MAKALAH KERAJAAN MINANGKABAU
-
Upload
njang-sevenfoldism-boc -
Category
Documents
-
view
411 -
download
70
description
Transcript of MAKALAH KERAJAAN MINANGKABAU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karakter masyarakat Minangkabau yang lebih terbuka dan mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya membuat masyarakat
Minangkabau berada pada posisi yang dapat dengan mudah menerima pengaruh
kebudayaan luar secara cepat sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai adat,
budaya dan filosofi hidupnya, yang telah ada sejak dulu. Meski demikian, mereka
juga sangat kritis terhadap setiap budaya yang masuk dari luar.
Karena itu pula, setiap budaya yang datang dari luar yang tidak sesuai
dengan budayanya tidak akan bertahan lama, seperti budaya dan ajaran yang
dibawa oleh agama Hindu-Buddha. Minangkabau dengan kebudayaannya yang
khas telah ada jauh sebelum Islam datang, bahkan juga jauh sebelum agama
Buddha dan Hindu memasuki wilayah Nusantara (Indonesia). Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa budayanya itu telah mencapai bentuk yang terintegrasi
sebelum agama Hindu dan Buddha serta agama islam datang. Adatnya yang
didasarkan pada perasaan, hati nurani dan hukum alam yang termuat dalam
“Tungko tigo sajarangan, yaitu alua jo patuik, anggo jo tango dan raso jo pareso”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan Kerajaan Minangkabau ?
2. Sejarah Islam di Minangkabau Sebelum Masuknya Islam di Kerajaan
Minangkabau?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk lebih mengetahui tentang kerajaan Minangkabau.
2. Untuk memnuhi tugas sekolah di MTs N Pasiripis Surade.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Islam di Minangkabau Sebelum Masuknya Islam di Kerajaan
Minangkabau
Puncak kejayaan Raja Minangkabau diketahui setelah abad 13 . Zaman ini
disebut zaman Jawa-Hindu ketika mendaratnya suatu laskar Jawa yang dikirim
raja Kertanegara dari Singosari dalam tahun Caka 1197 (1275 M). Ekspedisi ini
berhasil sebab 11 tahun itu ditepi Batang Hari di pusat Sumatera atas perintah raja
Jawa tersebut didirikan sebuah arca dari Amoghapaca dalam perkabaran yang
berhubungan dengan itu disebut sebagai raja dari rakyat Sumatera.
Mulawarmadewa yang dapat dianggap raja muda. Demikianpun Adityawarman
(kira kira 1346 – 1375) yang paling terkenal dari raja-raja sumatera ini dibawah
pengaruh kekuasaan Jawa, setidak tidaknya pada pemerintahan permulaan
pemerintahnya dalam negara Kertagama “Menangkabawa” disebut sebagai daerah
taklukkan dari kerajaan Majapahit. Salah satu bukti dari pengaruh Jawa Hindu
pada zaman Adityawarman terdapat banyak peninggalan Hindu yang sekarang
masih terdapat di Minangkabau. Tapi setelah zaman kejayaan itu tidak terdapat
sedikitpun peninggalan sejarah raja Minangkabau. Apa sebabnya dan kapan
berakhirnya kekuasaan raja Jawa Hindu itu meninggalkan Minangkabau tidak
diketahui. Kalau pun masih adanya candi hindu di ranah minang, penulis pernah
menanyakan hal ini kepada ulama yang merupakan salah satu keturunan ulama
penyebar islam di minangkabau, bahwasanya candi hindu sebenarnya masih ada.
Akan tetapi banyak candi yang di timbun dengan tanah, hal ini dilakukan Ulama
saat itu agar masyarakat tidak kembali pada kepercayaan agama sebelum islam
yaitu agama hindu dan menghindari penganut Hindu dari luar untuk menetap
disekitar candi di Minangkabau (contoh Candi Borobudur).
2
2.2 Sesudah Masuknya Islam di Kerajaan Minangkabau
Setelah orang Belanda menetap di Sumatera dalam abad ke 17
terdengarlah kembali sesuatu terhadap kerajaan Minangkabau, berdasarkan
keterangan Van Bezel sekitar tahun 1680 saat meninggalnya kaisar Alif raja dari
Turki, akibatnya ada perselisisihan raja-raja Minangkabau, maka kerajaan
Minangkabau terbagi tiga yakni: Sungai Tarab, Saruaso dan Pagaruyuang. Pada
saat itu terjadi perpecahan dalam negeri dalam penetapan raja, hak untuk
menduduki tahta tidak diakui oleh beberapa pembesar kerajaan (dagregister 1680
hal 123, 716, 721). Kemungkinan pembagian kerajaan pada waktu itu tidak
terjadi.
