Makalah HIV
-
Upload
mulkihakam21 -
Category
Documents
-
view
41 -
download
0
description
Transcript of Makalah HIV
MAKALAH HIV
Kelompok D4
Pembimbing :
Dr.Yanti
Allya Inayatul R 1310211003
Nabila Tiara S 1310211010
Okkie Sena 1110211032
Zenia Ladia 1310211043
Khairunnisa Adawiyah 1310211084
Annisa Nahlia 1310211199
Aulia Khairunnisa 1310211114
Mulki Hakam 1310211122
Akahfi Harifudin 1310211138
Gita Kristy Saraswati 1310211164
Sekar Putri Andini 1310211175
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL“VETERAN” JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah
dilimpahkan kepada kami tutorial D4selaku penyusun, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini kami lakukan untuk pembelajaran dan memenuhi standar
penilaian dan juga sebagai acuan belajar kami untuk ujian SOCA.Makalah ini berisi materi
mengenai Leukemia. Dalam proses penyusunan laporan ini kami telah memperoleh banyak
dorongan dan bantuan baik berupa bimbingan maupun berupa sumbangan materi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih
kepada yang terhormat dr. YantiHarjono H, MKM selaku pembimbing tutorial D4, serta
rekan-rekan lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritikdan saran yang bersifat membangun.
Kami berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
kami sendiri sebagai penyusun pada khususnya. Demikian pengantar yang dapat kami
sampaikan.Terimakasih.
Jakarta, Oktober2014
Tutorial D4
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak
negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada Negara yang terbebas dari HIV/AIDS.
HIV/AIDS menyebabkan krisis dalam berbagai krisis secara bersamaan, menyebabkan
krisis kesehatan, krisis pembangunan negara, krisis ekonomi, pendidikan dan juga krisis
kemanusiaan.
Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World Health Organization
(WHO). Dari penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh lebih dari
25 juta orang. HIV menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Pada tahun 2005 saja,
penderita AIDS lebih dari 570.000 adalah anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang
semakin pesat, perlu untuk kita mengetahui apa saja komplikasi neurologis yang dapat
terjadi.
Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita
HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi
disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit
keganasan.
Seseorang yang mengidap penyakit HIV tidak selalu terkena infeksi oportunistik.
Resiko infeksi ini dapat dicegah dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari
sumber kuman. Selain itu, dengan meminum obat yang dipergunakan untuk meningkatkan
imunitas mencegah terjadinya infeksi oportunistik ini. Cara terbak untuk mencegah IO
adalah adalah dengan penggunaan ART.
B. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi serangkaian tugas dari case
“Human Imunodefiency Virus”. Selain itu juga untuk menambah ilmu pengetahuan, dan
sebagai media untuk belajar bagi yang membacanya.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
B. BASIC SCIENCE
VIRUS HIV (HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS)
Termasukkedalam virus RNA
Famili Retrovirus - Lentivirus
SIFAT-SIFAT PENTING
- RNA
• Rantai tunggal
• Terdiri dari dua molekul polaritas negatif yang identik
VIRION
• Berselubung
• Simetri kapsid ikosahedral
• Virion tersusun atas tujuh jenis protein utama
• Diameter virion 80-130 nm
• Morfogenesis virus terdiri melalui proses budding di membran plasma
SIFAT-SIFAT UMUM
Virus RNA berinti tunggal
Berat molekul sebesar 6-10 x 106 Dalton
Besar partikel virus adalah 100 nm
Punya peplos atau selubung dengan nukleokapsid yang terbentuk ikosahedral
Punya enzim reverse transcriptase (RT), yaitu enzim polimerase DNA
SIFAT-SIFAT KHUSUS
Morfologi
- Membentuk tonjolan pada permukaan sel.
- Virion matang bentuknya hampir bulat
- Selubung luar atau kapsul viral, terdiri dari lemak lapis-ganda yang banyak
mengandung tonjolan protein.
- Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein : gp120 dan gp41. (gp=glikoprotein,
nomer=masa protein dalam ribuan dalton)
- Gp120 selubung permukaan eksternal duri Gp41 bagian trans membran
- Ada protein matriks p17 mengelilingi segmen bagian dalam membran virus
- Inti di keliling oleh p24
- Di dalam kapsid p24 terdapat dua untai RNA identik dan molekul preformed reverse
transcriptase, integrase, dan protease yang sudah terbentuk.
Densitas
1,16-1,17 dalam gradien sukrosa
Struktur anti genik
Ada HIV-I DAN HIV-II yang mempunyai persamaan spesifik terhadap limfosit T4
Asam nukleat
Mempunyai RNA yang terdiri dari dua subunit identik (9200 pasang basa) dengan tiga
gen utama (gag, pol, dan env) serta beberapa gen tambahan (LTR, tat, rev, vif, vpr, vpu,
dan nef)
MEKANISME INFEKSI
IMUNOLOGI DASAR
Pendahuluan
Imunologi (imun: kebal dan logos: ilmu)
: ilmu yang mempelajari kekebalan tubuh.
Imunitas
: perlindungan dari penyakit, khususnya penyakit infeksi.
Sistem imun
: Sel-sel dan molekul yang terlibat dalam perlindungan
Respon imun
: respon untuk menyambut agen asing (antigen), misalnya virus.
Beberapa agen asing seperti allergen dapat menyebabkan penyakit sebagai
konsekuensi akibat menginduksi respon imun.
Klasifikasi:
-pengenalan self dan non-self.
-imunitas umum dan spesifik = alamiah dan adaptif = bawaan dan didapat, -imunitas
seluler dan humoral
Komponen Darah
- ERITROSIT (SEL DARAH MERAH): 5.0x106/mm3
- TROMBOSIT (PLATELET) : 2.5x105/mm3
- LEKOSIT (SEL DARAH PUTIH) : 7.3x103/mm3
- GRANULOSIT: -NETROFIL : 50-70%
-EOSINOFIL : 20-40%
-BASOFIL : 1-6%
- AGRANULOSIT : -LIMFOSIT : 1-3%
-MONOSIT : <1%
SISTEM IMUN
BARRIER ANATOMI
Faktor Mekanis
DIDAPATBAWAANIMUNITAS
BARIER ANATOMI BARIER SELULERBARIER
HUMORAL
Biologis
Mekanis
Kimiawi
Komplemen
Laktoferin&Transferin
Interferon
Lisozim
Interleukin
Neutrofil
Makrofag
Sel NK & LAK
Eosinofil
Contoh:
• Jaringan epitel (kulit dan mukosa) sangat impermeabel terhadap agen-agen infeksi,
kecuali jika terjadi kerusakan, misalnya terluka. Desquamasi kulit melepaskan
bakteri dan agen lainnya.
