Makalah Individu Kimia Analisis Lingkungan Laut
-
Upload
fhera-zahdan -
Category
Documents
-
view
228 -
download
4
description
Transcript of Makalah Individu Kimia Analisis Lingkungan Laut
MAKALAH INDIVIDUTUGAS KIMIA ANALISIS LINGKUNGAN LAUT
KANDUNGAN SENYAWA BUTILTIN (BT) DALAM AIR LAUT DANSEDIMEN DI PERAIRAN TELUK BANTEN
OLEH:
FERAWATI TAMAR JAYA H311 10 005
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Senyawa butiltin biasa digunakan sebagai stabilizers dalam pembuatan plastik PVC
(polyvinyl chloride), biosida dan dalam cat sebagai antifouling yang digunakan dalam galangan
kapal (boat hulls) dan juga banyak dipakai dalam kegiatan akuakultur biota laut. Senyawa
Butiltin terdiri dari metabolitnya yaitu tributiltin (TBT) dibutiltin (DBT) dan monobutiltin
(MBT). TBT banyak digunakan dan mengganggu kehidupan biota.
Penelitian tentang kerusakan yang disebabkan senyawa organik (Butiltin) banyak
difokuskan pada senyawa tributiltin (TBT), karena senyawa ini banyak digunakan sebagai cat
antifouling yang mempunyai efek negatif pada biota perairan yaitu efek racun yang terjadi pada
organisme non target. Selain itu TBT akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
(malformation) pada oyster (tiram) dan mengganggu kesuburan larva mussel (remis/kepah) serta
terjadinya imposex pada gastropoda, seperti yang dilaporkan beberapa pakar antara lain Fent [1],
Alzieu & Herald [2], Alzieu & Portman [3] dan Beamont & Budd [4]. Begitu pula Kim et al. [5]
melaporkan bahwa TBT dapat terakumulasi dalam mamalia melalui enzim.
Pada permulaan tahun 1980, kira-kira 75% senyawa tributiltin digunakan sebagai
antifouling pada cat.kapal. Di negara-negara seperti Perancis, Inggris, Switzerland dan Japan
penggunaan senyawa ini diawasi dengan ketat oleh pemerintah. Horiguchi et al. [6] mengamati
penggunaan TBT sebagai antifouling yang digunakan hampir 75% untuk kapal dagang yang
berukuran <25m. Sampai saat ini ada beberapa penelitian melaporkan seperti Tong et al. [7] dan
Chiu et al. [8] bahwa kontaminasi butiltin telah terjadi di Asia Pasifik yaitu Malaysia dan
Hongkong, dengan ditemukan kontaminasi TBT dalam sedimen, air laut dan kerang bivalvia.
Begitupula di Indonesia seperti laporan Evans et al. [9] terjadi proses imposex (sterilisasi dari
betina) pada gastropoda, Thais kieneri, T.savignyi and Vasum turbinellus yang ditemukan
diperairan Teluk Ambon. Kepulauan Indonesia yang terdiri dari 75% perairan dimana sebagai
penghubung antar pulau banyak digunakan kapal-kapal sehingga diduga kontaminasi oleh
tributiltin sangat besar sekali. Beberapa penelitian sebelumnya tentang butiltin dalam perairan
Banten laut mengenai kandungannya dalam air, sedimen masih sedikit sekali, dan penggunaan
TBT dalam cat tampaknya belum terkontrol untuk mengetahui seberapa besar tingkat
pencemarannya.. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga makalah ini dibuat.
\
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pettijohn (1975) mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau
batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentuk atau asalnya pada
suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta,
estuaria, laut dangkal sampai laut dalam. Sedangkan Menurut Bhatt (1978), sedimen yaitu
lepasnya puing-puing endapan padat pada permukaan bumi yang dapat terkandung di dalam
udara, air, atau es dibawah kondisi normal.
A. Sedimentasi
1 Proses Terjadinya Sedimentasi
Batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin,
dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung,
melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga
bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu,
makin besar pula daya angkutnya. pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga
air atau angin tadi membuat terjadinya sedimentasi.
2. Tempat-tempat Terjadinya Sedimentasi: Sungai, Danau, Darat, Laut
3. Transfor sedimen dapat dilihat melalui :
a. Transfor Sedimen pada Pantai
Pettijohn (1975), Selley (1988) dan Richard (1992) menyatakan bahwa cara transfortasi
sedimen dalam aliran air dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
Sedimen merayap (bed load) yaitu material yang terangkut secara menggeser atau
menggelinding di dasar aliran.
Sedimen loncat (saltation load) yaitu material yang meloncat-loncat bertumpu pada dasar
aliran.
Sedimen layang (suspended load) yaitu material yang terbawa arus dengan cara melayang-
layang dalam air.
b. Transfor Sedimen Sepanjang Pantai
Transfor sedimen sepanjang pantai merupakan gerakan sedimen di daerah pantai yang
disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya (Komar : 1983). Transfor sedimen
ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai akibat sedimen yang dibawanya
(Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transfor sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua
komponen utama yaitu transfor sedimen dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan transfor
sedimen sepanjang pantai di surf zone.
Transfor sedimen pantai banyak menimbulkan fenomena perubahan dasar perairan
seperti pendangkalan muara sungai erosi pantai perubahan garis pantai dan sebagainya (Yuwono,
1994). Fenomena ini biasanya merupakan permasalahan terutama pada daerah pelabuhan
sehingga prediksinya sangat diperlukan dalam perencanaan ataupun penentuan metode
penanggulangan. Menurut Triatmojo (1999) beberapa cara yang biasanya digunakan antara lain
adalah :
1. Melakukan pengukuran debit sedimen pada setiap titik yang ditinjau, sehingga secara
berantai akan dapat diketahui transfor sedimen yang terjadi.
2. Menggunakan peta/ foto udara atau pengukuran yang menunjukan perubahan elevasi
dasar perairan dalam suatu periode tertentu. Cara ini akan memberikan hasil yang baik
jika di daerah pengukuran terdapat bangunan yang mampu menangkap sedimen seperti
training jetty, groin, dan sebagainya.
3. Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang dan sedimen pada daerah yang
di tinjau.
c. Sedimentasi Pada Muara Sungai
Muara sungai dapat dibedakan dalam tiga kelompok yang tergantung pada faktor domonan
yang mempengaruhi. Yaitu didominasi faktor gelombang, debit sungai atau pasang surut. Pada
kenyataannya ketiga sungai tersebut akan bekerja secra simultan, walaupun salah satunya akan
terlihat lebih dominan pada daerah muara dimana gelombang lebih dominan biasanya akan
mengakibatkan tertutupnya muara sungai akibat transfor sedimen sepanjang pantai yang
dibawanya masuk ke alur sungai.
4. Bentuk - Bentuk Sedimentasi
o Sedimentasi sungai
Pengendapan yang terjadi di sungai disebut sedimen fluvial. Hasil pengendapan ini
biasanya berupa batu giling, batu geser, pasir, kerikil, dan lumpur yang menutupi dasar sungai.
Bahkan endapan sungai ini sangat baik dimanfaatkan untuk bahan bangunan atau pengaspalan
jalan. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang bermata pencaharian mencari pasir, kerikil, atau
batu hasil endapan itu untuk dijual.
o Sedimentasi Danau
Di danau juga bisa terjadi endapan batuan. Hasil endapan ini biasanya dalam bentuk delta,
lapisan batu kerikil, pasir, dan lumpur. Proses pengendapan di danau ini disebut sedimen limnis.
o Sedimentasi Darat
guguk pasir di pantai berasal dari pasir yang terangkat ke udara pada waktu ombak
memecah di pantai landai, lalu ditiup angin laut ke arah darat, sehingga membentuk timbunan
pasir yang tinggi. Contohnya, guguk pasir sepanjang pantai Barat Belanda yang menjadi tanggul
laut negara itu. Di Indonesia guguk pasir yang menyerupai di Belanda bisa ditemukan di pantai
Parang Tritis Yogyakarta.
o Sedimentasi Laut
Sungai yang mengalir dengan membawa berbagai jenis batuan akhirnya bermuara di laut,
sehingga di laut terjadi proses pengendapan batuan yang paling besar. Hasil pengendapan di laut
ini disebut sedimen marin.
5. Jenis Sedimen Laut
o Sedimen Terigen Pelagis
Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materi-materi yang
berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan pelagis. Pertama
dengan bantuan arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi glasial
yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan mencair.
o Sedimen Biogenik Pelagis
Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas berbagai
struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa fitoplankton dan
zooplankton laut. Karena umur organisme plankton hannya satu atau dua minggu, terjadi suatu
bentuk ‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton yang perlahan, tetapi kontinue di dalam kolam air
untuk membentuk lapisan sedimen. Pembentukan sedimen ini tergantung pada beberapa faktor
lokal seperti kimia air dan kedalaman serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi,
keberadan mikrofil dalam sedimen laut dapat digunakan untuk menentukan kedalaman air dan
produktifitas permukaan laut pada zaman dulu.
Angin merupakan alat transportasi penting untuk memindahkan materi langsung ke laut.
Lempung pelagis yang ada di laut dibawa terutama oleh tiupan angin (aeolian). Ukuran lempung
ini.
Komponen utama debu yang terbawa angin adalah kuarsa dan mineral lempung. Pada
skala global, jumlah masuknya materi Vulkanologi ke sedimen laut dalam adalah kecil. Letusan
besar dapat mengeluarkan abu dan debu dalam jumlah yang banyak dengan ketinggian 15-50
km, dan partikel terkecil berukuran 1-(1µm).
Selain pengertian sedimen di atas ada pengertian lain tentang sedimen yaitu batuan
sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh proses sedimentasi. Sedangkan sedimentasi adalah
proses pengendapan sediemen oleh media air, angin, atau es pada suatu cekungan pengendapan
pada kondisi P dan T tertentu.
Dalam batuan sedimen dikenal dengan istillah tekstur dan struktur. Tekstur adalah suatu
kenampakn yang berhubungan erat dengan ukuran, bentuk butir, dan susunan kompone mineral-
mineral penyusunnya. Studi tekstur paling bagus dilakukan pada contoh batuan yang kecil atau
asahan tipis.
Struktur merupakan suatu kenampakan yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan
energi pembentuknya. Pembentukannya dapat pada waktu atau sesaat setelah pengendapan.
Struktur berhubungan dengan kenampakan batuan yang lebih besar, paling bagus diamati di
lapangan misal pada perlapisan batuan.
6. Sedimen yang masuk ke dalam laut dapat terdistribusi pada :
1. Daerah perairan dangkal, seperti endapan yang terjadi pada paparan benua (Continental
Shelf) dan lereng benua (Continental Slope).
Dijelaskan oleh Hutabarat (1985) dan Bhatt (1978) bahwa ‘Continental Shelf’ adalah suatu
daerah yang mempunyai lereng landai kurang lebih 0,4% dan berbatasan langsung dengan
daerah daratan, lebar dari pantai 50 – 70 km, kedalaman maksimum dari lautan yang ada di
atasnya di antara 100 – 200 meter. ‘Continental Slope’ adalah daerah yang mempunyai lereng
lebih terjal dari continental shelf, kemiringannya anatara 3 – 6 %.
2. Daerah perairan dalam, seperti endapan yang terjadi pada laut dalam
7. Jenis-jenis Sedimentasi
o Lithougenus Sedimen
Sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat
sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus
laut dan akan terendapkan jika energi tertrransforkan telah melemah.
o Biogeneuos Sedimen
Sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota
laut serta bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi.
o Hidreogenous Sedimen
Sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel
yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan
sedimen jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.
o Cosmogerous Sedimen
Sedimen yang berasal dari berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara
atau angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa , aktifitas gunung api atau
berbagai partikel darat yang terbawa angin.