Raja Aditiyawarman disebut-sebut sebagai raja pertama Pagaruyung yang
beragama Hindu di Minangkabau, dalam catatan Kato. Aditiyawarman ini
mempunyai pertalian darah dengan Dharmasraya. Sesaat setelah pecahnya perang
saudara sesudah wafatnya Raja Aditiyawarman yang paling berkharisma dan
besar pada masa itu, keluarga raja pindah ke Marapalam dan lambat laun
memantapkan kedudukannya sebagai mitra dagang Malaka yang di mana di
kerajaan yang besar dan menguntungkan. Anggota-anggota keluarga raja menetap
di berbagai tempat di lembah-lembah Sinamar dan Sumpurkudus di tepi Sumpur,
dan di tempat dulu yang disebut Pagaruyung, dekat Kumanis, dimana sungai
Sinamar bisa dilayari perahu dagang ke Indragiri. Pada waktu tinggal disinilah
keluarga raja berhubungan dengan pedagang muslim dan pikiran Islam, dan pada
akhir abad keenam belas secara bertahap mereka menjadi Islam, dan pada suatu
ketika fungsi kerajaan dibagikan pada tiga anggota keluarga, karena angka tiga
mempunyai arti tertentu dalam pemikiran Minangkabau, yaitu raja ibadat di
Sumpur Kudus, raja adat di Buo dan raja alam di Pagaruyung. Sumpur Kudus
mungkin yang paling awal memeluk agama Islam, karena adanya sungai Kampar
dan Inderagiri yang ramai untuk perdagangan, dalam masa jaya kesultanan
Malaka, sungai Kampar dan Inderagiri berkembang disekitar muara-muara sungai
induknya sebagai daerah jajahan sultan yang paling penting, yang terkait dengan
sultan Malaka dengan ikatan perkawinan dan hidup dari perdagangan transit emas
dan kain India
3
Kedatangan pengaruh Hindu tidak merubah keadaan yang demikian itu.
Secara umum pengaruh Hindu terasa di Minangkabau hanya pada waktu raja yang
berkuasa seorang raja yang kuat seperti Adityawarman. Sesudah raja itu
meninggal, maka pengaruhnya makin lama makin hilang, karena adat
Minangkabau muncul kembali. Aditiyawarman merupakan seorang raja yang
besar dan berkuasa penuh atas kerajaannya, banyak prasasti yang ditinggalkan
menunjukan kebesaran kekuasaannya. Tetapi Putera Mahkota yang bernama
Ananggawarman tidak sempat lagi memerintah. karena telah digantikan oleh
orang Minangkabau sendiri yang dibantu oleh “BasaAmpat Balai” .
Sebaliknya pengaruh agama Islam membawa perubahan secara
fundamental terhadap adat Minangkabau. Tetapi sejak kapan pengaruh Islam
memasuki tubuh adat Minangkabau secara pasti, masih sukar dibuktikan.
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat Minangkabau yang
bertentangan dengan ajaran agama Islam dihilangkan dan hal-hal yang pokok
dalam adat Minangkabau diganti dengan aturan agama Islam. Hal itu dapat terjadi,
karena sebetulnya antara adat Minangkabau dengan ajaran agama Islam tidak
terdapat pertentangan. Ajaran Agama Islam menambahkan aturan adat
Minangkabau yang hanya memperhatikan alam dan manusia yang menghuninya,
sedangkan masalah ke Tuhanan dan hari kemudian tidak terdapat.
Hal pokok yang berubah dari adat Minangkabau sesudah masuknya
pengaruh ajaran agama Islam, antara lain seperti yang disebutkan oleh papatah
adat : “Adat basandi syarak, syarakbasandi Kitabullah”, artinya adat Minangkabau
bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam bersendikan pada AI-
Quran. Pengaruh agama Islam sangat besar terhadap adat Minangkabau, karena
sendi-sendinya yang dirubah. Agama Islam melengkapi yang kurang,
membetulkan yang salah, mengulas yang singkat, mengurangi yang berlebih,
sehingga adat Minangkabau tidak menyimpang dari kebenaran sejati dan adat
yang seperti itulah yang dijalankan di Sumatera Barat sampai saat ini.
