Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

24
MAKALAH KELOMPOK KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING Suntoro (12030090028); Akhmad Yunani (12030090029); Ali Subhan (12030090032); Ratna Ekawati (12030090044) RINGKASAN Frasa “daya saing”, “keunggulan bersaing”, “competitiveness“ menjadi buzzword pada akhir dekade ini. Wacana daya saing disandangkan pada skala mikro yakni perusahaan atau organisasi, skala negara, dan bahkan regional. Berbagai macam ukuran daya saing dikembangkan untuk setiap skala tersebut. Apapun skalanya, daya saing merupakan kemampuan untuk memberikan produk atau service yang memenuhi standar kualitas baik untuk pasar lokal maupun kelas dunia pada tingkat harga yang bersaing dan menghasilkan return yang cukup untuk menutup seluruh sumber daya yang diserap dalam memproduksi produk atau service tersebut. Berbagai pendekatan dapat digunakan untuk mengukur daya saing. Pada hakekatnya penciptaan produk merupakan proses menciptkan nilai bagi pelanggan dan ini melibatkan berbagai pihak yang terangkai dalam sebuah rantai nilai, daya saing dapat dibangun melalui kolaborasi antar entitas yang tergabung dalam rantai nilai tersebut. Untuk itu, kinerja rantai pasok merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing. Dua pendekatan dalam mengukur kinerja rantai pasok sering digunakan; pengukuran kinerja tunggal yang fokus pada biaya, dan pengukuran yang mendasarkan pada perspektif sumber daya, output, dan fleksibilitas. Perspektif sumber daya menekankan pada upaya efisiensi pengelolaan sumber daya, perspektif output menekankan pada pemenuhan kebutuhan pelanggan terhadap produk/service, dan persepktif fleksibilitas menekankan pada kemampuan menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan. Persepktif pengukuran tersebut akan lebih mudah dilakukan dengan menggunakan model Balanced Scorecard, yang memungkinkan setiap perspektif dirangkai menjadi sebuah pengukuran komprehensif perusahaan. Oleh karena itu, setiap perspektif dalam pengukuran kinerja rantai pasok harus dikelola sehingga kinerja secara keseluruhan dapat menempatkan perusahaan pada kemampuan memberikan service lebih baik diantara diantara banyak perusahaan dalam industri dengan tingkat pengembalian yang mampu mempertahankan perusahaan pada posisi tersebut. Pendahuluan Keunggulan bersaing dan daya saing sebagai salah satu bidang kajian, baik skala global, regional, nasional bahkan lokal, industri maupun perusahaan, telah banyak mendapat perhatian dari kalangan ahli sehingga banyak definisi diberikan terhadap istilah tersebut. Tidak ada definisi generik yang mengikat dan setiap definisi sangat tergantung pada interpretasi masing-masing peneliti. Porter

Transcript of Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

Page 1: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

MAKALAH

KELOMPOK KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

Suntoro (12030090028); Akhmad Yunani (12030090029); Ali Subhan (12030090032);

Ratna Ekawati (12030090044)

RINGKASAN Frasa “daya saing”, “keunggulan bersaing”, “competitiveness“ menjadi buzzword pada akhir dekade ini. Wacana daya saing disandangkan pada skala mikro yakni perusahaan atau organisasi, skala negara, dan bahkan regional. Berbagai macam ukuran daya saing dikembangkan untuk setiap skala tersebut. Apapun skalanya, daya saing merupakan kemampuan untuk memberikan produk atau service yang memenuhi standar kualitas baik untuk pasar lokal maupun kelas dunia pada tingkat harga yang bersaing dan menghasilkan return yang cukup untuk menutup seluruh sumber daya yang diserap dalam memproduksi produk atau service tersebut.

Berbagai pendekatan dapat digunakan untuk mengukur daya saing. Pada hakekatnya penciptaan produk merupakan proses menciptkan nilai bagi pelanggan dan ini melibatkan berbagai pihak yang terangkai dalam sebuah rantai nilai, daya saing dapat dibangun melalui kolaborasi antar entitas yang tergabung dalam rantai nilai tersebut. Untuk itu, kinerja rantai pasok merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing.

Dua pendekatan dalam mengukur kinerja rantai pasok sering digunakan; pengukuran kinerja tunggal yang fokus pada biaya, dan pengukuran yang mendasarkan pada perspektif sumber daya, output, dan fleksibilitas. Perspektif sumber daya menekankan pada upaya efisiensi pengelolaan sumber daya, perspektif output menekankan pada pemenuhan kebutuhan pelanggan terhadap produk/service, dan persepktif fleksibilitas menekankan pada kemampuan menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan. Persepktif pengukuran tersebut akan lebih mudah dilakukan dengan menggunakan model Balanced Scorecard, yang memungkinkan setiap perspektif dirangkai menjadi sebuah pengukuran komprehensif perusahaan. Oleh karena itu, setiap perspektif dalam pengukuran kinerja rantai pasok harus dikelola sehingga kinerja secara keseluruhan dapat menempatkan perusahaan pada kemampuan memberikan service lebih baik diantara diantara banyak perusahaan dalam industri dengan tingkat pengembalian yang mampu mempertahankan perusahaan pada posisi tersebut.

Pendahuluan

Keunggulan bersaing dan daya saing sebagai salah satu bidang kajian, baik skala

global, regional, nasional bahkan lokal, industri maupun perusahaan, telah banyak

mendapat perhatian dari kalangan ahli sehingga banyak definisi diberikan

terhadap istilah tersebut. Tidak ada definisi generik yang mengikat dan setiap

definisi sangat tergantung pada interpretasi masing-masing peneliti. Porter

Page 2: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

2

menyimpulkan bahwa daya saing nasional sebagai didasarkan pada keunggulan

industri tertentu suatu negara terhadap negara lain. Daya saing negara berbasis

spesialisasi industri ini dapat dijumpai pada contoh negara-negara industri; AS,

Jepang, Jerman, dan Inggris. AS memiliki keunggulan untuk sektor teknologi

informasi, perfilman, dan jasa keuangan. Tetapi untuk produk-produk permesinan

dan mobil, AS merupakan importir terbesar di dunia. Sementara itu, Jepang unggul

untuk sektor manufaktur produk-produk elektronik, kamera, fotokopi, mesin, dan

mobil, tetapi lemah untuk sektor jasa keuangan, piranti lunak, dan bioteknologi.

