Makalah Ekonomi Energi(2)(1)

download Makalah Ekonomi Energi(2)(1)

of 27

description

makalah

Transcript of Makalah Ekonomi Energi(2)(1)

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Ekonomi Energi merupakan konsep komprehensif yang ditelurkan oleh PBB sebagai salah satu inisiatif dalam upaya mengatasi krisis ekonomi global. Secara umum, Ekonomi Energi merupakan sebuah model ekonomi yang menitikberatkan kepada upaya memperbaiki tingkat hidup manusia dan secara bersamaan mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Tak ada yang salah dengan konsep Ekonomi Energi sebagaimana anggapan kalangan organisasi-organsiasi penyelamat lingkungan yang melihat konsep ini akan menjadi upaya komodofikasi, privatisasi, dan finansialisasi alam (Kompas 21 Juni 2012). Di tataran kebijakan, Ekonomi Energi adalah sebuah model pembangunan ekonomi yang bertumpu kepada tiga pilar kebijakan yakni kebijakan ekonomi yang rendah karbon, hemat energi, dan melibatkan banyak orang. Permasalahan utama terletak pada sejauh mana implementasi dari konsep Ekonomi Energi itu sendiri oleh Indonesia.

Dalam kondisi dimana pertumbuhan ekonomi membutuhkan begitu banyak konsumsi energi dan pada saat yang bersamaan cadangan energi tidak terbarukan semakin menipis, ekonomi energi merupakan sebuah jawaban bagi perekonomian dunia bahkan sebuah keniscayaan bagi terciptanya sebuah pembangunan yang berkelanjutan. Negara-negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyadari akan pentingnya peran ekonomi energi dalam perekonomian mereka.

Namun berbeda dengan negara-negara berkembang yang sedang tumbuh lainnya, alih-alih fokus kepada upaya menciptakan model perekonomian yang benar-benar energi, kontekstualisasi pelaksanaan ekonomi energi di Indonesia menjadi salah kaprah tatkala ekonomi energi hanya ditafsirkan sebagai pengurangan gas karbon tanpa benar-benar menciptakan sebuah model perekonomian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan yang berbasis kepada efisiensi energi, karbon yang rendah, dan melibatkan banyak orang.

Hal ini dapat dilihat dari prioritas pemerintah di KTT Rio+20 yang meminta komitmen negara-negara maju dalam mendukung program Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+) di Indonesia. REDD+ yang selalu didengungkan sebagai program Ekonomi Energi pemerintah lebih merupakan sebuah mekanisme pembiayaan dimana negara maju yang memiliki kelebihan karbon dapat membeli kredit karbon dengan membayar Indonesia untuk merawat hutan yang ada di Indonesia tanpa memberikan pengurangan emisi berarti di negara mereka. REDD+ hanya merupakan skema kompensasi bagi Indonesia dan bukan sebuah model penerapan Ekonomi Energi. Implementasi seperti inilah yang ditakutkan oleh berbagai pihak perihal munculnya komodifikasi dan penguasaan sumber daya alam seperti hutan oleh segelintir pemiliki konsesi hutan di Indonesia.

Dari pada fokus kepada program REDD+, Indonesia seharusnya fokus dalam menciptakan model ekonomi yang bertumpu pada ketiga pilar Ekonomi Energi. Namun fakta domestik tidak seindah apa yang dilantangkan Indonesia di fora internasional. Dari segi efisiensi energi hingga sekarang, penggunaan energi Indonesia masih belum efisien. intensitas energi primer Indonesia masih tinggi dengan nilai 565 Ton Oil Equivalent (TOE) /juta US$. Dengan kata lain, untuk meningkatkan PDB sebesar USD 1 juta dibutuhkan penggunaan energi sebesar 565 TOE. Kondisi ini jauh di atas intensitas energi Malaysia yang berkisar 493 TOE/juta US$. Belum lagi Konsumsi minyak Indonesia hingga saat ini masih sangat mendominasi, yaitu sebesar 42,99% dari konsumsi energi total, diikuti oleh gas dan batu bara masing-masing 18,48% dan 34,47%. Terlebih kebijakan pemerintah yang lamban dalam merespon kenaikan minyak dunia beberapa bulan yang lalu dan tingginya angka subsidi energi yang mencapai Rp300 Triliun di RAPBN 2013.Penerapan Ekonomi Energi di Indonesia juga belum melibatkan banyak pihak. Dari Sembilan sektor yang menjadi prioritas Ekonomi Energi, sektor pertanian belum menjadi sektor prioritas bagi Indonesia padahal lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia disumbangkan sektor ini. Tidak seperti India yang telah menginvestasikan begitu besar modal di sektor pertanian untuk merealisasikan Ekonomi Energi, sektor pertanian di Indonesia masih dianggap sebelah mata oleh pemerintah. Sebagai contoh belanja untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur irigasi pertanian, dimana pemerintah hanya mengalokasikan sekitar Rp3 triliun untuk tahun 2011 sementara lahan sawah yang teririgasi hanya 36% dari total lahan pertanian yang ada. Tidak adanya sistem irigasi yang baik akan menghasilkan probabilitas kelangkaan air yang akan membatasi produktivitas pertanian.

BAB II

PEMBAHASAN2.1 Penerapan Ekonomi Energi dalam Pemberdayaan Sektor Energi Baru Terbarukan Di IndonesiaSebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah. Kekayaan sumberdaya alam tersebut hampir meliputi semua sektor antara lain sektor energi, sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor perikanan, sektor pariwisata, dan lain-lain. Selain itu keaneka ragaman suku bangsa serta adat istiadat menjadi pelengkap dariseluruh sektor yang ada. Selain itu juga Indonesia memiliki posisi strategis karena diapit oleh dua benua. Semua potensi ini akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi jika dapat dikelola dengan baik dan benar.

Salah satu faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah sumber energi. Faktor energi memiliki peranan yang sangat besar karena menjadi pendorong utama untuk berkembangnya sektor-sektor lainnya. Indonesia memiliki potensi sumber energi baik fosil maupun non-fosil. Kebijakan energi selama ini adalah eksploitasi pada energi fosil. Keterbatasan yang dimiliki pada energi ini adalah tidak renewble dan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang cukup besar. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dibidang energi fosil harus berubah ke Energi Baru Terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan.

Sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan pembangunan nasional adalah untuk memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia, maka kelestarian lingkungan hidup juga merupakan prasyarat utama bagi kesejahteraan dan keberlangsungan kehidupan manusia. Kesejahteraan manusia dipenuhi melalui pembangunan, namun pembangunan itu harus dilaksanakan dengan tidak merusak lingkungan. Pembangunan yang dilaksanakan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan yang dapat berdampak pada menurunnya kapasitas pemenuhan kebutuhan manusia untuk kesejahteraan. Untuk menjaga keberlanjutan kesejahteraan manusia, diperlukan upaya pembangunan yang berkelanjutan(sustainable development),yaitu pembangunan yang dilaksanakan dengan memperhatikan keseimbangan tiga pilar pembangunan (sosial, ekonomi, dan lingkungan).Terbitnya BrundtlandReportpada tahun 1980, mengawali perbincangan dan perdebatan mengenai pembangunan berkelanjutan yang diawali oleh semakin diintensifkan dengan konferensi PBB mengenai Lingkungan Hidup dan Pembangunan di Rio de Janeiro tahun 1992.Konsep dasar dari pembangunan berkelanjutan adalah proses integrasi dan harmonisasi dari tiga hal kehidupan fundamental yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan,sehingga terwujud kesetimbangan dalam proses pembangunan yang dapat berkelanjutan(sustainability)ke generasi berikutnya. Pada September 2000, dalam KTT Millennium PBB di New York, 189 negara, termasuk Indonesia, telah mendeklarasikanMillennium Development Goals (MDG)atau Tujuan Pembangunan Millenium, yang berisi delapan tujuan yang ingin dicapai pada 2015 untuk menjawab tantangan-tantangan utama pembangunan global. Kedelapan tujuan itu adalah mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, pendidikan untuk semua, memperjuangkan keadilan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan mortalitas anak, meningkatkan kesehatan maternal, membasmi HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit menular lainnya, menjamin keberlanjutan lingkungan, dan membangun kerjasama global untuk pembangunan.

Tujuan Pembangunan Milenium ( MDGs ) pada dasarnya mewujudkan komitmen internasional yang dibuat di United Nations Summits Dunia dan konferensi global sepanjang tahun 1990-an . Dengan menandatangani Deklarasi Milenium pemimpin dunia berjanji untuk mengurangi separuh proporsi penduduk yang menderita kelaparan, menjamin bahwa semua anak dapat menyelesaikan pendidikan dasar, menghilangkan kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi tingkat kematian balita dan bayi oleh dua pertiga, dan membagi proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air yang lebih baik pada tahun 2015.Setelah sepuluh tahun implementasi dari konsep Pembangunan Berkelanjutan yang dicanangkan di konferensi tersebut mencatat bahwa masih banyak sekali permasalahan yang terjadi dalam implementasi konsep pembangunan berkelanjutan. Kemajuan teknologi, komunikasi dan telekomunikasi serta transportasi semakian mendukung arus globalisasi sehingga hubungan ekonomi antar negara dan region menjadi sangat mudah. Dukungan pemerinta melalui kemudahan bea cukai semakin mendorong perdagangan bebas. Dalam era globalisasi semua negara harus mempersiapkan diri setangguh mungkin agar tidak tertindas oleh negara yang lebih kaya dan maju.

Brinkerhoff & Arthur (1992) dalam Shaliza (2003) menyatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan dapat dipahami melalui kelembagaan yang ada. Kelembagaan diartikan sebagai: (1) sistem yang berfungsi dalam hubungan pada lingkungan mereka, (2) mengorganisasi dan mengatur entitas dimana harus ada kesesuaian antara struktur organisasi dan prosedurnya dengan tugas-tugas, produk-produk, orang, sumberdaya dan konteks yang mereka hadapi dan (3) memperhatikan lingkungan secara baik beserta perubahan sumberdaya, yang terkait juga dengan politik dan ekonomi untuk menciptakan pola kekuasaan dan insentif. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai keberlanjutan dan kemandirian pembangunan yang bergantung pada kekuatan dan kualitas institusi yang ada.

Sistem ekonomi kapitalis ini menyebabkan negara-negara maju lebih leluasa dalam melakukan ekspansi ekonomi ke negara-negara berkembang. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya perusahan-perusahan multinasional dibidang energi, pertambangan, pertanian, dan kehutanan yang melakukan investasi di negara-negara berkembang.Hal ini akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap kerusakan lingkungan di negara tersebut, karena industri yang terbangun hanya berorientasi terhadap produksi dan keuntungan bagi para investor dengan mengabaikan aspek lingkungan.

Menjadi sebuah dilema ketika negara harus memilih antara meningkatkan konsistensi pertumbuhan ekonomi namun pada sisi yang lain harus mengorbankan aspek fundamental lainnya yaitu aspek ekologi. Pencapaian pertumbuhan ekonomi posisitif bagi negara-negara maju pada awalnya pun juga menghadapi kondisi yang sama. Industrialisasi yang menjadi salah satu penopang untuk meningkatkanya pembangunan ekonomi tidak dapat ditolak untuk dilakukan demi pencapaian nilai ekonomi. Namun pada sisi yang lain aspek kerusakan terhadap lingkungan yang ditimbulkan semakin parah. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim dalam kurun waktu yang sangat cepat.Kebijakan ekonomi Indonesia diarahkan untuk mendorong pertumbuhan sektor industri dan sektor jasa guna mneningkatkan GDP, sementara kontribusi sektor pertanian dipertahankan pada tingkat menengah. Tahun 2003 sektor pertanian menyumbang sekitar 17 % dari total GDP, sementara dari sektor energi dan industri sekitar 43 % dan 40 % (World Bank Group 2004)Berkembangnya industri pertambangan, energi, dan manufaktur sangat banyak memberi andil dalam kerusakan lingkungan bukan hanya di Indonesia tetapi juga terjadi beberapa negara lain. Hal ini telah disadari oleh semua bangsa-bangsa di dunia, bahwa konsep pembangunan yang tidak berorinetasi kepada lingkungan akan menyebabkan kerugian yang besar dan bumi akan semakin rusak. Dampak dari perkembangan industrialisasi dan sarana transportasi adalah meningkatnya konsentrasigasCO2diatmosferterutamadisebabkankarenapembakaransumberenergidari bahanfosil(antaralain minyakbumi dan batubara). Penggundulan dan pembakaran hutan juga turut memberikan kontribusi signifikan.

Salah satu dampaknya adalah timbulnya pemanasan global dan efek gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.Pemanasan global dan gas rumah kaca adalah dampak dari aktivitas industri, transportasi, pertanian, peternakan, rumah tangga yang merupakan unit-unit yang menggunakan energi sebagai unsur utama dalam aktivitas tersebut. Kesadaran global dan kolektif terhadap dampak terhadap lingkungan akibat penggunaan energi yang bersumber dari fosil memberikan motivasi positif. Dengan demikian secara global, semua penduduk bumi berpikir untuk mencari energi alternatif yang ramah terhadap lingkungan yang dapat digunakan bagi umat manusia melakukan aktivitas.

