Makalah Hipoksia
-
Upload
diah-ae-yhuu -
Category
Documents
-
view
492 -
download
64
description
Transcript of Makalah Hipoksia
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai dibawah tingkat
fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai yang terjadi akibat berkurangnya
tekanan oksigen di udara. Tujuan akhir pernafasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi
oksigen, karbondioksida dan ion hidrogen dalam cairan tubuh. Kelebihan karbondioksida atau
ion hidrogen mempengaruhi pernafasan terutama efek perangsangan pusat pernafasannya sendiri,
yang menyebabkan peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi yang kuat ke otot-otot pernafasan.
Akibat peningkatan ventilasi, pelepasan karbondioksida dari darah meningkat, ini juga
mengeluarkan ion hidrogen dari darah karena pengurangan karbondioksida juga mengurangi
asam karbonat darah. Berbagai keadaan yang menurunkan transpor oksigen dari paru ke jaringan
termasuk anemia, dimana jumlah total hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen
berkurang, keracunan karbondioksida, sehingga sebagian besar hemoglobin menjadi tidak
mampu mengangkut oksigen, dan penurunan aliran darah ke jaringan dapat disebabkan oleh
penurunan curah jantung atau iskemi lokal jaringan.1
Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akut akan
menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai
gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan
gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan
penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah, pusat batang otak akan terkena, dan
kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernafasan. Bila penurunan PaO2 disertai hiperventilasi
dan penurunan PaCO2, resistensi serebro-vasculer meningkat, aliran darah serebral menurun dan
hipoksia bertambah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan hipoksia
2. Apa penyebab hipoksia
3. Bagaimana penanganan hipoksia
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, adapun tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan pada pembaca agar memperluas pengetahuan tentang hipoksia.
Selain itu juga agar dapat membantu proses perkuliahan Asuhan Keperawatan baik itu untuk mahasiswa
maupun para dosen pengampu.
Tujuan Umum:
Mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan Hipoksia.
Tujuan Khusus:
1) Mampu menjelaskan definisi hipoksia
2) Mampu menjelaskan penyebab hipoksia
3) Mampu mengerti bagaimana penanganan pada Hipoksia
D. MANFAAT PENULISAN
1. Dapat memudahkan kita untuk mempelajari apa itu Hipoksia.
2. Mendapatkan pengetahuan tentang Hipoksia.
3. Mendapatkan pengetahuan tentang tanda dan gejala Hipoksia.
4. Mendapatkan pengetahuan tentang Keperawatan Hipoksia.
5. Mendapatkan pengetahuan tentang definisi Hipoksia.
6. Mendapatkan pemahaman tentang penyebab penyakit Hipoksia.
7. Mendapatkan pemahaman bagaimana penanganan pada Hipoksia
8. Mendapatkan pemahaman tentang Asuhan keperawatan penyakit Hipoksia.
BAB II
2
PEMBAHASAN
HIPOKSIA
A. Definisi
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai di bawah tingkat
fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai.
B. Etiologi
Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-sel
tidak cukup memperoleh oksigen sehingga metabolisme sel akan terganggu. Hipoksia dapat
disebabkan karena:
(1) oksigenasi paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik, bisa karena
kekurangan oksigen dalam atmosfer atau karena hipoventilasi (gangguan syaraf
otot).
(2) penyakit paru, hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran nafas atau
compliance paru menurun. Rasio ventilasi –perfusi tidak sama. Berkurangnya
membran difusi respirasi
(3) shunt vena ke arteri (shunt dari “kanan ke kiri’ pada jaringan)
(4) transpor dan pelepasan oksigen yang tidak memadai (inadekuat). Hal ini terjadi pada
anemia, penurunan sirkulasi umum, penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral,
pembuluh darah jantung), edem jaringan
(5) pemakaian oksigen yang tidak memadai pada jaringan, misal pada kekurangan
enzim sel karena defisiensi vitamin B.
