Makalah CDS

74
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang digunakan untuk melihat tubuh manusia secara pancaran radiasi sinar x yang dipantulkan dan diterima oleh film yang ditampilkan dalam radiografi. radiologi ini biasanya digunakan sebagai penunjang suatu tindakan yang akan dilakukan ataupun untuk mengetahui proses dan hasil dari perawatan ataupun tindakan yang telah dilakukan yang tidak bisa diamati secara klinis. Radiologi dalam dunia kedokteran gigi terdapat beberapa macam tehnik seperti intraoral dan ekstraoral. Pada dental radiologi intraoral kita mengenal beberapa macam seperti periapikal, bite wing, dan oklusal. Dental Radiologi suatu penunjang diagnostik yang saat ini selalu menjadi suatu yang dibutuhkan untuk melakukannya suatu tindakan agar perawatan yang akan dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan. Dokter gigi pun tidak hanya memeriksa secara klinis maka saat ini dituntut untuk mampu mengikuti berbagai perkembangan ilmu dan teknologi, dan juga diharapkan dapat mempunyai pengtahuan luas tentang pemeriksaan diagnostik pada bidang kesehatan. 1

description

radiografi

Transcript of Makalah CDS

Page 1: Makalah CDS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang digunakan untuk melihat

tubuh manusia secara pancaran radiasi sinar x yang dipantulkan dan diterima

oleh film yang ditampilkan dalam radiografi. radiologi ini biasanya

digunakan sebagai penunjang suatu tindakan yang akan dilakukan ataupun

untuk mengetahui proses dan hasil dari perawatan ataupun tindakan yang

telah dilakukan yang tidak bisa diamati secara klinis. Radiologi dalam dunia

kedokteran gigi terdapat beberapa macam tehnik seperti intraoral dan

ekstraoral. Pada dental radiologi intraoral kita mengenal beberapa macam

seperti periapikal, bite wing, dan oklusal.

Dental Radiologi suatu penunjang diagnostik yang saat ini selalu menjadi

suatu yang dibutuhkan untuk melakukannya suatu tindakan agar perawatan

yang akan dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan. Dokter gigi pun tidak

hanya memeriksa secara klinis maka saat ini dituntut untuk mampu mengikuti

berbagai perkembangan ilmu dan teknologi, dan juga diharapkan dapat

mempunyai pengtahuan luas tentang pemeriksaan diagnostik pada bidang

kesehatan.

Secara analisis radiografis seringkali merupakan langkah awal penangan

pasien dan sering dianggap sebagai hal “abstrak” oleh dokter lain. Maka

menginterpretasi foto merupakan suatu kredibilitas yang tinggi untuk dokter

spesialis radiologi. Selain itu radiologi digunakan untuk mengevaluasi

tindakan yang telah dilakukan yang tidak bisa diamati secara klinis. Apakah

tindakan tersebut efisien atau tidak terhadap gigi pasien.

Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi kita sebagai dokter gigi untuk

mempelajari macam dan tekhnik radiologi maupun cara mengintrepretasi foto

rontgent itu sendiri agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan suatu

tindakan.

1

Page 2: Makalah CDS

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah

1. Untuk mengetahui teknik foto radiografi dikhususkan pada teknik

periapikal.

2. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi teknik foto periapikal pada

pasien.

3. Untuk mengetahui indikasi medis yang menggunakan teknik foto

periapikal.

2

Page 3: Makalah CDS

BAB II

DASAR TEORI

Orang yang pertama kali menggunakan radiografi adalah W.G.Morton di

Amerika pada tahun 1896, kemudian C. Edmund Kells adalah dokter gigi pertama

yang menganjurkan penggunaan radiografi secara rutin pada praktek dokter gigi.

Radiografi dapat menjadi dasar rencana perawatan dan mengevaluasi perawatan

yang telah dilakukan. Radiografi dapat digunakan untuk memeriksa struktur yang

tidak terlihat pada pemeriksaan klinis.

Indikasi foto Rontgen gigi yaitu:

1. mendeteksi lesi

2. membuktikan suatu diagnosa penyakit

3. lokasi lesi/benda asing yang terdapat pada rongga mulut.

4. menyediakan informasi yang menunjang prosedur perawatan.

5. Untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi.

6. melihat adanya karies, penyakit periodontal dan trauma.

7. Sebagai dokumentasi data rekam medis yang dapat diperlukan sewaktu-

waktu. ( Haring. 2000)

Menurut Brocklebank (1977), proyeksi radiografi yang digunakan di kedokteran

gigi yaitu:

1. Teknik intra oral merupakan yang paling sering dipakai oleh dokter gigi.

Teknik intraoral, terdiri dari:

a. Periapikal

b. Bite wing

c. Oklusal foto

2. Teknik Ekstra oral, terdiri dari:

a. Panoramik

b. Lateral foto

c. Cephalometri

d. PA, AP

e. Proyeksi Waters

f. Proyeksi reverse

3

Page 4: Makalah CDS

g. Proyeksi submento vertex

Terdapat beberapa jenis foto rontgen untuk gigi. Secara garis besar foto

rontgen gigi, berdasarkan teknik pemotretan dan penempatan film, dibagi

menjadi dua yaitu foto Rontgen Intra oral dan foto Rontgen extra oral.

1. Teknik Rontgen Ekstra Oral

Foto Rontgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada

rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto

Rontgen ekstra oral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah

foto Rontgen panoramik, sedangkan contoh foto Rontgen ekstra oral lainnya

adalah foto lateral, foto antero posterior, foto postero anterior, foto

cephalometri, proyeksi-Waters, proyeksi reverse-Towne, proyeksi

Submentovertex.( Haring.2000)

a. Teknik Rontgen Panoramik

Foto panoramik merupakan foto Rontgen ekstra oral yang

menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur facial termasuk

mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini

dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi,

pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan

mengevaluasi trauma.

b. Teknik Lateral

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral

tulang muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak

dan muka.

c. Teknik Postero Anterior

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit,

trauma, atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto

Rontgen ini juga dapat memberikan gambaran struktur wajah, antara lain

sinus frontalis dan ethmoidalis, fossanasalis, dan orbita.

d. Teknik Antero Posterior

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian

depan maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus

ethmoidalis, serta tulang hidung.

4

Page 5: Makalah CDS

e. Teknik Cephalometri

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah

akibat trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto

ini juga dapat digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal,

sinus paranasal dan palatum keras.

f. Proyeksi Water’s

Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus

ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan

rongga nasal.

g. Proyeksi Reverse-Towne

Foto Rontgen ini digunakan untuk pasien yang kondilusnya

mengalami perpindahan tempat dan juga dapat digunakan untuk melihat

dinding postero lateral pada maksila.

h. Proyeksi Submentovertex

Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi

kondilus, sinus sphenoidalis, lengkung mandibula, dinding lateral sinus

maksila, dan arcus zigomatikus.

2. Teknik Rontgen Intra oral

Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar

secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk

mendapatkan gambaran lengkap rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi

diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan radiografi

intra oral yaitu: pemeriksaan periapikal, interproksimal, dan oklusal.

(Brocklebank,1997)

a. Teknik Rontgen Oklusal

Teknik ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada

rahang atas maupun rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan

adalah film oklusal. Teknik pemotretannya yaitu pasien diinstruksikan

untuk mengoklusikan atau menggigit bagian dari film tersebut.

b. Teknik Bite Wing

Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan

rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan

5

Page 6: Makalah CDS

untuk melihat permukan gigi yang berdekatan dan puncak tulang

alveolar. Teknik pemotretannya yaitu pasien dapat menggigit sayap dari

film untuk stabilisasi film di dalam mulut.Terdapat pula indikasi untuk

dilakukannya pengambilan foto rontgen menggunakan teknik bite wing,

yaitu:

1. Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan

rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat

digunakan untuk melihat permukan gigi yang berdekatan dan puncak

tulang alveolar.

2. Digunakan untuk mendeteksi karies di permukaan proksimal gigi

dan crest alveolar bone baik pada maksila maupun mandibula pada

film yang sama, yang secara klinis tidak dapat dideteksi.

3. Digunakan untuk mengevaluasi puncak tulang interproksimal selama

pemeriksaan periodontal dan rencana perawatan.

4. Melihat garis dari CEJ pada satu gigi ke CEJ gigi tetangganya, sama

halnya dengan jarak dari puncak ke tulang interproksimal yang ada.

5. Memberikan informasi status periodontal pasien.

6. Ketinggian dari tepi interproksimal tulang alveolar sampai cemento-

enamel junction relatif dapat diamati.

7. Deposit kalkulus subgingival juga dapat dideteksi.

8. Hasil dari bitewing radiografi pada diagnosis penyakit periodontal

hanya terbatas pada bagian mahkota akar gigi yang diamati, dan

terbatas pada regio molar-premolar.

