Makalah Jurnal Al A'raf Masyarakat.pdf
Transcript of Makalah Jurnal Al A'raf Masyarakat.pdf
1
MASYARAKAT BERSANDAR PADA SURVIVAL OF THE FITTEST:(Telaah Filosofis Atas Pemikiran Nietzsche)
Oleh: Siti Saudah
AbstrakMasyarakat merupakan wahana yang memungkinkan terjadinya kristalisasimanusia-manusia agung (Ubermensch). Tujuan kehidupan kemanusiaan ialahbagaimana menjelmakan manusia-manusia yang lebih kuat, lebih cerdas, lebihberani, yang oleh kekuatannya bisa mengatasi kumpulan manusia dalam massa.
Negara harus dipimpin oleh Aristokrat yang unggul (bukan berdasarkanketurunan). Masyarakat sederhana menjadi yang dipimpin, masyarakat yang kuatmenjadi pemimpin, pada dasarnya masyarakat hanya terdiri dari dua kelompok,yaitu yang dipimpin dan yang memimpin. Masalah-masalah yang timbul antarbangsa diselesaikan dengan darah dan baja. Demokrasi adalah gejala masyarakatyang sudah menjadi busuk. Demokrasi menentang kenyataan bahwa kodrat alamadalah differensiasi.
Kata kunci: Masyarakat, Ubermensch, Aristokrat.
Abstract
Societies are just a vehicle where crystalization of great human maybe accured.The goal of humanity life is how to create stronger, smarter, and braver human, byusing his strength he is able to overcome a gooup of people.
Country must be led by superior Aristokrat. The weak people are usually ledby the strong one because basically societies cousist of two group of people whoare led or lead. The problems among nations are overcome by blood and steels.Democracy is society phenomena that has become putrid .It opposed the realitythat nature is different.
Key words: Societies, Ubermensch, Aristokrat.
Staf Pengajar MKU Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
2
A. Pendahuluan
Nietzsche adalah seorang pemikir eksistensialisme yang berasal dari
keluarga pendeta, ia berbalik arah menolak kehadiran Tuhan, bahkan menggap
Tuhan sudah lama mati. Semasa kecil ia mereupakan anak yang cerdas, gemar
membaca dan sangat pendiam, namun secara fisik ia merupakan sosok yang lemah
dan sakit-sakitan. Ia pernah mengikuti wajib militer tetapi tidak lama karena
kecelakaan, dan melengkapi penderitaannya sebagai orang yang lemah secara
fisik, bahkan hamper gila. Namun secara mentral memiliki keberanian yang luar
biasa Ia sangat mengagungkan “logika Kekuatan” ( bukan kekuatan logika).
Konsep dasar pemikirannya “survival of the fittest” sebagai pengaruh kuat yang
berasal dari Spencer dan Darwin.
Penulis tertarik untuk mengungkapkan pemikiran Nietsche ini, bukan
karena sependapat dengan hasil pemikirannya, namun ingin menulisnya sebagai
fenomena budaya dan sekaligus fenomena sosial yang cukup unik dan menarik
untuk dikaji. Keberaniannya menyatakan kepada publik, khalayak ramai., di
pasar-pasar dan ditempat-tempat umum lainnya, bahwa “Tuhan sudah lama mati”.
Pemikiran yang membuat merinding orang-orang yang taat beragama,
bagaikan tak henti-hentinya menjadi bahan pembicaraan, bukan hanya dalam
wacana kefilsafatan akan tetapi di kalangan keagamaan bahkan dikalangan para
nihilis dan free thinker terkadang dijadikan sandaran untuk mendukung
pemikirannya yang tidak terkendali.
Manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai pribadi tidak terpisah dari
pemahaman akan kehidupan intelektual spiritual. Persoalan-persoalan manusia
3
(masyarakat modern utamanya) tidak terlepas dari hakikat manusia itu sendiri .
Aktivitas manusia merupakan eksistensi dari dirinya.1
Tujuan penulisan makalah ini adalah ingin memperkaya wacana
pemahaman kefilsafatan, dari mulai yang menyejukkan sampai yang
menggerahkan, bahkan sampai pada yang menimbulkan kemarahan bagi orang-
orang tertentu yang terganggu hal ini merupakan bagian mozaik pemikiran
kefilsafatan.
