Makalah keterbatasan metode ilmiah

18
KETERBATASAN METODE ILMIAH DI SUSUN OLEH : M. RIDHO HAKIM HAMIDHAN MANIK M. DANIL FUAZI Mhd. RIDWAN NASUTION MATA KULIAH : FILSAFAT ILMU FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN Jurusan Pendidikan Agama Islam-5 SEMESTER 3 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN 2013

description

maklah keterbatasan metode ilmiah

Transcript of Makalah keterbatasan metode ilmiah

KETERBATASAN METODE ILMIAH

DI SUSUN

OLEH :

M. RIDHO HAKIMHAMIDHAN MANIK

M. DANIL FUAZIMhd. RIDWAN NASUTION

MATA KULIAH : FILSAFAT ILMU

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN

KEGURUAN

Jurusan Pendidikan Agama Islam-5

SEMESTER 3

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya penyusunan

makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, dan tak lupa Beriringkan salam kita

sampaikan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW yang sampai saat ini Islam

sebagai agama yang sempurna masih tetap berdiri tegak di atas permukaan bumi

ini. Perkembangan zaman yang kian pesat terjadi akibat cepatnya evolusiilmu

memnyebabkan kita harus bersainga dalam mengemukakan suatu ide cemerlang

untuk membuat kemajuan yang salah satunya dengan pencimpaan teori ilmu yang

bermanfaat, tetapi semua yang di lakukan ada kekurangannya karena oenalaran

manusia hanya terbatas.

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................. iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang ................................................... 1

1.2Rumusan masalah .............................................. 2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1Pengertian metode ilmiah ................................. 3

2.2Karakteristik metode ilmiah ............................. 3

2.3Langkah-langkah metode ilmiah ...................... 4

2.4Keterbatasan metode ilmiah ............................. 5

BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpuulan ...................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................... 10

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Periode filsafat Yunani merupakan Periode sangat penting dalam sejarah

peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahaan pola piker manusia

dari mitosentris menjadi logosentris. Pola piker mitosentries adalah pola piker

masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan phenomena

alam, seperti gemppa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena

alam biasa, tetapi Dewa Bumi sedang yang sedang mengoyangkan kepalanya.

Namun, ketika filsafat di perkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi di

anggap sebagai aktivitas Dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara

kausalitas. Perubahan pola piker tersebut kelihatannya sederhana, tetapi

impilkasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi

kemudian didekati dan bahkan dieksploitasi.1

Untuk meneusuru filsafat Yunani, perku dijelaskan terlebih dahulu asal kata

fisafat. Sekitar abad IX SM atau paling tidak 700 SM, di Yunani, Sophia di beri

arti kebijaksanaan Sophia juga berarti kecakapan. Kata Philosophos mula-mula

dikemukakan dan dipergunakan oleh Heraklitos (540-480 SM). Sementara orang

ada yang mengatakan bahwa kata tersebut mula-mula dipakai oleh Pythagoras

(580-500 SM). Namun pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang

mengatakan bahwa Heraklitoslah yang pertama mengunakan istilah tersebut.

Menurutnya, Philosophos (ahli filsafat) harus mempunyai pengetahuan luas

sebagai pengejawantahan dari pada kecintaannya akan kebenaran dan mulai

benar-benar jelas digunakan pada masa kaum Sofis dan Socrates yang memberi

arti Philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan

teoretis. Philosophia adalah hasil dari perbuatan yang disebut Philosophein itu,

sedangkan Philosophos adalah orangyang melakukan Philosophein. Dari kata

Philosophia itulah nantinya timbul kata-kata Philosophie (Belanda, Jerman,

1 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2004), Cet I, h. 21.

1

Perancis). Philosophy (Inggris). Dari bahasa Indonesia disebut Filsafat atau

Falsafat.2

Kebenaran yang dicari-cari mengakibatkan munculnya hal-hal baru yang

mendorong prnggunaan cara-cara mencapai kebenaran yang sekarang ini di sebut

dengan Ilmu, sengga muncullah nama Metode Ilmiah.

1.2 Rumusan masalah

a. Apa yang dimaksud Metode Ilmiah ?

b. Bagaimana cara penyajian Metode Ilmiah ?

c. Mengapa ada keterbatasan Metode Ilmiah ?

