MAKALAH IMUNOLOGI Bajoz

10
MAKALAH IMUNOLOGI Hipersensitifitas 1 Penyakit Dermatitis Autopik Dosen Pengajar: DISUSUN OLEH M Nur Said INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI 2009/2010

Transcript of MAKALAH IMUNOLOGI Bajoz

MAKALAH IMUNOLOGIHipersensitifitas 1 Penyakit Dermatitis AutopikDosen Pengajar:

DISUSUN OLEH M Nur Said

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI 2009/2010

KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Imunologi yang berjudul Hipersensitifitas 1 Penyakit Dermatitis Autopik ini dengan lancar. Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas dan penilaian mata kuliah Imunologi. Kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. selaku dosen mata kuliah Imunologi 2. Dan semua pihak yang membantu hingga makalah ini selesai Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari sistematika,isi,penulisan,dll. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa S1-Farmasi IIK Bhakti Wiyata Kediri.

Kediri, 29 Maret 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... KATA PENGANTAR . ........................................................................................................ DAFTAR ISI ........................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 BAB II ISI 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 Definisi ...................................................................................................... Patogenesis ............................................................................................... Etiologi ...................................................................................................... Gejala ........................................................................................................ Diagnosis ................................................................................................... Penatalaksanaan ...................................................................................... LATAR BELAKANG .............................................................................. TUJUAN ...................................................................................................

i ii iii

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN ............................................................................................................. 3.2 SARAN ........................................................................................................................... 3.3 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Dermatitis merupkan salah satu penyakit yang timbul gangguan pada sistem imun, dermatitis Autopik merupakan suatu berntuk penyakit yang disebabkan hipersensivitas I, dan diawali oleh kontak langsung antara bahan allergik dan lain-lain. Ada banyak factor pencetus penyakit tersebut, dan perlu untuk diketahui oleh semua kalangan masyarakat, demi mewujudkan hal tersebut maka penulis membuat sebuah makalah yang berisikan tentang materi dermatitis. B. Tujuan Adapun beberapa tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut: a. Memberikan pengetahuan mengenai defenisi dari Dermatitis Autopik. b. Memberikan pengetahuan mengenai etiologi dari Dermatitis Autopik. c. Memberikan pengetahuan mengenai Patogenesis Dermatitis Autopik. d. Memberikan pengetahuan mengenai Gejala Dermatitis Autopik. e. Memberikan pengetahuan mengenai Diagnostik pada penyakit Dermatitis Autopik. f. Memberikan pengetahuan mengenai penatalaksanaan Dermatitis Autopik.

BAB II ISI 2.1 DEFINISI Dermatitis Atopik adalah sautu peradangan menahun pada lapisan atas kulit yang menyebabkan rasa gatal; seringkali terjadi pada penderita rinitis alergika atau penderita asma dan pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang menderita rinitis alergika atau asma. 2.2 PATOGENESIS Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik.

Multifaktor DA mempunyai penyebab multi faktorial antara lain faktor genetik, emosi, trauma, keringat, imunologik Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik alergen yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE. Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi endotelium pembuluh darah. Di pembuluh darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+ maupun subset CD8+ dari sel T dengan petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+, CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas ligand yang menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis karena mereka diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinocyte diinduksi oleh Fas ligand yang diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada di microenvironment Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang diisolasi dari kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi sejumlah besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan eosinofil. Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33, kromosom 3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang

independen dari mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLAA9. Pada umumnya berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma dan rhinitis. Resiko seorang kembar monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA adalah 86%.

2.3 ETIOLOGI Penderita dermatitis atopik biasanya juga memiliki penyakit alergi lainnya. Hubungan antara dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki kecenderungan yang sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan (misalnya immunoglobulin E) sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda. Berbagai keadaan yang bisa memperburuk dermatitis atopik:

Stres emosional Perubahan suhu atau kelembaban udara Infeksi kulit oleh bakteri Kontak dengan bahan pakaian yang bersifat iritan (terutama wol). Pada beberapa anak-anak, alergi makanan bisa memicu terjadinya dermatitis atopik.

2.4 GEJALA Dermatitis atopik kadang muncul pada beberapa bulan pertama setelah bayi lahir. Pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan, kaki atau tungkai bayi terbentuk ruam berkeropeng yang berwarna merah dan berair. Dermatitis seringkali menghilang pada usia 3-4 tahun, meskipun biasanya akan muncul kembali. Pada anak-anak dan dewasa, ruam seringkali muncul dan kambuh kembali hanya pada 1 atau beberapa daerah, terutama lengan atas, sikut bagian depan atau di belakang lutut. Warna, intensitas dan lokasi dari ruam bervariasi, tetapi selalu menimbulkan gatal-gatal. Rasa gatal seringkali menyebabkan penggarukan yang tak terkendali sehingga penyakitnya semakin buruk. Penggarukan dan penggosokan juga bisa merobek kulit dan menciptakan jalan masuk untuk bakteri sehingga terjadi infeksi.

