Makalah BPR

15
PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT A. SEJARAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berakar sejak jaman penjajahan Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai sejak abad 19 dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat (BKR) dan Lumbung Desa, yang dibangun dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh agar dapat melepaskan diri dari jeratan para lintah darat (rentenir) yang membebankan dengan bunga sangat tinggi. Pada masa Pemerintahan Koloni Belanda, Perkreditan Rakyat dikenal masyarakat dengan istilah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, yang saat itu hanya ada di Jawa dan Bali.Th.1929 berdiri badan yang menangani kredit di pedesaan yaitu, Badan Kredit Desa (BKD) yang terdapat di pulau Jawa & Bali, sementara untuk Pengawasan dan Pembinaan, Pemerintah Kolonial Belanda membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat, dengan nama lembaga yaitu Instansi Kas Pusat (IKP). Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah mendorong pendirian bank-bank Pasar yang terutama sangat dikenal karena didirikan dilingkungan pasar dan bertujuan untuk memberikan pelayanan jasa keuangan kepada para pedagang pasar. Bank-bank Pasar tersebut kemudian berdasarkan Pakto 1988 dikukuhkan menjadi Bank

description

--

Transcript of Makalah BPR

Page 1: Makalah BPR

PEMBAHASAN

BANK PERKREDITAN RAKYAT

A. SEJARAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berakar sejak jaman penjajahan

Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai sejak abad 19 dengan berdirinya Bank Kredit

Rakyat (BKR) dan Lumbung Desa, yang dibangun dengan tujuan membantu para petani,

pegawai, dan buruh agar dapat melepaskan diri dari jeratan para lintah darat (rentenir) yang

membebankan dengan bunga sangat tinggi.

Pada masa Pemerintahan Koloni Belanda, Perkreditan Rakyat dikenal masyarakat dengan

istilah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, yang saat itu hanya ada

di Jawa dan Bali.Th.1929 berdiri badan yang menangani kredit di pedesaan yaitu, Badan Kredit

Desa (BKD) yang terdapat di pulau Jawa & Bali, sementara untuk Pengawasan dan Pembinaan,

Pemerintah Kolonial Belanda membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat, dengan

nama lembaga yaitu Instansi Kas Pusat (IKP).

Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah mendorong pendirian bank-bank Pasar yang terutama

sangat dikenal karena didirikan dilingkungan pasar dan bertujuan untuk memberikan pelayanan

jasa keuangan kepada para pedagang pasar. Bank-bank Pasar tersebut kemudian berdasarkan

Pakto 1988 dikukuhkan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sejak itu BPR di Indonesia

tumbuh dengan subur.

B. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat

        BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam

bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu

dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.

Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai,

Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD),

Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan

Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang

Page 2: Makalah BPR

dipersamakan dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi

persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 

        Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah

berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat,

makd keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun

1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan can

keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persya-ratan dan tatacara pemberian

status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

C. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DI INDONESIA

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu jenis bank yang dikenal melayani

golongan pengusaha  mikro, kecil dan menengah. BPR merupakan lembaga perbankan resmi

yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan yang berfungsi tidak hanya sekedar menyalurkan

kredit dalam bentuk kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi tetapi juga melakukan

penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lain

yang dipersamakan dengan itu.

Sebagaimana halnya dengan Bank Umum, masyarakat yang menyimpan dana di BPR

juga  dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), selama penempatan yang dilakukan tersebut

memenuhi kriteria yang telah ditentukan LPS. Sebagai perbandingan, dari bulan Oktober 2012

hingga Maret 2013, jika LPS menjamin simpanan dalam rupiah pada Bank Umum dengan

tingkat bunga 5,5% maka untuk BPR, LPS menjamin hingga tingkat bunga 8%. Hal ini membuat

deposito berjangka yang ditawarkan BPR  memiliki tingkat bunga yang lebih menarik dibanding

Bank Umum. Berikut ini beberapa fakta menarik seputar perkembangan BPR konvensional (non-

syariah) di Indonesia berdasarkan data yang diolah dari statistik perbankan yang diterbitkan

Bank Indonesia hingga Maret 2013.

Hingga akhir Maret 2013, kredit yang disalurkan oleh BPR konvensional mencapai 52,6

triliun rupiah sementara dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan

deposito (dana pihak ketiga) mencapai sekitar 45,5 triliun rupiah. Rata-rata kredit yang diberikan

selama 6 bulan (Oktober 2012 hingga Maret 2013) sekitar 50,5 triliun rupiah sedangkan dana

pihak ketiga yang berhasil dihimpun rata-rata mencapai 44,6 triliun rupiah. Hal ini menunjukkan

Page 3: Makalah BPR

bahwa, dalam kurun waktu 6 bulan terakhir (hingga Maret 2013), BPR konvensional berhasil

dengan baik menjalankan fungsi utama perbankan yaitu fungsi intermediasi.

