Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

42
BAB II PEMBAHASAN A. Laju Subsitusi Nukleotida Daerah Pengkodean Daerah Pengkode memiliki rata-rata subsitusi nonsinonim yang bervariasi diantara gen-gennya, merefleksikan rata-rata protein evolusi. Insulin pada C peptida digunakan sebagai contoh dari kecepatan evolusi walau sangat lambat. Apolipoprotein, immunoglobin, interferon sangat ceoat. Apolioprotein merupakan protein yang besar (4536 asam amino) memiliki rata-rata nonsinonim yang tinggi. Sebaliknya rantai miosin beta memiliki laju yang rendah. Rata-rata sinonim subsitustusi juga bervariasi dari gen satu ke gen yang lain (koefisisen dari variasi nonsynonim 91%, rata-rata synonim hanya 29%). Pada kecepatannya dari gen-gen tersebut, subsitusi sinonim melebihi yang nonsinonim. Perbandingannya subsitusi sinonim 25 kali lebih tinggi daripada subsitusi nonsinonim. Liahtlah tabel berikut.

description

makalah beridi tengtang perubahan laju susunan Basa Nukleotida dan pola susunan Basa Nukleotida akan mempengaruhi laju evolusi

Transcript of Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Page 1: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

BAB II

PEMBAHASAN

A. Laju Subsitusi Nukleotida

Daerah Pengkodean

Daerah Pengkode memiliki rata-rata subsitusi nonsinonim yang bervariasi diantara

gen-gennya, merefleksikan rata-rata protein evolusi. Insulin pada C peptida digunakan

sebagai contoh dari kecepatan evolusi walau sangat lambat. Apolipoprotein, immunoglobin,

interferon sangat ceoat. Apolioprotein merupakan protein yang besar (4536 asam amino)

memiliki rata-rata nonsinonim yang tinggi. Sebaliknya rantai miosin beta memiliki laju

yang rendah. Rata-rata sinonim subsitustusi juga bervariasi dari gen satu ke gen yang lain

(koefisisen dari variasi nonsynonim 91%, rata-rata synonim hanya 29%). Pada

kecepatannya dari gen-gen tersebut, subsitusi sinonim melebihi yang nonsinonim.

Perbandingannya subsitusi sinonim 25 kali lebih tinggi daripada subsitusi nonsinonim.

Liahtlah tabel berikut.

Page 2: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida
Page 3: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Adapun pada tahap degenerasi dua kali lipat, terdapat perbandingan subsitusi

transisional dengan tranversional dari tipe subsitusi sinonim. Rata-rata transisi (2.24 x10-9)

lebih tinggi daripada tranversi (1.47x10-9). Terdapat suatu observasi bahwa mutasi secara

transisi lebih lebih besar peluangnya daripada tranversional. Pada tahap dua kali lipat tahap

degenarasi, rata-rata subsitusi transisi sama dengan tahap degenarasi empat kali lipatnya,

tetapi rata-rata subsitusi transversional lebih rendah daripada tahap degenarasi empat kali

lipatnya, perbandingan dari kedua tipe subsitusi adalah 1.86 x10-9dan 0,38 10-9. Perubahan

Subsitusi rendah karena bersifat nonsinonim. Pada tahap nondegenarsi, semuaperubahan

bersifat nonsinonim, rata-rata dari subsitusi nonsinonim dan sinonim hampir sama (0.4x10 -9

dan 0,38 x10-9). Sehingga rata-rata subsitusi nukleotida lebih rendah pada tahap

nondegenerasi, sedang-sedang pada tahap degenrasi duakali lipat, lebih tinggi pada tahap

denerasi 4 kalil lipat.

Page 4: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Daerah non penkodean

Data dari daerah noncoding jauh lebih banyak daripada data dari coding daerah, sehingga

hanya analisis komparatif yang terbatas dapat dilakukan. (Perhatikan bahwa dalam rangka

untuk memperkirakan tingkat substitusi secara berurutan kita harus memiliki data dari

setidaknya dua spesies.). Kasus yang luar biasa adalah Na , K-ATPase , di mana tingkat di

daerahtersebut belum diterjemahkan dalam 3 'dan bersifat lambat, meskipun wilayah ini

sudah lama ada. Alasannya adalah bahwa Na, K-ATPase. gen mengkodekan berbagai bentuk

protein dengan menggunakan situs polyadenylation alternatif, belum diterjemahkan. Di

hampir semua gen, tingkat substitusi dalam 5 'dan 3' regionsare diterjemahkan lebih rendah

daripada di empat kali lipat tahap degenarsi (yaitu, situs di mana semua substitusi nukleotida

mungkin adalah sinonim). daerah 5 'dan 3' belum diterjemahkan adalah 1,96 x 10-9 dan 2,10

x 10-9 substitusi persite per tahun, masing-masing, yang keduanya sekitar 55% dari rata-rata

empat kali lipat tahap degenarsi (3.71 x 10-9 substitusi per situs per tahun).

Tabel 4.4 menunjukkan perbandingan antara tingkat substitusi globin pseudogen

pada Wvx sapi dan kambing dan rata-rata di daerah noncoding dan daerah empat kali lipat

tahap degenarsi suatu gen globin

. Hasilnya, tingkat ingkat dalam pseudogen sedikit lebih tinggi daripada di daerah lain. Hal

ini tampaknya menjadi umum berlaku untuk pseudogen.

Profil-Profil Yang Sama

Metode yang cepat dan kuat untuk mendeteksi tingkat variasi dari subsitusi

disebut Kesamaan profil, metode ini dapat memberikan wawasan tentang sejarah evolusi,

seperti tabel dibawah ini.

Page 5: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

B. Penyebab Variasi Dalam Subsitusi

Laju subsitusi ditentukan oleh dua faktor yaitu 1)laju mutasi, 2) probabilitas mutasi.

a. Kendala Fungsional

Kendala fungsional ditentukan oleh tingkat karakteristik intoleransi dari genom

menuju kerarah mutasi. Hal ini mendefinisikan berbagai nukleotida alternatif yang dapat

diterima tanpa mempengaruhi fungsi dan struktur dari gen yang dihasilkan. Mutasi akan

mempengaruhi fungsi. Semakin kuat kendala fungsional maka semakin lambat laju

subsitusi yang akan terjadi. Sejauh protein-coding gen yang bersangkutan, telah ada

beberapa upaya

untuk mengukur kendala fungsional yang bergantung dari tingkat substitusi mereka.

