MAKALAH INOVASI DAN SISTEM PENELITIAN file · Web viewOleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan...

27
MAKALAH INOVASI DAN SISTEM PENELITIAN PENGEMBANGAN MORAL ANAK PAUD A. INOVASI PENDIDIKAN ANAK PAUD Pengertian inovasi pendidikan dapat juga diartikan sebagai metode pendidikan yang dianjurkan bagi usia anak usia dini. Metode pendidikan seharusnya merangsang kecerdasan mejemuk anak balita, karena pada usia ini mereka sedang berada di masa keemasan (golden age). Metode Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) yang diprakarsai oleh Dr. Howard Gardner, guru besar bidang pendidikan di Harvard University ini terdiri dari delapan kecerdasan, yaitu: 1. bahasa atau linguistik 2. logis dan matematis 3. spasial (tilik ruang) 4. kinestetik (jasmani) 5. musikal 6. interpersonal 7. intrapersonal 8. naturalis Delapan kecerdasan di atas juga menunjang makna pendidikan yang diusung oleh Unesco, yang meliputi empat pilar, yaitu belajar untuk mengetahui makna dan manfaat sesuatu bagi kehidupan (learning to know), belajar untuk bisa melakukan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri dan paham terhadap kebutuhan serta jati dirinya (learning to be), dan belajar untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya (learning to live together). Menurut Penjelasan Undang-undang Sistem Pendidikan Republik Indonesia No.20/2003. Pasal 28. Ayat 1: Pendidikan usia dini diselenggarakan bagi anak yang sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar.

Transcript of MAKALAH INOVASI DAN SISTEM PENELITIAN file · Web viewOleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan...

MAKALAH INOVASI DAN SISTEM PENELITIAN

PENGEMBANGAN MORAL ANAK PAUD

A. INOVASI PENDIDIKAN ANAK PAUD

Pengertian inovasi pendidikan dapat juga diartikan sebagai metode pendidikan yang

dianjurkan bagi usia anak usia dini. Metode pendidikan seharusnya merangsang kecerdasan

mejemuk anak balita, karena pada usia ini mereka sedang berada di masa keemasan (golden age).

Metode Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) yang diprakarsai oleh Dr. Howard

Gardner, guru besar bidang pendidikan di Harvard University ini terdiri dari delapan kecerdasan,

yaitu:

1. bahasa atau linguistik

2. logis dan matematis

3. spasial (tilik ruang)

4. kinestetik (jasmani)

5. musikal

6. interpersonal

7. intrapersonal

8. naturalis

Delapan kecerdasan di atas juga menunjang makna pendidikan yang diusung oleh Unesco,

yang meliputi empat pilar, yaitu belajar untuk mengetahui makna dan manfaat sesuatu bagi

kehidupan (learning to know), belajar untuk bisa melakukan sesuatu yang bermakna bagi

kehidupan (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri dan paham terhadap kebutuhan

serta jati dirinya (learning to be), dan belajar untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya

(learning to live together).

Menurut Penjelasan Undang-undang Sistem Pendidikan Republik Indonesia No.20/2003. Pasal

28. Ayat 1: Pendidikan usia dini diselenggarakan bagi anak yang sejak lahir sampai dengan enam

tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar.  

Beberapa  penyelenggara pendidikan anak usia dini (Taman Kanak-kanak) di Indonesia

sudah mulai menerapkan metode Kecerdasan Majemuk sebagai inovasi dalam pendidikan anak

usia dini, yang mana setiap keunggulan anak akan lebih diarahkan lagi agar menjadi anak yang

berbakat dan mengasah kecerdasan anak yang belum menonjol lainnya sehingga tidak saja

pengetahuan yang didapat melainkan keterampilan hidup sebagai bekal di masa depannya. TKI

Aviciena adalah salah satu penyelenggara  pendidikan anak usia dini di Tangerang yang 

menggunakan metode Kecerdasan Majemuk dibarengi dengan suasana sekolah yang nyaman

(homy).

B. PENDEKATAN PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK TAMAN KANAK –

KANAK

a. Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-kanak 

Pada usia Taman Kanak-kanak anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan

dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral diidentifikasikan

dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap

suatu nilai moral yang didasari oleh cognitive motivation aspects dan affective motivation

aspects. Menurut John Dewey tahapan perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase,

yaitu premoral, conventional dan autonomous. Anak Taman Kanak-kanak secara teori berada

pada fase pertama dan kedua. Oleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan kedua

karakteristik tahapan perkembangan moral tersebut. Sedangkan menurut Piaget, seorang

manusia dalam perkembangan moralnya melalui tahapan heteronomous dan autonomous.

Seorang guru Taman Kanak-kanak harus memperhatikan tahapan hetero-nomous karena pada

tahapan ini anak masih sangat labil, mudah terbawa arus, dan mudah terpengaruh. Mereka

sangat membutuhkan bimbingan, proses latihan, serta pembiasaan yang terus-menerus.