Dengan alasan yang belum pasti, penderita dermatitis atopik jangka panjang kadang mengalami katarak pada usia 20-30an tahun. Pada penderita dermatitis atopik, herpes simpleks yang biasanya hanya menyerang daerah yang kecil dan ringan, bisa menyebabkan penyakit serius berupa eksim dan demam tinggi (eksim herpetikum).

2.5 Diagnosis Dari anamnesis pasien, dapat ditanyakan kebiasaan menggaruk (pruritus), eksema pada wajah dan ekstensor pada bayi, likenifikasi fleksural (dewasa), dermatitis kronik atau kronik residif. Selain itu, ada beberapa hal yang biasanya dihubungkan dengan dermatitis atopi. Yaitu tanyakan stigmata atopi pada pasien atau keluarganya (asma, rinitis alergi, dermatitis atopik), infeksi kulit, xerosis, fisura periaurikular, IgE reaktif (peningkatan kadar di serum, RAST dan uji kulit positif), dan gambaran lain (katarak subkapsular anterior). Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Kriteria Mayor : Pruritus Dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak Dermatitis di fleksura pada dewasa Dermatitis kronis atau residif Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya Kriteria Minor : Xerosis Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks) Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris Pitiriasis alba Dermatitis di papila mame Keilitis Lipatan infra orbital Dennie Morgan Konjungtivitis berulang Keratokonus Katarak subkapsular anterior Orbita menjadi gelap Muka pucat dan eritema Gatal bila berkeringat Intolerans perifolikular Hipersensitif terhadap makanan Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi Tes alergi kulit tipe dadakan positif Kadar IgE dalam serum meningkat Awitan pada usia dini Diagnosis Banding DA di diagnosis banding dengan dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis numularis, skabies, iktiosis, psoriasis dematitis herpetiformis, sindrom Sezary dan penyakit LettererSiwe. Pada bayi, DA dapat pula didiagnosis banding dengan sindrom Wiskott-Aldrich dan sindrom hiper IgE.

2.6 PENATALAKSANAAN

Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, astringen, pemutih, dll) Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi. Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat. Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA. Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu. Menghindarkan stres emosi. Mengobati rasa gatal. Pengobatan 1. Pengobatan topikal Hidrasi kulit Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah mandi. Kortikosteroid topikal Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu. Imunomodulator topikal A. Takrolimus Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ditemukan efek samping kecuali rasa terbakar setempat. B. Pimekrolimus Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari

Preparat ter Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik misalnya mengandung liquor carbonat detergent 5% - 10% atau crude coaltar 1% - 5%. Antihistamin Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping sedatif. 2. Pengobatan sistemik Kortikosteroid Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen. Antihistamin Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 1075 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade reseptor histamin H1 dan H2. Anti infeksi Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S. aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10 hari. Interferon IFN bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH1. Pengobatan IFN rekombinan menghasilkan perbaikan klinis karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi. Siklosporin Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali. Efek sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi. Terapi sinar (phototherapy)

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Dermatitis Atopik adalah sautu peradangan menahun pada lapisan atas kulit yang menyebabkan rasa gatal; seringkali terjadi pada penderita rinitis alergika atau penderita asma dan pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang menderita rinitis alergika atau asma. Penyakit ini disebabkan Oleh Alergi Pada Kulit Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut 1. Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, astringen, pemutih, dll) 2. Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi. 3. Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat. 4. Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA. 5. Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti 6. menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu. 7. Menghindarkan stres emosi. 8. Mengobati rasa gatal. 3.2 SARAN Dari pembahasan diatas, maka penulis dapat memberikan saran kepada pembaca, diantaranya yaitu: 1. Untuk menjaga kontak langsung dengan bahan kimia yang memiliki konsentrasi tinggi terutama bagi orang-orang yang memiliki riwayat alergi sebelumnya agar dapat terhindar dari penyakit dermatitis Autopik. 2. Selalu menjaga kebersihan diri saat terpapar dengan bahan kimia. 3. Segera memeriksakan diri bila terkena dermatitis Autopik. 3.3 DAFTAR PUSTAKAwww.bajoz-xp6.blogspot.com www.wikipedia.co.id http://sailormanyahya.wordpress.com/2010/08/03/dermatitis-autopik/