Makalah Hutan Hujan Tropis

46
HUTAN HUJAN TROPIS OLEH : PUTRI HANDAYANI SITOMPUL 8126174017 PENDIDIKAN BIOLOGI KELAS B Program Magister Pendidikan Biologi

Transcript of Makalah Hutan Hujan Tropis

Page 1: Makalah Hutan Hujan Tropis

HUTAN HUJAN TROPIS

OLEH :

PUTRI HANDAYANI SITOMPUL

8126174017

PENDIDIKAN BIOLOGI

KELAS B

Program Magister Pendidikan Biologi

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2012

Page 2: Makalah Hutan Hujan Tropis

BAB I

PENDAHULUAN

Hutan hujan Tropika (Tropische Regenwald) merupakan istilah yang digunakan

pertama-tama oleh Schimper tahun 1903 dalam bukunya “Plant Geography”, istilah ini sudah

dibakukan dan digunakan sampai sekarang (Whitmore dalam Ramadanil dan Elijonnahdi,

2009). Penyebaran hutan hujan tropika di dunia adalah pada negara-negara yang terletak pada

posisi antara 23,5° LU dan 23,5° LS yang meliputi tiga kawasan yaitu : pertama, di Amerika

Selatan yang berpusat di lembah sungai Amazon Brazilia, meliputi daerah seluas sekitar 400

juta hektar. Lokasi kedua adalah kawasan hutan Indo-Malaya dengan luas sekitar 250 juta

hektar dan lokasi ke tiga adalah kawasan hutan Afrika Barat yang terpusat di Lembah sungai

Congo/Zaire sampai teluk Guyana dengan luas kawasan sekitar 180 juta hektar (Myers dan

Whitmore dalam Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009).

Defenisi klasik mengenai hutan hujan tropis menurut Schimper yang digunakan

Richards adalah suatu komunitas tumbuhan yang selalu hijau, tinggi pohon atau tajuk

(canopy) paling rendah 30 m, kaya akan laian atau tumbuhan meramnat berkayu dan berbagai

bentuk kehidupan (life form) lainnya seperti pohon, herba, dan epifit, di mana pohon

merupakan bentuk kehidupan yang paling dominan. Secara geografis hutan hujan tropis

terdapat di sepanjang untaian garis katulistiwa. Indonesia merupakan salah satu negara yang

memiliki hutan tropis dengan berbagai keanekaragaman hayati di dalamnya. Hutan tropis

merupakan sebuah contoh kehidupan terkaya di planet bumi. Memiliki kekayaan akan flora

dan fauna yang sangat tinggi, tumbuhan berkembang selama berjuta-juta tahun dalam kondisi

lingkungan alam dulunya hampir tanpa tekanan berarti. Flora dan fauna beserta habitatnya ini

merupakan hasil yang muncul dalam perjalanan sejarah evolusi ekosistem, sehingga hutan

tropis merupakan bank dari berbagai genetis (germ plasm) yang terbesar di dunia. Berbagai

hasil penelitian botani lapangan di berbagai belahan di dunia, kekayaan jenis tumbuhan

(pohon dbh > 10 cm) per ha plot hutan tropis memiliki jumlah jenis pohon 60 – 350

species/ha (Wright dalam Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009 ).

Diperkirakan di Indonesia terdapat lebih kurang 47 tipe ekosistem yang menyimpan

pesona kehidupan flora dan faunanya dengan keanekaragaman jenis yang tinggi membuat

Indonesia mendaoat julukan sebagai salah satu negara Megabiodiversitas di dunia. Tingginya

tingkat variasi ekosistem di Indonesia ini disebabkan oleh oleh karena sejarah geologi

pembentukan yang berbeda di antara pulau-pulau di Indonesia, variasi iklim dari bagian barat

yang lembab sampai bagian timur yang kering dan distribusi flora dan fauna yang

didalammnya.

Page 3: Makalah Hutan Hujan Tropis

BAB II

PEMBAHASAN

1. Kondisi Umum Hutan Hujan Tropis

Secara geografis daerah hutan hujan tropis mencakup wilayah yang terletak di antara

titik balik rasi bintang Cancer dan rasi bintang Capricornus, yaitu suatu wilayah yang terletak

di antara 23027’ LU dan 23027’ LS. Menurut Ewusie wilayah hutan hujan tropis mencakup ±

30 % dari luas permukaan bumi dan terdapat mulai dari Amerika Selatan, bagian tengah dari

benua Afrika, sebagian anak benua India, sebagian besar wilayah Asia Selatan dan wilayah

Asia Tenggra, gugusan kepulauan di samudra Pasifik, dan sebagian kecil wilayah Australia.

Pada umumnya wilayah hutan hujan tropis dicirikan oleh adanya 2 musim dengan

perbedaan yang jelas, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Ciri lainnya adalah suhu

dan kelembapan udara yang tinngi, demikian juga dengan curah hujan, sedangkan hari hujan

merata sepanjang tahun (Walter dalam Wiharto, 2009).

2. Lokasi dan Karakteristik Ekologis Hutan Hujan Tropis

Hutan hujan dapat dijumpai di daerah tropis, daerah di antara Capricorn Tropis dan

Cancer Tropis. Di daerah ini, matahari bersinar sangat kuat dan dengan kuantitas waktu yang

sama setiap hari sepanjang tahun, menjadikan iklim hangat dan stabil. Banyak negara

memiliki hutan hujan. Negara-negara dengan jumlah hutan hujan terbesar adalah:

1. Brazil

2. Kongo, Republik Demokratik

3. Peru

4. Indonesia

5. Kolombia

6. Papua Nugini

7. Venezuela

8. Bolivia

9. Meksiko

10. Suriname

Hutan hujan tropika terbentuk di wilayah-wilayah beriklim tropis, dengan curah hujan

tahunan minimum berkisar antara 1.750 millimetre (69 in) dan 2.000 millimetre (79 in).

Sedangkan rata-rata temperatur bulanan berada di atas 18 °C (64 °F) di sepanjang tahun.

Hutan basah ini tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1.200 m dpl., di atas

Page 4: Makalah Hutan Hujan Tropis

tanah-tanah yang subur atau relatif subur, kering (tidak tergenang air dalam waktu lama), dan

tidak memiliki musim kemarau yang nyata (jumlah bulan kering < 2)

Hutan hujan tropika merupakan vegetasi yang paling kaya, baik dalam arti jumlah

jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya nilai sumberdaya lahan

(tanah, air, cahaya matahari) yang dimilikinya. Hutan dataran rendah ini didominasi oleh

pepohonan besar yang membentuk tajuk berlapis-lapis (layering), sekurang-kurangnya tinggi

tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan rata-rata hutan lainnya), rapat,

dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan tajuk atas di hutan ini:

1. Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di sana-sini dan menonjol di atas atap

tajuk (kanopi hutan) sehingga dikenal sebagai “sembulan” (emergent). Sembulan ini

bisa sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-

pohon tertinggi ini bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan

lingkar batang hingga 4,5 m.

2. Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya antara 24–36 m.

3. Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung. Lapisan ini tersusun oleh

pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis

pohon yang tahan naungan.

Kanopi hutan banyak mendukung kehidupan lainnya, semisal berbagai jenis epifit

(termasuk anggrek), bromeliad, lumut, serta lumut kerak, yang hidup melekat di cabang dan

rerantingan. Tajuk atas ini demikian padat dan rapat, membawa konsekuensi bagi kehidupan

di lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah umumnya terbatas keberadaannya oleh sebab

kurangnya cahaya matahari yang bisa mencapai lantai hutan, sehingga orang dan hewan

cukup leluasa berjalan di dasar hutan.

Ada dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan, yakni lapisan semak dan lapisan

vegetasi penutup tanah. Lantai hutan sangat kurang cahaya, sehingga hanya jenis-jenis

tumbuhan yang toleran terhadap naungan yang bertahan hidup di sini; di samping jenis-jenis

pemanjat (liana) yang melilit batang atau mengait cabang untuk mencapai atap tajuk. Akan

tetapi kehidupan yang tidak begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka kapang dan

organisme pengurai (dekomposer) lainnya tumbuh berlimpah ruah. Dedaunan, buah-buahan,

ranting, dan bahkan batang kayu yang rebah, segera menjadi busuk diuraikan oleh aneka

organisme tadi. Pemakan semut raksasa juga hidup di sini. Pada saat-saat tertentu ketika tajuk

tersibak atau terbuka karena sesuatu sebab (pohon yang tumbang, misalnya), lantai hutan

yang kini kaya sinar matahari segera diinvasi oleh berbagai jenis terna, semak dan anakan

pohon; membentuk sejenis rimba yang rapat.