Moralitas anak Taman Kanak-kanak dan perkembangannya dalam tatanan kehidupan dunia

mereka dapat dilihat dari sikap dan cara berhubungan dengan orang lain (sosialisasi), cara

berpakaian dan berpenampilan, serta sikap dan kebiasaan makan. Demikian pula, sikap dan

perilaku anak dapat memperlancar hubungannya dengan orang lain. Penanaman moral kepada

anak usia Taman Kanak-kanak dapat dilakukan dengan berbagai cara dan lebih disarankan

untuk menggunakan pendekatan yang bersifat individual, persuasif, demokratis, keteladanan,

informal, dan agamis. Beberapa program yang dapat diterapkan di Taman Kanak-kanak

dalam rangka menanamkan dan mengembangkan perilaku moral anak di antaranya dengan

bercerita, bermain peran, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan program pembiasaan lainnya.

b. Pengembangan Kemampuan Kepribadian/Moral bagi Anak Taman Kanak-kanak 

Perkembangan moral dan etika pada diri anak Taman Kanak-kanak dapat diarahkan

pada pengenalan kehidupan pribadi anak dalam kaitannya dengan orang lain. Misalnya,

mengenalkan dan menghargai perbedaan di lingkungan tempat anak hidup, mengenalkan

peran gender dengan orang lain, serta mengembangkan kesadaran anak akan hak dan

tanggung jawabnya. Puncak yang diharapkan dari tujuan pengembangan moral anak Taman

Kanak-kanak adalah adanya keterampilan afektif anak itu sendiri, yaitu keterampilan utama

untuk merespon orang lain dan pengalaman-pengalaman barunya, serta memunculkan

perbedaan-perbedaan dalam kehidupan teman disekitarnya. Hal yang bersifat substansial

tentang pengembangan moral anak usia Taman Kanak-kanak di antaranya adalah

pembentukan karakter, kepribadian, dan perkembangan sosialnya. Guru Taman Kanak-kanak

harus menguasai strategi pengembangan emosional, sosial, moral dan agama bagi anak

Taman Kanak-kanak. Guru Taman Kanak-kanak perlu untuk senantiasa mengadakan

penelitian tentang pengembangan dan inovasi dalam bidang pendidikan bagi anak usia dini.

C. TAHAP PERKEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK 

a. Tahapan Perkembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak

Ruang lingkup tahapan/pola perkembangan moral anak di antaranya adalah tahapan

kejiwaan manusia dalam menginternalisasikan nilai moral kepada dirinya sendiri,

mempersonalisasikan dan mengembangkannya dalam pembentukan pribadi yang mempunyai

prinsip, serta dalam mematuhi, melaksanakan/ menentukan pilihan, menyikapi/menilai, atau

melakukan tindakan nilai moral Menurut Piaget anak berpikir tentang moralitas dalam 2

cara/tahap, yaitu cara heteronomous (usia 4-7 tahun ), di mana anak menganggap keadilan

dan aturan sebagai sifat-sifat dunia (lingkungan) yang tidak berubah dan lepas dari kendali

manusia dan cara autonomous (usia 10 tahun keatas) di mana anak sudah menyadari bahwa

aturan-aturan dan hukum itu diciptakan oleh manusia. Menurut Kohlberg, perkembangan

moral anak usia prasekolah berada pada level/tingkatan yang paling dasar, yaitu penalaran

moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai

moral. Pertimbangan moralnya didasarkan pada akibat-akibat yang bersifat fisik dan

hedonistik. Ada 4 area perkembangan yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan pengembangan

atau pendidikan usia prasekolah, yaitu perkembangan fisik, sosial emosional, kognitif dan

bahasa. 

b. Perkembangan Moral Anak Indonesia 

Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan anak

di dunia pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral manusia

diantaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi, dan harapan yang dicita-cita oleh

komunitas manusia itu sendiri. Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi

anak Indonesia adalah bagaimana upaya kita sebagai seorang guru Taman Kanak-kanak agar

setiap perbedaan yang muncul dapat kita arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap

dan perilaku anak dalam sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan

multikultur kepada anak usia Taman Kanak-kanak sesuai dengan tingkat dan pemahaman

mereka. 

D. DISONANSI MORAL 

a. Disonansi Moral 

Hakikat anak sebagai manusia pada umumnya memiliki 3 tenaga dalam, yaitu Id, Ego,

dan Super Ego yang akan memberikan pengaruh untuk melakukan berbagai kegiatan positif

maupun negatif. Sebagai guru Taman Kanak-kanak Anda harus mencermatinya agar dapat

memberikan motivasi untuk mengarahkan pada kegiatan yang positif. Pendidikan akan sangat

berarti bagi anak didik jika mampu membuahkan hasil yaitu adanya perubahan sikap dan

perilaku ke arah positif. Dalam teori penanaman moral dan etika, dikenal adanya istilah

Disonansi Moral yang berarti gema, atau echo yang ada pada diri manusia yang bersifat

melemahkan suara hati dan prinsip-prinsip, serta keyakinan dalam proses pendidikan maupun

kehidupan. Lawan dari Disonansi Moral adalah Resonansi, yang justru

mengukuhkan/menekankan adanya gema atau getar nilai, norma dan moral yang telah

diketahui seseorang dari proses pendidikan sebelumnya. Peranan guru dan orang tua dalam

hal ini adalah sebagai pengontrol dan pengendali perilaku dan sikap anak didik kita, dalam

proses pendidikan yang mereka jalani. Peranan resonansilah yang patut kita tekankan dalam

kegiatan pendidikan yang perlu kita disain bersama. Menurut Freud, diri manusia memiliki

struktur psikologis yang bertugas mengalirkan dorongan-dorongan atau energi psikis yang

ada. Struktur ini berfungsi sebagai mediator (perantara) atau dorongan dan perilaku

seseorang. 