8. Sedimen di laut dalam ideal untuk menyimpan karbon dioksida
Pakar dari Universitas Harvard memaparkan sebuah solusi inovatif untuk menyimpan
karbon dioksida yang dihasilkan dari kegiatan manusia --yang kini semakin menumpuk di
atmosfer dan menyebabkan pemanasan global-- di dalam sedimen di dasar lautan. Mereka
menemukan bahwa sedimen di laut dalam dapat menyediakan tempat yang permanen dan tak
terbatas untuk menyimpan gas rumah kaca ini, dan memperkirakan bahwa sedimen lantai
samudera di wilayah Amerika cukup luas untuk menyimpan emisi karbon dioksida nasional
untuk ribuan tahun yang akan datang.
Menginjeksikan karbon dioksida ke dalam sedimen lantai samudera akan dapat
mengurangi pengaruh buruknya terhadap kerusakan kehidupan di laut dan jelas lebih aman
daripada menyemprotkannya secara langsung pada sebuah jebakan gas di laut. Hal ini juga akan
lebih menjamin bahwa tidak ada gas yang keluar ke atmosfer melalui proses percampuran oleh
arus laut. Pada temperatur dan tekanan di laut dalam yang cukup ekstrim, karbon dioksida
bergerak dalam fasa cairnya untuk membentuk kristal hidrat yang solid dan tak bergerak, dan
mempercepat kestabilan sistem. Para ilmuwan mengatakan bahwa gas tersebut akan cukup aman
dalam tempat penyimpanannya dan tahan terhadap gempa bumi atau proses-proses geomekanik
lainnya.
Beberapa peneliti lain ada yangmengusulkan untuk menyimpan karbon dioksida ini
dalam formasi geologi seperti pada lapangan gas alam, tetapi reservoir di daratan seperti itu
memiliki resiko kebocoran yang tinggi.
Sedimen di laut dalam berperan sangat besar sebagai reservoir penyimpanan, demikian
kata House, mahasiswa pasca sarjana di Harvard's Department of Earth and Planetary Sciences.
Sekitar 22% atau 1,3 juta kilometer persegi lantai samudera di zona ekonomi eksklusif Amerika
Serikat memiliki kedalaman lebih dari 3000 meter. Diperkirakan emisi karbon dioksida tahunan
dapat disimpan di bawah sedimen pada suatu area seluas 80 kilometer persegi saja, sehingga
lantai samudera di wilayah Amerika dapat digunakan untuk menyimpan kelebihan karbon
dioksida untuk waktu ribuan tahun lamanya.
Menurut para peneliti, di luar wilayah 200 mil zona ekonomi Amerika Serikat, kapasitas
total penyimpanansedimen laut dalam adalah tak terbatas.
Para peneliti menyatakan bahwa sedimen yang tipis dan impermeabel (tak kedap) tak
cocok untuk menyimpan karbon dioksida, seperti pada daerah dengan kemiringan yang terjal,
dimana proses longsor (lanslide) dapat menyebabkan gas terlepas dari tempat penyimpanannya.
Mereka mengatakan bahwa pengkajian lebih lanjut dalam hal kelayakan mekanik dalam
membawa karbon dioksida ke lantai samudera, juga studi tentang dampak dari tinggi muka laut.
B. ORGANIK DALAM AIR LAUT
Bahan organik dalam air laut dapat dibagi atas dua bagian yaitu :
Bahan organik terlarut yang berukuran < 0.5 μm.
Bahan organik tidak terlarut yang berukuran > 0.5 μm.
Jumlah bahan organik terlarut dalam air laut biasanya melebihi rata-rata bahan organik tidak
terlarut. Hanya berkisar 1/5 bahan organik tidak terlarut terdiri dari sel hidup. Semua bahan
organik ini dihasilkan oleh organisme hidup melalui proses metabolisme dan hasil pembusukan.
Adapun peranan bahan organik di dalam ekologi laut adalah sebagai berikut :
Sumber energi (makanan)
Sumber bahan keperluan bakteri, tumbuhan maupun hewan
Sumber vitamin
Sebagai zat yang dapat mempercepat dan menghambat pertumbuhan sehingga memiliki
peranan penting dalam mengatur kehidupan fitoplankton di laut.
C. BAHAN ORGANIK TERLARUT DALAM AIR LAUT.
- Bahan organik karbon berukuran 0,3 – 3 mgC/ l pada perairan pantai, ditemukan sebagai hasil
peningkatan aktivitas fitoplankton dan polusi dari daratan.
- Metode penentuan karbon organik, ditemukan oleh Menzel dan Vaccaro (1964) dalam Riley
dan Chester (1971) dengan menyaring sampel, dipindahkan ke sebuah ampul dan diacidified
sparging dengan uap udara bersih untuk memisahkan karbondioksida yang bergabung dengan
keseimbangan asam karbonik. Sampel ini dihilangkan dengan Potasium Peroksidisulfat
(K2S2O8) lalu ampul ditutup. Selanjutnya dipanaskan dengan suhu 130°C dalam sebuah
autoclave selama 1 jam. Setelah dingin autoclave dibuka dan karbondioksida terbentuk oleh
oksidasi dari bahan organik yang diubah dengan helium atau nitrogen, lalu diukur dengan alat
ukur yang terbuat dari infra red absorption atau dengan absorption chromatography.
- Bahan organik nitrogen.
Penentuan bahan organik nitrogen terlarut (5 – 300 μgN/l) dikemukakan oleh Strikland dan
Persons (1968). Bahan organik nitrogen dioksidasi menjadi nitrit+ oleh penyinaran yang
bersumber dari radiasi ultra violet. Nitrat selanjutnya direduksi ke nitrit menggunakan cadmium
reduktor column sehingga total nitrat nitrogen dapat ditentukan.