9. Pada orang yang masih muda, pengamatan yang cermat pada

ketinggian tulang alveolar di sekitar molar pertama permanen dapat

membantu mendeteksi individu yang berisiko menderita early-onset

periodontitis (juvenile periodontitis dan rapidly progressive

periodontitis).

Selain itu teknik bite wing memiliki kelebihan dan kekurangan,

yaitu:

1. Kelebihan Teknik Foto Bite wing 

6

Page 7: Makalah CDS

Kelebihan teknik ini adalah dengan satu film dapat di pakai

memeriksa gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus. Teknik bite

wing juga dipakai pada pemeriksaan berkala jika diperkirakan bahwa

penderita mempunyai insiden karies yang cukup tinggi dan di

gunakan untuk menunjukkan karies sekunder yang berada dibawah

tumpatan. Dalam mendiagnosis karies, dibuat radiograf periapikal

dan bite wing dari daerah di mana terdapat keluhan utama dari

penderita. Apabila radiograf periapikal tidak dapat menunjukkan

kelainan, dicurigai terjadi kematian jaringan yang awal, tambalan

yang cukup dalam dan adanya pulp caping pada gigi maka radiograf

bite wing dapat digunakan.

2. Kelemahan Teknik Foto Bite wing

Pada teknik bite wing kita tidak dapat melihat hasil rontgen sampai

pada bagian apikal gigi melainkan kita hanya bisa melihat bagian

korona sampai cementum enamel junction (CEJ) saja.

c. Teknik Rontgen Periapikal

Teknik ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta

akar gigi dan tulang pendukungnya. Ada dua teknik pemotretan yang

digunakan untuk memperoleh foto periapikal yaitu teknik paralel dan

bisektris, yang sering digunakan di RSGM adalah teknik bisektris.

Interpretasi radiogram periapikal. Dalam menginterpretasikan radiogram

periapikal yang pertama-tama ditentukan adalah radiogram tersebut.

Radiografi Periapikal ini berfungsi untuk membantu diagnosis

banding dari gejala yang diperlihatkan oleh pasien, serta menyaring

proses patologi yang tidak terdeteksi dari beberapa gigi dan jaringan

penyangga.

Radiograf Periapikal sangat memenuhi syarat dalam menunjang

diagnosa klinis dengan diagnosa radiografis khususnya karena mengenai

2 atau 4 gigi serta jaringan sekitarnya. Radiograf memiliki detail gambar

yang sangat jelas mengenai:

a. Jaringan tulang

b. Jaringan ikat periodontal

7

Page 8: Makalah CDS

c. Jaringan Cement gigi

d. Email, dentin dan pulpa

e. Karies gigi dan saluran akar gigi

f. Kelainan apikal

g. Benih gigi susu ( Margono,1998 )

Indikasi utama dari penggunaan radiografi periapikal ini adalah

sebagai berikut:

1. Penggunaan diagnosis:

a. Mengetahui adanya infeksi/ inflamasi pada apikal

b. Mengetahui kondisi jaringan periodontal

c. Mengetahui keberadaan benih dan posisi gigi yang belum erupsi

d. Mengetahui kedalaman karies

e. Mendeteksi adanya granuloma, kista dan tumor pada area

periodontal.

2. Penggunaan Perawatan

a. Setelah terjadi trauma pada gigi yang dihubungkan dengan

kerusakan tulang alveolar.

b. Untuk mengetahui morfologi akar gigi sebelum dilakukan ekstraksi

gigi.

c. Pada saat melakukan perawatan endodontic.

d. Pemasangan pasak Profilaktik pasca perawatan endodontic.

e. Evaluasi lesi-lesi periapikal dan lesi lain pada tulang alveolar.

f. Evaluasi setelah perawatan implants.

3. Deteksi Kelainan Sistemik

a. Osteoporosis

b. Talasemia

c. Leukemia ( Whaites,2002 )

Pada teknik periapikal dapat dilakukan pengambilan gambar

dengan beberapa ketentuan yaitu:

A. Alat-alat yang digunakan

1. Film dengan ukuran:

a. Film no 0 : 7/8 x 3/8 inch (anak-anak)

8

Page 9: Makalah CDS

b. Film no 1 : 1 ¼ x 1 5/8 inch (dewasa)

c. Untuk Insisive dan caninus (anterior) : 22 mm x 35 mm

d. Untuk Insisive dan caninus (posterior) : 31mm x 41 mm

e. Anak-anak (anterior) : 2x3 cm

f. Anak-anak (Posterior) : 3x4 cm

Gambar 2.1 lapisan film, A. pembungkus luar,

B. film, C. lapisan timah, D. kertas hitam pelindung

(Whaites, 2002)

Gambar 2.2 periapikal film, A. gigi anterior, C

(Whaites, 2002)

2. X-Ray Tubehead

Tubehead berisi tabung x-ray dan komponen penting

lainnya untuk menghasilkan sinar x. Ketika sebuah paparan x-ray

dibentuk, sinar x melintasi sebuah filter alumunium untuk

menyaring sinar x yang tidak diperlukan. Derajat penyudutan pada

9

Page 10: Makalah CDS

kedua sisi dari tubhead berguna untuk menentukan teknik

pemposisian yang tepat (http://www.phcindia.com).

Gambar 2.3 x-ray tubehead

(Margono, 1998)

3. Film holder

Film holder/ indicator konus merupakan alat bantu untuk

membantu mengarahkan konus/ tubehead dalam memposisikan

film dalam mulut pasien. Indicator konus ini dapat digunakan

untuk gigi anterior dan gigi posterior baik rahang atas maupun

rahang bawah ( Whaites,2002 ).

Gambar 2.4 A. film holder teknik parallel,

B. film holder gigi anterior,C. film holder gigi posterior

(Whaites, 2002)

10

Page 11: Makalah CDS

Gambar. 2.5 Film holder untuk teknik bisecting

(Whaites, 2002)

Pada teknik periapikal terdapat dua teknik pemotretan yang dapat

digunakan, yaitu teknik paralel dan bisecting.

A. Teknik Paralel

Pada teknik ini sudut vertical sinar x diarahkan tegak lurus sumbu

gigi dan sumbu film, sinar yang digunakan tidak bersifat divergen hal

ini dikarenakan agar tidak ada pembesaran pada hasil yang diperoleh

(Whaites, 2002).

Teknik ini juga disebut teknik konus panjang karena pada teknik

pembuatannya digunakan konus panjang. Pada Cr. Alat ini dapat

sederhana atau sudah siap pakai. Alat yang sudah siap pakai misalnya

stabe bite block, XCT dengan ring localizing, snap aray, hemostat

( Margono,1998).

Gambar. 2.6 film sejajar dengan sumbu panjang gigi

Dan sinar tegak lurus dengan kedua bidang tersebut

(Whaites, 2002)

11

Page 12: Makalah CDS

Teknik pengambilan radiografi periapikal dengan teknik parallel

dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

a. Sediakanlah film holder dan film yang telah dipilih dan disesuaikan

dengan pasien. Pada orang dewasa, untuk gigi insisif dan caninus

menggunakan film dengan ukuran 22 x 35 mm baik rahang atas

maupun rahang bawah dengan sumbu panjang horizontal. Dan

untuk gigi premolar dan molar baik rahang atas maupun rahang

bawah menggunakan posterior holder dan lebih besar dibanding

dengan film anterior, ukuran film 31 x 41 mm dengan sumbu

panjang horizontal. Bagian permukaan putih yang halus dari film

harus menghadap X ray to head. Bagian sisi film lainnya yang

terdapat tanda berupa dot yang ditempatkan berlawanan dengan

mahkota gigi untuk menghindari superimpose antara penanda

tersebut dengan apek gigi.

b. Pasien diposisikan dengan kepala sejajar dengan occlusal plane

horizontal.

c. Film holder dan film dimasukkan ke dalam mulut pasien

d. Film ditempatkan sesuai dengan objek yang hendak diambil.

Gambar . 2.7 peninggian pada film berupa dot (anak panah) yang

menunjukan sisi tabung dan digunakan untuk mengidentifikasi sisi kanan

dan kiri pasien

(Whait&Pharoah, 2009)

12

Page 13: Makalah CDS

Berdasarkan penempatan film harus diletakkan sesuai pada objek

yang akan diambil adalah disesuaikan pada gigi yang akan diambil,

yaitu:

1) Untuk gigi Insisive dan Caninus

Posisi kepala permukaan oklusal gigi rahang atas sejajar lantai

dan bidang Sagital / mideline tegak lurus lantai. Film diletakkan

vertikal sejajar sumbu gigi pada sutura palatina. Sinar datang 90o

dan tegak lurus terhadap film. Pada gigi incisive dan caninus

rahang bawah film diletakkan di dasar mulut kira-kira pada dasar

gigi incisive dan caninus.