b. Penyebab Disonansi Moral 

Munculnya disonansi pada diri manusia disebabkan adanya beberapa faktor penyebab,

seperti disonansi kognitif, disonansi personal, disonansi sosio politis dan disonansi pengaruh

kemajuan ilmu pengetahuan dan pola modernisasi. Disonansi kognitif muncul karena adanya

rasa lebih tahu segalanya, mengetahui cara/jalan keluarnya jika suatu saat perbuatannya

diketahui, merasa lihai dalam memberikan argumentasi. Disonansi personal muncul didorong

oleh kebutuhan dan kepentingan diri, ketergesaan, dan keadaan darurat, kekerabatan dan

keluarga, keyakinan diri dan mitos, kebiasaan dan budaya, tugas dan jabatan, dan hasrat untuk

sukses dan kesenangan. Disonansi sosio politis dimungkinkan oleh adanya faktor ideologi, ras

dan kesukuan, nasionalisme dan sebagainya. Keterbukaan dalam komunikasi, peningkatan

mobilitas dan pengendoran integritas manusia, pola hidup dan pola pikir yang rasional,

materialisme, individualisme, daya tarik kehidupan sosial, dan peningkatan persaingan telah

menjadi masalah kehidupan yang harus kita cermati bersama dalam menyelamatkan anak

didik kita masing-masing. 

E. BERBAGAI PENDEKATAN PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK TAMAN

KANAK-KANAK 

a. Pendekatan Pengembangan Moral Bagi Anak Taman Kanak-kanak 

Setiap tindakan guru atau orang tua dalam melakukan suatu kegiatan pendidikan

seyogyanya dilandasi oleh keputusan profesional yang diambil berdasarkan informasi dan

pengetahuan yang sekurang-kurangnya meliputi 3 hal, yaitu apa yang diketahui tentang

proses belajar dan perkembangan anak, apa yang diketahui tentang kekuatan, minat dan

kebutuhan setiap individu anak di dalam kelompoknya, serta pengetahuan tentang konteks

sosial kultural di mana anak hidup. Hal yang perlu menjadi bahan pemahaman para guru dan

orang tua dalam rangka menentukan pendekatan yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar

adalah pengetahuan tentang teknik membentuk tingkah laku anak. Teknik-teknik itu meliputi

teknik memahami, mengabaikan, mengalihkan perhatian, keteladanan, hadiah, perjanjian,

membentuk, merubah lingkungan rumah, memuji, mengajak, menantang, menggunakan

akibat yang wajar dan alamiah, sugesti, meminta, peringatan atau isyarat, kerutinan dan

kebiasaan, menghadapkan suatu problem, memecahkan perselisihan, menentukan batas-batas

aturan, menimpakan hukum, penentuan waktu dan jumlah hukuman, serta menggunakan

pengendalian secara fisik. Kegiatan Belajar 2 Macam-macam Pendekatan dan Metode untuk

Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak 

Untuk pengembangan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang

memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari oleh nilai-nilai agama, dan

moralitas agar anak dapat menjalani hidup sesuai dengan norma yang dianut masyarakat.

Dalam menentukan suatu pendekatan dan metode yang akan dipergunakan pada program

kegiatan anak, guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung

seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar. Metode-metode

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak usia Taman Kanak-kanak (TK) untuk

kepentingan pengembangan dan pembelajaran moral dan agama anak di antaranya: bercerita,

karyawisata, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan sebagainya. Ada beberapa macam cara

bercerita yang dapat dipergunakan antara lain guru dapat membacakan langsung dari buku

(story reading), menggunakan ilustrasi buku gambar (story telling), menggunakan papan

flannel, menggunakan boneka, dan bermain peran dalam suatu cerita. 

F. STRATEGI DAN CONTOH PENYUSUNAN PERENCANAAN PENANAMAN

SERTA PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK 

a. Materi Inti dan Contoh Penyusunan Perencanaan Penanaman dan

Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak 

Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak di Taman Kanak-kanak. Melalui program

ini diharapkan anak dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku

melalui pembiasaan yang dimaksud meliputi pembentukan moral Agama, Pancasila,

perasaan/emosi, kemampuan bermasyarakat dan disiplin. Tujuan dari program pembentukan

perilaku adalah untuk mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan

perilaku yang didasari oleh nilai-nilai moral agama dan Pancasila. Kompetensi dan hasil

belajar yang ingin dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah

kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai

sesama.

b. Penyusunan Strategi dalam Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-

kanak 

Pengembangan dan pendidikan moral bagi anak Taman Kanak-kanak berdasarkan

GBPKB TK, kurikulum berbasis komptensi, dan menu pembelajaran anak usia dini memiliki

substansi ruang lingkup kajian sebagai berikut. latihan hidup tertib dan teratur; aturan dalam

melatih sosialisasi; menanamkan sikap tenggang rasa dan toleransi; merangsang sikap berani,

bangga dan bersyukur, bertanggung jawab; latihan pengendalian emosi, dan melatih anak

untuk dapat menjaga diri sendiri. 