Jerman, hampir sama dengan Jepang, unggul pada sektor manufaktur, terutama

produk-produk mesin, mobil mewah, dan kimia, namun juga lemah pada sektor

jasa keuangan, piranti lunak, dan konsultansi (Haake 2002).

Waheeduzzaman dan Ryans menyimpulkan bahwa daya saing dapat dipandang

sebagai akibat, hasil, dan alat untuk mencapai tujuan, dan sebagaimana suatu

keindahan, definisi, pengukuran, dan pemahaman tentang daya saing sangat

tergantung pada sudut pandang pengamatan (Waheeduzzan dalam Henricsson,

2005). Untuk mengembangkan, mengimplementasikan, dan memantau berbagai

inisiatif daya saing, diperlukan sebuah kerangka pikir sehingga daya saing dapat

diukur dan dipahami (Henricsson, 2005).

Dalam konteks regional, daya saing merujuk pada suatu kondisi dimana dunia

bisnis didorong untuk bersaing sesuai dengan industrinya, dan kemampuan

menciptakan nilai di dalam regional tersebut (Begg 1999). Menurut Begg, faktor-

faktor yang berpengaruhi terhadap kinerja daerah perkotaan merupakan turunan

dari ekonomi nasional atau supranasional, atau sering merupakan sesuatu yang

bersifat dari atas ke bawah (top down).

Pada prinsipnya, mewacanakan daya saing harus dapat menjawab pertanyaan

apakah daya saing itu sendiri, dan bagaimana memperoleh posisi tersebut, serta

Page 3: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

3

bagaimana mengukurnya. Mengingat banyak pemikiran dan perspektif yang

berkembang terkait daya saing, makalah ini hanya akan mengangkat wacana daya

saing dari perspektif rantai pasok.

Konsep Daya Saing

Porter menyatakan bahwa keberhasilan memberikan value yang lebih besar

kepada pelanggan dibanding pesaing dapat terbangun melalui kontribusi seluruh

aktivitas baik inti maupun pendukung dalam penciptaan nilai akhir produk. Nilai

tambah, atau “margin”, menurut Porter, merupakan perbedaan antara nilai total

dengan keseluruhan biaya untuk melaksanakan aktivitas penciptaan nilai (Porter,

1985). Konsep daya saing dari Porter sangat monumental dan menjadi rujukan

utama wacana tentang daya saing, dengan kerangka berpikir generic value chain

yang menjadi pijakan utama dalam pembahasan strategi bersaing, sebagaimana

ditunjukkan pada gambar 1 pada halaman berikut.

Daya saing oleh Hatzichronoglou, didefinisikan sebagai kemampuan suatu

perusahaan, industri, daerah, negara, atau kawasan untuk menghasilkan

pendapatan oleh faktor produksi dan utilisasi faktor tersebut secara

berkesinambungan (Maskell 1999). Dalam konteks organisasi, banyak teori dan

konsep tentang daya saing organisasi. Menurut Heywood dan Kenley, teori dan

konsep daya saing mencakup tiga hal (Heywood, 2008):

- definisi tentang daya saing,

- perspektif untuk memperolehnya,

- pendekatan yang digunakan.

Page 4: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

4

Gambar 1. Generic value chain Sumber: Porter, 1985.

Ada paling sedikit dua definisi tentang daya saing perusahaan; pertama berbasis

pasar (market-based position), dimana definisi daya saing sangat menekankan

aspek pemasaran, atau posisi pasar, yakni sebagai kemampuan organisasi untuk

mencapai kinerja superior dibanding organisasi lain yang menawarkan nilai yang

mirip dalam pasar [(Hamel, 1994), (Gatignon, 1997), (Han, 1998)]. Sementara itu,

Chi (dalam Shafaei) mendefinisikan indeks daya saing dalam 9 item; kapabilitas

melakukan forecasting, kapabilitas inovasi, kapabilitas pemasaran, kualitas produk

dan jasa, ketentuan layanan, citra dan tanggung jawab perusahaan, kemampuan

menanamkan dan mengolah talent, dan penggunaan teknologi informasi yang

efektif, data finansial, dan kemampuan mengelola proses bisnis global global

(Shafaei, 2009). Untuk konteks keseluruhan, daya saing juga bisa didefinisikan

sebagai kemampuan perusahaan atau negara untuk menyajikan produk atau

service yang memenuhi standar kualitas pasar baik lokal maupun skala global pada

tingkat harga yang kompetitif dan memberikan return yang cukup untuk sumber

daya yang terserap untuk menciptakan produk atau service tersebut

(http://www.businessdictionary.com/definition/competitiveness.html). Jadi,

Page 5: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

5

setiap perspektif pembahasan daya saing selalu mengedepankan perbandingan

antar perusahaan dengan rival/kompetitor, melibatkan berbagai sumber daya,

berorientasi pasar/pelanggan, dan unsur profit/return bagi perusahaan.

Bagaimana Membangun Daya Saing?

Banyak kajian akademik maupun tinjauan praktis diajukan sebagai “resep” untuk

mencapai posisi perusahaan yang memiliki daya saing. Paling tidak, ada empat

pendekatan yang dapat digunakan untuk membangun daya saing perusahaan,

yakni pendekatan preskriptif (atau sering disebut pendekatan terencana),

pendekatan pembelajaran, pendekatan posisi dalam persaingan, dan pendekatan

yang fokus pada perspektif sumber daya, kompetensi, dan kapabilitas (McKiernan,

1997).

