Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

12
INTEGRASI ISLAM SAINS DALAM SEJARAH ISLAM MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Keterpaduan IPTEK dan Islam Dosen Pengampu : Edi Daenuri Anwar, M.Si. Disusun Oleh: Zilda Chostiana Nufus (133611007) Antika Permata Hati (133611021) Dzakki Robbani (133611025) Yessi Gustari Maharani(133611035) PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2016 1

description

keterpaduan iptek dan islam

Transcript of Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

Page 1: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

INTEGRASI ISLAM SAINS DALAM SEJARAH ISLAM

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Keterpaduan IPTEK dan Islam

Dosen Pengampu : Edi Daenuri Anwar, M.Si.

Disusun Oleh:

Zilda Chostiana Nufus (133611007)

Antika Permata Hati (133611021)

Dzakki Robbani (133611025)

Yessi Gustari Maharani(133611035)

PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2016

1

Page 2: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A; Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, manusia banyak dihadapakan dengan

berbagai macam tantangan, diantaranya dalam hal ilmu pengetahuan. Sains merupakan

salah satu dari ilmu pengetahuan yang banyak dikaji dikalangan masyarakat untuk

menghadapi perkembangan zaman, karena pada dasarnya sains sangat diperlukan dalam

bidang kehidupan.

Salah satu ciri yang membedakan islam dengan yang lain adalah penekanannya

terhadap masalah ilmu (sains). Al-Quran dan Al-Sunnah mengajak kaum Muslim untuk

mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang

berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Sebagian dari ayat-ayat Al-Quran dan Al-

Sunnah yang relevan akan disebutkan di dalam pembahasan masalah ini.

Di dalam Al-Quran, kata al-‘ilm dan kata-kata jadiannyadigunakan lebih dari 780

kali. Beberapa ayat pertama, yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw., menyebutkan

pentingnya membaca, pena, dan ajaran untuk manusia:1

قق قل قخ ذذي لل قك بب قر ذم ذب ٱقر ٱسس أس قق ١ٱقس قللل قع ذملل قن سقسلل ذإن قق قللل قخ نس قر٢ٱلس أس ٱقس

مم قر قأ قك بب قر كسقو ذم ٣ٱلس قل قق ذب قم لل قع ذذي لل ٱلس قل ٤ٱ قي قل قما قن سقس ذإن قم لل قع مس عس مس ٥ٱلس

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang

Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia

mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5)

Oleh sebab itu, kita kaum muslimin berusaha mengkaji lebih dalam tentang sains

dan tentunya tidak mengesampingkan Al-Quran sebagai kitab suci umat islam karena

sains dan berbagai ilmu lainnya juga telah terkandung dalam Al-Quran. Ada beberapa

tokoh-tokoh sebagai bahan kajian kita, diantaranya yaitu sayyed Hossein Nasr, Syed

Naquib Al-attas, Ziauddin sardar, Isma’il Faruqi.

Dari sinilah kami menyusun makalah yang membahas tentang “Integrasi Islam

Sains dalam Sejarah Islam”.

B; Rumusan Masalah

1; Apa itu integrasi keilmuan ?

2; Bagaimana model integrasi sains dan islam ?

3; Bagaimana urgensi integrasi sains dan islam ?

1Mehdi Golshani, Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm.1.

2

Page 3: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

4; Bagaimana integrasi islam sains dalam sejarah islam ?

3

Page 4: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A; Integrasi Keilmuan

Lima ayat pertama surah al-Alaq, menunjukkan perintah Allah terkait dengan

sains, perintah membaca, menelaah, menghimpun pengetahuan dengan kalimat iqra’

bismirabbik, menunjukkan bahwa al-Qur’an tidak sekedar memerintahkan untuk

membaca, tetapi “membaca” adalah lambang dari segala yang dilakukan oleh manusia

baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Bisa aktif mengkaji sifat-sifat Allah, sifat Allah

yang disebut dalam kitab suci merupakan sumber otentik pengetahuan tentang Allah.

