Makalah Hi

20
MAKALAH MATA KULIAH HIGIENE INDUSTRI KETAJAMAN PENGELIHATAN OLEH : KELOMPOK 5 KELAS B 1. Aminah Tri Wulandari G1B013082 2. Karina Pratiwi Wibowo G1B013083 3. Ellen Herliana Pratiwi G1B013084 4. Diana Kartika Anggraeni G1B013085 5. Fadhila Suryantini G1B013086 6. Yesinta Bella Savitri G1B013087 7. Riyanti G1B013088 8. Dian Trisna Delfyan G1B013089 9. Rahmadani Harimukti G1B013090 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

description

tugas

Transcript of Makalah Hi

Page 1: Makalah Hi

MAKALAH MATA KULIAH HIGIENE INDUSTRI

KETAJAMAN PENGELIHATAN

OLEH :

KELOMPOK 5

KELAS B

1. Aminah Tri Wulandari G1B013082

2. Karina Pratiwi Wibowo G1B013083

3. Ellen Herliana Pratiwi G1B013084

4. Diana Kartika Anggraeni G1B013085

5. Fadhila Suryantini G1B013086

6. Yesinta Bella Savitri G1B013087

7. Riyanti G1B013088

8. Dian Trisna Delfyan G1B013089

9. Rahmadani Harimukti G1B013090

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO

2015

Page 2: Makalah Hi

A. Definisi Ketajaman Pengelihatan

Ketajaman penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan bagian-

bagian detail yang kecil, baik terhadap objek maupun terhadap permukaan.

Ketajaman penglihatan juga tergantung pada pencahayaan dan tingkat kebutuhan

penglihatan. Ketajaman penglihatan juga dapat diartikan sebagai kemampuan

mata untuk dapat melihat suatu obyek secara jelas dan sangat tergantung pada

kemampuan akomodasi mata. Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus

jatuh di reseptor dalam retina kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea

centralis). Untuk dapat melihat dengan baik perlu ketajaman penglihatan.Visus

adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di

mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas

dari interpretasi di otak. Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu

kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar

belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol

yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan

dalam klinik.

Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam

satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain

dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak

terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang

dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164

dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa

nominal untuk jarak penglihatan manusia, visus 20/40 dapat dianggap separuh

dari tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali

normal.

Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer. Visus

sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. Visus

sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang

letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis

dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat

misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi

Page 3: Makalah Hi

supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. Visus perifer menggambarkan

luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus

perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan

pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam

klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf

snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter. Jika hasil

pemeriksaan tersebut visusnya 20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan

normal dan jika visus <20/20 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang.

B. Macam – Macam Gangguan Pada Mata

Kelainan refraksi kelainan pembiasan sinar oleh media pengelihatan yang

terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, atau panjang bola mata,

sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat didaerah makula lutea tanpa

bantuan akomodasi. Keadaan ini disebut ametropia yang dapat berupa miopia,

hipermiopia, atau astigmatisma. Sebaliknya emetropia adalah keadaan dimana

sinar yang sejajar atau jauh dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik mata tepat

pada daerah makula lutea tanpa mata melakukan akomodasi.

Kelainan refraksi juga dapat diartikan sebagai kelainan pembiasan sinar

pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning dan

mungkin tidak difokuskan pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi pada mata

dapat disebabkan oleh adanya faktor radiasi cahaya yang berlebihan atau kurang

yang diterima oleh mata situasi tersebut menyebabkan otot yang membuat

akomodasi pada mata akan bekerjasama, hal ini merupakan salah satu penyebab

kelelahan pada mata.

1. Miopia adalah mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga

sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan retina.

Kelainan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga bayangan tergeser

kebelakang dan diatur tepat jatuh di retina. Penderita miopia mempunyai

punctum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan

konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia korvegensi.

Page 4: Makalah Hi

Gambar 1. Skema pembentukan bayangan pada mata normal, mata miopi,

dan mata miopi dengan bantuan lensa cekung

2. Hipermetropia adalah mata dengan kekuatan lensa positif yang kurang

sehingga sinar sejajar tanpa akomodasi di fokuskan dibelakang retina.