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mencapai keunggulan bersaing dalam

industri. Untuk memahami dan kemudian mengukur daya saing, setiap kajian

harus terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang berpengaruh

terhadap daya saingnya. Henricsson dkk mendefinisikan daya saing dengan

mendasarkan pada kebutuhan stakeholders utama dalam industri: investor,

pengguna produk, karyawan, aspek sosial dan lingkungan, sehingga kriteria

pengukurannya juga berbeda dengan konsep keunggulan daya saing tradisional

yang menekankan pada produktivitas dan profitabilitas sebagai tolok ukurnya

(Henricsson dkk, 2005). Pearce dan Robinson (Pearce, 1997) mengklasifikasikan

faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing berdasarkan level kelompok:

lingkungan makro, lingkungan industri, dan lingkungan perusahaan/operasional.

Melalui proses belajar, perusahaan juga hendaknya memanfaatkan kedekatan

hubungannya dengan pemasok, pelanggan, dan bahkan juga pesaingnya untuk

membangun daya saing tersebut. Proses tersebut sangat dipengaruhi oleh

Page 6: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

6

kapabilitas yang dimiliki perusahaan seperti sumber daya, kelembagaan, dan

struktur sosial budaya perusahaan (Maskell, 1999).

Kembali ke konsep Generic Value Chain dari Porter, masalah supply chain sangat

krusial bagi perusahaan dan penanganan yang baik akan dapat menjadikan

perusahaan unggul dalam bersaing. Tantangan terberat membangun daya saing

melalui rantai pasok adalah bagaimana mengharmoniskan setiap entitas dalam

rantai nilai dalam memberikan layanan yang lebih daripada yang diberikan

pesaing.

Manajemen Rantai Pasok

Dunia kini telah berubah secara masif, terutama karena kemajuan teknologi yang

pesat. Cakupan, skala, dan kecepatan proses rantai pasok merupakan momentum

revolusioner, dan bisnis yang bisa memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut

untuk mengelola rantai pasoknya menjadi pemimpin bisnis, katakan seperti

Toyota, Wal-Mart, Dell, dan banyak lagi perusahaan kelas dunia maupun lokal.

Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management-SCM) menjadi sebuah

wacana mutakhir yang hangat dibicarakan baik di komunitas akademis maupun

praktis.

Seperti halnya gerbong kereta, SCM telah banyak didefinisikan dan diredefinisi

dalam berbagai versi. Pada akhirnya, definisi ini sangat tergantung pada cara

pandang masing-masing. Penyedia teknologi menjual software SCM yang

terintegrasi dengan fungsi-fungsi perencanaan bisnis yang canggih, penyedia 3PL

menawarkan kemampuan outsource-nya dengan memadukan SCM dan distribusi,

dan konsultan menjual jasanya SCM dengan kekayaan intelektualnya.

Lalu, apakah SCM itu? “Ajaran” tentang SCM terpotret sebagai perpaduan dari 3

elemen: deskripsi, preskripsi, dan tren (Storey, 2006). Manajemen pasokan dapat

dipandang sebagai ranah terkini baik oleh kalangan praktis maupun akademis.

Page 7: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

7

APICS mendefinisikan SC sebagai jejaring global untuk menyampaikan produk atau

serivice dari mulai bahan mentah sampai kepada pelanggan akhir melalui arus

informasi, distribusi fisik, dan kas (APICS, 2008). APICS, asosiasi profesi bidang

produksi dan operasi, menyoroti aspek praktis manajemen rantai pasok dan secara

praktis pun telah disadari benar tentang perlunya network (kolaborasi) global.

Seiring dengan proposisi dari praktisi, akademisi juga menekankan pentingnya

kolaborasi antar entitas dalam manajemen rantai pasok. Bowersox menandaskan

bahwa SCM mencakup seluruh perusahaan yang berkolaborasi untuk meningkat-

kan posisi strategis dan untuk mendongkran efisiensi operasi (Bowersox, 2007).

SCM bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan sekaligus merupakan salah

satu strategi yang bisa dikembangkan organisasi. Ini bisa dilakukan dengan

kolaborasi inter dan antar organisasi yang membentuk rantai nilai yang akan

diberikan kepada pelanggan. Dalam SCM, empat elemen mengalir sepanjang

rantai yang terbentuk, baik upstream maupun downstream; material, produk

akhir, service dan informasi. Bolstorff menyatakan bahwa rantai nilai merupakan

proses makro terintegrasi antara marketing, disain, pasokan, dan pelanggan

(Bolstorff, 2007). Bolstorff dalam hal ini menekankan betapa pentingnya

kolaborasi antar entitas, baik dalam sistem organisasi maupun di luar organisasi.

Ini sejalan dengan pemikiran Porter dalam model Generic Value Chain, dimana

kolaborasi antara aktivitas inti dengan aktivitas pendukung akan sangat

menentukan apakah perusahaan dapat memberikan nilai yang lebih tinggi

daripada nilai yang diberikan pesaing atau tidak.

SCM menjadi isu kritis saat ini; kala situasi ekonomi dunia memberikan peluang

sedemikian besar untuk mengembangkan rantai pasok, namun di sisi lain teknologi

baru selalu menjadi faktor pemungkin bagi rekayasa proses bisnis dan jejaring

yang lebih baik (Bruzzone, 2002). Teknologi memungkinkan pengembangan

jejaring rantai nilai tak mengenal batas dan waktu lagi, dan ini tentu saja akan

Page 8: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

8

Gambar 2. Model tipikal rantai pasok dalam perusahaan manufaktur

dengan mudah meluluhkan segala bangunan yang telah disusun dalam kerangka

rantai pasok dan harus senantiasa direkayasa ulang. Dari sisi pelanggan, saat ini

mereka juga semakin cerdas dan pandai. Mereka tidak lagi mau menerima produk

dengan standar masa lalu. Bagi rantai pasok, pergeseran kebutuhan pelanggan

tersebut mencerminkan dua hal: semakin ketatnya persaingan, dan semakin

tingginya ketidakpastian (Pujawan, 2004).

Bagaimana arus material dan produk beserta service dan informasi terkait dalam

model rantai pasok? Gambar 2 dan gambar 3 menjelaskan hal ini, khususnya untuk

perusahaan manufaktur.