Salah satu sifat Allah yang disebutkan dalam al-Qur’an ialah al-Alim, yang berarti “yang

memiliki sains”. Karena memiliki sains yang membedakan dari malaikat dan dari semua

makhluk lainnya, dan melalui sains orang dapat menggapai kebenaran, dan kebenaran

adalah nama lain dari Yang Riil dan al-Haqq.

Dari dimensi al-Haqq, di sini dapat dimengerti mempunyai hubungan yang erat,

antara filsafat Islam dan metafisika. Di dunia Barat filsafat yang nomor satu, baru

menyusul metafisika, filsafat mencakup begitu banyak cabang ilmu, diantaranya

metafisika. Di Timur, metafisikalah yang nomor satu, baru menyusul filsafat. Dalam

sistem pemikiran Islam, realitas metafisika mendahului konseptualisasinya, dalam Islam

dikenal ada beberapa mazhab pemikiran, yang semuanya pada tingkat terakhir,

didasarkan atas konsepsi tentang Realitas metafisis dan Realitas yang paling hakiki

Allah, sebagai al-Haqq sebagai sumber semua kebenaran. Sudah barang tentu al-

Qur’an sebagai mediumnya, filsafat Islam berupaya menjelaskan cara Allah

menyampaikan kebenaran hakiki, dengan bahasa pemikiran yang intelektual dan

rasional. Tujuan seorang filsuf, menurut al-Kindi ialah “mendapatkan kebenaran dan

mengamalkannya, sedangkan bagian paling luhur dari filsafat adalah filsafat pertama,

yakni mengetahui kebenaran pertama (Tuhan) dinamakan filsafat pertama karena dalam

pengetahuan tentang sebab pertama itu terkandung pengetahuan tentang semua bagian

lainnya dari filsafat”. Dengan demikian The Unity of Knowledge atau kesatuan ayat

Qur’aniyyah dengan ayat Kawniyyah, merupakan integrasi keilmuan yang dapat menjadi

sarana penting meningkatkan keimanan dan haqqa tuqatib (taqwa yang sebenar-

benarnya).2

B; Model Integrasi Sains dan Islam

Berbagai disiplin ilmu yang menyarankan adanya perspektif al-Qur’an dan sunnah

menyarankan untuk dikuatkan dengan metodologi tafsir saintifik yang memadai,

2Marpuji Ali, dkk, Buku Kultum Integritas Iman, Ilmu dan Amal, (Magelang: PWM Jateng, 2010), hlm.50-51.

4

Page 5: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

sehingga tidak terkesan”asal temple” melainkan ia menjadi ciri khas dan nilai yang

berharga bagi adanya suatu konsep ilmu (mata pelajaran). Karena itu, maka hal-hal yang

perlu dielaborasi dari ayat-ayat al-Qur’an dan sunah adalah soal konsep (dari realitas)

dan bukan pada rumus-rumus sains yang bersifat matematik. Untuk itu, para guru

pemegang mata pelajaran sains sungguh berkepentigan untuk menyusun langkah-langkah

konseptual yang berkaitan dengan disiplin masing-masing.

Ada beberapa langkah yang dapat dijadikan acuan kearah penegembangan

kurikulum diatas. Pertama, memetakan konsep keilmuan dan keislaman. Pada bagian ini

para guru pegampu mata pelajaran sains berusaha diajak bertamasya bersama al-Qur’an

ke alam ilmu penegetahuan, dengan cara memetakan konsep dan mengklarifikasikan

sains seacra sistematis kedalam berbagai disiplin ilmu(mata pelajaran), atau tema-tema

yang dikehendaki. Disini, guru atau pendidik perlu diperkaya dengan konsep-konsep atau

isyarat-isyarat sains yang bertaburan didalam al-Qur’an. Atau dengan kata lain, guru atau

pendidik disarankan terlebih dahulu “bersafari” melalui dzikir dan pikir dengan

menjelajahi semesta konsep-konsep atau tema-tema sains yang ada didalam al-Qur’an.