Bahan organik terlarut dalam air laut berasal dari empat sumber utama yaitu :
A. Daratan
Bahan organik terlarut dari daratan diangkut ke laut melalui angin dan sungai. Bahan
organik terlarut yang berasal dari air sungai, bisa mencapai 20 mgC/l, terutama berasal dari
pelepasan humic material dan hasil penguraian dari buah-buahan yang jatuh di tanah.
Penambahan bahan organik secara perantara alami dalam bentuk sewage (kotoran) dan buangan
industri. Sebagian besar sudah siap dioksidasi dan segera membusuk karena bakteri dalam air
laut. Namun dalam batasan badan air, seperti estuarin, kebutuhan oksigen secara biologi
terpenuhi dikarenakan kondisi anoksik tersedia.
B. Penguraian organisme mati oleh bakteri
Ada dua mekanisme penguraian organisme mati yaitu secara autolisis dan bakterial. Di
alam kedua mekanisme ini bekerja secara bersamaan. Tingkat penguraiannya tergantung pada
kondisi kematian serta sampai tersedianya enzim dan bakteri yang diperlukan. Dalam proses
autolisis, reaksi penguraian terjadi karena adanya enzim di dalam sel dan hasilnya selanjutnya
akan dilepaskan ke dalam badan perairan. Menurut Johanes (1968) dalam Riley dan Chester
(1971), ekresi dari mikroorganisme seperti protozoa merupakan sumber yang penting dari bahan
organik karbon. Proses pelepasan nitrogen dan fospor dari organisme mati dalam air laut terjadi
dengan cepat. Waksman, et al (1938) dalam Riley dan Chester (1971) telah menemukan bahwa
setengah dari nitrogen yang ada dalam zooplankton mati, diubah menjadi amonia dalam waktu 2
minggu dan fospat dilepaskan dengan cepat. Skopintsev (1949) dalam Riley dan Chester (1971)
menyatakan bahwa 70 % organic karbon tidak terlarut di dalam kultur alga mati akan dioksidasi
menjadi karbondioksida (CO2) dan setelah enam bulan ditemukan sekitar 5% yang diubah
kedalam bahan organik terlarut.
C. Hasil metabolisme alga terutama fitoplankton.
Hasil fotosintesis alga akan melepaskan sejumlah bahan ke dalam badan perairan.
Produksi ini penting sebagai sumber energi untuk organisme laut lainnya dan juga berperan
dalam kontrol ekologi. Asam amino dan karbohidrat merupakan bahan yang dikeluarkan secara
dominan oleh spesies khusus seperti Olisthodiscus sp (Hellebust, 1965 dalam Riley dan Chester
1971).
D. Eksresi zooplanton dan binatang laut lainnya.
Eksresi zooplankton dan binatang laut lainnya menjadi sumber penting bahan organik
terlarut di laut. Bahan-Bahan yang dikenal secara prinsip adalah Nitrogenous seperti urea,
purines (allantoin dan asam uric), trimethyl amine oxide dan asam amin, trimethyl amine oxide
dan asam amino (glycine, taurine dan alanine).
Sifat Bahan Organik Terlarut dalam Air Laut
Sebagian besar bahan organik terlarut dalam air laut terdiri atas material yang kompleks
dan sangat tahan terhadap penguraian bakteri. Secara lebih jelas contoh konsentrasi representatif
beberapa bahan organik karbon terlarut di permukaan air laut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
ini.
Tabel 1. Contoh konsentrasi representatif beberapa bahan organik karbon terlarut di permukaan
air laut:
Efek Ekologi Material Organik Terlarut
Kualitas air laut dikatakan baik atau buruk tergantung pada produktivitasnya. Kondisi ini
ditentukan oleh keberadaan mikro nutrien anorganik khususnya nitrogen dan fosfat. Material
organik terlarut tidak hanya sebagai sumber energi tetapi juga sumber senyawa organik esensial
yang tidak dapat disintesa oleh organism tersebut. Banyak zat-zat dikeluarkan oleh kehidupan air
laut sebagai ectocrines yang mempercepat atau memperlambat pertumbuhan. Prakash dan
Rashid (1968) dalam Riley dan Chester (1971) menyatakan bahwa pertumbuhan didukung oleh
banyaknya humic acid yang secara ekologi penting dalam perairan pantai. Penghambat
pertumbuhan dapat ditemukan dalam media kultur antara antibiotik dan racun. Zat racun
dikeluarkan oleh dinoflagellata seperti Gynodinium breze dan Gonyoulax polyhedra yang dapat
menyebabkan “ red tide”. Zat polifenol dihasilkan oleh alga coklat menghambat pertumbuhan
beberapa spesies dari alga unicellular. Zat ini mungkin penting secara ekologi menekan
pertumbuhan epiphytes.
Distribusi Organik Karbon Terlarut dalam Air Laut
Hampir seluruh organik karbon terlarut dalam air laut berasal dari karbondioksida yang
dihasilkan oleh fitoplankton. Konsentrasinya tergantung pada keseimbangan antara rata-rata
organik karbon terlarut yang dibentuk oleh hasil pembusukan, eksresi dan rata-rata hasil
penguraian atau pemanfaatannya. Libes (1971) menyatakan distribusi dissolved organic matter,
particulate organic matter dan organik karbon erat hubungannya dengan produktivitas primer
Produktivitas primer sangat tinggi di daerah pantai dan rendah pada daerah laut terbuka.
Konsentrasi bahan organik berdasarkan variasi musim dan kedalaman adalah sebagai berikut.
1. Variasi Menurut Musim
a) Terjadi hanya pada daerah yang dipengaruhi musim (North sea).
b) Musim semi dan awal musim panas merupakan konsentrasi tertinggi (Ca1,8 mg/ l).
c) Musim panas konsentrasi menurun.
d) Musim gugur – awal musim semi, konsentrasi sedikit menurun
2. Variasi Menurut Kedalaman
a) Permukaan, konsentrasi bahan organik karbon terlarut dan nitrogen paling tinggi.
b) Bagian bawah zona eufotik, konsentrasi mulai menurun dengan meningkatnya kedalaman dan
terdapat perbedaan antra satu tempat dengan tempat lainnya tergantung pada produktivitas,
ketersediaan heterotrof dan kondisi hidrografik. Pada kedalaman lebih besar dari 100 meter
konsentrasi masih relatif konstan.
c) Pada perairan dalam, kandungan bahan organik karbon terlarut terlihat kecil tetapi signifikan
dan berbeda menurut kedalaman. Perbedaan konsentrasi organic terlarut dengan nitrogen pada
permukaan perairan sekitar 100 : 15 sampai 100 : 25.
