Makalah Keracunan Bisa Ular
-
Upload
novi-fachrunnisa -
Category
Documents
-
view
3.893 -
download
15
Transcript of Makalah Keracunan Bisa Ular
MAKALAH TOKSIKOLOGI
KERACUNAN GIGITAN ULAR BERBISA
Oleh:
FARMASI C
Mely Utami W. (201210410311208)
Kartika Puspa Dewi (201210410311097)
Novi Fachrunnisa (201210410311051)
Septia Alfionika (201210410311045)
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013/2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil'alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
Toksikologi tentang “Keracunan Gigitan Ular Berbisa”.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik yang konstruktif serta saran dari para pembaca, untuk
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini berguna sehingga dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amiin.
Malang, Juni 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan
atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang
dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada
beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering
terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat
gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan
informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies
ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki
sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk
menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa
dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah
yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan
bisa merupakan suatu kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi
kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi
merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Patofisologi atau proses bisa ular masuk ke dalam tubuh untuk setiap ular kurang lebih
sama.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana patofisiologi akibat gigitan ular berbisa?
2. Apakah tanda-tanda gigitan ular berbisa?
3. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
gigitan ular berbisa?
4. Apa saja komplikasi yang dapat dialami oleh penderita yang mendapatkan gigitan ular
berbisa?
C. TUJUAN
1. Mempelajari patofisiologi akibat gigitan ular berbisa
2. Menjelaskan tanda-tanda gigitan ular berbisa
3. Menguraikan cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
gigitan ular berbisa
4. Menjelaskan beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh penderita yang
mendapatkan gigitan ular berbisa
BAB II
PEMBAHASAN
I. PATOFISIOLOGI GIGITAN ULAR
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa ular
dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi taring
ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa
setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman
yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang
dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang
akan dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk
mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari
air. Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular
terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase.
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami pendarahan kesan
daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan pencairan darah merah yang mana
darah sukar untuk membeku. Pendarahan akan merebak sertamerta dan biasanya akan
berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada gusi, muntah darah, ludah atau batuk
berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis
Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan darah yang banyak akan
mengancam nyawa mangsa. Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan
anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasanya full paralysis akan memakan waktu
lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah
gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda-
tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat
gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria,
haematomisis, melena dan batuk darah.
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular
tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat
dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan
saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran
gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Ciri-ciri ular tidak berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan dua luka gigitan utama akibat gigi taring
JENIS-JENIS RACUN ULAR
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut
bersifat:
- Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise
otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang
terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.
- Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri
sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas
gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis,
hematemesis, gagal ginjal.
- Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
- Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
- Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
- Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat patukan
- Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan
ketubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku,
dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai
spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala
dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal,
pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh,
infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
II. GEJALA KLINIS
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
1. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan
karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
2. Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual,
hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
Derajat Gigitan Ular (Parrish)
1. Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
- Sama dengan derajat I
- Petechie, echimosis
- Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
- Sama dengan derajat I dan II
- Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
- Sangat cepat memburuk.
III. PERTOLONGAN PERTAMA DAN PERAWATAN LANJUTAN
Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular
sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau
orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk
menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari
komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi
gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan
medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas;
imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat
atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau
kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah
bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan
terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan
pendarahan lokal.
Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa.
Terapi yang dianjurkan meliputi :
a) Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
b) Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan
lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang
tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan.
Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan
jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak
dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat
menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
c) Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan
nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan
resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan
shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba
memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot
rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
d) Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka
diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e) Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
f) Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.
g) Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka
sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia,
antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular.
Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang
luas.
Indikasi SABU (Serum Anti Bisa Ular) adalah adanya gejala venerasi sistemik dan
edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way
(Depkes, 2001) :
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika
derajat meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
ANTIDOT
Pada tahun 2000 bulan Desember terdapat produk baru yaitu Crotalinae Polyvalent
Immune Fab (ovine) antivenon yang berasal dari serum domba. Serum Fab ini ternyata
lima kali lebih poten dan efektif sebagai anti bisa dan jarang terdapat komplikasi akibat
pem- beriannya. Penggunaan serum Fab dianjurkan diencer- kan dalam 250 ml NaCl
0,9% dan pemberiannya lebih dari satu jam melalui intravena. Untuk pasien yang masih
sangat kecil (berat badan kurang dari 10 kg), volume cairan dapat disesuaikan. Jumlah
penggunaan anti bisa ular tergantung derajat beratnya kasus. Kasus dengan derajat none
tidak diberikan anti bisa, untuk kasus dengan derajat minimal diberikan 1-5 vial
sedangkan moderate dan severe lebih dari 15 vial
DESKRIPSI
Serum Anti Bisa Ular Polivalen adalah an- tisera murni yang dibuat dari plasma
kuda yang memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang bersifat neurotoksik (seperti
ular dari jenis Naja sputatrix – Ular Kobra, Bungarus fasciatus – Ular Belang) dan yang
bersifat hemotoksik (ular Agkistrodon rho- dostoma – Ular Tanah) yang banyak ditemu-
kan di Indonesia, serta mengandung fenol sebagai pengawet. Serum Anti Bisa Ular
Polivalen berupa cairan bening kekuningan.