• Gerakan:silia, batuk dan bersin
• Aliran:air mata, saliva dan urin
• Mukus: pada saluran pencernaan dan pernafasan
• Peristaltik: membebaskan saluran pencernaan dari mikroorganisme
Faktor Kimiawi
Contoh:
• Sekresi lambung, sekresi vaginal dan keringat bersifat asam (pH<7)
menghambat pertumbuhan bakteri
• Enzim-enzim perncerna protein dapat membunuh beberapa patogen
• Folikel rambutsebum dengan kandungan asam laktat dan asam lemak yang
dapat menghambat bakteri patogenik dan jamur.
• Lisozim dan fosfolipase pada saliva, air mata, sekresi hidung, dan perspirasi :enzim
yang merusak dinding sel bakteri Gram positif sehingga sel mengalami lisis.
• Surfaktan pada paru beraksi sebagai opsonin yang memicu fagositosis partikel oleh
sel-sel fagosit
Faktor Biologis
Contoh:
Flora normal (mayoritas bakteri) pada kulit dan saluran pencernaan mencegah kolonisasi
bakteri patogenik dengan mengeluarkan substansi toksik atau dengan bersaing
mendapatkan nutrien.
Flora normal menciptakan kesesuaian ekologis dalam tubuh, dan menghasilkan
baktoriosidin, defensin, protein kationik dan laktoferin yang merusak bakteri lain.
BARRIER HUMORAL
Sistem Komplemen
• Mekanisme pertahanan non spesifik humoral utama
• Terdiri atas >20 protein, yang dapat diaktifkan untuk merusak bakteri.
• Sekali komplemen diaktifkan maka dapat memicu peningkatan permeabilitas
vaskuler, rekrutmen fagosit serta lisis dan opsonisasi bakteri.
• Menyelubungi mikroba dengan molekul-molekul yang membuatnya lebih mudah
ditelan oleh fagosit.
• Mediator permeabilitas vaskuler meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga dapat
menambah aliran plasma dan komplemen ke lokasi infeksi, juga mendorong
marginasi (fagosit menempel di dinding kapiler). Sekali fagosit bekerja, mereka akan
mati. Sel-sel mati ini bersama jaringan rusak dan air membentuk pus
• Sistem Komplemen
Sistem Koagulasi
Produk sistem koagulasi:
• mampu meningkatkan permeabilitas vaskuler
• agen kemotaksis untuk sel-sel fagositik.
• anti mikrobial langsung, misalnya beta-lisin (protein yang dihasilkan oleh trombosit
selama koagulasi)
• menyebabkan lisis beberapa bakteri Gram positif dengan aksi sebagai detergen
kationik.
Laktoferin dan Transferin
Karena mengikat besi, laktoferin dan transferin membatasi pertumbuhan bakteri (kedua
jenis protein ini merupakan nutrien esensial bagi bakteri).
Lisozim
Lisozimmerusak dinding sel bakteri
Interferon
Interferon adalah protein yang dapat membatasi replikasi virus di dalam sel
BARRIER SELULER
Netrofil
• Merupakan sel pertama yg dikerahkan ke tempat bakteri masuk dan berkembang.
• Biasanya hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 7-10 jam sblmberigrasi ke
jaringan.
• Lisosom ada hidrolase asm, mieloperoksidase, dan lisozim+laktoferin
Monosit
• Merupakan sel fagosit yg didistribusikan secara luas sekali di organ limfoid atau
organ lainnya.
• Monosit memiliki beberapa fungsi:
- Fagositosis/bakterisidal
- Aktivasi vaskuler sel epitel
- Antiviral
- Anti-tumor
- Presentasi limfosit dan aktivasi limfosit
- Produksi komponen komplemen
- Modelling dan perbaikan jaringan
Makrofag
-Merupakan monosit yang terus hidup dalam jaringan lalu kemudian menetap
-Berbentuk khusus yang bergantung dari jaringan yg ditempati, dan dinamakan sesuai dgn
lokasi jaringan:
- usus:makrofag intestial
- kulit: sel dendritik atau sel Langerhans
- paru: makrofag alveolar(sel Langhans)
- jaringan ikat: histiosit
- hati: sel Kuppfer
- ginjal; sel mesangial
- otak: sel mikroglia
- tulang: osteoklas
Eusinofil
• Juga bisa sebagai agen fagositik
• Mengandung granul (MBP, ECP, EDN, EPO) bersifat toksismenghancurkan sel
sasaran
• Eosinofil memiliki protein di dalam granula sel yang efektif untuk membunuh parasit-
parasit tertentu.
• Fungsi lain: memakan kompleks antigen-antibodi
Basofil
• Mrpkn agen granulosit paling sdiki ditemukan di dalam tubuh (<0,5%)
• Granul2nya mengandung histamin, heparin, leukotrien, dan ECF.
• Degranulasinya dipacu oleh peningkatan IgE
Sel NK
• Sel NK merupakan limfosit granular besar yg membunuh sel sasaran melalui ADCC
atau lisis yang menggunakan mekanisme melalui Fas atau perforin
SISTEM IMUN DIDAPAT
Sel T
Sel T killer
Sel T Helper
Sel T
Memori
SEL T SEL B
Sel B Plasma
Sel B
Memori
IMUNITAS
DIDAPAT
Ada beberapa macam sel T:
• Sitotoksik atau Sel T Killer (CD8+) :
mengeluarkan limfotoksin yang menyebabkan lisis sel.
• Sel T Helper (CD4+) :
pengelola, mengarahkan respon imun.
mengeluarkan limfokin yang merangsang sel T Killer dan sel B untuk tumbuh dan
membelah diri,
memicu netrofil,
memicu makrofag untuk menelan dan merusak mikroba.
• Sel T Supressor:
menghambat produksi sel T Killer jika tak dibutuhkan lagi.
• Sel T Memory:
mengenal dan merespon patogen
Sel B
• Sel B : limfosit yang memainkan peran penting pada respon imun humoral yang
berbalik pada imunitas selular yang diperintah oleh Sel T.
• Fungsi utama sel B adalah untuk membuat antibodi. Sel B adalah komponen sistem
kekebalan tiruan.
KELAS KELAS IMUNNOGLOBULIN
• IgG proporsi 76%
• IgM proporsi 8%
• IgA proporsi 15%
• IgD proporsi 1%
• IgE proporsi 0,002%
IgG
• Rantai berat gamma
• 4 subkelasIgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4.
• Terbanyak pada serum, terbanyak pada daerah ekstravaskuler
• Transfer plasentalSatu-satunya Ig yang dapat menembus barier plasenta menuju
janin dan memberikan imunitas pada masa-masa awal kehidupan bayi.
• Mengikat komplemen.
• Berikatan dengan sel (makrofag, monosit, netrofil dan beberapa limfosit memiliki Fc
reseptor yang berikatan dengan regio Fc pada IgG). Sel yang terikat IgG lebih
mengenal antigen. Ig menyiapkan antigen agar mudah ditelan oleh fagosit. Opsonin
IgM
• Rantai berat Mu
• Imunoglobulin terbanyak ketiga dalam serum
• Igpertama dibuat oleh fetus. (Ig pertama dibuat oleh sel B virgin saat distimulasi oleh
antigen).