Salah satu aspek pendukung dalam implementasisustainable developmentadalah ketahanan energi. Kondisi saat ini bangsa Indonesia dan di beberapa Negara lainnya masih sangat tergantung kepada pemanfaatan energi fosil yaitu minyak, gas, dan batu bara. Karena energi ini merupakan sumberdaya alam yang irreversible maka tentunya lambat laun akan habis. Pemerintah perlu melihat sumber-sumber lain yang potensial untuk dikembangkan menjadi energi alternatif.

Permasalahan sumber energi secara global tersebut juga menjadi bagian permasalahan Indonesia. Ketersediaan energi hidrokarbon yang dimiliki yang semakin menipis tersebut juga menjadi salah satu pertimbangan untuk mencari energi alternatif. Menurut data Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Potensi sumber energi baru terbarukan nasional dari Geothermal 19.658 MW dengan kapasitas terpasang 886,90 MW,pemanfaatannya baru 4% dari total potensi yang dimiliki.Potensi ini tersebar di beberapa wilayah, dan data tersebut menunjukkan bahwa panas bumi masih sangat menjanjikan untuk dikembangkan karena bersifat renewble dan potensinya sangat banyak.

Sebagai salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan dalam kebutuhan energi di masa yang akan datang. Dewan Energi Nasional (DEN) memperkirakan kebutuhan energi akan mencapai 400 juta ton setara minyak dan pemanfaatan energi primer per kapita sebesar 1,4 juta ton setara minyak pada tahun 2025, dan 1000 juta ton setara minyak, dimana pemanfaatan energi primer per kapita sebesar 3,4 juta ton setara minyak pada tahun 2050. Walau demikian, masih ada lebih dari 20% rumah tangga di Indonesia yang belum memiliki akses listrik. Padahal, Indonesia memiliki target pemenuhan akses listrik di tahun 2025 sebesar 95% dari populasi masyarakat Indonesia.

Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, Indonesia cenderung untuk memperbesar porsi batubara dalam bauran energi dalam kurun waktu dua dekade yang akan datang, dimana perkiraan emisi gas rumah kaca dari sektor kelistrikan diperkirakan akan mencapai 3 kali lipat di tahun 2025 dibandingkan dengan emisi saat ini. Hal tersebut menjadi salah satu alasan bagi Indonesia untuk meningkatkan komposisi energi terbarukan dalam bauran energi, menjadi 17% di tahun 2025, serta konservasi energi sebesar 18% di tahun 2025.

2.2 Penerapan Ekonomi Energi dalam Pencarian Potensi Energi Nasional

Pertumbuhan ekonomi nasional menjadi prioritas pemerintah dalam upaya memberi kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut, maka iklim investasi di segala sektor harus berkembang khususnya di sektor industri dan transportasi. Salah satu faktor kunci adalah ketersediaan energi.Gairah investasi di bidang industri dan energi yang secara simultan dilakukan akan berimplikasi kepada pertumbuhan ekonomi positif yang akan dapat dirasakan oleh seluruh komponen bangsa, dengan demikian Pembangunan Berkelanjutan dengan berwawasan ekologis-sosial budaya-ekonomi dapat berjalan dengan baik.Pemerintah harus memotivasi dan memberikan dukungan secara penuh dalam investasi energi baru terbarukan ini. Dengan demikian iklim investasi akan menunjukkan perkembangan positif. Selain itu, Indonesia tidak akan mengalami krisis energi lagi, dan kebutuhan energi listrik bagi industri dapat terpenuhi yang tentunya disain industri adalah industri yang ramah lingkungan. Dalam bidang industri otomotif khususnya adalah upaya untuk melakukan revolusi alat transportasi dari yang menggunakan bahan bakar fosil ke alat transportasi yang menggunakan listrik non fosil, sehingga akan mengurangi polusi CO2dan penurunan emisi gas rumah kaca.

Berdasarkan data potensi energi nasional, maka potensi energi terbarukan pada sumber energi non fosil memiliki banyak jenis antara lain, tenaga air, tenaga angin, tenaga ombak, tenaga pasang surut, tenaga matahari, biomassa, dan panas bumi. Dari sekian potensi energi terbarukan tersebut, maka panas bumi merupakan sumber energi potensial yang dapat dikembangkan. Dan saat ini baru 4% yang dikembangkan dari seluruh potensi yang ada.

Saat ini potensi panas bumi Indonesia tercatat 299 daerah dan lapangan panas bumi dengan total potensi energi sekitar 28.835 MWe yang sebagian besar mengikuti jalur vulkanik dari P. Sumatera, Jawa, Bali-NTB-NTT, Sulawesi, dan Maluku, beberapa berada di Kalimantan dan Papua.

Daerah prospek panas bumi di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di P. Sumatera (90 lokasi), P. Jawa (71 lokasi), P. Sulawesi (65 lokasi), P. Bali (6 lokasi), P. Kalimantan (12 lokasi), P. Nusa Tenggara (22 lokasi), dan P. Maluku & Papua (33 lokasi). Dari keseluruhan daerah prospek tersebut sekitar 45,15 % masih pada tahap penyelidikan pendahuluan awal, 13,04 % pada tahap penyelidikan pendahuluan, 36,79 % pada tahap penyelidikan rinci, 2,34 % pada tahap pengeboran eksplorasi atau siap dikembangkan dan 2,68 % telah dimanfaatkan sebagai PLTP.

Pencarian lokasi sumber panas bumi terus dilakukan, hingga pada tahun 2012 telah ditemukan 14 daerah baru panas bumi, yaitu Diloniyohu, Dulangeya, Pohuwato (Gorontalo), Ampalas, Karema, Tapalang, Kona-Kaiyangan, Panasuan, Doda (Sulawesi Barat), Dendang, Nyelanding, Buding, Permis (Babel), Kintamani (Bali).Potensi sumber energi panas bumi cenderung tidak akan habis, karena proses pembentukannya yang terus menerus selama kondisi lingkungannya (geologi dan hidrologi) dapat terjaga keseimbangannya. Mengingat energi panas bumi ini tidak dapat diekspor, maka pemanfaatannya diarahkan untuk mencukupi kebutuhan energi domestik, dengan demikian energi panas bumi akan menjadi energi alternatif andalan dan vital karena dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi fosil yang kian menipis dan dapat memberikan nilai tambah dalam rangka optimalisasi pemanfaatan aneka ragam sumber energi di Indonesia.Permasalahan yang dihadapi pada sumber energi panas bumi adalah lokasi sumber panas bumi. Mayoritas lokasi potensi energi panas bumiberada di kawasan ekologi hutan dan energi panas bumi tidak dapat disalurkan dengan pipa gas, sehingga pembangkit harus dibuat di titik panas bumi berada. Pembebasan hutan atau lahan yang kerap bermasalah, pengaruh terhadap kondisi tanah dan sumber air, serta dampak terhadap ekosistem hutan, harus menjadi agenda penting dalam menyelaraskan eksploitasi energi panas bumi dengan lingkungan hidup di sekitarnya.Sampai awal tahun 2013 ini pengaturan tentang energi baru terbarukan secara khusus masih diaturpada Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Perpres ini bertujuan untukmenjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Beberapa hal yang diatur dalam Perpres No. 5 Tahun 2006 adalah:

Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi listrik, energi mekanik dan panas. Sumber energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomasa dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi tak terbarukan, antara lain: Hidrogen, Coal Bed Methane, Coal Liquifaction, Coal Gasification dan Nuklir. Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain : panas bumi, biofuel, aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut. Diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimasi penyediaan energi. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan. Sumber energi alternatif tertentu adalah jenis sumber energi tertentu pengganti Bahan Bakar Minyak.

2.3 Penerapan Ekonomi Energi dalam Manajemen Sumber Daya Energi

Sumber daya energi menjadi salah satu sumber pendapatan bagi negara. Dari pendapatan itu membantu dalam perekonomian Indonesia. Salah satu masalah yang harus dihadapi manusia adalah semakin tipisnya persediaan sumber daya alam. Jika sumber daya alam terus dieksploitasi demi mengejar pertumbuhan ekonomi dimungkinkan beberapa saat lagi pertumbuhan akan terhenti, karena habisnya pasok sumber daya. Sebagai akibat berubahnya lingkungan strategis dan semakin lajunya pembangunan di daerah, khususnya dalam proses industrialisasi, akan menyebabkan masalah energi menjadi semakin kompleks sehingga tantangan yang dihadapi juga semakin berat. Memasuki era keterbukaan sekurang-kurangnya ada lima tantangan besar yang dihadapi dalam pembangunan energi, yaitu : memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat sebagai akibat proses industrialisasi : mengatasi masalah dispartitas, efisiensi penggunaan energi; sumberdaya manusia; dan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup, maka akan memberikan implikasi langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu kami adakan pelatihan yang akan memberikan pemahaman mengenai ekonomi dan manajemen sumber daya energi serta mengoptimalkan kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan strategis perusahaan.2.4 Penerapan Ekonomi Energi dalam Pemanfaatan Energi Terbarukan Revolusi Industri

Menurut Jeremy Rifkin (President of The Foundation on The Economic Trends in Washington, DC), dunia akan memasuki era Revolusi Industri. Revolusi Industri ditandai dengan terbentuknya masyarakat ekonomi baru yang beradaptasi dengan penerapan energi terbarukan (renewable energy). Revolusi Industri ini ditopang oleh empat pilar sebagai berikut:

1. Pilar Pertama: Energi TerbarukanSinar matahari, angin, air, panas bumi, gelombang laut, dan bio-massa adalah jenis sumber energi terbarukan. Teknologi yang akan berperan mengubah atau mengkonversikan energi terbarukan tersebut menjadi energi listrik yang siap pakai. Sampai dengan tahun 2050, di Uni Eropa energi terbarukan diproyeksikan akan menggantikan separuh dari energi utama dan menghasilkan energi listrik sampai dengan 70%.2. Pilar Kedua: Bangunan Sebagai Penghasil EnergiRumah, gedung perkantoran, mal, bangunan pabrik atau industri, nantinya akan berusaha menyediakan energinya secara mandiri. Dengan memanfaatkan energi terbarukan yang tersedia secara gratis, kebutuhan energi akan terpenuhi bahkan akan mempunyai kelebihan yang dapat dibagikan.3. Pilar Ketiga: Penyimpanan Energi dengan HidrogenEnergi dari sinar matahari, angin, gelombang, tidak tersedia sepanjang hari. Oleh sebab itu diperlukan media penyimpanan energinya. Kelebihan energi yang dihasilkan secara individual dari bangunan penghasil energi sebagaimana pilar dua, dapat disimpan dalam bentuk sel bahan bakar hydrogen. Hidrogen dikenal sebagai bahan bakar ramah lingkungan karena hasil pembakarannya berupa air dan energi panas. Sebaliknya juga sangat mudah diperoleh dan jumlahnya melimpah dengan cara elektrolisa air. Teknologi sel bahan bakar hidrogen sudah lama digunakan sebagai tenaga pendorong roket luar angkasa.4. Pilar Keempat: Infrastruktur Cerdas (Smart Grid) dan Kendaraan plug-inKelebihan energi yang diproduksi oleh setiap bangunan individual sebagaimana pilar tiga, dapat dibagikan melalui suatu infrastruktur cerdas. Infrastruktur cerdas yang dimaksud disini adalah penerapan teknologi informasi yang akan mengendalikan pendistribusian energi ini. Dimana diperlukan suatu transaksi, besar energi yang dikirim, melalui jalur yang mana, sumber dari mana dan dikirim kemana. Dari sisi transportasi, kendaraan bertenaga listrik dan bahan bakar sel hidrogen akan banyak diproduksi dan digunakan. Dimana kendaraan tersebut menyesuaikan dengan ketersediaan sumber energi yang tersebar disetiap lokasi.

Konsep Era Revolusi Industri sebagaimana diberikan oleh Jeremy Rifkin sangat sesuai jika dilihat dari sudut ketersediaan energi. Seperti diketahui bahwa pembangkit listrik bahan bakar fosil sekarang ini adalah terpusat. Konsep pembangkit listrik terpusat ini untuk memudahkan transportasi bahan bakar yang digunakan. Sementara jika menggunakan energi terbarukan, teknologi yang ada saat ini belum mampu mengubah energi yang melimpah ini menjadi energi listrik dalam jumlah yang memadai secara terpusat. Sebagai contoh untuk menghasilkan daya listrik 8 10 Watt diperlukan solar panel seluas 1 meter persegi. Artinya untuk menyamai daya listrik dari turbin gas atau uap misalnya sebesar 50 Mega Watt (MW) diperlukan solar panel seluas kira-kira 52 hektar. Hampir tidak mungkin menyediakan lahan seluas itu hanya untuk membangkitkan listrik sampai dengan 50 MW. Begitupun dengan pembangkit listrik tenaga angin, diperlukan lahan yang luas untuk menghasilkan daya listrik yang memadai. Memang kelebihan dari pembangkit listrik bahan bakar fosil tidak memerlukan lahan yang luas untuk menghasilkan daya listrik yang besar. Oleh sebab itu konsep pemanfaatan energi terbarukan pada era Revolusi Industri adalah, menyatukan penghasil energi individual yang tersebar dan mendistribusikannya kembali kepada yang memerlukan melalui insfrastruktur cerdas.

