Makalah Kasus 6 forensik

19
MAKALAH KASUS 6 MODUL ORGAN FORENSIK KELOMPOK IX 030. 10. 179 Mirad Aditya 030. 10. 189 Muhammad Dainul M. 030. 11. 009 Ady Fitrah Saragih 030. 11. 019 Amanda Shabrina Putri 030. 11. 129 Herdandy Driya P. 030. 11. 139 Imam Kurniawan 030. 11. 209 Nani Oktapiani 030. 11. 259 Rokhim Suryadi 030. 11. 289 Tri Wendha Setia Ningsih 030. 12. 159 Marsella N. Karauwan 030. 12. 189 Ni Ketut Putri Angga D.

description

makalah

Transcript of Makalah Kasus 6 forensik

Page 1: Makalah Kasus 6 forensik

MAKALAH KASUS 6

MODUL ORGAN FORENSIK

KELOMPOK IX

030. 10. 179 Mirad Aditya

030. 10. 189 Muhammad Dainul M.

030. 11. 009 Ady Fitrah Saragih

030. 11. 019 Amanda Shabrina Putri

030. 11. 129 Herdandy Driya P.

030. 11. 139 Imam Kurniawan

030. 11. 209 Nani Oktapiani

030. 11. 259 Rokhim Suryadi

030. 11. 289 Tri Wendha Setia Ningsih

030. 12. 159 Marsella N. Karauwan

030. 12. 189 Ni Ketut Putri Angga D.

JAKARTA Selasa, 28 Oktober 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Makalah Kasus 6 forensik

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN 2

BAB II : ISI : SKENARIO KASUS 3

BAB III : PEMBAHASAN 4

1. ETIKA KEDOKTERAN 4

2. 4 KAIDAH DASAR MORAL (AUTONOMI, BENEFICENCE,

NON MALAFICENCE, JUSTICE)

3. INFORMED CONCENCE 5

4. DAMPAK HUKUM 7

5. KODE ETIK KEDOKTERAN 8

6. ASPEK HUKUM 10

BAB IV : KESIMPULAN 11

BAB V : DAFTAR PUSTAKA 12

1

Page 3: Makalah Kasus 6 forensik

BAB I

PENDAHULUAN

Merupakan pedoman bagi dokter Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran. Tertuang dalam SK PB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Indonesia.Dan sebagai bahan rujukan yang dipergunakan pada saat itu adalah Kode Etik Kedokteran Internadional yang telah disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar Ikatan Dokter Sedunia ke 22, yang kemudian disempurnakan lagi pada MuKerNas IDI XIII, tahun 1983.

Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Dalam rentang dua bulan terakhir ini, media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada dokter, tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis. Ada berbagai faktor yang melatar belakangi munculnya gugatan-gugatan malpraktik tersebut dan semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban. Mulai dari kesalahan diagnosis dan pada gilirannya mengimbas pada kesalahan terapi hingga pada kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien (alat bedah tertinggal didalam bagian tubuh), danf aktor-faktor lainnya

Profesi kedokteran dan tenaga medis lainnya dianggap sebagai profesi yang mulia (officium nobel) dan terhormat dimata masyarakat. Seorang dokter sebelum melakukan praktek kedokterannya atau melakukan pelayanan medis telah melalui pendidikan dan pelatihan yang cukup panjang. Sekarang ini tuntutan professional terhadap profesi dokter makin tinggi.Berita yang menyudutkan serta tudingan bahwa dokter telah melakukan kesalahan di bidang medis bermunculan. Di negara-negara maju yang lebih dulu mengenal istilah malpraktik medis ini ternyata tuntutan terhadap dokter yang melakukan ketidak layakan dalam praktek juga tidak surut.Biasanya yg menjadi sasaran terbesar adalah : dokter spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), dokter spesialis anestesi , dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.

2

Page 4: Makalah Kasus 6 forensik

BAB I I

LAPORAN KASUS Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter obgyn B sewaktu melahirkan, dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. Sepuluh hari pasca lahir orang tua bayi menemukan benjoloan dipundak kanan bayi.

Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjangnya, pasien dinyatakan menderitafraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus. Kepada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira-kira terjadinya. Bila benar bahwa patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, mereka akan menuntut dokter B karna telah mengakibatkanpatah tulang dan dokter C karena lalai tidak mendiagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa dokter C kurang kompeten sehingga sebaiknya ia merawat anaknya ke dokter A saja. Dokter A berpikir apa yang sebaiknya ia katakan.

3

Page 5: Makalah Kasus 6 forensik

BAB III

PEMBAHASAN

1. Etika kedokteran

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu sikap

dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk

dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak

jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontologi dan

teleologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya

suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri (I Kant), sedangkan teleologi

mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan dengan melihat hasilnya atau akibatnya (D

Hume, J Bentham, JS Mills). Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi dan

budaya, sedangkan teleologi lebih ke arah penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi)

kepada azas manfaat (aliran utilitarian).

Etika adalah cabang ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap

atau perbuatan dilihat dari moralitas. Etik deskriptif yaitu bidang sains yang mempelajari

moralitas merupakan pengatuan empiris tentang moralitas dan menjelaskan pandangan moral

tentang isu-isu yang terjadi pada ketika itu. Etika sendiri terbagi kepada :

Etika normatif : Penegakan terhadap apa yang benar secara moral dan mana yang salah

secara moral dalam kaitannya.

Etika metaetik: Memperlihatkan analisis dari kedua konsep moral yang telah disebutkan.1

2. 4 Kaidah dasar moral

Beuchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik

diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa aturan dibawahnya. Keempat kaidah dasar moral

tersebut adalah:

1. Prinsip otonomi : yaitu prinsip moral yang menghargai hak-hak pasien, terutama hak otomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.

4

Page 6: Makalah Kasus 6 forensik

2. Prinsip beneficence : yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditunjukan kekebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal  perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari sisi buruknya.

3. Prinsip non-maleficence : yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini juga dikenal dengan “primum non nocere” atau “above all, do no harm”.

4. Prinsip Justice : prinsip moral yang mementingkan fairness dankeadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.

3. Informed concence

Informed Consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter

dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan

dilakukan terhadap pasien. Informed concence memiliki 3 elemen, yaitu :

Threshold elements; sifatnya lebih kearah syarat yaitu, pemberi concent haruslah orang

yang kompeten. Secara hukum orang yang dianggap kompeten adalah apabila telah

dewasa, sadar, dan berada dalam keadaan mental yang tidak terganggu.

Information elements; terdiri dari 2 bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan tidak

understanding (pemahaman).

Consent elements; terdiri dari 2 bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)

dan authorization (persetujuan).

Persetujuan tindakan medic (Informed Consent)

Peraturan menteri kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan

medis

Pasal 1. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh

pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan

dilakukan terhadap pasien tersebut;

2. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien berupa

diagnostik atau terapeutik;

3. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan

jaringan tubuh;

4. Dokter adalh dokter umum/spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang bekerja di

rumah sakit, puskesmas, klinik, atau praktek perorangan atau bersama. 6

Pasal 2. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

5

Page 7: Makalah Kasus 6 forensik

1. Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

2. Persetujuan dapat diberi secara bertulis atau lisan

3. Persetujuan sebagaiman dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi

yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang dapat

ditimbulkannya.

4. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta

kondisi dan situasi pasien6

Pasal 3. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Setiap tindakan medis yang berisiko tinggi harus dengan persetujuan bertulis yang

ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan6

Pasal 4. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Informasi tentang tindakan medik harus diberi kepada pasien, baik diminta maupun tidak

diminta.

2. Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter menilai

bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien

menolak diberikan informasi. 6

Pasal 5. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang

kan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik

2. Informasi diberikan secara lisan

3. Informasi harus diberiakn jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu dapat

merugikan kepentingan kesehatan pasien,

4. Dalam hal dimaksud dalam ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan

informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien. 6

Pasal 8. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

1. Persetujuan diberiakan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sedar dan sehat

mental

2. Pasien dewasa yang dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 tahun atau telah

menikah. 6

6

Page 8: Makalah Kasus 6 forensik

4. Dampak hukum

Cara dan tahapan mekanisme perlindungan hukum terhadap dokter yang di duga melakukan

tindakan malpraktek medis adalah dengan di bentuknya Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesa (MKDKI) yang bekerja sama dengan pihak Kepolisian RI (POLRI) atas

dasar hubungan lintas sektorat dan saling menghargai komunitas profesi. Dalam tahapan

mekanisme penanganan pelanggaran disiplin kedokteran. MKDKI menentukan tiga jenis

pelanggaran yaitu pelanggaran etik, disiplin , dan pidana. Untuk pelanggaran etik akan di

limpahkan kepada Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Pelanggaran disiplin di limpahkan

kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan pelanggaran pidana dilimpahkan kepada pihak

pasien untuk dapat kemudian dilimpahakan kepada kepolisian atau ke pengadilan negeri.

5. Kode etik kedokteran Indonesia

Merupakan pedoman bagi dokter Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran. Tertuang dalam SK PB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Indonesia.Dan sebagai bahan rujukan yang dipergunakan pada saat itu adalah Kode Etik Kedokteran Internadional yang telah disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar Ikatan Dokter Sedunia ke 22, yang kemudian disempurnakan lagi pada MuKerNas IDI XIII, tahun 1983.

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter.

Pasal 2Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standard profesi yang tertinggi.

Pasal 3Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkanhilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

7

Page 9: Makalah Kasus 6 forensik

Pasal 5Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingandan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6Setiap dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatanbaru yang belum diuji kebenarannya dan hal hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya..

Pasal 7aSeorang dokter harus, dalam setiappraktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasanteknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang ( compassion ) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7bSeorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dansejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkansejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan ataupenggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7cSeorang dokter harus menghormati hak hak pasien, hak hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harusmenjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7dSetiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahluk insani.

Pasal 8Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semuaaspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif ), baik fisik maupun psiko-sosial,serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar benarnya.

Pasal 9setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harussaling menghormati.

8

Page 10: Makalah Kasus 6 forensik

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien.Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajibmerujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga danpenasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelahpasien itu meninggal dunia.

Pasal 13Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin adaorang lain bersedia dan mampu memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkanprosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kedokteran/kesehatan,

9

Page 11: Makalah Kasus 6 forensik

6. Aspek hukum

A. ASPEK HUKUM MALPRAKTEK1. Penyimpangan dari standar profesi medis2. Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian3. Akibat yang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang menimbulkan kerugian

materil atau non materil maupun fisik atau mental

B. SANKSI HUKUM PERDATA Pasal 1365 KUH perdata

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut

Pasal 1366 KUH perdataSetiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hati

Pasal 1371 KUH perdataPenyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menurut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atu cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini di nilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.

Pasal 54 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam

melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 ditentukan oleh majelis disiplin tenaga kesehatan3. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja majelis

disiplin tenaga kesehatan ditetapkan dengan keputusan presiden Pasal 55 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan

1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan

2. Ganti rugi sebagaimana diatur dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku

10

Page 12: Makalah Kasus 6 forensik

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan pada kasus di atas, tidaklah mudah untuk menentukan adanya malpraktek

yang dilakukan oleh seorang dokter. Di perlukan pemeriksaan dan penyelidikan yang

menyeluruh terhadap kasus yang terjadi dari awal untuk menentukan sebab-akibat. Sebagai

dokter yang memegang teguh kode etik kedokteran pun kita tidak boleh menjelek-jelekkan dan

menjatuhkan rekan sejawat. Solusi yang dapat kita berikan adalah dengan mengedukasi pasien

agar tidak langsung membawa kasus tersebut ke pengadilan karena belum terbukti dokter-dokter

tersebut telah melakukan tindakan malpraktek. Selain itu kita juga dapat meyakinkan pasien agar

mempertimbangkan penyelesaian masalah secara kekeluargaan.

11

Page 13: Makalah Kasus 6 forensik

BAB V

DAFTAR PUSTAKA1. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Bagian Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran UI;1997.  

2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran: Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2005. 4.

3. Wiradharma D. Hak-Hak dan Kewajiban Pasien: Hukum Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara;1996.

12