjiwai advokat dalam manjalankan perannya

    sebagai benteng keadilan. Oleh karena itu, pelaksanaan kode etik harus di bawah

    pengawasan sesuatau lembaga yang kompeten terhadap advokat. Pelaksanaan kode

    etik ini di awasi oleh suatu badan yang mempunyai otoritas yaitu dewan kehormatan,

    baik yang berada di cabang atau pusat. Cara beracara di persidangannya dan sanksi

    atas pelanggaran kode etik ditentukan sendiri.

  • BAB III

    TINJAUAN UMUM TENTANG ADVOKAT MENURUT HUKUM ISLAM

    A. Pengertian Dan Tujuan Hukum Islam

    1. Pengertian Hukum Islam

    Kata hukum yang berakar kata ( ) mengandung makna mencegah atau

    menolak, yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah kezhaliman, mencegah

    penganiyaan dan menolak untuk kemafsadatan lainnya.34

    Hukum islam merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan dari al-

    fiqh al-Islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syariah al-Islamy. Istilah

    ini dalam hukum barat disebut Islamic law. Dalam Al-quran dan Sunnah, istilah Al-

    hukm al-Islam tidak ditemukan. Namun yang digunakan adalah kata Syariat Islam.

    Yang kemudian dalam penjabarannya disebut istilah Fiqh.

    35 Artinya:

    menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakan sesuatu dari padanya.

    34 Zainuddin Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia). Jakarta; Sinar

    Grafika, 2006, Cet.1. Hal 1. 35 Ibid Hal. 1

    36

  • 37

    Dalam perkembangan ilmu fiqh/ushul fiqh yang demikian pesat, para ulama

    ushul fiqh telah menetapkan definisi hukum islam secara terminologi diantaranya

    dikemukakan oleh Al-Badhawi dan Abu Zahra sebagai berikut:

    36

    Artinya:

    Firman Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntunan, pilihan, maupun bersifat wadliy.

    37

    Artinya:

    khitab (titah) yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf yang bersifat memerintah terwujudnya kemaslahatan dan mencegah terjadinya kejahatan, baik titah itu mengandung tuntunan (perintah dan larangan) atau semata-mata menerangkan pilihan (kebolehan memilih) atau menjadikan sesuatau sebagai sebab, syarat atau pengahalang terhadap sesuatu hukum.

    Uraian diatas memberi asumsi bahwa hukum yang dimaksud adalah hukum

    islam, sebab kajiannya dalam perspektif hukum islam. Maka yang dimaksud pula

    adalah hukum syara yang bertalian dengan perbuatan manusia dalam ilmu fiqh,

    bukan hukum yang bertalian dengan aqidah dan akhlak.38

    Penyebutan hukum islam sering dipakai sebagi terjemahan dari syariat Islam

    atau fiqh Islam. Apabila syariat Islam di terjemahkan sebagai hukum islam (hukum

    36 Ibid Hal. 2. 37 Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqih, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), Hal. 26. 38 Zainuddin Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia). Jakarta; Sinar

    Grafika, 2006, Cet.1. Hal 2.

  • 38

    in abstracto), maka berarti syariat Islam yang dipahami dalam makna yang sempit,

    karena kajian syariat Islam meliputi aspek Itiqadiyah, khuluqiyah, dan amal syriyah.

    Sebaiknya bila hukum islam menjadi terjemahan dari fiqh Islam, maka hukum Islam

    termasuk bidang kajian ijtihadi yang bersifat dzanni.39

    Namun demikian, untuk mendapatkan pemahaman yang benar tentang hukum

    islam, maka menurut H. Mohammad Daud Ali yang harus dilakukan sebagai

    berikut:40

    1. Mempelajari hukum Islam dalam kerangka dasar, dimana hukum Islam

    menjadi bagian yang utuh dari ajaran Dinul Islam.

    2. menempatkan hukum Islam pada suatu kesatuan

    3. dalam aplikasinya saling memberi keterkaitan antara syariah dan fiqh yang

    walaupun dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.

    4. dapat mengatur tata hubungan kehidupan, baik secara vertikal maupun

    horizontal.

    Berdasarkan hal diatas maka definisi hukum Islam adalah koleksi daya upaya

    para ahli hukum untuk menerapkan syariat atas hubungan masyarakat. Dalam

    khazanah hukum Islam di Indonesia. Istilah hukum Islam dipahami sebagi

    penggabungan dua kata hukum dan Islam. Hukum adalah seperangkat aturan tentang

    39 Ibid, Hal.2. 40 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam(Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di

    Indonesia).(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006). Hal. 18.

  • 39

    tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang

    berlaku dan mengikat seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum disandarkan pada

    kata Islam, jadi dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang

    dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rosulullah tentang tingkah laku

    mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini

    berlaku mengikat bagi semua pemeluk agama Islam.