B. Pembahasan
1. Riwayat Hidup Nietzshe
Nama lengkapnya adalah Fredrich Wilhem Nietzshe, lahir tanggal 15
Oktober 1844, di Rocken, Rusia. Tanggal dan bulan kelahirannya sama dengan
kelahiran Raja Prusia, Fredrich Wilhem IV, yang sangat dikagumi ayahnya,
sehingga namanya diambil dari nama raja tersebut yaitu Fredrich Wilhem. Hal ini
menjadi satu-satunya kenangan bagi Nietzsche karena selebihnya ia hidup dalam
kemalangan sebagai seorang yang lemah, sakit-sakitan.2
Pada waktu ia berumur 5 tahun ia telah kehilangan bapanya, dan kemudian
didik oleh ibunya yang saleh. Akibatnya wataknya kegadis-gadisan, yang tidak
suka dengan anak-anak sebayanya. Di sekolah sering ia disebut “Yesus yang di
Bait Allah”3. Kegemaran utamanya ialah membaca, maka tidak mengherankan
1 Septiana D.M, Pandangan Leo Tolstoy Terhadap Wanita (Refleksi pemahaman atas maknaKebebasan dan Eksistensi manusia di Masa Mendatang, (Fakultas Filsafat, Yogyakarta.Jurnal Filsafat UGM, 1997) hlm. 213.
2 Fuad Hasan. Berkenalan dengan Eksistensialisme, (Pustaka Jaya, Jakarta.1922) hlm.39.
3 Harun Hadiwijono. Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Kanisius, Yogyakarta 2005).hlm.127.
4
kalau Nietzsche paling tekun membaca Injil,kendatipun matanya dalam keadaan
lemah dan sakit .Sikapnya yang lembut dan pemalu ,suka dan merenung dan
menyendiri ,tidak banyak bicara ,sehingga memberikan kesan orang lemah dan
letih .
Sejak usia 18 tahun dia kehilangan kepercayaan terhadap Tuhan .Hal ini
dirasa janggal karena latar belakang keluarga dan pendidikannya bertolak
belakang dengan sikapnya itu .Semula peristiwa tersebut dianggap sebagai gejolak
remaja yang sifatnya sementara ,tetapi ternyata sampai ia meninggal tetap pada
pendiriannya tersebut .Bahkan lebih keras dari itu ,karena ia berpendirian bahwa
‘Tuhan sudah lama mati’.
Sekalipun ia mengalami sakit sakitan ,tetapi tetap harus wajib militer
,walau tidak lama ,kemudian ia dibebaskan dari tugas tersebut karena mengalami
cedera berat akibat terjatuh dari kuda .Halangan jasmani menyebabkan ia memilih
karier akademis sebagai ahli filologi (bahasa klasik), dan menjadi pengajar pada
universitas Basel pada usia 25 tahun.
Kegemarannya merantau dari satu kota ke kota lainnya dengan menyewa
kamar yang murahan asal ada tempat untuk menulis dan tidur, sekalipun dalam
keadaan fisiknya yang lemah. Kondisi fisiknya semakin lama semakin melemah,
bahkan hamper buta di samping menderita penyakit paranoia dan
megalomania.Bahkan pada satu saat ia pernah berada di bawah pengawasan
rumah sakit jiwa. Namun kegilaan berpikirnya tidak harus dihubungkan dengan
penyakit dan gangguan pikirannya tersebut, karena akan lebih berarti apabila
5
melihat dari karya-karyanya, sekalipun kondisi fisik dan mental tetap akan sangat
berpengaruh pada pola fikir dan sikap selanjutnya. Barangkali tidak mustahil
bahwa pola pikirnya merupakan pemberontakan terhadap keadaannya yang serba
lemah dengan potensi intelektual yang demikian tinggi. Hal ini hanya sekedar
untuk memahami pemikiran Nietzsche secara objektif.
2. Survival of the Fittest dan Ubermensch
Pengaruh pemikiran Schopenhauer sangat kuat terhadap Nietzsche yaitu
“kehendak sebagai azas dari eksistensi manusia”. Sehingga kehendak yang kuat
harus ditempatkan pada garis yang paling depan, baik pada pemikiran maupun
pada tindakan, apabila manusia menginginkan eksistensinya. Kehendak yang
dimaksud oleh Nietzsche adalah kehendak untu berkuasa (will for power), sebab
baginya kehidupan merupakan perjuangan untuk memperoleh kekuasaan. Pikiran
manusia harus mampu mengendalika insting manusia untuk hidup dan berkuasa,
karena pengetahuan memiliki nilai jika dapat meningkatkan dan mempertahankan
kehidupan.4
Nietzsche menganggap bahwa, kalau dalam hidup ini yang kuatlah yang
menang, kebajikan utama dalam kehidupan adalah kekuatan. Oleh karena itu, apa
yang dinyatakan sebagai kebajikan, atau apa yang dianggap baik, haruslah kuat.
