MAKALAH ENZIM

12
TUGAS MAKALAH TEKNOLOGI ENZIM Senyawa Penghambat Dalam Bahan Makanan” Dosen Pengampu: Mursyid, S.Gz., M.Si Disusun Oleh: Amelia Ramadhan D1C012042 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

description

teknologi enzim

Transcript of MAKALAH ENZIM

Page 1: MAKALAH ENZIM

TUGAS MAKALAH

TEKNOLOGI ENZIM

“Senyawa Penghambat Dalam Bahan Makanan”

Dosen Pengampu:

Mursyid, S.Gz., M.Si

Disusun Oleh:

Amelia Ramadhan

D1C012042

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

Page 2: MAKALAH ENZIM

2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Adanya senyawa anti nutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas dalam

penggunaannya dalam ransum, karena senyawa antinutrisi ini akan menimbulkan pengaruh

yang negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk ke dalam

tubuh. Penggunaan bahan pakan yang mengandung antinutrisi harus diolah dulu untuk

menurunkan atau menginaktifkan senyawa ini, tetapi perlu dipertimbangkan nilai ekonomis

dari pengolahan ini. Beberapa senyawa dapat menghambat penyerapan mineral, seperti

konsumsi serat yang berlebih, asam phytat yang terdapat dalam biji-bijian, serta asam oksalat

yang terdapat dalam bayam dapat menghambat penyerapan kalsium (Fatimah, 2005).

Asam fitat merupakan zat anti gizi atau senyawa penghambat pada makanan yang

memiliki kemampuan untuk berikatan dengan mineral, yang mengakibatkan kelarutan

mineral tersebut menurun, sehingga ketersediaan mineral menjadi rendah.

Penambahan enzim fitase merupakan salah satu cara untuk mengatasi tingginya

asam fitat dalam ransum, karena enzim fitase mempunyai kemampuan menghidrolisa asam

fitat yang terkandung pada bahan pakan menjadi senyawa inositol dan glukosa serta senyawa

fosfor organik. Senyawa-senyawa ini sangat berperan dalam proses respirasi untuk

pembentukan ATP.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas di dalam makalah ini ialah :

1. Apa saja jenis senyawa penghambat dalam bahan makanan?

Page 3: MAKALAH ENZIM

2. Bagaimana struktur asam fitat sebagai senyawa penghambat dalam bahan

makanan?

3. Bagaimana mekanisme penghambat dalam bahan makanan terhadap asam

fitat?

1.3. Tujuan Penulisan

Untuk menjelaskan tentang senyawa penghambat dalam bahan makanan atau

senyawa anti nutrisi serta menjelaskan tentang mekanisme dan struktur dari senyawa

antinutrisi sam fitat.

Page 4: MAKALAH ENZIM

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi senyawa antinutrisi

Pengertian antinutrisi itu sendiri menurut Janssen (1996) adalah senyawa yang

terdapat dalam bahan makanan yang dapat menyebabkan keracunan walaupun tidak menjadi

media atau senyawa aktif. Kumar (2003) mendefinisikan antinutrisi sebagai senyawa yang

dihasilkan di dalam bahan pakan alami oleh proses metabolisme normal dan oleh perbedaan

mekanisme seperti pengtidakaktifan beberapa zat makanan, interfensi dalam proses

pencernaan atau pemanfaatan produk dari proses metabolisme bahan makanan tersebut

dengan memberikan pengaruh yang bertentangan terhadap zat makanan secara optimum.

Menjadi faktor antinutrisi bukanlah sesuatu yang hakiki dari senyawa-senyawa tersebut

melainkan tergantung kepada proses pencernaan zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata antinutrisi terdiri dari dua kata dasar yaitu anti

dan nutrisi. Anti berarti tidak setuju; tidak suka; tidak senang. Nutrisi memiliki 3 pengertian

yaitu (1) proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh; (2) makanan bergizi; (3)

ilmu tentang gizi. Oleh karena itu, antinutrisi dapat diartikan sebagai senyawa bersifat racun

yang dapat menghambat proses pemasukan dan pengolahan zat makanan yang ada di dalam

tubuh. Antinutrisi tidak memberikan pengaruh keracunan tersebut secara langsung melainkan

dengan cara mengakibatkan defisiensi zat makanan atau dengan cara mengganggu fungsi dan

pemanfaatan zat makanan di dalam tubuh.