Page 5: Makalah Hutan Hujan Tropis

3. Produktivitas Ekosistem Dunia dan Kaitannya dengan Hutan Hujan Tropis

Jumlah total energi yang terbentuk melalui proses fotosintesis perunit area perunit

waktu di sebut produktivitas primer kotor, namun demikian tidak semua energi yang

dihasilkan melalui fotosintesis ini diubah menjadi biomassa, tetapi sebagian dibebaskan lagi

melalui proses respirasi. Produktivitas primer bersih dengan demikian adalah hasil

fotosintesis dikurangi dengan respirasi. Jika Tabel 1 diperhatikan dengan seksama maka

dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain produktivitas primer bersih hutan hujan tropis

adalah yang tertinggi di banding wilayah lain, yang mencapai 1000-3500 g/m2/tahun, disusul

oleh hutan musim tropis yang mencapai 1000-2500 g/m2/tahun. Daerah daratan yang

memiliki produktivitas terendah adalah gurun dan semak-gurun yang hanya berkisar 10-250

g/m2/tahun.

Tabel 1. Produktivitas Primer Biosfer

Tipe EkosistemProduktivitas Primer Bersih (Bahan

Kering)Kisaran Normal (g/m2/tahun)

Hutan Hutan Tropis 1000-3500Hutan Musim Tropis 1000-2500Hutan Iklim Sedang:

Selalu Hijau 600-2500Luruh 600-2500

Hutan Boreal 400-2000Savana 200-2000

Padang Rumput Iklim Sedang 200-1500Tundra dan Alpin 10-400

Gurun dan Semak Gurun 10-250

Sumber : Whittaker dan Likens dalam Wiharto (2009)

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Hutan Hujan Tropis.

Produktivitas merupakan parameter ekologi yang sangat penting. Produktivitas

ekosistem adalah suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses

dan interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika produktivitas pada suatu

ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal ini menandakan

kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika terjadi perubahan yang dramatis, maka

menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang

penting dalam interaksi di antara organisme-organisme yang menyusun ekosistem (Jordan,

1985). Produktivitas khususnya di wilayah tropis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain adalah:

Page 6: Makalah Hutan Hujan Tropis

a. Suhu dan Cahaya Matahari

Suhu udara di daerah dataran rendah hutan hujan tropis tidak pernah turun sampai

pada titik beku. Sebagian besar suhu pada wilayah ini berkisar antara 20-28 0 C, global

bervariasi berdasarkan keadaan atmosfer, lintang, dan ketinggian. Suhu Udara di daerah

hutan hujan tropis tidak pernah turun sampai sampai mencapai titik beku (00 C) namun pada

daerah yang sangat tinggi dimana kadang-kadang tapi sangat jarang suhu turun hampir

mencapai titk beku . Suhu rata-rata pada sebagian besar daerah adalah 270C, dan kisaran

suhu bulanan berkisar 24-280C, yang dengan demikian kisaran suhu musiman ini jauh lebih

kecil dibanding kisaran suhu siang dan malam (diurnal) yang dapat mencapai 100. Suhu

maksimum jarang mencapai 380C juga jarang jatuh sampai di bawah 200C.

Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari

wilayah kutup ke wilayah ekuator , namun untuk daerah hutan hujan tropis suhu bukanlah

faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh (Walter, 1981).

Wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi

fotosintesis dibanding dengan wilayah iklim sedang. Hal ini disebabkan oleh 3 faktor: (1)

Kemiringan poros bumi menyebabkan wilayah tropika menerima lebih banyak sinar matahari

dibanding pada atmosfer luarnya dibanding dengan wilayah iklim sedang. (2) Lewatnya sinar

matahari pada atmosfer yang lebih tipis (karena sudut yang lebih tegak lurus di daerah

tropika), mengurangi jumlah sinaran yang diserap oleh atmosfer. Di wilayah hutan hujan

tropis, 56% sampai dengan 59 % sinar matahari pada batas atmosfer dapat sampai di

permukaan tanah. (3) Masa tumbuh, yang terbatas oleh keadaan suhu adalah lebih panjang di

daerah hutan hujan tropis (kecuali di tempat-tempat yang sangat tinggi) (Sanches, 1992).

Jordan (1995) menjelaskan bahwa adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir

sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuh-tumbuhan akan berlangsung

lama, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. Berdasarkan sinar matahari dan

lamanya masa tumbuh De Witt dalam Sanches (1992) menaksir hasil tanaman pangan yang

mungkin, berdasarkan jalur lintang. Perhitunganya menunjukkan bahwa daerah hutan hujan

tropis berkemungkinan memberikan hasil lebih besar per tahun dibanding daerah iklim

sedang, dengan mengandaikan tidaknya faktor pembatas. Pada daerah lintang tropika

kemampuan panen tahunan rata-rata adalah sebesar 60 ton/ha hasil kering keseluruhan. Kira-

kira setengah dari jumlah itu dianggap sebagai hasil panen yang menguntungkan dari segi

ekonomi.

Page 7: Makalah Hutan Hujan Tropis

b. Curah Hujan

Di daerah hutan hujan tropis jumlah curah hujan per tahun berkisar antara 1600

sampai dengan 4000 mm (Warsito, 1999) dengan sebaran bulan basah 9,5-12 bulan basah

(Sanches, 1992). Kondisi ini menjadi wilayah ini memiliki curah hujan yang merata hampir

sepanjang tahun yang akan sangat mendukung produktivitas yang tinggi. Hujan selain

berfungsi sebagai sumber air juga berfungsi sebagai sumber hara. Whitmore (1986)

mengatakan bahwa banyak nitrogen yang terfiksasi selama terjadi badai dan turun ke bumi

bersama dengan hujan.

Hara lain yang banyak masuk ke dalam ekosistem melalui curah hujan menurut

Kenworty dalam Whitmore (1986) adalah K, Ca, dan Mg. Walaupun memberi dampak positif

bagi produktivitas vegetasi menurut Resosoedarmo et al., (1986) curah hujan yang tinggi

akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi oleh vegetasi rentan sekali terhadap

pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah dengan cepat. Barbour et al, (1987)

mengatakan bahwa sebagai salah satu faktor siklus hara dalam sistem, pencucian adalah

penyebab utama hilangnya hara dari suatu ekosistem. Hara yang mudah sekali tercuci

terutama adalah Ca dan K.

c. Interaksi Antara Suhu dan Curah Hujan.

Produktivitas yang tinggi dan kontinyu sepanjang tahun tidak akan berlangsung jika

hanya didukung oleh suhu yang tinggi. Banyak wilayah lain di dunia yang memiliki suhu

yang jauh lebih tinggi di banding wilayah hutan hujan tropis, tetapi memiliki produktivitas

yang rendah. Interaksi antara suhu yang tinggi dan curah hujan yang banyak yang

berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembapan yang sangat ideal bagi

vegetasi hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Kelembapan atmosfer

merupakan fungsi dari lamanya hari hujan, terdapatnya air yang tergenag, dan suhu. Sumber

utama air dalam atmosfer adalah hasil dari penguapan dari sungai, air laut, dan genangan air

tanah lainnya serta transpirasi dari tumbuhan.

Tingginya kelembapan pada gilirannya akan meningkatkan laju aktivitas

mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi oleh proses ini adalah

pelapukan tanah yang berlangsung cepat. Pelapukan terjadi ketika hidrogen dalam larutan

tanah bereaksi dengan mineralmineral dalam tanah atau lapisan batuan, yang mengakibatkan

terlepas unsur-unsur hara. Hara-hara ini ada yang dapat dengan segera diserap oleh

tumbuhan.

Page 8: Makalah Hutan Hujan Tropis

d. Produktivitas Serasah

Produktivitas serasah di hutan hujan tropis adalah juga yang tertinggi di banding

dengan wilayah-wilayah lain sebagaimana yang terlihat pada Table 2. Oleh karena

produktivitas serasah yang tinggi maka akan memberikan keuntungan bagi vegetasi untuk

meningkatkan produktivitas karena tersedianya sumber hara yang banyak.

Tabel 2. Laju Produktivitas Serasah Di Berbagai Tipe Ekosistem Dunia

Ekosistem LokasiProduktivitas

Serasah (g/m/tahun)

Hutan hujan tropis Thailand 2322

Hutan iklim sedang Di beberapa lokasi 1200

Savana kering Rusia 290

Hutan oak Rusia 350

Taiga Rusia 250-300

Hutan musim tropis Pantai Gading 440

Herba perennial Jepang 1484

Prairi Amerika Serikat 520

Produktivitas serasah yang tinggi ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: (1)

Hutan hujan tropis yang selalu hijau dan (2) Iklim, sebagai mana produktivitas tahunan

serasah di 4 zone iklim yang berbeda dan menemukan pada hutan hujan tropis, hutan iklim

sedang yang hangat, hutan iklim sedang yang sejuk, dan hutan alphin produktivitasnya

berturut-turut adalah: 10,2 t/ha/tahun; 5,6 t/ha/tahun; 3,1 ton/ha/tahun; dan 1,1 t/ha/tahun.

