Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

16
BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus sp METODE LEPAS DASAR PATOK DAN TALI PANJANG DI LOKASI DISEMINASI KABUPATEN TAKALAR Disampakan Pada Seminar Indonesian Aquaculture 2010 Tanggal 4-6 Oktober 2010 di Hotel Novotel Bandar Lampung Oleh : Akmal Ilham Bachtiar Muh. Suaib Irwan Nur KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR 2010

Transcript of Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

Page 1: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus sp METODE LEPAS DASAR

PATOK DAN TALI PANJANG DI LOKASI DISEMINASI

KABUPATEN TAKALAR

Disampakan Pada Seminar Indonesian Aquaculture 2010

Tanggal 4-6 Oktober 2010 di Hotel Novotel – Bandar Lampung

Oleh :

Akmal

Ilham Bachtiar

Muh. Suaib

Irwan Nur

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU

TAKALAR

2010

Page 2: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

1

BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus sp METODE LEPAS DASAR PATOK DAN

TALI PANJANG DI LOKASI DISEMINASI KABUPATEN TAKALAR

Akmal *, Ilham Bachtiar, Muh. Suaib, Irwan Nur

Balai Budidaya Air Payau Takalar

Desa Bontoloe, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar

Sulawesi Selatan

E-mail ; [email protected]

E-mail ; [email protected]

ABSTRAK

Untuk meningkatkan produksi dan kualitas rumput laut serta memanfaatkan lahan perairan

Indonesia maka upaya pengembangan budidaya rumput laut masih perlu dikaji dan dipelajari.

Hasil-hasil percobaan ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai usaha budidaya rumput

laut yang berdaya guna dan berhasil guna. Dalam mengoptimalkan peranan sektor perikanan

ini, pemerintah telah berupaya mendorong masyarakat seluas-luasnya untuk melakukan

kegiatan pembangunan dan pengembangan subsektor perikanan yang diyakini akan mampu

meningkatkan dan menjadi andalan perekonomian nasional, khususnya meningkatkan

kesejahteraan masyarakat nelayan.

Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasi teknologi budidaya rumput laut di kawasan

pembudidaya di pesisir pantai, dengan sasaran adalah peningkatan produksi dan

kesejahteraan petani rumput laut. Teknik diseminasi budidaya rumput laut dilaksanakan pada

kawasan pesisir pantai yang mempunyai luas minimal 20 Ha. Tiap kawasan di daerah

tersebut dibudidayakan rumput laut seluas 0,5 ha sebagai lokasi inkubator, di lokasi inkubator

inilah para petani rumput laut dikawasan tersebut berpartisipasi sebagai pengelola secara

bersama-sama. Metode budidaya yang didesiminasikan adalah metode lepas dasar patok dan

metode longline.

Berdasarkan kegiatan tersebut diperoleh produksi akhir selama 45 hari pemeliharaan

sebanyak 1026 kg basah (16,29 %) dari target produksi 6.300 kg. Sedangkan produksi akhir

untuk bibit umur 35 hari pemeliharaan sebanyak 525 kg basah (19,44 %) dari target 2.700

kg. Selama kegiatan budidaya rumput laut, kisaran parameter kualitas air yang layak untuk

pertumbuhan rumput laut Kappaphycus spp, dimana parameter salinitas berkisar 29-34 ppt,

suhu berkisar antara 29-330C, kecepatan arus berkisar 20-45 cm/dtk, dan kecerahan 1 - 3 dan

> 5 meter.

Kata Kunci : Rumput Laut, Produksi, Metode Budidaya, Diseminasi

Page 3: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara yang dikelilingi oleh lautan, Indonesia mempunyai panjang pantai ±

81.000 km dengan luas perairan pantainya adalah ± 6.846.000 km2. Ini menunjukkan bahwa

Indonesia memiliki potensi yang baik untuk mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan

lautnya terutama rumput laut (Sulistyowati, 1992 dalam Sulistyowati, 2003). Pemanfaatan

rumput laut kemudian berkembang kearah komersial untuk diekspor dan diperdagangkan

sebagai bahan mentah untuk pembuatan agar-agar atau karaginan (carageen). Indonesia

merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor rumput laut yang cukup penting di

Asia.