Sebaliknya, segala yang lemah adalah buruk dan salah.5
Disamping terpengaruh oleh pemikiran Schopenhauer, Nietzsche juga
terpengaruh oleh pemikiran Spencer dan Darwin, menurut Spencer bahwa
4 Ali Modlofir. Kamus Filsafat Barat. (Pustaka Pelajar, Yogyakarta.2001) hlm.37.
5 Ibid Fuad Hasan. 1992 hlm. 41
6
“masyarakat merupakan badan besar yang berkembang menurut hukum-hukum
evolusi, dari homogenitas ke heterogenitas”. Dalam masyarakat kuno jumlah
spesialisasi terbatas. Pemburu, petani, dan nelayan. Masyarakat industry,
heteroginetas dan spesialisasi begitu besar sehingga setiap orang tergantung pada
banyak orang lain. Sementara menurut teori social Darwinism bahwa masyarakat
berada dalam perjuangan demi eksistensi di mana yang paling cocok dicirikan
dengan tidak kompetitif, altruistic, berpangku tangan, malas, tidak berkuasa dan
miskin. Masyarakat yang baik sebagai suatu keutuhan tercipta dari perjuangan
social demi eksistensi ini. Jutawan yang berdiri sendiri secara tradisional telah
dianggap sebagai contoh terbaik orang yang paling cocok (the fittest).
Sekalipun sulit untuk ditegaskan tingkat keterpengaruhannya akan tetapi
hal tersebut dapat dilihat dari rumusan “survival of the fittest” dijadikan pola
pemikiran Nietzsche. Hal ini dapat merupakan contoh yang paling nyata dari
filsafat yang menekankan “logika kekuatan”, dan bukannya “akekuatan logika”.
Alil ini menurut Nietzsche harus berlaku baik dalam pergaulan manusia maupun
dalam pergaulan antar bangsa bukan harus diselesaikan dengan jalan perundingan,
pemungutan suara atau retorika melainkan harus diselesaikan melalui darah dan
baja. Perang adalah gejala yang wajar untuk menentukan bangsa mana yang dapat
bertahan dan bangsa mana yang harus menerima kekalahan.
Kesamaan derajat antar manusia, antar bangsa adalah suatu hal yang
mustahil dan bertentangan dengan kodrat alam. Tumbuhkanlah manusia-manusia
unggul (Ubermensch atau Supermen) Yang oleh kekuatannya dapat mengatasi
kumpulan manusia dalam massa, yang harus menjadi tujuan adalah bagaimana
7
menjelmakan manusia-manusia besar yang lebih kuat, cerdas, dan berani, yang
paling penting adalah bagaimana ia mampu mengangkat dirinya dari kehanyutan
dalam massa.
Masyarakat haruslah merupakan sekedar wahana yang memungkinkan
terjadinya kristalisasi manusia-manusia agung itu. Betapapun kejam
kedengarannya rumus inilah yang menurut Nietzsche sesuai dengan kodrat alam.
Bahkan ia mengusulkan suatu seleksi drastic untuk melahirkan manusia unggul
dengan jalan eugenetika serta memberikan pendidikan yang istimewa kepada
mereka yang kuat dan cerdas, tetapi menuruit Nietzsche cerdas saja belum cukup
namun harus merupakan gabungan harmonis dari kekuatan, kecerdasan dan
kebanggaan.6 Nietzsche menganggap perlu adanya suatu system aristokrasi yang
dipimpin oleh manusia-manusia yang memenuhi syarat keunggulan, bukan atas
dasar keturunan. Sedangkan manusia sederhana mempunyai tempatnya tersendiri
sesuai kodratnya, yang jelas tidak didudukkan pada pujuk pimpinan. Sejarah umat
manusia dimanapun menunjukkan bahwa ada golongan pemimpin dan golongan
yang dipimpin. Hanya pemimpin yang kuat, cerdas bangga yang dapat diandalkan
oleh masyarakat. Pemimpin seperti ini akan berani membawa pengikutnya dalam
peperangan. Bangsa yang terlalu lama menikmati ketentraman dan kedamaian
akan kehilangan keberanian untuk berperang serta tekat untuk menaklukkan lawan
adalah masyarakat yang nyata-nyata matang untuk demokrasi. Menurut Nietzsche
demokrasi adalah suatu gejala yang menunjukkan bahwa suatu masyarakat sudah
menjadi busuk sehingga tidak mampu lagi melahirkan pemimpin-pemimpin yang
6 Ibid.... Fuad Hasan. 1992 hlm. 42
8
agung. Demokrasi adalah pemerintahan kaum dagang semata-mata. Demokrasi
adalah suatu mainan belaka, tempat setiap orang untuk bersaing sambil berteriak
sama rata sama rasa, padahal manusia bersaing justru karena mereka berbeda-
beda. Demokrasi menentang kenyataan bahwa kodrat alam adalah deferensiasi.