Kedua, memadukan konsep keilmuan dan keislaman (al-Qur’an). Secara filosofis,

istilah integrasi islam dan sains baik agama maupun sains masing-masing memilik

kerangka normatif dan sosial-historis. Secara normatif, agama maupun sains

mengajarkan kepada manusia apa dan bagaimana mengelola dunia dengan baik.

Sedangkan sosial-historis, agama maupun sains mengintruksikan terjadinya transformasi

dan “eksploitasi” dunia dengan penuh semangat, radikal dan ambisius. Dengan kata lain,

agama dan sains adalah “sabda tuhan” yang ditebarkan kepada manusia agar ia

senantiasa memanfaatkan sumber-sumber dunia secara serius dan dinamis (I’mal li

dunyaka kaannaka ta’isyu Abadan, wa’bud rabbaka kaannaka tamutu ghadan-hadist).

Kerja memadukan atau mengintegrasikan konsep, dan bukan rumus-rumus, adalah

mencari titik kesamaan atau perpaduan antara sains dan Islam (atau konsep yang ada

pada al-Qur’an dan hadis). Tegasnya, antara al-Qur’an atau hadis dan sains dicoba

diintegrasikan sehingga satu sama lain saling memerkokoh dalam membuka tabir

kegaiban akan realitas kongkret yang disabdakan Allah swt dalam ayat-ayat-Nya, baik

yang qauliyah maupun kauniyah.

Ketiga, mengolaborasi ayat-ayat al-Qur’an yang relevan secara saintifik. Konsep

integrasi sains dan Islam menyarankan ditatingnya Islam sebagai paradigma dalam

berbagai kajian ilmu pengetahuan. Sebagai sebuah paradigma dalam berbagai kajian

ilmu pengetahuan. Sebagai sebuah paradigma, Islam (dengan al-Quran dan Sunnah)

adalah sumber rujukan bagi setiap kerja ilmu. Tentu, melalui pemahaman seperti ini

ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang berkaitan dengan ilmu meniscayakan untuk

dielaborasi secara saintifik sesuai kebutuhan kerja ilmiah sesuai tema-tema atau konsep-

konsep ilmu pada masing-masing mata pelajaran. Di sini, berarti Islam (dalam al-Qur’an

5

Page 6: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

dan hadis) tidak sekedar menjadi perspektif, atau sebagai pelengkap dari kajian ilmiah

yang ada dan apalagi kajian yang terpisah dari sains dengan “ayat-ayat yang

ditempelkan,” melainkan ia harus menjadi pengawal (pembuka bahasa ilmiah) dari setiap

karja sains, sebagaimana dimaksud.3

C; Urgensi Integrasi Sains dan Islam

Nilai urgensi pengembangan studi sains dan agama, khususnya Islam, di banyak

perguruan tinggi, sampai sekarang masih terasa parsial dan sepotong-potong. Agama dan

islam sebagai paradigma keilmuan, masih ditempatkan sebagai “pelengkap” bahasan-

bahasan sains yang artifisial. Keberadaannya hanya tak lebih dari sekedar penjustifikasi

konsep-konsep sains dan belum menjadi sebuah paradigma keilmuan yang holistik di

dalamnya mensyaratkan elaborasi-elaborasi saintifik sesuai konsep ilmu yang ada.4

Wawasan tentang Dzat berkuasa atas segala sesuatu, yang telah dihilangkahkan

dari ”konsepsi barat” tentang sains merupakan kritik fokus utama dalam teori Islami. Tak

ada yang meragukan bahwa benda-benda alam seperti tumbuhan, hewan dan manusia

memiliki kompleksitas yang berlipat ganda dibandingkan sebuah jam, yang telah

menjadi ilustrasi cerita retoris William Paley, seorang teolog pada wal abad ke-19 dalam

natural-theology. Ambil contoh mata manusia atau sayap burung. Seuanya tampak

dirancang dengan amat teiti dan efisien, kalau jam saja yang tidak terlalu komplek

mempunyai pencipta, apalagi alam semesta jauh lebih kompleks, sudah barang tentu ada

pencipta.