Salah satu ukuran tersebut adalah kerapatan fungsional. Proporsi asam amino yang

memiliki kendala fungsional dan kepadatan fungsional tinggi maka semakin rendah tingkat

substitusi diharapkan.

b. Laju Sinonim dan Non sinonim

Karena tingkat mutasi pada sinonim dan nonsynonymous

dalam gen sama, atau setidaknya sangat mirip, perbedaan subsitusi disebabkan oleh

intensitas kemurnian seleksi antara kedua tipe tersebut. Mutasi yang menghasilkan

penggantian asam amino yang memiliki kesempatan lebih besar untuk menimbulkan efek

merusak fungsi suati protein daripada perubahan sinonim (identik). Akibatnya, mayoritas

nonsynonymous mutasi akan dihilangkan dari populasi dengan memurnikan seleksi.

Page 6: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

perubahan identik (sinonim) memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menjadi

netral, dan sebagian besar dari mereka akan tetap dalam suatu populasi

c. Adanya variasi Diantara Daerah gen yang Berbeda-beda

Sebuah contoh adanya insulin , suatu hor. The prekursor insulin, preproinsulin,

adalah rantai dari 86 asam amino yangon dimer yang disekresikaan oleh sel beta pada pulau

langerhans terdiri dari empat segmen: A, B, C, dan

sebuah sinyal peptida (Gambar 4.5). Setelah peptida sinyal dihapus, menjadi proinsulin

yang panjang sebanyak 62-asam amino, suatu struktur tiga dimensi yang distabilkan oleh

dua ikatan disulfida. Pmotongan internal pada asam amino peptida C yang berada di

tengah-tengah rantai proinsulin bertujuan agar hormon insulin aktif pada dua segmen yang

tersisa yang terdiri dari rantai A dan B. Tingkat subsitusi nonsinonim (tidak identik) untuk

daerah kode peptida C 5 kali libeh tinggi daripada A dan B. Tingakt subsitusi daerah non

identik pada sinyal peptida 6 kali lebih tinggi dariapasa pengkodean wilayah A dan B,

seperti pada gambar dibawah ini

c. Variasi Diantara Gen

Variasi besar dalam tingkat substitusi nonsynonymous

antara gen, disebabkan oleh: (1) tingkat mutasi,

dan (2) intensitas seleksi. Variasi Laju sinonim subsitusi dari gen satu ke gen yang alain

kurang jelas. Terdapat dua alasan pada variasi ini, pertama laju mutasi yang berbeda

diantara genome yang berbeda dan laju variasi pada kromosom dalam gen, kedua tidak

Page 7: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

semua kode yang sinonim memiliki efek yang sama. Jadi perlu adanya seleksi seperti

seleksi murni yang dapat menciptakan laju subsitusi sinonim diantara gen.

Subsitusi dapat menghambat fungsi protein, contoh histon ynag berinteraksi

dengan DNA untuk membentuk nukleosom. H3 harus mempertahankan kekompakan

strukturnya agar dapet berinteraksi dengan asam molekul DNA. Kosekwensinya H3 toleran

dengan perubahan asam amino. Perkembangan protein ini memmang paling lambat yaitu

dari 1.000 kali lebih lambat daripada apolipoproteins. Seperti gambar dibawah ini

Contoh lainnya adalah hemoglobin memerlukan lampiran heme prostetik

, dan memiliki kemampuan untuk merespon secara struktural terhadap perubahan pH dan

CO2 konsentrasi. Namun, sebagian besar dari persyaratan fungsional dibatasi

ke bagian molekul. Banyak asam amino-mengubah mutasi, terutama pada permukaan ini

protein globular,. Sitokrom c juga membawa oksigen, mengikat heme, dan merespon

terhadap perubahan struktural dalam kondisi fisiologis, Dengan demikian, proporsi yang

mengambil bagian dalam fungsi lebih tinggi ada pada pada sitokrom c tertentu, dan laju

substitusi asam aminonya lebih tinggi daripada hemoglobin.

C. Seleksi Positif

Tingkat substitusi nukleotida dalam sebagian besar

daerah genom dapat dijelaskan oleh kombinasi dari (1)input mutasi,(2) seleksi murni

terhadap alel yang merugikan. Seleksi positif bertujuan untuk memainkan peran penting

dalam evolusi molekuler gen

Page 8: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

a) Pendeteksian Seleksi Positif

Perubahan Nonsynonymous jauh lebih mungkin meningkatkan fungsi protein

dibandingkan perubahan sinonim. Laju substitusi nonsynonymous harus melebihi dari

sinonim substitusi sehingga dapat menguntungkan memainkan peran utama dalam evolusi

dari protein. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mendeteksi seleksi Darwin positif adalah

untuk menunjukkan bahwa jumlah substitusi per situs nonsynonymous secara signifikan lebih

besar dari jumlah substitusi per situs sinonim

b)Paralelisme dan konvergensi: Evolusi Lisosimdi ruminansia, lutung, dan hoatzins

Paralelisme pada tingkat molekul didefinisikan sebagai terjadinya dua atau lebih

substitusi nukleotida (atau penggantian asam amino) yang homolog dan dari garis

keturunan evolusi yang berbeda. Molekuler konvergensi adalah terjadinya dua atau lebih

substitusi nukleotida (atau amino acid pengganti) yang homolog dalam garis keturunan

evolusi yang berbeda mengakibatkan hasil yang sama.

Lisozim merupakan enzim asam amino panjang 130 yang katalitik berfungsi untuk

memotong ikatan P (1-4) glikosidik iantara N-asetil glucoseamine dan Nacetyl Asam

muramic dalam dinding sel Eubacteria, sehingga bamteri kurang memiliki perlindungan

terhadap tekanan osmosis dan bisa lisis. Lizosim terdapat di air liur, air mata, putih telur

burung sebagai pertahanan terhadap bakteri. The lysozyme hoatzin adalah lisozim yang

mengikat kalsium , sedangkan ruminansia dan lisosim lutung berasal dari cabang keluarga

gen lisozim konvensional. Konvergensi fungsional dari lisozim dalam tiga garis keturunan

adalah hasil dari paralel i sebagai pengganti asam amino yang terjadidalam garis keturunan

masing-masing. Misalnya, posisi 75 berubah menjadi asam aspartat asam dalam tiga garis

keturunan. kita harus berasumsi bahwa seleksi adaptif memainkan utamaperan dalam

evolusi lisozim. Seprti pada gambar dibawah ini

Page 9: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

D. Pola Subtitusi

Ada 12 tipe subtitusi nukleotida yang mungkin (misal, dari A menjadi G, dari A

menjadi C, dari T menjadi A). Untuk menghitung jumlah subtitusi nukleotida antara dua

rangkaian DNA, kami menggelompokkan ke 12 tipe menjadi satu. Namun, kadang menarik

untuk menentukan secara terpisah frekuensi yang dengannya masing-masing tipe subtitusi

nukleotida terjadi. Pola subtitusi nukleotida didefinisikan sebagai frekuensi relatif yang

dengannya nukleotida tertentu berubah menjadi yang lain selama evolusi. Pola biasanya

ditunjukkan dalam bentuk matriks 4 x 4, dimana masing-masing dari 12 elemen matriks

(tidak termasuk empat elemen diagonal yang menunjukkan kasus tidak ada subtitusi)

menunjukkan jumlah perubahan dari nukleotida tertentu menjadi lainnya.