Nietzsche menolak adanya persamaan hak dan hanya bangsa-bangsa yang
unggullah yang harus memimpin, bangsa yang lemah harus tunduk kalau tidak,
harus dikalahkan dengan jalan perang sampai ditaklukkan. Demokrasi antar
bangsapun merupakan penyelewengan dari kodrat alam.
Pada tahun 1887 dalam satu karyanya Nietzsche meramalkan bahwa” lima
puluh tahun kemudian Negara-negara demokrasi yang dianggapnya pemerintahan
kaum dagang akan terlibat dalam sengketa yang dasarnya adalah kepentingan
dagangnya masing-masing”. Negara Demokrasi itu akan bentrokan dalam suatu
perang dahsyat demi memperebutkan pasaran-pasaran dunia. Demokrasi tidak
mungkin menjadi perdamaian antar bangsa7
Orang sering menghubungkan antara Nietzsche dengan Naziisme.
Bahwasanya ada konsidensi memang benar, namun untuk mengatakan bahwa
Nietzsche harus bertanggung jawab atas timbulnya ideology sebagaimana dianut
Jerman-Nazi di masa Adolf Hitler patut diragukan. Namun tidak mustahil kalau
Hitler mendapat sebagian inspirasinya dari karya-karya Nietzsche. Bahkan Benito
Mussolini menunjukkan kesamaan dengan Nietzsche. Fasisme sebagai suatu
program aksi juga menggunakan slogan cinta pada resiko (I’amour de resque),
slogan Nietzsche ‘hidup menatap bahaya’ . Konsidensi lainnya didapatkan pada
7 Ibid Fuad Hasan 1992. Hlm.44
9
pendapat Nietzsche mengenai masyarakat Eropa bersatu, yang mampu melahirkan
Napoleon atau Bethoven, ini juga sama dengan gagasan sekarang tentang Eropa
bersatu. Untuk itu harus dibebaskan dari nasionalisme murahan yang disanjung-
sanjung oleh kaum borjuis. Inilah dasar-dasar yang harus diletakkan pada
masyarakat yang ingin maju, unggul dan berkuasa berdasarkan pemikiran
Nietzsche
3. Masyarakat Unggul tanpa Tuhan
Menurut Nietzsche sepanjang ada Tuhan, maka manusia tidak akan pernah
berkuasa, apalagi memiliki keunggulan, karena selamanya akan berada di bawah
baying-bayang kekuasaanNya. Oleh karenanya Tuhan harus dihilangkan dari
permukaan bumi, setidak-tidaknya dalam pemikiran manusia. Gagasan dan
doktrin itu tertuang dalam karya Nietzsche yang dianggap terbesar dan sangat
popular adalah “Als Sprach Zarathusra” (demikianlah sabda Zarathustra) atau
disebut juga dengan “Dendang Zarathustra”. Untuk memahami pemikiran
Nietzsche secara utuh, sebenarnya harus menelusuri berbagai karyanya yang
terpisah-pisah. Akan tetapi dengan memahami Zarathustra juga cukup memadai,
karena didalamnya termuat pemikiran-pemikiran inti yang merupakan karya seni
dan karya filsafat sekaligus. Nietzsche yang telah kehilangan kepercayaan
terhadap Tuhan, telah memusnahkan Tuhan, nampaknya telah menemukan
Zarathustra sebagai gantinya. Sejak pertemuannya ini Nietzsche seperti tidak
henti-henti menguras segala potensi untuk mengungkapkan alam pikirannya.
Buah pikiran terbesarnya itu dituangkan oleh Nietzsche dalam
pengasingannya di puncak pegunungan Alp yaitu di Sils Maria. Tiga bagian dari
10
bukunya diselesaikan hanya dalam tempo tiga piluh hari saja. Tiga bagian yang
sudah selesai ini diterbitkan terlebih dahulu. Sementara bagian keempat masih
sedang diselesaikan, dan baru diterbitkan pada tahun 1892, ketika Nietzsche
sedang dalam keadaan sakit jiwa. Tidak lama kemudian diterbitkan karya
Nietzsche itu selengkapnya empat bagian dengan judul “Als Sprach Zarathustra”
(Dendang Zarathustra). Mengapa disebut dendang Zarathustra, karena Nietzsche
menyebutkan demikian, dan memang ia mendendangkan hasil renungannya itu
antara lain judul “The Night Song”. The Dancing Song, The Tomb Song, The Song
of Melancholy, The Drunken Song.