Gambar. 2.8 Posisi pasien saat pengambilan foto gigi anterior rahang

atas

(Pasler, …..)

Gambar. 2.9 Pengambilan gambar gigi anterior rahang atas

(Whaites, 2002)

13

Page 14: Makalah CDS

Gambar. 2.10 Hasil radiografi periapikal pada gigi incisive rahang

atas

(Pasler,….)

Gambar. 2.11 Hasil radiografi periapikal pada gigi caninus

(Pasler,….)

Gambar. 2.12 Posisi film dan tubehead pengambilan gambar gigi

anterior rahang bawah

(Whaites, 2002)

14

Page 15: Makalah CDS

Gambar. 2.13 Hasil radiografi gigi anterior

rahang bawah

(Paisler, 1993)

2) Untuk gigi Premolar dan Molar

Film diletakan horizontal, untuk gigi pada rahang atas film

diletakan pada di midline palatum. Sinar tegak lurus film datang

dari samping dan disesuaikan dengan tinggi palatum. Sedangkan

pada rahang bawah film diletakkan di sulcus lingual kemudian

disesuaikan dengan gigi yang akan diambil fotonya

(Whaites,2002).

Gambar. 2.14 Posisi pasien saat pengambilan gambar gigi posterior

rahang bawah

(Paisler, 1993)

15

Page 16: Makalah CDS

Gambar. 2.15 Posisi film, objek dan arah sinar pada pengambilan

gambar gigi posterior rahang atas

( Whaites, 2002 )

Gambar. 2.16 Hasil radiografi gigi Molar rahang bawah

(Paisler, 1993)

Gambar. 2.17 Hasil radiografi gigi Premolar dan Molar gigi rahang

atas

(Paisler, 1993)

16

Page 17: Makalah CDS

B. Teknik Bisecting / bidang bagi

Pada teknik ini posisi film diletakkan sedekat mungkin dengan gigi

jadi posisi film tidak sejajar dengan sumbu panjang bidang film, dan

konus yang dipakai adalah konus pendek ( Margono,1998 ).

Teknik ini menggunakan prinsip geometrical segitiga sama sisi,

yaitu panjang gigi di dalam rongga mulut sama dengan panjang pada

film (Whaites, 2002 ).

Teori bisektin / bidang bagi ini merupakan trik geometrik, dasar

yang dipakai adalah teori geometrik. Pada pembuatannya apabila

menguasai tekniknya maka panjang gigi dalam radiogram akan

mendekati kebenaran, akan tetapi apabila kurang menguasai tekniknya

maka akan menimbulkan banyak problem, salah satu diantaranya

adalah distorsi gambar.

Gambar. 2.18 Pengambilan gambar dengan teknik bisecting

(Whaites, 2002)

Untuk menentukan bidang bagi gigi depan atas antara sumbu gigi

dan film sebagai pegangan adalah tonjol atau cups dari gigi yang

bersangkutan dihubungkan dengan pupil mata dari sisi yang lain.

Untuk menentukan bidang bagi gigi belakang atas sebagai pegangan

adalah garis yang menghubungkan tonjol bukal gigi yang

bersangkutan dengan jarak antar pupil kedua mata penderita

(Margono, 1998).

17

Page 18: Makalah CDS

Gambar. 2.19 Garis bagi pada gigi anterior rahang atas

(Margono, 1998)

Gambar. 2.20 Garis bagi pada gigi posterior Rahang atas

(Margono, 1998)

Pengambilan gambar dengan teknik bisektin atau bidang bagi,

dilakukan sesuai dengan ketentuan pengambilan gambar pada

umumnya. Secara singkat teknik ini dijelaskan sebagai berikut:

a. Perhatikan kepala pasien dan letakkan kepala pasien pada tempat

yang benar disandarkan pada kursi dental dan instruksikan untuk

tidak menggerakkan kepala. Posisi kepala yang perlu diperhatikan:

1) Bidang vertikal atau bidang sagital

Posisi kepala yang ditunjang oleh sandaran kepala disandarkan

sedemekian sehingga bidang vertikal atau bidang sagital tegak

lurus pada bidang horizontal.

2) Bidang horizontal atau bidang oklusal

Maxilla, diimajinasikan suatu garis yang ditarik dari ala nasi ke

tragus dan garis ini sejajar dengan bidang horizontal.

18

Page 19: Makalah CDS

Mandibulla, diimajinasikan suatu garis yang ditarik dari sudut

mulut ke tragus dan garis ini sejajar dengan bidang horizontal.

b. Perhatikan palatum dan vestibulum pasien.

c. Letakkan film dalam mulut, pada region yang akan dibuat

radiograf. Kemudian ajarkan kepada pasien bagaimana memegang

fulm tersebut dengan cara dan teknik yang dipakai baik itu bidang

bagi atau kesejajaran, dan ingatkan agar pasien tidak bergerak.

d. Operator harus berdiri 3 m dibelakang tabung atau dibelakang

dinding pemisah yang dilapisi timah hitam setebal 2 mm.

e. Tempatkan tabung sinar-X mengarah pada gigi yang akan dibuat

radiograf dengan sudut yang sudah ditentukan dengan benar

Untuk meletakkan film dalam mulut dan pengaturan posisi pasien

pada tiap region terdapat beberapa tata cara, yaitu dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Untuk gigi depan, sumbu panjang film diletakkan secara vertikal

yang dimaksud gigi depan adalah gigi incisive sampai kaninus atas

maupun bawah.

b. Untuk gigi belakang, sumbu panjang film diletakkan secara

horizontal. Gigi yang akan dibuat foto rongennya harus berada

ditengah-tengah film dan jarak oklusal gigi dan pinggir film adalah

3 mm.

c. Untuk gigi incisive 1 dan incisive 2 atas

1) Film diletakan vertikal dan kontak dengan mahkota gigi serta

palatum.

2) Jarak dari incisal edge ke tepi film adalah 0,5 cm.

3) Fiksasi dengan ibu jari pasien dengan jari berlawanan dengan

gigi difoto.

4) Sinar diarahkan ke tengah film.

5) Ujung cone diletakan di ujung hidung.

6) Sudut vertikal +45 0terhadap bidang horizontal

7) Sudut horizontal tegak lurus film

19

Page 20: Makalah CDS

Gambar. 2.21 Posisi pasien dengan teknik bisecting

Pengambilan gambar gigi anterior rahang atas, fiksasi dengan ibu jari

(Whaites, 2002)

Gambar. 2.22 Teknik bisecting dengan bantuan film holder

(Whaites, 2002)

d. Untuk gigi caninus atas ujung cone ditepi hidung

Gambar. 2.23 pengambilan gambar gigi caninus atas

(Whaites,2002)

20

Page 21: Makalah CDS

e. Untuk gigi premolar 1 dan premolar 2 atas:

1) Sinar diarahkan ditengah film

2) Ujung cone dibawah pupil tegak lurus alanasi-tragus

3) Sudut vertical 40 terhadap bidang horizontal

4) Sudut horizontal sejajar bidang interproximal gigi

f. Untuk gigi molar 1, molar 2, dan molar 3 atas:

1) Berkas sinar ke tengah film

2) Ujung cone dibawah sudut mata tegak lurus dari alanasi -

tragus

3) Sudut vertikal +30 terhadap bidang horizontal

4) Sudut horizontal sejajar bidang interproximal gigitan tegak

lurus film.

Gambar. 2.24 pengambilan gambar gigi molar

(Whaites, 2002)

g. Untuk gigi incisive 1, incisive 2, dan caninus bawah:

1) Pasien didudukkan posisi bidang oklusal gigi rahang bawah

sejajar lantai

2) Midline/ sagital plane tegak lurus lantai

3) Film diletakkan di lingual secara vertikal

4) Sinar diarahkan kearah tengah film pada dagu

5) Sudut vertikal -200 terhadap bidang horizontal

6) Sudut horizontal sejajar bidang interproksimal dan tegak lurus

film.