Hutan hujan tropis adalah ekosistem dengan laju dekomposisi serasah tercepat

dibanding ekosistem-ekosistem lainnya sebagaimana yang terlihat pada Tabel 3. hal ini

disebabkan karena serasah yang jatuh ke permukaan tanah tidak akan lama tertimbun di lantai

hutan tetapi segera mengalami dekomposisi sehingga dapat dengan segera diserap kembali

oleh tumbuhan. Laju dekomposisi serasah berbeda antara satu ekosistem dengan ekosistem

lainnya. Laju ini terutama dipengaruhi oleh kelembapan udara, organisme flora dan fauna

mikro dan kandungan kimia dari serasah.

Tabel 3. Laju Dekomposisi Serasah di Beberapa Tipe Ekosistem Dunia

Iklim Ekosistem dan Lokasi Laju Dekomposisi

Tropis Hutan hujan tropis 0,45

Padang rumput 0,30

Page 9: Makalah Hutan Hujan Tropis

Sedang Hutan oak di :

Minnesota 0,018

Missouri 0,095

New Jersey 0,018

.

e. Tahap Suksesi Komunitas

Produktivitas vegetasi juga mengikuti pola perubahan yang terjadi selama suksesi.

Pada Gambar 1 terlihat adanya gradasi peningkatan produktivitas vegetasi selama masa awal

suksesi, diikuti dengan mulai menurunnya produktivitas vegetasi setelah mencapai puncak

Botkin et al. membuat suatu model untuk memprediksi pertumbuhan biomassa tegakan hutan

dan menemukan bahwa tegakan mencapai puncak pertumbuhannya pada usia sekitar 200

tahun, dan kemudian berkurang 30-40% setelah usia tersebut.

Menurut Barbour at al. penurunan ini disebabkan karena: (1) Proporsi alokasi

produktivitas primer bersih yang sangat besar ke struktur biomassa non fosintesis, (2)

Keterbatas tajuk pohon dan orientasi daun, (3) Terikatnya hara di dalam struktur biomassa

pohon (4) Menurunnya efisiensi fotosintesis dari individu pohon yang telah tua.

f. Tanah.

Tanah adalah faktor di daerah tropis yang tidak mendukung tingginya produktivitas

yang tinggi. Tanah di hutan hujan tropis adalah tanah yang berumur sangat tua, kecuali tanah

vulkanik. Periode Pleistocene tidak berpengaruh sama sekali pada tanah disini, dan

kemungkinan besar tanah disini berasal dari periode Tertiary). Pencucian terjadi menurut

Brady (1974) karena beberapa hara tersimpan di permukaan tanah liat atau pada bahan

organik koloid, Permukaan ini bermuatan negatif. Ion-ion bermuatan positif seperti K+, Ca+

+, dan NH4 + akan bergabung dengan permukaan yang memiliki muatan negatif.

Kemampuan tanah untuk mempertahankan kation pada permukaan liat maupun humus

terutama ditentukan oleh nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK)nya.

Tanah yang memiliki kandungan liat atau kandungan organik yang tinggi memiliki

KTK yang tinggi yang berarti tanah tersebut memiliki kemampuan tinggi dalam

mempertahankan mineral-mineralnya. Namun faktor lain juga turut berperan dalam hal ini,

terutama jenis mineral liat yang terdapat di tanah Mineral liat yang mengalami pelapukan

yang sangat kuat seperti kaolinit memiliki KTK yang rendah. Ion hara yang bermuatan positif

pada permukaan liat dapat digantikan oleh ion hidrogen. Potensi ketersedian hidrogen yang

tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu

Page 10: Makalah Hutan Hujan Tropis

melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar. Respirasi oleh

pengurai bersama dengan respirasi oleh akar disebut respirasi tanah. Jika tanah dalam

keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan

membentuk asam karbonat (H2CO3) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi

bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen

selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian

bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat

tercuci ke bawah melalui profil tanah.

Karakteristik dari lapisan tanah juga menentukan apakan kation akan tercuci dari

horizon tanah. Kemasamanlah yang menjadi faktor utama pencucian dan pelapukan,

walaupun secara umum kejadian ini dipicu oleh ketersediaan air (Johnson et al. dalam

Jordan, 1985). Sumber hidrogen lainnya berasal dari transformasi Nitrogen. Selama masa

penguraian bahan organik, nitrogen yang terikat secara organik pada bahan tersebut di

konversi menjadi ammonium (NH4) yang kemudian akan diserap oleh tumbuhan atau

dikonversi menjadi Nitrat (NO3) melalui proses nitrifikasi. Hidrogen yang dibebaskan dari

proses ini dapat menggantikan kation hara yang dapat dipertukarkan pada permukaan tanah,

dan ion nitrat yang tersedia kemudain akan bereaksi dengan kation hara tersebut. Hidrogen

yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan

membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana

di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah

asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini

dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas

organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan

dari aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985).

Laju pelapukan yang tinggi juga berpotensi tinggi untuk terjadi di kawasan hutan

hujan tropis yang juga dipicu oleh kelembapan dan panas yang tinggi yang berlangsung

sepanjang tahun. Pelapukan terjadi ketika hidrogen di dalam larutan tanah bereaksi dengan

mineral di dalam tanah atau lapisan bebatuan, sehingga unsur-unsur hara dapat tersingkirkan.

Hal ini misalnya dapat terlihat pada feldspar yang terdapat dalam aluminosilikat (senyawa

aluminium dan silikat) yang mengandung hara-hara seperti Na, K, dan Ca. Jika feldspar

terhidrolisasi , maka hara-hara tersebut akan di keluarkan dari aluminosilikat. Hara yang

terlarut ini kemudian dapat diadsorpsi oleh koloida tanah, dan kemudian digunakan oleh

tumbuhan, atau hilang dari ekosistem lewat pencucian.

Page 11: Makalah Hutan Hujan Tropis

Karakteristik dari tanah seperti tekstur, hara, dan kedalaman telah banyak dibahas

sebagai komponen yang penting dalam menentukan hubungan kompetisi dan laju

pertumbuhan dari tumbuhan di berbagai kondisi lingkungan. Namun menurut Pastor dan

Bockheim merupakan hal yang sulit untuk mentranslasikan pengaruh edafik pada studi-studi

produktivitas. Hal ini disebabkan karena tidak semua spesies memiliki kebutuhan hara yang

sama untuk memproduksi sejumlah biomassa dengan ukuran yang sama. Pengaruh edafik

mungkin akan tertutupi jika spesies yang tumbuh pada lingkungan miskin hara memiliki

efisisensi pemanfaatan hara yang tinggi. Pada lingkungan yang demikian ini, baik komposisi

spesies maupun produktivitas dapat dipengaruhi dengan modifikasi rezim hara.

g. Herbivora

Herbivora adalah faktor biotik yang mempengaruhi produktivitas vegetasi. Sekitar 10

% dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini

bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour at al., 1987). Oleh karena produktivitas

yang tinggi, maka dapat di antisipasi adanya potensi yang tinggi untuk terjadi serangan

insekta. Namun, sedikit bukti yang ada, sekurang-kurangnya di hutan yang tumbuh secara

alami, adanya serangan insekta pada areal berskala luas (Lugo et al., dalam Jordan, 1985).

Walau pun demikian defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali

terjadi (Jordan, 1985). Menurut penulis yang sama hal ini disebabkan oleh tingginya

keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Banyak pohon mengembangkan alat pelindung

terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh

herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.

h. Sistem Konservasi Hara

Curah hujan yang sangat tinggi seperti dikemukakan di atas selain memberi dampak

positif juga berdampak negatif karena mudahnya hara hilang dari ekosistem akibat pencucian.

Tanpa mekanisme konservasi hara yang tepat, ekosistem hutan hujan tropis tidak dapat

mempertahankan produktivitasnya yang tinggi. Rupanya mekanisme tersebut telah terdapat

pada komponen-komponen yang menyusun ekosistem hutan hujan tropis. Salah satu bentuk

adaptasi konservasi hara secara alami di hutan hujan tropis yang memiliki tanah yang miskin

hara adalah dengan menghasilkan biomassa akar yang relatif besar dibanding bagian tubuh

tumbuhan lainnya, dan konsentrasi dari akar tersebut sebagian besar di atas permukaan tanah.

Nye dan Thinker meneliti pentingnya pergerakan hara di dalam tanah, dan mereka

menemukan bahwa tumbuhan yang tumbuh di tanah yang miskin hara memiliki konsentrasi

akar yang sangat besar di atas permukaan tanah. Keuntungan dari adaptasi ini adalah akar

dapat menyerap hara lebih banyak. Konsentrasi akar di atas permukaan tanah juga

Page 12: Makalah Hutan Hujan Tropis

memungkinkan akar bercampur dengan serasah, berbagai organisme yang telah mati, dan

organisme pengurai. Hal ini memungkinkan akar dapat dengan cepat dan lebih banyak

menyerap berbagai hasil penguraian yang dilakukan organisme pengurai di sekelilingnya.