• Pengikat komplemen terbaikberstruktur pentamer. Maka IgM sangat efisien untuk
melisiskan mikroorganisme
• Fungsi aglutinasi terbaik karena berstruktur pentamer. Oleh karena itu IgM sangat
membantu untuk menggumpalkan mikroorganisme untuk dikeluarkan
• Berikatan dengan beberapa sel
• Merupakan Ig pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen.
IgA
• Rantai berat alfa
• 2 subkelasIgA1 dan IgA2.
• Ig terbanyak kedua dalam serum
• Ig terbanyak pada sekresi (air mata, saliva, kolostrum, mukus). IgA penting untuk
imunitas lokal.
• Tidak mengikat komplemen
• Berikatan dengan beberapa sel (netrofil dan limfosit)
IgD
• Rantai berat delta.
• berjumlah sedikit dalam serum
• Secara primer IgD ditemukan pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen.
• Tidak mengikat komplemen
IgE
• Rantai berat epsilon.
• Paling sedikit terdapat dalam serum.
• Terikat sangat kuat dengan Fc reseptor basofil dan mast cell sebelum berinteraksi
dengan antigen.
• Terlibat dalam reaksi alergi (akibat terikat kuat dengan basofil dan mast cell).
Pengikatan alergen ke IgE pada sel menimbulkan pelepasan berbagai mediator yang
mengakibatkan gejala alergi.
• Melawan parasit cacing. Eosinofil berikatan dengan IgE kemudian menyelubungi
cacing lalu membunuhnya.
• Tidak mengikat komplemen
KONSEP IMUNODEFISIENSI
GAMBARAN UMUM DEFISIENSI IMUN
Definisi imun –curiga bila :
–↑kerentanan terhadap infeksi rekuren, kronis dgn ciri- ciri :
•Sebab tidak biasa (oportunistik)
•Flora normal
•Mikroba lingkungan biasa
–Respon buruk terhadap terapi antibiotik ppp
•Manifestasi lain berupa :
– Diare kronis
–Hepato –splenomegali
–Autoantibodi atau penyakit autoimun
•Defisiensi imun :
a.Primer, dengan dasar genetik, relatif jarang
b.Sekunder, lebih sering, ditimbulkan oleh berbagai faktor sesudah lahir
•Tersering mengenai : (peny yg menyertai)
a.Sel limfosit B : infeksi bakteri rekuren spt otitis media, pneumonia rekuren
b.Sel limfosit T : kerentanan meningkat thd virus, jamur dan protozoa
c.Fagosit : infeksi sistemik oleh bakteri yg dalam keadaan biasa mempunyai virulensi
rendah, infeksi bakteri piogenik
d.Komplemen : infeksi bakteri, autoimunitas
1. Defisiensi komplemen
•Komponen komplemen diperlukan untuk ppp membunuh kuman, opsonisasi,
kemotaksis, pencegahan penyakit autoimun dan eliminasi kompleks antigen antibodi
•Defisiensi komplemen dapat menimbulkan berbagai akibat spt infeksi bakteri yg rekuren
dan peningkatan sensitivitas thd penyakit autoimun
•Kebanyakan defisiensi komplemen adalah herediter
•Konsekuensi defisiensi komplemen tergantung dari komponen yg kurang
a. Defisiensi komplemen kongenital
1. Defisiensi inhibitor esterase C1 (C1 INH ( deficiency)
•->angioedem herediter : edem lokal sementara seringkali
•Menimbulkan aktivitas C1 tdk dapat dikontrol dan produksi kinin yg meningkatkan
permeabilitas kapiler
•C2a dan C4a juga dilepas yg merangsang sel mast melepas histamin di daerah dekat
trauma yg berperan pada edem lokal
•Kulit, saluran cerna dan nafas dapat terkena dan menimbulkan edem laring yg fatal
2. Defisiensi C2 dan C4
•Penyakit serupa LES, disebabkan kegagalan eliminasi kompleks imun yg komplemen
dependen
3. Defisiensi C3
•Reaksi berat yg fatal terutama yg berhubungan dgn infeksi piogenik spt streptokok dan
stafilokok
4. Defisiensi C5
•Kerentanan thd infeksi bakteri yg berhubungan dgn gangguan kemotaksis
5. Defisiensi C6, C7, C8
•Kerentanan thd septikemi meningokok dan pg gonokok
•infeksi neseria, sepsis, artritis dan ↑ DIC
b. Defisiensi komplemen fisiologik
•Ditemukan pada neonatus : kadar C3, C5 dan faktor B masih rendah
c. Defisiensi komplemen didapat
•Disebabkan oleh depresi sintesis
• Misalnya pada sirosis hati dan malnutrisi protein / kalori
•Meningkat resiko infeksi salmonela dan pneumokok
i.Defisiensi Clqrs
•Terjadi bersamaan dgn penyakit autoimun (LES)
•Sangat rentan thd infeksi bakteri
ii.Defisiensi C4
• Ditemukan pd beberapa penderita LES
iii.Defisiensi C2
•Paling sering terjadi
•Terdapat pd penderita LES
iv.Defisiensi C3
• Infeksi bakteri rekuren
•Pada beberapa penderita disertai dgn glomerulonefritik kronik
v.Defisiensi C5-8
•Kerentanan yg meningkat thd infeksi terutama Nesseria
vi.Defisiensi C9
•Sangat jarang
•Tidak menunjukkan infeksi rekuren, mungkin karena lisis masih dapat terjadi walau
pengaruh C8 tanpa C9 meskipun perlahan-lahan
2. Defisiensi interferon dan lisozim
a.Defisiensi interferon kongenital
•Dapat menimbulkan infeksi mononukleosis ygfatal yg fatal
b.Defisiensi interferon dan lisozim didapat
Dapat ditemukan pada malnutrisi protein / kalori
3. Defisiensi sel NK
a.Defisiensi kongenital
•Telah dilaporkan pada penderita dengan) osteoporosis (defek osteoklas dan monosit)
•Kadar IgG, IgA dan kekerapan autoantibodi biasanya meningkat
b.Defisiensi didapat
•Terjadi akibat imunosupresi atau radiasi
4. Defisiensi sistem fagosit
• Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme dengan atau tanpa bantuankomplemen
bantuan komplemen
•Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang
•Resiko infeksi meningkat bila jumlah fitt500/3 fagosit turun smp < 500 /mm3
•Defisiensi ditekankan terhadap sel PMN
a. Defisiensi kuantitatif
•Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan :
–Penurunan produksi
•Depresan sumsum tulang (kemoterapi)
•Leukemia
•Kondisi genetik (defek perkembangan sel progenitor) progenitor)
–Peningkatan destruksi
•Fenomena autoimun akibat pemberian obat (quinidine, oksasiklin)
•Hi persplenisme dng ciri fungsi destruksi limpa berlebihan
b. Defisiensi kualitatif
•Dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, menelan / memakan dan membunuh
mikroba intraseluler
i. Chronic granulomatous disease
•Ditemukan defek neutropil dan ketidak mampuan membentuk peroksid hidrogen atau
metabolit oksigen toksik lainnya
•Infeksi rekuren berbagai mikroba, baik negatif gram maupun positif gram
• Penyakit linked resesif
ii. Defisiensi glucosa-6-phosphate dehydrogenase
• Akibat defisiensi generasi nicotinamide adenine dinucletide phosphate dehydrogenase
(NADPH) •Tidak dibentuk peroksidase yg diperlukan untuk membunuh kuman
intraseluler
•Kerentanan yg tinggi terhadap kuman yg biasanya mempunyai virulensi rendah