Antinutrisi dapat mempengaruhi komponen pakan sebelum dikonsumsi, selama

proses pencernaan di dalam saluran pencernaan dan setelah penyerapan di dalam tubuh

dengan cara menghambat proses pemanfaatan atau fungsi dari zat makanan, khususnya

protein, mineral dan vitamin. Pengaruh negatif dari antinutrisi biasanya tidak mencerminkan

senyawa antinutrisi itu sendiri sebagaimana pengaruh langsung dari racun dalam bahan

Page 5: MAKALAH ENZIM

makanan. Dampak dari adanya antinutrisi di dalam bahan makanan adalah terjadinya

malnutrisi atau kekurangan gizi atau kondisi gizi yang berada pada batas bawah kebutuhan.

2.2. Klasifikasi Antinutrisi

Janssen (1996) menyatakan bahwa berdasarkan zat makanan yang terganggu

proses pencernaan, penyerapa dan atau pemanfaatannya maka antinutrisi dikelompokkan

menjadi 3 macam yaitu antinutrisi tipe A (antiprotein), antinutrisi tipe B ( antimineral) dan

antinutrisi tipe C (antivitamin).

Antinutrisi tipe A adalah senyawa antinutrisi yang terutama sekali mengganggu

proses pencernaan protein atau penyerapan asam amino dan pemanfaatan asam amino. Oleh

karena itu disebut juga antiprotein. Contoh antinutrisi tipe A ini adalah protease inhibitor dan

lectin. Antinutrisi tipe B adalah senyawa antinutrisi yang mengganggu penyerapan atau

metabolisme pemanfaatan mineral. Oleh karena itu disebut juga sebagai antimineral.

Antimineral banyak terdapat didalam sayur sayuran, buah buahan dan biji bijian. Yang

termasuk didalam antinutrisi tipe B ini yaitu Asam pitat, Asam oksalat, Glucosinolat, Serat

dalam makanan, Gossypol. Sedangkan antinutrisi tipe C ini adalah senyawa antinutrisi yang

mengakibatkan ketidak aktifan atau merusak vitamin atau yang dapat meningkatkan

kebutuhan vitamin. Maka dari itu disebut juga antivitamin Antivitamin adalah kelompok

senyawa yang terjadi secara alami yang dapat mendekomposisi vitamin, membentuk senyawa

kompleks yang tidak dapat diserap atau yang mempengaruhi pencernaan vitamin atau

pemanfaatan produk metabolisme. Yang termasuk dalam antinutrisi tipe C ini yaitu Asam

askorbat oksidase, Faktor Antithiamin, Faktor Antipyridoksin.

2.3. Struktur Asam fitat

Asam fitat merupakan senyawa organik yang terdiri enam senyawa fosfat. Fosfat

ini tidak tersedia secara luas pada ternak non ruminansia. Pada ternak ruminansia, bakteri

fitase membebaskan ikatan fosfat. Asam fitat dapat membentuk chelate dengan bermacam-

macam mineral dan memperoduksi phytat (Widodo, 2005). Sedangkan menurut Sudarmadji,

(1975) Asam fitat merupakan senyawa anti gizi yang terdapat pada kacang-kacangan. Pada

proses fermentasi kandungan asam fitat dapat dikurangi hingga 1/3 nya. Hal ini disebabkan

karena selama fermentasi jamur Rhizopus oligosporus akan menghasilkan enzim phitase yang

Page 6: MAKALAH ENZIM

akan memecah asam fitat (inosinol hexaphosphat) menjadi inositol dan phosphate organik.

Sebagian phosphate organik tersebut digunakan untuk pertumbuhan jamur itu sendiri.

Fitat merupakan salah satu non polisakarida dari dinding tanaman seperti silakat

dan oksalat. Asam fitat termasuk chelat (senyawa pengikat mineral) yang kuat yang bisa

mengikat ion metal divalent membentuk fitat komplek sehingga mineral tidak bisa diserap

oleh tubuh. Mineral tersebut yaitu Ca, Zn, Cu, Mg dan Fe.