Pada gambar 2 terlihat bahwa untuk menyerahkan produk kepada pengguna akhir

(pelanggan) diperlukan serangkaian proses yang melibatkan berbagai entitas baik

di dalam maupun dengan entitas di luar organisasi. Kolaborasi yang dapat

membentuk sebuah sistem rantai pasok yang harmonis dapat mewujudkan kinerja

rantai pasok secara keseluruhan yang efisien secara operasi, dinamis dan adaptif

memenuhi kebutuhan dan selera pelanggan yang juga semakin demanding, dan

Page 9: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

9

Gambar 3. Jejering rantai pasok terintegrasi Sumber: Bowersox, 2007

tentu saja memberikan return yang cukup atas penyerapan sumber daya yang

dilibatkan dalam proses penciptaan nilai pelanggan.

Gambar 3 di atas menunjukkan pentingnya membangun sebuah sistem

terintegrasi yang menekankan pada kapasitas, informasi, kompetensi inti, modal,

dan sumber daya, untuk mengalirkan produk, service, finansial, pengetahuan dan

informasi dalam rangka memberikan nilai lebih kepada pelanggan.

Mengukur Kinerja Rantai Pasok

Kinerja (performansi) organisasi sering menjadi ranah literatur manajemen

strategik, namun demikian pengungkapan dalam perspektif ekonomi, keuangan,

dan akuntansi akan lebih melengkapi kajian dan menarik untuk dibahas. Kinerja

organisasi mencakup tiga area spesifik dalam perusahaan: (a) kinerja keuangan

(profits, return on assets, return on investment, dsb.); (b) kinerja pasar (sales,

market share, dsb.); dan (c) shareholder return (total shareholder return, economic

Page 10: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

10

value added, dsb.) (Richard, 2009). Ukuran kinerja seharusnya komprehensif,

mencakup tiga aspek utama melengkapi ukuran finansial; pasar, proses internal,

dan pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan, 2007).

Kinerja merupakan hasil akhir dari aktivitas yang dilakukan. Dalam mengevaluasi

kinerja, penekanan dilakukan pada penilaian perilaku organisasi saat ini terhadap

upaya menggapai efisiensi dan efektivitas. Pengukuran kinerja yang baik haruslah

(Ghosh, 2006):

• relevan terhadap tujuan strategis organisasi dan akuntabel bagi individu yang

konsern di bidang itu.

• fokus pada output yang terukur

• dapat diuji.

SCM telah menjadi komponen utama dalam strategi bersaing dengan menekankan

pada peningkatan produktivitas dan profitabilitas organisasi. Literatur tentang

SCM yang mengupas tentang strategi dan teknologi untuk mengelola rantai pasok

secara efektif sangat banyak. Akhir-akhir ini, pengukuran kinerja organisasi telah

menarik perhatian baik bagi peneliti maupun praktisi. Peran pengukuran dalam

keberhasilan organisasi tidaklah berlebihan mengingat hal ini berpengaruh

terhadap strategi, taktik, dan rencana dan pengendalian operasi. Pengukuran

kinerja memegang peran penting dalam penentuan tujuan, evaluasi kinerja, dan

penetapan program masa yang akan datang. Sementara itu, pengukuran kinerja

SCM masih menjadi bahasan yang masih menjadi curahan baik peneliti maupun

praktisi (Gunasekaran, 2004).

Dalam ekonomi, utilitas merupakan ukuran kinerja utama sebuah sistem. Oleh

karena itu, pengukuran kinerja suatu produk memiliki berbagai karakteristik atau

atribut. Beberapa karakteristik pengukuran kinerja dijelaskan oleh Beamon (dalam

Beamon, 1999) meliputi inclusiveness (mengukur seluruh aspek terkait),

Page 11: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

11

universalitas (memungkinkan pembandingan pada berbagai kondisi operasi),

mesurability (data dapat diukur), dan konsistensi (pengukuran selaras dengan

tujuan organisasi). Evaluasi pengukuran kinerja sebaiknya dilengkapi dengan

benchmark agar dapat diidentifikasi peluang-peluang peningkatan kinerja.

Pengukuran kinerja rantai pasok salah satunya adalah dengan mencermati kinerja

logistik suatu perusahaan (Kleijnen 2003), yang mencakup:

- tingkat pemenuhan, yaitu persentase pesanan yang bisa dipenuhi tepat waktu

(tidak melebihi batas waktu yang diinginkan pelanggan),

- tingkat pesanan dikonfirmasi, persentase pesanan yang dipenuhi berdasarkan

negosiasi, yaitu waktu yang disetujui untuk ditunda dengan alasan yang bisa

diterima oleh pelanggan.

- responsi penundaan, perbedaan antara jadwal pengiriman yang diminta (d)

dengan jadwal pengiriman dinegosiasikan (i), dihitung dalam hari kerja. Jadwal

pengiriman diminta dihitung secara integer positif (pengiriman lebih awal

dinotasikan dengan nilai d negatif). Penghitungan juga dilakukan dengan

frekuensi nilai penundaan sehingga bisa dilakukan estimasi berdasakan

distribusi statistik pesanan-pesanan yang terlambat dipenuhi.

- persediaan, yakni total persediaan barang dalam proses (Work In Process-

WIP). Nilai WIP dinotasikan sebagai persentase dari total penjualan bulan

sebelumnya (ditulis m). Semakin kecil nilai ini, semakin baik dari sisi keuangan.

Namun sebaliknya, WIP yang kecil dapat beresiko tidak terpenuhinya pesanan

dan kehilangan pelanggan.

- penundaan, waktu pemenuhan dikurangi waktu dijanjikan. Persentasi tingkat

pemenuhan kurang dari 100 berdampak pada beberapa penundaan. Ukuran ini

menentukan jumlah penundaan sebenarnya, sedangkan response penundaan

hanya mengukur probabilitas penundaan.

Page 12: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

12

Contoh lain, di Hewlett Packard, pengukuran kinerja ditekankan pada penilaian

kinerja seluruh perusahaan yang tergabung dalam rantai pasok, berupa:

- tingkat pemenuhan, persentase permintaan yang dipenuhi dari persediaan

yang ada,

- rasio penjualan terhadap persediaan, yakni rasion perputaran persediaan, dan

- penjualan.