D. BAHAN ORGANIK TIDAK TERLARUT DALAM AIR LAUT
Bahan organik tidak terlarut dalam air laut berukuran lebih besar dari 0,5 μm. Pada
lapisan permukaan air laut material organik tak terlarut ini berupa detritus dan fitoplankton. Pada
zona eufotik konsentrasinya lebih tinggi dari lapisan di bawahnya. Bahan organik tak terlarut ini
berfungsi menyediakan makanan untuk organisme pada beberapa tingkatan tropik.
Sumber Bahan Organik Tidak Terlarut dalam Air Laut
- Di bawah air sungai (4,2 – 109 gC/ l) berukuran lebih kecil dari rata-rata produksi
primer di laut ( 4 – 1016 gC/ l).
- Sebagian besar particulate organic matter dilaut dihasilkan oleh beberapa organisme penghasil
utama seperti fitoplankton, makroalga dan bakteri kemoautotrofik. Produksi utama ini dihasilkan
oleh fotoautotrofik nanoplankton (berdiameter 2,0 – 20 μm).
- Sekitar 10 % dihasilkan dari tanaman dalam bentuk senyawa, berat molekulnya ringan seperti
asam amino, asam trikarboksilik. Hasil ini dengan cepat dikonsumsi oleh bakteri.
- Hasil agregasi dan pengendapan dissolved organic matter dari laut.
- Pada subsurface dalam waktu tertentu butir-butir fecal zooplankton merupakan komponen yang
terbesar dari bahan organik tak terlarut.
Perbedaan Secara Ekologi dan Sifat Bahan Organik Partikulat.
1. Daerah eufotik.
Bahan organik partikulat di daerah eufotik terdiri dari fitoplankton dan bakteri bersama
dengan detritus. Pertumbuhan lebih baik diperoleh dengan percampuran dari dua atau lebih
spesies dibandingkan satu spesies. Pada kondisi biasa, diatom mungkin dapat digunakan sebagai
makanan pokok kopepoda (Beklemistur, 1954 dalam Riley dan Chester, 1971), tetapi
cocolithophores dan dinoflagellata juga dapat digunakan (Marshall dan Orr, 1952 dalam Riley
dan Chester, 1975).
Pada saat fitoplankton melimpah, zooplankton mengkonsumsi lebih banyak fitoplankton
daripada diassimilasi (Beklemishev, 1962 dalam Riley dan Chester, 1971). Saat fitoplankton
melimpah detritus berfungsi hanya sebagai pelengkap makanan zooplankton. Namun disaat
zooplankton kurang, detritus merupakan bagian terbesar makanan binatang di laut (Harvey,
1950., Fox, 1950., Roley, 1959 dalam Riley dan Chester, 1971). Pada perairan yang dangkal,
banyak detritus sampai ke dasar laut dimana detritus itu dicerna oleh organisme dasar.
Dekomposisi bakteri menjadi mekanisme dasar bagi detritus, bakteri menggunakan bahan
partikulate untuk suplay energi dan material bagi protoplasma. Selama proses respirasi dan
metabolik CO2, amonia dan ion fosfat dilepaskan ke dalam air.
Daerah Perairan Dalam.
Meskipun banyak detritus di daerah eufotik berukuran relatif besar karena diuraikan oleh
bakteri sehingga sangat sedikit yang mencapai kedalaman 200 – 300 meter (Fox, 1950 dalam
Riley dan Chester, 1971). Sebagian besar dikonsumsi oleh filter feeder perairan dalam yang
memiliki nilai gizi (Harvey, 1955 dalam Riley dan Chester, 1971) dan tenggelam sampai dasar
lautan bergabung menjadi sedimen yang rata-rata mengandung Ca 0,3% organik karbon. Oleh
sebab itu perlu mencari alternatif sumber makanan bagi binatang laut tersebut. Sumber makanan
kemungkinan dipenuhi oleh marine aggregates yang kaya protein dan nutrisi. Gordon (1970)
dalam Riley dan Chester (1971) memperlihatkan bahwa organik karbon tak terlarut yang
terdapat di laut dalam di Atlantik dapat dihidrolisis oleh enzim seperti trypsin dan a–amylase
yang terjadi di zooplankton. Bagian tersebut menjadi sumber makanan penting bagi filter feeder
di daerah Batipelagik
E. SENYAWA ORGANOTIN
Pelepasan senyawa TBT dari cat aantifouling menghasilkan konsentrasi yang tinggi di
air, sedimen dan biota di daerah pelabuhan, marina dan estuary, khususnya pada area aktivitas
biota yang tinggi dan pergerakan air terbatas. Peraturan penggunaan TBT yang diterapkan di
banyak Negara pada akhir tahun 1980-an untuk mengurangi lebih lanjut input dari kapal, dan
hasilnya telah sukses menurunkan konsentrasi TBT di kolom air estuary yang didominasi kapal-
kapal berukuran kecil. Meskipun demikian, status kontaminasi masih menyisakan level yang
cukup tinggi di beberapa tempat dan menyebabkan efek kronik pada organisme laut yang
sensitive. Hal ini disebabkan adanya affinity TBT pada sedimen perairan sehingga menjadikan
senyawa ini persisten di sedimen dan sedimen merupakan reservoir dari senyawa ini. Adanya
persistensi TBT di sedimen akan memperpanjang perhatian pada kontaminan ini, dimana
organism dapat mengakumulasi TBT dan sumber ini, bersama-sama dengan potensi desorpsi di
bawah kondisi tertentu. Jelas sedimen merupakan sumber pencemaran kembali TBT kebadan
perairan.