Biarkan Pij menjadi bagian perubahan dasar dari tipe ke-i menjadi tipe ke-j

nukleotida (i, j = A, T, C atau G dan i j). Bagian ini dihitung sebagai

(15)

Dimana nij adalah jumlah subtitusi dari i menjadi j, dan ni adalah jumlah nukleotida

i pada rangkaian pendahulunya. Agar mampu untuk membandingkan pola subtitusi

nukleotida antara rangkaian, kami mendefinisikan fij, frekuensi subtitusi relatif dari

nukleotida i menjadi nukleotida j, sebagai

(16)

Page 10: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Jadi, fij menunjukkan jumlah yang diharapkan dari perubahan dasar dari nukleotida

tipe i menjadi tipe j di antara setiap 100 subtitusi pada rangkaian acak (yaitu, pada sebuah

rangkaian dimana empat dasar sama-sama sering).

Pola Mutasi Spontan

Karena mutasi poin merupakan salah satu faktor paling penting pada evolusi

rangkaian DNA, ahli evolusi molekuler lama tertarik dalam mengetahui pola mutasi

spontan (Beale dan Lehmann 1965; Fitch 1967; Zuckerkandl dkk 1971; Vogel dan Kopun

1977; Sinha dan Haimes 1980). Pola ini dapat bertindak sebagai standar untuk

menyimpulkan seberapa jauh frekuensi pertukaran yang diamati antara nukleotida pada

rangkaian DNA tertentu menyimpang dari nilai-nilai yang diharapkan di bawah asumsi

tidak ada seleksi, atau netralitas selektif.

Satu cara untuk mempelajari pola mutasi poin adalah mempelajari pola

subtitusi di wilayah DNA yang terbuka bagi tidak adanya batasan selektif. Pseudogen

berguna dalam hal ini. Karena mereka tidak memiliki fungsi, semua mutasi yang muncul

pada pseudogen netral dan menjadi tetap pada populasi dengan kemungkinan yang sama.

Jadi, rata-rata subtitusi nukleotida pada pseudogen diharapkan untuk menyamakan rata-rata

mutasi. Dengan cara yang sama, pola subtitusi nukleotida pada pseudogen diharapkan

menunjukkan pola mutasipoin spontan.

Gambar 8 menunjukkan metode sederhana untuk meringkas subtitusi

nukleotida pada rangkaian pseudogen (Gojobori dkk, 1982). Rangkaian 1 adalah

pseudogen, rangkaian 2 adalah pasangan fungsional dari spesies yang sama dan rangkaian 3

adalah rangkaian fungsional yang menyebar sebelum kemunculan pseudogen. Andaikan

bahwa di tempat nukleotida tertentu, rangkaian 1 dan 2 memiliki A dan G. maka kita dapat

mengasumsikan bahwa nukleotida pada rangkaian pseudogen berubah dari G menjadi A

jika rangkaian 3 memiliki G, tapi bahwa nukleotida pada rangkaian 2 berubah dari A

menjadi G jika rangkaian 3 memiliki A. Namun, jika rangkaian 3 memiliki T atau C, maka

kita tidak dapat memutuskan arah perubahan dan pada kasus ini tempat dikeluarkan dari

perbandingan. Secara umum, ketika nukleotida pendahulu di sebuah tempat tidak dapat

ditentukan, tempat itu harusnya dikeluarkan dari analisa. Dengan cara yang sama,

penghapusan dan penambahan harus juga dikeluarkan. Karena rata-rata subtitusi biasanya

jauh lebih tinggi pada pseudogen dibandingkan yang ada pada gen fungsional homolog,

perbedaan pada rangkaian nukleotida antara sebuah gen dan pseudogen dijelaskan pada

mayoritas kasus oleh subtitusi yang muncul pada pseudogen daripada dengan subtitusi pada

gen fungsional.

Page 11: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Gambar 8. Pohon filogenetik pola subtitusi nukleotida pada sekuens pseudogen

Pada sebuah studi atas 105 mamalia memiliki pseudogen, Ophir dan Graur

menemukan bahwa nilai fij sangat berbeda dari satu pseudogen dengan yang lain. Matriks

menunjukkan pola gabungan subtitusi yang diperoleh dari 55 rangkaian pseudogen yang

diproses dari manusia. Arah mutasi tidak acak. Sebagai contoh, A berubah lebih sering

menjadi G dibandingkan T atau C. Empat elemen dari sudut kanan atas ke sudut kiri bawah

adalah nilai fij untuk transisi, sementara delapan elemen lainnya menunjukkan transverse.

Jumlah frekuensi relatif transisi adalah 67,5% (66,2% jika dinukleotida CG dikeluarkan).

Karena ada empat tipe transisi dan delapan tipe transverse, bagian yang diharapkan dari

transisi di bawah asumsi bahwa semua mutasi yang mungkin terjadi dengan frekuensi yang

sama adalah 33,3%. Bagian yang diamati (67,4%) sekitar dua kali nilai yang diharapkan.

Beberapa nukleotida lebih dapat bermutasi dibanding yang lain. Jika keempat

nukleotida sama-sama dapat bermutasi, kita akan mengharapkan nilai 25% pada setiap

elemen kolom. Dalam praktiknya, kita melihat bahwa G bermutasi dengan frekuensi relatif

29,7% (31,6% jika dinukleotida CG dikeluarkan) yaitu G adalah nukleotida yang dapat

bermutasi, sementara A bermutasi dengan frekuensi relatif 20,3% (yaitu, tidak dapat

bermutasi). Di bagian bawah baris, kami mendata frekuensi relatif semua mutasi yang

menghasilkan A, T, C atau G. Kami mencatat bahwa 56,4% semua mutasi menghasilkan A,

atau T, sementara pengharapan untuk kasus kemungkinan mutasi yang sama di semua arah

adalah 50%. Karena ada kecenderungan bagi C dan G untuk berubah menjadi A atau T, dan

karena A dan T tidak dapat berubah seperti C dan G untuk berubah menjadi A atau T, dank

Page 12: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

arena A dan T tidak dapat berubah seperti C dan G, pseudogen diharapkan menjadi kaya

pada A dan T. Hal ini harusnya benar untuk wilayah bukan pembuatan kode lain yang

terbuka bagi tidak adanya batasan fungsional. Tentu saja, wilayah bukan pembuatan kode

secara umum kaya AT.