    2. Tujuan Hukum Islam

    Tujuan utama dari syariah adalah untuk menjaga dan memperjuangkan tiga

    katagori hukum. Yang disebut sebagai Daruriyyat, Hajiyyat, dan Tahsiniyyat.41

    Tujuan dari masing-masing katagori tersebut adalah untuk memastikan bahwa

    kemaslahatan (masalih) kaum muslimin, baik di dunia maupun diakhirat, terwujud

    dengan cara yang terbaik.

    Tujuan hukum Islam adalah untuk memenuhi kepentingan, kebahagian,

    kesejahteraan, dan keselamatan hidup manusia di dunia dan di akhirat.42 Oleh karena

    itu, apabila hukum positif yang tidak berasaskan Al-Quran dan Al-Hadist

    dibandingkan dengan tujuan hukum islam, maka ditemukan bahwa tujuan hukum

    Islam lebih tinggi dan bersifat lebih abadi artinya tidak terbatas kepada lapangan

    41 Wael B Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam, (Jakrta: Raja Grafindo Persada, 2001). Hal

    247-248. 42 Zainuddin Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia). Jakarta; Sinar

    Grafika, 2006, Cet.1. Hal. 13.

  • 40

    materi yang bersifat sementara. Sebab faktor-faktor individu, masyarakat, dan

    kemanusiaan pada umumnya selalu diperhatikan dan dirangkaikan satu sama lain, dan

    dengan hukum Islam dimaksudkan dengan kebaikan semua dapat terwujud. Dalam

    lapangan ibadah misalnya, shalat, puasa, zakat dan haji. Hal ini dimaksudkan untuk

    membersihkan jiwa dan mempertemukannya dengan Tuhan, kesehatan jasmani dan

    kebaikan individu maupun masyarakat bersama-sama dengan berbagai aspeknya. Hal

    tampak lapangan muamalat (hubungan sesama manusia) dengan segala aspeknya.

    Tujuan dimaksud tampak jelas, seperti yang terlihat pada aturan peraktek hukum

    Islam yang menguasai lapangan tersebut. Diantara kaidah aturannya yang berbunyi

    sebagai berikut:

    43

    menolak keburukan mendahulukan atas mendatangkan kebaikan.

    44

    kepentingan umat harus didahulukan atas kepentingan kepentingan pribadi

    Secara garis besar tujuan hukum Islam dapat dilihat dari dua aspek, yaitu :

    1. kalau dilihat dari aspek pembuat hukum (Allah dan Nabi Muhammad), maka

    tujuan hukum Islam adalah untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang

    43 Zainuddin Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia). Jakarta; Sinar

    Grafika, 2006, Cet.1. Hal. 13. 44 Ibid, Hal. 15.

  • 41

    bersifat primer, sekunder, dan tertier (istilah fiqh disebut Daruriyyat, hajiyyat,

    dan tahsiniyyat). Selain itu adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh

    manusia dalam kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kemampuan

    manusia untuk memahami hukum Islam melalui metodologi pembentukannya

    (ushul al fiqh).

    2. kalau dilihat dari segi pelaku hukum dan pelaksana hukum Islam (manusia),

    maka tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang bahagia.

    Caranya yaitu mengambil yang bermanfaat dan menolak yang tidak berguna

    bagi kehidupan. Singkat kata adalah untuk mencapai keridhaan Allah dalam

    kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.

    B. Status Hukum Dalam Hukum Islam

    Macam-macam hukum adalah sebagi berikut :45

    1. Al-Ijab, yaiut tuntutan secara pasti dari syariat untuk dilaksanakan dan tidak

    boleh (dilanggar) ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai

    hukuman. Istilah al-ijab terkait dengan khitab (firman) Allah SWT disebut al-

    wajib (perbuatn yang dituntut oleh khitab Allah SWT).

    2. An-Nadh, yaitu tuntutan untuk melaksanakan suatu perbutan, tetapi tuntutan

    itu tidak secara pasti. Seorang tidak di larang untuk meninggalkannya, karena

    orang yang meninggalkan tuntutan tersebut tidak dikenai hukuman.

    45 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Bara Van Hove, 1999), Cet,

    Ke-2, Hal. 572.

  • 42

    3. Al-Ibahah, yaitu khitab (firman) Allah SWT yang mengandung pilihan antara

    berbuat atau tidak. Akibat khitab Allah SWT ini disebut juga dengan Al-

    Ibahah, dasn perbuatn yang boleh dipilih itu disebut Al-mubah.

    4. Al-Karahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi

    tuntutan itu di ungkapkan melalui reaksi yang pasti. Seseorang yang

    mengerjakan perbuatan yang dituntut untuk meninggalkan itu tidak dikenai

    hukuman. Akibat dari tuntunan itu disebut Al-Karahah, dan perbuatan yang

    dituntut untuk meninggalkan itu disebut dengan Al-Makruh.