Pada beberapa daerah lain pengembangan budidaya rumput laut sudah cukup

instensif, namun mengalami penurunan akhir-akhir ini. Hal yang sama terjadi di kabupaten

Takalar merupakan salah satu wilayah yang cukup potensial untuk pengembangan budidaya

laut khususnya rumput laut Kappaphycus sp. Potensi budidaya rumput laut Kappaphycus sp

yang tersedia disepanjang pantai dengan luas ditargetkan pada tahun 2009 mencapai 8.780

Ha dengan produksi bisa mencapai 307.300 ton (Anonim,2005).

Produksi rumput laut dapat disebabkan antara lain oleh lemahnya teknologi budidaya

(bibit, metode budidaya, umur panen, dan penanganan pasca panen), dan regulasi pemerintah

(penataan ruang, sumberdaya). Salah satu cara untuk menjamin kontinuitas penyediaan

produksi dan kandungan karaginan rumput laut dalam jumlah yang dikehendaki adalah

dengan pemilihan lokasi budidaya, rekomendasi luasan yang optimal dan teknologi budidaya

(Rorrer, et al. 1998; Peira, 2002).

Untuk meningkatkan produksi dan kualitas rumput laut serta memanfaatkan lahan

perairan Indonesia maka upaya pengembangan budidaya rumput laut masih perlu dikaji dan

dipelajari. Hasil-hasil percobaan ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai usaha budidaya

rumput laut yang berdaya guna dan berhasil guna. Dalam mengoptimalkan peranan sektor

perikanan ini, pemerintah telah berupaya mendorong masyarakat seluas-luasnya untuk

melakukan kegiatan pembangunan dan pengembangan subsektor perikanan yang diyakini

akan mampu meningkatkan dan menjadi andalan perekonomian nasional, khususnya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan.

Secara umum maka pemecahan masalah yang akan ditelusuri dalam kegiatan ini

adalah bagaimana pemanfaatan dan pengembangan teknologi budidaya rumput laut yang

memenuhi persyaratan teknis agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.

Oleh karena itu dalam rangka menerapan teknologi budidaya melalui diseminasi dan alih

teknologi budidaya Rumput Laut di Kabupaten Takalar.

Page 4: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

3

1.2. Tujuan dan Sasaran

Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasi teknologi budidaya rumput laut di

kawasan pembudidaya di pesisir pantai melalui diseminasi, dengan sasaran adalah

peningkatan produksi dan kesejahteraan petani rumput laut.

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Lokasi Kegiatan

Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Desember 2009 di Perairan

Punaga Kecamatan Manggarabombang Kabupaten Takalar (Sulawesi Selatan)

2.2 Bahan dan Alat

Tali PE diameter 10 mm

Tali PE diameter 8 mm

Tali PE diameter 5 mm

Tali plastik diameter 2 mm

Bibit rumput laut (jenis Kappaphycus sp).

Botol plastik bekas/Bola pelampung(sebagai pelampung).

Balok kayu atau bambu (sebagai patok)

Karung berisi pasir atau batu karang (sebagai jangkar).

Perahu, Terpal plastik, Para-para dan Pisau, dll.

2.3 Metode Kerja

2.3.1. Teknologi Budidaya

Upaya pengembangan budidaya rumput laut dilakukan melalui penanaman berbagai

strain/jenis, metode budidaya dengan mengamati produksi dan penerapan metode budidaya.

a. Pemilihan Lokasi

Lokasi budidaya Kappaphycus spp sangat ditentukan oleh kondisi ekologis yang

meliputi kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi. Adapun persyaratan lokasi budidaya

adalah :

Lokasi budidaya harus terlindung dari hempasan langsung ombak yang kuat.

Lokasi budidaya harus mempunyai gerakan air yang cukup. Kecepatan arus yang

cukup untuk budidaya Kappaphycus sp 20 - 40 cm/detik.

Dasar perairan budidaya Kappaphycus sp adalah dasar perairan karang berpasir.

Pada surut terendah lahan budidaya masih terendam air minimal 30 cm.

Kejernihan air tidak kurang dari 5 m dengan jarak pandang secara horisontal.

Suhu air berkisar 27 - 30 oC dengan fluktuasi harian maksimal 4oC.

Salinitas (kadar garam) perairan antara 30 - 35 permil (optimum sekitar 33 permil).

Page 5: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

4

pH air antara 7 - 9 dengan kisaran optimum 7,3 - 8,2

Lokasi dan lahan sebaiknya jauh dari pengaruh sungai dan bebas dari pencemaran.

b. Setting Lokasi Budidaya

Setting lokasi dalam dalam diseminasi budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii

di perairan pantai Punaga dengan metoda lepas dasar patok dan tali panjang (long line).