Walter Kaufman sebagai dan penerjemah karya-karya Nitzsche
mengatakan, petunjuk penting untuk memahami Zarathustra ialah karya itu karya
seorang yang sangat kesepian hanya dalam Zarathustra inilah agaknya Nietzsche
mencapai puncak ketinggiannya, dilambangkan oleh pegunungan Alp, ia
melampiaskan segala isi jiwanya: dari kemarahan yang dahsyat, kepekaan yang
mesrah, keberanian yang serba nekat, humor yang halus dll penghayatan
manusiawi dapat ditemukan dalam karya ini.8 Kegagalan Nietzsche dalam
pergaulan sesame manusia menyebabkan ia harus mengasingkan diri yang
dijelmakan melalui citra Zarathustra. Di dalamnya kita dapatkan monolog
percakapan antara Nietzsche dengan dirinya. Dimulai dengan satu prolog: Ketika
usinya 30 tahun Zarathustra meninggalkan rumah serta danau dekat rumahnya dan
berangkat mendaki pegunungan. Di sini ia menikmati gairah jiwa serta kesunyian
dirinya selama 10 tahun tak pernah jenuh., sehingga terjadi perubahan dalam
8 Ibid.....Fuad Hasan 1992. Hlm. 49
11
hatinya. Pada suatu pagi ia bangun bersama fajar, melangkah menangkap surya,
lalu berkata kepadanya: “Wahai Kartika besar apa yang mungkin jadi kebahagiaan
kalau tiada mereka yang menikmati cahayamu?” dari kutiban di atas nyatalah
bahwa Nietzsche dalam kesunyiannya itu telah menemukan dirinya dalam imago
Zarathustra, di pegunungan yang sunyi ia mencari ilham.
Aku menanti-nanti kehampaan
Menikmati, melampaui baik dan buruk, sekarang
Cahaya, dan bayangan; yang ada hanya
Hari, danau, siang, waktu tak berujung
Maka kawan, tiba-tiba satu menjadi dua, dan aku dihampiri Zarathustra.
Dalam kesunyian Zarathustra merindukan manusia lagi. Himpunan
kearifannya diibaratkan sebagai lebah yang sudah menghimpun madu berlimpah
ruah “I need hands out-streched to receive it” Ia rindu untuk menaburkan ilmunya
pada manusia lain, ia berkata “Awas, cangkir ini akan kosong lagi, dan
Zarathustra-pun ingin menjadi manusia kembali”.
Turulah Zarathustra dari pengasingan, di jalan ia bertemu dengan orang
tua yang alaim sedang mencari akar-akaran. Bertanyalah Zarathustra, apa yang
dilakukannya di hutan?. Jawab orang alim: Aku mencipta lagu dan
menyanyikannya; dan sementara aku mencipta lagu, aku tertawa, menangis, dan
bersenandung; demikianlah aku memuja Tuhan. Sambil berdendang, menangis,
ketawa dan bersenandung, kupuja Tuhan yang memang Tuhanku.
Berlalulah Zarathustra. Ketika Seorang diri Zarathustra bertanya-tanya
dalam hatinya. Mungkin demikian? Orang alim di hutan tadi belum mendengar
12
berita bahwa “Tuhan sudah mati” Lalu Zarathustra turun menemui orang banyak
di pasar, maka berusahalah ia: Aku ajarkan kepadamu manusia unggul, dahulu
dosa yang besar adalah dosa melawan Tuhan, tetapi Tuhan sudah mati dan
bersama dia matilah pula mereka yang berdosa itu”.
Ia mengulangi sekali lagi ajarannya. Jadilah manusia unggul, ibarat
samudra luas yang tidak akan luntur karena harus menampung arus sungai yang
keruh. Manusia harus terus menerus melampaui dirinya sendiri, terus menerus
mencipta. Zarathustra memperingatkan sudah tiba waktunya bagi manusia untuk
menentukan tujuan baginya sendiri. Tiba saatnya untuk menanam bibit harapan
yang seunggul-unggulnya. Mereka tidak sirna diwaktu senja, meskipun
kebohongan yang diceritakan. Sebenarnya pada suatu hari mereka saling
mrnertawakan diri sampai mati. Hal ini terjadi ketika kata-kata yang paling tak
berketuhanan diumumkan oleh salah satu diantara Tuhan-Tuhan katanya: Tuhan
adalah Esa. Jangan kalian persekutukanaku dengan Tuhan-tuhan lain.
Demikianlah maka Tuhan yang sudah tua dan berjenggot muram, yang irihati,
menjadi lupa diri. Kemudian semua Tuhan yang lain pun tertawa melonjak-lonjak
di atas kursinya sambil berteriak: Bukankah lebih bertuhan untuk menyatakan
bahwa ada banyak Tuhan padahal tidak ada Tuhan?.9 Demikianlah jalan
pemikiran Nietzsche mengenai matinya Tuhan. Setelah Tuhan dimatikan, maka
terbukalah kesempatan bagi manusia untuk menjulangkan dirinya setinggi-
tingginya sebagai pencipta. Mencipta dan sekali lagi mencipta itulah kebajikan
bagi manusia. Antiteisme yang sangat radikal senantiasa diulang-ulang dalam
9 Ibid...Fuad Hasan 1992 hlm. 54
13
berbagai karyanya, ia ingin membuktikan bahwa manusia, baru menjadi agung
apabila ia sudah sanggup menerima berita kematian Tuhan.