Diperbaiki dengan lensa positif sehingga bayangan benda tergeser ke

depan dan diatur tepat jatuh di retina. Pada penderita hipermetropia sering

ditemukan gejala sakit kepala, juling, silau, dan terkadang penglihatan

ganda. Penderita akan sering mengeluh matanya lelah dan sakit karena

terus – menerus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan

yang terletak di belakang macula agar terletak di daerah macula lutea.

Gambar 2. Skema pembentukan bayangan pada mata hypermetropi dan

hipermetropi dengan bantuan lensa cembung.

3. Astigmatisma adalah mata dengan kekuatan pembiasan yang berbeda

– beda dalam dua bidang utama,biasanya tegak lurus satu sama

lainnya.Kelainan ini di perbaiki dengan lensa silinder. Kelainan lain pada

pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan kecembungan lensa

akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi akomodasi.

Page 5: Makalah Hi

Gangguan akomodasi ini terutama terlihat pada usia lanjut,sehingga

terlihat keadaan yang disebut resbiopia.

Gambar 3. Skema pembentukan bayangan pada mata astigmatisma

4. Resbiopia adalah gangguan yang terjadi pada usia lanjut akibat kurang

lenturnya lensa dan melemahnya kontraksi badan siliar. Titik terdekat

yang masih dapat dilihat terletak maikn jauh didepan mata. Gejala

umumnya adalah sukar pada jarak dekat yang biasanya terdapat pada usia

40 tahun,dimana pada usia ini amplituda akomodasi pada pasien hanya

menghasilkan titik dekat sebesar 25 cm pada jarak ini seorang emitiopria

yang berusia 40 tahun dengan cara baca 25 cm akan menggunakan

akomodasi maksimal sehingga menjadi cepat lelah, membaca dengan

menjauhkan kertas yang dibaca,dan memerlukan sianar yang lebih terang.

Biasanya diberikan kaca mata untuk membaca dekat denga lensa sferis +

yang dihitung berdasarkan amplitudo akomodasi pada masing  – masing

kelompok umur.

a. + 1.0 D untuk usia 40 tahun

b. 1.5 D untuk usia 45 tahun

c. + 2.0 D untuk usia 50 tahun

d. + 2.5 D untuk usia 55 tahun

e. + 3.0 D untuk usia 60 tahun

Page 6: Makalah Hi

Gambar 4. Skema pembentukan bayangan pada mata resbiopia

5. Anisometropia adalah suatu kondisi kelainan dimana terjadi perbedaan

refraksi antara mata kanan dan mata kiri dari perbedaan yang ringan

hingga perbedaan yang berat. Kelainan pada mata ini dibagi menjadi

beberapa tingkatan yaitu :

a. perbedaan refraksi antara kedua mata kurang dari 1,5D maka kedua

mata masih dapat dipakai bersama – sama dengan fusi yang baik

dan stereoskopik

b. perbedaan refraksi antara kedua mata antara 1,5D hingga 3D

(perbedaan silinder lebih bermakna dibandingkan sferis)

c. perbedaan refraksi lebih dari 3D

C. Hubungan antara Pencahayaan dan Ketajaman Pengelihatan

Penyebab dari penyakit akibat kerja digolongkan menjadi faktor fisik,

biologi, kimia, ergonomik dan psikis. Salah satu jenis lingkungan kerja fisik yaitu

penerangan. Penerangan yang baik merupakan penerangan yang bisa memberikan

dampak positif terhadap para pekerja, sehingga memungkinkan tenaga kerja bisa

melihat obyek pekerjaan secara jelas, cepat dan teliti pada saat bekerja.

Pencahayaan juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan tingkat ketelitian atau jenis

pekerjaan sehingga memelihara kesehatan mata dan kegairahan kerja. Penerangan

baik merupakan penerangan yang cukup dan memadai, sehingga dapat mencegah

terjadinya ketegangan mata dan terjadinya kelelahan, menghemat waktu dan

mengurangi pekerjaan yang terbuang sia-sia. Penerangan yang lebih baik dapat

memberikan hal berupa efisiensi yang lebih tinggi, dapat meningkatkan

Page 7: Makalah Hi

produktivitas dan mengurangi kesulitan serta tekanan penglihatan terhadap

pekerjaan (A.M Sugeng Budiono, 2003:37).