1) Metoda Lepas Dasar Patok

Pada budidaya rumput laut metode lepas dasar patok biasanya dilakukan dengan

menggunakan patok dan tali PE.

Ada 3 (tiga) nomor jenis tali PE yang digunakan yaitu tali induk (PE 10 mm), tali

bentangan (PE 5 mm) dan tali ris simpul (PE 2 mm).

Metode lepas dasar patok digunakan patok dari kayu berdiameter sekitar 5 cm

panjang 1– 1,5 m dan runcing pada ujung bawahnya yang ditancamkan pada dasar

perairan.

Tali utama PE 10 mm sekitar 100 m dan jarak setiap patok yang berjajar sekitar 1

meter sebagai penopang tali yang dihubungkan dengan tali ris utama,

Tali bentangan diberi floatting ball (pelampung botol aqua 500 ml) dan pada setiap

jarak 10 m.

Tali bentang PE 5 mm sepanjang 30 cm terdiri dari 120 titik simpul tali ris PE 2 mm

dan jarak antara setiap tali simpul ris setiap rumpun ± 25 cm.

2) Metode Tali Panjang Longline

Pada budidaya rumput laut metode tali panjang biasanya dilakukan dengan

menggunakan tali PE. Ada 4 (empat) nomor jenis tali PE yang digunakan yaitu tali

induk (PE 10 mm), tali jangkar (PE 8 mm), tali bentangan (PE 5 mm) dan tali ris

simpul (PE 2 mm).

Untuk metode tali panjang (longline) digunakan tali PE 10 mm sepanjang 100 m

yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar.

Setiap 25 meter diberi tali PE 8 mm sebagai tali bantu jangkar pada setiap sisi dan

diberi pelampung utama yang terbuat dari drum plastik atau styrofoam.

Tali bentangan diberi floatting ball (pelampung botol aqua 500 ml) dan pada setiap

jarak 10 m.

Tali bentang PE 5 mm sepanjang 30 cm terdiri dari 120 titik simpul tali ris PE 2 mm

dan jarak antara tali simpul ris setiap rumpun ± 25 cm.

c. Pemilihan Bibit

Pilih bibit rumput laut yangbercabang banyak dan rimbun,

Tidak terdapat bercak, tidak terkelupas, dan warna spesific cerah,

Umur 25 – 35 hari dan berat bibit 100 gram per rumpun.

Page 6: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

5

d. Penanganan Bibit

Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi dan jumlahnya

sesuai dengan kebutuhan.

Saat mengangkut bibit sebaiknya bibit tetap terendam di dalam air laut atau

dimasukkan ke dalam kotak karton berlapis plastik.

Bibit disusun berlapis dan berselang seling yang dibatasi dengan lapisan kapas atau

kain yang sudah dibasahi air laut.

Agar bibit tetap baik, simpan di dalam keranjang atau jaring dengan ukuran mata

jaring kecil dan harus dijaga agar tidak terkena minyak, kehujanan maupun

kekeringan.

e. Pengikatan dan Penanaman Bibit

Sebelum dilakukan penanaman, dilakukan pengikatan bibit pada tali simpul ris PE

berdiameter 2 mm yang terdapat pada tali ris bentang PE berdiameter 5 mm.

Sebaiknya pengikatan bibit dilakukan ditempat terlindung agar bibit yang akan

ditanam tetap dalam kondisi segar.

Penanaman bisa langsung dikerjakan dengan cara merentangkan tali ris bentang PE

berdiameter 5 mm yang telah berisi ikatan bibit tanaman yang diikat pada tali ris

utama PE berdiameter 10 mm.

Posisi tanaman sekitar 30 cm di atas dasar perairan (perkirakan pada saat surut

terendah masih tetap terendam air).

f. Pemeliharaan

Bersihkan tanaman dari tumbuhan dan lumpur yang mengganggu, sehingga tidak

menghalangi tanaman dari sinar matahari dan mendapatkan makanan.

Jika ada sampah yang menempel, angkat tali perlahan, agar sampah-sampah yang

menyangkut bisa larut kembali.