iii. Defisiensi mieloperoksidase
•Peroksidase ditemukan dalam granul sitoplasma (neutrofil) dan dilepas ke fagosom
melalui proses degranulasi yg diikuti dgn fagositosis
• Proses ini terganggu
•Ditemukan infeksi mikroba rekuren terutama kandida albicans dan S. aureus
iv. Sindroma Chediak-Higashi
• Neutrofil mengandung lisosom besar abnormal yg dapat bersatu dgn fagosom, ttp
terganggu,sehingga dlm kemampuan melepas isinya, sehingga proses menelan dan
menghancurkan mikroba terlambat •Ditandai dgn infeksi rekuren, piogenik, terutama
streptokok dan stafilokok
v. Sindroma Job
•Kemotaksis neutrofil terganggu
•Berupa pilek berulang, abses stafilokok, eksim kronis dan otitis media osdaottseda
vi. Sindroma Leukosit malas (lazy leucocyte)
•Jumlah neutrofil menurun, respons kemotaksis dan respon inflamasi terganggu
•Rentan terhadap infeksi mikoba berat
vii. Defisiensi adhesi leukosit
•Leukosit menunjukkan defek adhesi dgn jg permukaan endotel dan antar leukosit,
kemotaksis dan aktivitas fagositosis yg buruk
•Infeksi bakteri dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka
B. Defisiensi imun spesifik
• Gangguan dalam sistem imun spesifik dpt terjadi kongenital, fisiologik dan didapat
1. Defisiensi kongenital atau primer
->sangat jarang terjadi
a. defisiensi imun primer sel B
– Dapat berupa gangguan perkembangan sel B
->Tidak ada semua Ig atau satu kelas atau subkelas Ig
i . X-linked hypogama globulinemia
•Tidak adanya Ig dari semua kelas
•Pre-sel B yg ada dalam kadar normal tidak dapat berkembang menjadi sel B yg matang
•Bayi laki-laki usia 5-6 bulan mulai infeksi bakteri berulang
ii. Hipogammaglobulinemia yg sementara
– Kadang-kadang bayi tidak mampu memproduksi IgG dengan cukup meskipun kadar
IgM dan IgA normal
–Karena sel T belum matang
–Pada bayi (6-7 bulan) dan membaik sendiri pd usia 16-30 bulan
iii. Common variable hypogammaglobulinemia
–Mengandung sel B tetapi tidak mampu berkembang jadi sel plasma yg memproduksi Ig
–Penyakit dapat timbul setiap saat (biasanya usia 15- 35tahun) 35 tahun)
–Peningkatan kerentanan terhadap infeksi kuman piogenik
iv. Defisiensi imunoglobulin yg selektif (disgamma-globulinemia)
–Penurunan kadar satu atau lebih Ig sedang yg lain normal atau meningkat
–Defisiensi IgA selektif (sering ditemukan)
->infeksi sino-pulmoner dan gastrointestinal rekuren yg disebabkan virus atau bakteri
– Defisiensi IgM atau IgG selektif ->jarang ditemukan
b. Defisiensi imun primer sel T
•Sangat rentan terhadap infeksi virus, jamur dan protozoa
•Dpt juga menyebabkan gangguan produksi Ig
i. Aplasia timus kongenital (sindroma di George)
– Disebabkan defek dalam perkembangan embrio, baik kelenjar timus maupun kelenjar
paratiroid terkena
–Sel T tidak ada / sedikit dalam darah, kelenjar getah bening dan limpa
ii. Kandidiasis mukokutan kronik
–Kemampuan sel T yg kurang untuk memproduksi MIF dalam respons terhadap antigen /
kandida –Infeksi jamur bisa non patogenik seperti kandida albicans pd kulit dan
selaput lendir
c. Defisiensi kombinasi sel B dan sel T yg berat
i. Severe combined immunodeficiency disease
–Merupakan penyakit akibat gangguan sel T dan sel B (lifiti) (limfositopenia)
–Rentan thd infeksi virus, bakteri, jamur dan protozoa terutama CMV, pneumonitis karini
dan kandida
ii. Sindroma Nezelof
–Imunitas sel T nampak jelas menurun
–Defisiensi sel B variabel dan disgammaglobulinemia
–Respon antibodi terhadap antigen spesifik biasanya rendah atau tidak ada
– Rentan terhadap infeksi rekuren berbagai mikroba
iii. Sindroma Wiskott-Aldrich
–IgM serum rendah, kadar IgG normal sedang IgA dan IgE meningkat
–Jumlah sel B normal, tidak memberikan respon thd antigen polisakarida untuk
memproduksi antibodi
–Mengenai usia muda dgn gejala trombositopenia, eksim dan infeksi rekuren
iv. Ataksia telangiektasi
–Penyakit autosomal resesif mengenai syaraf, endokrin dan sistem vaskuler
–Ciri klinisnya berupa gerakan otot yg tidak terkoordinasi dan dilatasi pembuluh darah
kecil terlihat di sklera mata, limfopenia, penurunan IgA, IgE dan kadang-kadang IgG
v. Defisiensi adenosin deaminase
–Meningkatnya kadar bahan toksik berupa ATP dan deoxyATP dalam sel limfoid
2. Defisiensi imun spesifik fisiologik
a. kehamilan
–Terjadi peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yg dibentuk
trofoblast
–Defisiensi imun selular dapat diturunkan pada kehamilan
b. usia
i. Usia tahun pertama
–Sistem imun balita masih belum matang
–Pada non radang, sel T semua, sel naif dan tidak memberi respons yg adekuat thd
antigen
–Antibodi janin disintesis pada awal minggu ke 20 tetapi kadar IgG dewasa baru dicapai
pd usia 5 thn
ii. Usia lanjut
–Atrofi timus dgn fungsi yg menurun. Jumlah sel T naif dan kualitas respon sel T
menurun
–Imunitas humoral menurun ->perubahan: kualitas respons antibodi mengenai :
spesifisitas antibodi di autoantigen asing, isotype antibodi dari IgG dan IgM, dan
afinitas antibodi dari tinggi menjadi rendah
3. Defisiensi imun didapat atau sekunder
a. malnutrisi
–Malnutrisi protein / kalori ->atrofi timus dan jaringan limfoid sekunder, depresi respons
sel T thd antigen dan sel alogenik, pengurangan sekresi limfokin, gangguan respons
thd uji kulit hipersentivitas tipe lambat lambat
b. infeksi
–Infeksi virus, bakteri dapat menekan sistem imun
–Malaria dan rubela kongenital ->defisiensi antibodi g
–Kehilangan imunitas seluler terjadi pd penyakit campak, mononukleosis, hepatitis virus,
sifilis, bruselosis,lepra, tuberkulosis milier dan parasit
c. obat, trauma, tindakan kateterisasi
d. penyinaran
–Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfosit
– Dosis rendah menekan aktivitas sel Ts
e. penyakit berat
–Menyerang jaringan limfoid : penyakit Hodgkin, mieloma multiple, leukemia,
limfosarkoma
–Uremia menekan sistem imun
– GGK dan diabetes ->defek fagosit sekunder
f. kehilangan imunoglobulin – Pada nefrotik sindrom, diare, luka bakar
g. stress
h. agamma globulinemia dengan timoma
INFEKSI OPORTUNISTIK
Definisi
Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi oleh organisme yang biasanya tidak menyebabkan
penyakit tetapi pada keadaan tertentu (misal: gangguan sistem imun) menjadi patogenik.