Sesungguhnya, faktor pembeda cara berpikir islami dari cara barat, ialah perihal

keyakinan yang fundamental dari cara berpikir yang pertama, bahwa semua filsuf

muslim, baik dari dunia islam di Timur yang berpusat di Baghdad, Irak. Seperti, al-Kindi

(w. 260 H/873 M), ar-Razi (w. 313 H/925 M), al-Farabi (w. 339H/950M), para tokoh

Ikhwan as Safa (abad ke-4 H), Ibnu Maskawih (w. 421 H/1030 M), dan Ibnu Sina (w.

428 H/1036 M), maupun dari dunia Islam belahan Barat yang berpusat di Cordova,

Spanyol. Seperti Ibnu Bajjah (w. 533 H/1138 M), Ibnu Tufail (w. 581 H/1185 M), dan

Ibnu Rusyd (w. 595 H/1198M). meyakini bahwa Allah berkuasa atas segala hal dan

bahwa segala sesuatunya, termasuk pengetahuan, berasal dari satu-satunya sumber yang

tidak lain, adalah Allah.

Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 30-34:

اا وو مل ققللا قفلل ذلي قخ ذض قأ ذفللي ذعلل قجا بنللي ذإ ذة قكلل ذئ وقسل قم ذل قك ببلل قر قل ققللا ذإ ةقو ةة رس ٱلس لل لس ذسقك ذد قح ذب مح بب قس من من قن قو قء قما بد ل مك ذف قي قو قها ذفي مد ذس مي قمن قها ذفي مل قع قت مسقأ حس ٱ سس فس جس

3Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm.262-263.4Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm.258.

6

Page 7: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

قن ممللو قل قت قل قمللا مم قللل قأ وي بنلل ذإ قل ققللا قللل مس بد ققلل من عسقو عس ة قم٣٠كك قد قءا قم لللل قع قو ذء قما قأ ذب ذني بمذبللو قأ قل ققللا قف ذة قكلل ذئ وقسل قم قلللى قع مه قض قر قع لم مث قها لل مك قء قما سسسسقأ نن ٱلس مس سس ٱلس

قن ذقي ذد سقصلل متلل مكن ذإن ذء قل مؤ قمللا٣١مسوقسه لل ذإ قنللا قل قم ذع قل قك قن سقح مسلل اا ملو ققللا لس بسمم ذكي قح مم ذلي قع قت قأن قك لن ذإ قن قت لل ٱلسقع ٱلس اة ذه٣٢مس ذئ قما قأ ذب مهللم ذب قأ مم قد ـلا وقسي قل ققا مسة سس ئس نن

قب قغ مم قللل قأ وي بنلل ذإ مكلل لل مقللل قأ قللل قأ قل ققللا ذه ذئ قما قأ ذب مهم قأ قبلل قأ لمللا قل يسقف عس مس مس مس سس ننقن ممللو مت قت متلل مكن قمللا قو قن مدو مت قما مم قل قأ قو ذض قأ قو ذت سقو سقم لس كسل مسسس بسسس عس رس ٱلس ذإ٣٣ٱ قو ذس

قر قب قت قو سى قبلل قأ قس ذليلل ذإ لل ذإ اا وو مد قج قسلل قف قم قد وذل اا مدو مج ذة قك ذئ وقسل قم ذل قنا كسمق ٱسس بس ٱسس لس لسقن ذري ذف سقك قن ذم قن قكا ٣٤ٱلسقو

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:

"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan

membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa

bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:

"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"(30) Dan Dia

mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian

mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-

Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!

(31)Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain

dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah

Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"(32)Allah berfirman: "Hai Adam,

beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah

diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:

"Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui

rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang

kamu sembunyikan?(33)Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para

malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis;

ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang

kafir(34). (Q.S. Al-Baqarah : 30-34)