Senyawa organotin adalah senyawa organometalik yang disusun oleh 1 atau lebih ikatan
Sn-karbon (Sn-C). Senyawa ini umumnya original senyawa anthropogenik kecuali methyltin
yang mungkin dihasilkan melalui biometylasi di lingkungan (1) . Senyawa organotin secara
mayoritas mempunyai tin (Sn) dalam kedudukan oksidasi +4. Formulasi umum OTs adalah R n
SnX 4 -n, dimana R adalah sebuah alkyl atau aryl group (seperti butyl, phenyl, octyl, metyl dsb.),
X adalah spesies anionik (seperti Cl, O, OH, dsb.) dan n adalah 1 sampai 4. Sampai sekarang,
senyawa ini telah digunakan dalam berbagai macam aplikasi pemanfaatan, yaitu sebagai biosida
untuk pertanian maupun industri, sebagai bahan aktif pada cat antifouling, stabilisasi panas dan
cahaya pada plastik PVC, katalis pada polyurethane foam dan perlindungan permukaan gelas
dari etching (1) . Pencemaran laut oleh senyawa organotin, khususnya tributyltin (TBT)
umumnya berasal dari cat antifouling yang digunakan pada hull kapal dan jaring ikan aquakultur.
Beberapa pengaruh negatif yang pernah dilaporkan akibat pencemaran senyawa ini adalah
menyebabkan gangguan endokrin seperti imposex di gastropoda (6,7) , anomali cangkang oyster
(7-9) , kematian larva kerang (10) dan gangguan kesetimbangan hormonal pada ikan (11) .
Sintesis dan struktur Tetramethyltin
Tetramethyltin disintesis oleh reaksi dari peReaksi Grignard methylmagnesium iodida,
dengan SnCl4, yang disintesis dengan mereaksikan logam timah dengan gas klor.
4 CH3MgI + SnCl4 (CH3) 4Sn + 4 MgICl
Dalam Tetramethyltin, logam dikelilingi oleh empat kelompok metal dalam sebuah struktur
tetrahedral adalah analog berat neopentane.
Aplikasi & Prekursor untuk senyawa methyltin
Tetramethyltin adalah prekursor trimethyltin klorida (dan terkait methyltin halida), yang
merupakan prekursor untuk senyawa Organotin lain. Ini klorida methyltin dipersiapkan melalui
reaksi redistribusi disebut Kocheshkov. Jadi, SnMe4 dan SnCl4 diperbolehkan untuk bereaksi
pada suhu antara 100 C dan 200 C untuk memberikan Me3SnCl sebagai produk:
SnCl4 + 3 SnMe4 4 Me3SnCl
Sebuah rute kedua untuk klorida trimethyltin memanfaatkan tetramethyltin melibatkan reaksi
merkuri (II) klorida bereaksi dengan SnMe4. Berbagai senyawa methyltin digunakan sebagai
prekursor untuk stabilisator dalam PVC. Di-dan senyawa timah trimercapto digunakan untuk
menghambat dehydrochlorination, yang merupakan jalur untuk degradasi photolytic dan termal
dari PVC.
Permukaan fungsionalisasi
Tetramethyltin terurai dalam fase gas pada sekitar 277 C (550 K) bereaksi dengan uap
Me4Sn silika untuk memberikan Me3Sn-dicangkokkan padat.
Me4Sn + SiOH SiOSnMe3 + Meh
Reaksi ini juga dapat terjadi dengan substituen alkil yang lain. Dalam proses serupa,
tetramethyltin telah digunakan untuk memfungsionalisasikan zeolit tertentu pada temperatur
serendah -90 C.
Aplikasi dalam Sintesis Organik
Dalam sintesis Organik, tetramethyltin mengalami paladium-katalis reaksi kopling
dengan asam klorida metil keton untuk memberikan:
SnMe4 + RCOCl RCOMe + Me3SnCl
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di perairan Teluk Banten pada bulan Agustus dan Oktober 2003
(Gambar 1). Lokasi pengambilan contoh terdiri dari 5 stasiun yang posisinya ditentukan
berdasarkan kemungkinan terdapatnya senyawa Butiltin di perairan tersebut. Dan stasiun
ditentukan dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS) agar mudah untuk
mengulangi pada tempat yang sama. Contoh air laut diambil menggunakan water sampler dan
disimpan dalam botol berwarna coklat, sedangkan contoh sedimen diambil dengan alat Grab dan
disimpan dalam botol polietilen. Semua contoh disimpan dalam kotak pendingin yang dilengkapi
dengan dry ice, dibawa ke laboratorium dan siap dianalisa di laboratorium PT ASL (Australian
Service Laboratory) –Bogor.