G. ALAT PENILAIAN DALAM PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-

KANAK 

a. Alat Penilaian dalam Pengembangan Moral Anak 

Penilaian bertujuan untuk mengetahui ketercapaian kemampuan yang telah ditetapkan

dalam Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak. Penilaian hasil

belajar anak didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan

hasil belajar anak didik secara berkesinam-bungan. Prinsip-prinsip penilaian adalah

menyeluruh, berkesinambungan, berorientasi pada proses dan tujuan, objektif, mendidik,

kebermaknaan, dan kesesuaian. Pada saat kita akan melakukan penilaian dalam berbagai hal

termasuk di dalamnya menilai perkembangan moral, kita perlu menentukan alat penilaian

yang tepat dengan kondisi anak yang sesungguhnya. Alat pendukung tersebut adalah:

pengamatan (observasi) dan pencatatan anekdot pemberian tugas meliputi tes perbuatan dan

pertanyaan lisan sebagai latihan mengungkapkan gagasan dan keberanian berbicara.

b. Macam-macam Strategi Perencanaan Penilaian dalam Pengembangan

Moral Anak Usia Taman Kanak-kanak

Untuk mengekspresikan proses kegiatan belajar, guru perlu melakukan penilaian atau

evaluasi. Penilaian perlu dilaksanakan agar guru Taman Kanak-kanak mendapat umpan balik

tentang kualitas keberhasilan dalam kegiatan anak yang diarahkan untuk pengembangan

perilaku dan moralitas secara keseluruhan. Penilaian yang dilakukan guru merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar, baik yang menggunakan metode bercakap-

cakap, bercerita, maupun bermain peran. Tanpa adanya penilaian, tidak dapat diketahui secara

rinci apakah tujuan pengembangan aspek perilaku dan moralitas anak dapat dicapai secara

maksimal. Hasil penilaian kualitas keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran tersebut,

memberikan masukan kepada guru untuk membuat keputusan pembelajaran, dalam rangka

meningkatkan mutu pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan metode tersebut dimasa yang

akan datang. 

H. PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK 

a. Esensi Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak

Taman Kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang pertama, yang

keberadaannya sangat strategis untuk menumbuhkan jiwa keagamaan kepada anak-anak, agar

mereka menjadi orang-orang yang kuat, terbiasa, dan peduli terhadap segala aturan agama

yang diajarkan kepadanya. Pendidikan nilai-nilai keagamaan merupakan pondasi yang kokoh

dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dalam setiap

insan sejak dini, hal ini merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk

menjalani jenjang pendidikan selanjutnya. Bangsa ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai

keagamaan. Nilai-nilai keagamaan ini pun dikehendaki agar dapat menjadi motivasi spiritual

bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila pertama dan sila berikutnya dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan yang

merupakan kunci dalam membentuk kehidupan manusia ke arah peradabannya menjadi

sesuatu yang sangat strategis dalam mencapai tujuan itu semua. 

b. Potret, Hakikat, dan Target Anak Taman Kanak-kanak dalam Belajar Nilai-

nilai Keagamaan

Setiap potensi apapun yang muncul dari anak seyogianya kita kembangkan dengan

jelas dan terprogram dengan baik. Tidak hanya perkembangan bahasa, daya pikir,

keterampilan dan jasmani saja, namun aspek keagamaan pun seharusnya menjadi salah satu

pokok pengembangan dan pembinaan yang harus dikelola, diprogram dan diarahkan dengan

sempurna Kaitannya dengan hakikat belajar anak Taman Kanak-kanak pada nilai-nilai

keagamaan, seharusnya kita pahami bahwa hal itu harus berorientasi pada fungsi pendidikan

di Taman Kanak-kanak itu sendiri, yaitu sebagai fungsi adaptasi, fungsi pengembangan dan

fungsi bermain. Penyelenggaraannya pun harus sesuai dengan 6 prinsip, yaitu prinsip

pengamatan, peragaan, bermain sambil belajar, otoaktivitas, kebebasan dan prinsip

keterkaitan dan keterpaduan. Target dalam mengembangkan nilai-nilai keagamaan kepada

anak Taman Kanak-kanak adalah diharapkan mampu mewarnai pertumbuhan dan

perkembangan dari diri mereka. Sehingga diharapkan akan muncul suatu dampak positif yang

berkembang meliputi fisik, akal pikiran, akhlak, perasaan kejiwaan, estetika, dan kemampuan

sosialisasinya diwarnai dengan nilai-nilai keagamaan. 

I. RUANG LINGKUP PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA BAGI ANAK

TAMAN KANAK-KANAK 

a. Ruang Lingkup Pengembangan Nilai-nilai Agama Bagi Anak Taman Kanak-

kanak 

Berdasarkan GBPKB TK pengembangan nilai-nilai agama untuk anak Taman

Kanak-kanak berkisar pada kegiatan kehidupan sehari-hari. Secara khusus penanaman nilai-

nilai keagamaan bagi anak Taman Kanak-kanak adalah meletakkan dasar-dasar keimanan,

kepribadian/budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan ibadah sesuai dengan kemampuan anak.

Ada 3 aspek yang harus diperhatikan dalam menetapkan tujuan penanaman nilai-nilai

keagamaan kepada anak Taman Kanak-kanak, yaitu aspek usia, aspek fisik, dan aspek psikis

anak. Rasa keagamaan dan nilai-nilai keagamaan akan tumbuh dan berkembang seiring

dengan pertumbuhan dan perkembangan psikis maupun fisik anak. Perhatian anak terhadap

nilai-nilai dan pemahaman agama akan muncul manakala mereka sering melihat dan terlibat

dalam upacara-upacara keagamaan, dekorasi dan keindahan rumah ibadah, rutinitas, ritual

orang tua dan lingkungan sekitar ketika menjalankan peribadatan. Ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi perkembangan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, yaitu faktor

pembawaan (internal) dan lingkungan (eksternal).