2 Ibid, h. 22.

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Metode Ilmiah

Metode ilmiah atau proses ilmiah (bahasa Inggris: scientific method) merupakan

proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan

bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam

usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan

hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos

uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.3

Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut:

a. Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran)

b. Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan

dan pengukuran)

c. Prediksi (deduksi logis dari hipotesis)

d. Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas)

2.2 Karakteristik Metode Ilmiah

Menurut sumber ada beberapa karakteristik metode ilmiah:

Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat

untuk mengidentifikasi masalah danmenentukan metode untuk pemecahan

masalah. Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah.

Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-bukti yang tersedia

Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama

dengan kondisi yang sama pula. Bersifat konseptual, artinya proses penelitian

dijalankan dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan. Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan

pada fakta di lapangan.4

3 http://charensha.wordpress.com/2011/02/23/pengertian-metode-ilmiah/4 http://bunyamingunadarma.wordpress.com/2012/04/23/metode-ilmiah-karakteristik-dan

3

2.3 Langkah-Langkah Metode Ilmiah

Adapun langkah-langkah dala penyusunan Metode Ilmiah ialah5 :

- Menyusun Rumusan Masalah

- Menyusun Kerangka Teori

- Merumuskan Teori

- Melakukan Eksperimen

- Mengolah dan Menganalisis Data

- Menarik Kesimpulan

- Mempublikasikan Hasil

- Menyusun Rumusan Masalah

Hal-hal yang harus diperhatikan:

- Masalah menyatakan adanya keterkaitan antara beberapa variabel atau lebih.

- Masalah tersebut merupakan masalah yang dapat diuji dan dapat dipecahkan.

- Masalah disusun dalam bentuk pertanyaan yang singkat, padat dan jelas.

- Menyusun Kerangka Teori

- Mengumpulkan keterangan-keterangan dan informasi, baik secara teori maupun

data-data fakta di lapangan.

Dari keterangan-keterangan dan informasi tersebut diperoleh penjelasan

sementara terhadap permasalahan yang terjadi.

Penarikan Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu

permasalahan. Penyusunan hipotesis dapat berdasarkan hasil penelit ian

sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Dalam penelitian, setiap

orang berhak menyusun Hipotesis.

Pengujian Hipotesis

tahapan/

5 http://nista-maja.blogspot.com/2011/03/langkah-langkah-metode-ilmiah.html

4

Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara menganalisis data. Data dapat

diperoleh dengan berbagai cara, salah satunya melalui percobaan atau eksperimen.

Percobaan yang dilakukan akan menghasilkan data berupa angka untuk

memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Pengujian hipotesis juga berarti

mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk

memperlihatkan apakah terdapat bukti-bukti yang mendukung hipotesis.

2.4 Keterbatasan Metode Ilmiah

Ketebatasan Metode Ilmiah adalah keterhentian penalaran yang di lakukan oleh

manusia karena ketidaksanggupan manusia untuk menembus pengetahuan yang di

luar akal logis manusia seperti kebenaran dalam Agama. Agama merupakan

pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau

pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat

transcendental, seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di

akhirat nanti (Jujun S. Suriasumantri, 2000:54)6.

Dikemukakan Suparlan Suhartoni berikutnya:

“Filsafat mengerti apa yang seharusnya menjadi kebutuhan hidup sehari-hari,

tetapi fissafat tidak mnegetahui cara mengedakannya. Karena pengadaan

kebutuhan hidup sehari-hari itu memerlukan pengetahuan khusus yang bersifat

praktis, maka kebutuhan berupa hal-hal atau barang-barang yang bersifat nyata,

konkret dan khusus, seperti misalnya makanan, minuman, pakaian, perumahan,

dan peralatan hidu lainnya, dapat dipenuhi. Hanay dengan ilmu pengetahuan

yang bersifat teknis-praktis secara langsunglah kebutuhan hidup sehari-hari

dapat di produksi (Suparlan Suhartono: 17).7

Disini terlihat, bahwa semua perangkat ilmu pengetahuan memiliki daya

janngkau dengan kemampuan yang terbatas. Masalah mistik, maupun alam gaib

sama sekali tidak terjangkau oleh kemampuan yang dimiliki “alat” dimaksud.