Ayat 30-34 surat Al-Baqarah, memberi gambaran tentang awal penciptaan, Allah

mengajarkan kepada Adam nama benda-benda . balada penciptaan manusia ini berlanjut

dengan simbolisasi Adam sebagai manusia, “nama-nama benda” berarti sains, padahal

malaikat sendiri tidak tahu nama-nama benda itu. Karena posisi malaikat lebih rendah,

maka Allah memerintahkan semua malaikat agar memberi hormat kepada Adam, dan

mereka melakukan pula, kecuali syaitan yang ingkar dan oleh karenanya mendapat

7

Page 8: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

kutukan. ”member hormat” merupakan symbol pengakuan atas keunggulan “sains” yang

dimiliki manusia, tapi dalam hal kesalehan, karena malaikat memuji Allah siang-malam

bisa jadi mereka jauh lebih baik dari pada Adam.5

Memahami arti penting dari konsep integralisme monistik/holistik Islam,

menyarankan ditatingnya Islam sebagai paradigma bagi setiap kerja ilmu. Tentu melalui

pemahaman seperti ini ayat-ayat al-qur’an dan Sunnah yang berkaitan dengan ilmu

meniscayakan untuk dielaborasi secara saintifik sesuai kebutuhan kerja ilmiah yang

dibangunnya.

Di sini berarti Islam tidak sekedar menjadi perspektif, atau sebagai pelengkap dari

kajian ilmiah yang ada dan apalagi kajian yang terpisah dari sains. Tetapi, justru Islam

harus menjadi pengawal dari setiap kerja sains oleh setiap para ilmuan (guru

matapelajaran).6

D; Integrasi Islam Sains dalam Sejarah Islam

Menurut Mehdi Ghuslami, masuknya sains modern ke dalam Islam pada

permulaan abad ke-19 diiringi dengan bermacam-macam reaksi dari kalangan intelektual

Muslim. Namun demikian, hal itu terjadi lebih didominasi oleh kerena kandungan

filosofinya, bukan sains modern itu sendiri yang mempengaruhi pandangan-pandangan

kaum intelektual Muslim.7

Upaya untuk melakukan islamisasi ilmu, menurut beberapa sumber, kali pertama

diangkat Sayyid Husein Nasr dalam beberapa karyanya sekitar tahun 1960-an. Saat itu,

Nasr berbicara dan membandingkan antara metodologi ilmu-ilmu keislaman dengan

ilmu-ilmu umum, terutama ilmu alam, matematika, dan metafisika. Menurutnya, apa

yang dimaksud ilmu dalam Islam tidak berbeda dengan “scientia” dalam istilah Latin;

yang membedakan di antara keduanya adalah metode yang dipakai. Ilmu-ilmu keislaman

tidak hanya menggunakan metodologi rasional dan cenderung positivistik, tetapi juga

menerapkan berbagai metodologi, rasional, tekstual, dan bahkan instuitif, sesuai dengan

objek yang dikaji.

Beberapa tahun kemudian, gagasan tersebut dikembangkan dan diresmikan sebagai

proyek islamisasi ilmu oleh Syed Muhammad Naquib Al-Attas tahun 1977. Ia menulis

makalah tentang itu dengan judul Preliminary Thought on the Nature of Knowledge and

the Definition and Aims of Education, yang disampaikan di “First World Conference on

Mosleem Education” di Makkah, atas sponsor Universitas King Abdul Azis. Ide ini

5Marpuji Ali, dkk, Buku Kultum Integritas Iman, Ilmu dan Amal, (Magelang: PWM Jateng, 2010), hlm.49-50.6Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm.261.7Dakir & Sardini, Pendidikan Islam dan ESQ Komparasi-Integratif Upaya Menuju Stadium Insan Kamil, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2011), hlm.126.

8

Page 9: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

selanjutnya lebih disempurnakan oleh Naquib sendiri, lewat bukunya yang berjudul The

Concepts of Education in Islam a Framework for an Islamic Philosophy of Education

(Kuala Lumpur, ABIM, 1978).

Karena itu, berbeda dengan Nasr yang baru sekedar berusaha menyandingkan atau

mempertemukan ilmu-ilmu Barat dan ilmu-ilmu keislaman, Naquib telah berbicara

tentang persoalan ontologis sekaligus epistemologi ilmu. Menurutnya, islamisasi itu

tidak bisa dilakukan hanya dengan mempertemukan di antara keduanya, tetapi juga perlu

adanya rekonstruksi ontologis dan epistemologis, karena dari sisi inilah sebuah keilmuan

lahir. Adapun jalan untuk mengubah cara pandanga dunia Barat yang sekuler adalah

lewat apa yang disebut islamisasi bahasa, sebab semua bermula dari pikiran dan

perubahan pikiran paralel dengan perubahan bahasa.