b. Sifat-sifat Pemahaman Anak Taman Kanak-kanak pada Nilai-nilai

Keagamaan 

Sifat-sifat pemahaman anak usia Taman Kanak-kanak terhadap nilai-nilai keagamaan

pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di antaranya: Unreflective: pemahaman dan

kemampuan anak dalam mempelajari nilai-nilai agama sering menampilkan suatu hal yang

tidak serius. Mereka melakukan kegiatan ibadah pun dengan sikap dan sifat dasar yang

kekanak-kanakan. Tidak mampu memahami konsep agama dengan mendalam. Egocentris:

dalam mempelajari nilai-nilai agama, anak usia Taman Kanak-kanak terkadang belum

mampu bersikap dan bertindak konsisten. Anak lebih terfokus pada hal-hal yang

menguntungkan dirinya. Misunderstand: anak akan mengalami salah pengertian dalam

memahami suatu ajaran agama yang banyak bersifat abstrak. Verbalis dan Ritualis: kondisi

ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan nilai-nilai agama pada diri mereka dengan

cara memperkenalkan istilah, bacaan, dan ungkapan yang bersifat agamis. Seperti memberi

latihan menghafal, mengucapkan, memperagakan, dan sebagainya Imitative: anak banyak

belajar dari apa yang mereka lihat secara langsung. Mereka banyak meniru dari apa yang

pernah dilihatnya sebagai sebuah pengalaman belajar. Dengan demikian guru dan orang tua

harus memperhatikan sifat-sifat tersebut untuk kepentingan menentukan pendekatan

pembelajaran yang tepat buat anak. Kita harus tetap melakukan pendekatan progresif dan

penyadaran jiwa dan kepribadian mereka. 

c. Pokok-pokok Materi Pengembangan Nilai Keagamaan pada Anak Taman

Kanak-kanak 

Dalam proses pembinaan dan pengembangan nilai-nilai agama bagi anak usia Taman

Kanak-kanak, muatan materi pembelajarannya harus bersifat: Aplikatif: materi pembelajaran

bersifat terapan, yang berkaitan dengan kegiatan rutin anak sehari-hari dan sangat dibutuhkan

untuk kepentingan aktivitas anak, serta yang dapat dilakukan anak dalam kehidupannya.

Enjoyable: pengajaran materi dan materi yang dipilih diupayakan mampu membuat anak

senang, menikmati dan mau mengikuti dengan antusias. Mudah ditiru: materi yang disajikan

dapat dipraktekkan sesuai dengan kemampuan fisik dan karakter lahiriah anak Ada beberapa

prinsip dasar dalam rangka menyampaikan materi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak

Taman Kanak-kanak di antaranya: penekanan pada aktivitas anak sehari-hari pentingnya

keteladanan dari lingkungan dan orang tua/keluarga anak kesesuaian dengan kurikulum spiral

prinsip developmentally appropriate practice (DAP) prinsip psikologi perkembangan anak

prinsip monitoring yang rutin 

J. STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN NILAI-NILAI

KEAGAMAAN PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK 

a. Strategi dan Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan di Taman

Kanak-kanak 

Dalam rangka mencapai keberhasilan pembentukan kepribadian anak agar mampu

terwarnai dengan nilai-nilai agama, maka perlu didukung oleh unsur keteladanan dari orang

tua dan guru. Untuk tujuan tersebut dalam pelaksanaannya guru dapat mengembangkan

strategi pembelajaran secara bertahap dan menyusun program kegiatan seperti program

kegiatan rutinitas, program kegiatan terintegrasi dan program kegiatan khusus. Kegiatan

rutinitas merupakan kegiatan harian yang dilaksanakan secara terus menerus namun

terprogram dengan pasti. Kegiatan terintegrasi adalah kegiatan pengembangan materi nilai-

nilai agama yang disisipkan melalui pengembangan bidang kemampuan dasar. Sedangkan

kegiatan khusus merupakan program kegiatan yang pelaksanaannya tidak dimasukkan atau

tidak harus dikaitkan dengan pengembangan bidang kemampuan dasar lainnya, sehingga

membutuhkan waktu dan penanganan khusus. 

b. Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan pada Taman Kanak-

kanak 

Dalam pengembangan nilai-nilai agama, disain perencanaan menjadi sesuatu yang

sangat esensial. Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pemikiran, perkiraan

penyusunan suatu rancangan kegiatan yang menggambarkan hal-hal yang harus dikerjakan,

dan cara mengerjakannya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan dapat

dimasukkan/disisipkan melalui pembuatan SKH dan SKM dengan pendekatan terpadu,

mengikuti sajian materi yang akan disampaikan dengan menetapkan pola kurikulum spiral.

SKM merupakan langkah pertama dalam membuat rencana pembelajaran di Taman Kanak-

kanak. Untuk perencanaan harian guru diharapkan membuat SKH yang merupakan

penjabaran dari SKM. Satuan kegiatan harian harus mengandung unsur kegiatan, waktu,

kemampuan, media, metode dan penilaian. Perencanaan kegiatan harian terdiri dari kegiatan

pembukaan, kegiatan inti, kegiatan makan/istirahat, dan kegiatan penutup 

K. PENDEKATAN INOVATIF UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA

BAGI ANAK TAMAN KANAK-KANAK 

a. Pendekatan Inovatif untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama bagi Anak

Taman Kanak-kanak 

Pengembangan nilai-nilai agama di Taman Kanak-kanak berkaitan erat dengan

pembentukan perilaku manusia, sikap, dan keyakinan. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai

inovasi pengembangan yang komprehensif sesuai dengan perkembangan dan kemampuan

anak didik. Adapun yang melatar belakangi esensi inovasi dalam bidang pengembangan

pembelajaran adalah munculnya berbagai kendala dan kelemahan serta kekuranglengkapan

yang ada di lingkungan penyelenggara pendidikan di Taman Kanak-kanak. Untuk

melaksanakan program pembelajaran nilai-nilai agama tersebut guru harus mempelajari

berbagai pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik,

menyiapkan kurikulum yang komprehensif, dan adanya kesinambungan antar satu program

pengembangan dengan program lainnya. Alternatif inovasi dalam rangka meningkatkan

efektifitas kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik adalah perlu adanya kurikulum

terpadu (integrated curriculum), pendekatan pembelajaran terpadu (integrated learning), dan

hari terpadu (integrated day). 