Selanjutnya kondisi ini juga akan membuat hara terserap ke dalam pohon daripada ke

organisme lain atau tercuci keluar dari sistem. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa di

daerah hutan hujan tropis, hara jarang sekali tersimpan lama di tanah, namun langsung

diserap oleh tumbuhan atau oleh mikroorganisme.

Pergerakan hara yang demikian ini juga ditunjang oleh keberadaan berbagai

organisme yang hidup maupun mati seperti bryophyta, lichens, lumut, bromelia, paku-

pakuan, anggrek, dan epifit lainnya yang sangat banyak terdapat pada tajuk pohon.

Organisme-organisme ini mampu menyerap harany sendiri dari lingkungan sekitarnya,

terutama dari atmosfer tanpa merusak tumbuhan inangnya. Pada saat organisme penghuni

tajuk ini mati, maka hara yang dikandungnya juga akan terurai dan langsung diserap oleh

akar-akar udara yang sangat banyak terdapat di hutan hujan tropis. Kemampuan ini ditunjang

oleh morfologi akar udara yang memiliki banyak sekali akar-akar halus di permukaannya,

juga banyak dari akar ini dapat berasosiasi dengan jamur membentuk endomikoriza, dan

memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen.

Kehadiran mikoriza juga sangat membantu tumbuhan memperoleh hara pada tanah

yang miskin. Kimmins (1987) menjelaskan bahwa mikoriza adalah asosiasi antara jamur dan

akar tumbuhan tinggi. Jamur-jamur ini menyelimuti akar tumbuhan dengan akar yang disebut

hyphae. Hyphae kemudian berhubungan dengan sel-sel akar dan hasil metabolosme pun

ditransfer di antara keduanya. Akar tumbuhan secara pasif akan terus-menerus mengeluarkan

senyawa-senyawa yang dibutuhkan oleh jamur seperti asam amino yang kemudian diserap

oleh jamur. Jamur, sebaliknya menyuplai tumbuhan dengan berbagai hara yang diperlukan.

Jamur-jamur ini memperoleh harahara tersebut dari penguraian maupun melalui fiksasi.

5. Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Ketinggian Tempat

Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan hujan tropis dibedakan

menjadi tiga zona atau wilayah sebagai berikut.

1. Zona 1 dinamakan hutan hujan bawah karena terletak pada daerah dengan ketinggian

tempat 0 -1.000 m dari permukaan laut.

2. Zona 2 dinamakan hutan hujan tengah karena terletak pada daerah dengan ketinggian

tempat 1.000 - 3.300 m dari permukaan laut.

3. Zona 3 dinamakan hutan hujan atas karena terletak pada daerah dengan ketinggian

tempat 3.300 - 4.100 m dari permukaan laut.

Page 13: Makalah Hutan Hujan Tropis

a) Zona Hutan Hujan Bawah

Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan bawah meliputi pulaupulau Sumatra,

Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Irian, Sulawesi, dan beberapa pulau di Maluku misalnya

di pulau Taliabu, Mangole, Mandioli, Sanan, dan Obi. Di hutan hujan bawah banyak terdapat

spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae terutama anggota genus Shorea,

Dipterocarpus, Hopea, Vatiea, Dryobalanops, dan Cotylelobium. Dengan demikian, hutan

hujan bawah disebut juga hutan Dipterocarps. Selain spesies pohon anggota famili

Dipterocarpaceae tersebut juga terdapat spesies pohon lain dari anggota famili Lauraceae,

Myrtaceae, Myristicaceae, dan Ebenaceae, serta pohon-pohon anggota genus Agathis,

Koompasia, dan Dyera.

Pada ekosistem hutan hujan bawah di Jawa dan Nusa Tenggara terdapat spesies pohon

anggota genus Altingia, Bischofia, Castanopsis, Ficus, dan Gossampinus, serta spesies-

spesies pohon dari famili Leguminosae. Adapun eksosistem hutan hujan bawah di Sulawesi,

Maluku, dan Irian, merupakan hutan campuran yang didominasi oleh spesies pohon

Palaquium spp., Pometia pinnata, Intsia spp., Diospyros spp., Koordersiodendron pinnatum,

dan Canarium spp. Spesies-spesies tumbuhan merambat yang banyak dijumpai di hutan

hujan bawah adalah anggota famili Apocynaceae, Araceae, dan berbagai spesies rotan

(Calamus spp.)

b) Zona Hutan Hujan Tengah

Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan tengah meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur,

Sulawesi, sebagian daerah Indonesia Timor, di Aceh dan Sumatra Utara. Secara umum,

ekosistem hutan hujan tengah didominasi oleh genus Quercus, Castanopsis, Nothofagus, dan

spesies pohon anggota famili Magnoliaceae. Di beberapa daerah, tipe ekosistem hutan hujan

tengah agak khas. Misalnya di Aceh dan Sumatra Utara terdapat spesies pohon Pinus

merkusii, di Jawa Tengah terdapat spesies pohon Albizzia montana dan Anaphalis javanica,

di beberapa daerah Jawa Timur terdapat spesies pohon Cassuarina spp., di Sulawesi terdapat

kelompok spesies pohon anggota genus Agathis dan Podocarpus. Di sebagian daerah

Indonesia Timur terdapat spesies pohon anggota genus Trema, Vaccinium, dan pohon

Podocarpus imbricatus, sedangkan spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae hanya

terdapat pada daerah-daerah yang memiliki ketinggian tempat 1.200 m dpl.

c) Zona Hutan Hujan Atas

Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan atas hanya di Irian Jaya dan di sebagian

daerah Indonesia Barat. Tipe ekosistem hutan hujan atas pada umumnya berupa kelompok

hutan yang terpisah-pisah oleh padang rumput dan belukar. Pada ekosistem hutan hujan atas

Page 14: Makalah Hutan Hujan Tropis

di Irian Jaya banyak mengandung spesies pohon Conifer (pohon berdaun jarum) genus

Dacrydium, Libecedrus, Phyllocladus, dan Podocarpus. Di samping itu, mengandung juga

spesies pohon Eugenia spp. dan Calophyllum, sedangkan di sebagian daerah Indonesia Barat

dijumpai juga kelompokkelompok tegakan Leptospermum, Tristania, dan Phyllocladus yang

tumbuh dalam ekosistem hutan hujan atas pada daerah yang memiliki ketinggian tempat lebih

dari 3.300 m dpl.

6. Tipe Hutan Tropis Menurut Iklim di Indonesia

1. Hutan Tropis Basah

Hutan tropis basah adalah hutan yang memperoleh curah hujan yang tinggi, sering

juga kita kenal dengan istilah hutan pamah. Hutan jenis ini dapat dijumpai di Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, Maluku Bagian Utara dan Papua. Jenis-jenis yang umum ditemukan di

hutan ini, yaitu: Meranti (Shorea dan Parashorea), keruing (Dipterocarpus), Kapur

(Dryobalanops), kayu besi (Eusideroxylon zwageri), kayu hitam (Diospyros sp).

2. Hutan Muson Basah

Hutan muson basah merupakan hutan yang umumnya dijumpai di Jawa Tengah dan

Jawa Timur, periode musim kemarau 4-6 bulan. Curah hujan yang dialami dalam satu tahun

1.250 mm-2.000 mm. Jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan ini antara lain jati, mahoni,

sonokeling, pilang dan kelampis.

3. Hutan Muson Kering

Hutan muson kering terdapat di ujung timur Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa. Tipe

hutan ini berada pada lokasi yang memiliki musim kemarau berkisar antara 6-8 bulan. Curah

hujan dalam setahun kurang dari 1.250 mm. Jenis pohon yang tumbuh pada hutan ini yaitu

Jati dan Eukaliptus.

4. Hutan Savana

Hutan savana merupakan hutan yang banyak ditumbuhi kelompok semak belukar

diselingi padang rumput dengan jenis tanaman berduri. Periode musim kemarau 4 – 6 bulan

dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm per tahun. Jenis-jenis yang tumbuh di hutan ini

umumnya dari Famili Leguminosae dan Euphorbiaceae. Tipe Hutan ini umum dijumpai di

Flores, Sumba dan Timor.

7. Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Physiognomi

Pada sistem klasifikasi ini dasar yang dipakai adalah ciri-ciri luar vegetasi yang

mudah dikenali dan dibedakan, seperti semak, rumput, pohon dan lain-lain. Ciri lebih lanjut

Page 15: Makalah Hutan Hujan Tropis

seperti menggugurkan daun, selalu hijau, tinggi dan derajad penutupan tegakan dapat pula

diterapkan. Ciri-ciri yang umum digunakan yaitu :

Tinggi vegetasi, yang berkaitan dengan strata yang nampak oleh mata biasa

Struktur, berpedoman pada susunan stratum (A, B, C, D dan E), dan penutupan

tajuk (Coverage).