2.3 Proses Masuknya Islam di Ranah Minang
4
Perkenalan pertama Minangkabau dengan Islam, sebagai yang masih
diasumsikan, adalah melalui dua jalur yaitu : pertama, pesisir timur Minangkabau
atau Minangkabau Timur antara abad ke-7 dan 8 Masehi, kedua, melalui pesisir
barat Minangkabau pada abad ke 16 Masehi
Teori jalur timur didasarkan oleh intensifnya jalur perdagangan melalui
sungai-sungai yang mengalir dari gugusan bukit barisan ke selat Malaka yang
dapat dilayari oleh pedagang untuk memperoleh komoditi lada dan emas. Bahkan
diperkirakan sudah ada pedagang-pedagang Arab muslim yang mencapai wilayah
pedalaman ini sejak abad ke 7/8 Masehi (lihat : Mansoer,dkk., 1970 : 44-45).
Kegiatan perdagangan ini, diperkirakan, adalah awal terjadinya kontak antara
budaya Minangkabau dengan Islam. Kontak budaya ini kemudian lebih intensif
pada abad ke 13 pada saat mana munculnya kerajaan Islam Samudra Pasai sebagai
kekuatan baru dalam wilayah perdagangan selat Malaka. Pada waktu ini,Samudra
Pasai bahkan telah menguasai sebagian wilayah penghasil lada dan emas di
Minangkabau Timur.
Sedangkan asumsi masuknya Islam melalui pesisir barat didasari oleh
intensifnya kegiatan perdagangan pantai barat Sumatera pada abad ke 16 M
sebagai akibat dari kejatuhan Malaka ke tangan Portugis. Pada waktu ini,
pengaruh kekuasan Aceh Darussalam (pelanjut kekuasan Pasai) sangat besar,
terutama pada wilayah pesisir barat Sumatera. Intensifnya pengembangan Islam
pada waktu inilah yang –oleh beberapa penelitian,-dijadikan sebagai dasar analisis
bagi awal masuknya Islam di Minangkabau dan menghubungkan dengan nama
Syekh Burhanuddin Ulakan yang –oleh beberapa penulis- dianggap sebagai tokoh
“pembawa” Islam pertama ke wilayah ini. Para penulis menyatakan Syekh
Burhanuddin adalah murid Syekh Abdur Rauf Singkil . Syekh Burhanuddin
dikenal sebagai pembawa aliran tarikat Syatariyah ke Minangkabau untuk pertama
kalinya. Setelah dilakukan penelitian terhadap ulama-ulama di Minangkabau,
mereka menyatakan merasa resah akan pernyatakan para penulis tersebut. Mereka
menyatakan bahwa Syekh Burhanuddin adalah berpaham Ahli Sunnah Waljamaah
bermazhab Syafi’i. Itu terbukti pada buku yang merupakan tulisan tangan beliau,
saat beliau meninggal yang diwasiatkan kepada Haji Muqaddam, kemudian
diwasiatkan pada anaknya yang bernama Buya Tuo, seterusnya Haji Harum
5
Langik, selanjutnya buku tersebut di bawa oleh MUI yang diketuai Buya Hamka
untuk dilakukan bedah buku, maka terbukti ajaran Syekh Burhanuddin tidak ada
hubungannya dengan Tarikat Syatariyah maupun Tarikat naqsabandiyah. Yang
menjadi pertanyaan sampai saat ini, mengapa Buya Hamka tidak menyampaikan
hal ini kepada rakyat Minangkabau? tentunya banyak sekali masalah agama yang
belum tuntas untuk terselesaikan sampai saat ini dan menjadi misteri.
2.4 Proses masuknya Tarikat Syatariah ke Minangkabau
Sultan Iskandar Muda (Banda Aceh, Aceh, 27 September 1636)
merupakan sultan yang paling besar dalam masaKesultanan Aceh, yang berkuasa
dari tahun 1607 sampai 1636.Aceh mencapai kejayaannya pada masa
kepemimpinan Iskandar Muda, dimana daerah kekuasaannya yang semakin besar
dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran
tentang Islam. Pada saat itu beliau sangat resah akan perkembangan Tarikat
Syatariah yang dibawa oleh Hamzah al-Fansuri yang berasal dari Ayuthaya,
ibukota lama kerajaan Siam. Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang
pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada
tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-
Syattar. Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah)
dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut
Bistamiyah.