b. Prinsip-prinsip Inovasi untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak

Taman Kanak-kanak 

Beberapa inovasi pendekatan pembelajaran termasuk dalam mengembangkan nilai-nilai

agama bagi anak Taman Kanak-kanak antara lain: pengalaman belajar, belajar aktif, dan

belajar proses. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam rangka

mengembangkan cinta belajar pada diri anak adalah sebagai berikut: kasih sayang

perlindungan dan perawatan, waktu yang diberikan kepada anak lingkungan belajar yang

kondusif, belajar bersikap adalah belajar nilai, dan belajar moral di usia dini. Upaya tersebut

didasarkan pada prinsip developmentally appropriate practice dan prinsip enjoyable. Hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam melakukan inovasi pendekatan dan pengembangan nilai-nilai

agama pada anak Taman Kanak-kanak adalah sebagai berikut: berorientasi pada kebutuhan

anak belajar melalui bermain kreatif dan inovatif lingkungan yang kondusif mernggunakan

pembelajaran terpadu mengembangkan keterampilan hidup menggunakan berbagai media dan

sumber belajar, serta pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan

anak 

L. MACAM-MACAM PENDEKATAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI

KEAGAMAAN 

a. Macam-macam Pendekatan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan 

Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, diperlukan berbagai

macam metode dan pendekatan. Metode dan pendekatan ini berfungsi sebagai nilai untuk

mencapai tujuan. Dalam menentukan pendekatan, guru perlu mempertimbangkan berbagai

hal seperti tujuan yang hendak dicapai, karakteristik anak, jenis kegiatan, nilai/kemampuan

yang hendak dikembangkan, pola kegiatan, fasilitas/media, situasi dan tema/sub tema yang

dipilih. Pembelajaran konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka sehari-hari. Pembelajaran konstekstual melibatkan tujuh komponen utama

pembelajaran efektif, antara lain adalah: konstruktivisme, refleksi dan penilaian sebenarnya.

Beberapa model pendekatan yang sesuai dengan karakteristik dunia anak Taman Kanak-

kanak antara lain: bermain peran, karyawisata, bercakap-cakap, demonstrasi, proyek,

bercerita, pemberian tugas dan keteladanan serta bernyanyi. 

b. Contoh Desain Macam-macam Pendekatan Pembelajaran Nilai-nilai

Keagamaan bagi Anak Taman Kanak-kanak 

Penyusunan disain pembelajaran nilai-nilai keagamaan ini harus mempertimbangkan

berbagai hal diantaranya: kesesuaian tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, mengacu

pada kurikulum berbasis kompetensi, berorientasi pada anak, menggunakan langkah-langkah

kegiatan standar dan mengacu pada tujuan dan hasil belajar yang nyata/riil (authenthic

assessment). Hal-hal yang harus tercantum dalam format pembelajaran nilai-nilai keagamaan

adalah: tema, subtema, kelas/semester, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator,

metode/teknik, KBM, media pendukung, target kompetensi, dan penilaian yang meliputi

lembar observasi dan waktu penilaian. 

M. INSTRUMEN PENILAIAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI

KEAGAMAAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK 

a. Instrumen Penilaian dalam Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak

Taman Kanak-kanak 

Penilaian itu menekankan pada proses pembelajaran. Oleh sebab itu, data yang

dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan anak pada saat melakukan

proses pembelajaran. Karakteristik penilaian yang ideal adalah dilaksanakan selama dan

sesudah pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk formatif performasi,

berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed back. Untuk menjaring data

hasil belajar, Anda dapat menggunakan hal-hal yang bisa memberikan masukan penilaian

prestasi anak seperti: hasil dari kegiatan/ proyek, pekerjaan rumah, karya wisata, penampilan

anak, demonstrasi dan catatan observasi. Instrumen yang dapat Anda digunakan untuk

penilaian di Taman Kanak-kanak dengan memperhatikan sifat dan karakteristiknya adalah

hasil kerja anak (portofolio) yang meliputi hasil karya, hasil penugasan, kinerja anak, tes

tertulis, dan format observasi. 

b. Petunjuk Penggunaan Instrumen Penilaian Pengembangan Nilai-nilai

Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak 

Alat penilaian yang digunakan untuk menilai bidang pengembangan nilai-nilai agama adalah

sebagai berikut: pengamatan (observasi) dan pencatatan anekdot (anecdotal record),

penugasan melalui tes perbuatan, pertanyaan lisan dan menceritakan kembali. Hal-hal yang

dapat dicatat guru sebagai bahan penilaian adalah: anak-anak yang belum dapat

menyelesaikan tugas dan anak-anak yang dapat menyelesaikan tugas dengan cepat,

kebiasaan/perilaku anak yang belum sesuai dengan yang diharapkan dan kejadian-kejadian

penting yang terjadi pada hari penulisan pelaporan hasil penilaian pada laporan

perkembangan anak. Sebelum uraian (deskripsi), terlebih dahulu dilaporkan perkembangan

anak secara umum untuk tiap-tiap program pengembangan. Untuk laporan secara lisan dapat

dilaksanakan dengan bertatap muka dan mengadakan hubungan atau informasi timbal balik

antara pihak TK dan orang tua/wali dari si anak..