Diketahui bahwa, selain kesalahan pemasangan dasar, transisi dari C ke T

dapat juga muncul dari konversi residu C methylate atas deaminasi (Coulondre dkk 1978;

Razin dan Riggs 1980). Efek akan meningkatkan frekuensi C:G T:A dan G:C A:T;

yaitu, fCT dan fGA. Karena sekitar 90% residu C metilat pada DNA vertebrata muncul pada

dinukleotida 5`-CG-3` (Razin dan Riggs, 1980), efek ini harusnya diekspresikan sebagai

perubahan dinukleotida CG menjadi TG atau CA. Setelah sebuah gen menjadi pseudogen,

perubahan tersebut tidak akan lagi terbuka bagi batasan fungsional dan dapat memberikan

kontribusi bagi transisi C T dan G A, jika frekuensi CG relatif tinggi sebelum

penghentian gen (yaitu, kehilangan fungsinya). Pola subtitusi yang diperoleh dengan

mengeluarkan semua tempat nukleotida mungkin lebih sesuai untuk memprediksikan pola

mutasi dalam sebuah rangkaian yang tidak terbuka bagi batasan fungsional untuk waktu

yang lama (misal, beberapa bagian intron), karena pada rangkaian tersebut sedikit CG

dinukleotida akan ada untuk mulai. Pola yang diperoleh setelah mengeluarkan CG

dinukleotida agak berbeda dari yang diperoleh sebaliknya. Secara khusus, frekuensi relatif

transisi C T lebih rendah sekitar 20%.

Ketidaksamaan jenis: Pola subtitusi pada DNA mitokondria manusia

Studi awal tentang DNA mitokondia primate (mtDNA) mengungkapkan bias

transisi ekstrim pada pola subtitusi nukleotida (Brown dkk, 1982). Tamura dan Nei (1993)

mempelajari pola subtitusi di wilayah kontrol dianggap tidak memiliki batasan fungsional,

dan pola subtitusinya menunjukkan pola mutasi spontan pada mtDNA. Transversi

ditemukan terjadi dengan frekuensi sangat rendah dan rata-rata rasio transisi/transversi

adalah 15,7 jauh lebih besar dibandingkan rasio 2 pada DNA inti. Lebih lanjut frekuensi

relatif transisi antara pirimidin (C T) hampir dua kali besar antara purine (G A), yang

melanggar dua persamaan, fCT = fGA dan fTC = fAG, dan yang menyarankan bahwa pola dan

rata-rata mutasi mungkin berbeda antara dua jenis. Dalam perbandingan, tidak ada bukti

untuk ketidaksamaan jenis diperoleh dari pola inti dimana frekuensi relatif transisi antara

pirimidin (34,5%) hampir sama seperti antara purin (32,9%).

Pola subtitusi asam amino

Page 13: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Ada banyak ukuran pada literatur yang ditujukan dalam menghitung kesamaan

atau ketidak-samaan antara dua asam amino (Sneath 1966; Grantham 1974; Miyata dkk,

1979). Jarak fisikokimia berdasarkan pada sifat asam amino seperti polaritas, volume

molekuler dan komposisi kimia. Subtitusi asam amino dengan yang sama (misal, leusin

menjadi isoleusin atau leusin menjadi metionin disebut subtitusi konsevatif dan subtitusi

asam amino yang tidak sama (misal, glisin menjadi triptofan atau sistein menjadi triptofan)

disebut subtitusi radikal. Beberapa asam amino, seperti leusin, isoleusin, glutamin, dan

metionin adalah asam amino tipikal, karena mereka memiliki sejumlah asam amino

alternatif yang sama yang dengannya mereka dapat diganti melalui subtitusi non sinonim

tunggal. Asam amino lain, seperti sistein, triptofan, tirosin dan glisin, adalah asam amino

khusus; mereka memiliki sedikit asam amino alternatif sama yang dengannya mereka dapat

digantikan. Graur (1985) merancang sebuah indeks stabilitas, yang merupakan mean jarak

fisikokimia antara asam amino dan turunan mutasinya yang dapat diproduksi melalui

subtitusi nukleotida tunggal. Indeks stabilitas dapat digunakan untuk memprediksikan

kecenderungan evolusioner asam amino untuk menjalani subtitusi.

Dikenal sejak karya awal Zuckerkandl dan Pauling (1965) bahwa subtitusi

konservatif sering muncul dibandingkan subtitusi radikal pada evolusi protein. Sifat

konservatif subtitusi asam amino terbukti ketika menempatkan frekuensi relatif subtitusi

asam amino terhadap jarak fisikokimia. Dari sudut pandang teori netral, fenomena ini dapat

dengan mudah dijelaskan dengan menggunakan Persamaan 2. Subtitusi konservatif

mungkin kurang mengganggu dibandingkan yang radikal; karena itu, kemungkinan

perubahan mutasi yang netral (sebagai kebalikan dari yang membahayakan) lebih besar jika

subtitusi asam amino terjadi antara dua asam amino yang sama dibandingkan jika terjadi

antara dua yang tidak sama. Namun, pada beberapa kasus kodon asam amino yang sama

berbeda lebih banyak dibandingkan satu nukleotida dan jadi subtitusi asam amino

konservatif kurang mungkin dibandingkan subtitusi yang lebih radikal.

Page 14: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Gambar 9. Hubungan antara jarak fisikokimia dan frekuensi penggantian asam amino pada 20 protein mamalia (reseptor ryanodin, distrofin, protein lokus ataxia, faktor koagulasi 8 dan 9, regulator konduktan transmembran cystic

fibrosis, α glukosidase, reseptor low density protein, piruvat kinase, hexosaminidase A dan B, glucocerebrosidase, fenilalanin hidroksilase, asam

fumarat hidroksilasi, galactosa 1 uridiltransferase, periferin, uroporphrynogen III sintase CD 40 ligand dan faktor Hippel lindau.

Argyle (1980) merancang sebuah perwakilan grafik lingkaran pertukaran asam

amino. Sebuah versi yang telah diubah oleh Pieber dan Toha (1983) ditunjukkan pada

Gambar 9. Dengan tergantung pada protein, 60 – 90% subtitusi asam amino yang diamati

melibatkan tetangga terdekat atau terdekat kedua di cincin itu.

