Makalah Euthanasia

9
Tugas : Filsafat IPA dan Bioetika Dosen : Prof. Dr. Ir. Yusminah Hala, M.S. EUTHANASIA Disusun oleh: Kelompok 8 Darma Simai Ivo Basri K. Ridhawati Program Studi Pendidikan Biologi

description

eutanasia

Transcript of Makalah Euthanasia

Page 1: Makalah Euthanasia

Tugas : Filsafat IPA dan BioetikaDosen : Prof. Dr. Ir. Yusminah Hala, M.S.

EUTHANASIA

Disusun oleh:

Kelompok 8

Darma SimaiIvo Basri K.Ridhawati

Program Studi Pendidikan BiologiProgram Pascasarjana

Universitas Negeri Makassar2011

Page 2: Makalah Euthanasia

A. Pengertian Euthanasia

Kata euthanasia berasal dari bahasa Yunani eu artinya “baik” dan thanatos artinya

“kematian”. Menurut Ensiklopedi Indonesia, bahwa Euthanasia (Yunani) berarti matinya

gampang. Istilah pertolongan medis adalah agar kesakitan atau penderitaan yang dialami

seorang yang akan meninggal di peperangan. Juga berarti mempercepat kematian seorang

yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya.

Jadi euthanasia adalah tindakan memudahkan kematian atau mengakhiri hidup

seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, tindakan ini dilakukan terhadap penderita

penyakit yang tidak mempunyai harapan sembuh. Maka dari pada itu euthanasia merupakan

pembunuhan yang diminta atau mendapat persetujuan baik dari pihak pasien maupun pihak

keluarganya.

B. Macam-macam Euthanasia

Ada dua macam euthanasia dalam praktek kedokteran yaitu :

1. Euthanasia Pasif adalah tindakan dokter yang berupa penghentian pengobatan pasien yang

menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan.

Kemudian ada lagi yang digolongkan euthanasia pasif yaitu upaya dokter menghentikan

pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin bisa sembuh.

Adapun alasan yang lazim dikemukakan adalah sebagai berikut:

a. ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, padahal biaya pengobatannya yang dibutuhkan

sangat tinggi.

b. fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi.Ada beberapa

contoh pada kasus ini seperti : penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah

dalam keadaan koma, yang disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk

sembuh, dan lain-lain.

2. Euthanasia Aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan

memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Hal ini dilakukan pada saat keadaan

penyakit pasiien sudah sangat parah yang menurut perkiraan medis sudah tidak mungkin

lagi bisa sembuh. Adapun alasan yang dikemukakan oleh dokter ialah bahwa pengobatan

yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien, tidak mengurangi keadaan

sakitnya yang memang sudah parah, misalnya : seorang menderita kanker ganas dengan rasa

sakit yang luar biasa hingga penderita sering pingsan. Dalam hal ini dokter yakin bahwa

pasien tersebut akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran

Page 3: Makalah Euthanasia

tinggi yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentuikan pernafasan

sekaligus.

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh dokter untuk tidak melakukan upaya aktif yaitu:

1) Adanya persoalan yang berkaitan dengan kode etik kedokteran, di satu pihak dituntut

untuk meringankan penderitaan pasien, tapi di pihak lain menghilangkan nyawa orang lain.

2) Tindakan menghilangkan nyawa orang lain dalam perundang-undangan merupakan tindak

pidana.

C. Euthanasia menurut KUHP dan Kode Etik Kedokteran

Di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas

permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum

penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Berdasarkan pasal ini, seorang dokter biasanya

dituntut oleh penegak hukum, apabila ia melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan

pasien dan keluarga yang bersangkutan, karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan

melawan hukum.

Hanya saja isi pasal 344 KUHP itu masih mengandung masalah. Sebagai terlihat pada

pasal itu, bahwa permintaan menghilangkan nyawa itu harus disebut dengan nyata dan

sungguh-sungguh. Maka bagaimanakah pasien yang sakit jiwa, anak-anak, atau penderita

yang sedang comma. Mereka itu tidaklah mungkin membuat pernyataan secara tertulis

sebagai tanda bukti sungguh-sungguh. Sekiranya euthanasia dilakukan juga, mungkin saja

dokter atau keluarga terlepas dari tuntutan pasal 344 itu, tetapi ia tidak bias melepaskan diri

dari tuntutan pasal 388 yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa

orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas

tahun.” Dokter melakukan tindakan euthanasia (aktif khususnya), bisa diberhantikan dari

jabatannya, karena melanggar etik kedokteran.

Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor:

434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus senantiasa

mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.” Kemudian di dalam

penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri yang kuat pada setiap makhluk

yang bernyawa, termasuk manusia ialah mempertahankan hidupnya. Usaha untuk itu

merupakan tugas seorang dokter. Dokter harus berusaha memelihara dan mempertahankan

hidup makhluk insani, berarti bahwa baik menurut agama dan undang-undang Negara,

maupun menurut Etika Kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan:

Page 4: Makalah Euthanasia

a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus).

b. Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak mungkin

akan sembuh lagi (euthanasia).

Jadi sangat tegas, para dokter di Indinesia dilarang melakukan euthanasia. Di dalam kode

etika itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus mengerahkan segala

kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup

manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.

D. Hukum Euthanasia Menurut Pandangan Islam

Kemudian muncul dalam persoalan fiqih, apakah memudahkan proses kematian secara

pasif dan aktif juga tolerir oleh Islam?