Ia muak pada para pendeta yang mengajarkan bahwa manusia adalah
makhluk yang berdosa. Mereka orang-orang yang sangat menderita dalam
hidupnya. Banyak diantara mereka yang sudah menderita, maka mereka
menginginkan orang lainpun menderita. Nietzsche kasihan melihat para pendeta
ini. Mereka membangun gereja-gereja yang meyakinkan bahwa mereka telah
berbuat dosa sehingga oleh karenanya, harus bertobat. Dengan lantaran Nietzsche
mengingatkan: Waspadalah terhadap gubuk-gubuk yang dibangun oleh para
pendeta itu! Gua-gua yang berbau itu, mereka menamakan Gereja. Itu hanya yang
dipalsukan, itu udara yang menyesakkan , di dalam jiwa tidak diizinkan untuk
melayang kesegala ketinggian. Sebab agamanya memerintahkan: Merangkaklah di
atas tangga ini pada lututmu, hai kaum pendosa.
Nietzsche menganggap ketololan yang tak terampunkan jika manusia mau
menjalani hidupnya dalam serba kedosaan. Mereka yang menerima hidup ini
sebagai dosa belaka adalah mereka yang lemah dan tidak berharga untuk bertahan
dalam kehidupan. Mereka ini seringkali bersembunyi dibalik dalih “hidup ini
tidak berharga”, padahal mtidak berdaya untuk hidup. Hidup adalah kenikmatan
yang harus dihayati sedalam-dalamnya. Orang yang mengatakan hidup ini tidak
berharga adalah mereka yang dekaden, mereka ini seharusnya mengatakan dengan
terus terang “Aku ini tidak berharga”. Bukan hidup yang salah tetapi justru
mereka sendiri yang tidak mampu untuk menjulangkan diri setinggi-tingginya.
Manusia kerdil adalah kaum yang lekas percaya dan menyerah pada dongeng
14
yang tidak mengandung kebenaran. Mereka ini tidak mempunyai keberanian
untuk mengarungi samudra kehidupan. Mereka telah merasa berbuat suatu
kebajikan dengan jalan menyerah saja pada yang dipujanya. Zarathustra berkata:
“Sudah berkali-kali ku tegaskan bahwa manusia adalah unggul, asalkan ia ma
uterus menerus menjulangka gairah setinggi-tinggginya. Untuk ini manusia harus
bebas dari segala kekhawatiran dan rasa dosa. Manusia bagi Nietzsche adalah
jembatan belaka antara binatang dan manusia agung, kemanapun ia menoleh akan
menatap ancaman dan bahaya. Manusia tidak perlu beku dalam ketakutan dan
kepercayaan terhadap apa yang diriwayatkan kepadanya. Ia harus berani, karena
keberanian adalah kebajikan yang terunggul. Untuk hidup harus menjawan “ya”
kepada semua tantangan yang dihadapi, tidak cukup sekedar mau hidup, ia harus
mau semakin kuasa lagi, semakin kuat lagi.
Tentang perang dan prajurit, bagi Nietzsche yang dianggap kebajikan
adalah keberanian. What is Good? You ask. “To be brave is good”! Apa yang
baik? Kau bertanya? “berani itulah yang baik”. Kepada prajurit itu berpesan:
kepadamu tidak kuanjurkan kerja; kepadamu tidak kuanjurkan perdamaian,
melainkan kemenangan. Jadikanlah karyamu sebagai perjuangan. Jadikanlah
perdamaian sebagai kemenanganmu. Ia menginginkan adanya tantangan yang
terus menerus, hidup tidak boleh beku. Perang adalah suatu keharusan sebagai
seleksi alam untuk menang dan berkuasanya mereka yang kuat. Pemikiran ini
ditengarai telah melahirkan ilham bagi Hitler bahwa satu wilayah tidak
ditakdirkan oleh Tuhan untuk didiami dan milik suatu bangsa. Tanah dan wilayah
adalah hak bagi mereka yang mampu untuk merebut, memiliki, dan
15
menguasainya. Bagi Nietzsche kecintaan terhadap hidup tidak perlu berarti
ketakutan terhadap maut. Bukankah semua orang harus mati? Keberanian
menjalani hidup haruslah berarti keberanian pula menghadapi maut.