Life-form atau bentuk hidup atau bentuk pertumbuhan, merupakan individu-

individu penyusun komunitas tumbuh-tumbuhan.

Contoh :

a. Ciri physiognomi hutan tropis dataran rendah :

Kanopi : 25 – 45 m

Tinggi pohon (emergent) : Khas, 60 – 80 m

Daun penumpu : Sering dijumpai

Elemen daun dominan : Mesophyl

Akar papan : Sering dijumpai dan sangat besar

Kauliflori : Sering dijumpai

Liana berkayu : Sering dijumpai

Liana pada batang : Sering dijumpai

Ephyphit : Sering dijumpai

b. Ciri physiognomy hutan tropis dataran tinggi/ pegunungan :

Kanopi : 15 – 33 m

Tinggi pohon (emergent) : Sering tidak ada

Daun penumpu : Jarang dijumpai

Elemen daun dominan : Mesophyl

Akar papan : Jarang dijumpai dan kecil

Kauliflori : Jarang dijumpai

Liana berkayu : Jarang dijumpai

Liana pada batang : Sering dijumpai

Ephyphit : Sangat sering dijumpai

Page 16: Makalah Hutan Hujan Tropis

c. Ciri physiognomi hutan tropis pegunungan tinggi :

Kanopi : 2 - 18 m

Tinggi pohon (emergent) : Pada umumnya tidak ada

Daun penumpu : Sangat jarang dijumpai

Elemen daun dominan : Microphyl

Akar papan : Pada umumnya tidak ada

Kauliflori : Tidak ada

Liana berkayu : Tidak ada

Liana pada batang : Jarang dijumpai

Ephyphit : Sering dijumpai

Di Indonesia berdasarkan ciri physiognomi tedapat dua tipe hutan yaitu : Hutan Hujan

Tropis, hutan yang selalu hijau dan hutan musim atau hutan yang menggugurkan daun. Hutan

hujan tropis umumnya dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku bagian Utara

dan Papua sedangkan hutan musim yang menggugurkan daun dijumpai di Jawa, Bali, Nusa

Tenggara dan Maluku bagian Selatan.

8. Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Sosiologi Vegetasi

Tipe hutan berdasarkan sosiologi vegetasi merupakan pengklasifikasian hutan

berdasarkan jenis yang dominan pada hutan tersebut atau berdasarkan famili yang dominan di

daerah itu. Contoh :

a) Hutan Dipterocarpaceae di Asia Tenggara, merupakan hutan tropis yang umum

dijumpai dan Famili yang mendominasi adalah Famili Dipterocarpaceae.

b) Hutan Shorea albida di Serawak, merupakan hutan tropis yang didominasi jenis

Shorea albida.

c) Hutan Ebony (Diospyros sp) di Sulawesi, merupakan hutan tropis yang didominasi

oleh Ebony atau kayu hitam.

d) Hutan Mahoni di Jawa, meupakan hutan musim yang didominasi oleh mahoni di

pulau Jawa.

9. Tipe-tipe Hutan Hujan Tropis pada Kondisi Khusus (Azonal)

Hutan pada tipe azonal umumnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dan air serta kondisi

tempat tumbuh yang miskin hara.

Page 17: Makalah Hutan Hujan Tropis

a) Hutan Mangrove

Hutan yang berada di tepi pantai, didominir oleh pohon-pohon tropika atau belukar

dari genus Rhizophora, Languncularia, Avicennia dan lain-lain.

b) Hutan Gambut (Peak Forest)

Hutan yang tumbuh pada tanah organosol dengan lapisan gambut yang memiliki

ketebalan 50 cm atau lebih, umumnya terdapat pada daerah yang memiliki tipe iklim A atau

B menurut klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson.

c) Hutan Rawa (Swamp Forest)

Hutan yang tumbuh pada daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak

dipengaruhi iklim. Pada umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah

aluvial. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa mencapai 40 m dan

terdiri atas banyak lapisan tajuk.

10. Tumbuhan Penyusun Hutan Hujan Tropis

Tumbuhan utama penyusun hutan hujan tropis yang basah (lembab), biasanya terdiri

atas tujuh kelompok utama, yaitu:

a. Pohon-pohon Hutan

Pohon-pohon ini merupakan komponen struktural utama, kadang-kadang untuk

mudahnya dinamakan atap atau tajuk (canopy). Kanopi ini terdiri dari tiga tingkatan, dan

masing-masing tingkatan ditandai dengan jenis pohon yang berbeda. Tingkatan A merupakan

tingakatan tumbuhan yang menjulang tinggi, dengan ketinggian lebih dari 30 meter. Pohon-

pohonnya dicirikan dengan jarak antar pohon yang agak berjauhan dan jarang merupakan

suatu lapisan kanopi yang bersambung. Tingkatan B merupakan tumbuhan dengan ketinggian

antara 15-30 meter. Kanopi pada tingkatan ini merupakan tajuk-tajuk pohon yang bersifat

kontinu (bersambung) dan membentuk sebuah massa yang dapat disebut sebagai sebuahatap

(kanopi). Sedangkan tingkatan C merupakan tumbuhan dengan ketinggian antara 5-15 meter.

Tingkatan ini dicirikan dengan bentuk pohon yang kecil dan langsing, serta memiliki tajuk

yang sempit meruncing. Tingkatan-tingkatan kanopi hutan hujan tropis sebenarnya sukar

sekali dtentukan secara pasti. Hal ini disebabkan oleh ketinggian pohon yang tidak seragam

seperti telah disebutkan dalam pembagian tingkatan di atas. Pengamatan tingkatan kanopi di

atas hanyalah bersifat kausal saja.

b. Terna

Pada bagian hutan yang kanopinya tidak begitu rapat, memungkinkan sinar matahari

dapat tembus hingga ke lantai hutan. Pada bagian ini banyak tumbuh dan berkembang

Page 18: Makalah Hutan Hujan Tropis

vegetasi tanah yang berwarna hijau yang tidak bergantung pada bantuan dari luar. Tumbuhan

yang demikian hidup dalah iklim yang lembab dan cenderung bersifat terna seperti paku-

pakuan dan paku lumut (Selagenella spp.) dengan bagian dindingnya sebagian besar terdiri

dari tumbuhan berkayu. Terna dapat membentuk lapisan tersendiri, yaitu lapisan semak-

semak (D), terdiri dari tumbuhan berkayu agak tinggi. Lapisan kedua yaitu semai-semai

pohon (E) yang dapat mencapai ketinggian 2 meter.

Lapisan semak-semak sering mencakup beberapa terna besar sepertiScitamineae

(pisang, jahe, dll.) yang tingginya dapat melebihi 5 meter. Meskipun kondisi iklim mikronya

panas dan lembab, namun perkembangan terna dalam wilayah hutan hujan tropis kurang baik.

Hal ini disebabkan kurangnya pencahayaan matahari untuk membantu proses fotosintesisnya.

Persebaran terna yang baik terdapat pada wilayah terbuka dengan air yang cukup melimpah

atau pada tebing-tebing terjal, dimana sinar matahari leluasa mencapai lantai hutan.

c. Tumbuhan Pemanjat

Tumbuhan ini bergantung dan menunjang pada tumbuhan utama dan memberikan

hiasan utama pada hutan hujan tropis. Tumbuhan pemanjat ini lebih dikenal dengan

sebutanLiana. Tumbuhan ini dapat tumbuh baik, besar dan banyak, sehingga mampu

memberikan salah satu sifat yang paling mengesankan dari hutan hujan tropis. Tumbuhan ini

dapat berbentuk tipis seperti kawat atau berbentuk besar sebesar paha orang dewasa.

Tumbuhan ini seperti menghilang di dalam kerimbunan dedaunan atau bergantungan dalam

bentuk simpul-simpul tali raksasa (ingat dalam film Tarzan, the Adventure). Sering pula

tumbuhan ini tumbuh di percabangan pohon-pohon besar. Beberapa diantaranya dapat

mencapai panjang sampai 200 meter.

d. Epifita

Tumbuhan ini tumbuh melekat pada batang, cabang atau pada daun-daun pohon,

semak, dan liana. Tumbuhan ini hidup diakibatkan oleh kebutuhan akan cahaya matahari

yang cukup tinggi. Beberapa dari tipe ini hidup di atas tanah pada pohon- pohon yang telah

mati. Tumbuhan ini pada umumnya tidak menimbulkan pengaruh buruk terhadap inang yang

menunjangnya. Tumbuhan ini pun hanya memainkan peran yang kurang berarti dalam

ekonomi hutan.