Dalam tubuh kita membawa banyak organisme seperti bakteri, parasit, jamur, dan virus.
Sistem kekebalan yang sehat mampu mengendalikan kuman ini. Tetapi bila sistem kekebalan
dilemahkan oleh penyakit HIV atau obat tertentu, kuman ini mungkin tidak terkendali lagi
dan menyebabkan masalah kesehatan.
Infeksi oportunistik HIV yang paling sering
Hampir semua penyakit dapat menjadi IO pada penderita HIV jika sistem imun mulai
lemah. Berikut ini adalah IO pada HIV yang paling sering.
a. Kandidosis: infeksi jamur pada mulut, tenggorokkan atau vagina
b. CMV (Cytomegalo Virus): infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata yang dapat
menimbulkan kebutaan
c. Herpes Simpleks Virus (HSV): menyebabkan herpes pada mulut dan kelamin.
d. Malaria
e. Mycobacterium Avium Complex (MAC): infeksi bakteri yang dapat menyebabkan
demam berulang, seluruh badan terasa tidak enak, masalah pencernaan, dan
kehilangan berat badan yang berlebihan
f. Pneumocytis Carinii Pneumonia: infeksi jamur yang dapat menyebabkan pneumonia
(radang paru) yang gawat.
g. Toksoplasmosis: infeksi protozoa yang menyerang otak
h. Tuberculosis: infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat menyebabkan
meningitis.
KANDIDOSIS ORAL
Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik di rongga mulut yang disebabkan oleh
pertumbuhan abnormal dari jamur Kandida albikan. Kandida albikan ini sebenarnya
merupakan flora normal rongga mulut, namun berbagai faktor seperti penurunan sistem
kekebalan tubuh maupun pengobatan kanker dengan kemoterapi, dapat menyebabkan flora
normal tersebut menjadi patogen.
Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan lingkungan dan interaksi
organisme dengan jaringan pada host. Adapun kandidiasis oral dikelompokkan atas tiga,
yaitu :.
1. Akut, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut
Kandidiasis pseudomembranosus akut yang disebut juga sebagai thrush, pertama
sekali dijelaskan kandidiasis ini tampak sebagai plak mukosa yang putih, difus,
bergumpal atau seperti beludru, terdiri dari sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa
jamur, dapat dihapus meninggalkan permukaan merah dan kasar. Pada umumnya
dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Penderita kandidiasis ini dapat
mengeluhkan rasa terbakar pada mulut. Kandidiasis seperti ini sering diderita oleh
pasien dengan sistem imun rendah, seperti HIV/AIDS, pada pasien yang
mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima kemoterapi. Diagnosa dapat ditentukan
dengan pemeriksaan klinis, kultur jamur, atau pemeriksaan
mikroskopis secara langsung dari kerokan jaringan.
b. Kandidiasis Atropik Akut
Kandidiasis jenis ini membuat daerah permukaan mukosa oral mengelupas dan
tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang rata. Infeksi ini terjadi karena
pemakaian antibiotik spektrum luas, terutama Tetrasiklin, yang mana obat tersebut
dapat mengganggu keseimbangan ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dan
Kandida albikan. Antibiotik yang dikonsumsi oleh pasien mengurangi populasi
Lactobacillus dan kemungkinkan Kandida tumbuh subur. Pasien yang menderita
Kandidiasis ini akan mengeluhkan sakit seperti terbakar.
2. Kronik
a. Kandidiasis Atropik Kronik
Disebut juga “denture stomatitis” atau “alergi gigi tiruan”. Mukosa palatum maupun
mandibula yang tertutup basis gigi tiruan akan menjadi merah, kondisi ini
dikategorikan sebagai bentuk dari infeksi Kandida. Kandidiasis ini hampir 60%
diderita oleh pemakai gigi tiruan terutama pada wanita tua yang sering memakai gigi
tiruan selagi tidur
b. Median Rhomboid Glositis
Median Rhomboid Glositis adalah daerah simetris kronis di anterior lidah ke papila
sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga anterior dan sepertiga posterior lidah.
Gejala penyakit ini asimptomatis dengan daerah tidak berpapila
3. Keilitis Angularis
Keilitis angularis merupakan infeksi Kandida albikan pada sudut mulut, dapat
bilateral maupun unilateral. Sudut mulut yang terkena infeksi tampak merah dan
pecah-pecah, dan terasa sakit ketika membuka mulut. Keilitis angularis ini dapat
terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 dan anemia defisiensi besi.
Gambaran Klinis:
- Oral thrush: putih, adherent, painless, berdarah saat dicabut
- Esophageal kandidiasis: nyeri substernal, perasaan ada yang menghalangi dan
membengkak.
Diagnosis
Menemukan pseudohifa pada kultur rongga mulut dengan pemberian KOH 10%
Pengobatan:
- Oral thrush: clotrimazole 10 mg tablet hisap atau nistatin
- Esophageal candidiasis: fluconazole (100-200mg/dL) atau itraconazole
(200mg/dl), caspofungin, micafungin, amfotericin B (sebagai alternatif)
ENSEFALITIS SITOMEGALOVIRUS
Etiologi dan Penularan
Sitomegalovirus merupakan virus DNA yang tergolong famili herpetoviridae. CMV
merupakan patogen opportunistik. Resiko CMV tertinggi adalah pada saat jumlah CD4 di
bawah 50/mcl. Manusia adalah satu-satunya inang yang diketahui untuk cytomegalovirus.
Penularan memerlukan kontak langsung dari orang ke orang. Virus mungkin dikeluarkan
dalam urin, air liur, air susu, dan sekresi servikal dan dibawa dalam sel darah putih yang
bersirkulasi. Penyebaran secara oral dan pernapasan kemungkinan merupakan jalur utama
penularan sitomegalovirus. Virus ini dapat menyebar melalui placenta, melalui transfusi
darah, melalui transplantasi organ, dan melalui kontak seksual.
