Makalah Hubungan Industrial

21
MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN PENGARUH REFORMASI TERHADAP HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA Disusun Oleh : Eko Nugroho (NPM : 5113500159) FAKULTAS HUKUM

description

industri

Transcript of Makalah Hubungan Industrial

Page 1: Makalah Hubungan Industrial

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGARUH REFORMASI TERHADAP

HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Eko Nugroho (NPM : 5113500159)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2014

Page 2: Makalah Hubungan Industrial

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah

ini. Makalah yang berjudul Pengaruh Reformasi Terhadap Hubungan Industrial di

Indonesia ini penulis buat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Hukum

Ketenagakerjaan di Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

semester 3, sekaligus sebagai media pembelajaran agar penulis dapat mengetahui dan

memahami bagaimana kondisi hubungan industrial yang ada di Indonesia pasca era

reformasi.

Hubungan industrial di Indonesia secara garis besar dibedakan dalam 3 (tiga) era

yakni, orde lama, orde baru, dan reformasi. Sedikit banyak penulis akan berupaya

memberikan ulasan mengenai hal tersebut, dengan maksud untuk memberikan informasi

yang bermanfaat bagi penulis pribadi maupun bagi para pembaca.

Semoga dengan makalah ini kita semua dapat belajar bersama-sama tentang

hubungan industrial di Indonesia lebih dalam lagi serta lebih baik lagi. Penulis sadar atas

kekurangan yang ada dalam tulisan ini, untuk itu harap dijadikan maklum. Terima kasih

atas partisipasinya dan semoga bermanfaat. Salam

Tegal, Desember 2014

Penulis

2

Page 3: Makalah Hubungan Industrial

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……………………………………………………………………... 1

Kata Pengantar ……………………………………………………………………... 2

Daftar Isi …………………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………. 4

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………… 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hubungan Industrial …………………………………………... 6

2.2 Prinsip Hubungan Industrial ………………………………………………. 6

2.3 Hubungan Industrial pada msa Orde Lama dan Orde Baru ………………. 7

2.4 Pengaruh Reformasi Terhadap Hubungan Industrial ……………………... 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………... 12

3.2 Saran ………………………………………………………………............. 13

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………... 14

3

Page 4: Makalah Hubungan Industrial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perubahan institusional pada sistem hubungan industrial merupakan suatu hal yang

sangat penting untuk dipelajari. Untuk menciptakan sebuah kerangka berpikir yang

sistematis serta ingin menunjukkan sebuah perubahan institusional pada sistem hubungan

industrial maka tulisan ini juga sedikit membahas pola hubungan sistem hubungan

industrial di Indonesia yang bisa dikategorikan menjadi tiga zaman yaitu masa orde lama

(1945-1965), orde baru (1965-1998), dan pasca orde baru (1998 –sekarang). Perbedaan

bentuk institusi yang muncul di setiap periode pemerintahan yang muncul akan mewakili

perubahan logika dan akomodasi sementara antara kepentingan kelompok sepanjang waktu

yang berbeda. Pembagian tersebut menunjukkan bahwa pada waktu tertentu, lembaga yang

mengatur hubungan industrial dapat dikonseptualisasikan sebagai representasi struktural

dari hubungan kekuasaan yang sedang berlangung antara berbagai kelompok kepentingan

dan upaya untuk menyeimbangkan kepentingan tersebut sesuai dengan tujuan mereka

sendiri.

  Teori yang digunakan penulis untuk memahami serta menganalisa sistem hubungan

Industrial di Indonesia adalah menggunakan teori institusional atau kelembagaan. Seperti

yang dijelskan bahwa Institusional theory suggests that institutions give order to social life

and influence the sensemaking and actions of social control (Campbell, 2004; Weick,

1995). Serta formal and informal rule, norms and cognitive schemas function through

normative, cognative and regulative institusional mechanisms to shape the social order

(Scoot, 2008). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin kuat lembaga maka keadaan

akan stabil, disisi lain kompleksitas kelembagaan akan memunculkan aktor untuk memulai

perubahan.