Namun demikian, epfita memainkan peranan penting dalam ekosistem sebagai habitat

bagi hewan. Epifit pun memainkan peranan penting dan sangat menarik untuk menunjukkan

adaptasi struktural terhadap habitatnya. Jumlah jenisnya lebih beraneka ragam, biasanya

melibatkan kekayaan jenis-jenis tumbuhan spora, baik dari golongan yang rendah maupun

paku-pakuan dan tumbuhan berbunga termasuk diantaranya semak-semak. Kehadiran epifit

Page 19: Makalah Hutan Hujan Tropis

dalam ukuran yang luas lagi digunakan untuk membedakan antara hutan hujan tropis dengan

komunitas hutan di daerah iklim sedang.

e. Pencekik Pohon

Tumbuhan pencekik memulai kehidupannya sebagai epifita, tetapi kemudian akar-

akarnya menancap ke tanah dan tidak menggantung lagi pada inangnya. Tumbuhan ini sering

membunuh pohon yang semula membantu menjadi inangnya. Tumbuhan pencekik yang

paling banyak dikenal dan melimpah jumlahnya, baik dari segi jenis ataupun populasinya,

adalahFircus spp. yang memainkan peranan penting baik dalam ekonomi maupun fisiognomi

hutan hujan tropis. Biji-biji dari tumbuhan pencekik ini berkecambah diantara dahan-dahan

pohon besar yang tinggi atau semak yang merupakan inangnya. Pada stadium ini tumbuhan

pencekik masih berupa epifit, namun akar-akarnya bercabang-cabang dan menujam ke bawah

melalui batang- batang inangnya hingga mencapai tanah. Kemudian batang-batang pohon itu

tertutup dan terjalin oleh akar-akar tumbuhan pencekik dengan sangat kuat. Setelah beberapa

waktu tertentu inang pohon pun akan mati dan membusuk meninggalkan pencekiknya.

Sementara itu tajuk tumbuhan pencekik menjadi besar dan lebat.

f. Saprofita

Tipe tumbuhan ini mendapatkan zat haranya dari bahan organik yang telah mati

bersama-sama denganparasit-parasit. Tumbuhan ini merupakan komponen heterotrof yang

tidak berwarna hijau di hutan hujan tropis. Jenis tumbuhan ini terdiri atas cendawan atau

jamur (fungi), dan bakteri. Tumbuhan ini dapat membantu terjadinya penguraian organik,

terutama yang hidup di dekat permukaan lantai hutan. Namun beberapa jenis anggrek

tertentu, suku Burmanniaceae dan Gentianaceae, jenis-jenis Triuridaceae dan

Balanophoraceae yang sedikit mengandung klorofil dapat hidup dengan cara saprofit yang

sama. Tumbuhan ini banyak ditemukan pada lantai hutan yang memiliki rontokkan daun-

daun yang cukup tebal dan terjadi pembusukkan yang nyata. Tumpukan dedaunan tersebut

dapat dijumpai pada rongga-rongga atau sudut-sudut diantara akar-akar banir pohon-pohon.

g. Parasit

Jenis tumbuhan ini biasanya mengambil unsur hara dari pohon inangnya untuk

kelangsungan hidupnya. Tumbuhan ini hidupnya hanya untuk merugikan tumbuhan

inangnya. Tumbuhan ini dapat berupa cendawan dan bakteria yang digolongkan dalam 2

sinusia penting. Pertama adalah parasit akar yang tumbuh di atas tanah dan yang kedua

adalah setengah parasit (hemiparasit) yang tumbuh seperti epifita di atas pohon. Parasit akar

jumlahnya sangat sedikit dan tidak seberapa penting artinya, namun bila dikaji secara

Page 20: Makalah Hutan Hujan Tropis

mendalam akan sangat menarik sekali. Hemiparasit yang bersifat seperti epifit jenisnya

sangat banyak sekali dan jumlahnyanya pun melimpah ruah serta banyak dijumpai di seluruh

hutan hujan tropis. Kebanyakan hemiparasit adalah dari suku benalu (Loranthaceae).

11. Komponen Penyusun Hutan Hujan Selain Tumbuhan

a. Hewan

Hutan hujan menyediakan makanan untuk hewan, sehingga hutan hujan tropis di

jadikan rumah bagi berbagai jenis hewan di antarnya mamalia, reptile, burung, amphibi,

serangga dan ikan yang hidup di perairan hutan hujan tropis.

Perairan hutan hujan tropis termasuk sungai, anak sungai, danau, dan rawa-rawa

adalah rumah bagi mayoritas spesies ikan air tawar. Lembah sungai Amazon sendiri memiliki

3000 spesies yang diketahui dan kemungkinan spesies yang tidak teridentifikasi dalam

jumlah yang sama.

Banyak ikan tropis yang dipelihara di akuarium air tawar berasal dari hutan hujan.

Ikan seperti Angelfish, Neon Tetras, Discus, dan lele pemakan ganggang berasal dari hutan

hujan tropis di Amerika Selatan, sedangkan Danios, Gurameh, Siamese Fighting Fish (atau

Betta), dan Clown Loach berasal dari Asia.

Kebanyakan dari hewan yang ditemukan di hutan hujan adalah serangga. Sekitar

seperempat dari seluruh spesies hewan yang telah diberi nama dan dideskripsikan oleh

ilmuwan adalah kumbang. Hampir 500.000 jenis kumbang diketahui ada. Karena pohon-

pohon yang terdapat di hutan tropis rata-rata tinggi dan permukaan tanahnya relatif sering

tergenang oleh air, maka hewan yang banyak hidup di daerah hutan basah ini adalah hewan-

hewan pemanjat sejenis primata, seperti; gorilla, monyet, simpanse, siamang, dan primata

lainnya.

b. Manusia Hutan Hujan

Hutan hujan tropis merupakan rumah bagi manusia pedalaman yang bergantung pada

sekitar mereka untuk makanan, tempat berlindung, dan obat-obatan. Saat ini hanya sedikit

manusia hutan yang hidup dengan cara tradisional; kebanyakan telah digantikan dengan para

penetap dari luar atau telah dipaksa oleh pemerintah untuk menyerahkan gaya hidup mereka.

Dari sisa-sisa manusia hutan yang ada, Amazon memiliki jumlah populasi yang

terbesar, walau orang-orang tersebut juga telah dipengaruhi oleh dunia modern. Sementara

mereka masih menggunakan hutan sebagai tempat untuk berburu dan mengumpulkan

makanan, kebanyakan Ameridian, panggilan yang biasa ditujukan pada mereka, menanam

hasil bumi (seperti pisang, manioc, dan beras), menggunakan barang-barang dari Barat

(seperti panci, penggorengan, dan perkakas metal), dan melakukan kunjungan reguler ke

Page 21: Makalah Hutan Hujan Tropis

kota-kota untuk membawa makanan dan barang ke pasar. Walau begitu, manusia-manusia

hutan ini dapat mengajarkan banyak tentang hutan hujan pada kita. Pengetahuan mereka

tentang tanaman-tanaman obat yang digunakan untuk merawat orang sakit tidak ada

tandingannya dan mereka memiliki pemahaman yang luar biasa mengenai ekologi dari hutan

hujan Amazon.

Di Afrika terdapat penghuni hutan asli yang kadang dikenal dengan nama pygmies.

Ukuran tertinggi dari orang-orang ini, juga dikenal sebagai Mbuti, jarang yang tingginya

lebih dari 5 kaki. Ukuran mereka yang kecil membuat mereka dapat bergerak di dalam hutan

dengan lebih efisien bila dibandingkan dengan orang yang lebih tinggi.

12. Potensi Indonesia dan Keanekaragaman Hayati

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia (The Malay Archipelago)

yang memiliki 17.000 buah pulau baik yang berukuran besar ataupun kecil termasuk 6.000

yang berpenghuni dan sebagian besar lain tidak ada penduduknya. Terbenang kira-kira 5.100

km dari lautan Hindia hingga Pasifik dan memilki total luas daratan 191 juta ha yang

berasosiasi wilayah perairan317 ha dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) kira-kira 473 juta ha

(KMNLH dalam Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009).

Diperkirakan di Indonesia terdapat lebih kurang 47 tipe ekosistem yang menyimpan

pesohan kehidupan flora dan faunanya dengan keanekaragaman jenis yang tinggi membuat

Indonesia mendapat julukan sebagai salah satu negara Megabiodiversitas di dunia. Tingginya

tingkat variasi ekosistemnya di Indonesia ini disebabkan oleh karena sejarah geologi

pembentukan yang berbeda di antara pulau-pulau di Indonesia, variasi iklim dari berbagai

timur yang kering dan distribusi flora dan fauna yang ada di dalamnya. Hasil proses ini

tercermin dalam keragaman ekosustem dan taksa tumbuhan yang terdapat di wilayahnya.