Tanda dan Gejala
Demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat yang menimbulkan
kejang, kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal. Gejala yang timbul pada
sistem saraf tepi termasuk lemas pada lengan dan kaki, masalah pendengaran dan
keseimbangan, tingkat mental yang berubah, demensia, neuropati perifer, koma dan penyakit
retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Infeksi CMV pada urat saraf tulang belakang
dan saraf dapat mengakibatkan lemahnya tungkai bagian bawah dan beberapa paralisis,
nyeri bagian bawah yang berat dan kehilangan fungsi kandung kemih. Infeksi ini juga dapat
menyebabkan pneumonia dan penyakit lambung-usus.
Diagnosis
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis
ensefalitis CMV :
1. Pungsi Lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal
Hasil pemeriksaan cairan menunjukkan cairan yang jernih, tekanannya tinggi, banyak
mengandung sel darah putih dan protein, kadar gulanya normal.
2. Elektroensefalografi (EEG)
Hasil EEG yang abnormal, kemungkinan adalah suatu ensefalitis, tetapi hasil EEG yang
normal tidak bisa menyingkirkan diagnosis ensefalitis.
3. CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI dikerjakan untuk memastikan bahwa penyebab dari timbulnya gejala
bukan karena abscess otak, stroke, atau kelainan struktural (tumor, hematoma, aneurisma)
Jika diduga suatu ensefalitis, CT Scan / MRI ini dikerjakan sebelum pungsi lumbal untuk
mengetahui adanya peningkatan intrakranial.
4. Biopsi otak
5. Pemeriksaan darah : Pemeriksaan serologis untuk mengukur kadar antibodi terhadap virus.
Plain CT Scan - HIV encephalitis.
Bilateral and symmetric diffuse hypodensity in the periventricular white matter
without any mass effect.
Penatalaksanaan
Pengobatan ensefalitis sitomegalovirus pada pasien dengan AIDS membutuhkan obat
khusus terhadap CMV dan pemulihan fungsi kekebalan melalui penggunaan terapi anti
retroviral (ART). Untuk virus CMV nya dapat diberikan asiklovir (5mg/kgBB 2 kali sehari
parenteral selama 14-21 hari, selanjutnya 5mg/kgBB sekali sehari dianjurkan sampai
CD4>100 sel/ml). Sedangkan pengobatan kausatif dapat diberikan diazepam 10-20 mg iv
untuk mengatasi kejang, dan dapat pula diberikan manitol 20% untuk anti udem serebri.
ENSEFALITIS TOKSOPLASMA (TOKSOPLASMOSIS OTAK)
Etiologi dan Penularan
Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung dan
hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang
pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan,
ia menetap di sana; tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit
tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang
mentah yang mengandung oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang
terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dpat terjadi transmisi
lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu
yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang
rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan mengakibatkan timbulnya
infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.
Tanda dan Gejala
Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon terhadap
pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat,
masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan
kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi.
Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis
fokal dan terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini
hampir selalu merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada penderita-
penderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala
fokalnya cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan
penurunan kesadaran.
Diagnosis
Pemeriksaan Serologi
Didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat dilakukan
dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah
terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi
protein
Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR)
Mendeteksi DNA T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis
yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti
terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah
infeksi akut.
CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple disertai dan
biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai
edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul
dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.
Biopsi otak
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak
Penatalaksanaan
Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat
ini dapat melalui sawar-darah otak. Toxoplasma gondii membutuhkan vitamin B untuk
hidup. Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin
menghambat penggunaannya. Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g
sulfadiazin per hari. Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat
mengakibatkan anemia. Orang dengan toksoplasmosis biasanya memakai kalsium folinat
(semacam vitamin B) untuk mencegah anemia.
Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap toksoplasmosis. Lebih dari 80% orang
menunjukkan kebaikan dalam 2-3 minggu. Orang yang pulih dari toksoplasmosis
seharusnya terus memakai obat antitokso dengan dosis rumatan yang lebih rendah. Jelas
bahwa orang yang mengalami toksoplasmosis sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART)
secepatnya. Bila CD4 naik menjadi di atas 200 selama lebih dari tiga bulan, terapi rumatan
toksoplasmosis dapat dihentikan
MENINGITIS KRIPTOKOKUS
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang umum ditemukan
pada tanah dan tinja burung. Jamur ini pertama menyerang paru dan menyebar ke otak dan
saraf tulang belakang, menyebabkan peradangan. Risiko infeksi paling tinggi jika jumlah
CD4 di bawah 50.
Tanda dan Gejala
Gejala meningitis termasuk demam, kelelahan, leher pegal, sakit kepala, mual dan muntah,
kebingungan, penglihatan kabur, dan kepekaan pada cahaya terang. Gejala ini muncul secara
perlahan. Tanda-tanda seperti meningismus, termasuk kuduk kaku, timbul < 40%
penderita. Kejang dan defisit neurologik fokal sering timbul dan merupakan tanda koma
kriptokokosis dan tromboflebitis sinus venosus. Manifestasi ekstraneural, dapat terjadi
dengan/tanpa meningitis, termasuk infiltrasi pulmoner, lesi di kulit, abses prostat dan
hepatitis.
Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium dipakai untuk menentukan diagnosis meningitis. Tes laboratorium ini
memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Darah atau cairan sumsum tulang
belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari
antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan
jamur kriptokokus dari sampel. Tes biakan membutuhkan satu minggu atau lebih untuk
menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila
diwarnai dengan tinta India (70% positif) dan ditemukan antigen kriptokokus dalam darah
dan LCS (95-100% positif). LCS jumlah sel, glukosa, protein dapat terjadi tetapi tidak selalu.
Kultur darah dan urin (+).
Penatalaksanaan
Meningitis kriptokokus diobati dengan obat antijamur. Beberapa klinisi memakai
flukonazol namun ada juga yang memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin.
Amfoterisin B adalah yang paling manjur, tetapi obat ini dapat merusak ginjal.
Walau jarang, meningitis kriptokokus tampaknya dapat kambuh atau menjadi lebih berat
bila terapi antiretroviral (ART) dimulai dengan jumlah CD4 yang rendah. Hal ini disebabkan
karena adanya pengembangan sindrom pemulihan kekebalan (immune reconstruction
inflammatory syndrome/IRIS). Hal ini karena obat anti-HIV dapat memulihkan kemampuan
sistem kekebalan untuk menanggapi infeksi dan menghasilkan pemberantasan bakteri secara
cepat. ART sering ditunda hingga terapi awal untuk mengobati infeksi sudah diselesaikan.