Jika pencahayaan buruk akan berdampak negatif langsung terhadap para

pekerja. Lingkungan kerja yang memiliki pencahayaan yang buruk dapat

mengakibatkan hal – hal seperti : kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan

efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal, dan sakit kepala di sekitar mata,

kerusakan alat penglihatan dan terjadinya kecelakaan kerja. Penerangan yang

buruk juga dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas kualitas maupun sakit

mata, lelah, dan pening kepala bagi pekerja. Pencahayaan yang buruk terutama di

tempat kerja dapat menyebabkan kelaian refraksi mata seperti miopi,

hipermetropi, dan presbiopi yang dapat sekaligus menyababkan kelelahan mata.

Hal ini disebabkan karena mata dipaksa untuk berakomodasi secara maksimal

agar mata dapat melihat subyek yang lebih jelas. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa pencahyaan mempengaruhi kemampuan ketajaman penglihatan seseorang.

Jika pencahyaan yang tersedia tidak memenuhi persyaratan kesehatan, tentu akan

menurunkan kemampuan ketajaman penglihatan seseorang.

Intensitas pencahayaan yang buruk merupakan salah satu faktor fisik

lingkungan kerja yang dapat menurunkan ketajaman penglihatan. Ketajaman

penglihatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut: 1)

ukuran obyek/ benda; 2) luminansi (brightness) adalah tingkat terangnya lapangan

penglihatan yang tergantung dari pencahayaan dan pemantulan obyek/

permukaan; 3) waktu pengamatan/ lamanya melihat; 4) derajat kontras adalah

perbedaan derajat terang antara obyek dan sekelilingnya (Heru dan Haryono,

2007). Di samping itu, ketajaman penglihatan juga dipengaruhi oleh kondisi fisik

tenaga kerja. Beberapa penelitian yang selaras dengan teori-teori tersebut

diantaranya:

1. Berdasarkan penelitian Hermawan (2014), tentang hubungan antara

intensitas pencahayaan dan kelainan refraksi mata dengan kelelahan mata,

diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara intensitas pencahayaan dan

kelainan refraksi mata dengan kelelahan mata pada tenaga para medis di

bagian rawat inap RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

Page 8: Makalah Hi

2. Berdasarkan penelitian Widowati (2009), tentang pengaruh intensitas

pencahayaan lokal diperoleh hasil bahwa ada pengaruh antara intensitas

pencahayaan terhadap kelelahan mata yaitu meningkatnya intensitas

pencahayaan 1 lux akan diikuti dengan menurunnya kelelahan mata

responden sebesar 1.782 milidetik.

3. Berdasarkan penelitian Purwanti, Poerwanto, dan Wahyuni (2013), tentang

analisa pengaruh pencahayaan terhadap kelelahan mata operator di ruang

kontrol PT.XYZ bahwa ada hubungan antara faktor iluminasi dan luminansi

terhadap kelelahan mata. Namun, hubungan antara korelasi tersebut sangat

rendah, hal ini menunjukkan bahwa faktor iluminasi dan luminansi bukan

faktor yang dominan penyebab kelelahan mata operator.

4.

D. Jenis Pemeriksaan untuk Ketajaman Mata

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan

pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Pemeriksaan tajam

penglihatan dilakukan dikamar yang tidak terlalu terang dengan kartu senellen

Cara:

a. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satu mata

ditutup.

b. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu,mulai dari baris

paling atas kebawah, dan tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca

seluruhnya dengan benar.

c. Bila pasien tidak dapat membaca garis paling atas ( terbesar ) maka dilakukan

uji hitung jari dari jarak 6 meter.

d. Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter,maka jarak dapat

dikurangi 1 meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter .

e. Jika pasien tetap tidak bisa melihat , dilakukan uji lambaian tangan dari jarak

1 meter.

f. Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji denga arah

sinar.

Page 9: Makalah Hi

g. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka dikatakan

penglihatanya adalah 0 atau buta total.

Penjabaran dari cara memeriksa visus dengan beberapa tahapannya:

1. Menggunakan 'chart' yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan,

biasanya 5 atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak

tersebut mata normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi.