Properti protein apa yang disimpan dalam evolusi?

Evolusi setiap gen pembuat kode protein dibatasi oleh persyaratan fungsional

protein khusus yang dihasilkan. Namun, menarik untuk mencari tahu apakah ada atau tidak

properti umum yang dibatasi selama evolusi pada semua protein. Jawabannya sepertinya

adalah bahwa beberapa properti tentu saja disimpan selama evolusi protein (Soto dan Toha

1983). Dua properti yang paling banyak disimpan adalah volume dan indeks refraktif

(ukuran kepadatan protein). Hydrophobisitas dan polaritas sepertinya juga disimpan,

sementara rotasi optic sepertinya merupakan properti yang tidak relevan pada evolusi

protein. Mengejutkan, distribusi asam amino, yang mungkin diharapkan menjadi faktor

penting dalam menentukan evolusi, merupakan salah satu properti yang paling sedikit

disimpan selama evolusi protein (Leunissen dkk 1990).

Page 15: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Gambar 10. Lingkaran yang menunjukkan kemampuan berubah dari asam amino menurut metode Argyl (1980). jumlah yang ditulis adalah jumlah kodon pada famili dimana asam amino tidak dikode oleh 2 kodon sefamili. Sekitar 60%-90% observasi pergantian asam amino tergantung asam amino di dekatnya

Sebagai konsekuensi dari penyimpanan kumpulan dan hidrofobisitas, beberapa

asam amino cenderung menjadi kaku untuk subtitusi selama evolusi. Tentu saja, glisin,

asam amino paling kecil, cenderung disimpan selama evolusi dengan mengabaikan

kedekatannya dengan tempat yang aktif secara fungsional. Subtitusi di tempat-tempat yang

didiami oleh glisin akan memperkenalkan ke dalam rantai polipeptida sebuah asam amino

yang jauh lebih banyak. Karena gangguan struktural tersebut memiliki kemungkinan tinggi

untuk memiliki efek yang membahayakan terhadap fungsi protein dengan mengabaikan

lokasi glisin relatif dengan tempat aktif, mutasi tersebut sering dipilih. Akibatnya, gen yang

memberi kode protein yang mengandung bagian besar residu glisin akan cenderung untuk

berkembang secara lebih lambat dibandingkan yang miskin glisin (Graur, 1985). Selain

glisin, asam amino lain (misal, lisin, sistein dan prolin) juga disimpan secara konsisten

(Naor dkk, 1996). Lisin dan sistein paling mungkin disimpan karena keterlibatan mereka

dalam hubungan silang antara rantai polipeptida, sementara prolin disimpan karena

kontribusi uniknya terhadap ikatan protein yang ditekuk.

Jumlah Substitusi Nukleotida Antara Dua Urutan Dna

Substitusi alel dalam suatu populasi biasanya memerlukan waktu ribuan atau

bahkan jutaan tahun untuk menyelesaikannya (Bab 2). Untuk alasan ini, kita tidak bisa

berurusan dengan proses substitusi nukleotida melalui observasi langsung, dan substitusi

nukleotida selalu disimpulkan dari perbandingan berpasangan dari molekul DNA yang

terbagi atas sebuah asal evolusi yang sama. Setelah dua sequence nukleotida menyimpang

Page 16: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

satu sama lain, masing-masing dari mereka akan mulai menggabungkan substitusi

nukleotida . Dengan demikian, jumlah substitusi nukleotida yang terjadi sejak dua urutan

menyimpang adalah yang paling dasar dan umum digunakan variabel dalam evolusi

molekuler.

Jika dua urutan panjang N berbeda satu sama lain di n lokasi, maka proporsi dari

perbedaan, n / N, disebut sebagai tingkatan divergensi atau jarak Hamming. Derajat

perbedaan biasanya dinyatakan sebagai persentase (n / N x 100%). Ketika tingkat

perbedaan antara kedua perbandingan sequences kecil, kesempatan untuk lebih dari satu

substitusi telah terjadi di site manapun diabaikan, dan jumlah perbedaan antara dua

sequence yang diamati harus dekat dengan jumlah yang sebenarnya dari Substitution .

Namun, jika tingkat perbedaan substansial, maka jumlah yang teramati dari perbedaan

kemungkinan lebih kecil dari jumlah sebenarnya dari substitutions karena substitusi ganda

atau beberapa hits di site yang sama. Misalnya, jika nukleotida pada sebuah site tertentu

berubah dari A ke C dan kemudian ke T dalam satu urutan, dan dari A T dalam urutan

lainnya, maka dua sequence di bawah perbandingan adalah identik pada site ini, meskipun

fakta bahwa ketiga terjadi dalam sejarah evolusionernya (Gambar 3.6). Banyak metode

telah diusulkan dalam literatur untuk mengoreksi beberapa substitusi (e.g., Jukes dan

Cantor 1969; Holmquist 1972, Kimura 1980,1981, Holmquist dan Pearl 1980; Kaplan dan

Risko 1982;. Lanave et al 1984). Pada bagian berikutnya kita akan meninjau beberapa

metode yang paling sering digunakan.

Jumlah substitusi nukleotida antara dua sequence biasanya dinyatakan dalam

jumlah nomor tempat substitusi per nukleotida daripada jumlah antara dua sekuens.

fasilitasi ini membandingkan antara pasangan urutan yang berbeda panjangnya.

Sequence Protein-coding dan noncoding harus diperlakukan secara terpisah karena

mereka biasanya berkembang pada tingkat yang berbeda. Dalam kasus yang pertama,

disarankan untuk membedakan antara substitusi identik dan tidak identik, karena mereka

dikenal berkembang pada tingkat yang sangat berbeda dan karena perbedaan antara dua

jenis substitusi dapat memberikan kita wawasan tambahan ke dalam mekanisme evolusi

molekuler (Bab 4 ).

Page 17: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Hasil yang telah kami peroleh sebelumnya dalam bab ini untuk urutan DNA

tunggal dapat diterapkan untuk mempelajari perbedaan nukleotida antara dua urutan yang

berbagi asal mula yang sama. Kami berasumsi bahwa semua situs secara berurutan

berkembang pada tingkat yang sama dan mengikuti pola pengganti yang sama. Jumlah situs

dibandingkan antara dua sekuens dilambangkan oleh L. Delesi dan insertions yang

termasuk dalam analisis.

FIGURE 3.6 Two homologous DNA sequences that descended from an ancestral sequence have accumulated mutations since their divergence from each other. Note that

although 13 mutations have occurred, differences can be detected at only three nucleotide sites (-). Note further that "sequential substitutions," "coincidental substitutions," "parallel

substitutions," "convergent substitutions," and "back substitutions" all involve multiple substitutions at the aame site, though perhaps in different lineages.