Sultan menganggap ajaran Hamzah al-Fansuri adalah sesat dan diluar dari
Islam. Oleh karena itu beliau memerintahkan prajuritnya untuk membunuh
Hamzah al-Fansuri. Dalam pelarian terakhirnya beliau memutuskan untuk
berdiam di Minangkabau . Setelah itu Hamzah al-Fansuri mengembangkan
ajarannya dipedalaman minangkabau dan pesisir barat. Pada saat Hamzah al-
Fansuri bertemu Syekh Burhanuddin, ternyata Syekh Burhanuddin menanyakan
apa sebab Hamzah al-Fansuri lari dari Aceh dan sekarang berada di Minangkabau.
Maka beliau menceritakan masalahnya terhadap Sultan Iskandar Muda, maka
terjadilah perdebatan masalah Tarikat Syatariyah tersebut. Dengan pemahaman
Syekh Burhanuddin adalah berpaham Ahli Sunnah Waljamaah bermazhab Syafi’i
6
yang merupakan ajaran yang berasal dari Mekkah, bukan india. Maka Hamzah al-
Fansuri menyatakan kesalahannya dan bertaubat, dan dia sedih bahwa ajaran
Tarikat Syatariyah telah berkembang di Minangkabau. Tentunya dia sulit untuk
mengajak muridnya untuk kembali pada Islam yang benar. Setelah wafatnya
Syekh Burhanuddin dan Hamzah al-Fansuri, maka murid-murid Hamzah al-
Fansuri mengklaim bahwa Syekh Burhanuddin lah yang membawa ajaran Tarikat
Syatariyah. Oleh karena Syekh Burhanuddin sangat dekat dengan Hamzah al-
Fansuri pada saat beliau telah taubat.
Masuknya Tarikat Syatariyah Tarikat ini kemudian berkembang di
Minangkabau dengan persebaran surau-surau Syatariyah yang didirikan oleh
murid-murid Hamzah al-Fansuri sendiri. Jalur pengembangan tarikat Syatariah
yang berawal dari pesisir barat ini , termasuk pengembangannya ke wilayah
pedalaman. Kalau memang Syekh Burhanuddin yang menyebarkan Tarikat
Syatariyah di Minangkabau maka tentunya ajaran ini merupakan mayoritas saat
ini di Ranah Minang. Akan tetapi mengapa ajaran ini minoritas di Ranah
Minang ?
Negeri Sembilan, Malaysia dan Singapura.
2.5 Sistem hasil dari kebudayaan suku minangkabau
a. Kelahiran Silek Minang
Kelahiran Silek Minang terjadi pada saat bersamaan pada saat kelahiran
minangkabau itu sendiri.Silek didirikan oleh Datuak Marajo Panjang dari padang
panjang dan Datuak Bandaharo Kayo dari Pariangan.Silek adalah ilmu bela diri
yang digunakan untuk melawan musuh.
b. Menhir di Nagari Mahat
Nagari Mahat terletek di lembah yang luas dikelilinggi bukit.Bukit kecil
yang mempunyai luas 22.633 km2,terletak di kec Bukit Barisan kab Lima Puluh
kota Sumatera Barat.Nagari adalah istilah untuk menyebutkan suatu desa di
minangkabau.Nagari asal-usulnya bermula dari Tratak-Dusun-Koto-Nagari.
7
Tratak : tempat awal oleh nenek moyang minangkabau menetap
Dusun : Masyarakat yang berkembang kemudian dengan adanya adat
Koto : Dusun berkembang karena bertambahnya populasi masyarakat maka
timbullah pemikiran untuk meningkatkan adat atau aturan masing-masing dusun
berbagai satu kata mufakat,maka daerah ini dinamakan sakato,kemudian
berdirilah beberapa koto
Nagari : Daerah yang terdiri dari beberapa koto diberi batas atau dipagari karena
tiap nagari memiliki aturan adat sendiri,dari kata pagar tersebut muncullah istilah
Nagari.
Penentuan tipologi menhir yang beragam di Nagari Mahat dilihat dari
variable-variabel atribut.Variabel tersebut adalah teknologi,bentuk,ukuran,dan
pola hias. Teknologi pembuatan menhir di Nagari Mahat dilakukan melalui proses
anostractive technology,yakni berupa proses pembentukan hasil melalui
pengurangan volume bahan (proses sentrifugal) sehingga menghasilkan bentuk
menhir yang sangat beragam.