Brown et al. (1961) mengadakan penelitian untuk mengetahui struktur asam fitat.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa asam fitat mempunyai 18 ion H 2 sesuai dengan

pendapat Neuberg ; 12 ion H 2 dapat dibebaskan pada akhir titrasi, sedangkan 6 ion H 2

bersifat asam lemah dan sukar bereaksi dalam air. Maddaidah et al. (1984), Johnson and Tate

(1969), Weinganfter and Erdman (1981) menyatakan bahwa struktur asam fitat lebih sesuai

dengan yang diusulkan Anderson. Menurut Weinganfter dan Erdman (1981), asam fitat

dengan struktur ini mengalami dissosiasi pada pH netral, suatu bukti bahwa kation dapat

berikatan kuat dengan asam fitat diantara 2 gugus fosfat atau berikatan dengan asam fitat

pada satu gugus fosfat.

2.4. Mekanisme Penghambat Asam fitat

Asam fitat dapat mengikat unsur-unsur mineral, terutama kalsium, seng, besi, dan

magnesium, serta mengurangi ketersediaannya bagi tubuh karena menjadi sangat sulit untuk

dicerna. Asam fitat juga dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks

Page 7: MAKALAH ENZIM

sehingga dapat menghambat pencernaan protein oleh enzim proteolitik akibat terjadinya

perubahan konformasi protein. Kompleks protein-fitat berkemampuan mengikat mineral yang

lebih besar dibandingkan asam fitat bebas. Kandungan asam fitat yang tinggi (1% atau lebih)

dalam makanan dapat menyebabkan defisiensi mineral, misalnya defisiensi seng (Zn) pada

anak ayam, defisiensi magnesium (Mg) pada manusia, serta kekurangan kalsium (Ca) pada

manusia dan hewan. Menurut beberapa peneliti, masalah gizi yang paling penting

sehubungan dengan fitat adalah kemampuannya untuk menurunkan ketersediaan elemen

seng.

Cabbage goiter menghambat absporbsi iodine dengan langsung menyerang

kelenjar tiroid. Cabbage goiter dapat diatasi dengan suplementasi iodine. Protease inhibitor

menghambat enzim proteolitik dengan jalan mengikatkan diri pada sisi aktif enzim yang

dihambat. Secara umum mekanisme dari antinutrisi adalah mengahambat penyerapan nutrisi

ataua menjadkan nutrisi itu tidak bisa digunakan.

Page 8: MAKALAH ENZIM

BAB III

KESIMPULAN

Dari penulisan makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa :

Adanya senyawa penghambat dalam bahan makanan dapat mempengaruhi proses

pencernaan makanan didalam tubuh, serta mengurangi masukknya nutrisi kedalam tubuh.

Asam fitat merupakan senyawa organik yang dapat mengikat fosfor pada suatu tumbuh-

tumbuhan diantaranya jagung, dedak dan lain-lain. Sehingga dapat mempengaruhi

ketersediaan fosfor dalam suatau bahan pakan.

Page 9: MAKALAH ENZIM

DAFTAR PUSTAKA

Brown, E. C, M. L. Heit and D E Ryan, 1961. Phytic Acid : An Analitical Invertigation. Can.

J. Chem 39 ; 1290 – 1297.

Erdman J.W. and K.E. Weingartner, 1979. Nutritional Implications. J. Am Oil Chem Soc.

56:736 – 741.

https://www.academia.edu/8297308/Asam_Fitat

Johnson,L.F and M. E Tate, 1969. Structure of Phytic Acid. Can. J. Chem.47:63 – 73.

Kumar, R., 2003. Anti-nutritive factors, the potential risks of toxicity and methods to

alleviate them. http://www.fao.org/DOCREP/003/T0632E/T0632E10.htm.

Maddaidah, V.T.,A.A. Kurnick and B.L. Roid, 1984. Phytic Acid Studies. Proc.

Soc.Exp.Biol. Med., 115 : 391 – 393

Sudarmadji, 1975. Certain Chemical and Nutritional Aspect of Soybean tempeh. Michigan

State University.

Widodo, Wahyu, 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Universitas

Muhammadyah Malang Press, Malang.