Dari kedua contoh diatas, jelaslah bahwa pengukuran kinerja rantai pasok harus

dilakukan secara multiple (Kleijnen 2003).

Kinerja rantai pasok juga sering diukur berdasarkan dua indikator utama: biaya dan

kombinasi biaya dan tanggapan pelanggan (Beamon 1999). Biaya mencakup biaya

persediaan dan biaya operasi (cost focused). Pendekatan ini sering disebut sebagai

songle supply chain performance measures. Tanggapan pelanggan mengukur lead

time, probabilitas kekurangan persediaan, dan tingkat pemenuhan. Kinerja

umumnya dinotasikan sebagai suatu fungsi tujuan dari suatu model, yakni

maksimisasi atau minimisasi pada berbagai kendala operasional.

Pengukuran kinerja rantai pasok berdasarkan biaya dan tanggapan pelanggan

memiliki kelemahan, terutama dalam hal-hal sebagai berikut:

- pengukuran kinerja rantai pasok tunggal. Kelemahan utama pendekatan ini

berkaitan dengan karakteristik pengukuran inclusiveness. Agar memenuhi

unsur inklusif ini, pengukuran harus melibatkan seluruh aspek rantai pasok.

Contoh, jika perusahaan dapat beroperasi pada biaya yang rendah,

konsekuensinya adalah adanya potensi lemahnya respon terhadap pelanggan,

atau tidak fleksibelnya pemenuhan fluktuasi permintaan.

- biaya sebagai ukuran rantai pasok tunggal. Kelemahan dalam perspektif ini

adalah adanya kesenjangan relevansi antara kategori biaya, penyimpangan

biaya (khususnya overhead), dan tidak fleksibel, seperti laporan yang terlalu

lambat untuk dievaluasi. Disamping itu, ada dua kelemahan yang jarang

Page 13: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

13

terungkap dari pengukuran ini yang berkaitan dengan biaya persediaan: biaya

daluwarsa (obsolence) dan rework karena perubahan operasi.

- tujuan strategis dan pengukuran kinerja rantai pasok. Setiap tujuan strategik

akan berdampak pada jenis biaya yang harus dibebankan. Memproduksi

produk kualitas tinggi dengan biaya murah dihadapkan pada biaya kualitas,

memproduksi produk tepat waktu sesuai pesanan berdampak pada biaya

keterlambatan, sedangkan memproduksi produk berkualitas untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan di masa depan terkendala oleh biaya kualitas dan

fleksibilitas.

Sistem pengukuran kinerja rantai pasok yang ada saat ini memang belum bisa

memenuhi kebutuhan karena sangat tergantung pada aspek biaya sebagai alat

ukur utama (atau bahkan satu-satunya), tidak inklusif, dan sering tidak selaras

dengan tujuan strategis perusahaan. Sumber daya, output yang diinginkan, dan

fleksibiltas merupakan variabel utama bagi keberhasilan rantai pasok (Beamon

1999). Oleh karena itu, sistem pengukuran rantai pasok harus menekankan pada

tiga ukuran kinerja tersebut.

Sebuah pendekatan baru dalam pengukuran kinerja rantai pasok yang sudah

menempatkan aspek fleksibilitas, yakni seberapa sigap sistem rantai pasok

merespon ketidakpastian, disamping dua perspektif yang sudah ada di atas. Dalam

perspektif baru ini, ketiga ukuran kinerja rantai pasok disebut sebagai sumber

daya, output, dan fleksibilitas, dan masing-masing tujuannya dapat diurai dalam

dua tabel pada halaman berikut. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pelanggan

dan fleksibilitas telah mengakomodir kepentingan dari sisi pelanggan dan

perubahan lingkungan dalam mengukur kinerja rantai pasok. Perspektif pelanggan

jelas mengedepankan bagaimana kepentingan pelanggan terakomodir dalam

sistem rantai pasok dan memberikan layanan tingkat tinggi, sementara fleksibilitas

merupakan kemampuan sistem merespon perubahan lingkungan yang memang

Page 14: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

14

Tabel 1. Tujuan pengukuran kinerja rantai pasok

Tipe

pengukuran

Tujuan Rasional

Sumber daya Efisiensi tingkat tinggi Pengelolaan sumber daya yang efisien merupakan aspek kriti untuk profitabilitas.

Output Layanan pelanggan

tingkat tinggi

Output yang tidak diterim menyebabkan pelanggan pindah ke pesaing.

Fleksibilitas Kemampuan merespon

perubahan perubahan

lingkungan

Dalam lingkungan tak dapat diprediksi, rantai pasok harus mampu merespon perubahan.

Tabel 2. Unit pengukuran kinerja rantai pasok

Tipe pengukuran Unit pengukuran

Sumber daya Total cost Inventory Distribution cost ROI Manufacturing cost

Output Sales On-time deliveries Profit Backorder/stockout Fill rate Customer response time

Fleksibilitas Sistem rantai pasok yang fleksibel, yakni kemampuan sistem

mengakomodasi fluktuasi volume dan jadwal dari pemasok, pabrikan,

dan pelanggan.

penuh dengan ketidakpastian. Sedangkan unit pengukuran untuk setiap jenis

pengukuran tercantum dalam tabel 2, digunakan secara simultan untuk

mengetahui kinerja rantai pasok.

Pendekatan Balanced Scorecard kiranya dapat lebih menggambarkan bagaimana

pengukuran kinerja rantai pasok secara komprehensif dilakukan.

Balanced Scorecard

Balanced Scorecard (BSC) dikembangkan dengan latar belakang bahwa ukuran

finansial saja tidak cukup untuk mengevaluasi kinerja manajemen. Ukuran-ukuran

finansial, seperti ROI, pertumbuhan pendapatan, biaya retensi pelanggan,

pendapatan dari produk baru, pendapatan per karyawan, dan sebagainya,

belumlah cukup karena hanya mencerminkan hasil di masa lalu. Indikator-

Page 15: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

15

indikator ini perlu dilengkapi dengan pengukuran pendorong penciptaan kinerja

keuangan di masa yang akan datang, atau sering disebut lead indicators, yang

meliputi pendapatan gabungan, kedalaman hubungan denga stakeholder,

kepuasan pelanggan, pengembangan produk baru, diversifikasi, dan juga kontrak-

kontrak yang dilakukan (Craig 2005). Balanced Scorecard ini dapat digunakan juga

untuk mengukur kinerja rantai pasok, seperti diungkapkan oleh Beamon bahwa

indikator-indikator yang menunjukkan tingkat pencapaian setiap titik rantai pasok

untuk sebuah atau beberapa produk dapat berbentuk indikator finansial maupun

non finansial (Beamon 1999).