2.5 Penerapan Ekonomi Energi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia akan menghadapi persaingan dan ketidakpastian global yang makin meningkat, jumlah penduduk yang makin banyak, dan dinamika masyarakat yang makin beraneka ragam. Untuk mewujudkan Visi Pembangunan Nasional, perlu diteruskan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai, permasalahan yang sedang dihadapi dan tantangannya ke depan ke dalam suatu konsep pembangunan jangka panjang, yang mencakup berbagai aspek penting kehidupan berbangsa dan bernegara, yang akan menuntun proses menuju tatanan kehidupan masyarakat dan taraf pembangunan yang hendak dicapai. Penekanan akan perlunya pembangunan ekonomi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat muncul pada awal paruh kedua tahun 60-an. Pada tahun 1966 penataan sistem perekonomian dicanangkan melalui Program Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi. Sampai dengan pertengahan tahun 90an, berbagai kemajuan ekonomi telah dicapai. Kebutuhan pokok masyarakat tercukupi dan swasembada pangan beras terwujud pada tahun 1984. Perekonomian tumbuh baik dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi dapat terjaga. Peningkatan kesejahteraan masyarakat secara nyata dapat ditunjukkan antara lain melalui peningkatan pendapatan perkapita sekitar sepuluh kali lipat, menurunnya secara drastis jumlah penduduk miskin, serta tersedianya lapangan kerja yang memadai bagi rakyat.Pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong penyediaan berbagai sarana dan prasarana perekonomian penting yang dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Secara bertahap, struktur ekonomi berubah dari yang semula didominasi oleh pertanian tradisional ke arah kegiatan ekonomi lebih modern dengan penggerak sektor industri. Ekspor nonmigas yang menunjukkan peningkatan kemampuan untuk menghasilkan produk dan daya saing produk Indonesia terhadap produk negara lain meningkat pesat. Bahkan dalam paruh kedua 80-an, terjadi perubahan struktur ekspor dari yang semula didominasi oleh ekspor migas menjadi ekspor yang di dominasi oleh ekspor nonmigas.Penggunaan energi di Indonesia meningkat cukup pesat sejalan dengan perbaikan ekonomi setelah krisis. Walaupun berbagai upaya restrukturisasi dan reformasi kelembagaan terus dilaksanakan, kenaikan konsumsi energi masih lebih tinggi dibandingkan dengan penyediannya. Meskipun mengalami pergeseran dari sumber energi yang berasal dari bahan bakar minyak ke gas alam dan batu bara, pola konsumsi energi masih menunjukkan ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan. Potensi energi dan sumber daya mineral yang sampai saat ini telah diketahui dan terbukti adalah: minyak 86,9 miliar barel, gas 384,7 TCF, batubara 50 miliar ton, dan panas bumi sekitar 27 GWatt. Cadangan terbukti minyak bumi Indonesia berjumlah 5,8 miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per tahun. Sementara itu cadangan terbukti gas bumi sekitar 90 TCF dengan tingkat produksi sekitar 3 TCF. Sedangkan cadangan terbukti batubara sekitar 5 miliar ton dengan produksi mencapai 100 juta ton setiap tahunnya. Dengan demikian, perlu upaya untuk mengembangkan sumber energi terbarukan (mikro hidro, biomassa, biogas, gambut, energi matahari, arus laut, dan tenaga angin) sehingga di masa mendatang bangsa Indonesia tidak akan mengalami kekurangan pasokan energi. Selain itu, dengan dimungkinkannya pembangunan pembangkit tenaga nuklir di Indonesia, pencarian mineral radio aktif di dalam negeri perlu ditingkatkan. Kegiatan ekonomi yang meningkat akan membutuhkan penyediaan energi yang makin besar. Dalam kaitan itu, tantangan utama dalam pembangunan energi adalah meningkatkan kemampuan produksi minyak dan gas bumi yang sekaligus memperbesar penerimaan devisa; memperbanyak infrastruktur energi untuk memudahkan penyampaian energi kepada konsumen baik industri maupun rumah tangga; serta mengurangi secara signifikan ketergantungan terhadap minyak dan meningkatkan kontribusi gas, batubara, serta energi terbarukan lainnya dalam penggunaan energi secara nasional.Pembangunan ketenagalistrikan yang telah dilakukan sekitar tiga dekade sebelum krisis telah memberi sumbangan yang berarti dalam pembangunan di berbagai bidang. Namun sampai saat ini beberapa permasalahan pokok masih dihadapi. Pertama, kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan tenaga listrik. Dengan terjadinya krisis multidimensi kurun waktu sekitar tahun 1997-2000, kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan tenaga listrik menurun yang berakibat pada terganggunya kesinambungan penyediaan tenaga listrik serta kehandalan sistemnya termasuk untuk listrik perdesaan. Kedua, lemahnya efektivitas dan efisiensi. Dalam satu dasawarsa terakhir tingkat losses masih berada pada kisaran 11-15 persen, baik yang bersifat teknis maupun non teknis termasuk hal-hal yang terkait dengan lemahnya good governance, lemahnya penanganan pencurian listrik, serta intervensi politik sangat kuat mempengaruhi pengelolaan korporat Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalisrikan (PKUK) yang masih bersifat monopolistik. Ketiga, ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar minyak sebagai akibat dari berlimpahnya cadangan BBM Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir. Keempat, pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional sebagian besar masih didominasi peralatan dan material penunjang yang di impor sehingga nilai tambah sektor ketenagalistrikan nasional dalam negeri diperkirakan masih relatif kecil.Tantangan sektor ketenagalistrikan yang dihadapi meliputi luasnya wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan densitas penduduk yang bervariasi yang mempengaruhi tingkat kesulitan pengembangan sistem kelistrikan yang optimal; potensi cadangan energi primer yang cukup besar namun lokasinya sebagian besar jauh dari pusat beban dengan infrastruktur pendukung yang masih sangat terbatas; keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya usaha di bidang ketenagalistrikan; pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang cukup tinggi setiap tahun; daya beli masyarakat yang masih rendah dan relatif tidak merata; citra politik, ekonomi dan moneter yang belum mendukung untuk menarik investasi swasta di bidang kelistrikan; serta regulasi investasi kelistrikan yang belum tertata dengan baik.2.6 Pengembangan Model Ekonomi-Energi dan Identifikasi Kebutuhan Infrastruktur Energi2.6.1. Pemodelan Energy Mix Indonesia

Kerangka model INOSYD ditunjukkan pada Gambar 2. Modul yang dikembangkan meliputi permintaan energi, penyediaan energi , ekonomi makro dan lingkungan. Jaringan Sistem Energi (Reference Energi System, RES) dari INOSYD disempurnaan, terutama sisi infrastruktur penyediaan energinya.