21

Page 22: Makalah CDS

Gambar. 2.25 Pengambilan gambar gigi incisivus bawah

(Whaites, 2002)

h. Untuk gigi molar 1, molar 2, molar 3 bawah:

1. Diletakan horizontal di lingual

2. Ditekan dengan telunjuk

3. Sudut vertical -5 terhadap bidang horizontal

4. Sudut horizontal sejajar bidang interproksimal dan tegak lurus

film. (Margono,1998)

Gambar. 2.26. pengambilan gigi posterior pada rahang bawah

(Whaites, 2002)

Setelah dilakukan pengambilan gambar maka tahap selanjutnya

adalah proses pencucian. Film rontgen yang sudah disinar dalam kaset

dibawa ke kamar gelap. kemudian film dikeluarkan dan digantung

pada film hanger yang sesuai dengan ukurannya. Mula-mula film

22

Page 23: Makalah CDS

dimasukkan ke dalam cairan pembangkit (developer) lalu dicelupkan

dalam bak berisi air (H2O) pembilas dengan tujuan untuk mencuci

alkali yang melekat pada film. Setelah itu film dimasukkan ke dalam

cairan penetap (fixer). Guna cairan penutup ini adalah untuk mengikat

secara kimiawi butiran-butiran perak bromida yang tidak terkena

radiasi dan melepaskannya dalam film. Pencucian film terakhir setelah

dikeluarkan dari cairan penetap dicuci dalam bak air yang mengalir

supaya emulsi yang melekat pada film menghilang. Pengeringan film

dilakukan di dalam kamar yang bebas debu, dapat dilakukan dengan

cara sederhana/ dryer atau alat pengering khusus.

1. Cairan pembangkit (developer)

Developer dapat berupa bubuk atau cairan. Film dicelupkan

selama rata-rata 4 menit.

2. Fixer

Cairan berbentuk garam. Ammonium thiosulfat yang lebih pekat

daripada garam penetap untuk film biasa. Menggunakan

Ammonium thiosulfat disebabkan lapisan perak bromide film

rontgen lebih tebal. Setelah itu dibilas dengan air yang mengalir,

dingin dan bersih selama 10 menit lalu dimasukkan ke dalam

tangki penetap selama 10 menit.

Selain dengan cara tersebut, pencucian film juga dapat dilakukan

secaa otomatis. Proses ini dilakukan otomatis dengan mesin. Proses

otomatis biasanya berupa sebuah sistem gulungan. Sebagian besar

dilakukan pada siang hari, proses eliminasi juga memerlukan ruangan

gelap. Keunggulan teknik ini adalah dalam pengontrolan kontaminasi,

jika film terkontaminasi saliva maka dapat dihilangkan dengan

hypochlorite 1%, sebelum dilakukan proses selanjutnya. Tahapan

proses otomatis hampir sama dengan proses manual kecuali gulungan

dimasukkan pada cairan developer sebelum dimasukan pada cairan

fixer, climinasi membutuhkan air antara 2 larutan. Teknik yang

dilakukan secara otomatis ini memiliki keungtungan dan kerugian

diantaranya, yaitu:

23

Page 24: Makalah CDS

a. Keuntungan

1) Menghemat waktu, pengeringan film dilakukan hanya dengan

5 menit

2) Penggunaan kamar gelap tidak terlalu lama

3) Kondisi proses standarisasi mudah memeliharanya

4) Mesin dapat dilakukan pengisian dengan zat kimia secara

otomatis

b. Kerugian

1) Pemeliharaan dan pembersihan yang rutin sangat diperlukan.

Penggulung yang kotor membuat film ternoda

2) Alatnya cukup mahal

3) Mesin yang lebih kecil tidak dapat memproses film extraoral

yang besar

Cara yang lain adalah dengan menggunakan Self developing films.

Cara ini merupakan alternatif dari proses manual. Film ditempatkan

pada tempat khusus yang mengandung developer dan fixer. Tab

develpoer ditarik lalu akan keluar cairan developer ke arah film dan

menyebar. Setelah 15 detik, tab fixer di tarik agar cairan fixer keluar

lalu mengenai film. Setelah tercampur, zat kimia yang digunakan

akan terbuang dan film dibilas dengan air mengalir sekitar 10

menit.keuntungan menggunakan self developing film ini yakni tidak

membutuhkan ruang gelap serta menghemat waktu. Namun, dengan

cara ini akan menghasilkan gambar dengan kualitas yang kurang jelas,

gabar cepat rusak seiring berjalannya waktu, film sangat fleksibel dan

mudah bengkok, film sangan sulit disesuaikan dengan pemegang film

dan membutuhkan biaya yang relative mahal.

Pada pengambilan foto dapat pula terjadi beberapa kesalahan pada

teknik. Kesalahan teknik dapat berupa kesalahan dalam pengambilan

sudut, peletakan film, penempatan posisi pasien dan kesalahan pada

pemberian intensitas/ paparan x-ray serta kesalahan pada teknik

pencucian. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat menyebabkan distorsi

pada gambar dan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang

24

Page 25: Makalah CDS

diharapkan, objek tergambar kabur atau bahkan mengalami

superimpose sehingga dapat mengganggu ketika dilakukan interpretasi

hasil.

Gambar. 2.27 Radiograf dengan intensitas sinar-X

yang tidak mencukupi

(Whait & Pharoah, 2009)

Gambar. 2.28 Radiograf dengan intensitas sinar-X yang berlebih sehingga

menghasilkan gambar yang gelap

(Whait & Pharoah, 2009)

25

Page 26: Makalah CDS

Gambar. 2.29 Light spot pada radiograf akibat film berkontak dengan fixer sebelum

pemrosesan

(Whait & Pharoah, 2009)

Pada pengambilan foto menggunakan teknik periapikal terdapat

beberapa keunggulan dan kerugian masing-masing, baik pada teknik

parallel maupun bisecting. Keunggulan radiografi periapikal dengan

menggunakan teknik paralel adalah sebagai berikut:

1. Secara geometris gambar yang didapat akurat dan dihasilkan

dengan sedikit perbesaran.

2. Jaringan periodontal terlihat dengan baik.

3. Jaringan periapikal terlihat akurat dengan minimal pemendekan

atau pemanjangan gambar.

4. Mahkota gigi terlihat jelas untuk mendeteksi adanya karies

interproksimal.

5. Posisi film packet, gigi and X-ray beam selalu terjaga.

6. Sinar-X diarahkan secara akurat pada center film, dan semua area

film tersorot serta tidak ada pemotongan dari sinar.

7. Radiografi dengan teknik ini sangat memungkinkan untuk

dihasilkan kembali pada tempat yang berbeda dan operator yang

berbeda.

8. Teknik ini sering digunakan untuk beberapa pasien dengan

keadaan cacat.

26

Page 27: Makalah CDS

Sedangkan kerugian penggunaan teknik paralel dalam radiografi

periapikal adalah sebagai berikut:

1. Posisi film tidak nyaman bagi pasien, terutama pada gigi

posterior, sering menyebabkan rasa menyumbat/ mengganjal

sehingga pasien yang sensitive merasa mual.

2. Posisi pegangan film di dalam mulut pasien dapat menyulitkan

operator yang kurang berpengalaman.

3. Anatomi rongga mulut kadang membuat teknik ini tidak mungkin

dilakukan, sepeti adanya torus palatinus dan palatum yang datar.

4. Terkadang apek gigi terlihat mendekati ujung/ tepi film.

5. Pada molar ketiga bawah, posisi pegangan akan sangat sulit

ditempatkan.

6. Teknik tidak dapat ditampilkan secara puas bila menggunakan

penyinaran yang pendek(short cone) karena adanya pembesaran.

7. Film holder harus dimasukkan kedalam autoclave dan tidak dapat

langsung dibuang setelah pemakaian.

Begitu pula pada foto periapikal menggunakan teknik bisecting

terdapat beberapa keunggulan, yaitu:

1. Posisi film nyaman untuk pasien disemua area

2. Peletakkan film relatif simple dan cepat

3. Apabila dengan sudut yang tepat, gambar objek yang diperoleh

akan sama panjangnya dengan objek asli dan hal ini baik untuk

kepentingan diagnosa.

Sedangkan kelemahan dari teknik bisecting pada pencitraan

periapikal adalah:

1. Banyak variable yang dibutuhkan ketika akan melakukan

pengambilan gambar dengan teknik ini.

2. Sering menghasilkan gambaran dengan penyimpangan yang

buruk

3. Kesalahan pada vertical angulation akan menghasilkan

pemendekan dan pemanjangan gambar.

27

Page 28: Makalah CDS

4. Horizontal dan vertikal angel harus ditentukan secara tepat, dan

perkiraan yang salah pada setiap pasien akan menghasilkan

distorsi gambar, terlebih pada operator yang kurang

berpengalaman.

5. Kesalahan horizontal angulation akan menghasilkan superimpose

mahkota dan akar gigi.

6. Gambaran pada mahkota gigi sering mengalami distorsi, dan hal

ini akan menyulitkan ketika akan dilakukan diagnosis karies

interptoksimal

7. Sering terjadi pemendekan gambar pada akar bukal gigi premolar

dan molar.