Berbagai konsep pengukuran kinerja sebenarnya telah banyak diimplementasikan,

namun lebih banyak menyoroti sisi finansial. Balanced Scorecard (BSC) bisa

menjadi sebuah alternatif pengukuran kinerja karena metoda ini tetap menyoroti

sisi pengukuran finansial sebagai ikhtisar kritis kinerja manajemen dan bisnis,

tetapi juga melibatkan aspek-aspek kinerja lain seperti pelanggan, proses internal,

karyawan, dan kinerja sistem secara terintegrasi dan terukur secara finansial

dalam jangka panjang (Kaplan, 1996).

BSC merupakan sebuah sistem manajemen kinerja yang dapat digunakan oleh

organisasi apapun jenisnya, untuk menyelaraskan visi dan misinya dengan

kebutuhan pelanggan dan operasional bisnis, mengelola dan mengevaluasi strategi

bisnis, memantau peningkatan efisiensi operasi, membangun kapasitas

organisasional, dan mengomunikasikan kemajuan bisnis kepada seluruh karyawan.

Metode ini juga memungkinkan perusahaan mengukur kinerja keuangan dan sisi

pelanggan, operasi, dan kapasitas organisasional (Rohm 2005).

BSC merupakan sebuah model yang mengaitkan antara strategi bisnis dengan

pengukuran kinerjanya dalam konteks pengendalian kinerja bisnis (Koning 2007).

Pendekatan BSC dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:

Page 16: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

16

Gambar 4. Kerangka kerja BSC untuk menerjemahkan strategi kedalam terminologi operasional

Sumber: Kaplan dan Norton (2007).

− Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham? (perspektif

keuangan).

− Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan? (perspektif

pelanggan).

− Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (Perspektif proses internal).

− Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan menciptakan

nilai secara berkesinambungan? (Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).

BSC menyajikan sebuah kerangka kerja untuk perumusan manajemen strategis

dengan menerjemahkan tujuan strategis perusahaan kedalam sekumpulan tujuan

yang terintegrasi dengan indikator kinerja, yang oleh Kaplan dan Norton

dikelompokkan dalam keempat perspektif tersebut dan kerangka kerjanya

tergambar dalam gambar 4 kerangka kerja BSC berikut.

Page 17: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

17

Masing-masing perspektif pengukuran berdasarkan kerangka kerja tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut:

- Pengukuran keuangan

Ukuran ini menunjukkan apakah strategi, implementasi, dan eksekusi perusahaan

mendukung perbaikan mendasar. Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian

dalam BSC karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi

yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Dalam

perspektif BSC, Nightingale merumuskan ukuran keuangan berupa cash flow ROI,

pendapatan residual, persentase pendapatan dari inovasi, residual cash flow, dan

pertumbuhan pendapatan (Nightingale 2001).

Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-

tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif

keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis, yang oleh

Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap; tumbuh, bertahan, dan panen.

Setiap tahap memiliki tiga motif keuangan yang menjadi landasan dalam

perumusan strategi bisnis, dan ketiganya membutuhkan ukuran keuangan yang

berbeda. Tiga motif tersebut adalah perpadudan antara hasil dan pertumbuhan,

pengurangan biaya atau peningkatan produktivitas, dan utilisasi aset.

Dalam konteks rantai pasok, kinerja keuangan dapat diwujudkan dalam bentuk

nilai yang melekat pada material/komponen, misal untuk WIP dalam bentuk nilai

tambah persediaan, peningkatan profit dari SCM, pangsa pasar, dan berbagai

ukuran kinerja keuangan lainnya (Kleijnen, 2003).

- Pengukuran dari sisi pelanggan

Kaplan dan Norton menjelaskan perspektif ini sebagai cara menciptakan nilai bagi

pelanggan, bagaimana memenuhi kebutuhan pelanggan, dan mengapa pelanggan

bersedia membayarnya. Dalam perspektif ini, perusahaan mengidentifikasi

Page 18: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

18

pelanggan dan segmen pasarnya, dan menetapkan ukuran kinerja unit bisnis untuk

setiap target pasar. Dapat dikatakan bahwa bagian ini merupakan jantung

scorecard, karena sekali perusahaan gagal memenuhi kebutuhan pelanggan, bisnis

akan ditinggal pelanggan. Menurut Kaplan dan Norton, ukuran kunci dalam

perspektif ini mencakup pangsa pasar, loyalitas pelanggan, akuisisi pelanggan,

kepuasan pelanggan, dan profitibilitas pelanggan.

Pangsa pasar menunjukkan proporsi penguasaan pasar oleh perusahaan dalam

industri (dalam bentuk jumlah pelanggan, nilai belanja, atau jumlah penjualan

dalam unit). Akuisisi pelanggan mengukur jumlah pelanggan baru yang berhasil

diperoleh perusahaan, loyalitas pelanggan merupakan ukuran untuk mengevaluasi

bagaimana perusahaan mempertahankan atau mengelola hubungan jangka

panjang dengan pelanggan. Sedangkan kepuasan pelanggan mengukur tingkat

kepuasan pelanggan berdasarkan kriteria kinerja tertentu, dan profitabilitas

pelanggan mengukur tingkat keuntungan dari setiap pelanggan, yakni selisih

bersih manfaat yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan untuk

mempertahankan pelanggan. Perlu diingat bahwa dalam rantai pasok, pelanggan

sebuah perusahaan dimungkinkan menjadi pemasok bagi perusahaan lain dalam

rantai pasok.