Prosedur analisa secara umum sebagai berikut: Contoh air laut sebanyak 1 liter
diekstraksi dengan Tropolone-Benzene, kemudian tambahkan Na2SO4 anhidrit untuk
menghilangkan air. Setelah itu dilakukan proses propilasi dengan menambahkan reagen Grignard
(n-Propyl MagnesiumBromide dalam Tetrahydrofuran), kemudian di tambahkan 1 N H2SO4
untuk mentralkan kelebihan Grignard reagen. Setelah itu larutan propilasi di pidahkan ke dalam
larutan Benzene/n. Hexan, lalu proses pemurnian dilakukan dengan melewatkan larutan propilasi
kedalam kolom florisil dengan penambahan n. Hexan. Akhirnya larutan dipekatkan menjadi 1 ml
dengan alat rotary vapor pada temperatur 40 °C dan kadarnya diukur dengan alat GC-FPD. TBT
dalam air dinyatakan dalam ng Sn/l.Contoh sedimen disimpan dalam botol polietilen dan
disimpan dalam kotak pendingin yang dilengkapi dengan dry ice. Analisa kimia yang dilakukan
secara umum sebagai berikut: Sedimen diekstrak dengan 0,1% Tropolone/Aceton yang
sebelumnya ditambahkan larutan HCl. Kemudian ditambahkan internal standard (Hexyl-TBT)
dan larutan dicentrifuge lalu di tambahkan 0,1 % Tropolone-benzene. Hasil ekstrak dikeringkan
dengan melewatkannya kedalam bubuk Na2SO4, kemudian hasil ekstrak dipekatkan dengan
menguapkannya dalam rotary vapour pada temperatur 40 0C menjadi 1 ml. Selanjutnya proses
propilasi dilakukan dengan menambahkan larutan Grignard (n-propyl bromide). Setelah proses
propilasi kemudian larutan dimurnikan lagi dengan melewatkannya kedalam kolom florisil yang
dielusi dengan n. heksan. Pekatkan kembali menjadi 1 ml dan siap diinjeksikan ke alat Gas
kromatografi FPD. Konsentrasinya dinyatakan dalam ng Sn/g.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi BT (butiltin) dalam air di perairan Teluk Banten (Tabel 1) bervariasi
tergantung dari lokasi. Pada bulan Agustus 2003 ditemukan TBT, DBT dan MBT masing-masing
berkisar antara ttd- <2 ng Sn/l, <2-9 ng Sn/l dan <5-17 ng Sn/l. Pada bulan Oktober 2003
kadarnya ditemukan masing-masing sebesar ttd-<2 ng Sn/l, <5-6 ng Sn/l, <5-6 ng Sn/l. Kadarnya
pada bulan Agustus 2003 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Oktober 2003. Kandungan
TBT dalam air umumnya sama pada semua stasiun pengamatan yaitu <2 ng Sn/l. Kadar total
butiltin (TBT+DBT+MBT) tertinggi ditemukan di St 4, yaitu sebesar 24 ng Sn/l dengan masing-
masing kadar TBT=<2 ng Sn/l, DBT <5 ng Sn/l dan MBT=17 ng Sn/l. Di St 4 pada bulan
Agustus 03 kadar MBT<DBT<TBT. Pada St 5 sama halnya dengan St 4 ditemukan kadar MBT
(11ng Sn/l) > DBT (<2ng Sn/l) dan kadar TBT sama untuk semua stasiun (<2 ng Sn/l). Menurut
laporan Quevauviller et al. [10] bahwa MBT dan DBT selain sebagai metabolit dari TBT juga
banyak digunakan sebagai stabilizer dalam pembuatan polyvinyl chloride (PVC) atau sebagai
katalis dalam industri plastik.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari contoh air, St 4 mengandung total Butiltin tertinggi lalu
diikuti stasiun 3 dan 5. Stasiun 4 berada di pelabuhan Cigading terdapat aktifitas kapal dan juga
tempat berlabuh kapal-kapal dan galangan kapal serta menampung sebagian kapal pengangkut
dari dermaga PT. Krakatau Steel. Dilihat secara fisik air yang terdapat di dermaga PT. Krakatau
Steel lebih kotor dan keruh serta banyak minyak. Sedangkan stasiun 5 yang terletak agak jauh
ternyata dalam airnya mengandung kadar total Butiltin yang hampir sama dibandingkan St 1
(pada musim kering, Agustus 2003) yang merupakan pelabuhan penyeberangan ke Bakauheni.
Hal ini diduga oleh adanya arus atau gelombang pada saat itu yang membawa Butiltin ke lokasi
yang tidak ada aktifitas kapal. Pada bulan Oktober kandungan TBT dalam air sama halnya
dengan bulan Agustus 2003, dimana kadar TBT adalah <2 ng Sn/l untuk semua stasiun., kecuali
pada St 5 ditemukan tidak terdeteksi. Kadar total Butiltin ditemukan lebih tinggi pada bulan
Agustus 03 dibandingkan bulan Oktober 03, karena pada bulan Agustus itu musim kering
sehingga terjadi pemekatan kandungan senyawa ini dalam air, sedangkan pada bulan Oktober
sudah mulai musim hujan. Menurut Kan-atireklap et al. [11] kadar total Butiltin juga tinggi
ditemukan dilokasi tempat pemancingan ikan dan galangan kapal. Akan tetapi harus diwaspadai
bahwa menurut penelitian Gibbs et al., [12] imposex terjadi di Blackwater, Essex, UK dengan
kandungan TBT sebesar 1 ng Sn/l dalam air. Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran Butiltin
(BT) dalam sedimen. Konsentrasi dalam sedimen pada bulan Agustus 2003 ditemukan kisaran
TBT, DBT dan MBT masing-masing <0,5 -12 ng Sn/g, <0,5-2,7 ng Sn/g dan <0,5-2,2 ng Sn/g.
Pada bulan Oktober ditemukan kisaran kadar TBT, DBT daan MBT masing-masing <0,5-4,2 ng
Sn/g, <0,5-<1,0 ng Sn/g dan <0,5-1 ng Sn/g. Pada bulan Agustus 2003 kadar TBT tertinggi
ditemukan di St 4 (12 ngSn/g) lalu diikuti St 1 (3,6 ng Sn/g).
Dari hasil pengukuran BT dalam sedimen terlihat bahwa kadar TBT>DBT>MBT. Disini
terlihat senyawa yang berbahaya pada butiltin yaitu TBT (tributiltin) ditemukan kadarnya lebih
tinggi dalam sedimen, sedangkan dalam contoh air kandungan MBT nya yang tinggi sedangkan
kadar TBT rendah. Kan-atireklap et al. [11], Grovhoug et al. [13] dan Page et al. [14]
melaporkan bahwa kadar TBT yang tinggi ditemukan juga di estuarin karena terjadinya
peningkatan aktifitas kapal di pantai atau dapat juga berasal dari kapal perdagangan yang
berlabuh disana. Hal ini karena TBT merupakan bahan dasar yang digunakan dalam cat sebagi
zat antifouling yang banyak digunakan pada kapal yang ditemukan di marina, pelabuhan kapal-
kapal kecil dan di lokasi tempat perbaikan kapal ini juga aktifitas pencucian kapal. Semua
konsentrasi dihitung sebagai Sn yang diubah menjadi MBT, DBT dan TBT dengan faktor
perkalian 1,48, 1,96 dan 2,44. Stasiun 4 dan merupakan lokasi yang banyak menerima limbah
BT kemudian diukuti St 1,St 2 dan St 3.