    5. At-Tahri, yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan

    tuntutan yang pasti. Akibat dari tuntutan ini disebut Al-Hurmah dan perbuatan

    yang dituntut disebut dengan Al-Haram.

    C. Landasan Hukum Advokat Dalam Islam

    Sebagaimana telah dijelaskan bahwa advokat merupakan profesi yang mulia

    karena perannya terhadap masyarakat dalam bidang hukum dan keadilan, advokat

    lebih memprioritaskan hak-hak asasi manusia ketimbang dirinya terhadap pencapaian

    kepentingan ekonomis.

    Sesungguhnya Al-Quran dan As-Sunnah merupakan sumber hukum yang

    selalu menyerukan kepada kebajikan dan tanggung jawab moral yang tinggi. Menurut

    Al-Quran rasa tanggung jawab yang komprehensif dapat menjamin hak-hak dasar

    manusia. Bukan sebaliknya, dan orang yang merefleksikan tanggung jawab moral

  • 43

    tadi adalah dalam kemenangan. Sebagaimana Allah menjelaskan dalam firman-Nya

    dalam surat Al-Imran ayat 104-105 :46

    G) 1@P% % Ike t poe Io%e

    o54 I`NAe G o@ ` 1K

    [J . y 5" 8 o"

    )a G% k % /L`G 0@Pq

    ` 1z !m 2l. Artinya :

    Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (QS Al-Imran : 104-105).

    Dalam ayat lain yang lebih tegas mengharamkan perbuatan yang melanggar

    hak-hak asasi manusia. Dalam Al-Quran surat Al-Araaf ayat 33 :47

    # `5 3o` Sss V % o`N RD% %

    aG a120S a po K` I p# % 2 $PvCe

    @A Z I " t" % y I+!"

    Artinya :

    46 Ahmad Toha Putra, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Asy Syifa, 2000), Hal. 122. 47 Ibid, Hal. 323.

  • 44

    Katakanlah: "Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Araaf :33)

    Dalam sebuah hadist riwayat Tabrani agar berbuat kebajikan tanpa membeda-

    bedakan golongan yaitu:

    48

    Artinya :

    kepala akal sesudah iman adalah berkasih-kasihan kepada manusia dan membuat kebajikan kepada segala orang, baik orang itu shaleh atau fasik.

    Al-Qur;an dan As-Sunnah banyak memberi bimbingan etika pada pihak yang

    memasuki dunia hukum yang lainnya, maka bimbingan etika dari Rasulullah berlaku

    juga bagi para advokat sebagai pihak yang terlibat dalam pengambilan putusan hakim

    diantara hadist yang menjelaskan tentang para penegak hukum dalam peradilan salah

    satunya:

    : : ) ( 49

    Artinya :

    dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: barang siapa memegang kekuasaan pengadilan, maka sesungguhnya ia telah menyembelih dirinya tanpa dengan pisau (HR. Ahmad Al-Arbaah dan Ibnu Hibban mensyahihkan).

    48 T.M. Hasby ash Shiediqy, Al-Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1952), Cet, ke-1,, Hal. 464. 49 Ibid, hal. 464.

  • 45

    Hadist ini menjadi peringatan keras bagi para ahli hukum yang terlibat dalam

    proses peradilan dan bagi orang yang memasuki dunia peradilan, hal ini dinyatakan

    dalam lafadz dzubiha yang berarti menjerumuskan diri50.

    Dari beberapa penjelasan ayat Al-Quran dan Hadist diatas tampak Islam

    mengakomodasikan segala urusan umat manusia, tak terkecuali yang berkaitan

    dengan hukum. Dengan diterapkannya hukum, maka hidup manusia akan mencapai

    keteraturan dan kedamaian. Dalam penerapannya ada tujuan penting yang hendak

    dicapai yaitu terpenuhinya rasa keadilan umat manusia, sebagaimana firman Allah

    SWT pada surat Al-Maidah ayat 8 :51

    R[ke [ @% 5 [9% `kR

    { y 1A%oMe I@ %4 t" x k"

    k K !o u* " xJ po`a

    ` [J `" Artinya :

    Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maaidah : 8)

    Ayat diatas menunjukan bagaimana Allah SWT lewat ajaran Islam

    mengajarkan kepada orang-orang yang beriman untuk menegakkan kebenaran dan

    50 Ibid, Hal. 464. 51 Ahmad Toha Putra, Al-Quran dan Terjemahnya, Hal. 226.

  • 46

    bersikap adil. Kandungan ajaran Islam ini pun sesuai dengan prinsip dasar bagi para

    aparat hukum, baik itu hakim, jaksa dan khususnya bagi profesi yang diangkat pada

    tulisan ini yaitu advokat. Hal ini sesuai dengan filsafah bangsa Indonesia, yaitu

    pancasila yang berkaitan dengan peradilan yang meracu pada sila keadilan bagi

    seluruh rakyat Indonesia.