Selain itu, ilmu pengetahuan juga hanya membatasi diri pada kewenangan dalam

6 H. Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Depok: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA, 2013),

Cet. 1, h. 105.7 Ibid, h. 106.

5

menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Sedangkan untuk menentukan

baik dan buruk, ataupun indah dan jelek masing-masing mengacu pada sumber

moral dan kajian estetik (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 92).8

Sehubung dengan batasan-batasan ilmu pengetahuan ini, Einstein menyatakan

“Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun teori yang

menjembati keduanya” (Nadiroh: 150). Barang kali dengan keterbatasan ini pula,

hingga ada yang berpendapat, bahwa penjelajahan ilmu pengetahuan berhenti

pada batas kemampuan rasional empiris. Setelah ilmu pengetahuan terhenti,

penjelajahan dilanjutkan oleh filsafat, kemampuan filsafat jug kemudian terhenti

pada puncak jelajahannya, yakni pada batas kemampuan optimal rasio manusia.

Ketika aktivitas filsafat, terhenti, penjelajahan dilanjutkan oleh seni dan agama.

Kebenaran agama itu mutlak bagi yang mempercayainya, termasuk hal yang

kadang di anggapnya “tidak sesuai” dengan kebenaran pengalaman inderawi dan

nalar (Yakob Sumardjo: 4).9

Penelitian itu sendiri merupakan proses penemuan yang panjang. Ia berawal

pada minat untuk mnegtahui fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang

menjadi gagasan, teori, konseptualisasi, pemilihan metode yang sesuai dan

seterusnya. Minat tidak berdiri sendiri. Ia dapat timbul dan berkembang oleh

rangsangan bacaan, diskusi, seminar, pengamatan ataupun campuran dari

semuanya (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1982: 8-9). Dengan demikian,

penelitian ilmiah pada hakikatnya merupakan operasionalisasi metode ilmiah

dalam kegiatan keilmuan (Jujun R. Suriasimantri, 2000: 307).10

Komponen utama dari sistem di maksud adalah :

1) Perumusan masalah;

2) Penngamatan dan deskripsi;

3) Penjelasan;

4) Ramalan dan kontrol; (Jujun S. Suriasumantri, 1984:111).11

8 Ibid, h. 1079 ibid10 Ibid, h. 17711 Ibid, h. 179

6

Tujuan utama menulis karangan Ilmiah atau karya Ilmiah ialah agar karangan

tersebut dibaca. Namun, untuk menulis sesuatu karya Ilmiah yang baik, tahap

demi tahap dimulai dari judul sampai daftar pustaka diperlukan konsentrasi penuh

dari penulis. Dua ciri karangan Ilmiah yang harus dipenuhi. Pertama, isi karangan

Ilmiah. Kedua, gaya menulis maksud tersebut (David Linsday, 1986: 1).

Mengenai pentingnya aspek bahasa, Marsi Singarimbun mengemukakan,

penggunaan bahasa dan istilah yang rumit membuat komunikasi terhalang (Masri

Singarimbun dan Sofyan Effendi: 247). Padahal, maksud dari tulisan Ilmiah ialah

mengomunikasikan informasi Ilmiah baru kepada ilmuwan lainnya (David

Linsday: 1986: 5).

Adapun aspek pertama, yakni gaya penulisan berhubungan dengan banyak

faktor kemampuan penguasaan bahasa tulisan, dan sekaligus tingkat kecerdasan

intelektualitas seseorang. Menurut Kohnstamm, kemampuanberbahasa terkait

dengan tingkat kecerdasan seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat

kecerdasan yang lebih tinggi akan mampu menginformasikan dan

mengomunikasikan buah pikirannya secara sistematis dan runtut dalam bahasa

tulisan (Crijns Reksosiswojo, 1964: 57). Persisi dan senada dengan apap yang

dikemukakan oleh Somerset Maugham, bahwa seorang yang pikirannya

semerawut akan menulis secara semerawut pula (Jujun S. Suriasumatri: 374).