Single substitution

Sequential substitutions

Coincidental substitutions

Parallel substitutions

Page 18: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Mari kita mulai dengan model satu-parameter. Dalam model ini, ini cukup untuk

mempertimbangkan hanya I (i}, yang merupakan probabilitas bahwa nukleotida pada site

tertentu pada waktu t adalah sama di kedua sekuens. Misalkan bahwa nukleotida pada site

tertentu adalah A pada waktu 0. pada waktu t, probabilitas bahwa urutan keturunan akan

memiliki A pada site ini adalah PAAW anc * akibatnya kemungkinan bahwa dua sekuens

keturunan memiliki A pada site ini adalah PAA «- Demikian pula, kemungkinan bahwa

kedua sekuens memiliki T, C, atau G di situs ini adalah PAT «, PACW dan PAG«) 'masing-

masing. Oleh karena itu,

Persamaan 3.22 juga berlaku untuk T, C, atau G. Oleh karena itu, terlepas dari

initial nucleotida pada sebuah site , / (,) merupakan proporsi nukleotida identik antara dua

urutan yang menyimpang t unit waktu yang lalu. Perhatikan bahwa kemungkinan bahwa

dua sekuens berbeda di sebuah lokasi pada waktu tis p = 1 - l ^ y demikian,

perbedaan waktu antara dua sekuens biasanya tidak diketahui, dan dengan

demikian kita tidak bisa memperkirakan. Sebaliknya, kita menghitung K, yang merupakan

jumlah substitusi per situs sejak zaman perbedaan antara dua sekuens. Dalam kasus model

satu parameter, K = 2 (3AT), di mana Sortir adalah jumlah substitusi per situs dalam garis

keturunan tunggal. Dengan menggunakan Persamaan 3.24 kita dapat menghitung K sebagai

di mana p adalah proporsi yang teramati dari nukleotida yang berbeda antara dua

sekuens (Jukes dan Cantor 1969). Untuk sekuens L panjang, varians sampling K, V (K),

yang mendekati diberikan oleh

Page 19: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

(Kimura dan Ohta 1972). Persamaan 3.26 hanya berlaku untuk nilai besar L.

Dalam kasus pada model dua parameter (Kimura 1980), perbedaan antara dua

sekuens diklasifikasikan ke dalam transisi dan transversi. Misalkan P

Catatan bahwa jika kita tidak membedakan antara perbedaan transisi dan

transversional, yaitu, p = P + Q, maka Persamaan 3.27 untuk mengurangi Persamaan 3.25,

sebagaimana dalam model Jukes dan Cantor. Variansi sampling kurang diberikan oleh

Mari kita mempertimbangkan sebuah hipotesis contoh numerik atau

dua urutan panjang 200 nukleotida yang berbeda satu sama lain dengan 20

transisi dan transversi 4. Dengan demikian, L = 200, P = 20/200 = 0,10, dan Q

= 4/200 = 0,02. Menurut model dua parameter, kita memperoleh K = 0,13.

Jumlah substitusi dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah substitusi per

situs, K, dengan jumlah situs, L. Dalam hal ini kita memperoleh perkiraan

sekitar 26 substitusi, sehingga 24 perbedaan yang diamati antara dua sekuens.

Berdasarkan pada model satu-parameter, p = 24/200 = 0,12, dan 1C-0,13.

E. Local Clock

Jam molekuler dapat berbeda antara suatu kelompok organisme dengan organisme

lainnya. Jam molekuler yang khusus untuk suatu kelompok organisme itulah yang disebut

sebagai local clock. Berikut ini merupakan contoh metode untuk mengetahui local clock

pada mencit, tikus dan hamster menggunakan perbandingan rata-rata subtitusi sinonim dan

nonsinonim dengan tes rata-rata relatif.

Page 20: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Jika spesies 1 adalah mencit, spesies 2 adalah tikus dan spesies 3 adalah hamster,

maka tanda positif untuk nilai K13-K23 artinya bahwa laju pada mencit lebih tinggi daripada

pada tikus, sedangkan tanda negatif menunjukkan sebaliknya. Data sekuen yang digunakan

terdiri dari 28 gen dengan panjang total 11.295 nukleotida. Baik nilai K13-K23 bukan 0

sehingga hipotesis nol tingkat substitusi yang sama pada mencit dan tikus diterima.

Hasil dari perbandingan tersebut menunjukkan bahwa rata-rata subtitusi cenderung

konstan tidak hanya untuk subtitusi yang sinonim namun juga subtitusi nonsinonim. Hasil

ini konsisten dengan hipotesis mutasi netral yang merumuskan bahwa kebanyakan

perubahan molekular pada evolusi merupakan mutasi netral.

Berdasarkan jarak imunologi dan data sekuen protein, diperkirakan terjadi

penurunan laju subtitusi pada hominoid (manusia dan kera) setelah perpisahan mereka saat

masa lampau. Perlambatan tersebut adalah karena perkiraan yang salah tentang waktu

divergensi antara kera dan manusia. Dengan uji ID Tajima pada urutan pseudogene ŋ-

globin dari manusia, simpanse (Pan troglodytes), simpanse kerdil (P. paniscus), gorila

(Gorilla gorilla), orangutan (Pongo pygmaeus) dan Gibbon (Hylobates lar). Dalam setiap

perbandingan berpasangan, digunakan referensi berupa spesies outgroup terdekat. Misalnya

untuk membandingkan Pan troglodytes dengan Pan paniscus, digunakan manusia sebagai

outgroup. Demikian pula, dalam perbandingan Pan dengan Homo digunakan Gorilla

sebagai outgroup.

Page 21: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Dalam perbandingan antara Homo (spesies 1) dengan P. paniscus, P. troglodytes

atau Gorilla gorilla (spesies 2) terlihat bahwa nilai-nilai m1, secara signifikan lebih kecil

dari nilai m2. Oleh karena itu, tingkat substitusi pada manusia lebih kecil dibandingkan di

kera Afrika. Pada perbandingan antara manusia dan orangutan dengan Gibbon sebagai

outgroup, m1<m2 tetapi perbedaannya tidak signifikan secara statistik.

Sebuah studi menunjukkan bahwa perlambatan dalam keturunan manusia tidak

terbatas pada pseudogene ŋ-globin, tetapi merupakan fenomena yang umum dan mungkin

juga mempengaruhi seluruh genom. Diperkirakan bahwa garis keturunan simpanse dan

gorila berevolusi sekitar 1,5 kali lebih cepat dari garis keturunan manusia. Percobaan

hibridisasi DNA-DNA juga telah memberikan bukti kuat untuk hipotesis perlambatan ini.