Sejak jaman dahulu, anak-anak – manusia dan binatang senantiasa bermain. Pada dinding-

dinding kuil dan kuburan orang-orang Mesir kuno ditemukan relief-relief yang

menggambarkan anak-anak sedang bermain. Menurut sebagian para ahli, bola yang terbuat

dari kain atau kulit-kulit binatang merupakan salah satu alat bermain yang tertua. Demikian

juga “gasing”, yang disebut oleh filosof Plato dalam bukunya Republic , dan dijadikan

sebagai simbol kehidupan oleh salah seorang penyair Romawi. “Hidup kita ini, “ katanya,

“bagaikan gasing. Ia ditarik dengan tali namun tetap berputar dan menari”.

Bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius, namun mengasyikan. Melalui aktivitas

bermain, berbagai pekerjaannya terwujud. Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh

anak, karena menyenangkan, bukan karena akan memperoleh hadiah atau pujian. Hal ini

berdasarkan asumsi bahwa anak adalah pembangun teori yang aktif (theory builder). Bermain

adalah salah satu alat utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya. Bermain adalah

medium, di mana anak mencobakan diri, bukan saja dalam fantasinya tetapi juga benar nyata

secara aktif. Bila anak bermain secara bebas, sesuai kemauan maupun sesuai kecepatannya

sendiri, maka ia melatih kemampuannya untuk belajar. (Agustin, 2005).

Para ahli memiliki keragaman pandangan tentang bentuk-bentuk pembelajaran anak usia dini.

Pandangan dengan berbagai latar belakang filosofisnya tersebut banyak disebut dengan sitilah

model pembelajaran. Apakah model ? Model secara sederhana adalah ”gambaran” yang

dirancang untuk mewakili kenyataan. Model didefinisikan sebagai “a replica of the

fhenomena it attempts to explain” (Runyon, dalam Rakhmat, 1988:59). Jadi dalam kegiatan

pembelajaran model dapat dimaknai sebagai suatu pola atau gambaran yang menjelaskan

tentang berbagai bentuk, pandangan yang terkait dengan kegiatan pembelajaran.

Adapun model-model pembelajaran anak usia dini dapat didefinisikan sebagai serangkaian

pola, bentuk, kegiatan ataupun cara pandang kelompok tertentu terhadap kegiatan belajar

anak usia dini.

A. Model-model Pembelajaran Anak Usia dini 

Terdapat berbagai model pembelajaran anak usia dini yang didukung oleh aliran-aliran, baik

dalam kajian psikologi dan juga filsafat. Diantara pandangan tersebut adalah sebagai berikut

ini :

1. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Behaviorisme 

Menurut pandangan ini, belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang dapat

diamati (observable) dan dapat diukur (meassurable). Behaviorisme menolak suatu referensi

terhadap keadaan atau proses mental internal yang tidak dapat diamati dan diukur.

Pendekatan terhadap belajar ini dicontohkan oleh kerja Thorndike & Skinner (Masitoh, dkk,

2003) yang didasarkan atas suatu anggapan dari penelitian terhadap hewan dalam situasi

belajar. Didasarkan pada eksperimen tersebut, kaum behavioris mengembangkan hipotesis

bahwa proses belajar adalah penerapan hubungan stimulus-respon dengan control dari

lingkungan dan control itu merupakan suatu hal yang potensial untuk penguatan.

Menurut teori ini setiap orang merespon terhadap berbagai variabel yang terdapat

dalam lingkungan. Kekuatan-kekuatan eksternal merangsang individu untuk bertindak dengan

cara-cara tertentu mungkin positif, dan mungkin negatif. Karena teori ini didasari oleh asumsi

bahwa pada prinsipnya individu itu dapat dibentuk oleh lingkungan, maka perlakuan terhadap

individu melalui tugas, ganjaran, dan disiplin adalah sangat penting untuk mengembangkan

kemampuan anak. Guru harus mempunyai peranan yang sangat dominan dalam

mengendalikan proses pembelajaran mulai dari penentuan tujuan yang harus dicapai,

pemilihan materi, sumber, dan metode pembelajaran maupun dalam proses mengevaluasi

2. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Kognitivisme 

Pandangan kognitif tentang belajar antara lain diilhami oleh hasil kerja Jean Piaget

dan sejawatnya. Menurut Cohen (Masitoh, dkk, 2003)), model belajar ini secara umum

ditandai sebagai tahapan teori yang menganjurkan bahwa proses berfikir anak dikembangkan

melalui empat tahap yang berbeda. Menurut pendekatan ini proses berpikir bergantung pada

suatu kemampuan untuk mencipta, memperoleh dan mengubah gambaran internal tentang

segala sesuatu yang dialami di lingkungan.

Pendekatan kognitif menekankan pada proses asimilasi dan akomodasi. Dalam hal ini

anak menjadi problem solver dan pemroses informasi atau transformation processor. Aspek-

aspek tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses belajar. Menurut pendekatan

kognitif, belajar adalah sebagai perubahan perkembangan.

3. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruksivisme 

Menurut pandangan ini anak adalah pembangun aktif pengetahuannya sendiri.