Pencegahan
Memakai flukonazol waktu jumlah CD4 di bawah 50 dapat membantu mencegah
meningitis kriptokokus. Tetapi ada beberapa alasan sebagian besar dokter tidak
meresepkannya:
Sebagian besar infeksi jamur mudah diobati
Flukonazol adalah obat yang sangat mahal
Memakai flukonazol jangka panjang dapat menyebabkan infeksi jamur ragi
(seperti kandidiasis mulut, vaginitis, atau infeksi kandida berat pada tenggorokan)
yang kebal (resistan) terhadap flukonazol. Infeksi yang resistan ini hanya dapat
diobati dengan amfoterisin B.
DIAGNOSIS BANDING INFEKSI OPORTUNISTIK SSP PADA PASIEN AIDS
PATOGEN IMAGING PEM.PENUNJANG LAIN
Ensefalitis
toksoplasm
osis,
CD4<100
Lesi massamultipel/kdg-kdg
single
pada CT/MRI, biasanya
pada basal ganglia, ring
enhancement pada CT
IgG serum terhadap
toksoplasmosis (+)
Meningitis
criptokokus
, CD4<100
Nonspesifik LCS : tekanan tinggi, kadar
glucosa rendah, protein,
antigen kriptokokus (+)
kultur (+)
Lainnya : antigen serum
biasanya juga (+)
Meningitis
Tuberkulosi
s
Nonspesifik (lesi
massa jarang)
dengan abnormalitas pada
CXR
LCS: protein, kadar glucosa
rendah, pleositosis, kultur
acid-fast bacteria (+) sediaan
hapus selalu (-)
Sifilis Nonspesifik LCS: protein dan
WBC,VDRL(+)
Ensefalitis
HSV
edema, focal haemorrhage
biasanya pada lobus medial
temporal/inferior frontal
LCS: limfositik, pleositosis,
protein, PCR HSV
Ensefalopati
HIV,
CD4<200
Normal pada awalnya,
atrofi difus, patchy/diffuse
white matter changes on
T2-weighted MRI pd
stadium lanjut
LCS: Nonspesifik
Lainnya: beta-2 mikroglobulin
LCS, HIV RNA tinggi pada
semua kasus
PML,CD4<100 Single/multiple focal/diffuse
white matter lesions
tanpa ring enhancement
LCS: PCR untuk virus JC DNA
Limfoma
primer SSP,
CD4<100
Single/multiple lesions pd
CT/MRI,
ring enhancementpd CT
Biopsi otak/LCS sitologi (+),
LCS PCR EBV (+)
Tuberculosis
Tuberculosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yaitu bakteri yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. TB biasanya mempengaruhi paru – paru, tetapi kadang –
kadang dapat juga mempengaruhi organ tubuh lain, terutama pada penderita HIV dengan
CD4 dibawah 200.
TB primer terjadi setelah terinfeksi TB untuk pertama kali. Insiden TB primer
progresif sangat tinggi pada pasien HIV + dengan derajat imunosupresi lanjut.
Imunosupresi menyebabkan pasien tidak mampu membentuk reaksi imunologi
yang diperantarai sel T CD4 untuk menahan infeksi.
TB sekunder merupakan penyakit yang terjadi pada pejamu yang telah
tersensitasi. Umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman
Pengobatan antiretroviral dan pengobatan TB
Keadaan Usulan
TB paru dengan CD4 di bawah 200 atau
limfosit total di bawah 1.200, atau TB di luar
paru
Mulai OAT.
Mulai ART segera setelah tidak ada keluhan
dengan OAT
TB paru dengan CD4 200-350,
atau CD4/limfosit tidak diketahui
Mulai OAT.
Mempertimbangkan ART setelah selesai fase
intensif OAT
TB paru dengan CD4 di atas 350 Mulai OAT.
Mempertimbangkan ART setelah terapi TB
selesai
HIV Testing.
A. Pendahuluan.
Untuk mengetahui secara pasti apakah seorang terinfeksi HIV.
Secara garis besar untuk memastikan diagnosis maka dilakukan :
i. Pemeriksaan serologik untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
HIV.
ii. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.
B. Pemeriksaan Antibodi.
Pemeriksaan dilakukan setelah masa jendela.
Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi sampai timbulnya antibodi.
Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi.
Jadi jika tes dilakukan pada masa tersebut kemungkinan akan menghasilkan
hasil yang negatif.
Untuk itu perlu dilakukan kembali 3 bulan kemudian.
Teknik yang dilakukan adalah teknik ELISA dan Western blot.
C. Teknik ELISA.
Pendahuluan.
i. Uji serologi yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap HIV karena ELISA bereaksi terhadap antibodi dalam serum
dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi
antibodi virus dalam jumlah besar.
Indikasi .
i. Pasien yang ingin di tes.
ii. Pasien dengan resiko tinggi (Sex bebas,penggunaan jarum suntik,
pekerja sex).
iii. Pasien yang dengan kondisi dan infeksi seperti Sarkoma Kaposi serta
pneumonia.
iv. Wanita hamil, untuk membantu pencegahan virus ke bayi .
v. Pasien dengan infeksi yang tidak biasa seperti gonnorhea.
Prosedur.
i. Well dilapisi atau ditempeli antigen.
ii. Sampel darah (antibodi) yang ingin diuji ditambahkan.
iii. Antibodi yang sesuai akan menempel dengan antigen yang ada di well.
iv. Dicuci dengan bufer washer untuk menghilangkan antibodi yang tidak
berikatan dengan antigen yang pada well.
v. Ditambahkan konjugat seperti peroksidase alkali. Konjugat ini akan
menguatkan ikatan antigen-antibodi.
vi. Dibiarkan dalam waktu yang ditentukan.
vii. Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu
saat bereaksi.
viii. Diberikan stop solution untuk menghentikan proses sebelumnya .
ix. Intensitas warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang
disebut ELISA reader hingga mendapatkan hasil.
D. Teknik Western Bolt.
Merupakan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi protein spesifik
dari kumpulan protein ekstra sel.
Terdapat 3 prinsip :
i. Pemisahan seusai ukurannya.
ii. Pemindahan ke lapisan padat.
iii. Penandaan target protein untuk memudahkan observasi .
Prosedur :
i. Pembuatan ekstrak protein.
1. Cucilah sel yang ada di labu kultur jaringan dengan
penambahan PBS (Phospate buffered saline) kemudian
goyangkan. Lalu sisihkan PBS tersebut.
2. Tambahkan kembali PBS kemudian gunakan cell scraper
untuk. memisahkan sel. Ambil di pipete larutan tersebut dan
masukan ke microsentrifuge tubes.
3. Sentrifusikan pada 1500 RPM selama 5 menit dan lepaskan
supernatant.
4. Tambahkan 180 uL ice cold cell lysis buffer dan 20 uL fresh
protease inhibitor cocktail .
5. Inkubasikan selama 30 menit pada suhu dingin. Kemudian
spinasikan untuk 10 menit pada 12.000 RPM di 4 derajat C.
6. Pindahkan supernatant ke tabung dan simpan di suhu -20
derajat C.