Perbedaan antara hominoid dan monyet Afrika (Cercopithecidae) diperkirakan

telah terjadi pada Oligosen (sekitar 20-30 juta tahun yang lalu). Perbedaan antara monyet

Dunia Lama (Catarrhini) yang meliputi Hominoidea dan Cercopithecidae dan monyet

Dunia Baru (Platyrrhini) diperkirakan telah terjadi setidaknya 10 juta tahun lalu. Oleh

karena itu mungkin untuk menguji ketidaksetaraan dalam tingkat substitusi antara manusia

dan monyet Afrika dengan menggunakan monyet Dunia Baru sebagai outgroup.

Page 22: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

Pada tabel di atas, K13 dan K23 adalah jarak antara monyet Afrika dan monyet

Dunia Baru dan antara manusia dan monyet Dunia Baru. Pada semua kasus, K13-K12 secara

signifikan lebih besar dari 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat substitusi di daerah

noncoding, yang mungkin mencerminkan tingkat mutasi, lebih tinggi pada monyet Afrika

daripada manusia.

Berdasarkan data hibridisasi DNA-DNA, laju substitusi nukleotida pada tikus dan

mencit ternyata jauh lebih tinggi dibanding manusia dan simpanse. Diperkirakan tingkat

evolusi mencit dan tikus 16 kali lebih tinggi dibandingkan dengan manusia dan simpanse.

Evaluasi Hipotesis Jam Molekuler

Jika ditelaah secara ekstrim, hipotesis jam molekuler menyatakan bahwa DNA

homolog berevolusi pada =tingkat yang sama sepanjang garis keturunan evolusi selama

mereka mempertahankan fungsi asli mereka. Analisis urutan DNA dari beberapa ordo

mamalia menunjukkan bahwa tidak ada jam molekuler global yang ada dalam kelas

Mamalia. Bahkan variasi yang signifikan dalam tingkat substitusi nukleotida telah

ditemukan baik di dalam dan di antara perintah yang berbeda dari mamalia.

Tikus tampaknya berkembang jauh lebih cepat daripada artiodactyls, yang pada

gilirannya berkembang lebih cepat dari primata. Dalam ordo mamalia, variasi dalam tingkat

substitusi antara spesies agak kecil. Namun, ada kasus-kasus di mana perbedaan

intraordinal substansial telah terbukti ada. Contohnya, dalam primata, tingkat substitusi

sinonim dalam monyet Dunia Lama hampir dua kali lipat daripada kera masa kini.

Karena asumsi laju kekonstanan dilanggar bahkan pada Mammalia, sebuah jam

molekuler yang benar-benar universal yang berlaku untuk semua organisme tidak dapat

diasumsikan ada. Memang, tingkat substitusi antara organisme yang berkerabat jauh telah

selalu terbukti bervariasi. Sebagai contoh, telah diperkirakan bahwa tingkat substitusi di

Drosophila 5-10 kali lebih cepat daripada sebagian besar vertebrata dan perbedaan ini

berlaku untuk bagian-bagian yang paling konservatif dari genom. Oleh karena itu, ketika

menggunakan asumsi jam molekuler untuk menyimpulkan waktu divergensi harus

dilakuakan dengan sangat hati-hati, terlebih ketika menyangkut spesies yang berkerabat

jauh.

Penjelasan tersebut bukan berarti bahwa jam molekuler tidak ada. Sebaliknya, ada

banyak jam lokal yang cukup teratur bagi banyak kelompok spesies yang berhubungan

dekat. Selain itu, ketika parameter yang berkaitan dengan sejarah kehidupan tanaman,

bakteri, serangga, dan mamalia yang berbeda satu sama lain, memiliki tingkat substitusi

berarti yang identik dalam genom inti sel organisme tersebut. Oleh karena itu, jam

Page 23: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

molekuler masih dapat digunakan untuk memperkirakan divergensi spesies dengan tingkat

kepercayaan yang wajar dan dikoreksi sesuai tingkat evolusi molekuler antara garis

keturunan.

Laju Subtitusi pada DNA Organel

Sebagian besar eukariota memiliki setidaknya satu genom ekstranuklear yang

direplikasi secara independen dari genom inti. Genom organel, seperti mitokondria dan

kloroplas yang jauh lebih kecil akan lebih mudah untuk diteliti daripada genom inti.

Organel hampir selalu diwariskan secara uniparental. Mitokondria hewan diwariskan dari

garis ibu meskipun pada beberapa kasus terjadi kebocoran mitokondria dari ayah. Kloroplas

dan mitokondria tumbuhan sebagian besar diwariskan secara maternal juga. Ada

pengecualian yaitu pada konifer, kloroplas diwariskan dari ayah dan pada Chlamydomonas

reinhartii, mitokondria yang diwariskan dari ayah.

Genom mitokondria hewan terdiri dari DNA untai ganda melingkar sekitar 15.000-

17.000 pasangan basa yang panjangnya kira-kira 1/10.000 dari genom inti terkecil. Genom

mitokondria ini unik karena berisi sekuen yang nonrepetitif yaitu 13 gen penyandi protein

(7 subunit NADH-ubiquinone oxireductase, 3 subunit oksidase sitokrom c dan 2 subunit

dari sintase ATP +H dan sitokrom b) serta 22 tRNA gen, daerah kontrol yang berisi situs

untuk replikasi dan inisiasi transkripsi dan beberapa spacer intergenik. Semua gen tidak

memiliki intron dan genom tersebut sangat stabil dalam hal struktural dan evolusi.

Laju substitusi nonsinonim bervariasi antara 13 gen pengkode protein dan

umumnya jauh lebih tinggi dari rata-rata laju untuk substitusi nonsinonim gen inti. Alasan

utama untuk tingginya tingkat substitusi ini mungkin karena DNA mitokondria memiliki

ketahanan yang rendah dari proses replikasi DNA dalam mitokondria, terjadi perbaikan

efisien mekanisme dan adanya konsentrasi tinggi mutagen misalnya radikal superoksida

yang dihasilkan dari fungsi metabolisme yang dilakukan oleh mitokondria.

Baru-baru ini dilakukan penelitian tentang biologi molekuler tanaman sehingga

memungkinkan penyelidikan pada evolusi gen tanaman. Karena kingdom tumbuhan dan

hewan berpisah sekitar 1 miliar tahun yang lalu, pola evolusi pada tanaman mungkin

menjadi sangat berbeda dengan hewan. Tanaman memiliki perberbedaan dengan hewan

dalam organisasi DNA organel karena tumbuhan memiliki genom mitokondria yang jauh

lebih besar dan secara struktural lebih bervariasi dan dengan memiliki genom ketiga yang

independen yaitu kloroplas.