Gagasan islamisasi ilmu ini ternyata mendapat sambutan luar biasa dari para

intelektual Muslim dunia. Karena itu, pada 1977 ini juga diadakan konferensi

internasional pertama di Swiss, untuk membahas lebih lanjut ide islamisasi ilmu tersebut.

Konferensi yang dihadiri 30 partisan ini berusaha menelusuri penyebab terjadinya krisis

di kalangan umat Islam dan cara mengatasinya. Solusi yang disepakati adalah mencari

pendekatan secara sistematis dan mencari metodologi yang tepat untuk membangun

sistem pengetahuan Islam yang mandiri sebagai fondasi peradaban Islam.

Konferensi I tersebut ternyata memberi pengaruh besar bagi para ilmuwan Muslim

dunia. Di Amerika, gerakan islamisasi ilmu disambut dan dipelopori oleh Ismael Raji Al-

Faruqi (1921-1986 M) sehingga didirikan sebuah perguruan tinggi The International

Institute of Islamic Thought (IIIT), tahun 1981 di Washington. Secara terperinci IIIT

bertujuan: (1) meningkatkan pandangan Islam yang universal dalam mengkaji dan

memperjelas permasalahan global Islam; (2) mengembalikan jati diri intelektual dan

kultural umat Islam lewat usaha islamisasi ilmu, kemanusiaan dan sosial, dan meneliti

serta memahami secara mendalam pemikiran kontemporer dalam dunia Islam untuk

kemudian mencari kemungkianan solusinya; (3) mengembangkan suatu pendekatan

komprehensif yang Islami terhadap ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dengan cara yang

sesuai dengan kebutuhan masyarakat kontemporer bagi cita-cita islam dan manusia; (4)

menghidupkan pemikiran Islam, mengembangkan metodologinya dan

menghubungkannya dengan tujuan syariah; (5) mengembangkan, mengoordinasi, dan

mengadakan penelitian langsung dalam bidang-bidang yang berbeda sehingga mampu

memproduksi buku-buku teks yang menjelaskan visi-visi dan meletakkan dasar bagi

disiplin ilmu Islam dan ilmu-ilmu tentang kemanusiaan; (6) mengembangkan SDM yang

mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Kemudian, tahun 1983 diadakan konferensi II di islamabad, Pakistan, untuk

menindak lanjuti konferensi I. Konferensi II ini mempunyai tujuan: (1) mengekspos

hasil-hasil konferensi I dan rumusan yang telah dihasilkan IIIT tentang cara mengatasi

9

Page 10: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

krisis dikalangan umat; (2) mengupayakan suatu penelitian dalam rangka mengevaluasi

krisistersebut, dan juga mencari penyebab dan gejalanya.

Menurut hasil penelitian IIIT, ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya krisis

pemikiran di kalangan umat Islam.

1; Serangan budaya Barat, termasuk pendidikan, terutama bidang ilmu-ilmu sosial dan

ilmu-ilmu humaniora. Banyak sarjana Muslim yang mempelajari bahwa ilmu-ilmu

ini dikembangkan atas dasar ontologis (dan epistemologis) sekuler, yang tidak

mengakui wahyu sebagai sumber keilmuan.

2; Adanya gap (pemisah) antara seorang intelektual Muslim dengan warisan khazanah

Islam sendiri, karena mereka lebih banyak mengadopsi serta meniru secara buta pola

pendidikan dan keilmuan Barat tanpa mau merujuk pada literatur-literatur tradisional

islam yang sangat berharga.