Dalam konteks SCM, perspektif ini dapat berupa tingkat pemenuhan produk

(untuk produksi massa) atau kesesuaian dengan spesifikasi produk untuk produk

yang made to order. Dalam beberapa kasus, tingkat pemenuhan yang dikonfirmasi,

penundaan pengiriman, dan juga WIP meski secara internal WIP ini adalah

termasuk dalam pengukuran kinerja internal (Kleijnen, 2003).

- Proses bisnis internal

Dalam perspektif ini perusahaan mengidentifikasi proses internal yang kritis dalam

memenuhi tuntutan pemangku kepentingan (shareholders) dan pelanggan.

Page 19: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

19

Pengukuran ini fokus pada proses internal yang memberikan dampak paling besar

terhadap kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan keuangan perusahaan.

Kaplan dan Norton mengidentifikasi ada tiga prinsip proses bisnis dalam

perspekftif ini: inovasi, operasi, dan layanan pasca penjualan. Pemikiran ini sejalan

dengan model rantai nilai dari Porter (1990). Ada beberapa ukuran yang bisa

digunakan: produktivitas, kualitas, teknologi, penggunaan kapasitas, waktu

penyerahan, biaya administrasi atau pendapatan total, penyerahan tepat waktu,

waktu tunggu, dan lain-lain. Dalam perspektif BSC, Nightingale merumuskan

ukuran proses bisnis internal berupa waktu proses keseluruhan, pengurangan

pemborosan, dan penyerahan tepat waktu (Nightingale 2001).

Literatur tentang manajemen rantai pasok dan logistik juga menyoroti pentingnya

pelanggan dan proses bisnis internal sebagi tolok ukur kinerja bisnis. Lai dkk

mengemukakan bahwa kinerja manajemen rantai pasok dalam industri

transportasi logistik diukur berdasarkan perspektif para pihak dalam rantai pasok

industri ini: efektivitas layanan terhadap pengirim, efektivitas layanan terhadap

penerima, dan efisiensi operasi dalam penyediaan layanan tersebut (Lai 2004).

Kleijnen menemukan lima tolok ukur kinerja dalam sistem manajamen rantai

pasok suatu perusahaan multinasional: (1) tingkat pemenuhan (fill rate), (2)

tingkat pemenuhan yang dikonfirmasi (confirmed fill rate), (3) penundaan yang

diperbolehkan (response delay), (4) persediaan, dan (5) penundaan aktual

(Kleijnen 2003). Tingkat pemenuhan merupakan persentase order yang dipenuhi

tepat waktu. Jadi dalam hal ini tidak ada penundaan pemenuhan pesanan. Tingkat

pemenuhan dikonfirmasi merupakan persentase order yang dipenuhi berdasarkan

waktu yang disepakati, dan pemenuhannya tidak melebihi batas waktu yang

disepakati. Penundaan yang diperbolehkan merupakan perbedaan antara waktu

pemenuhan order yang diminta dengan waktu yang disepakati. Persediaan

menggambarkan jumlah barang dalam proses, umumnya dinotasikan sebagai

Page 20: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

20

persentase dari penjualan. Penundaan aktual merupakan selisih antara waktu

pemenuhan order yang sebenarnya terhadap waktu pemenuhan yang dijanjikan.

Jika tingkat pemenuhan kurang dari 100% maka terjadi penundaan. Oleh karena

itu, penundaan aktual dalam hal ini merupakan jumlah keseluruhan penundaan

yang terjadi. Utilisasi sumber daya juga sering menjadi rujukan istilah untuk

menjabarkan perspektif proses bisnis internal dalm SCM.

- Pembelajaran dan pertumbuhan

Ini merupakan perspektif yang memungkinkan perusahaan menjamin tersedianya

kapasitas untuk operasional bisnis jangka panjang sebagai prasyarat untuk tetap

hidup dalam jangka panjang. Dalam perspektif ini, perusahaan tidak hanya

menaruh perhatian pada apa yang harus dilakukan dan bagaimana membangun

pengetahuan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan, tapi juga bagaimana

mempertahankan efisiensi dan produktivitas proses bisnis yang dapat

menciptakan nilai bagi pelanggan. perspektif ini mensyaratkan perlunya

identifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan untuk pertumbuhan dan

perbaikan jangka panjang. Dalam konteks rantai pasok, pembelajaran dan

pertumbuhan diarahkan pada upaya inovasi rantai pasok, dan teknologi informasi

sangat penting perannya di sini.

Secara keseluruhan, kinerja rantai pasok sebagai salah satu pengungkit daya saing

dapat dijelaskan pada gambar pada halaman berikut. Dalam gambar tersebut

terlihat bahwa kolaborasi dan harmonisasi kapasitas, informasi, kompetensi inti,

modal, dan SDM beserta hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara

pemasok dengan perusahaan (melalui Supplier Relationship Management-SRM)

dan antara perusahaan dengan pelanggan (melalui Customer Relationship

Managemen-CRM) dapat menentukan apakah pesaing eksisting baru dapat

memberikan nilai lebih baik bagi pelanggan atau tidak. Bagi pesaing baru,

Page 21: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

21

kolaborasi tersebut akan dapat menciptakan dinding bagi perusahaa yang akan

memasuki pasar.

Dalam gambar tersebut terlihat bahwa kolaborasi dan harmonisasi kapasitas,

Apapun alat atau model pengukuran kinerja rantai pasok, pada akhirnya kinerja

rantai pasok sangat ditentukan oleh kolaborasi antar titik dalam rantai pasok

tersebut, sebagaimana tercermin pada gambar 5 di atas, untuk memberikan

produk terbaik, unggul dan memiliki nilai paling tinggi dibanding pesaing.

Kesimpulan

1. Daya saing merupakan salah satu ukuran untuk menyatakan kemampuan

perusahaan dalam memberikan nilai unggul bagi pelanggan. Nilai pelanggan itu

sendiri terbentuk melalui proses yang melibatkan banyak entitas bisnis yang

membentuk model rantai pasok.

2. Daya saing dapat diukur dari berbagai perspektif, salah satunya adalah

perspektif manajemen rantai pasok, dimana nilai pelanggan yang unggul akan

Gambar 5. Model kinerja SC sebagai pengungkit daya saing

Page 22: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

22

dapat terbangun jika seluruh titik dalam rantai pasok berkolaborasi membuat

dan menyerahkan produk sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan.