Terdapat dua perubahan konstitusional yaitu dengan jalur evolusioner dan terus

menurus, juga perubahan keseimbangan yang diskontinyu, dan radikal. Periodisasi waktu

pemerintahan tersebut akan menjelaskan bagaimana perubahan kelembagaan tersebut.

Selain itu tulisan ini juga memperhitungkan penigkatan penekanan peran aktor dalam

4

Page 5: Makalah Hubungan Industrial

penjelasan terbaru pada teori institusional (e.g Sahlin & Wedlin, 2008), hal tersebut untuk

menjelaskan studi mengenai makro dan mikro kelembagaan serta bagaimana peran

lembaga terhadap aktor atau sebaliknya mengenai peran aktor terhadap lembaga. Tulisan

ini mempertimbangkan peran yang diambil oleh aktor hubungan industri terkait di

Indonesia, serta bagaimana mereka menjalankan kekuatan dan pengaruh yang dimiliki

pada perubahan institusional dalam sistem hubungan industri, meskipun aksi-aksi tersebut

dapat dipahami apabila berada dalam batas pengaruh logika institusional.

Perubahan kelembagaan tersebut akan nampak pada di setiap periodiasi

pemerintahan yang ada di Indonesia.. Meskipun, perubahan yang dimaksudkan dan

dilaksanakan diberlakukan di setiap era serta karateristik lembaga dalam melestarikan

kelangsungan dan sekaligus membuka peluang bagi kelompok aktor untuk merangsang

setiap perubahan yang ada. Untuk melihat perubahan itu maka akan diklasifikasikan

perubahan kelembagaan pada hubungan industrial menjadi empat periode waktu, yaitu

orde lama dan orde baru, pasca orde baru, menjelaskan peran aktor yang terlibat pasca

orde baru, dan membahas mengenai isu-isu hubungan industri di Indonesia saat ini.

Review jurnal tersebut kemudian membuat penulis merefleksikan mengenai

hubungan industrial di Indonesia, serta kedudukan buruh sebagai kekuatan politik di

Indonesia. Selain menggunakan teori kelembagaan seperti pemaparan diatas juga akan

penulis masukkan teori strukturasi dari Anthony Giddines, teori ini akan memperlihatkan

bagaimana posisi buruh yang menjadi aktor sekaligus menjadi agen yang kemudian dapat

mempengaruhi struktur. Kemudian dari hal tersebut nantinya juga akan melakukan

pembabakan waktu untuk melihat bagaimana hubungan industri di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hubungan industrial?

2. Bagaimana prinsip hubungan industrial?

3. Bagaimana hubungan industrial di era orde lama dan orde baru?

4. Bagaimana pengaruh reformasi terhadap hubungan industrial?

5

Page 6: Makalah Hubungan Industrial

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hubungan Industrial

Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang tersangkut atau

berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan. Pihak yang

paling berkepentingan atas keberhasilan perusahaan dan berhubungan langsung sehari-hari

adalah pengusaha atau manajemen dan pekerja. Disamping itu masyarakat juga

mempunyai kepentingan, baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu barang dan jasa

kebutuhan perusahaan, maupun sebagai masyarakat konsumen atau pengguna hasil-hasil

perusahaan tersebut. Pemerintah juga mempunyai kepentingan langsung dan tidak

langsung atas pertumbuhan perusahaan, antara lain sebagai sumber penerimaan pajak. Jadi

hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan tersebut.

Dalam pengertian sempit, hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara

manajemen dan pekerja atau Management-Employees Relationship.

2.2 Prinsip Hubungan Industrial

Prinsip hubungan industrial didasarkan pada persamaan kepentingan semua unsur

atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. Dengan demikian, hubungan industrial

mengandung prinsip-prinsip berikut ini:

1. Pengusaha dan pekerja, demikian Pemerintah dan masyarakat pada umumnya,

sama-sama mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan

perusahaan.

2. Perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang.

3. Pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan masing-masing

mempunyai fungsi yang berbeda dalam pembagian kerja atau pembagian tugas.

4. Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan.

6

Page 7: Makalah Hubungan Industrial

5. Tujuan pembinaan hubungan industrial adalah menciptakan ketenangan berusahan

dan ketentraman bekerja supaya dengan demikian dapat meningkatkan

produktivitas perusahaan.