2.6 Upacara-upacara adat minangkabau
* Batagak Panghulu
Batagak panghulu adalah upacara pengangkatan panghulu.sebelum
upacara peresmiannya, syarat-syarat berikut harus dipenuhi:
Baniah yaitu menentukan calon penghulu baru
Dituah Cilakoi yaitu diperbincangkan baik buruknya calon dalam sebuah rapat
Penyarahan baniah yaitu penyerahan calon penghulu
Manakok ari yaitu perencanaan kapan acara peresmiannya akan dilangsungkan.
Peresmian pengangkatan penghulu dilaksanakan dengan upacara adat.
Upacar ini di sebut malewakan gala. Hari pertama adalah batagak gadang yakni
upacara peresmian di rumah gadang yang dihadiri uang nan ampekjinih dan
8
pemuka masayarakat. Panghulu baru menyampaikan pidato. Lalu panghulu tertua
memasang deta dan menyisipkan sebilah keris tanda serah terima jabatan.
Akhirnya panghulu tertua di ambil sumpahnya,dan di tutup dengan do’a. Hari
kedua adalah hari penjamuan. Hari berikutnya panghulu baru siarak ke rumah
bakonya diiringi bunyi-bunyian.
* Batagak Rumah
Batagak rumah adalah upacara mendirikan rumah gadang. Kegiatannya sebagai
berikut:
1. Mufakat awal
Upacara batagak rumah dimulai dengan mufakat orang sekaum,membicarakan
letak rumah yang tepat,ukurannya,serta kapan waktu mengerjakannya. Hasil
mufakat disampaikan pada panghulu suku,lalu panghulu suku ini menyampaikan
rencana mereka pada panghulu suku-suku yang lain.
2. Maelo kayu
Maelo kayu yaitu kegiatan untuk menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan.
Umumnya kayu-kayu. Penebangan dan pemotongan kayu dilakukan secara
gotong royong. Kayu yang dijadikan tiang utama direndam dulu dalam lumpur
atau air yang terus berganti. Tujuannya agar kayu-kayu itu awet dan sulit dimakan
rayap.
3. Macantak tiang tuo
Mancantak tiang tuo yaitu pekerjaan pertamaan dalam membuat rumah.
Bahan-bahn yang akan digunakan diolah lebih lanjut.
4. Batagak tiang
Batagak tiang dilakukan setelah bahan-bahan selesai diolah. Pertama
tiang-tiang di tegakkan dengan bergotong royong. Tiang rumah gadang tidak
ditanam di tanah,tetapi hanya di letakkan di atas batu layah (gepeng). Karena
itulah rumah gadang jarang rusak bila terjadi gempa atau angin badai.
5. Manaiakkan kudo-kudo
9
Ini adalah melanjutkan pembangunan rumah setelah tiang-tiang
didirikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah Kerajaan Islam Melayu yang pernah
berdiri di provinsi Sumatera Barat. Nama kerajaan ini dirujuk dari Tambo yang
ada pada masyarakat Minangkabau, yaitu nama sebuah nagari (Nagari adalah
pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di provinsi Sumatera Barat,
Indonesia. Istilah nagari menggantikan istilah desa, yang digunakan di provinsi
lain di Indonesia.) yang bernama Pagaruyung, dan juga dapat dirujuk dari
inskripsi cap mohor Sultan Tangkal Alam Bagagar dari Pagaruyung, yaitu pada
tulisan beraksara Jawi dalam lingkaran bagian dalam yang berbunyi sebagai
berikut: Sultan Tangkal Alam Bagagar ibnu Sultan Khalīfatullāh yang mempunyai
tahta kerajaan dalam negeri Pagaruyung Dārul Qarār Johan Berdaulat Zillullāh fīl
'Ālam.
3.2 Saran
Makalah yang ditulis adalah makalah yang jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca demi kemajuan dari
makalah tersebut.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://muliadinatad.blogspot.co.id/2014/06/sejarah-kerajaan-islam-
kesultanan.html
https://gadangdirantau.wordpress.com/2012/12/29/muasal-kerajaan-
minangkabau/
http://www.irhash.com/2009/02/islam-di-minangkabau.html
11