3. Pengukuran kinerja rantai pasok menekankan pada tiga tipe pengukuran:

sumber daya berkaitan dengan efisiensi operasi, output berkaitan dengan

operasi, dan fleksibilitas untuk mengakomodir perubahan-perubahan yang

terjadi baik pada titik pasokan, pabrikasi, maupun pelanggan.

4. Balanced Scorecard merupakan salah satu model pengukuran kinerja yang bisa

diadopsi untuk mengukur kinerja rantai pasok. Dalam konteks SCM, model

Balanced Scorecard untuk mengelompokkan perspektif pengukuran kinerja,

sementara kriteria-kriteria teknis tetap menggunakan model-model

pengukuran yang relevan, termasuk alat-alat penilaian keuangan dan operasi.

BIBLIOGRAPHY

APICS. (2008). Overview of Supply Chain Management. VA: APICS-The Association of

Operations Management.

Beamon, Benita M. (1999). Measuring Supply Chain Performance. International Journal of

Operations & Production Management, Vol. 19 No. 3, pp. 275-292.

Begg, Iain (1999). Cities and Competitiveness. Urban Studies, vol. 36 No. 5-6 , pp. 795-809.

Bolstorff, Peter dan Robert Rosenbaum (2007). Supply Chian Management Excellence; a

Handbook for Dramatic Improvement Using the SCOR Model. NY: Amacom.

Bowersox, Donald J., David J. Closs, dan M. Bixby Coocker (2007). Supply Chain Logistics

Management, 2nd ed. NY: McGraw-Hill.

Bruzzone, Agustino (2002). Introduction to the Special Issue: Supply Chain Management.

SIMULATION, Vol. 78, Issue 5 , pp. 283-284.

Craig, Justin dan Ken Moores (2005). Balanced Scorecards to Drive the Strategic Planning

of Family Firms. Family Business Review, Vol. XVIII No. 2, pp. 105-123.

Gatignon, H. dan Xuereb J.M. (1997). Strategic orientation of the firm and new product

performance. Journal of Marketing Research, Vol. 34, No. 1, pp. 77-90.

Page 23: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

23

Ghosh, Samir dan Subrata Mukherjee (2006). Measurement of corporate performance

through Balance Scorecard: an Overview. Vidyasagar University Journal of

Commerce, Vol. 11, pp. 60-70.

Gunasekaran, A., C. Pattel, Ronald E., dan McGaughey (2004). A framework for supply

chain performance measurement. International Journal of Production Economics,

vol. 87, pp. 333-347.

Haake, Sven (2002). National Business System and Industry-specific Competitiveness.

Organization Studies, pp. 711-736.

Hamel, Gary dan C.K. Prahalad (1994). Competing for the Future. Harvard Business

Review, ed. July-August , pp. 1-9.

Jin Han, K., Namwoon Kim, dan Rajendra K. Srivastava (1998). Market Orientation and

Organizational Performance: Is Innovation a Missing Link? The Journal of

Marketing, Vol. 62, No. 4, pp. 30-45.

Henricsson, J.P.E. dan Stefan Ericcsson (2005). Measuring Construction Industry

Competitiveness: A Holistic Approach. The Queensland University of Technology

Research Week International Conference (pp. 4-17). Brisbane: Queensland

University of Technology.

Heywood, Christopher dan Russel (2008). The sustainable competitive advantage model

for corporate real estate. Journal of Corporate Real Estate, Vol. 10, No. 2, 85-109.

I Nyoman Pujawan (2004). Assessing supply chain flexibility: a conceptual framework and

case study. International Journal of Integrated Supply Management, Vol. 1, No. 1,

pp. 79-97.

Kaplan, Robert S. dan David P. Norton (1996). The Balanced Scorecard: Translating

Strategy into Action. Boston: Harvard Business School.

Kaplan, Robert S. dan David P. Norton (2007, July-August). Using the Balanced Scorecard

as a Stratey Management System. Harvard Business Review-Managing for the

Long Term , pp. 1-14.

Kleijnen, Jack P.C. dan Martin Smith (2003). Performance metrics in supply chain

management. Journal of the Operational Research Society, vol. 11 No. 11 , 1-8.

de Koning, Henk dan Jeroen de Mast (2007). The CTQ Flowdown as a Conceptual Model of

Project Objectives. Quality Management Journal, vol. 14 issue 2,pp. 19-28.

Page 24: Makalah Kelompok 6-SC-Daya Saing

KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING

24

Lai, Kee-Hung, E.W.T Ngai, dan T.C.E. Tang (2004). An empirical study ofsupply chain

performance in transport logistics. International Journal of Production Economics ,

321-331.

Maskell, Peter dan Anders Malmberg (1999). The Competitiveness of Firms and Regions:

‘Ubiquitification’ and the Importance of Localized Learning. European Urban and

Regional Studies, Vol. 6, No. 1, pp. 9-25.

McKiernan, P. (1997). Strategy past; strategy futures. Long Range Planning, Vol. 30, pp.

690-708.

Nightingale, D. (2001). Strategic Measurement in the Lean Enterprise. -: Massachusset

Institute of Technology.

Porter, Michael E. (1985). Competitive Advantage; Creating and Sustaining Superior

Performance. N.Y.: The Free Press.

Richard, Pierre J. dan Timothy M. Devinney (2009). Measuring Organizational

Performance: Towards Methodological Best Practice. Journal of Management, Vol.

35, No. 3, pp. 718-804.

Rohm, Howard dan Larry Halbach (2005). Developing and Using Balanced Scorecard

Performance Systems. -: Balanced Scorecard Institute.

Shafaei, Rasoul (2009). An analytical approach to assessing the competitiveness in the

textile industry. Journal of Fashion Marketing and Management, Vol. 13 No. 1, pp.

20-36.

Storey, John dan Caroline Emberson (2006). Supply chain management: theory, practice

and futur challenge. International Journal of Operations & Production

Management, Vol. 26, No. 7, pp. 754-774.