7. Yakinkan konsentrasi protein dengan menggunakan
spektrofotometer.
ii. Sample Preparation
1. Letakan 50 ug ekstrak protein di setiap well.
2. Tambahkan larutan buffer dan ratakan well.
3. Panaskan sampel selama 5 menit di suhu 100 derajat C.
iii. Gel Preparation.
1. Setelah preparat sudah menjadi gel solution, letakan di tempat
gel (gel solidification).
2. Lakukan secara hati-hati hingga berada di garis hijau pada gel
solidifaksi tersebut. Tambahkan H20 di atasnya. Tunggu 15-30
menit sampai gel tersolidifikasi.
3. Buang air yang tadi ditambahkan lalu lapiskan gel tersebut
dengan separating gel .
4. Masukan comb, untuk memastikan tidak ada gelembung air.
5. Tunggu kembali hingga gel tercampur dengan merata.
iv. Elektroforesis.
1. Tuangkan preparat tadi ke elektroforator.
2. Tambahkan gel tersebut ke dalam eketroforator dan jangan lupa
untuk hubungkan power supply.
3. Yakinkan bahwa preparat buffer tersebut tertutupi dengan gel
seluruhnya, dan pastikan tidak ada gelembung air.
4. Tambahkan marker (6uL) di setiap sampel.
5. Operasikan dalam 60V kemudiam 140V selama 1 jam.
v. Elektrotransfer.
1. Potonglah 6 filter helaian dan 1 PDVF (Polyvinylidene
Fluoride) di ukuran yang sama.
2. Basahkan spons dan helaian tersebut pada buffer tersebut.
Kemudian basahkan PDVF dengan metanol.
3. Buatlah sandiwch transfer
a. Sponse
b. 3 kertas saringan
c. Gel PVDF
d. 3 kertas saringan.
4. Tempatkan sandwich di apparatus, kemudian tambahkan buffer
kembali dan pastikan seluruh permukaan sandwich tertutup
oleh buffer.
5. Letakan elektroda di atas sandwich dan pastikan PVDF
membran terletak diantara gel dan elektrode.
6. Tunggu selama 90 menit.
vi. Blocking and intubasi antibodi
1. Tutupi membran dengan 5% susu milk di TBST selama 1 jam.
2. Tambahkan antibodi primer di 5% BSA (Bovine Serum
Albumin) dan inkubasikan sepanjang malam dengan 4 derajat
C di pengocok/shaker.
3. Cucui membran dengan TBST selama 5 menit. Lakukan ini 3
kali.
4. Tambahkan antibodi sekunder di 5% susu skim di TBST dan
inkubasikan selama 1 jam.
5. Cuci membran TBST selama 5 menit. Lakukan ini 3 kali.
6. Siapkan larutan ECL. Inkubasikan membran selama 1-2 menit.
7. Lihat hasilnya di ruangan yang gelap.
vii. Recipe
1. Larutkan larutan ini di 800 ml H2O :
a. 8.8 g NaCl
b. 0.2 g KCl
c. 3 g Tris base
2. Tambahkan 500 ul Tween-20
3. Buatlah pH jadi 7.4
4. Tambahkan 1L H20
5. Sterilkan dengan filtrasi atau autoklaf
E. Hasil
Hasil positif tidak selalu pasien tersebut terkena infeksi HIV. Namun pada
beberapa penyakit seperti sifilis dan lupus juga menghasilkan hasil yang
positif.
Umumnya, hasil ELISA yang positif akan dilanjutkan dengan hasil western
blot. Jika pada western blot memberikan hasil yang positif, dapat didiagnosis
pasien tersebut terkena infeksi HIV.
Apabila tes western bolt negatif maka terdapat kesalahan pada pemeriksaan tes
ELISA.
Hasil tes yang negatif belum tentu tidak adanya infeksi HIV, karena harus
memperhatikan masa jendela.
Jika pemeriksaan tes ELISA dan western bolt menghasilkan hasil yang negatif
namun terdapat manifestasi klinik yang sesuai dengan HIV pada pasien, dapat
dilakukan pemeriksaan tes lainnya seperti tes untuk mengetahui keberadaan
HIV.
F. Pengukuran sel CD4+
Pada sistem imun normal, jumlah limfosit CD4+ berkisar dari 600-1200/ul
darah.
Dilakukan pengukuran segera setelah infeksi.
Segera setelah infeksi virus primer, hitung limfosit CD4+ turun dibawah kadar
normal karena HIV melakukan replikasi dengan menggunakan sel inang
CD4+ sehingga terjadi lisisnya sel CD4+.
Pengaruh CD4+ terhadap HIV
Menurut CDC, pasien yang memiliki hitung limfosit CD4+ kurang dari 200/ul
dapat menjadi penyakit indikator AIDS karena pasien tersebut mengalami
imunosupresi yang berat dan beresiko tinggi terjadi keganasan serta infeksi
oportunistik.
BAB III
PENUTUP
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan
banyak negara di seluruh dunia. Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi
oleh World Health Organization (WHO). Dari penemuan pada tahun 1981 sampai
2006, AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang. HIV menginfeksi sekitar 0,6%
dari populasi dunia. Pada tahun 2005 saja, penderita AIDS lebih dari 570.000 adalah
anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang semakin pesat, perlu untuk kita mengetahui
apa saja komplikasi neurologis yang dapat terjadi.
31-60% pasien AIDS memiliki kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai
SSP dan sedikit ke sistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS ada dua
jenis yaitu infeksi opportunis sekunder atas imunosupresi yang diinduksi oleh
hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil sebagai meningitis
atau kompleks dementia AIDS, manifestasi ensefalitis HIV yang secara klinis dan
biologis berjangkauan luas.
Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada
penderita HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti
penyakit infeksi disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa dan jamur dan juga mudah
terkena penyakit keganasan.
Pengobatan untuk infeksi oportunistik bergantung pada penyakit infeksi yang
ditimbulkan. Pengobatan status kekebalan tubuh dengan menggunakan immune
restoring agents, diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel limfosit, dan menambah
jumlah limfosit.
Penatalaksanaan HIV/AIDS bersifat menyeluruh terdiri dari pengobatan,
perawatan/rehabilitasi dan edukasi. Pengobatan pada pengidap HIV/penderita AIDS
ditujukan terhadap: virus HIV (obat ART), infeksi opportunistik, kanker sekunder,
status kekebalan tubuh, simptomatis dan suportif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006
2. Sylvia Price dan Lorraine Wilson. Human Immunodeficiency (HIV)/Acquired
Immunodeficiency Sindrome). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC,2006
3. Patric Davey. Infeksi HIV dan AIDS. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 2006
4. Yayasan Spirita. 2007. Oleh National institude of Neurological Disorders and Stroke.
Diunduh dari http://www.spirita.or.id
5. Yayasan Spirita. Agustus 2010. Meningitis Kriptokokus.
Di unduh dari http://spiritia.or.id/li/bacali.php?.