Jika ada tali bentangan yang lepas ikatannya, sudah lapuk atau putus, segera

diperbaiki dengan cara megencangkan ikatan atau mengganti dengan tali baru.

d. Panen

Pemanenan rumput laut sangat tergantung dari tujuannya. Jika tujuan memanen

untuk mendapatkan rumput laut kering kualitas tinggi dengan kandungan Karaginan

banyak, panen dilakukan pada umur 45 hari (umur ideal). Sedangkan untuk tujuan

mendapatkan bibit yang baik, pemanenan rumput laut dilakukan pada umur 25 – 35

hari.

Pemanenan budidaya rumput laut dapat dilakukan dengan dua cara :

(1) Petama memotong sebagian tanaman. Cara ini bisa menghemat tali pengikat bibit,

namun perlu waktu lama.

Page 7: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

6

(2) Kedua, mengangkat seluruh tanaman. Cara ini memerlukan waktu kerja yang

singkat. Pelepasan tanaman dari tali dilakukan di darat dengan cara memotong

tali.

2.3.2. Teknik Diseminasi

Kawasan pembudidayaan rumput laut dilaksanakan pada kawasan pesisir pantai yang

mempunyai luas minimal 20 Ha. Tiap kawasan di daerah tersebut dibudidayakan rumput laut

seluas 0,5 ha sebagai lokasi incubator diseminasi, di lokasi inkubator inilah para petani

rumput laut dikawasan tersebut berpartisipasi sebagai pengelola secara bersama-sama.

Untuk menyamakan Visi dan Misi baik pihak BBAP Takalar, petani dan nara sumber

lainnya, maka sebelum pembudidayaan rumput laut dilakukan pembekalan pertama.

Selanjutnya pada setiap hari, minggu, bulan dan akhir pemeliharaan juga dilakukan diskusi

dan pembekalan. Pembekalanan pertama kali dikakukan antara pihak BBAP Takalar, nara

sumber lainnya terhadap petani tentang sistem kerja dan teknologi pembudidayaan rumput

laut yang diterapkan di lapangan. Diskusi setiap hari dilakukan antara petani dengan petani

lainnya serta dengan instruktur III. Diskusi mingguan dilakukan antara petani dengan

instruktur II dan III dan diskusi bulanan dilakukan antara petani dengan intruktur I, II

2.4. Pengukuran Peubah

Untuk menghitung produktivitas rumput laut, maka dilakukan pemanenan rumput

laut secara keseluruhan yang dibudidayakan. Data yang diambil untuk menghitung produksi

rumput laut diambil dengan cara ditimbang berat pada saat panen. Pemeliharaan rumput laut

dilakukan selama 45 hari/musim tanam. Sedangkan parameter kualitas air diukur setiap pekan

pada saat dilakukan sampling, meliputi suhu, kecepatan arus, salinitas, nitrit, phosphat dan

parameter kualitas air lainnya.

Page 8: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

7

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Penerapan Teknologi Budidaya

Dalam kegiatan diseminasi ini, masyarakat disepanjang pantai perairan Takalar

khususnya Desa Punaga Kecamatan Mangarabombang menerapkan budidaya rumput laut

metode lepas dasar (patok) dan metode tali panjang (longline). Kedua metode ini hanya

dibedakan posisi penempatannya. Pada metode lepas dasar patok (gambar 1.) dapat dilakukan

pada dasar perairan yang terdiri dari pasir dan karang mati, mudah untuk menancapkan

patok/pancang serta kedalaman perairan 30 cm pada saat surut terendah. Cuma metode ini

sulit dilakukan pada dasar perairan yang berkarang keras. Sedangkan metode tali panjang

longline (gambar 2.) cocok untuk perairan dengan dasar yang berkarang dan berpasir serta

pergerakan airnya didominasi oleh ombak serta kedalaman perairan diatas 5 meter pada saat

surut terendah.