    Adapun maksud adil dalam Islam disini adalah seperti apa yang dijelaskan

    Ibnu Katsir tentang definisi keadilan. Ibnu Katsir dalam magnum opusnya Tafsir

    Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan keadilan

    menyesuaikan dengan konteks ayatnya. Berikut ini dalam tafsirnya mengenai definisi

    keadilan52:

    Allah SWT menyuruh orang yang beriman untuk berbuat adil dalam

    perbuatan dan perkataan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Keadilan

    yang dimaksud adalah keadilan menyampaikan hak kepada yang berhak

    membutuhkannya dengan cara yang tepat, dan juga menyampaikan hak bagi setiap

    orang dalam setiap waktu dan tempatnya.

    Mengenai keberadaan advokat dipengadilan telah banyak dinyatakan dalam

    Al-Quran dan Al-Hadist telah diperaktekan pada masa Rasulullah SAW, Sahabat dan

    generasi sesudahnya. Di antara ayat Al-Quran yang mengandung pedoman mengenai

    52 Muhammad Al As-Shabuni, Mukhtashor Tafsir Ibnu Kasir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), Jilid 1

    Hal. 633.

  • 47

    peraktekadvokat di pengadilan yaitu firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiyaa ayat

    78-79:53

    `l`l aG`l Z n I`h t8 Eo n 05

    l 1@ 4 A 1N [kN . `N@}N aG`l Z j @q" =

    = 5o~d`Z `% `l`l $M aGV{f po

    A [9 Artinya :

    Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan Keputusan mengenai tanaman, Karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. dan adalah kami menyaksikan Keputusan yang diberikan oleh mereka itu, Maka kami Telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat) dan kepada masing-masing mereka Telah kami berikan hikmah dan ilmu dan Telah kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan kamilah yang melakukannya. (QS. Al-Anbiyaa 78-79).

    Sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan manusia yang semakin

    beragam dalam penyelesaian hukum, advokat dalam pengertian positif di masa kini

    memiliki system dan ruang lingkup kerja yang lebih luas dan modern.

    53 Ahmad Toha Putra, Al-Quran dan Terjemahnya, Hal. 698

  • BAB IV

    ANALISIS ADVOKAT MENURUT UNDANG-UNDANG DAN HUKUM

    ISLAM

    A. Peran Advokat Dalam Pemberian Jasa Hukum Di Pengadilan Agama

    Menurut Undang-Undang.

    Peran advokat54 dalam memberikan jasa hukum bagi kepentingan klien

    dengan tujuan untuk memberikan islah bagi para pihak yang bersengketa sangat

    menentukan. Dimaksud peran disini adalah bagaimana ia dapat menjalankan

    profesinya sesuai dengan tugas dan fungsinya serta kode etik dan sumpah advokat.

    Sedangkan yang dimaksud dengan pemberian jasa hukum yang dilakukan advokat

    adalah mendampingi, menjadi kuasa, memberikan advise hukum kepada klien baik

    bersifat sosial; pro boo publico maupun atas dasar mendapat kan honorarium/fee.

    Menurut Ropuan Rambe,55 dalam menjalankan profesinya seorang advokat

    harus memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan

    dan kebenaran. Advokat adalah profesi yang bebas; free profession; vrij beroep, yang

    tidak tunduk pada hirarki jabatan dan tidak tunduk pada perintah atasan, dan hanya

    54 Dalam penjelasan RUU Advokat disebutkan bahwa pada perakteknya peran pemberian

    bantuan hukum, dilakukan advokat secara litigasi dan nonlitigasi. Jasa bantuan hukum dibagi manjadi jasa hukum litigasi dan jasa hukum nonlitigasi. Jasa hukum litigasi adalah jasa hukum yang berkenaan dengan perselisihan hukum atau perkara didalam atau diluar pengadilan dan arbitrase. Sedangan jasa hukum nonlitigasi adalah jasa hukum diluar bidang jasa hukum litigasi.

    55 Ropuan Rambe, Tehnik Peraktek Advokat, Grasindo, Jakarta, 2001, Hal. 33 dan 37.

    48

  • 49

    menerima perintah atau order atau kuasa dari clien berdasarkan perjanjian yang

    bebas, baik yang tertulis ataupun yang tidak tertulis, yang tunduk pada kode etik

    advokat, dan tidak tunduk pada kekuasaan publik.

    Selama ini terdapat kesan pro dan kontra di masyarakat terhadap peran

    advokat yang berperaktek di pangadilan. Bagi yang kontra memberi kesan negatif

    sedangkan bagi yang pro memberi kesan positif terhadap kehadiran dan peran

    advokat di pengadilan agama. Terdapat kesan negatif sebagian masyarakat bahwa

    untuk mendapatkan jasa hukum sekarang ini memerlukan biaya tinggi dan membuat

    rumit masalah yang di anggap sederhana, sehingga lambat dalam penyelesaiannya.