Energi primer mengalami berbagai proses sebelum dapat dimanfaatkan oleh konsumen, berupa konversi ke bentuk energi lainnya, pengilangan energi menjadi berbagai jenis fraksi bahan bakar, serta transmisi dan distribusi. Pada setiap proses, penggunaan berbagai jenis teknologi, sarana dan prasarana menimbulkan kehilangan energi, sehingga energi yang terpakai selalu lebih kecil dibanding energi primernya.

Jaringan sistem energi (RES) digunakan untuk merepresentasikan aktivitas/ hubungan dari sebuah sistem energi. RES bukan hanya sarana untuk menunjukkan energy balance, namun juga berfungsi sebagai kerangka analitis untuk memperkirakan besarnya permintaan energi. Gambar 3 memperlihatkan Jaringan Sistem Energi umum, sedangkan yang dipergunakan dalam studi ini merupakan pengembangan lanjut dari RES tersebut yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

Setiap link pada jaringan RES mewakili suatu aktivitas proses (suplai, konversi energi, distribusi, atau penggunaannya). Beberapa proses tersebut menimbulkan kehilangan energi, yang direpresentasikan dengan effisiensi (). Besarnya energi pada successive link (en) dihitung dari predecessor link (en-1), dengan persamaan umum:e1e(1)

=..............................................................................

Nn1

Terkadang, suatu energi diperoleh melalui berbagai proses konversi. Sebagai contoh, energi listrik diperoleh dari berbagai jenis pembangkitaan listrik (power generation) sehingga dengan demikian perlu diketahui besar kontribusi masing-masing proses, yang dinyatakan dalam fraksi f.

e=f e1(2)

.....................................................................

Nn 1

Gambar 3. Contoh Jaringan Sistem Energi sederhana

Primary EnergyConversionEnd-UseDemand for

SupplyTechnologyTechnologyEnergy Service

Renewable, eg.Fuel ProcessingIndustry, eg.

-BiomassPlant, eg.-Steam Boiler

-Hydro- Oil Refineries-Machinery

Mining, eg.- Gas RefineriesCommercial, eg.Industry

-Crude OilPower Plant, eg.-Air Conditioner

-Natural Gas- Gas-Light BulbsCommercial

-Coal- Coal

- RenewableHouseholds, eg.

Import, eg.-RefrigeratorHousehold

-Oil Products-Air Conditioning

-Crude Oil-CookingTransport

ssExportTransport, eg.

2.6.2 Ramalan permintaan energiPeramalan adalah pekerjaan rumit namun harus dilakukan dalam rangka perencanaan energi.

Permintaan energi dapat digolongkan menjadi permintaan energi listrik dan permintaan energi non-listrik. Sektor permintaan energi dapat dikelompokkan ke dalam industri, rumah tangga, komersial dan transportasi.

Peramalan kebutuhan tenaga listrik secara makro dilakukan dengan metode ekonometrik, yang menyatakan permintaan energi listrik (kwh) = (pertumbuhan ekonomi, tarif listrik, pertumbuhan penduduk) atau disederhanakan ke dalam persamaan regresi:

=b 0 xbBb

11x 2 2 x3 3 (3)

di mana:

Y=Pemakaian energi listrik

1, 2, 3=Pendapatan, harga listrik, jumlah konsumen

b0=Konstanta

b1, b2, b3=Elastisitas 1, 2, 3 terhadap Y

Kajian yang dilakukan menemukan beberapa persamaan regresi untuk permintaan lisrik nasional, sebagai berikut:

ETot Listrik = ETot Listrik 1 { 1 + elastisitas x g PDB }n .........................................(4)

dimana

ETotListrik : Konsumsi energi listrik total (Juta SBM)

gPDB: laju pertumbuhan PDBElastisitas: Laju pertumbuhan permintaan energi listrik /laju

pertumbuhan PDB

Permintaan listrik untuk sektor rumah tangga didekati dengan persamaan regresi seperti untuk kebutuhan listrik total. Permintaan listrik untuk kelompok pengguna lain (industri, komersial, perkantoran dan sarana umum) didekati berdasarkan hubungan elastisitas masing-masing kelompok tersebut terhadap rumah tangga.

Berikut hasil estimasi permintaan tenaga listrik untuk kelompok-kelompok konsumen listrik tersebut:

Rumah tangga:ERT Listrik = 391,381 - 11,994 HListrik RT per KWh

+ 0,009 PDB + 1,072 ERT Listrik 1 ..................................(5)

/

Komersial: ekr =RT / RT.................................................................................(6)

Dengan demikian, setelah angka pertumbuhan kelompok rumah tangga diperoleh maka angka pertumbuhan kelompok komersial dapat dihitung :

Kt=rt . ekr ..................................................................................(7)

Kt=Kt-1 . (1 + rt . ekr) ................................................................(8)

Permintaan listrik untuk kelompok industri serta perkantoran dan sarana umum didekati dengan metode yang serupa dengan yang dilakukan untuk sektor komersial.

Untuk energi bukan listrik, permintaan energi masing-masing kelompok pengguna energi adalah sebagai berikut:

Industri:Eind = 0.749 E ind-1 + 0.000323 PDB + 4.795 ........................................(9)

Transportasi:Etrans = 0.0209 Etrans-1 + 0.000487 PDB +1.78 10-6 Pop 298.91 ...(10)

Komersial:Ekom = 0.241 EKom-1 +7.16 10-5 PDB 4.395 ..........................................(11)

Rumah Tangga: ERT= ERT 2000 (1+ elastisitas x PDB )n ..........................................(12)

2.6.3 Modul penyediaan energiModul penyediaan energi yang dikembangkan terdiri dari modul energi primer minyak, gas, batubara, dan energi terbarukan. Analisis sistem dinamik dilakukan terhadap semua sumber energi primer yang ada. Sebagai contoh, di bawah ini dijelaskan sebagian alur pikir dan parameter yang digunakan dalam penyusunan modul penyediaan minyak dan gas bumi (Gambar 4).Minyak dan gas bumi digambarkan sebagai aliran material dari sumber aliran ke tempat penampungan. Untuk mengalirkan dari sumber diperlukan pengontrolan laju alir. Pengontrolan kebutuhan minyak dan gas bumi dilakukan dengan mengontrol laju penemuan (eksplorasi) dan laju produksi. Kegiatan eksplorasi dan produksi merupakan struktur umpan balik (feedback loop) yang bersifat negatif (opposite). Ini karena minyak bumi dan gas bumi adalah sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources). Kegiatan eksplorasi dan produksi mengakibatkan cadangan minyak bumi dan gas bumi mengalami penurunan, dengan penurunan yang bersifat asimptotik.Gambar 4. Struktur model penyediaan minyak bumi

Model penyediaan energi dalam bentuk struktur umpan balik tersebut ditransformasikan dan disimulasikan dengan bahasa POWERSIM.