Tercatat ada sembilan provinsi di mana BPR konvensional berhasil menyalurkan kredit rata-

rata di atas 1 triliun rupiah selama 6 bulan terakhir (hingga Maret 2013) yakni: Jawa Tengah (Rp.

11,39 triliun), Jawa Barat (Rp. 7,97 triliun), Jawa Timur (Rp. 5,92 triliun), Bali (Rp. 4,77 triliun),

Lampung (Rp. 4,31 triliun), Kep. Riau (Rp. 2,51 triliun), D.I. Yogyakarta (Rp. 2,41 triliun), DKI

Jaya (Rp. 1,06 triliun) dan Sumatera Barat (Rp. 1,05 triliun). Total penyaluran kredit di sembilan

provinsi tersebut mencapai 82% dari total 50,5 triliun rupiah. Hal yang sama dalam hal

penghimpunan dana di kesembilan provinsi tersebut melalui BPR konvensional hingga akhir

Maret 2013 yang mencapai 38 triliun rupiah dari total sebesar 45,5 triliun rupiah. Ini

membuktikan bahwa perputaran uang dan perekonomian yang diharapkan merata ke seluruh

pelosok Indonesia masih terkonsentrasi di Jawa, Bali, Sumatera, dan sekitarnya.

Dari total 1.653 BPR konvensional di Indonesia yang tercatat pada statistik Bank Indonesia,

sebanyak 1.277 BPR berada di kesembilan provinsi tersebut di atas. Untuk soal kemampuan

BPR dalam penghimpunan dana maka Lampung dan Kep. Riau sepertinya menjadi jagonya.

Dengan jumlah hanya 26  BPR pada akhir Maret 2013, Lampung berhasil menghimpun dana

sebesar Rp. 3,29 triliun sementara Kep. Riau yang tercatat  memiliki 40 BPR berhasil

menghimpun dana sebesar Rp. 2,74 triliun. Bandingkan dengan Jawa Tengah dengan 259 BPR

yang menghimpun dana Rp 10,69 triliun atau Jawa Timur dengan 331 BPR yang menghimpun

dana sebesar Rp 4,98 triliun.

Dari segi jumlah debitur pada akhir Maret 2013, maka Jawa tengah (816.778 rekening), Jawa

Barat (746.516 rekening) dan Jawa Timur (666.656 rekening)  mengakumulasi 68,85% total

debitur BPR konvensional di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan kredit sangat

tinggi di ketiga provinsi tersebut.

Kep. Riau menunjukkan kondisi yang berbeda dari delapan provinsi lainnya yang tersebut di

atas karena hingga akhir Maret 2013, penghimpunan dana melebihi penyaluran kredit. Dengan

jumlah deposito sebanyak 13.401 rekening pada akhir Maret 2013, dana yang berhasil dihimpun

dari instrumen ini mencapai Rp 2,35 triliun. Bandingkan dengan Jawa Tengah yang memiliki

141.598 rekening deposito (33,37% dari total rekening deposito BPR konvensional secara

nasional) yang hanya berhasil menghimpun Rp. 6,02 triliun.

Page 4: Makalah BPR

Rata-rata suku bunga kredit dalam mata uang rupiah Bank Umum dalam 6 bulan yang

berakhir pada Maret 2013 untuk kredit modal kerja sebesar 11,54%, kredit investasi sebesar

11,27%  dan kredit konsumsi sebesar 13,43%. Sedangkan pada BPR: kredit modal kerja sebesar

30,91%, kredit investasi sebesar 26,76%  dan kredit konsumsi sebesar 25,97%.

Pada bulan Desember 2012 lalu, Bank Indonesia menerbitkan peraturan yang mengatur

tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh Bank Umum dan bantuan teknis dalam rangka

pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. Disebutkan secara bertahap hingga tahun

2018, Bank Umum wajib memberikan kredit atau pembiayaan UMKM paling rendah 20% dari

total kredit atau pembiayaan. Pembiayaan tersebut dapat dilakukan secara langsung kepada

UMKM atau tidak langsung melalui kerjasama pola executing, channeling atau secara sindikasi.

Pembiayaan tidak langsung dapat dilakukan antara lain melalui BPR.

Menyimak statistik perbankan BPR konvensional hingga Maret 2013 dan keberhasilan BPR

dalam melakukan fungsi intermediasi, masih terbuka luas kesempatan bagi Bank Umum untuk

melakukan channeling melalui BPR. Keuntungan yang diperoleh oleh Bank Umum melalui cara

tersebut antara lain adalah dapat mengandalkan BPR dalam infrastruktur serta pengalamannya

menilai resiko kredit debitur UMKM, yang selama  ini mungkin belum didalami oleh Bank

Umum. Dalam jangka panjang dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia tersebut,

diharapkan dapat menekan suku bunga kredit BPR konvensional karena semakin

meningkatnya supply dan kemudahan akses dana dari Bank Umum melalui penyaluran kredit

langsung atau tidak langsung kepada UMKM tersebut.