Hipoksia dapat disebabkan oleh gagal kardiovaskuler misalnya syok, hemoglobin
abnormal, penyakit jantung, hipoventilasi alveolar, lesi pirau, masalah difusi, abnormalitas
ventilasi-perfusi, pengaruh kimia misal karbonmonoksida, ketinggian, faktor jaringan lokal misal
3
peningkatan kebutuhan metabolisme, dimana hipoksia dapat menimbulkan efek-efek pada
metabolisme jaringan yang selanjutnya menyebabkan asidosis jaringan dan mengakibatkan efek-
efek pada tanda vital dan efek pada tingkat kesadaran.
Dalam anestesi, gagal pernafasan/sumbatan jalan nafas dapat disebabkan oleh tindakan
operasi itu sendiri misalnya karena obat pelumpuh otot, karena muntahan atau lendir, suatu
penyakit (koma, stroke, radang otak), trauma/kecelakaan (trauma maksilofasial, trauma kepala,
keracunan).
Gambar 1. Penyebab Hipoksia
(Dikutip dari Silbernagl/Lang, Color Atlas of Pathophysiology)
C. Klasifikasi
Hipoksia di bagi dalam 4 tipe :
4
(1) hipoksia hipoksik, dimana PO2 darah arteri berkurang. Hipoksia hipoksik adalah
keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk paru-paru
sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah dan gagal untuk masuk sirkulasi
darah.Kegaga l an i n i b i s a d i s ebabkan adanya sumbatan atau obstruksi di
saluran pernafasan, baik oleh sebab alamiah (misalnya penyakit yang disertai
dengan penyumbatan saluran pernafasan seperti laringitis difteri, status
asmatikus, karsinoma dan sebagainya) atau oleh trauma atau kekerasan yang
bersifat mekanik, seperti sumbatan jalan nafas, tercekik, penggantungan, tenggelam
dan sebagainya.
(2) hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang
tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang, s e p e r t i p a d a k e r a c u n a n
k a r b o n monoksida karena afinitas CO terhadap hemoglobin jauh lebih tinggi
dibandingkan afinitas oksigen dengan hemoglobin.
(3) hipoksia stagnant, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah
(hemoglobin) tidak mampu membawa oksigen ke jaringan oleh karena
kegagalan sirkulasi seperti pada heart failure atau embolisme, baik emboli udara vena
maupun emboli lemak walaupun PO2 konsentrasi hemoglobin normal.
(4) hipoksia histotoksik dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah
adekuat tetapi oleh karena kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai
oksigen yang disediakan, contohnya pada keracunan sianida. Sianida dalam tubuh
akan menginaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal
terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferricheme group dari oksigen
yang dibawa darah. Dengan demikian, proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak dapat
berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan
oksigen ke sel jaringan sehingga timbul hipoksia jaringan. Hal ini merupakan
keadaaan paradoksal, karena korban meninggal keracunan sianida mengalami
hipoksia meskipun dalam darahnya kaya akan oksigen.
D. Patofisiologi
5
Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita
trauma kepala/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah
akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup
orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan nafas. Sphincter cardia yang relaks,
menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan
ancaman terjadinya sumbatan jalan nafas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh
aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun atau hilang.
Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi.
Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh:
(1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi.
(2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri.
(3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena
tercampur darah yang mengandung oksigen rendah.
(4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler.
(5) hipoventilasi alveoler.
Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35.
Kegagalan ventilasi terjadi bila “minute ventilation” berkurang secara tidak wajar atau bila tidak
dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau
pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot
respirasi /kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak
mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang sudah
cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali mendahului
penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap
awal berupa pernafasan yang dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi
yang tidak terkoordinasi berupa alterans respirasi (pernafasan dada dan perut bergantian), dan
gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat
menunjukkan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti nafas.
Jalan nafas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah
yang pertama adalah membuka jalan nafas dan menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan nafas
bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain. Penyebab lain yang
6
terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk
inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan nafas yang bebas, kekuatan
otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan
syaraf yang baik. Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi
hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat
menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas, bila disertai hipoksemia keadaan akan makin
buruk. Penekanan pusat nafas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan
dengan memberikan ventilasi dan oksigenasi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat
terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35-
45 mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa O2 (N: 95-100%).
Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akut akan
menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai
gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan
gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan
penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah, pusat batang otak akan terkena, dan
kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernafasan. Bila penurunan PaO2 disertai hiperventilasi
dan penurunan PaCO2, resistensi serebro-vasculer meningkat, aliran darah serebral berkurang
dan hipoksia bertambah.
Hipoksia juga mengakibatkan konstriksi arteri pulmoner yang selanjutnya mengakibatkan
shunt darah dari daerah yang miskin ventilasi ke daerah paru yang ventilasinya lebih baik.
Namun hipoksia juga meningkatkan resistensi vaskular paru dan afterload ventrikel kanan.
Glukosa secara normal akan dipecah menjadi asam piruvat. Selanjutnya pemecahan piruvat dan
pembentukan ATP membutuhkan oksigen, keadaan hipoksia meningkatkan piruvat yang diubah
menjadi asam laktat yang selanjutnya tidak dapat diubah lagi, mengakibatkan asidosis metabolik.
Energi total yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat akan berkurang dan jumlah energi yang
dibutuhkan untuk produksi ATP menjadi tidak cukup.
Berkurangnya PaO2 jaringan menyebabkan vasodilatasi lokal dan vasodilatasi difus yang terjadi
pada hipoksia menyeluruh, meningkatkan cardiac output. Pada pasien dengan didasari penyakit
jantung, kebutuhan jaringan perifer untuk meningkatkan cardiac output dalam keadaan hipoksia
dapat mencetuskan gagal jantung kongestif. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik, PaO2
7
yang menurun akan memperberat iskemi miokard dan selanjutnya memperburuk fungsi ventrikel
kiri. Hipoksia yang lama atau berat juga dapat mengganggu fungsi hepar dan ginjal.
E.Gejala Klinis
- Sistem saraf pusat : gangguan mental, gelisah, mudah tersinggung,berkeringat, apatis hingga
koma bila berlanjut.
- Sistem kardiovaskuler : takikardi, bradikardi (bila berlanjut), aritmia, mula-mula hipertensi
sampai hipotensi.
- Sistem pernafasan : hiperventilasi, dyspnea, nafas cepat dan dangkal (pernafasan
Kaussmaul), gerak nafas cuping hidung, retraksi sela iga.
- Kulit : sianosis.
F. Diagnosis
Setiap keluhan atau tanda gangguan respirasi hendaknya mendorong dilakukannya
analisis gas-gas darah arteri. Saturasi hemoglobin akan oksigen (SpO2) kurang dari 90% yang
biasanya sesuai dengan tegangan oksigen arterial (PaO2) kurang dari 60 mmHg sangat
mengganggu oksigenasi CO2 arterial (PaCO2) hingga lebih dari 45-50 mmHg mengandung arti
bahwa ventilasi alveolar sangat terganggu. Kegagalan pernafasan terjadi karena PaO2 kurang dari
60mmHg pada udara ruangan, atau pH kurang dari 7,35 dengan PaCO2 lebih besar dari
50mmHg. Dimana daya penyampaian oksigen ke jaringan tergantung pada:
(1) sistem pernafasan yang utuh yang akan memberikan oksigen untuk menjenuhi hemoglobin
(2) kadar hemoglobin
(3) curah jantung dan mikrovaskular
(4) mekanisme pelepasan oksihemoglobin.
Post Mortem
Pemeriksaan post mortem pada hipoksia :
1. Pemeriksaan Luar
a. Lebam mayat jelas terlihat (livide) karena kadar karbondioksida yang tinggi
dalam darah
8
b. Sianosis
Sianosis adalah warna kebiruan dari kulit dan membran mukosa yang merupakan
akibat dari konsentrasi yang berlebihan dari deoksihemoglobin atau hemoglobin
tereduksi pada pembuluh darah kecil. Sianosis terjadi jika kadar deoksihemoglobin
sekitar 5 g/dL. Dapat dengan mudah terlihat pada daerah ujung jari dan bibir.
c. Pada mulut bisa ditemukan busa.
d.Karena otot sfingter mengalami relaksasi, mungkin bisa terdapat feses, urin atau
cairan sperma
e. ‘Bercak Tardieu’ yaitu bercak peteki di bawah kulit atau konjungtiva.