2.6.4 Simulasi dan optimasi energy mix Indonesia INOSYD dilengkapi dengan modul optimasi untuk meminimumkan biaya suplai energy mix, dengan masukan parameter makroekonomi dan keluaran permintaan energi per jenis dan sektor, untuk energi listrik maupun non listrik. Modul optimasi dilengkapi data biaya energi (investasi, biaya O&M, dan biaya bahan bakar) untuk konversi energi maupun transportasi energi. Pekerjaan optimasi dilakukan dengan memanfaatkan modul Solver.

Dalam optimasi, fungsi tujuan (objective function) atau target variable yang diminimumkan adalah discounted cost of energy system:

qt Cita eit + qt (Citi +Citk )xit + qt Citk rit.....................(13)

ititIt

dimana :

Ca: Biaya bahan bakar (fuel cost) (US$/SBM)

Ci: Biaya investasi per unit kapasitas (US$/SBM)

Ck: Biaya operasi dan pemeliharaan (US$/SBM)

e : Aliran energi (SBM/tahun) q : discounted factorx : Penambahan kapasitas (SBM/tahun)

r : Kapasitas terpasang yang telah ada (SBM/tahun) i : Jenis energi

t : Tahun

Simulasi dilakukan untuk memahami perilaku energi Indonesi hingga tahun 2020 berdasarkan beberapa macam perkiraan pertumbuhan ekonomi. Ramalan permintaan dilakukan untuk berbagai macam jenis energi, termasuk ekspor dan impornya. Berdasarkan ramalan permintaan dan penyediaan energi yang mungkin, disusun neraca energi (energy balance) Indonesia untuk berbagai periode.

Beberapa hasil simulasi dikemukakan di bawah ini.

Pertumbuhan PDB 5 persen mengakibatkan pertumbuhan permintaan minyak bumi 3,8 persen, gas bumi 5,6 persen dan batubara 4,3 persen. Pertumbuhan permintaan energi terbarukan akan selalu lebih rendah dibanding energi fosil bila tidak diikuti dengan kebijakan yang tegas untuk meningkatkan penggunaannya.

Simulasi menunjukkan ekspor minyak mentah (crude oil) terus menurun dan mendekati nol pada tahun 2020. Lonjakan impor minyak mentah akan terjadi mulai 2008, karena permintaan domestik yang naik pesat. Impor produk-produk minyak (oil products) meningkat, dan minyak mentah untuk input kilang akan lebih banyak berasal dari impor.

Konsumsi gas bumi akan meningkat; karena harganya yang murah dibandingkan minyak bumi dan sifatnya yang akrab lingkungan. Batubara juga akan meningkat penggunaanya, khususnya untuk memenuhi permintaan listrik. Peningkatan permintaan kedua jenis energi ini membutuhkan dukungan pembangunan infrastruktur.

Pengaruh PDB terhadap permintaan energi non-listrik lebih sensitif untuk sektor industri dan transportasi relatif terhadap sektor rumah tangga dan komersial.Data pangsa (share) baik energi primer maupun energi final hasil simulasi menunjukkan kecenderungan peningkatan penggunaan gas bumi dan batubara dan penurunan minyak bumi. Pangsa energi terbarukan mengalami penurunan walaupun secara absolut nilainya meningkat. Prakiraan energy mix ini dapat dipergunakan sebagai landasan kebijakan energi ke depan.

2.6.5 Analisis infrastruktur energi Indonesia Infrastruktur energi meliputi infrastruktur konversi energi (pembangkit listrik, kilang minyak, kilang gas) serta infrastruktur transmisi dan distribusi energi (pipa minyak, pipa gas, jaringan transmisi dan distribusi listrik, dermaga minyak dan batubara, depo penyimpanan BBM dan gas, dstnya). Dikaji ketersediaan infrastruktur energi di Indonesia serta pengembangan infrastruktur energi yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi dan memanfaatkan ketersediaan sumber energi, khususnya domestik.

Kebutuhan penambahan infrastruktur diindikasikan oleh selisih permintaan energi dengan kapasitas infrastruktur yang tersedia. Untuk kilang dan pembangkit listrik secara otomatis dapat ditentukan kebutuhannya. Namun demikian lokasi kilang dan pembangkit listrik diskenariokanberdasarkan pertimbangan lokasi sumber energi, lokasi konsumen, biaya transportasi, dll. Untuk transportasi energi, diskenariokan jalur-jalur transmisi dan distribusi yang harus dibangun dengan mempertimbangkan rute dan biaya pembangunan termurah, dstnya. Dengan demikian, tetap dibutuhkan pertimbangan pakar (expert judgement) untuk menentukan lokasi pembangunan suatu infrastruktur.

Sebagai contoh, dengan menggunakan optimasi fraksi minyak bumi sebagai energi primer dalam pemenuhan BBM, dapat diproyeksikan kebutuhan infrastruktur konversi energi primer untuk minyak bumi, yaitu kilang minyak (refinery), dimana minyak mentah diproduksi menjadi BBM melalui proses distilasi dan konversi. Dengan memperhatikan selisih antara permintaan BBM dan kapasitas kilang yang ada serta faktor kapasitasnya ditentukan besar penambahan kapasitas kilang yang diperlukan. Selanjutnya, ditentukan besarnya investasi untuk pembangunan kilang tersebut. Untuk menggambarkan kebutuhan pengembangan infrastruktur konversi, transmisi dan distribusi energi, di bawah ini diuraikan kebutuhan pengembangan infrastruktur energi dan investainya untuk beberapa jenis energi.