6. Peningkatan produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan

bersama, yaitu kesejahteraan pengusaha dan kesejahteraan pekerja.

2.3 Hubungan Industrial pada Masa Orde Lama dan Orde Baru

  Pada tahap awal masa orde lama (1945-1957) kebebasan tenaga kerja untuk

membentuk serikat kerja memang sangat diapresiasi oleh pemerintah kala itu. Hal tersebut

dikarenakan tujuan pemerintah yang ingin membuat iklim demokrasi dalam bernegara.

Masuknya Indonesia kedalam ILO (International Labor Organization) semakin

memberikan kesempatan bagi pengembangan buruh beserta kedudukan organisasinya.

Disisi lain diberinya ruang serikat pekerja, juga merupakan tujuan negara saat itu guna

memaksimalkan program-program nasionalisai terhadap perusahaan-perusahaan Belanda.

Tercatat pada masa itu sebanayak 1.501 organisasi buruh bermunculan pada kurun waktu

1945-1955.

Kebanyakan organisasi-organisasi buruh tersebut kemudian berafiliasi dengan

partai politik yang juga menjamur pada waktu itu, seperti catatan Vedi Hadiz “All the

major unions and union federations ware somehowassociated, if not affliated, to political

parties, and us to a large extent, served to further the interest of the latter, including the

important matter of  mobilising votes of during elections”. Dengan perkembangan ini

strategi serikat tidak hanya menuntut perbaikan syarat hidup layak serta perbaikan dalam

bidang sosial ekonomi. Strategi serikat pekerja cenderung menjurus dalam bidang politik

dan tindakan serikat pekerja semakin dipengaruhi onderbow-isme (Mufti, Muslim. 2013:

188).

Hal tersebut kemudian berdampak pada pertarungan kepentingan diantara serikat

buruh seperti contoh yang diberikan Uwiyono (2001) dan Hasibuan (1968) mencatat

bahwa organisasi buruh tersebut kemudian melakukan pemogokan guna memberikan

keuntungan bagi partai politiknya seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh

Indonesia) yang berafiliasi dengan PKI yang kemudian menjatuhkan kabinet Natsir, KBKI

7

Page 8: Makalah Hubungan Industrial

(Kesatuan Buruh Kerakyatan Indonesia) yang menuntut kenaikan upah dengan setengah

hari, apabila pengusaha tersebut memberikan sumbangan kepada PNI dan SARBUMUSI

(Serikat Buruh Muslimin Indonesia) tidak bekerja sama dengan serikat pekerja lainnya

yang ingin menuntut perkebunan negara yang dikelola oleh manajer dengan latar belakang

NU. Strategi gerakan buruh pada era orde lama semakin didasari kepentingan sektarian,

fragmentasi, dan diwarnai, pertentangan di antara halaun Komunis dan Non-Komunis,

sehingga beberapa pemimpin buruh pada tahun 1950-an dan 1960-an mengatakan bahwa

“The aim of improving the welfare workers often took second place to wider political

objective that were set by political parties” Tujuan meningkatkan kesejahteraan para

pekerja sering beralih menjadi tujuan politik yang lebih luas yang ditetapkan oleh partai-

partai politik (Mufti, Muslim. 2013: 188).

Namun pada masa akhir orde lama (1957-1965), Soekarno kala itu merubah sistem

pemerintahan yang bercorak Demokrasi Parlementer menjadi Demokrasi Terpimpin yang

juga dibarengi dengan peningkatan kontrol atas hubungan kerja. Adanya Undang-Undang

Nomor 86 tahun 1958 tentang status perubahan perusahaan asing yang telah

dinasionalisasi menjadi BUMN, membuat adanya konrol terhadap organisasi dengan

dibentuknya BKS-BUMIL (Badan Koordinasi Buruh dan Militer)  (Djumadi. 2005:25).

Undang-Undang Darurat Nomor 7 yang disahkan pada tahun 1963, melarang pemogokan

di industri vital (Uwiyono. 2001). Sejak saat itu jumlah pemogokan dan pekerja yang

terlibat terus-menurus menurun sepanjang waktu, dengan beberapa penyimpangan kecil

pada tahun-tahun tertentu, dan mencapai nol pada tahun 1962.