Gambar 1. Metode budidaya rumput laut Kappaphycus sp dengan lepas dasar patok

Page 9: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

8

Gambar 2. Metode budidaya rumput laut Kappaphycus sp dengan tali panjang longline

3.2. Kinerja Produksi

Tabel 1. Data Target dan Realisasi Produksi Rumput Laut

No. Produksi Target (Kg) Realisasi (Kg) Prosentasi (%)

1. Budidaya 6.300 1.026 *) 16,29

2. Kebun Bibit 2.700 525 *) 19,44

Jumlah 9.000 1.551 17,23

Berdasarkan pengamatan (Tabel 1), terlihat bahwa produksi akhir selama 45 hari

pemeliharaan menunjukkan bahwa secara visual masih memberikan produksi sebanyak 1026

kg basah (16,29 %) dari target produksi 6.300 kg. Rendahnya produksi diduga berkaitan erat

dengan suhu dan arus, di mana pada periode penanaman Musim Timur ini terjadi fluktuasi

suhu yang tinggi dan arus sudah mulai kencang karena mulai memasuki Musim Barat, namun

masih memungkinkan untuk penanaman rumput laut akan tetapi terjadi perubahan warna dan

kerontokan pada tanaman. Pada daerah penanaman rumput laut pada umumnya dihentikan

memasuki bulan September sampai dengan Oktober yang merupakan musim peralihan dan

Page 10: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

9

November sampai dengan Desember karena adanya arus dan ombak yang sangat besar,

sehingga alternatif metode budidaya yaitu metode lepas dasar patok. Adapun hasil

pengamatan produksi akhir umur 35 hari pemeliharaan menunjukkan bahwa secara visual

masih memberikan produksi bibit rumput laut basah K. alvarezii 525 kg basah (19,44 %)

dari target 2.700 kg dan telah disalurkan ke kelompok pembudidaya yang membutuhkannya.

Hasil pengamatan secara diskriptif menunjukkan bahwa produksi rumput laut

Kappaphycus sp yang dibudidayakan tergantung sistem budidaya dan musim tanam (Akmal,

dkk. 2008). Menurut Neori, et al. (1998), produksi rumput laut tergantung dari musim,

misalnya rumput laut Ulva lactuca rata-rata produksi pada musim panas 292 gram berat

basah/hari (52 gram berat kering), dan 83 gram berat basah/hari (15 gram berat kering) pada

musim dingin. Menurut (Huang, et al, 1998; Rorrer, 2000), perkembangan sel dan thallus

rumput laut baik secara alami maupun budidaya tidak ada perbedaan yaitu dengan diameter

awal 2 – 8 mm setelah dipelihara 40 – 60 hari mencapai 10 mm. Hal ini diduga karena sistem

budidaya longline dasar perairannya yang didominasi oleh lumpur dapat mengakibatkan

kekeruhan yang tinggi. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan bukan hanya penetrasi

cahaya yang rendah namun dampak langsungnya juga dapat berupa penempelan lumpur pada

permukaan rumput laut yang dipelihara pada Musim Timur sehingga laju pertumbuhan

hariannya cenderung lebih kecil dibanding pada Musim Barat dengan menggunakan sistem

budidaya lepas dasar patok. Pada sistem longline maupun lepas dasar patok terdapat ruang

kosong, sehingga dapat menciptakan ruang yang cukup lapang bagi arus untuk masuk di

bagian bawah tali rentangan.

Arus memegang peranan penting dalam pertumbuhan rumput laut, karena dengan

adanya arus akan membawa zat hara yang merupakan makanan bagi thallus rumput laut.

Makin besar gerakan air, makin banyak difusi yang menyebabkan proses metabolisme

semakin cepat mengakibatkan pertumbuhan tanaman semakin cepat. Selain itu, arus

berfungsi menghomogenkan massa air sehingga fluktuasi salinitas, suhu, pH, dan zat-zat

terlarut dapat dihindari (Trono, 1974). Apabila arus yang diperoleh sama pada tiap bagian tali

rentang, maka kesempatan untuk bertumbuh akan sama baik untuk thallus rumput laut yang

berada di bagian tepi maupun thallus rumput laut yang berada di bagian tengah. Arus yang

memadai berpengaruh positif terhadap pertumbuhan thallus rumput laut.

Berdasarkan pengamatan dan pemantauan budidaya rumput laut secara berkala dapat

diketahui beberapa permasalahan teknis yang dihadapi dalam berbudidaya. Masalah yang

dihadapai dapat menjadi pertimbangan dalam mencari alternatif pemecahan masalah yang

akhirnya dapat dijadikan acuan dalam menetapan produksi yang maksimal. Permasalahan

budidaya rumput laut akan bervariasi antar lokasi, karena itu pengamatan sebaiknya

dilakukan pada beberapa sentra produksi rumput laut di kawasan pembudidaya Kabupaten

Takalar. Dalam perjalanan kegiatan ada beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain ;

1) Thallus yang akan keluar sebagai tanaman baru masih relatif pendek dan kecil, 2)

Page 11: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

10

Rendahnya laju pertumbuhan rumput laut yang ditanam, diduga karena salinitas cukup

rendah disebabkan tingginya curah hujan pada musim Barat, dalam peralihan musim dari

Barat ke Timur, 3) Peralihan musim dari Barat ke Timur, tumbuh banyak Sargassum sp di

sekitar kawasan budidaya sehingga menghambat pertumbuhan Kappaphycus sp sampai

mematikan rumput laut yang telah ditanam.