    Akan tetapi, pihak lain ada kesan positif masyarakat, bahwa untuk berperkara di

    pengadilan dengan mengggunakan jasa advokat, dapat memudahkan urusan

    administratif dan juga memberikan kepuasan serta dapat memenuhi rasa keadilan

    sekalipun dalam posisi salah.56

    Oleh karena itu, seorang advokat yang akan melakukan peraktek litigasi di

    pengadilan agama untuk mendampingi atau menjadi kuasa atas nama kliennya agar

    mendapat simpatik dari masyarakat, tentu terus mengikuti hukum acara yang berlaku

    di pengadilan agama. Dengan mengikuti atuaran ini dapat meminimalkan perektek

    yang menyimpang, sehingga dapat di pertanggungjawabkan prosedurnya. Prosedur

    mendapatkan jasa hukum advokat adalah berkaitan dengan aturan baku yang

    56 Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,

    (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Hal. 64-65.

  • 50

    ditetapkan hukum acara di lingkungan peradilan agama maupun aturan

    kepengacaraan yang berlaku.

    Mengenai hukum acara yang berlaku di lingkungan pengadilan agama, diatur

    dalam Bab IV UU No. 7 Tahun 1989, Jo Undang-undang N0 3 Tahun 2006 mulai

    Pasal 54-105. pasal 54, menyatakan:

    hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan

    agama adalah Hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam

    lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-

    undnag ini.

    Menurut Wirjono Projodikoro,57 yang dimaksud dengan hukum acara perdata

    adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang terus

    bertindak terhadap dan dimuka peradilan dan cara bagaimana peradilan itu harus

    bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata.

    Keberadaan advokat untuk berperan dalam memberikan jasa hukum kepada

    pihak-pihak yang bersengketa dalam perkawinan, khususnya perceraian diatur

    melalui Undang-undang No 7 Tahun 1989 Jo, UU No 3 Tahun 2006 Tentang

    Peradilan Agama, pasal 73 ayat (1) sebagai berikut.58

    57 Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, 1978, Hal. 13. 58 Basiq Djalil, Peradilan agama Di Indonesia (Jakarta : Kencana 2006), Hal. 207.

  • 51

    gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan

    yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat, kecuali apabila

    penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin

    tergugat.

    Pasal ini mengatur gugatan cerai yang dilakukan istri terhadap suaminya, baik

    secara langsung kepengadilan agama mapun melalui jasa hukum seorang advokat

    dengan menggunakan suarat kuasa kepada advokat untuk melakukan tindakan

    hukum. Surat kuasa adalah suatu dokumen penting yang melahirkan perjanjian antara

    pihak klien dan advokat. Tanpa surat kuasa dari para pihak, maka advokat tidak

    mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan hukum apapun yang

    mengatasnamakan para pihak dalam menyelesaikan perkara.

    Secara umum pengertian surat kuasa adalah suatu dokumen dinana isinya

    seorang menunjuk dan memberi wewenang pihak lain untuk melakukan perbuatan

    hukum untuk dan atas namanya.59 Sedangkan menurut pasal 1792 BW pemberian

    kuasa adalah sebagi berikut.

    suatu persetujuan yang berisikan pemberian kuasa kepada orang lain yang

    menerima untuk melaksanakan sesuatu untuk atas nama orang ynag memberikan

    kuasa.

    59 Yudha Pandu, Klien dan Penasehat Hukum Dalam Perspektif Masa Kini, PT Abadi,

    Jakarta, 2001, Hal. 95.

  • 52

    Dimaksud dengan melaksanakan suatu urusan menurut pasal 1792 BW diatas

    adalah melaksanakan perbuatan hukum yaitu perbuatan yang melahirkan akibat

    hukum yang berupa hak dan kewajiban yang mengikat. Oleh karena itu, tujuan surat

    kuasa adalah untuk membuktikan adanya pemberian kekuasaan kepada penerima

    kuasa (advokat) untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk atas nama pemberi

    kuasa, yaitu perbuatan hukum berupa hak dan kewajiban.

    Surat kuasa diberikan dalam bentuk kontrak antara pihak pemberi kuasa

    (klien) kepada yang menerima kuasa (advokat). Dalam membuat persetujuan ini,

    biasanya yang dibicarakan antara para pihak dan advokat adalah masalah

    honorarium/fee untuk melakukan proses kepengacaraan.60 Bagaimanapun pada

    akhirnya tentu kesepakatan antara klien dan advokat dapat menetukan segala

    sesuatunya termasuk masalah honorarium/fee. Penentuan jasa hukum dalam

    menentukan honorarium/fee atas pekerjaan yang dilakukannya adalah berdasarkan

    tingkat kerumitan, besarnya tanggung jawab, dan berapa lama pekerjaan tersebut

    dapat diselesaikan. Akan tetapi, terkadang juga penasehat hukum (advokat)

    mempertimbangkan honorarium/fee berdasarkan kondisi dan posisi seorang klien dan

    suatu perkara. Karena kondisi dan posisi seorang klien tidak sama dengan klien lain.