Genom mitokondria tanaman menunjukkan variabilitas struktur lebih banyak

daripada hewan. Genome mitokondria pada tanaman sering mengalami penyusunan ulang,

Page 24: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

duplikasi dan delesi. Meskipun variasi ukuran genom kloroplas lebih kecil dibandingkan

dengan mitokondria, genom kloroplas bervariasi antar tumbuhan terutama dalam jumlah

gen penyandi protein, gen untuk tRNA, pseudogen dan berbagai jenis intron. Berdasarkan

urutan gen pada beberapa enzim restriksi, menunjukkan bahwa gen kloroplas memiliki laju

yang lebih rendah daripada substitusi nukleotida gen inti mamalia dan DNA mitokondria

tumbuhan berkembang perlahan pada urutan nukleotida meskipun sering mengalami

penyusunan ulang.

Tingkat substitusi nukleotida tidak berkorelasi baik dengan tingkat perubahan

struktural dalam genom organel. Pada mamalia, DNA mitokondria berkembang sangat

pesat dalam hal substitusi nukleotida tetapi penataan ruang gen dan ukuran genom relatif

konstan. Sebaliknya genom mitokondria tumbuhan sering mengalami perubahan struktural

dalam hal ukuran dan urutan gen tetapi tingkat substitusi nukleotida sangat rendah. Pada

DNA kloroplas baik tingkat substitusi nukleotida dan evolusi struktural sangat rendah.

Kurangnya korelasi antara tingkat substitusi dan tingkat evolusi struktural menunjukkan

bahwa dua proses tersebut terjadi secara independen.

Laju Subtitusi pada Virus RNA

Virus RNA diketahui berevolusi pada tingkat yang sangat tinggi, mungkin 1 juta

kali lebih cepat dari organisme dengan genom DNA. Oleh karena itu sejumlah besar

substitusi nukleotida terakumulasi selama periode waktu yang singkat dan perbedaan dalam

urutan nukleotida antara strain virus yang diisolasi pada interval waktu yang relatif singkat.

Hal ini memungkinkan untuk pendekatan yang berbeda untuk memperkirakan tingkat

evolusioner daripada yang digunakan sebelumnya. Tingkat substitusi yang tinggi dari HIV

terutama disebabkan oleh kesalahan dalam transkripsi balik dari RNA ke DNA. Tingkat

substitusi yang tinggi tersebut mengakibatkan perubahan cepat dari sifat virus seperti

tropisme jaringan dan kepekaan terhadap terapi obat antiviral.

Page 25: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan dalam suatu urutan nucleoticks: digunakan dalam studi evolusi

molekuler baik untuk memperkirakan laju evolusi dan untuk merekonstruksi evolusi nya ¬

tory organisme.Namun, karena proses substitusi nukleotida biasanya sangat lambat, tidak

dapat diamati dalam kehidupan secara mata telanjang. Oleh karena itu, untuk mendeteksi

perubahan evolusioner dalam urutan DNA, kita menggunakan metode-metode komparatif

dimana urutan tertentu dibandingkan dengan yang lain dengan urutan yang berbagi nenek

moyang yang sama di masa lalu evolusi.  Daerah Pengkode memiliki rata-rata subsitusi

nonsinonim yang bervariasi diantara gen-gennya, merefleksikan rata-rata protein evolusi.

Laju subsitusi nukleotida merupakan basic dari evolusi molekuler,yang memiliki

karakateristik pada urutan DNA. Dengan mengetahui subsitusi nukleotida maka akan

mengetahui perbedaan secara divergensi dari spesies sampai ke takson yang tinggi dengan

mempelajari garis evolusi yang terjadi. Kita menginvestigasi berbagai macam faktor yang

mempengaruhi adanya variasi. Laju evolusi dari nukleus, organel, genom RNA yang

diamati. Oleh karena itu makalah ini akan dibahas berhubungan dengan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah laju subsitusi nukleotida beserta faktor yang mempengaruhinya?

2. Bagaimana Pola subsitusi dan jam molekular yang terjadi?

3. Bagaimana Lokal jam yang terjadi berhubungan dengan laju dan pola subsitusi

nukleotida pada evolusi molekular?

B. Tujuan

1. Mengetahui laju subsitusi nukleotida beserta faktor yang mempengaruhinya

2. Mengetahui Pola subsitusi dan jam molekular yang terjadi

3. Mengaetahui Lokal jam yang terjadi berhubungan dengan laju dan pola subsitusi

nukleotida pada evolusi molekular

Page 26: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Laju subsitusi nukleotida terdapat pada daerah pengkodean, nonpengkodean

Terdapat berbagai macm faktor penyebab adanya variaso pada laju subsitusi

nukleotida yaitu adanya laju nukleotida identik dan nonidentik, adanya variasi antar

gen yang berbeda, adanya kendala fungsional, adanya variasi dalam gen tersebut

Jam molekuler dapat berbeda antara suatu kelompok organisme dengan organisme

lainnya. Jam molekuler yang khusus untuk suatu kelompok organisme itulah yang

disebut sebagai local clock

hipotesis jam molekuler menyatakan bahwa DNA homolog berevolusi pada

=tingkat yang sama sepanjang garis keturunan evolusi selama mereka

mempertahankan fungsi asli mereka

Contoh dari laju subsitusi organel adanya Genom mitokondria tanaman

menunjukkan variabilitas struktur lebih banyak daripada hewan. Genome

mitokondria pada tanaman sering mengalami penyusunan ulang, duplikasi dan

delesi

Laju subsitusi pada virus RNAA, diketahui berevolusi pada tingkat yang sangat

tinggi, mungkin 1 juta kali lebih cepat dari organisme dengan genom DNA

Page 27: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

DAFTAR PUSTAKA

Gaur, Dan. 1999. Fundamentals Of Molecular Evolution. Universitas Of Chicago: wen-H-

siung Li

Page 28: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

LAJU DAN POLA SUBSITUSI NUKLEOTIDA

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Biokimiayang Dibina Oleh Prof. Dr. agr. Mohamad Amin, S.Pd., M.Si

OlehEka Vasia Anggis

Ema AprilissaSefi Andi Alinuha

Page 29: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida

UNIVERSITAS NEGERI MALANG PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIMaret 2013

Page 30: Makalah evolusiLaju Dan Pola Subsitusi Nukleotida