Setelah konferensi II menyusul konferensi III yang diadakan tahun 1984, di Kuala

Lumpur, disponsori Kantor Menteri Olah Raga dan Budaya Malaysia. Tujuannya,

mengembangkan rencana reformasi landasan berpikir umat Islam dengan mengacu

secara lebih spesifik kepada metodologi dan prioritas masa depan, serta mengembangkan

skema islamisasi masing-masing disiplin ilmu. Karena itu, makalah-makalah yang

disajikan, yang meliputi disiplin ilmu Ekonomi, Sosiologi, Psikologi, Antropologi, Ilmu

Politik, Hubungan Internasional, dan Filasafat, dikupas secara kritis dan dievaluasi

prestasinya bagi kesejahteraan manusia, kemudian diberi saran-saran untuk proyek

islamisasi.

Tiga tahun kemudian, tahun 1987, diadakan konferensi VI di Khortum, Sudan.

Konferensi yang mengambil tema “Metodologi Pemikiran Islam dalam Islamisasi Ilmu-

Ilmu Etika dan Pendidikan” ini membahas persoalan metodologi yang merupakan

tantangan dan hambatan utama bagi terlaksananya program islamisasi ilmu. Sebab para

pakar Muslim yang memiliki latar belakang pendidikan Barat ternyata tidak mampu

menyajikan evaluasi dan kritik mendalam terhadap penguasaan ilmu mereka sendiri

sehingga mereka tidak siap memberikan kontribusi positif bagi pemikiran di bidang etika

dan pendidikan.8

8A. Khudori Sholeh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm.294-298.

10

Page 11: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari makalah yang telah kami susun dapat di simpulkan bahwa, The Unity of

Knowledge atau kesatuan ayat Qur’aniyyah dengan ayat Kawniyyah, merupakan integrasi

keilmuan yang dapat menjadi sarana penting meningkatkan keimanan dan haqqa tuqatib

(taqwa yang sebenar-benarnya).

Model Integrasi Sains dan Islam. Pertama, memetakan konsep keilmuan dan

keislaman. Kedua, memadukan konsep keilmuan dan keislaman (al-Qur’an). Dan ketiga,

mengolaborasi ayat-ayat al-Qur’an yang relevan secara saintifik.

Nilai urgensi pengembangan studi sains dan agama, khususnya Islam, di banyak

perguruan tinggi, sampai sekarang masih terasa parsial dan sepotong-potong. Wawasan

tentang Dzat berkuasa atas segala sesuatu, yang telah dihilangkahkan dari ”konsepsi barat”

tentang sains merupakan kritik fokus utama dalam teori Islami. Oleh karena itu, islam harus

menjadi pengawal dari setiap kerja sains oleh setiap para ilmuan.

Islamisai ilmu pengetehuan muncul akibat krisis yang dialami masyarakat modern

yang mendapat respon dari masing-masing tokoh pendidikan Islam didunia. Menurut Mehdi

Guslami masuknya sains modern dalam islam pada permulaan abad ke 19. Menurut beberapa

sumber, upaya untuk melakukan Islamisai ilmu kali pertama diangkat Sayyid Husein Nasr

dalam beberapa karyanya sekitar tahun 1960-an. Lalu dikembangkan oleh Syed Muhammad

Naquid al-Attas pada tahun 1977, pada tahun itu juga diadakan konverensi internasional yang

pertama untuk membahas lebih lanjut ide islamisasi ilmu tersebut, dilanjutkan konverensi ke

II pada tahun 1983, konverensi ke III pada tahun 1984 dan konverensi ke IV pada tahun

1987.

11

Page 12: Makalah Integrasi Islam Sains Dalam Sejarah Islam

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Marpuji dkk. 2010. Buku Kultum Integritas Iman, Ilmu dan Amal. Magelang: PWM Jateng.

Barizi, Ahmad. 2011. Pendidikan Integratif Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam.

Malang: UIN-Maliki Press.

Dakir & Sardini. 2011. Pendidikan Islam dan ESQ Komparasi-Integratif Upaya Menuju Stadium

Insan Kamil. Semarang: RaSAIL Media Group.

Golshani, Mehdi. 2003. Filsafat-Sains Menurut al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Sholeh, A. Khudori. 2014. Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer. Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media.

12