    60 Ibid, hal.78, ada tiga metode yang dipakai untuk menetapkan honorarium/fee oleh

    penesehat hukum, (1) honor/fee ditetapkan secara lump sum. Ini umumnya digunakan oelh para penasehat hukum dalam melakukan due diligence dalam proses legal audit dan legal opinion untuk keperluan tertentu (2) menetapkan honor/fee atas dasr item per item. Dalam metode ini penesehat hukum mebuat tagihan berdasarkan rincian satu persatu pekerjaan yang telah dilakukannya dan (3) menetapkan tagihan atas dasar tidak menang - tidak bayar (no win, no pay). Metode ini sering digunakan untuk honor/fee para penasehat hukum yang menjalankan peraktek profesinya sebagai penagih hutang (debt collector).

  • 53

    Pertimbangan seperti ini merupakan peran profesi advokat dalam masyarakat untuk

    mencari keadilan. Jadi, kondisi dan posisi klien dalam suatu perkara merupakan

    bahan pertimbangan untuk menetapkan honorarium/fee terhadap pekerjaan yang

    akan dilakukannya.

    H. Harono Marjono,61 berpendapat bahwa terdapat dua pandangan yang

    menunjukan peran advokat dalam beracara di pengadilan, yaitu pandangan subyektif

    dan objektif. Dari sudut pandangan subjektif, karena pekerjaan pemberian bantuan

    hukum bertolak dari kepentingan seseorang yang akan atau sedang beracara di

    pengadilan, sebab orang itu merasa atau dianggap memerlukannya. Dengan

    pandangan ini, maka advokat akan berusaha memenagkan perkaranya dengan

    memberi janji-janji kepada kliennya. Ia akan melihat pihak lain sebagai lawan yang

    harus dikalahkan dalam persidangan. Demikian juga ia akan berusaha memberikan

    argumentasi kepada pihak pengadilan untuk keluar sebagai pemenang perkara.

    Advokat yang berpandangan demikian akan mengabdi pada kliennya, dan bukan pada

    kebenaran dan keadilan.

    Sedangkan dari sudut pandang objektif, karena pekerjaan itu berangkat dari

    tujuan atau maksud yang hendak dicapai dari tersenggaranya peradilan itu sendiri.

    Pandangan ini memberi kesan positif dalam melaksanakan acara peradilan. Ia akan

    melihat secara objektif terhadap kebenaran hukum dan bukan pada kebenaran

    61 H. Hartono Marjono, Menegakkan Syariat Islam Dalam Konteks Keindonesiaan, Mizan,

    Bandung, 1997, Hal. 70-71.

  • 54

    kliennya. Pandangan ini akan melihat proses peradilan itu sebagai suatu yang wajar,

    bukan hal yang luar biasa. Dalam posisi kliennya tidak menguntungkan, ia akan

    membela kebenaran dan keadilan dan bukan membela kliennya sekalipun memang

    salah. Advokat yang berpandangan seperti ini akan mengabdi kepada kebenaran dan

    keadilan, bukan kepada keberadaan kliennya.

    Peran advokat dalam pemberian jasa hukum litigasi di pengadilan, pada

    dasarnya harus diartikan sebagai upaya memberi bantuan hukum kepada orang yang

    sedang beracara di muka peradilan. Hal itu dimaksudkan agar pemeriksaan dan

    peradilan dapat berjalan dengan tertib, baik dan lancar sesuai dengan hukum acara

    yang berlaku. Ia juga dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan secara nyata

    berdasarkan hukum materil yang berlaku, sehubungan dengan perkara yang sedang

    diperiksa. Perkara tersebut bisa berupa sengketa antara para pihak atau permohonan

    yang diajukan oleh seorang pemohon.62

    Peran advokat yang berperaktek di pengadilan agama dalam meberikan jasa

    hukum dianggap positif bagi pencari kebenaran dan penegakkan keadilan. Peran

    positif advokat itu digambarkan dalam beberapa hal sebagai berikut:

    1. mempercepat penyelesaian administrasi, baik permohonan cerai talak maupun

    gugatan cerai bagi kelancaran persidangan di pengadilan.

    62 Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,

    Ghalia Indonesia, 2003. Hal. 69-70.

  • 55

    2. membantu menghadirkan para pihak yang berperkara di pengadilan sesuai

    dengan jadwal persidangan.

    3. memberikan pemahaman hukum yang berkaitan dengan duduk perkara dan

    posisinya, terhadap para pihak dalam menyampaikan permohonan atau

    gugatan atau menerima putusan pengadilan agama.

    4. mendampingi para pihak yang berperkara di pengadilan agama, sehingga

    merasa terayomi keadilannya.

    5. mewakili para pihak yang tidak dapat hadir dalam proses persidangan

    lanjutan, sehingga memperlancar proses persidangannya.