Gambar. 2.30 A. gambar objek yang mengalami pemanjangan, B. Gambar objek yang

mengalami pemendekan

(http://www.dentallearning.org)

28

BA

Page 29: Makalah CDS

Gambar.. 2.31 Perbandingan hasil radiografi dengan A. teknik Bisecting dan B. Teknik

parallel

(Whaites, 2002)

Pada pengambilan gambar radiografi periapikal terdapat beberapa

kesulitan. Penempatan film intraoral yang dijelaskan pada pembahasan

sebelumnya tidak selalu tepat. Teknik ini juga membutuhkan modifikasi.

Kesulitan utama yang dihadapi meliputi :

a. Molar ketiga Mandibula

Kesulitan yang utama adalah penempatan dari film di bagian

posterior untuk pengambilan foto molar ke tiga, jaringan serta

saluran gigi. Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa solusi,

yakni:

1. Dengan menggunakan alat pemegang film saperti arteri forcep

untuk memposisikannya di dalam mulut . Berikut adalah

caranya :

a. Alat menjepit tepi film

29

Page 30: Makalah CDS

b. Dengan mulut terbuka, film diletakkan dengan hati-hati pada

sulcus lingualis.

c. Pasien diinstruksikan untuk menutup mulut dan pada saat

yang bersamaan film ditempatkan dengan nyaman di

belakang mulut.

d. Pasien diinstruksikan untuk menggigit pegangan agar

mendapat posisi yang baik

e. Tubehead diposisikan pada posisi angle yang benar dari

molar tiga. 1 cm di atas pusat dari bawah ramus mandibula.

2. Melakukan 2 kali pengambilan foto dengan posisi sudut yang

berbeda dari tubehead. Berikut ini adalah caranya:

a. Pertama, Film diposisikan pada bagian paling posterior. Saat

penyinaran tubehead dengan sudut horisontal yang ideal jadi

sinar X memaproyeksi diantara molar 2 dan 3 ( dengan gigi

molar 3 impaksi horisontal akarnya tidak seluruhnya

terproyeksi)

b. yang kedua, film diposisikan pada tempat yang sama tetapi

tube head nya diposisikan lebih posterior agar seluruh akar

gigi molar 3 impkasi horisontal terproyeksi seluruhnya.

b. Gagging

Reflek gaging adalah reflek yang terjadi pada sebagian besar

pasien. Ini menjadi sulit dalam penempatan film, terutama pada

region molar baik rahang atas maupun rahang bawah. Untuk

mengatasi hal ini dapat dilakukan:

1. Pasien menghisap anastesi lokal lozeng sebelum film ditempatkan

pada mulut

2. Menginstruksikan pada pasien untuk bernapas dalam-dalam

ketika film dimasukan pada mulut

3. Tempatkan film pada mulut (pada occlusal plane), namun tidak

menyentuh palatum.

30

Page 31: Makalah CDS

c. Endodontik

Kesulitan utama meliputi :

1. Penempatan film poket dan stabilisasi ketika penempatan

instrument endodontik, rubber damn, dan rubber damn clamps.

2. Identifikasi dan perawatan saluran akar.

3. Menaksirkan panjang saluran akar dari radiograf yang mengalami

pemendekan dan pemanjangan.

Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa

tindakan berupa:

1. Masalah dari penempatan film dan stabilisasi dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Menggunakan film holder. lalu diposisikan didalam mulut

dan dipegang oleh pasien

b. Menggunakan film holder khusus untuk endodontik.

2. Permasalahan pada saluran akar dapat dipecahkan dengan dua

kali radiasi, menggunakan tubehead sinar X yang horisontal

3. Permasalahan dalam pengambilan gambar saluran akar yang

panjang, dapat dilakukan dengan:

a. Menggunakan teknik paralelling periapikal secara tepat

dalam operasi dan akar panjang akar langsung pada

radiografi. Sebelum memulai perawatan. Ada kemungkinan

distorsi, sehingga perlu dijaga agar tidak terjadi distorsi.

b. Hitung secara matematika panjang saluran akar dan gunakan

teknik bisecting

d. Edentulous

Masalah utama pada penderita edentulous adalah pada saat

penempatan film. Solusinya berupa:

1. Pada pasien edentulous, palatum kurang tinggi, dan sulcus

lingualis yang dangkal. Kontraindikasi dari parallel tehnik dan

semua radiology periapikal dapat dilakukan dengan menggunakan

modifikasi dari teknik biseptis.

31

Page 32: Makalah CDS

2. pada pasien dengan anodonsia parsial , teknik parlel dapat

digunakan. Jika area edentulous menyebabkan film sulit untuk

diposisikan maka area tersebut dapat diganjal dengan gulungan

kapas.

e. Masalah pada anak-anak.

Masalah pada anak-anak adalah pada ukuran mulut anak dan

susahnya penempatan film dalam mulut. Pengambilan gambar

periapikal dengan teknik parallel kurang memungkinkan untuk anak

yang sangat kecil. Tetapi dapat digunakan untuk bagian gigi anterior

yaitu untuk mengetahui traumatik gigi incisive. Teknik Modifikasi

bisecting angle memungkinkan diterapkan pada sebagian besar anak-

anak dengan film diletakkan dimulut (di oklusal plane) dan posisi

tubehead tegak lurus dengan sumbu gigi (Whaites,2002).

Setelah proses pencucian selesai maka foto rontgen pun dapat

diinterpretasikan. Dalam menginterpretasikan radiologi periapikal hal

pertama yang harus diperhatikan adalah radiogram tersebut merupakan

gambaran rahang atas atau rahang bawah. Cara menentukannya adalah

sebagai berikut :

1. Radiogram rahang atas gigi belakang

a. Trabekula, jalannya ada yang horizontal dan ada yang vertical,

bentuknya seperti renda.

b. Tulang zigomaticus jika terlihat merupakan gambaran yang

radiopak berbentuk huruf U.

c. Terlihat sinus maxillaris.

d. Bentuk anatomy teruttama bentuk anatomy molar pertama, akarnya

adalah 3.

e. Terlihat prosesus koronoideus apabila pembuatan radiogram pada

region molar ketiga.

f. Terlihat tuber maxillaries apabila pembuatan radiogram pada

region kedua atau ketiga.

32

Page 33: Makalah CDS

Gambar. 2.32 radiografi yang menunjukan lamina dura rahang bawah

(White& Pharoah,2009)

Gambar. 2.33 gambaran trabekula pada gigi posterior rahang bawah

(White& Pharoah,2009)

Gambar. 2.34 Radiografi bentuk “U” yang radiopak dari tulang zigomaticus

(White& Pharoah,2009)

33

Page 34: Makalah CDS

Gambar. 2.35 Radiografi sinus maksilaris

(White& Pharoah,2009)

2. Radiogram rahang bawah

a. Trabekula, jalannya horizontal.

b. Foramen mentalis apabila terlihat, maka terletak diantara molar

premolar kedua atau molar pertama bawah atau premolar pertama

dan premolar pertama bawah.

c. Terlihat kanalis mandibularis.

d. Bentuk anatomy, terutama molar pertama akarnya 2.

e. Linea obliqua interna dan eksterna kadang akan terlihat.

Gambar. 2.36 Radiograf gigi anterior rahang bawah yang dapat terlihat pada

foto periapikal

(Whaites, 2002)

34

Page 35: Makalah CDS

Setelah diketahui radiogram tersebut radiogram atas atau bawah,

maka untuk rahang atas arahkanlah ke atas dan rahang bawah arahkanlah

kebawah. Setelah itu tentukanlah regio gambaran gig yang tampak pada

radiogram, dengan cara menentikan sisi mesial terlebih dahulu. Pada film

Setelah dapat ditentukan regionya , maka tahap berikutnya adalah

menginterpretasikan radiogram. Untuk mengetahui apakah ada kelainan

atau tidak pada radiogram periapikal ini, dasarnya adalah dengan melihat

lamina duranya. Apabila pada radiogram periapikal terdapat kelainan

maka lamina dura pada periapikal gigi tersebut terputus. Lamina dura

merupakan sebagai bagian pinggir dari tulang yang mengelilingi ligamen

periodontinum. Jadi, dalam radiogram gambarannya adalah radiopak.

Lamina dura pada radiogram terlihat paling radiopak karena susunan

tulangnya mengadung kalsium paling banyak.

Dalam menginterpretasikan radiogram periapikal haruslah

mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Yang utama dalam mendiagnosis kelainan dari suatu gigi adalah harus

diperhatikan apakah gigi tersebut vital atau non-vital. Sebagai contoh,

apabila gambaran dari periapikal gigi yang non-vital menunjukkan

adanya rediolusen haruslah diperhatikan dnegan cermat karena

menggambarkan suatu keadaan yang harus dirawat.