Menurut De Vries (Masitoh, dkk, 2003)) anak harus membangun pengetahuan ketika mereka

bermain. Anak membangun kecerdasannya, kemampuan untuk nalar, moral dan

kepribadiannya. Pendekatan ini sangat menekankan pentingnya keterlibatan anak dalam

proses belajar. Proses belajar hendaknya menyenangkan bagi anak, alami, melalui bermain,

dan memberi kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut

David H. Janassen (Masitoh, dkk, 2003)), “Constructivism proposes that learning

environments should support multiple perspectives or interpretations of reality, knowledge,

construction, and context, experience based activities”. Artinya faham konstruktivisme

menyatakan bahwa lingkungan belajar harus dapat mendukung berbagai perspektif atau

interpretasi tentang kenyataan, pengetahuan, konstruksi dan konteks pengalaman yang

didasarkan pada kegiatan.

4. Model Pembelajaran Menurut Pendekatan High / Scope 

Menurut pendekatan ini, anak memiliki potensi untuk mengembangkan

pengetahuannya dan melibatkan interaksi yang bermakna antara anak dengan orang dewasa.

Pengalaman sosial terjadi dalam konteks kehidupan nyata dimana anak memutuskan rencana

dan inisiatifnya sendiri. Keterlibatan anak dalam proses belajar sangat penting sehingga

mereka memperoleh kesempatan yang luas untuk berinteraksi dengan lingkungannya, dengan

demikian lingkungan belajar harus dapat mendukung aktivitas belajar anak.

5. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Progresivisme 

Menurut Kohlberg dan Layen (Masitoh, dkk, 2003)) aliran ini berpandangan bahwa

belajar adalah perubahan dalam pola berpikir melalui pengalaman memecahkan masalah.

Ketika anak berinteraksi dengan lingkungan pengalaman nyata dan objek-objek nyata, anak

akan mengalami masalah. Anak akan mencoba memecahkan sendiri masalah yang

dihadapinya, dan ketika itu pula akan terjadi perubahan pola berpikir mereka.

B. Belajar sambil Bermain yang Bermakna 

Dengan memahami arti bermain bagi anak, maka dapat disimpulkan bahwa bermain

merupakan suatu kebutuhan bagi anak dan tentunya pengabaian terhadap hal tersebut akan

berdampak tidak baik bagi perkembangan anak selanjutnya. Penelitian yang dilakukan oleh

Odom, Mc Connel dan Chandler (Semiawan, 2000) bahwa kegiatan bermain bagi anak 75 %

berkontribusi posistif terhadap perkembangan keterampilan sosialnya (social skills). Angka

yang cukup tinggi tersebut setidaknya menggambarkan betapa penting kegiatan bermain bagi

anak.

Belajar bermakna bagi anak sebenarnya berpijak pada prespektif apa yang dijadikan

acuan. Tren yang sedang terjadi sekarang memandang bahwa paham kontruktivistik

merupakan suatu aliran yang sangat mempengaruhi dunia pendidikan anak usia dini di

negara-negara maju, khususnya di Eropa dan Amerika.

Aliran konstruktivistik berasumsi bahwa anak pada dasarnya memiliki kemampuan

untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan, pendekatan ini sangat menekankan

pentingnya keterlibatan anak dalam proses belajar. Proses belajar dibuat secara natural,

hangat dan menyenangkan melalui bermain dan berinteraksi secara harmonis dengan teman

dan lingkungannya. Pada sisi yang lain, unsur variasi individual dan minat anak juga sangat

diperhatikan sehingga motivasi belajar anak diharapkan muncul secara intrinsik.

Asumsi ini mengandung arti bahwa proses belajar yang bermakna terjadi kalau anak

berbuat atas lingkungannya. Kesempatan anak untuk mengkreasi atau memanipulasi objek

atau ide merupakan hal yang utama dalam proses belajar. Anak akan lebih banyak belajar

dengan cara bermain berupa berbuat dan mencoba langsung daripada dengan cara

mendengarkan orang dewasa yang memberikan penjelasan kepadanya.

Dengan berpijak pada pandangan konstruktivistik, Bredekamp dan Rosegrant

(Solahuddin 1997) menyimpulkan bahwa kegiatan belajar sambil bermain yang akan

memberikan kebermaknaan bagi anak adalah apabila hal-hal sebagai berikut terlaksana:

1. Anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan fisiknya terpenuhi ; 

2. Anak mengkonstruksi pengetahuan; 

3. Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya; 

4. Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi; dan 

5. Memperhatikan unsur variasi individual anak. 

Semiawan (2002) menambahkan terkait dengan pentingnya belajar sambil bermain

bagi anak. Menurut pandangannya, anak-anak yang kebutuhan bermainnya terpenuhi, akan

makin tumbuh dengan memiliki keterampilan mental yang lebih tinggi, untuk menjelajahi

dunianya lebih lanjut dan menjadi manusia yang memiliki kebebasan mental untuk tumbuh

kembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga menjadi manusia yang

bermartabat dan mandiri. Lebih dari itu, ia terlatih untuk terus menerus meningkatkan diri

mencapai kemajuan.

DAFTAR PUSTAKA

http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pendekatan-pengembangan-moral-bagi-anak-

taman-kanak-kanak/

http://www.anneahira.com/inovasi-dalam-pendidikan.htm

http://anakpaud.blogspot.com/2010/08/metode-pengembangan-moral-dan-nilai.html

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH MPP PERILAKU

( AGAMA, MORAL, DISIPLIN, AFEKTIF )Dosen : Moch. Syaichudin

OLEH KELOMPOK :

1. Amin Rahayu ( 081684352 )

2. Danik ( 081684354 )

3. Lia Suryandari ( 081684362 )

4. Minarsih ( 081684367 )

5. Mudjiati ( 081684369 )

6. Purwanti ( 081684372 )

7. Ririn Purbosari ( 081684374 )

JURUSAN PG PAUD

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2010