    6. dalam memberikan bantuan hukum, sebagai advokat profesional, tetap

    menjunjung tinggi sumpah advokat, kode etik profesi dalam menjalankan

    peran sesuai dengan tugas dan fungsinya.

    Ketentuan yang berkaitan dengan bantuan hukum Undang-undang No 4

    Tahun 2004 telah diatur dalam pasal 37-40, yang menyatakan bahwa setiap orang

    yang bersangkutan perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan advokat sebagai

    subyek yang ditunjuk dalam memberikan bantuan hukum wajib membentu proses

    penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan. Sedangkan

    dalam Undang-undang No 14 Tahun 1985 jo Undang-undang No 5 Tahun 2004

    masalah bantuan hukum diantaranya diatur dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa :

  • 56

    Mahkamah Agung dan pemerintah melakukan pengawasan atas Penasehat

    Hukum dan Notaris.63

    Kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-undang No 8 Tahun 1981

    tentang Hukum Acara Pidana, pasal 69-74 pasal 115 ayat 1 dan pasal 156 KUHP,

    yang menggunakan istilah bantuan hukum dan penasehat hukum sebagai orang yang

    ditunjuk oleh pihak yang berperkara untuk memberi bantuan hukum. Peraturan

    perundang-undangan lain yang berkaitan dengan masalah bantuan hukum yaitu SK

    Mahkamah Agung No 1 Tahun 1965 mengidentikan bantuan hukum dengan

    menggunakan istilah advokat/pengacara, pokrol (pengacara praktek).

    Walaupun istilah berbeda namun secara prinsipil pemberian bantuan hukum

    terhadap pihak yang berperkara di muka pengadilan adalah salah satu bentuk

    perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dalam bidang hukum dan lembaga

    peradilan. Tetapi setelah diberlakukan undang-undang No 18 Tahun 2003 tentang

    Advokat, istilah-istilah tersebut pengertiannya telah disetarakan menjadi advokat.

    Undang-undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat ini, adalah undang-

    undang terbaru tentang advokat dan merupakan penyempurnaan dari undang-undang

    sebelumnya. Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan dapat memberikan

    masa depan yang lebih baik bagi para advokat dan memberi kejelasan tantang

    keberadaan advokat sebagai pemberi jasa bantuan hukum serta manjadi pijakan

    63 Ibid, hal. 260-261.

  • 57

    undang-undang untuk mengaktualisasikan diri sebagai penegak hukum yang dapat

    menyeimbangkan semua kepetingan, klien, profesi, peradilan dan Negara tanpa

    mengabaikan nilai-nilai moral dan keadilan

    B. Pandangan Terhadap Citra Advokat

    Bagaimana pandangan masyarakat, kalangan ahli hukum dan advokat

    terhadap citra advokat selama ini? Hasil jajak pendapat, menyimpulkan citara advokat

    sudah tercemar. Percuma menyadarkan hukum di negeri ini. Mulai dari polisi, jaksa,

    hakim hingga pengacaranya yang seharusnya menjadi ujung tombak penegak hukum,

    justru tercemar dengan berbagai kasus pelanggaran hukum. Masyarakat tidak

    menyukai terhadap profesi advokat dalam dua hal.64

    Pertama, menyangkut perilaku yang berkaitan dengan persidangan. Dalam

    anggapan responden, perilaku mereka selama ini tampak sangat mendominasi

    perjalanana suatu perkara. Dengan akses dan kemampuan yang dimiliki, kalangan ini

    mampu memainkan peranannya seakan-akan menjadi yang paling benar di dalam

    persidangan. Berkaitan dengan persoalan yang demikian, tidak kurang dari 59 %

    responden meragukan profesionalitas para pengacara.

    Kedua, sorotan masyarakat terhadap pengacara tampak pula dari perilaku

    pengacara di luar persidangan. Di dalam penelitian responden, penampilan kalangan

    ini terlalu meyilaukan mata. Gaya hidup mewah dan kepiawaian memainkan kata-

    64 Ibid, Hal. 104-105.

  • 58

    kata di pandang 80% responden tidak lebih dari upaya mencari popularitas dan

    bayaran ketimbang upaya penegakkan hukum.

    Todung Mulya Lubis, seorang advokat senior, mungkin setelah membaca,

    mendengar, atau mengamati setiap proses peradilan dalam berbagai kasus

    berkesimpulan, bahwa perusak paling utama dalam lembaga peradilan adalah uang,

    para pengusaha dan advokat hitam yang memperdagangkan hukum. Tragisnya etika

    profesi sudah tidak sama sekali berharga karena banyak advokat hitam yang tidak

    merasa bersalah meski mereka mendatangi hakim dengan segepok uang.