2. Kadang-kadang pada pengetesan dengan tester pulpa gigi tersebut

non-vital akan tetapi pada pemeriksaan klinis tidak terlihat adanya

karies, ternyata jaringan pulpanya nekrotik ini kemungkinan

disebabkan oleh trauma.

3. Lokasi, durasi, ukuran dari lesi, apakah terjadi pada penderita yang

lanjut usia atau yang masih muda dan jenis kelamin dari penderita

perlu dalam mendagnosis periapikal gigi tersebut. Sebagai contoh,

myeloma yang multiple lebih sering terjadi pada penderita yang

berumur lanjut dan kista traumatic lebih sering terjadi pada penderita

yang masih muda.

4. Apakah ada symptom neurologis sebagai contoh apakah ada parestesi,

sakit dan parelesis yang kemungkinan merupakan tanda suatu

35

Page 36: Makalah CDS

keganasan ataukah karena suatu trauma pada bagian tersebut.

Kerusakan kortikal tulang apakah kerusakannya berlangsung cepat

atau lambat karena dapat diduga lesi tersebut suatu tanda keganasan

atau inflamasi biasa.

5. Pada lesi periapikal yang radiolusen, aspirasi dari isi bagian tersebut

perlu ada diagnosis, karena dengan membedakan lesi tersebut maka

dapat dibedakan apakah kelainan tersebut kista atau bukan.

6. Apakah adanya lesi tersebut menyebabkan gejala sistemik ataukah

tidak, karena penting untuk menentukan diagnosis banding dengan

penyakit lain. Sebagai contoh adalah gambaran radiopak yang

multiple pada rahang yang disebut enosistosis multiple yang harus

dibedakan dengan condensing osteisis.

Gambaran radiografi keadaan periapikal yang mengalami kelainan

dapat dilihat dari keadaan :

1. Gambaran Radiografi periapikal yang Radiolusen

Reaksi peradangan dari pulpa yang disebabkan oleh karies gigi

dan perawatan endodontik yang tidak berhasil akan menimbulkan

lesi pada periapikal. Inflamasi pulpa pada keadaan yang akut tidak

memberikan gambaran yang khas. Sebelum terjadi gambaran yang

khas pada periapikalnya maka gambaran radiogram yang pertama-

tama dapat dilihat adalah pelebaran pada jaringan periodontinum

bagian apikal gigi tersebut.

Lesi yang terlihat di bagian apeks yang memberikan gambaran

berbeda ialah lesi periapikal akut dan lesi periapikal kronis.

1. Gambaran radiografi periapikal akut

Gambaran radiografi ini hanya terlihat berupa perubahan pada

jaringan periodontinum dengan adanya pelebaran jaringan

periodontinum pada apikal gigi tersebut.

2. Lesi periapikal kronis

Lesi periapikal kronis asalnya dari keadaan akut dan

menghasilkan gambaran radiografis yang jelas dank has. Lesi ini

mempunyai 3 basis gambaran radiografis dan gambaran ini

36

Page 37: Makalah CDS

merupakan kondisi yang patologis : abses gigi yan kronis,

granuloma gigi, dan kista radikuler.

Gambar. 2.37 Lesi periapikal

(Whaites, 2002)

Hasil interpretasi tersebut dapat dipercaya 100% apabila dalam

menginterpretasikan dilakukan pemeriksaan yang lain. Kurang lebih

85% dari lesi pada tulang rahang terletak pada daerah periapikal dari

gigi. Lesi radiolusen ini merupakan kelompok yang penting pada

radiologi diagnosis dan apabila terdapat gambaran radiolusen di

bagian apical gigi, maka informasi yang penting adalah gigi tersebut

vital atau tidak.

Cara membedakan gambaran diagnostiknya diperlihatkan pada

table di bawah ini.

Gambaran diagnostic Diagnosis

Radiolusen pada apical gigi

yang nonvital

Granuloma gigi,

kista radikuler

dan abses

Radiolusen pada daerah

dimana ada bekas

pencabutan gigi

Kista residual

37

Page 38: Makalah CDS

Radiolusen pada akar gigi

yang masih vital

Smentoma

stadium

Radiolusen pada apical gigi

dimana pernah dilakukan

perawatan endodontic

Kista radikuler

Rediolusen pada apical gigi

dimana dilakukan

pengisian salularan akarr

dan apeks reseksi

Jaringan parut

di daerah apical

Tabel 2.1 Gambaran diagnosis periapikal yang radiolusen

(Margono, 1998)

Gambaran radiolusen pada apical gigi yang nonvital

Apabila gigi yang diinterpretasikan adalah gigi nonvital,

interpretasi gigi tersebut kemungkinannya adalah granuloma,

kista radikuler, dan abses yang kronis. Dalam pemeriksaan

klinis abses dapat dengan mudah diinterpretasikan apabila

terlihat suatu fistula. Namun, gambaran radiologi granuloma,

kista radikuler, dan abses kronis agak susah dibedakan. Statistic

menunjukkan bahwa 48% kelainan yang terlihat radiolusen

adalah granuloma, 43% kista radikuler, dan 1,1% adalah abses

yang kronis.

Radiolusen pada tempat yang pernah dilakukan pencabutan

Radiolusen pada tempat bekas pencabutan, apabila pada

gigi tersebut terdapat kista radikuler dan perawatannya kurang

bersih maka radiolusen itu disebut kista residual. Apabila kista

tersebut mengalami infeksi sekunder, maka harus dilakuakan

enukliasi untuk menghilangkan kistanya.

Radiolusen pada apical gigi yang masih vital

38

Page 39: Makalah CDS

Pada apikal gigi yang masih vital, radiolusen

diinterpretasikan sebagai sementoma stadium I. Sementoma

mempunyai 3 stadium :

1. Stadium I, gambarannya adalah radiolusen.

2. Stadium II, gambarannya adalah gambaran campuran antara

radiolusen dan radiopak.

3. Stadium III, gambarannya adalah radiopak.

Sementoma terjadi pada gigi anterior rahang bawah. Gigi

yang pada periapikalnya terdapat sementoma dianggap masih

vital dan pada radiogramnya kemungkinan tidak terlihat adanya

karies yang besar dan tambalan yang besar. Sementoma stadium

I harus dibedakan dengan kista traumatic yang gambaran

periapikalnya juga radiolusen.

Radiolusen pada gigi yang pernah dirawat endodontik

Apabila radiolusen muncul di daerah periapikal gigi yang

telah mengalami perawatan endodontic akan tetapi gambaran

radiolusen bertambah besar ukurannya, ada keluhan sakit,

terlihat adanya fistula, dan pada periode 6 bulan setelah

perawatan tidak ada tanda-tanda penyembuhan maka, keadaan

apical ini diinterpretasikan sebagai kista radikuler.

Lesi pada garis tengah maksila

Kelainan pada bagian ini biasanya berada di antara insisivus

lateral dan kaninus, ke arah papilla insisivum sepanjang garis

tengah dan berakhir pada palatum keras. Yang termasuk pada

kelainan ini adalah :

1. Kista nasoalveolar

Lokasi dari kista ini adalah pada vestibulum bagian atas dan

daerah kaninus. Biasanya gambarannya tidaklah hanya

radiolusen saja. Jadi untuk melakukan interpretasi yang benar

diperlukan aspirasi dan juga menyuntikkan media kontras ke

dalam kista tersebut. Gigi yang berada di sekitar kista ini

39

Page 40: Makalah CDS

biasanya masih vital. Secara klinis dapat mengenai bibir dan

dasar hidung. Perawatannya dengan inisiasi.

Gambar. 2.38. Kista nasoalveolar

2. Kista globulomaksilaris

Kista ini sering terjad, diperkirakan 21% rediolusen yang

terjadi pada daerah garis tengah adalah kista ini. Lokasinya

adalah pada daerah antara insisivus lateral dan kaninus

rahang atas. Gigi tersebut masih vital dan secara klinis pada

perabaan akan teraba suatu masa yang lunak di daerah

tersebut. Gambaran radiografinya berupa suatu keadaan yang

berupa suatu keadaan yang radiolusen seperti buah pir dan

arena tekanan dari kista tersebut, maka akarnya akan

memancar.

Gambar. 2.39 Kista glabulomaksilaris

(Pasler, 1993)

40

Page 41: Makalah CDS

3. Kista median alveolar

Kista ini sangat jarang terjadi dan kalau terjadi maka kista

inin lokasinya pada insisivus sentral atas. Giginya masih

vital.

Gambar. 2.40 Kista median alveolar

(Pasler, 1993)

4. Kista nasopalatina

Kista ini juga sering terjadi, diperkirakan 60% kista pada

garis tengah adalah kista ini. Lokasinya adalah di antara gigi-

gigi insisivus sentral. Bentuknya seperti hati yang radiolusen.

Bentuk yanhg seperti hati ini disebabkan oleh karena

superimpose dari spina nasalis yang meliputi kista tersebut.