Nietzsche menginginkan suatu moralitas baru bagi zamannya; bukan lagi
moralitas budak yang diterima secara begitu saja oleh orang banyak; bukan
herden moral, melainkan moralitas orang-orang terhormat yang mampu berkuasa
dan berani menatap hidup, yaitu Herren Moral. Inilah yang oleh Nietzsche disebut
dua kemungkinan sebagai asas moralitas. “Sistem moral haruslah pertama-
pertama tunduk kepada system derajatkepangkatan, anggapan-anggapan yang
dikandungnya harus dikembalikan kehati nuraninya; sampai akhirnya dimengeerti
bahwa adalah tidak bermoral untuk menyatakan bahwa apa yang baik bagi
seseorang niscaya juga layak bagi seseorang yang lain.
Herren moral hanya memungkinkan dibina atas dasar kekuatan,
kecerdasan, dan kebanggaan. Adapun keberanian yang ditumbuhkan di atas
adalah keberanian yang menyeluruh: berani menatap hidup, menghadap bahaya,
menanggung derita, memeluk kesepian, menantang perang, menaklukan
ketakutan, dan berani menyambut maut. Keberanian yang sejati tidak
membutuhkan kesaksian siapapun juga, tidak dari orang lain, tidak juga dari
Tuhan. Keberanian yang sejati hanyalah menjelma sebagai gairah yang hebat
untuk hidup dan kehendak yang kuat untuk menjulangkan diri.
Betapapun mabuknya Nietzsche dalam ajaran tentang manusia agung yang
tak henti-hentinya hendak menjulang kesegala ketinggian, tetapi iapun
mengingatkan manusia, bahwa tidak akan mampu melampaui batas-batas
16
kemampuannya sendiri. Seolah-olah muncul kembali ajaran Yunani Kuno
“Kenalilah dirimu” Segala gairah harus dikerahkan habis-habisan untuk
menikmati suatu kehidupan yang unggul dan dalam keunggulan itu ia harus
senantiasa kreatif. Nietzsche mengutuk mereka yang pura-pura berani, mereka
yang punya potensi untuk hidup unggul tetapi sebenarnya menipu dirinya sendiri.
Oleh karena itu segala ikhtiar manusia harus disesuaikan dengan batas-batas
kemampuannya sendiri. Kalau hendak mendaki ketinggian harus menggunakan
kakinya sendiri. Kalau kau ingin menjulang gunakan kakimu sendiri, jangan
biarkan dirimu dijunjung orang; jangan kau duduk di atas punggung dan kepala
orang lain. Pemboncengan dalam ikhtiar mencapai ketinggian adalah pemalsu-
pemalsu serta penipu-penipu, lebih-lebih terhadap diri sendiri. Nietzsche
mengakui bahwa mengenal diri sendiri tdaklah mudah, oleh karena itu manusia
sering menghendaki sesuatu yang melebihi kemampuan. Sukar bagi manusia
untuk sadar akan batas-batas kemampuan dirinya. Karena tidak kepastian dan
Chaos yang dihadapi itulah manusia menjadi kreatif serta dapat bercita-cita
setinggi mungkin sehingga oleh karena itu pula, ia harus cinta pada hidup.
Manusia tidak sepatutnya mengharapkan belas kasihan orang lain. Ia
menyatakan kemuakannya terhadap mereka yang mengharap, menuntut belas
kasihan orang lain, itu adalah pengejawantahan manusia rendah dan hina. Mereka
yang menikmati penderitaan bukan karena sanggup menanggung derita melainkan
karena penderitaannya mengharap belas kasih orang lain. Mereka orang- orang
yang sudah kehilangan rasa bangga dan hormat, ia sebagai moralitas budak. Mana
17
mungkin mereka mampu menjulangkan diri ke segala ketinggian. Mana mungkin
mereka disamakan dengan manusia agung yang sanggup menanggung derita.
Penyamarataan manusia adalah ketidak-adilan yang harus ditentang.
Disilah tumbuhnya pikiran yang mencemoohkan demokrasi dan semangat sama
rata bagi manusia. Adalah omong kosong untuk menganggap semua orang berdiri
derajat. Demokrasi adalah semata-mata satu mania untuk menghitung dan
bertentangan dengan kenyataan bahwa manusia tersusun berderajad-derajad.
Mereka yang merindukan kesamaan hak adalah sebenarnyaorang-orang pengecut
belaka. Semboyan laizesfaire yang dijadikan asas demokrasi itu, menurut
Nietzsche sebenarnya adalah manifestasi dari moralitas pedagang yang tidak jauh
berbeda dengan moralitas perampok, sama-sama meminta hak untuk membeli di
pasaran semurah-murahnya dan kemudian beebut pasaran untuk menjual semahal-
mahalnya.