Page 5: Makalah BPR

D. Fungsi ,Tujuan, Dan Sasaran BPR

Penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional

ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan,

pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau

oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan

kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para

pelepas uang (rente nir dan pengijon).

E. Kegiatan-kegiatan BPR

a. Kegiatan Usaha BPR

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan

mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga.

Adapun usaha-usaha BPR adalah :

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito

berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit.

3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito

berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat

yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over

likuiditas.

Page 6: Makalah BPR

b. Kegiatan Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR

Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan

BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :

1. Menerima simpanan berupa giro.

2.  Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.

3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan  concern terhadap

layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.

4. Melakukan usaha perasuransian.

5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha

BPR.

c. Alokasi Kredit BPR

Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :

1.   Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan

dan  kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.

2.   Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas

maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat

dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada

perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum

tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

Bank Indonesia.

3.   Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas

maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat

dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari

modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat

BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak

pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota

dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas

maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan Bank Indonesia.

Page 7: Makalah BPR

F. Ketentuan Kelembagaan

1. Perijinan BPR

a) Usaha BPR harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, kecuali apabila kegiatan

menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan undang-undang tersendiri.

b) Ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank

Indonesia.

2. Bentuk Hukum BPR

Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah),

Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah.

3. Pendirian BPR

BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki dengan izin Dewan Gubernur Bank Indonesia oleh :

a.  Warga Negara Indonesia;

b.  Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia;

c.  Pemerintah Daerah; atau

d.  Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.

 Modal disetor untuk mendirikan BPR :

a. Rp.5 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;

b. Rp.2 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di pulau

Jawa dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau Kotamadya Bogor, Depok,

Tangerang dan Bekasi;

c. Rp.1 miliar untuk BPR yang didirikan di ibukota provinsi di luar pulau Jawa

dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana

disebut dalam huruf a dan b;

d. Rp.500 juta untuk BPR yang didirikan di wilayah lain di luar wilayah

sebagaimana disebut dalam huruf a, b dan c. 

Page 8: Makalah BPR

4. Kepemilikan BPR

a) BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum

Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau

dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang

seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.

b) BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan

dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.

c) BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam

bentuk saham atas nama.

d) Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.

e) Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Merited

Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Ketentuan

mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah.

5. Pembinaan dan Pengawasan BPR

Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi :

a. Pemberian bantuan dan layanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang

tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman

kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat rentenir dan

menghimpun dana mayarakat.

b. Membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola nasional

dengan adanya akselerasi pembangunan.

c. Penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.

Page 9: Makalah BPR

Dalam melakukan pengawasan akan terjadi beberapa kesalahan, yaitu :

a. Organisasi dan sistem manajemen, termasuk di dalamnya perencanaan yang dite-tapkan.

b. Kekurangan tenaga trampil dan profesional.

c. Mengalami kesulitan likuiditas.

d. Belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya (sesuai UU).

6. Pengaturan dan Pembagian Tugas BPR, KUD, dan BRI

a) BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai pengganti Bank Desa, kedudukannya

ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank Desa yang ada dan

kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk pengusaha,

pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha di desa tersebut

tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu.

b) KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil di desa yang memberikan pinjaman

kepada petani, peternak, dan nelayan yang menjadi anggotanya. Dana untuk pemberian

kredit berasal dari dana yang dihimpun dari anggota KUD dan kredit yang disalurkan

oleh BRI dan BI.

c) BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah Bank Pasar, Bank Pegawai, atau bank

yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan pedagang kecil di pasar dan

di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adalah berasal dari dana masyarakat yang

dihimpun dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu.

d) BRI melayani langsung kredit yang relatif besar atau kredit yang dipinjamkan kepada

pengusaha menengah di pedesaan atau di perkotaan.

Page 10: Makalah BPR

KESIMPULAN

BPR adalah lembaga perkreditan bagi rakyat yang memiliki tujuan meningkatkan iklim

usaha dikalangan rakyat terutama pengusaha kecil dan menengah. Pengaturan dan pengawasan

BPR oleh Bank Indonesia di arahkan untuk mengoptimalkan fungsi BPR sebagai lembaga

kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalan membantu pertumbuhan ekonomi terutama

diwilayah pedesaan.dengan demikian pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan

disesuaikan dengan karakterristik oprasional BPR namun tetap menerpkan prinsip kehai-hatian

bank agar tercipta system perbankan yang sehat.