Berbeda dengan masa orde lama yang memberikan kebebasan bagi buruh untuk

terlibat langsung dalam proses politik, orde baru sangat mengkontrol ketat kebebasan

buruh. Hal tersebut terkait dengan kebijakan pemerintah yang melakukan pembangunan

dengan menjamin adanya stabilitas nasional, artinya disini pemerintah tidak menghendaki

adanya gangguan seperti pemogokan kerja dan protes buruh seperti yang dilakukan pada

masa orde lama. Stabilitas tersebut diciptakan untuk membuat keamanan jaminan kepada

investor asing yang masuk untuk menanam modal di Indonesia. Penciptaan stabilitas itu

kemudian juga didukung oleh militer yang digunakan rezim untuk mengawasi gerak dari

gerakan buruh.

8

Page 9: Makalah Hubungan Industrial

Sikap paternalistik pemerintahan orde baru terhadap hubungan industrial meliputi

penentuan tingkat Upah Minimum Regional (UMR), tingkat hak asasi para buruh/pekerja.

Pola paternalistik ini ditunjukkan oleh kebijakan Hubungan Industrial Pancasila (HIP)

yang dikumandangkan pada tahun 1974, yang menitikberatkan kemitraan antara buruh

dengan pengusaha (Shainad, Yusuf. 2000: 16). Kemudian saat itu pula FBSI yang

awalanya organisasi liberationist berubah menjadi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia) yang berbentuk unitaris (dengan 10 departemen) dan budaya dropping

(mengangkat orang yang dekat dengan rezim sebagai pimpinan SPSI) (Mufti, Muslim.

2013: 191). Divisi sektoral independen di bawah FBSI diubah menjadi bentuk departemen

pengorganisasian terpusat, di mana peran sentral serikat dipegang oleh personil dari partai

yang berkuasa, pada saat itu Golkar (Golongan Karya) dan juga diserap oleh personil

militer (La Botz. 2001).

Pada awal tahun 1990-an terdapat sebuah perubahan dalam gerakan untuk melawan

sebuah sistem hubungan industrial yang sangat membuat buruh tertekan. Perlawanan ini

dilakukan dengan cara melakukan sebuah konsolidasi dengan kelompok masyarakat lain

seperti kelompok mahasiswa. Aktivis mahasiswa di antaranya merupakan pemain utama

dalam hal ini, mereka mengembangkan kontra-logika terhadap logika institusional orde

baru dan pekerja pabrik berpendidikan dan terorganisir dan petani, meskipun mereka

beresiko terhadap tindakan represif, termasuk penyiksaan, dipenjara, atau dibunuh secara

misterius (La Botz. 2001). Perlawanan itu kemudian membuat terjadinya pemogokan kerja

oleh para buruh, gelombang pemogokan terbesar terjadi pada tahun 1996, pemogokan

mencapai puncaknya, yaitu 350 kasus pemogokan dengan 2.796.488 jam kerja yang hilang

(Mufti, Muslim. 2013: 191). Perlawanan buruh serta adanya kesatuan kekuatan kelompok

masyarakat lainnya kemudian membuat rezim orde baru tumbang pada tahun 1998, namun

ada juga anggapan yang mengatakan bahwa yang paling berperan menjatuhkan rezim orde

baru adalah kalangan mahasiswa.

2.4 Pengaruh Reformasi Terhadap Hubungan Industrial

Adanya gelombang demokratisasi yang terjadi pada era reformasi juga berdampak

pada pola hubungan industrial. Ada beberapa langkah kebijakan yang dilakukan

pemerintah untuk memberikan keterbukaan serta kebebasan bagi buruh untuk berserikat

9

Page 10: Makalah Hubungan Industrial

menurut (Mufti, Muslim 2013: 193): Pertama, langkah awal diprakarsai oleh

pemerintahan Habibie dengan meratifikasi Konvensi ILO No. 87  tentang Kebebasan

Berserikat dan Perlindungan Hak-Hak untuk Berorganisasi melalui Keputusan Presiden

No. 83 pada tanggal 5 Juni 1998. Pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, dikeluarkan

Undang-Undang No. 21 tahun 2000 yang menyatakan Serikat Pekerja (SP)/Serikat Buruh

(SB) atau Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan dapat dibentuk dengan minimalnya 10

anggota. Kedua, security approach terhadap hubungan industrial sangat dihilangkan pada

era reformasi, sebagaimana ditandai dengan dicabutnya dwifungsinya militer (TNI).