Seperti di dalam air ditemukan kandungan total BT yang tinggi pada St 4 begitupula
dalam sedimennya. Hal ini diduga aktifitas pelabuhan Cigading ini banyak menggunakan cat
kapal yang mengandung TBT yang membahayakan kehidupan biota laut. Aktifitas yang ada
pada stasiun 1 adalah pelabuhan penyeberangan yang cukup padat. Dan kemungkinan banyak
kapal kapal tersebut menggunakan TBT sebagai antifouling dalam cat kapal. Begitupula stasiun
3 yang berada di dermaga PT.Krakatau Steel yang merupakan pelabuhan bongkar muat yang
banyak disandari kapal–kapal besar yang mengangkut produk PT. Krakatau Steel dan juga
tempat perbaikan (docking) kapal milik PT Krakatau Steel. Lokasi lainnya seperti stasiun 2 yang
merupakan pelabuhan depot Pertamina juga banyak aktifitas kapal sebagai alat pengangkut
minyak ke tempaat lainnya, sehingga senyawa BT terutama TBT ditemukan di lokasi ini.
Dari hasil pengamatan ditemukan kandungan BT dalam sedimen lebih tinggi
dibandingkan dengan dalam air. Matsunaga et al. [15] dan Laughin et al. [16] mengamati bahwa
sedimen organik berasal dari partikel tersuspensi yang ada pada kolom air, termasuk
didaalamnya phytoplankton dan bakteria. TBT banyak diadsorbsi dalam partikulat tersuspensi
Koeffisien partisi TBT dalam algae ditemukan sebesar 5 x 103 dan dalam bakteri sebesar 3 x
104. Adanya korelasi yang baik antara konsentrasi Butiltin dan sedimen organik. diduga karena
adanya pengendapan dari partikel tersuspensi yang mengabsorbsi TBT, lalu dibawa ke dasar
sehingga merupakan sumber senyawa Butiltin dalam sedimen. Penggunaan Butiltin di Indonesia
masih belum jelas seberapa jumlahnya. Apabila hasil pengukuran sedimen dalam penelitian ini
dibandingkan dengan hasil pengukuran dari negara lain (Tabel 3) maka kandungan BT di Teluk
Banten masih jauh lebih rendah.
BAB IV
KESIMPULAN
Jumlah bahan organik terlarut dalam air laut biasanya melebihi rata-rata bahan organik
tidak terlarut. Semua bahan organik ini dihasilkan oleh organism hidup melalui proses
metabolisme dan hasil pembusukan. Ekresi dari mikroorganisme seperti protozoa merupakan
sumber yang penting dari bahan organik karbon. Proses pelepasan nitrogen dan fospor dari
organism mati dalam air laut terjadi dengan cepat. Hampir seluruh organik karbon terlarut dalam
air laut berasal dari karbondioksida yang dihasilkan oleh fitoplankton. Konsentrasinya
tergantung pada keseimbangan antara rata-rata organik karbon terlarut yang dibentuk oleh hasil
pembusukan, eksresi dan rata-rata hasil penguraian atau pemanfaatannya. Bahan organik tidak
terlarut dalam air laut berukuran lebih besar dari 0,5 μm. Pada lapisan permukaan air laut
material organik tak terlarut ini berupa detritus dan fitoplankton. Pada zona eufotik
konsentrasinya lebih tinggi dari lapoisan di bawahnya. Bahan organik tak terlarut ini berfungsi
menyediakan makanan untuk organisme pada beberapa tingkatan tropik. Organik karbon tak
terlarut yang terdapat di laut dalam di Atlantik dapat dihidrolisis oleh enzim seperti trypsin dan
a–amylase yang terjadi di zooplankton. Bagian tersebut menjadi sumber makanan penting bagi
filter feeder di daerah Batipelagik.
Adapun kandungan Butiltin terutama TBT dalam air di Teluk Banten dapat dikatakan
masih rendah dan perairannya masih bersih. Kandungannya dalam sedimen masih lebih rendah
dibandingkan kadarnya yang ditemukan dari beberapa negara seperti Hongkong, Auckland.
DAFTAR PUSTAKA
Environments. Marine Pollution Bulkletin, Volume 26 No. 11, Pergamon Press Ltd.
Libes, S.M. 1971. An Introduction to Marine Biogeochemistry. Department of Marine Science.
University of South Carolina-Coastal Carolina College Conway. Jhon Wiley & Sons, Inc.
Lonawarta (Majalah Semi Ilmiah). Mengenal Sedimen Laut. 1996. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Puslitbang Oseanologi. Balitbang Sumberdaya Laut Ambon.
Riley, J.P and Chester, R. 1971. Introduction to Marine Chemistry. Department of Oceanography
the University of Liverpool, England. Academic Press, London and New York.
Riley, J.P and Chester, 1975. Chemmical Oceanographyestry. Academic Press, London and San
Francisco.
Sugeng widada, 2002, Modul Mata Kuliah. Universitas Diponegoro : Semarang
Sulaiman, A. dan I. Soehardi. 2008. Pendahuluan Geomorfologi Pantai Kualitatif. BPPT. Jakarta.
Triatmojo, B. 1999. Teknik Pantai Edisi Kedua. Beta Offset. Yogyakarta.
Umi Muawanah dan Agus supangat. 1998. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut. Badan
Riset Kelautan Dan Perikanan: Jakarta.
Wassman, P. 1993. Regulation of Vertical Export of Particulate Organic Matter from the
Euphotic Zone by Planktonic Heterothrophs in Eutrophicated Aquatic
www. http://rageagainst.multiply.com/journal/item/33.