Permintaan LPG di dalam negri cenderung meningkat, dan perlu dipenuhi oleh pabrik LPG yang berasal dari kilang minyak. LPG dari kilang LNG akan menurun akibat turunnya produksi LNG. Produksi LNG Arun menurun karena penurunan cadangan gas, walaupun demikian pasokan gas untuk LNG Arun akan cukup untuk memenuhi kontrak penjualan sampai tahun 2006.

Sebagai langkah untuk pengembangan LNG perlu dibangun Kilang LNG Tangguh (2007) dan Kilang LNG Matindok (2010). Sampai saat ini produk LNG semuanya diekspor, belum ada yang dimanfaatkan di dalam negeri. Namun di masa mendatang karena menurunnya pasokan dan meningkatnya permintaan gas di Jawa, perlu dibangun LNG Receiving Terminal yang dapat dipasok, misalnya dari LNG Tangguh (Papua). 5 Hingga tahun 2020, diperkirakan terdapat kebutuhan investasi sebesar 6,2 milyar US$ untuk pembangunan kilang LNG dengan kapasitas 17,74 juta ton/tahun, berlokasi di Tangguh (Papua) dan Matindok (Sulawesi).

Untuk keperluan distribusi gas bumi diperlukan tambahan jaringan pipa. Saat ini di Jawa terdapat jaringan pipa gas Cirebon Merak dan Pagerungan Gresik, sedang di Sumatera terdapat jaringan pipa gas Grissik - Duri dan Grissik - Singapura. Sedang dalam masa pembangunan adalah jalur pipa transmisi Sumatera Selatan Jawa Barat. Terkait dengan pengembangan industri yang membutuhkan gas bumi sebagai bahan bakar (fuel) maupun bahan baku (feedstock), permintaan gas yang meningkat untuk pembangkit tenaga listrik, dstnya, maka perlu dibangun jaringan pipa gas regional maupun nasional.

Rencana pengembangan infrastruktur gas nasional secara skematik diperlihatkan dalam Gambar 5.

Dengan mengikuti pola pemikiran serupa, dapat diturunkan beberapa kebutuhan pengembangan infrastruktur batubara, yang meliputi pelabuhan, jalan darat, angkutan sungai maupun angkutan kereta api. Penyederhanaan analisis menghasilkan, di antaranya skenario pembangunan pelabuhan batubara pada Tabel 1.Setelah mempertimbangkan kebutuhan pengembangan infrastruktur energi yang meliputi kilang minyak, pipa transmisi produk-produk minyak, kilang gas, jaringan transmisi gas, pelabuhan dan angkutan kereta api batubara, serta pembangkit dan transmisi listrik, diperkirakan kebutuhan biaya investasi untuk mewujudkan kebutuhan pengembangan infrastruktur energi tersebu

Gambar 5. Pengembangan infrastruktur gas bumi

LNG 12.50

Arun Block LPG 1.60Block B-Duyong

Medan BlockWest Natuna

- Singapore

5Bunyu

4LNG 18.50

32, 620 km32, 400 kmLPG 1.10

42, 1350 km

Duri-GrissikBontangTangguh

Corridor-Singapore38

28, 740 km

So. Palembang Block42, 676 km

16, 74 km

15

32, 370 km42, 600 km 42, 620 km1,700 km17

28, 1066 km6

Mundu28, 256 km3,300 km

Jawa Timur 11 ExistingReserves NG (TCF)Existing LPG Refinery

Planned PipelineExisting LNG Refinery (Bilion Ton/Year)

Planned LNG ShippingPlanned LNG Refinery

Tabel 1. Skenario pembangunan pelabuhan batubaraMaximumTambahanTahun

kapasitas

TerminalOperatorLokasiVessel

handlingOperasi

(DWT)

(Juta Ton/Thn)

KertapatiPTBASumSel7.0000.52005

TarahanPTBASumSbel60.00062010

Teluk BayurPTBASumbar40.00022008

Pulau BaaiGovernmentBengkulu35.00012005

Tanjung Api-apiPTBASumSel40.000202020

Tanjung BaraKaltim PrimaKaltim200.00042008

Tanah merahKidecoKaltim20.00032007

North Pulau LautArutminKalsel150.00052005

BalikpapanPT DPPKaltim60.00022008

Indonesia Bulk Term.IBTKalsel70.00052010

Tanjung Redep*BerauKaltim5.00022008

Banjarmasin*VariousKalsel6.00052011

Kelanis*AdaroKalteng12.000102015

Additional Total65.5

Handling Capacity

Tabel 2. Biaya investasi infrastruktur energi (juta USD)Jenis EnegiJenis InfrastrukturInvestasi yang diperlukan

sampai 2020 (mil. US$)

Minyak BumiKilangminyak,pipatranmsisi,17,3

tangki timbun

Gas BumiKilangLNG,pipatransmisi,9,6

LNG receiving terminal

BatubaraPelabuhan batubara,rel kereta1,34

api batubara

ListrikPembangkit, jaringan transmisi62

Total90,24

BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

1. Issue bauran energi yang optimum di Indonesia, dengan penekanan pada pembuatan model dinamik ekonomi- energi, proyeksi kebutuhan energi primer dan energi final serta infrastruktur energi yang harus dikembangkan, termasuk perkiraan biayanya. Jenis energi yang dikaji terutama bahan bakar fosil, dan proyeksi dilakukan hingga 2020.

2. Model ekonomi energi yang dikembangkan, ramalan permintaan energi serta beberapa hasil simulasi, khususnya yang menyangkut minyak bumi, gas bumi, batubara dan kelistrikan. Dilaporkan pula kebutuhan infrastruktur yang perlu dibangun.

DAFTAR PUSTAKAhttp://jieb.feb.ugm.ac.id/catalog/index.php/jieb/article/view/1132/1115

(15/03/2014, pukul: 19:20)

http://www.antaranews.com/print/83911/two-s-african-citizens-arrested-for-bringing-in-meth (17/03/2014, pukul: 20:21)

http://charyconomi.blogspot.com/2013/11/aplkasi-ekonomi-mikro.html (20/04/2014), pukul: 19:20)

http://andiansah-pengetahuan.blogspot.com/2010/04/ekonomi-makro.html (20/04/2014), pukul: 20:38)

http://cintyasherry.wordpress.com/tag/syarat-diskriminasi-harga/ (23/04/2014. Pukul: 14:20)

http://hary-semarang.blogspot.com/2012/01/diskriminasi-harga.html (23/04/2014. pukul: 14:23)http://hakimjuntak.blogspot.com/2013/06/pengertian-aplikasi-ekonomi -energi.html (23/04/2014, pukul: 14:40)Yusgiantoro, Purnomo.2000.Ekonomi Energi Teori dan Praktik. Jakarta

27