Kebebasan itu juga berdampak pada tuntutan buruh yang tidak pada hak-hak normatif saja.

Terdapat juga perubahan dalam kelembagaan dalam hubungan industrial pada era

reformasi. Pertama, munculnya kembali beberapa serikat buruh dan pengembangan sekutu

munculnya federasi (multiple) dan konfederasi (tiga) yang tidak ada di masa lalu. Seusai

dengan catatan Albert Oleona mencatat bahwa SPSI ditantang untuk berkompetisi secara

sehat dengan organisasi-organisasi buruh lainnya yang tumbuh secara kuantitatif demikian

banyaknya (ada 26 federasi dan lebih kurang 60 organisasi anggota) sebagai akibat

diratifikasinya Konvensi ILO No.87. Disisi lain ada perubahan kelembagaan tersebut juga

membuat peluang bagi buruh untuk terlibat langsung dalam politik praktis dengan

membentuk partai politik pada tahun 1999 dan 2004. Munculnya partai-partai buruh ini

membuat adanya fragmentasi ideologi dalam aktor-aktor buruh tersebut.

Perkembangan kelembagaan kedua berkaitan dengan pengenalan pengadilan tenaga

kerja sebagai mekanisme formal baru untuk menyelesaikan perselisihan buruh. Hal ini

merupakan saran dari ILO untuk mengatasi sengketa dalam masalah perburuhan dengan

cara pengadilan, yang umumnya lazim dilakukan di negara-negara lain. Sistem peradilam

ini telah menggantikan mekanisme non-yudisial dalam peran panitia khusus (Panitia

Penyelesain Perselisihan Perburuhan, P4, Komite Penyelesain Perselisihan Perburuhan),

yang terdiri dari perwakilan tripartit. Yang hal tersebut sudah dijalankan oleh Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2006. Dalam hal ini sedikiti demi sedikit mulai

mengurangi peranannya dalam hubungan industri antara pengusaha dengan buruh dan

dengan demikian telah memungkin adanya pertarungan kepentingan antara pengusaha dan

buruh dalam hubungan bipatrit.

10

Page 11: Makalah Hubungan Industrial

Disisi lain mulai mengurangnya peran negara terhadap hubungan industri tersebut

membuat terjadinya liberalisasi ekonomi. Hal tersebut kemudian mempunyai dampak

masalah terhadap hubungan industri. Pertama, diterapkannya kebijakan outsourching

dibawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri membuat sebuah kerugian karena peran

pengusaha lebih mengeksploitasi tenaga kerja secara berlebihan. Hal ini tentu berbeda

dengan jaman orde baru yang menerapkan upah tenaga kerja karena merupakan praktek

bisnis pengusaha dengan pemerintah. Sedangkan outsourching lebih kepada memberikan

kebebasan pada pengusaha untuk melakukan eksploitasi sebesar-besarnya terhadap buruh.

Masalah kedua, kemudian muncul ketika pemerintah dalam era reformasi yang

ingin menggenjot kembali roda perekonomian melakukan kebijakan privatisasi. Pengertian

privatisasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai “partisipasi swasta dalam kegiatan

ekonomi yang semula dikuasi oleh pemerintah, baik sebagian maupun semua”. Dampak

dari privatisasi perekonomian yang dilakukan pada era reformasi terutama pada

pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri itu berdampak pada pola hubungan

industrial yang terjadi. Privatisasi yang dilakukan terhadap penjualan PT Paiton Energy

Company dan PT Indonesian Satellite Coorporation Tbk. (Indosat). Hal tersebut kemudian

membuat serikat pekerja yang berada dalam dua perusahaan itu melakukan perlawanan

dengan melakukan gugatan atau legal action melalui pengadilan, akan tetapi cara itu tetap

tidak dapat memberikan perubahan.