    Indriyanto Seno Adji, dalam disertasinya mengemukakan bahwa para advokat

    pelaku kejahatan korupsi sering memanfaatkan kelemahan asas legalitas formal

    dalam sebuah perkara pidana. Sedangkan dalam perkara perdata mereka berlindung

    dalam artian sempit dari perbuatan melawan hukum yang diartikan sebagai

    melanggar undang-undang saja, padahal secara luas pengertian melanggar hukum itu

    tidak lagi diartikan pada ketentuan perundang-undangan tertulis saja, tetapi meliputi

    pelanggaran terhadap nilai-nilai atau rasa kepatutan yang ada dimayarakat.65

    Diantara sekian banyak profesi hukum advokat merupakan jenis profesi yang

    paling banyak menimbulkan kontroversi. Situasi demikian tidak hanya dirasakan

    pada negara-negara berkembang, tetapi juga pada negara-negara maju. Dalam

    berbagai survei di Amerika Serikat, profesi advokat masih menempati posisi

    65 Disertasi disampaikan di hadapan Guru Besar Universitas Indonesia, tanggal 22 januari 2000.

  • 59

    terhormat. Pengacara naik pamornya karena banyak pemimpin dunia berangkat dari

    profesi ini, dan terbukti mereka semua orang-orang yang cerdas, rasional dan orang

    yang pandai berargumentasi. Ironisnya dalam jajak pendapat lainnya, advokat

    ternyata juga mandapat peredikat profesi yang paling tidak disukai. Mereka di

    pandang sebagai kumpulan orang-orang yang senang memutar balikkan fakta,

    membuat gelap persoalan yang sudah jelas, dan tidak bermoral karena mengambil

    keuntungan dari penderitaan orang lain.66

    Pada tahun 1938, frank Tanembuan,67 seorang sosiologi menulis panjang

    lebar tentang kelakuan para pengacara di Amerika Serikat. Yang menjadi sorotan

    adalah aktivis para lawyer yang menjadi langganan penjahat, khususnya penjahat

    terorganisir. Para pengacara ini disebut criminal lawyer. Pekerjaannya antara lain

    merekayasa alibi, mengatur dan menyuap aparat hukum, mengancam juri dan

    menakut-nakuti saksi.

    C. Analisis Advokat Dalam Hukum Islam

    Advokat sebagai profesi terhormat yang dalam menjalankan profesinya

    berada di bawah perlindungan hukum, undang-undnag dan kode etik, memiliki

    kebebasan yang disandarkan kepada kehormatan dan kepribadian advokat yang

    berpegang teguh kepada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan.

    66 Dardji Darmodihardjo, dan Sidharta, Pokok-pokok Filsapat Hukum, (Jakarta: PT Gramedia

    Utama, 2000), Hal. 294-295. 67 Kompas, 29/3/2000, Hal 4, Rony Nitibaskara, dalam tulisan Sang Pengacara

  • 60

    Sebagimana dijelaskan pada pasal 1 tentang UU Advokat UU RI No. 18

    Advokat dalam pengertian positif adalah orang yang berprofesi memberikan jasa

    bantuan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi

    persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. Istilah advokat bisa di sebut juga

    sebagai penasehat hukum. Yang di maksud jasa hukum tersebut diatas adalah jasa

    yang diberikan advokat berupa pemberian konsultasi bantuan hukum, menjalankan

    kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk

    kepentingan hukum bagi orang, badan hukum, atau lembaga lian yang menerima jasa

    hukum advokat.

    Advoakat dalam pengertian penesehat hukum yang diaplikasikan berupa

    bantuan hukum, dalam peradilan Islam mengandung beberapa pengertian diantaranya

    wakalah, mufti, muhakam, dan muhamah. Berikut adalah penjelasan beberapa istilah

    tersebut :

    a. wakalah

    kata wakil muncul sekitar dua puluh empat kali dalam Al-Quran. Dalam

    hukum Islam, wakalah atau perwakilan muncul ketika satu orang

    menguasakan kepada orang lain untuk menggantikannya memperoleh hak-

    hak sipilnya.68

    68 A.Rahman l. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakrta: Raja

    Grafindo Persada 2002). Cet ke-1. Hal 4

  • 61

    Pengertian wakalah atau wikalah (perwakilan atau perlindungan) sama

    maknanya dengan takwidh (penyerahan atau pelimpahan), yang berarti

    pemberian bantuan hukum, penasehat hukum atau pengacara.69juga berarti

    hafidzh (pemelihara).

    Sedangkan menurut istilah syara yang dimaksud dengan wikalah yaitu

    pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang dalam hal-hal yang

    dapat digantikan dan diperoleh oleh syara70

    Wakalah berarti juga perlindungan (al-hifzh), pencukupan (al-kifayah),

    tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh).71

    Dasar hukum wakalah disebut dalam Al-Quran Surat Al-Kahfi ayat 19:72`

    1[s 2 ` 2) ;>` 1`k`

    1s m`K t @ek`

    Artinya :

    ". Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota (QS Al-Kahfi : 19).

    69 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Icht