Menurut berbagai publikasi ilmiah yang ada hingga saat ini jumlah spesies hewan untuk taksa

yang sudah diketahui dan jumpal spesies endemik untuk masing-masing taksa tercermin

dalam beberapa fakta sebagai berikut :

515 spesies mamalia besar (39 % endemik)

511 spesies reptilia (29 % endemik)

1.531 spesies avifauna (26 % endemik)

270 spesies amfibia (37 % endemik)

35 spesies primata (18 % endemik)

121 spesies kupu-kupu (44 % endemik)

(Sumber BAPPENAS dalam Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009)

Page 22: Makalah Hutan Hujan Tropis

Secara biogeografi, Indonesia bersama Filipina, Malaysia, Singapore, Papua New

Guinea, Kepulauan Pasifik termasuk ke dalam kawasan ini dirumuskan berdasarkan

perhitungan statistik penyebaran marga tumbuhan. Banyak marga yang batas penyebarannya

berhenti pada tempat-tempat tertentu yang disebut simpul demarkasi yang membatasi

kawasan Malesia. Sumpul utama terletak antara Australia dan Irian. Sisini penyebaran 964

marga tidak daoat menyebrang Selat Torres. Dari jumlah ini 2/3 (644 marga) terletak di Irian,

dan hanya sepertiganya (375) terletak di Australia. Hal ini menunjukkan bahwa flora Malesia

mengandung lebih banyak unsur-unsur flora Asia dari pada Flora Australia. Simpul-simpul

lainnya terletak antara Filipina dan Taiwan (686 marga) dan antara Malesia dan Taiwan (575

marga). Sehingga demikian Malesia adalah kawasan fitogeografi yang khas, yang 40% dari

marga yang dikandungnya tidak terdapat di luar kawasan ini.

Dalam hal keanekaragaman jenis tmbuhan Indonesia menduduki peringkat lima besar

di dunia yaitu menduduki peringkat lima besar di dunia yaitu memiliki lebih dari 38.000

species tumbuhan (55% endemik) jumlah ini sama dengan 10% flora di dunia, menenpati

urutan pertama dalam daftar keanekaragaman jenis Palm (477 spesies : 225 spesies endemik)

di dunia, lebih dari setengah dari seluruh spesies (350) pohon penghasil kayu bernilai

ekonomi penting dari famili Dipterocarpaceaea terdapat di Indonesia, 267 jenis diantaranya di

Kalimantan (60% endemik). 106 jenis (10% endemik) di Sumatera. Suku tumbuhan yang

lainnya yang terbesar adalah Orchidaceae (angrek-anggrejan) yang diperkirakan yang

diperkirakan mempunyai 3.000-4.000 soesies. Marga lainnya adalah Eugenia (Myrtaceae)

yang mengandung sekitar 500 jenus dan Rhododendron 287 jenis (van Balgooy dan Jacobs

dalam Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009).

Keunikan lainnya dari Indonesia adalah tingginya tingkat endemisitas di beberapa

wilayah seperti Kepulauan Mentawai dan Sulawesi. Pulai Sulawesi merupakan pulau pentinf

di Indonesia karena secar biogeografi pulau ini terletak dalam subregion biogeografi

Wallacea yaitu suatu wilayah yang unik karena merupakan kawasan peralihan antara Benua

Asia dan Australia dan memiliki keanekaragaman hayato dengan tingkat endemisitas yang

tinggi. Diperkirakan 15% dari tumbuhan berbunga di Sulawesi adalah endemik (Whitten,

Ramadhanil dalam Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009).

Kekayaan jenis total Sulawesi endemisitasnya dapat dibandingkan dengan pulau-

pulau lainnya di Indonesia seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Papua New Guinea

walauun sangat berbeda dari segi sejarah geologi Sulawesi terletak pada jarak yang paling

jauh dari daratan Utama. Sedangkan pulau-pulau seperti Sumatra, Jawa, dan Kalimantan

diperkirakan pernah bersatu dengan daratan utama Asia. Sementara itu Sulawesi sudah

Page 23: Makalah Hutan Hujan Tropis

terisolasi dalam waktu yang lama dari dataran utama dan pulau tersebut oleh selat yang

sangat dalam. Diperkirakan 15% dari total tumbuhan berbunga Sulawesi adalah endemic.

13. Hutan Tropis Indonesia, Keanekaragaman Hayatinya, dan Hubungannya dengan

Pemenasan Global, dan Perubahan Iklim

Proses deforestasi (penghancuran) dan berukuran luas hutan tropis akibat ulah

manusia sudah berada pada titik uang amat membahayakan. Diperkirakan antara tahun 1990

dan 1997, sebanyak 5,8 +/- 1,4 juta ha (0.5%) dari hutan hujan tropis hilang setiap tahunnya

(Laurence dalam Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009). Berdasarkan pemetaan terakhir terhadap

tutupan kanopi hutan di Indonesia, Ministry of Forestry (MOF) mengatakan bahwa laju

“deforestation” di Indonesia diperkirakan berlipat ganda antara tahun 1985 dan 1997 dari

kurang 1 (satu) juta ha hingga 1,7 juta ha tiap tahun, dimana Sulawesi kehilangan 20% dari

hutannya dalam periode ini (Holmes, dalam Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009).

Kerusakan hutan tropis di dunia sangat menghawatirkan, sebab hutan tropis

merupakan paru-paru dunia yang mampu mentransformasikan karbondioksida dan

merubahnya menjadi oksigen dan gula glukosa. Bila hutan tropis hancur, maka nisa

dibayangkan seluruh dunia akan terkena dampaknya. Dewasa ini tiap tahun menurut World

Bank 10 sampai 20 juta Ha hutan tropis hancur, sedangkan di Indonesia sendiri diperkirakan

antara 600-2,5 juta ha hutan tropis Indonesia musnah, padahal hutan tropis merupakan

ekosistem yang sangat penting bagi bumi, karena sebagai besar makhluk hidup di bumi

berada pada hutan tropis.

Rusak dan hancurnya hutan tropis terutama di Indonesia adalah disebabkan oleh

berbagai aktivitas manusia yang merupakan biang penyebabnya. Aktivitas manusia tersebut

adalah adanya kegiatan pembalakan (logging) baik yang legal ataupun melalui pencurian

(pembalakan liar) yang sering dikenal sebagai “illegal logging”. Menurut Alikodra dalam

dalam Ramadanil dan Elijonnahdi (2009) bahwa akhir-akhir ini di Indonesia tak ada lagi

hutan yang terbebas dari pencurian kayu, tak terkecuali hutan lindung dan hutan konservasi.

Salah satu penyebab maraknya pencurian kayu atau penebangan liar di negara tercinta ini

adalah rendahnya kualitas moral/karakter bangsa (akhlak). Selanjutnya dicontohkan oleh

Alikodra dalam Ramadanil dan Elijonnahdi (2009) pencurian kayu secara besar-besaran yang

terjadi di wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang penadanya adalah oknum

pengusaha dari negara tetangga Malaysia. Tercatat sebesar 690.000 meter kubik tiap tahun

kayu liar hasil jarahan yang diseludupkan secara ilegal ke negeri jiran tersebut.

Page 24: Makalah Hutan Hujan Tropis

Penyebab lain hilangnya hutan tropis Indonesia dan keanekaragaman hayati adalah

akibat kegiatan perubahan fungsi hutan misalnya adanya pertambangan, maraknya dan

pesatnya konversi hutan menjadi peruntukan lain seperti Perkebunan kelapa sawit secara

besar-besaran. Sebagai sebuah perbandingan Sumatra dan Kalimantan telah kehilangan

sebagian besar hutan tropis dataran rendahnya dan dikonversi menjadi kebun sawit dan karet.

Disamping itu faktor kebakaran baik yang terjadi secara alami ataupun yang sengaja juga

merupakan salah satu penyebab hancurnya hutan. Hasil atau musnahnya hutan tropis sudah

pasti akan menimbulkan dampak yang besar terhadap kehidupan misalnya punahnya

keanekaragaman hayati, terjadinya bencana alam banjir, longsor, terbatasnya kesediaan air

bersih, kekeringan air bersih, kekeringan, dan lain sebagainya.

Secara global akhir-akhir ini disarankan pula terjadi fenomena yang disebut pemansan

global (global warning) yang disebabkan oleh terjadi kenaikan suhu bumi. Dalam peringatan

hari bumi tanggal 22 April 200, majala Time menurunkan edisi khusus tentang bumi yang

makin panas dan rusak. Meningkatnya pemanasan global sungguh sangat memprihatinkan

masa depan bumi dan kehidupan manusia sebagai mahluk utama penghuni bumi. Seperti

diberitahukan bahwa pemanasan global adalah meningkatnya konsentrai gas-gas yang dapat

menimbulkan efek rumah kaca (green house effect) seperti karbon dioksida (CO2), nitrogen

oksida (NO), metana (CH4) dan chlorofluorocarbon (CFCs). Meningkatnya konsentarasi

gas-gas tersebut sebenarnya merupakan konsekuensi pertambangan penduduk bumi (baca :

meningkatnya pula kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang harus dipenuhi, yang

kesemuanya akibat meningkatnya konsentrasi ketiga gas terbebut). Sedangkan meningkatnya

CFCs semata-mata karena makin meningkatnya kebutuhan tersier manusia seperti alat

pendingin (kulkas), AC, plastik dan lain-lain. Di sisi lain gas CFC sangat membahayakan

bumi karena dapat menghancurkan lapisa ozon di stratosfir yang berfungis menahan sinar

ultraviolet yang dipancarkan matahari.