Biasanya kista ini terlihat dengan teknik oklusal. Gigi-gigi

yang berada di sekitar kista masih vital.

5. Kista median palatine

Kurang lebih 9% dari radiolusen yang di garis tengah dari

maksila di bagian posterior dari insisivus di tengah palatum

yang keras adalah kista median palatine. Gigi di sekitarnya

masih vital dan perawatannya dalah dengan eksisi.

Lesi pada bagian dimana gigi tidak ada

Apabila gigi terutama gigi permanen hilang maka pada

daerah tersebut akan terlihat radiolusen, kemungkinan gambaran

radiolusen tersebut adalah :

1. Kista primodial

41

Page 42: Makalah CDS

2. Ameloblastoma

Gambar. 2.41 Ameloblastoma

Jika ada kista primodial, akan tampak radiolusen pada

tempat dimana gigi tersebut mengalami kegagalan pada

pertumbuhannya. Gigi sekitar kista tersebut masih vital. Karena

pertumbuhan kista tersebut, maka kedua akar gigi yang ada

kistanya akan menyebar. Kista primodial terjadi di antara gigi

premolar satu dan premolar dua bawah atau pada premolar dua

dan molar satu bawah. Gambaran radiografi ameloblastoma

sangat sulit di diagnosis kecuali dengan biopsi. Perawatan kedua

kista ini adalah dengan eksisi.

Lesi sekitar korona gigi yang impaksi

Lesi di sekitar gigi yang impaksi kemungkinana kistanya

adalah :

1. Kista dentigerus

2. Kista erupsi

3. Fibroma odontogenik

Kista dentigerous dan fibroma odontogenik

Lebih dari 95% radiolusen sekitar gigi yang impaksi adalah

kista dentingerus dan fibroma odontogenik. Cara

membedakannya hanyalah dengan pembedahan. Kista

dentingerus berisi cairan kista sedangkan fibroma odontogenik

berisi masa yang solid, tapi dalam radiograf susah membedakan

antara keduanya. Dalam radiograf dapat dilihat bahwa ekspansi

dari kista dan fibroma tersebut menyebabkan kedua akar dari

42

Page 43: Makalah CDS

gigi yang terkena memancar. Kadang-kadng pelat kortikal akan

hancur. Pada kista dentingerus ini impaksi giginya adalah

mesio-angular sampai horizontal. Perawatannya adalah dengan

odontektomi.

Kista erupsi

Kista ini biasanya terjadi pada gigi yang impaksinya adalah

vertical. Kista umumnya terletak di sekitar gigi yang impaksi

tersebut. Pada radiograf tidak terlihat tulang kortikalnya. Baik

kista dentingerus atau kista erupsi terjadi pada fase erupsi dari

gigi yang bersangkutan. Perawatan dari kista erupsi

tersebutadalah merusak dinding kista dan apabila tempatnya

cukup untuk erupsi dari gigi tersebut maka gigi akan erupsi

dengan sempurna. Kista dentingerous dan kista erupsi

mempunyai 3 tipe, yaitu :

1.Tipe lateral, dimana kistanya berada pada lateral gigi yang

impaksi tersebut.

2.Tipe sentral, dimana kistanya mengelilingi gigi yang impaksi

tersebut.

3.Tipe sirkumferensial, dimana kistanya mengelilingi korona

dari gigi yang impaksi tersebut.

2. Gambaran Radiografi pada Periapikal yang Radiopak

Gambaran radiopak pada periapikal ditemukan pada sekitar

tujuh persen kasus. Menginterpretasikan gambaran radiopak sama

susahnya dengan menintrepretasikan gambaran radiolusen pada

rahang, karena kemungkinan terjadinya superimpos, substansi tulang

juga terlihat radiopak dan juga bagian dari gigi berada di dalam

tulang.

Gambaran radiopak yang sering terjadi pada rahang dan

periapikal gigi dapat digolongkan sebagai berikut : sisa akar, Benda

asing, kondensing osteitis, torus, sementoma stadium II, kompon,

kompleks odontoma, hipersementosis, dan osteogeniksarkoma.

Contoh-contoh gambaran radiopak:

43

Page 44: Makalah CDS

1. Sisa akar

gambaran radiogram sisa akar yang belum terinfeksi akan

terlihat, juga jaringan periodontium dan lamina dura.

2. Benda asing

Benda asing yang terlihat adalah

a) Partikel amalgam yang terlihat dalam soket gigi bekas

pencabutan

b) Guta perca yang tertinggal pada bagian apikal gigi sesudah

dilakukan pencabutan dimana akar gigi tersebut mengalami

resorbsi internal

c) Instrumen endodontik yang patah dan berada dalam saluran

akar. Patahnya instrumen endodontik ini terjadi apabila

dalam perawatan bekerjanya kurang hati-hati

3. Kondensing osteitis

Kondensing osteitis adalah kelainan radiopak yang sering

terjadi. Dalam radiogram terlihat radiopak yang jelas. Keadaan

ini mempengaruhi kepadatan tulang bagian trabekula dan

dentinnya. Kondensing osteitis merupakan kelainan yang

disebabkan trauma atau infeksi tulang yang kronis. Kelainan ini

sering terjadi pada periapikal premolar dan molar bawah. Pulpa

yang nekrosis dapat menimbulkan kondensing osteitis pada gigi

tersebut. Kelainan-kelainan yang perlu diperhatikan dan hampir

sama dengan kondensing osteitis adalah sisa akar,

hipersementosis, dan sementoma stadium III.

4. Torus

Torus merupakan gambaran radiopak pada regio premolar pada

rahang dan pada midline di bagian palatal pada rahang atas.

Gambaran torus dalam radiogram tampak lebih radiopak karena

pada bagian tersebut kepadatan tulang lebih padat dari tulang

sekitarnya. Torus ini perlu diperhatikan karena apabila torus

berada pada periapikal premolar, maka harus dapat dibedakan

44

Page 45: Makalah CDS

dengan kelainan yang lainnya, supaya tidak melakukan

kesalahan pada perawatannya.

5. Sementoma stadium III (displasia semental periapikal)

Sementoma terjadi pada gigi anterior rahang bawah yang masih

vital dan lebih sering mengenai wanita. Sementoma biasanya

tidak menimbulkan simptom pada penderita sehingga tidak perlu

dilakukan perawatan.

6. Odontoma kompon dan kompleks

7. Odontoma termasuk tumor odontogenik. Pada radiogram terlihat

radiopak dan berisi email, dentin, serta pulpa seperti gigi biasa.

Odontoma kompon dan kompleks terdiri atas struktur yang

mirip gigi dan dapat 2 atau lebih dari struktur gigi. Kadang-

kadang gambarannya sangat radiopak karena kepadatannya yang

terdiri dari email. Untuk membedakan odontoma kompon dan

kompleks ialah dengan melihat daerah yang terlibat, apabila

yang terkena daerahnya lebih luas maka diinterpretasikan

sebagai odontoma kompleks. Odontoma kompon lebih sering

terjadi pada kaninus atas sedangkan odontoma kompleks lebih

sering pada premolar bawah.

8. Hipersementosis

Pada radiogram akan terlihat pembesaran pada apikal gigi.

Bentuk gigi seperti bola lampu. Pembesaran ini disebabkan oleh

karena gigi tersebut mengalami supraerupsi karena antagonisnya

hilang. Pembesaran bagian apikal ini disebabkan oleh produksi

semen yang berlebihan, penyebabnya adalah adanya peradangan

pada periapikal yang mempengaruhi semen. Biasanya gigi yang

terkena hipersementosis menunjukan jaringan peridontium dan

lamina dura yang jelas pada radiogram.

45

Page 46: Makalah CDS

Gambar. 2.42 Hipersementosis

9. Osteogenik sarkoma

Dikenal juga osteosarkoma, merupakan salah satu tumor ganas

pada tulang rahang. Memiliki tanda yaitu perubahan letak gigi

sampai tanggalnya gigi geligi, terjadi ulserasi, sangat sakit dan

terjadi parastesia pada bagisan yang terkena. Gambaran

radiogramnya bervariasi dengan tanda yang pertama berupa

pelebaran jaringan peridontium dan terjadinya gambaran

radiolusen pada sekeliling apikal dari satu atau lebih gigi, tanpa

adanya karies. Gambaran radiografi pada fase yang lebih lanjut

adalah karakteristik disebut gambaran sunray atau gambaran

seperti sinar matahari.