11

Page 12: Makalah Hubungan Industrial

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perubahan kelembagaan yang terjadi pada tiap era pemerintahan juga memberikan

dampak bagi hubungan industrial yang ada di Indonesia. Hal ini terlihat dari logika

institusional yang ada di setiap era. Adanya perubahan paradigma pemikiran kemudian

membuat hubungan industrial berubah, terlebih perubahan itu juga mempengaruhi

tindakan buruh dalam hal ini. Buruh yang awalnya menuntut perubahan hal-hal yang

normatif seperti peningkatan hidup layak, kemudian berubah menjadi tuntutan yang

bersifat untuk mempengaruhi kebijakan perusahaan mengenai struktur organisasi. Adanya

organisasi buruh maupun serikat pekerja memberikan sebuah kesadaran bagi buruh dalam

hal sosial, politik, ekonomi, dan hukum. Terlebih lagi ketika masa reformasi itu kesadaran

buruh semakin tinggi dengan ikut terlibat langsung dalan politik praktis dengan

membentuk partai politik, hal ini kemudian memberikan sebuah pandangan bahwa buruh

dalam melakukan aksinya tidak hanya melakukan pemogokan tetapi juga menempuh cara

legal action.

Perubahan hubungan industrial yang terjadi di era reformasi juga masih

menyisakan sebuah permasalahan, hal ini terkait dengan adanya liberalisasi ekonomi yang

dilakukan pemerintah dengan melakukan sebuah kebijakan privatisasi serta adanya

kebijakan outsourching. Hal tersebut kemudian membuat buruh tereksploitasi meskipun

sudah ada kebebasan bagi buruh untuk membentuk sebuah organisasi atau serikat pekerja

yang independen tanpa adanya campur tangan dari pemerintah. Akan tetapi peran

pemerintah yang mulai menggeser ini juga tidak dikatakan benar karena pada esensi

negara harus menjamin kesejahteraan rakyatnya, terlebih lagi dalam masalah ini adalah

kelompok buruh.

12

Page 13: Makalah Hubungan Industrial

3.2 Saran

Menurut penulis perlu adanya kesinambangun antara pengusaha, buruh, dan

pemerintah dalam hal ini yang merupakan pemegang mandat dari rakyat harus berpihak

dengan rakyat yang pada kasus ini adalah buruh. Di sisi lain pemerintah juga harus

memberikan kenyamana bagi para pengusaha atau modal ini mengenai jaminan keamanan,

pemerintah kita harus mempunyai posisi tawar yang kuat. Disamping itu kebijakan

privatisasi dengan menjual sebagian saham atau keseluruhan saham bukan merupakan

sebuah jalan guna mendorong kemajuan ekonomi, hal yang harus dilakukan adalah

melakukan sebuah pembagian keuntungan yang jelas antara pemerintah dengan pengusaha

dengan pertimbangan pendapat dari buruh. Hal tersebut nantinya akan membentuk

perekonomian yang kuat serta adanya kelayakan tingkat kehidupan bagi para buruh. Serta

pada akhirnya akan membawa perbaikan tingkat perekonomian masyarakat dan

mengantarkan Indonesia ke jenjang kemakmuran yang lebih baik.

13

Page 14: Makalah Hubungan Industrial

Daftar Pustaka

Campbell, J.L. (2004). Institutional change and globalization. Pricenton, New Jersey,

Princeton University Press

Caraway, T.L. (2004). Protective Repression, International Pressure, and Institutional

design; Explaining Labor Reform in Indonesia. Studies in Comparative International

Development, 39(3): 28-49

Ford, M. (2003). NGO As Outside Intellectual; A History of Non-Governmental

Organisation’s Role In The Indonesian Labour Movement. Phd dissertation, School of

History and Politic,University of Wollongong

Ford, M. (2000a), Continuity and Change in Indonesian Labor Relations in the Habibie

Interregnum, Shoutheast Asian Journal of Sociel Science, 28 (2): 59-88

Muslim, Mufti (2013), Kekuatan Politik di Indonesia .Bandung, CV Pustaka Setia

Djumadi (2005), Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia. Jakarta, PT

RajaGrafindo Persada

14