Uraian diats menunjukkan, bahwa untuk menulis sebuah karya Ilmiah tidak

semata-mata bersifat teknis. Hanya pada penguasaan kemamapuan teknik

penulisan semata. Ternyata teknik penulisan itu juga perlu di perkayaoleh faktor-

faktor kemamapuan lainnya, yakni bahasa. Mencakup penguasaan bahasa secara

benar dan baik, pemilihan kata-kata yang tepat, maupun penyusuanan kalimat

yang teratur. Dengan penggayaan kemamapuan teknis berbahasa ini, tulisan akan

lebih menarik dan mudah dibaca serta cepat dipahami.12

Seperti di maklumi, bahwa tulisan ilmiah tidak berdiri sendiri. Meskipun karya

tersebut disusun oleh seorang ilmuwan kondang, ia tak dapat melepaskan diri dari

ketergantungan dengan hasil karya ilmuan lainnya. Dengan demikian, saat

12 Ibid, h. 181

7

dipublikasikan, tulisan ilmiah adalah produk karya “terbuka”. Sudah jadi

konsumsi publik, bukan milik perorangan lagi. Sebagai karya Ilmiah, materi

materi tulisan itu terdiri dari sejumlah pernyataan, data, konsep, ataupun teori,

yang di jadikan sebagai argumen. Ramuan materi ini digunakan sebagai

pendukung dalam analisis. Pada tahap akhir megacu pada kesimpulan sebagai

produknya. Jelanya, penyususn karya Ilmiah sangan bergantung dengan berbagai

sumber yang relevan. Sumber-sumber yang digunakan ini dicantumkan dengan

mengunakana teknik notasi. Notasi Ilmiah terkait dengan kejujuran Ilmiah. Ppara

ilmuwan harus menjunjung nilai-nilai kejujuran ini. Menghindar dari perilaku

plagiator, atau tindakan plagiat. Setiap data, penyimpanan, teori, atau istilah

sekalipun yang diambil dari sumber tertentu., perlu diidentifikasikan secara jelas.

Notasi Ilmiah adalah bentuk pengakuan terbuka dari seseorang ilmuwan, hingga

siapa pun diberi peluang untuk melaksanakan kebenaran.13

Metode ilmiah bersifat tentatif yaitu sebelum ada kebenaran ilmu yang dapat

menolak kesimpulan maka kesimpulan dianggap benar. tetapi kesimpulan ilmiah

bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah tidak

dapat membuat kesimpulan tentang baik buruk sistem nilai dan juga tidak dapat

menjangkau tentang seni dan estetika. 14

13 Ibid, h. 18614 http://sitianeh2.blogspot.com/2012

8

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keterbatasan-keterbatasaan metode ilmiah mencakup ketidak jujuran dalam

pengajaran ilmiah, selama ini judul ada tetapi tidak ada yang mendukung adri

teori itu artinya teori dan fakta itu harus sejalan. Keterbatasan metode Ilmiah

sesuatu hal yang terjadi baru bisa dirumuskan, jika hal itu tidak ada maka ilmu itu

tidak akan di dapati. Metode ilmiah hanya melalui percobaan tidak dapat

menghasilkan langsung melalui pemikiran yang ada. Bukti dan fakta harus pasti,

harus dilakukan dengan observasi permasalahan, apa yang dilakukan jika rumusan

masalah ada 3 maka penjabarannya juga harus minimal 3. Harus berurutan cara

pengerjaan suatu masalah atau mennetukan ilmu, pemahaman manusia dalam

metode ilmiah itu akan berbeda-beda sesuai penalarannya. Sehingga membuat

konflik antara pengetahuan satu dengan yang lain dan dampaknya pengetahuan itu

tidak selamanya benar. Dan penalaran ilmiah tidak akan berlanjut tanpa da agama

yang menselaraskannya.

9

DAFTA PUSTAKA

http://sitianeh2.blogspot.com/2012

http://id.wikipedia.org/wiki/Metode_ilmiah/2012

http://bunyamingunadarma.wordpress.com/2012/04/23/metode-ilmiah-karakteristik-dan-tahapan/

http://nista-maja.blogspot.com/2011/03/langkah-langkah-metode-ilmiah.html

Jalaluddin, H, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Depok: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA. 2013

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2004

10