SUB KELAS TERAPI
Obat yang Mempengaruhi Sistem Imun
KOMPOSISI
Zat aktif :
Setiap mL mengandung anti bisa ular :
Agkistrodon rhodostoma ≥ 10 LD50
Bungarus fasciatus ≥ 25 LD50
Naja sputatrix ≥ 25 LD50
Zat tambahan:
Fenol 2,5 mg
INDIKASI
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa dari jenis Naja sputatrix,
Bungarus fasciatus, Agkistrodon rhodostoma.
CARA KERJA OBAT
Imunisasi pasif, pada penyuntikan dimasuk- kan zat-zat Anti yang mampu
menetralisir bisa ular yang beredar dalam darah penderita.
POSOLOGI
Jumlah dosis yang tepat tergantung tingkat keparahan penderita pada saat akan
menerima antisera.
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 mL yang bila ditambahkan ke dalam larutan
fisiologis menjadi larutan 2 % v/v dan diberikan sebagai cairan infus dengan kecepatan
40-80 tetes/ menit, diulang 6 jam kemudian.
Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala-gejala tidak berkurang atau
bertambah) Serum Anti Bisa Ular Polivalen dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai
mak- simum 80 – 100 mL.
Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung
sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan.
Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen untuk anak-anak sama dengan dosis untuk
orang dewasa. Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu, bila peka lakukan desensitisasi.
Pemberian secara Intravena :
1. Hasil uji kepekaan harus negatif
2. Penyuntikan harus dilakukan secara perlahan
3. Penderita harus diamati paling sedikit selama 1 (satu) jam
INTERAKSI OBAT
Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.
PENGARUH ANAK
Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming yang parah
karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih besar.
;Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan
dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted dose); disebabkan hal ini
dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular yang
diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu dinetralisasi bukan berat badan
pasien
PENGARUH KEHAMILAN
Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada kehamilan. Keuntungan
penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko penggunaan serum anti
bisa ular.
PENGARUH MENYUSUI
Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi kemungkinan
risiko pada bayi.
KONTRAINDIKASI
Penderita yang terbukti alergi terhadap antisera kuda.
PERINGATAN & PERHATIAN
Karena tidak ada reaksi netralisasi silang (cross-neutralization) Serum Anti Bisa
Ular Polivalen ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia
bagian Timur (misalnya ular-ular dari jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus,
Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cystsa).
Dapat diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit asma berat jika sudah
menunjukkan tanda-tanda keracunan sistemik. Bukan untuk pemberian lokal pada tempat
yang digigit. Perhatikan Petunjuk Pemakaian Anti- sera.
PENYIMPANAN
Serum anti bisa ular harus disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C.
JANGAN DIBEKUKAN.
Masa daluarsa 2 tahun.
KEMASAN
Dus : 10 Vial @ 5 mL
BIOSAVE
Dus : 1 vial @ 5 mL
IV. KOMPLIKASI PENDERITA GIGITAN ULAR BERBISA
1. Tanda kelemahan, vertigo, nadi cepat,lemah dan tak teratur, pembengkakan, dan
perubahan warna yang hebat didaerah gigitan penting diperhatikan untuk menduga
adanya efek keracunan yang lanjut.
2. Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul 3 hari setelah gigitan.
3. Efek keracunan yang timbul dapat sangat berat sehingga sedapat mungkin penderita
memperoleh perawatan intensif di rumah sakit.
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah :
1. Menghalangi / memperlambat absorbsi bisa ular
2. Menetralkan bisa ular yang sudah masuk kedalam sirkulasi darah
3. Mengatasi efek local dan sistemik.
SEBELUM PENDERITA DIBAWA KE PUSAT PELAYANAN KESEHATAN,ADA
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganate untuk
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Penderita di istirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan.
3. Jangan memanipulasi daerah gigitan
4. Penderita dilarang berjalan dan minum minuman yang ber alcohol.
5. Apabila gejala timbul secara cepat,sementara belum tersedia Anti Bisa Ular,maka ikat
daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan ini berguna jika dilakukan sekitar
lebih dari 30 menit paska gigitan ular. Tujuannya adalah : Menahan aliran limfe , bukan
menahan aliran vena atau arteri.
6. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang
bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
7. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu
SETELAH PENDERITA TIBA DI PUSAT PELAYANAN KESEHATAN
1. Dibawa ke Emergency Room, dan melakukan ABC (Penatalaksanaan Airway
Breathing and Circulation).
2. Pada penatalaksanaan sirkulasi,berikan infuse (Cairan yang bersifat Kristaloid)
3. Beri pertolongan pertama pada gigitan (perban ketat luka gigitan,imobilisasi
dengan bidai bila perlu).
4. Sampel darah untuk pemeriksaan : Trombosit, Kreatinin, Urea dan, elektrolit
5. Periksa waktu pembekuan darah,jika >10 menit,maka menunjukan kemungkinan
adanya koagulopati.
6. Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular,Serum kuda yang di kebalkan)Polivalen 1
ml.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya.
Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat
menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi
pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang
menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban.
Korban yang terkena gigitan ular harus segera diberi pertolongan pertama sebelum
dibawa dan dirawat di rumah sakit. Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai
pengelolaan gigitan ular. Untuk mengobati korban gigitan ular dianjurkan menggunakan
serum anti bisa ular.
DAFTAR PUSTAKA
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/24/penatalaksanaan-keracunan-akibat-gigitan-ular-
berbisa/
http://dr-medical.blogspot.com/2008/12/snake-bite-gigitan-ular.html
http://masmamad.blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan-gigitan-ular-snake-bite.html
http://www.pom.go.id/RacunUlarBerbisa.pdf
http://pkugombong.blogspot.com/gigitan-ular-snake-bite.html