Tabel 2. Data Parameter Kualitas Air Budidaya Selama Kegiatan Diseminasi Budidaya Di

Desa Punaga Kabupaten Takalar

No. Parameter Kisaran Kualitas Air Selama

Budidaya Rumput Laut

1 Suhu ( 0C) 29 - 33

2 Salinitas (ppt) 29 - 34

3 Kecepatan Arus (cm/dt) 20 - 45

4 Kecerahan (m) 1 - 5 <

5 pH 7,85 – 8,16 ± 0,014

6 Alkalinitas (ppm) 110,81 ± 1,45

7 Amonia (ppm) 0,139 – 0,422 ± 0,032

8 Nitrit (ppm) < 0,05 – 0,077

9 Phosphat (ppm) < 0,062 ± 0,013

Pengamataan parameter kualitas air di lokasi kegiatan budidaya (Tabel 2),

menunjukkan kisaran parameter kualitas air yang layak untuk pertumbuhan rumput laut

Kappaphycus spp, dimana parameter kualitas air di perairan desa Punaga salinitas berkisar

29-33 ppt, suhu berkisar antara 29-310C, kecepatan arus berkisar 20-30 cm/dtk, dan

kecerahan 1 - 3 meter. Sedangkan di desa Bontoloe salinitas berkisar 32-34 ppt, suhu

berkisar antara 31-33 0C, kecepatan arus berkisar 30-45 cm/dtk, dan kecerahan > 5 meter.

Hal ini sesuai Mubarak (1999) menyatakan kondisi perairan yang optimum untuk budidaya

Kappaphycus sp adalah kecepatan air sekitar 20 – 40 cm/dtk, dasar perairan cukup keras,

tidak berlumpur, kisaran salinitas 28-34 ppt (optimum 33 ppt), suhu air berkisar 20-280C

dengan fluktuasi harian maksimal 40C, kecerahan tidak kurang dari 1-5 m.

3.3. Output Diseminasi

Kinerja dan output dalam diseminasi yang dilakukan dengan metode menyiapkan

lokasi inkubator seluas 1,0 ha sebagai lokasi budidaya rumput laut, yaitu adanya 1 (satu)

kelompok pembudidaya di lokasi inkubator turut berpartisipasi sebagai pengelola secara

bersama-sama. Sebelum menerapkan teknologi pembudidayaan rumput laut dilakukan

pembekalan pertama, oleh pihak BBAP Takalar dan nara sumber lainnya. Materi

pembekalanan tentang sistem kerja dan teknologi pembudidayaan rumput laut yang

diterapkan di lapangan. Selanjutnya, pihak BBAP Takalar, nara sumber dan kelompok

pembudidaya berkumpul melakukan diskusi. Selanjutnya pada setiap minggu atau setiap

bulan dan akhir pemeliharaan juga dilakukan diskusi dan pembekalan. Konsep alih teknologi

Page 12: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

11

dalam bentuk diseminasi merupakan konsep pembangunan dalam upaya untuk meningkatkan

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sekitar pesisir.

3.4. Pembiayaan

Berikut ini akan disajikan contoh data mengenai perkiraan biaya investasi dan biaya

produksi untuk budidaya rumput laut.

Tabel 3. Perkiraan Biaya Dalam Budidaya Rumput Laut Metode Lepas Dasar Patok

No. Uraian Volume Harga

Satuan

Jumlah

Biaya

Satuan (Rp) (Rp)