Gambar 2. Bercak Tardieu
2. Pemeriksaan Dalam
a. Mukosa saluran pernafasan bisa tampak membengkak
b. Jantung dilatasi, pembendungan sirkulasi organ dalam tubuh
c. Paru-paru mengalami edema. Hal ini disebabkan dari efek hipoksia pada pusat
vasomotor dengan berbagai macam derajatnya, bila udem paru berat maka
akan tampak buih berwarna merah muda keluar dari hidung dan mulut, bila
udem paru ringan maka pemeriksaan hanya dapat dilihat dengan
pemeriksaan histologi paru.
d. Edema otak. Permeabilitas kapiler kemudian meningkat menyebabkan pelemahan dari
sawar otak yang terdiri dari endotel kapiler dan membrana basalis beserta astrosit. Bisa
karena trauma maupun hipoksia.
e. Bercak-bercak perdarahan peteki tampak di bawah membran mukosa pada
beberapa organ
9
f. Hiperemi lambung, hati dan ginjal
g. Darah menjadi lebih encer
G. Penatalaksanaan
Penilaian dari pengelolaan jalan nafas harus dilakukan dengan cepat, tepat dan cermat.
Tindakan ditujukan untuk membuka jalan nafas dan menjaga agar jalan nafas tetap bebas dan
waspada terhadap keadaan klinis yang menghambat jalan nafas. Membuka jalan nafas tanpa alat
dilakukan dengan cara Chin lift yaitu dengan empat jari salah satu tangan diletakkan dibawah
rahang ibu jari diatas dagu, kemudian secara hati-hati dagu diangkat ke depan. Manuver Chin lift
ini tidak boleh menyebabkan posisi kepala hiperekstensi. Cara Jaw Thrust yaitu dengan
mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua tangan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, kedua ibu jari membuka mulut dan kedua
telapak tangan menempel pada kedua pipi penderita untuk melakukan immobilisasi kepala.
Tindakan jaw thrust dan head tilt disebut airway manuver.
Jalan nafas orofaringeal : alat ini dipasang lewat mulut sampai ke faring sehingga
menahan lidah tidak jatuh menutup hipofarings. Jalan nafas nasofaringeal : alat di pasang lewat
salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan menahan jatuhnya pangkal lidah agar tidak
menutup hipofaring. Untuk sumbatan yang berupa muntahan, darah, sekret, benda asing dapat
dilakukan dengan menggunakan alat penghisap atau suction. Ada 2 macam kateter penghisap
yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk
menghisap rongga mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk
menghisap lewat pipa endotrakheal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter tip.
Benda asing misalnya daging atau patahan gigi dapat dibersihkan secara manual dengan jari-jari.
Bila terjadi tersedak umumnya didaerah subglotis, dicoba dulu dengan cara back blows,
abdominal thrust.
Terapi Oksigen
Tujuan :
1. Mempertahankan oksigen jaringan yang kuat
2. Menurunkan kerja nafas
3. Menurunkan kerja jantung
Indikasi terapi oksigen :
10
1. Gagal nafas akut
2. Syok oleh berbagai penyebab
3. Infark miokard akut
4. Keadaan dimana metabolisme rate tinggi
5. Keracunan gas CO
6. Tindakan preoksigenasi menjelang induksi anestesi
7. Penderita tidak sadar
8. Untuk mengatasi keadaan-keadaan : emfisema pasca bedah, emboli udara, pneumotoraks
9. Asidosis
10. Anemia berat
Metode Pemberian Oksigen :
1. Sistem aliran rendah
a. Low flow low concentration (kateter nasal, kanul binasal)
b. Low flow high concentration (sungkup muka sederhana, sungkup muka kantong
rebreathing, sungkup muka kantong non rebreathing)
2. Sistem aliran tinggi
a. High flow low concentration (sungkup venturi)
b. High flow high concentraton (head box, sungkup CPAP)
Kanul binasal : paling sering digunakan untuk pemberian oksigen, dengan aliran 1-6
liter/menit dengan konsentrasi 24-44%. Keuntungan : pemberian oksigen stabil, baik diberikan
pada jangka waktu lama, pasien dapat bergerak bebas. Kerugian : iritasi hidung, konsentrasi
oksigen akan berkurang bila pasien bernafas dengan mulut.