3. Gambaran Radiografi pada Periapikal Gigi Campuran antara

Radiopak dan Radiolusen

Gambaran campuran ini dapat timbul melalui 3 jalan yaitu :

1. Lesi radiolusen seperti misalnya pada sementoma atau penyakit

paget’skemungkinan sel-sel menjadi matang dan menjadi masa

padat yang radiopak sehingga terbentuk massa gambaran

campuran

2. Lesi yang radiopak misalnya kondensing osteitis apabila terjadi

infeksi sekunder akan terbentuk pus didalamnya, yang kemudian

mengakibatkan kerusakan tulang akan mengakibatkan gambaran

campuran tersebut

46

Page 47: Makalah CDS

3. Dari mulai terjadinya kelainan ini sudah merupakan gambaran

campuran. Lesi semacam ini jarang terjadi sebagai contoh

adalah : tumor odontogenik, ameloblastoma

Pada jurnal yang kami dapat dari http://search.ebscohost.com membahas

kasus tentang partial pulpotomy pada gigi molar permanen muda (belum erupsi

sempurna). Dijelaskan dalam jurnal tersebut, dari sejumlah penelitian pada 31

anak perempuan dan 13 anak laki-laki yang berusia sekitar 7 sampai 17 tahun.

Pada gigi molar permanen tersebut terdapat karies yang dalam sampai mengenai

dentin dan hampir mengenai tanduk pulpa, maka harus dilakukan partial

pulpotomy pada tanduk pulpa tersebut, untuk menghilangkan rasa sakit akibat

terbukanya pulpa. Pada perawatan pulpatomy sebenarnya dibutuhkan gambaran

radiografi untuk melihat perkembangan keadaan pulpa yang telah dilakukan

perawatan, maka dari itu pada kasus tersebut dilakukan pengambilan gambar

radiografi menggunakan teknik periapical dan beberapa teknik bite wing.

Pulpotomi adalah pengambilan seluruh atau sebagian pulpa koronal dan

meninggalkan pulpa disaluran akar dalam keadaan vital. Hal itu bertujuan untuk

menghilangkan jaringan pulpa yang terinflamasi dan terinfeksi pada bagian yang

terbuka, kemudian memberikan kesempatan pada jaringan pulpa yang vital pada

bagian akar supaya tetap sehat. Partial pulpotomy itu sendiri dilakukan untuk

penyembuhan pulpitis kronis yang terbatas pada bagian yang terpapar saja. Dalam

penelitian ini, Zilberman dan Eliyahu Mass menilai gambaran radiologis pulpa

dan daerah periapikal gigi molar permanen muda yang diperlukan dalam

melakukan partial pulpotomy sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dengan

baik. Indikasi dilakukannya pulpotomi adalah :

1. Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala

peradangan pulpa dalam kamar pulpa.

2. Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pulp

capping indirek yang kurang hati – hati, faktor mekanis selama preparasi

kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.

3. Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari

2/3 panjang akar gigi.

47

Page 48: Makalah CDS

4. Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.

5. Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis. 

Sedangkan kontra indikasi dari dilakukannya pulpotomi adalah:

1. Rasa sakit spontan

2. Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi. 

3. Ada mobiliti yang patologik.

4. Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar

interna maupun eksterna.

5. Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi

sangat rendah.

6. Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa. (http://id.shvoong.com)

Penentuan jaringan pulpa yang sehat didasarkan pada pemeriksaan klinis

dan radiografi. Teknik radiografi yang digunakan pada kasus ini adalah bite wing

dan periapikal (periapikal). Dilakukannya pengambilan gambar radiografi

menggunakan teknik periapical karena pada teknik tersebut dapat melihat

keadaan bagian periapikal pada gigi molar permanen muda yang ditandai dengan

terbukanya bagian apeks (belum terbentuk sempurna). Selain itu, teknik periapikal

juga dapat melihat keadaan tanduk pulpa. Sebab pada teknik periapical tersebut,

hasil foto terlihat gambaran gigi individual secara utuh dari mahkota hingga

apeks. Seperti yang telah disebutkan di atas, indikasi melakukan radiografi pada

kasus ini adalah untuk mengavaluasi tingkat kesuksesan perawatan pulpatomy

tersebut. ( Zilberman, 1993). Selain periapikal radiografi, dilakukan juga bite wing

radiografi yang berfungsi untuk melihat indikasi karies proksimal dan kedalamaan

karies.

Gambar. 2.43 bite wing radiografi: gigi molar pertama bawah, terdapat karies pada

bagian mesial

48

Page 49: Makalah CDS

Keberhasilan perawatan tersebut, dapat diamati dari pengambilan gambar

radiografi yang dilakukan berdasarkan indikasi klinis, seperti (Zilberman, 1993):

1. Abses dengan gejala klinis

Gejala klinis diantaranya tidak ada rasa sakit, tidak adanya

pembengkakan, dan pemeriksaan perkusi.

2. Tidak ada gambaran radiografis yang mendeteksi bagian

interradicular, periapical, dan intrapulpa pathologies

3. Aktivitas vital normal dari pulpa.

Selain itu, keberhasilan perawatan pulpotomi ditandai dengan terbentuknya

jembatan dentin (dentin tersier) pada permukaan pulpa yang dikuret dan

terjadinya apeksogenesis saluran akar tumbuh sempurna.

Gambar. 2. 44 gigi molar pertama kanan bawah terjadi apeksogenesis dan terlihat

gambaran dentin tersier (dentin bridge). Merupakan proses penyembuhan

Gambar. 2.45 gigi molar pertama kanan bawah memiliki tanduk pulpa mesial yang tinggi

dan terkena karies (kiri),keadaan gigi molar pertama kanan bawah enam puluh sembilan

bulan setalah pulpotomi (kanan)

Pemeriksaan klinis dan evaluasi radiografik dilakukan kepada empat puluh

sembilan molar permanen muda yang telah dilakukan perawatan pasca partial

49

Page 50: Makalah CDS

pupotomy, karena terbukanya pulpa bagian tanduk pulpa akibat lesi karies yang

dalam. Radiografik yang dilakukan dalam kasus ini, bertujuan untuk

mengevaluasi perawatan 7 sampai 154 bulan setelah partial pulpotomy.

Radiografi periapikal termasuk dalam radiografi intraoral karena letaknya

film berada dalam mulut ketika pengambilan foto tersebut. Indikasi secara umum

untuk dilakukannya radiografi periapikal, diantaranya:

1. Untuk mengetahui adanya infeksi atau inflamasi pada apeks akar

2. Mengetahui status periodontal

3. Untuk mengetahui morfologi akar gigi yang akan di ekstraksi

4. Untuk mengetahui keberadaan benih gigi yang belum erupsi

5. Untuk melihat kerusakan pada tulang alveolar pasca trauma

6. Mengevaluasi setelah melakukan implan

7. Perencanaan perawatan dan evaluasi perawatan pada endodontik

8. Untuk mengevaluasi lesi pada periapikal disekitar tulang alveolar

9. Mengetahui keadaan jaringan pulpa

Dijelaskan dalam jurnal, kriteria dilakukannya pemeriksaan radiografi

adalah keadaan pulpa normal (termasuk keadaan perubahan fisiologi dan radiologi

dalam kamar pulpa dan canal pulpa), kalsifikasi pulpa, dan apeksogenesis pada

gigi yang immatur tersebut.

50

Page 51: Makalah CDS

BAB III

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Periapikal merupakan suatu teknik radiologi intraoral, biasanya

digunakan untuk memberikan gambaran dua sampai empat gigi dan

memberikan gambaran detail bagian dari gigi seperti mahkota, dentin, pulpa,

bagian apex dan tulang alveolar gigi. Biasanya teknik periapikal ini

digunakan untuk indikasi seperti peradangan , status pada periodontal, setelah

trauma pada gigi terkait dan tulang alveolar, penilaian letak erupsi gigi,

penilaian morfologi gigi sebelum ekstrasi, mengetahui benih gigi yang belum

erupsi, mengevaluasi setelah melakukan implan, perencanaan perawatan dan

evaluasi pada perawatan endodontik, mengevaluasi lesi pada periapikal di

sekitar tulang alveolar, mengetahui keadaan jaringan pulpa.

Teknik periapikal pada kasus ini dapat digunakan untuk mengevaluasi

pulpotomi. Hasil gambaran periapikal memperlihatkan gambaran mahkota

gigi hingga apeks, sehingga pulpa yang telah dilakukan perawatan dapat

dievaluasi dengan baik.

4.2. Kritik dan saran

Teknik radiografi periapikal sendiri sebenarnya mempunyai beberapa

kelemahan. Pada teknik tersebut gambaran yang dihasilkan tidak cukup dekat

untuk mendeteksi kalsifikasi tanduk pulpa. Jadi, perlu diperlukan teknik

radiolgrafi yang lain yaitu bite wing sehingga pengamatan terhadap kalsifikasi

tanduk pulpa yang telah dilakukan pulpatomi dapat diamati secara jelas.

51