Kartu yang digunakan ada beberapa macam :

a. Snellen chart

Snellen chart yaitu kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran

yang berbeda dan untuk pasien yang bisa membaca.

Gambar 1. Snellen chart

b. E chart

E chart yaitu kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah

kakinya berbeda-beda.

Page 10: Makalah Hi

Gambar 2. E chart

c. Cincin Landolt

Cincin Landolt yaitu kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi

dengan arah cincin yang berbeda-beda.

Gambar 3. Cincin Landolt

2. Cara memeriksa :

a. Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan

posisi lebih tinggi atau sejajar dengan mata pasien. Bila jarak 5 meter,

maka visus normal akan bernilai 5/5 artinya mata normal dapat melihat

pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada jarak 5 meter. Bila

berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki =

20/20, ada juga log (logaritma).

b. Pastikan cahaya harus cukup

Page 11: Makalah Hi

c. Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus

ditutup dan pasien diminta membaca kartu.

d. Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :

Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau

6/6, maka tidak usah membaca pada baris berikutnya => visus

normal

Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas

visus normal, cek pada 1 baris tersebut

Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak

pada baris tersebut dengan false 1.

Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris

tersebut dengan false 2.

Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang

ada, berarti visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak

dapat dibaca.

Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada

baris di atasnya

Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan

pinhole (alat untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien)

Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan refraksi

Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti

merupakan kelainan refraksi

Contoh membaca snellen chart:

Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki =

normalnya 20/20. Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada

baris ke 8. Berarti visusnya normal

Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 =>

visusnya 20/30 dengan false 2. Artinya, orang normal dapat

membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien hanya dapat

membacanya pada jarak 20 kaki.

Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya 20/40

Page 12: Makalah Hi

Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5

dengan ketentuan seperti di atas.

Cara pemeriksaan berlaku untuk E chart dan cincin Landolt.

3. Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari.

Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart =>

5 atau 6 m.

Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60

Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m dan

lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.

Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4

m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien.

4. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan

pemeriksaan penglihatan dengan lambaian tangan.

Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat berupa

lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat

menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300

5. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat

menggunakan 'pen light' Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~.

Tentukan arah proyeksi :

Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang

datang,berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi baik

Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui

apakah tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal,

nasal, superior, dan inferior.

Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,

berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi salah.

Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0

E. Pencegahan untuk Penurunan Ketajaman Pengelihatan

Page 13: Makalah Hi
Page 14: Makalah Hi

Daftar Pustaka

A.M. Sugeng Budiono.2003.Hiperkes dan KK.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

Depkes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/X/2004,

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta.

Pusdiklat Kesehatan Depkes dan Kessos RI.

Widiowati, Evi. 2009. “Pengaruh Intensitas Pencahayaan Lokal”. Jurnal

Kesehatan Masyarakat. V. Nomor I : 64-69.

Guyton. 2004. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Dasar Penyakit. ed.3. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ilyas Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Panduan Skill's Lab Blok 3.6 FKUA http://www.mediafire.com/ diakses tanggal 3

November 2015.

Pearce, evelyn. 2008 . anatomi fisiologi untuk para medis. Jakarata :PT.

Gramedia.

Pelatihan Pemeriksaan Tajam Penglihatan Pada Siswa Kelas 5 SD Gedongan I,

Colomadu, Karanganyar. Warta. No.1/Vol.10/Maret 2007:19-24.

Prayoga,Hermawan Adi.2014. “Hubungan antara Intensitas Pencahayaan dan

Kelainan Refraksi Mata dengan Kelelahan Mata pada Tenaga Para Medis

di Bagian Rawat Inap Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.

Unnes Journal of Public Health. III Nomor 4 : 81-87.

Poerwanto, Purwanti, Wahyuni. 2013. “Analisa Pengaruh Pencahayaan Terhadap

Kelelahan Mata Operator Di Ruang Kontrol Pt. XYZ”. e-Jurnal Teknik

Industri FT USU. III. Nomor 4 : 43-48

Saifudin. 2006. Anatomi fisiologi. Jakarta : ECG.

Suma’mur P.K. 1996. Hygiene Perusahaan & Keselamatan Kerja. Jakarta:

Gunung Agung.