Sungkup muka sederhana : aliran diberikan 6-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen
mencapai 60%.
Sungkup muka dengan kantong rebreathing : aliran diberikan 6-10 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen mencapai 80%.
Sungkup muka dangan kantong non rebreathing : aliran diberikan 8-12 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen mencapai 100%.
Bahaya dan efek samping pemberian oksigen :
1. Kebakaran
2. Hipoksia
11
3. Hipoventilasi
4. Atelektasis paru
5. Keracunan oksigen
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai dibawah tingkat
fisiologi meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai, hal ini terjadi akibat berkurangnya
tekanan oksigen di udara. Fungsi utama sistem respirasi adalah menjamin pertukaran O2 dan CO2.
Bila terjadi kegagalan pernafasan maka oksigen yang sampai ke jaringan akan mengalami
defisiensi akibatnya sel akan terganggu proses metabolismenya. Terjadinya hipoksia banyak
faktor yang mempengaruhinya diantaranya karena tindakan anestesi (anestesi yang terlalu dalam,
sisa obat pelemas otot, obat narkotik), suatu penyakit (radang otak, radang syaraf, stroke, tumor
otak, edema paru, gagal jantung, miastenia gravis), trauma/kecelakaan (cedera kepela, cedera
tulang leher, cedera thorak, keracunan obat). Prinsip penanganan hipoksia adalah dengan
membebaskan jalan nafas dengan mencari penyebabnya, bisa dengan cara Chin lift, Jaw thrust,
jalan nafas orofaringeal, jalan nafas nasofaringeal, atau dengan suction.
B. SARAN
Mengingat pentingnya pembahasan makalah ini maka kami menyarankan agar didalam
pebahasan ini pembaca dapat memahami dan mengerti isi dari makalah ini yaitu tentang
Hipoksia.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton. Pengangkutan Oksigen dan Karbondioksida di dalam Darah dan Cairan Tubuh,
Pengaturan Pernafasan. In : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. ed.7. Bag II. Cet.I. Jakarta :
EGC ;1994, 181-207
2. Kurt J.I. Hipoksia, Polisitemia dan Sianosis. In : Harrison, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Vol. I. Jakarta : EGC;1999, 208-212
3. Rima. Hipoksia. Kamus Kedokteran Dorlan. Cetakan II. Jakarta : EGC; 1996, 898
4. Sylvia A.P., Lorraine M.W. Tanda dan Gejala Penyakit Pernafasan, Hiperkapnea dan
Hipokapnea, In : Fisiologis Proses-Proses Penyakit. ed. 4. Buku II. Jakarta :EGC; 1995,
685
5. Carolyn M.H., Barbara M.G. Gagal Pernafasan Akut. In: Keperawatan Kritis, Pendekatan
Holistik. ed.VI. Vol. I. Jakarta: EGC;1995, 563
6. Karjadi W. Sumbatan Jalan Nafas, Gawat Nafas Akut. In: Anestesiologi dan Reaminasi
Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional;2000, 17-34
7. Ganong M.D. Penyesuaian Pernafasan Pada Orang Sehat dan Sakit, Hipoksia. In:
Fisiologi Kedokteran. ed.10. Cetakan IV. Jakarta: EGC; 1988, 586-597
8. Michele W.M.D., Alison W.M.D. Pedoman Pengobatan Kegagalan Respirasi Akut. ed.
1, Cet.1. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica; 1995, 277-302
9. Apuranto H, Asphyxia. In: Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga;2007, 71-99
10. Chadha PV. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Jakarta: Widya Medika;
1995, 47-8
11. Nurcahyo W.I., Susilowati D., Sutiyono D. Terapi Oksigen. Semarang : IDSAI; 2010,
219-226
14