1 2 3 4 5

I. BIAYA INVESTASI :

1. Tali No. 5 (Tali Bentangan) 67 roll 75,000 5,025,000

2. Tali No. 2 (Tali Ris) 2 roll 37,500 75,000

3. Tali No. 8 (Tali Induk) 1 roll 300,000 300,000

4. Bibit Rumput laut (bibit awal) 2,400 kg 3,000 7,200,000

5. Botol Pelampung aqua 1,200 buah 550 660,000

6. Pelampung Jergen 60 buah 15,000 900,000

7. Karung Panen 50 lembar 2,000 100,000

8. Patok kayu 100 batang 5,000 500,000

9. Para-para 2 unit

a). Terpal / Tenda Penjemuran 8 x 10 m 2 Lbr 168,000 336,000

b). Bambu 100 batang 15,000 1,500,000

c). Waring Hitam 2 Pish 350,000 700,000

d). Balok 5 x 10 cm 30 batang 80,000 2,400,000 TOTAL BIAYA INVESTASI

19,696,000

II. BIAYA PRODUKSI :

1. Bibit Rumput laut (bibit awal) 2,400 kg 3,000 7,200,000

2. Jasa untuk pembibit 1,400 bntangan 2,000 2,800,000

3. Jasa pembuatan tali bentangan 400 bntangan 2,000 800,000

TOTAL BIAYA PRODUKSI

10,800,000

TOTAL BIAYA INVESTASI + PRODUKSI

30,496,000

III. PENDAPATAN

1. Jual Bibit 2,400 kg 3,000 7,200,000

2. Rumput laut kering(konversi 1:8 dari 8,400 kg) 1,050 kg 10,000 10,500,000

TOTAL PENDAPATAN

17,700,000

IV. KEUNTUNGAN (Pendapatan - Biaya Produksi)

6,900,000

Page 13: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

12

Tabel 4. Perkiraan Biaya Dalam Budidaya Rumput Laut Metode Tali Panjang Longline

No. Uraian Volume Harga

Satuan

Jumlah

Biaya

Satuan (Rp) (Rp)

1 2 3 4 5

I. BIAYA INVESTASI :

1. Tali No. 10 (Tali Induk) 3 roll 450,000 1,350,000

2. Tali No. 5 (Tali Bentangan) 67 roll 75,000 5,025,000

3. Tali No. 2 (Tali Ris) 60 roll 37,500 2,250,000

4. Tali No. 8 (Tali Jangkar) 15 roll 300,000 4,500,000

5. Bibit Rumput laut (bibit awal) 2,400 kg 3,000 7,200,000

6. Karung Jangkar 360 lembar 2,000 720,000

7. Botol Pelampung aqua 1,200 buah 550 660,000

8. Pelampung Jergen 60 buah 15,000 900,000

10. Perahu sampan 1 unit 4,000,000 4,000,000

11. Para-para 2 unit

a). Terpal / Tenda Penjemuran 8 x 10 m 2 Lbr 168,000 336,000

b). Bambu 100 batang 15,000 1,500,000

c). Waring Hitam 2 Pish 350,000 700,000

d). Balok 5 x 10 cm 30 batang 85,000 2,550,000 TOTAL BIAYA INVESTASI

31,691,000

II. BIAYA PRODUKSI :

1. Bibit Rumput laut (bibit awal) 2,400 kg 3,000 7,200,000

2. Jasa untuk pembibit 1,400 bntangan 2,000 2,800,000

3. Jasa pembuatan tali bentangan 400 bntangan 2,000 800,000

TOTAL BIAYA PRODUKSI

10,800,000

TOTAL BIAYA INVESTASI + PRODUKSI

42,491,000

III. PENDAPATAN

1. Jual Bibit 2,400 kg 3,000 7,200,000

2. Rumput laut kering(konversi 1:8 dari 8,400 kg) 1,050 kg 10,000 10,500,000

TOTAL PENDAPATAN

17,700,000

IV. KEUNTUNGAN (Pendapatan - Biaya Produksi)

6,900,000

Page 14: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

13

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari kegiatan ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut ;

a. Penerapan teknologi budidaya dengan metode lepas dasar patok dan tali panjang

longline yang digunakan disesuaikan dengan kondisi dasar perairan setempat.

b. Sistem budidaya yang digunakan disesuaikan dengan parameter lingkungan baik

secara teknis maupun ekologis dan memberikan respon pertumbuhan rumput laut

pada musin tanam yang berbeda.

c. Kegiatan diseminasi telah diperoleh rumput laut sebanyak 1.551 kg (17,23 %) dari

target produksi 9.000 kg, masing-masing 1.026 kg (16,29%) produksi rumput laut

kering dan sebanyak 525 kg (11,44 %) untuk produksi bibit.

d. Parameter oceanografi dan kualitas air masih layak dan dapat ditolerir dalam

pertumbuhan rumput laut.