Adapun Euthanasia secara aktif adalah tidak diperkenankan oleh syari’at. Karena

tujuannya membunuh si pasien sakit yang akan mempercepat kematian, berarti ia telah

melakukan pembunuhan yang haram hukumnya dan termasuk dosa besar meskipun yang

mendorong itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan penderitaannya. Contoh

lain seperti transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma. Hadits nabi mengatakan :

“Tidak boleh membuat modhorot pada diri sendiri, dan tidak boleh pula membuat madharat

pada orang lain”. Artinya mengambil organ tubuh orang dalam keadaan sekarat atau koma

haram hukumnya karena dapat membuat madharat kepada donor tersebut yang berakibat

mempercepat kematiannya.

Dalam ajaran Islam, yang menentukan kematian adalah Allah SWT. Al-Qur'an surah

Yunus ayat 49. Artinya : Katakanlah : “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemodhorotan dan

tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah”. Tiap-tiap

umat mempunyai ajal. Apabila datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat

mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukannya.

Demikian pula dengan euthanasia yang menandakan bahwa manusia terlalu cepat

menyerah pada keadaan. Padahal Allah SWT menyuruh manusia untuk selalu berikhtiar

sampai akhir hayatnya. Dalam hadits nabi SAW: betapapun beratnya penyakit itu, tetap ada

obat penyembuhnya (HR. Ahmad dan Muslim).

Masalah ini terkait dengan hukum melakukan pengobatan yang diperselisihkan para para

ulama’ fiqih. Menurut jumhur ulama’ berobat dari penyakit hukumnya sunnah dan tidak

wajib. Meskipun segolongan kecil ulama’ ada yang mewajibkannya. Para ulama beda

pendapat mengenai mana yang lebih utama: bersabar atau berobat? diantara mereka ada yang

Page 5: Makalah Euthanasia

berpendapat bahwa bersabar itu lebih utama. Seperti dari kalangan sahabat dan tabi’in,

bahkan diantara mereka ada yang memilih sakit, seperti Ubay bin Ka’ab dan Abu Dzar Al-

Ghifari.

Jadi hukumnya berobat pada dasarnya wajib terutama jika sakitnya parah. Oleh karena itu

berobat hukumnya sunah ataupun wajib apabila penderita dapat diharapkan kesembuhannya.

Jika secara medis yang dapat dipertanggung jawabkan, si pasien tidak ada harapan sembuh,

atau kelangsungan hidup bergantung pada pemberian berbagai media pengobatan dengan cara

meminum obat, suntikan, infuse dan sebagainya dalam waktu lama, namun tidak ada

perubahan penyakitnya; maka pengobatannya tidak wajib dan tidak sunnah sebagaimana yang

difatwakan oleh Syekh Yusuf Al-Qaradhafi dalam fatwa mu’ashirahnya.

Dengan demikian, taisir al-maut semacam ini dalam kondisi sudah tidak ada harapan

yang dalam hal ini tidak didapati tindakan aktif dari dokter dan orang lain. Tindakan

euthanasia pasif dari dokter dalam kondisi seperti ini adalah boleh dan dibenarkan oleh

syari’ah apabila keluarga pasien mengizinkannya demi meringankan penderitaan dan beban

pasien dan keluarganya.

E. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Euthanasia merupakan istilah dalam ilmu kedokteran yang fungsinya untuk

memudahkan kematian tanpa merasakan sakit. Sedangkan yang berhak mengakhiri

hidup seseorang hanya Allah SWT.

Euthanasia aktif tetap dilarang, baik dilihat dari kode etik kedokteran, undang-undang

hukum pidana, lebih-lebih menurut Islam, yang menghukumkannya haram.

Euthanasia pasif diperbolehkan, yaitu sepanjang kondisi pasien berupa batang otaknya

sudah mengalami kerusakan fatal.

2. Saran: Jika pertimbangan kemampuan untuk memperoleh layanan medis yang lebih baik

tidak memungkinkan lagi, baik karena biaya yang amat terbatas maupun rumah sakit

yang peralatannya lebih lengkap terlalu jauh, maka dapat dilakukan dua cara:

menghentikan perawatan atau pengobatan, artinya membawa pasien pulang kerumahnya

dan membiarkan pasien dalam perawatan seadanya tanpa ada maksud melalaikannya,

apalagi menghendaki kematiannya.

3.

Page 6: Makalah Euthanasia

REFERENSI

Budi, U. Setiawan. 2003. Fiqih Aktual. Jakarta. Gema Insani Press.

Nata, Abuddin. 2003. Masail Al-Fiqhiyah. UIN Jakarta. Press.

Hasan, M. Ali. 2008. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Jakarta. Rajawali Pers.

Van Hoeve. 1987, hal 978. Eksiklopedia Indonesia, Vol 2, Topik Euthanasia. Ikhtiar Baru. Jakarta. (http://ashimmurtadlo.blogspot.com/2010/12/makalah-euthanasia.html) diakses 12 Desember 2011.

Erwan, dkk. 1979, hal 137. Himpunan Undang-undang dan Peraturan-peraturan Hukum Pidana. Aksara Baru. Jakarta. (http://ashimmurtadlo.blogspot.com/2010/12/makalah-euthanasia.html) diakses 12 Desember 2011.

Keputusan Mentri Kesehatan RI nomor : 434/Men.Kes/SK/X/1983. Tentang, belakunya kode etik kedokteran Indonesia bagi para dokter Indonesia. Yayasan penerbit Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta. (http://ashimmurtadlo.blogspot.com/2010/12/makalah-euthanasia.html) diakses 12 Desember 2011.