Dalam kaitannya dengan keanekaragaman hayati, pemanasan global akan berdampak

pada perubahan dalam kisaran penyebaran, meningkatnya tingkat kelangkaan, perubahan

waktru reproduksi dan lamanya musim tanam. Laporan IPCC (International Panel on

Climate Change) pada april 2007 tentang dampak, kerentanan dan adaptasi perubahan iklim

mengemukakan bahwa kurang lebih 20-3-$ tumbuhan dan hewan akan mengalami resiko

kepunahannya jika terjadi kenaikan temperatur global rata-rata di atas 1,5 – 2,5° C, yang

diperkirakan pada tahun 2100, 2/3 ari spesies yang ada di bumi akan hilang.

Pada belahan bumi lain, para ilmuan melihat adanya penciran salju di puncak gunung

dan kutub, padahal puncak gunung dan kutub berperan penting dalam menstabilkan musim

Page 25: Makalah Hutan Hujan Tropis

dan ekologi bumi. Pencairan es di kedua tempat tersebut akan menaikkan permukaan air laut.

Akibatnya dapat mengacaukan sirkulasi angin, dan akhirnya mengacaukan iklim (perubahan

iklim). Tim ahli juga menunjukkan daerah-daerah paling rawan diterjang banjir adalah

sepanjang pantai selatan Mediterania, pantai barat Afrika, Asia Selatan (India, Bangladesh,

Srilangka, Meldives), Asia Tenggara, pantai Pasifik dan laut Indonesia. Sebagian besar

kawasan tersebut merupakan negara-negara miskin yang padat penduduknya dalam

(Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009).

14. Upaya Penyelamatan Ekosistem Hutan Tropis dan Keanekaragaman Hayati

Berbagai upaya baik pada skala lokal, nasional ataupun internasional telah dilakukan

untuk mengatasi persolana konservasi semberdaya alam dan lingkungannya. Di Indonesia

sendiri upaya konservasi sudah dimulai sejak 1880, yaitu sejak masa penjajahan dengan

ditetapkan sebuah cagar alam di Depok. Namim konsepsi secara menyeluruh bagi usaha-

usaha konservasi sumberdaya alam termasuk hutan hidup baru dimuial pada Pelita III dua

bulan sebelum diumumkannya Strategi Konservasi dunia, yaitu dengan dibentuknya Surat

Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian dan Menteri Negara PPLH pada tanggal 20

Agustus 1980 tentang pembentukan Tim Pengarah Alam (Direktoral Jendral Perlindungan

Hutan dan Pelestarian Alam RI 1998). Dengan dikeluarkan Strategi Konservasi Dunia (World

Conservasion Strategy/WCS) oleh IUCN (International Union of Conservasion Nation) tahun

1980, Indonesia menyusun strategi konservasinya sejalan, dengan strategi konservasi dunia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor Tahun 1990, strategi konservasi yang ada sekarang ini

dapat diikhtisiarkan sebagai berikut :

1. Perlindungan proses-proses ekologis yang penting dalam menyangga kehidupan

Perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi usaha-usaha dan tindakan-

tindakan yang berkaitan dengan :

a. Perlindungan daerah-daerah pegunungan yang belereng curam dan mudah tererosi

yaitu dengan membentuk hutan-hutan

b. Perlindungan daerah pantai dengan pengelolaan yang terkendali bagi daerah hutan

bakau dan hutan pantai serta daerah hamparan karag

c. Perlindungan daerah aliran sungai, lereng perbukitan dan tepi-tepi sungai, danau,

ngarai, dengan pengelolaan yang terkendali terhadap vegetasi

d. Pengembangan daerah-daerah hutan luas seperti misalnya dijadikan mintaka rimba di

dalam Taman Nasional, Suaka Margasatwa, dan Cagar Alam

Page 26: Makalah Hutan Hujan Tropis

e. Perlindungan tempat-tempat yang memiliki nilai unik, keindahan alam yang sangat

menarik atau ciri-ciri khas alam atau budaya daerah tersebut

f. Mengadakan analisa mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai suatu syarat

mutlak untuk melaksanakan semua rencana pembangunan

2. Pengawetan keanekaragaman sumber plasma nutfah dan habitatnya

Terdiri dari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Unsur-unsur hayati (manusia,

tumbuhan, satwa, dan jasad renik) dan unsur-unsur non hayati (air, udara, tanah, dan zat

hara). Upaya pelestarian keanekaragaman hayati dan habitatnya telah dilakukan berupa :

a. Di dalam kawasan Konservasi (in-situ) : perlindungan yang diberikan untuk semua

habitatnya berupa kawasan Suaka Alam, Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka

Margasatwa, Hutan Lindung, Taman Hutan Raya, dan lain-lain.

b. Di luar kawasan (esk-situ) : upaya konservasi yang dilakukan di luar habitat aslinya

seperti : Kebun raya, Arboretum, Kebun Binatang, dan Taman Safari (Ramadanil dan

Elijonnahdi, 2009).

Page 27: Makalah Hutan Hujan Tropis

BAB III

KESIMPULAN

Hutan hujan Tropika (Tropische Regenwald) merupakan istilah yang digunakan

pertama-tama oleh Schimper tahun 1903 dalam bukunya “Plant Geography”, istilah ini sudah

dibakukan dan digunakan sampai sekarang (Whitmore dalam Ramadanil dan Elijonnahdi,

2009). Penyebaran hutan hujan tropika di dunia adalah pada negara-negara yang terletak pada

posisi antara 23,5° LU dan 23,5° LS yang meliputi tiga kawasan yaitu : pertama, di Amerika

Selatan yang berpusat di lembah sungai Amazon Brazilia, meliputi daerah seluas sekitar 400

juta hektar. Lokasi kedua adalah kawasan hutan Indo-Malaya dengan luas sekitar 250 juta

hektar dan lokasi ke tiga adalah kawasan hutan Afrika Barat yang terpusat di Lembah sungai

Congo/Zaire sampai teluk Guyana dengan luas kawasan sekitar 180 juta hektar (Myers dan

Whitmore dalam Ramadanil dan Elijonnahdi, 2009).

Tipe ekosistem hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang memiliki tipe iklim A dan

B (menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson), atau dapat dikatakan bahwa tipe

ekosistem tersebut berada pada daerah yang selalu basah, pada daerah yang memiliki jenis

tanah Podsol, Latosol, Aluvial, dan Regosol dengan drainase yang baik, dan terletak jauh dari

pantai. Tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau.

Keanekaragaman spesies tumbuhan dan binatang yang ada di hutan hujan tropis sangat

tinggi. Jumlah spesies pohon yang ditemukan dalam hutan hujan tropis lebih banyak

dibandingkan dengan yang ditemukan pada ekosistem yang lainnya. Misalnya, hutan hujan

tropis di Amazonia mengandung spesies pohon dan semak sebanyak 240 spesies.

Tajuk pohon hutan hujan tropis sangat rapat, ditambah lagi adanya tumbuh-tumbuhan

yang memanjat, menggantung, dan menempel pada dahan-dahan pohon, misalnya rotan,

anggrek, dan paku-pakuan. Hal ini menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus tajuk

hutan hingga ke lantai hutan, sehingga tidak memungkinkan bagi semak untuk berkembang

di bawah naungan tajuk pohon kecuali spesies tumbuhan yang telah beradaptasi dengan baik

untuk tumbuh di bawah naungan.

Itu semua merupakan ciri umum bagi ekosistem hutan hujan tropis. Selain ciri umum

yang telah dikemukakan di atas, masih ada ciri yang dimiliki ekosistem hutan hujan tropis,

yaitu kecepatan daur ulang sangat tinggi, sehingga semua komponen vegetasi hutan tidak

mungkin kekurangan unsur hara. Jadi, faktor pembatas di hutan hujan tropis adalah cahaya,

dan itu pun hanya berlaku bagi tumbuh-tumbuhan yang terletak di lapisan bawah. Dengan

demikian, herba dan semak yang ada dalam hutan adalah spesies-spesies yang telah

beradaptasi secara baik untuk tumbuh di bawah naungan pohon.

Page 28: Makalah Hutan Hujan Tropis

DAFTAR PUSTAKA

http://muherda.blogspot.com/2011/12/ekosistem-hutan-hujan-tropis.html diakses tanggal 29/01/2013

http://muazgacui.blogspot.com/2011/06/makalah-ekologi-umum-bioma-hutan-hujan.html diakses 29/01/2012

Pitopang, R., Elijonnahdi, (2009), Hutan Tropis Indonesia, Keanekaragaman Hayati, dan Kaitan dengan Pemanasan Global, Biocelebes, Juni 2009, hl.01-09, vol. 01-03

Wiharto, M., (2010), Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. http://world.mongabay.com/indonesian/indonesian.pdP diakses 29/01/2012