1.2. Saran

Untuk dapat lebih optimal produksi rumput laut yang dibudidayakan dapat disarankan ;

a. Rumput laut Kappaphycus spp. disesuaikan musim tanam agar tidak mengalami

kegagalan.

b. Perluasan kawasan budidaya Kappaphycus spp. di lokasi diseminasi untuk lebih

meningkatkan produksi.

c. Budidaya rumput laut disesuaikan dengan kalender tanam degan melihat

identifikasi permasalahan sistim dan musim tanam serta pemecahan masalah pada

budidaya.

Page 15: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

14

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., dan Liviawati, E. 1989. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya.

Bhratara. 63 hlm

Akmal, Ilham, M., Suaib, Irwan, dan Imran. 2008a. Penerapan Budidaya Rumput Laut

Kappaphycus spp. dengan Sistim dan Musim Tanam Yang Berbeda. Laporan

Tahunan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar.

_____. 2008b. Kajian Beberapa Strain Rumput Laut Kappaphycus spp. Yang

Dibudidayakan Pada Musim Tanam Yang Berbeda. Laporan Tahunan. Direktorat

Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar.

Anonim, 2005. Revitalisasi Perikanan dan Kelautan. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi

Sulawesi Selatan.

Atmadja, W.S. dan Sulistijo., 1980. Experimental cultivation of red algal Eucheuma and

Gracilaria in the lagoon of Pari Island Indonesia. Proc. Trop. Ecol. and Develop.

Kuala lumpur : 1121–1126.

Huang, YM. Maliakal, S. Cheney, DP. Rorrer, GL. 1998. Comparison of Development and

Photosyntetic Gowth for Filamen Clump and Regenerated Microplanlet Cultures of

Agardhiella subulata (Rodophyta, Gigartinales) Journal Phycological 34 : 893 – 901.

Neori, A. Ragg, LC. and Shpigel, M. 1998. The Integrated Culture of Seaweed, Abalone,

Fish, and Clems in Modular Intensive Land-Based System : II. Performance and

Nitrogen Partitioning Within an Abalone (Haliotis tuberculata) and Macroalgae

Culture Syastem. Aquacultural Engineering 17 : 215 – 239.

Peira, P. 2002. Beach Carryng Capacity Assesment : How Important it is ?. Journal of

Coastal Recearch, Special Issue 36 : 190 – 197.

Raju, P.V. dan P. C. Thomas., 1971. Experimental field cultivation of Gracilaria edulis

(GMEL) SILVA. Bot. Marina XIV (2) : 71–75.

Rorrer, GL. Mullikin, RK. Huang, B. Gerwick, WH. Maliakel, S. Cheney, DP. 1998.

Production of Bioactive Metabolites by Cell and Tissue Cultures of Marine

Macroalga in Bioreactor System. In FU.T.J. Singh, G. Curtis (Eds). Plant Cell and

Tissue Cultural for the Production of Food Ingredients, Cluwer Academic/Plenum

Publishing New York pp. 165 – 184.

Rorrer, GL. 2000. Cell and Tissue Cultures of Marine Seaweeds. In Spier, R.E. (Ed.)

Encyclopedia of Cell Technology Willey, pp. 1105 – 1116.

Soekarno, DR., 2001. Potensi Terumbu Karang Bagi Pembangunan Daerah Berbasis

Kelautan. Coremap LIPI, Info Urdi Vol. 11

Soegiarto, A. Sulistijo dan W.S. Atmadja., 1977. Pertumbuhan alga laut Eucheuma spinosum

pada berbagai kedalaman di goba Pulau Pari. Oseanologi di Indonesia 8 : 1–12.

Sulistyowati. H., 2003. Struktur Komunitas Seaweed (Rumput Laut) Di Pantai Pasir Putih

Kabupaten Situbondo. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Jember. Jurnal Ilmu Dasar

vol. 4 No.1 hal. 58 – 61.

Page 16: Makalah Budidaya Rumput Laut Di Lokasi Diseminasi

15

Sulistijo. 1985. Budidaya Rumput Lau. (BL/85/WP-11). Laboratorium Marikultur, Lembaga

Oceanologi Nasional LIPL. Jakarta.

Trono, G.C. and Fortes. 1988. Philippina Seaweed. National Book Store, Inc Metro. Manila

330 p.