Itulah pemikiran ekstrim dan radikal dari Nietzsche. Mungkin dalam
sejarah antiteisme belum pernah mencatat adanya seorang filsuf yang sedemikian
ganasnya “mematikan Tuhan”. Tanpa gemetar sedikitpun mengumumkan bahwa
“Tuhan telah mati” dan menyiarkan ajarannya bahwa manusia dapat
menjulangkan dirinya menjadi “Ubermensch”. Namun demikian ia telah member
tahu sebelumnya bahwa ia tidak perlu segera dipercaya sebab, kalau memang
demikian maka tibalah saatnya bagi Nietzsche untuk mengatakan “ selamat
tinggal dan aku akan kembali lagi setelah kau tak percaya padaku”. Ia lebih suka
dirinya ditentang dan di lawan. Kehendakku; jauhilah aku dan lawanlah
Zarathustra! Taksempurnalah seorang membalas jasa gurunya, bilamana ia terus
18
menerus bertahan sebagai muridnya saja. Ia tidak ingin dipuja-puja sebab pujaan
akan membuat kita akhirnya tertindas. Kepercayaan atau pemujaan hanyalah
dikarenakan oleh belum mampunya kita menemukan diri sendiri.
Nietzsche adalah orang kesepian, yang berjuang mati-matian untuk
menentang nilai-nilai lama yang telah berkuasa ribuan tahun. Ia ingin
menciptakan hal-hal yang melebihi dirinya sendiri, sampai segala kekuatannya
dihabiskan, dan hidupnya diakhiri dengan menderita penyakit gila.10
C. Penutup
Pemikiran Nietzsche adalah pemikiran eksistensialis nihilis, dan
pandangan inilah yang sering dialamatkan kepada para kaum eksistensialis,
padahal tidak demikian halnya. Tidaklah semua eksistensialis adalah nihilis,
Contoh: Karl Jaspers, justru kebalikan dari pemikiran Nietzsche. Bagi Jaspers
kebebasan itu justru akan memperkokoh terhadap adanya wujud transenden yang
bermuara pada ketuhanan.
Bagi Jaspers manusia adalah suatu kebebasan. Makin sadar tentang
eksistensi diri kita sebagai kebebasan justru apabila dihadapkan pada berbagai
imperative. Oleh karena itu Jaspers sampai kesimpulan bahwa makin sungguh-
sungguh seseorang sadar tentang kebebasannya, makin kuat kepastiannya tentang
adanya Tuhan.
Ada berbagai jenis eksistensialisme yang merentang dari ateisme hingga
teisme, dari fenomenalisme dan fenomenologi hingga bentuk-bentuk
10 Hadiwijono, Harun., Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Kanisius, Yogyakarta.2005) hlm. 129
19
Aristotealianisme.11. Sebenarnya secara tersembunyi Nietzsche pun mengakui
adanya keterbatasan manusia, dan iapun mengakui bahwa mengenali kemampuan
sendiri tidaklah mudah. Sehingga iapun masih mendambakan masyarakat yang
bermoral, sekalipun masih tetap pada dasar-dasar logika kekuasaan.
11 Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, Remaja Rosda Karya, Bandung.1995. hlm. 107
20
DAFTAR PUSTAKA
Beerling, 1966, Filsafat Dewasa Ini. Tejm. Hasan Amin. PT. Gramedia, Jakarta.
Hadiwijono, Harun. 2005, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, Yogyakarta.
Hamersma, Hary. 1985, Filsafat Eksistensi Karl Jaspers. PT. Gramedia, Jakarta.
Hassan, Fuad .1992, Berkenalan dengan Eksistensialisme, Pustaka Jaya, Jakarta.
K., Loewith, 1965, From Hegel to Nietzsche: The Revolution in Nineteenth
Century Thought, Holl, Renehart and Winston, New York.
Maharani, Septiana Dwiputri., Jurnal Filsafat UGM, Pandangan Leo Tolstoy
Terhadap Wanita (Refleksi pemahaman atas makna Kebebasan dan Eksistensi
manusia di Masa Mendatang, Fakultas Filsafat, Yogyakarta.
Modlofir, Ali. 2001, Kamus Filsafat Barat. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Rapar, Jan Hendrik.1996, Pengantar Filsafat, Kanisius, Yogyakarta.
Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, Remaja Rosda Karya, Bandung
21
BIODATA PENULIS
Siti Saudah, S.Pd. M.Hum., lahir di Jombang, 15 Februari 1971, Lulus pendidikan
SI Jurusan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang pada tahun
1992, lulus pendidikan S2 Filsafat, UGM Yogyakarta pada tahun 2006. Saat ini
menjadi dosen tetep Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.