Makalah Agama Kebudayaan Islam2
-
Upload
fitria-nurinnihayati -
Category
Documents
-
view
185 -
download
10
description
Transcript of Makalah Agama Kebudayaan Islam2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan Islam merupakan suatu sistem yang memiliki sifat-sifat ideal,
sempurna, praktis, aktual, diakui keberadaannya dan senantiasa diekspresikan.
Sistem yang ideal berdasarkan pada hal-hal yang biasa terjadi dan berkaitan
dengan yang aktual (Picktchall, 1993: 26-29).
Nabi Muhammad saw dalam mengawali tugas kenabian dan kerasulannya
mendasarkan diri pada asas-asas kebudayaan Islam, yang selanjutnya tumbuh dan
berkembang menjadi suatu peradaban yaitu peradaban Islam. Ketika Nabi
Muhammad SAW berdakwah, beliau keluar dari jazirah Arab dan seterusnya
menyebar ke seluruh penjuru dunia. Maka terjadilah proses asimilasi berbagai
macam kebudayaan dengan nilai-nilai Islam kemudian menghasilkan kebudayaan
Islam yang pada akhirnya akan berkembang menjadi suatu kebudayaan yang
diyakini kebenarannya secara universal.
Para pemimpin dan umat islam semenjak kepemimpinan Rasulullah SAW
hingga periode berikutnya juga banyak meninggalkan warisan luhur dan bernilai
bagi generasi berikutnya. Warisan yang mereka tinggalkan merupakan karya besar
yang telah mereka buktikan dalam pengabdiannya pada agama dan umat manusia.
Karya besar mereka terdapat dalam berbagai bidang, antara lain dalam bidang
ilmu agama, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, arsitektur bangunan, seni dan
strategi perang, bidang sosial dan budaya, sampai kepada watak dan kebiasaan
mereka yang baik. Oleh sebab itu, perlu bagi kita untuk memahami kebudayaan
islam di masa lampau hingga masa kini, sehingga kita dapat mengetahui
perkembangannya dan dapat meneladani watak dan kebiasaan yang baik dan
menghindari watak yang buruk dari pemimpin islam di masa lampau.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diperoleh
beberapa rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimanakah konsep kebudayaan dan peradaban Islam?
2. Bagaimanakah karakteristik kebudayaan dan peradaban Islam?
3. Bagaimanakah periodisasi sejarah kebudayaan dan peradaban Islam?
1
4. Apakah penyebab terjadinya pasang-surut kebudayaan dan peradaban
Islam?
5. Bagaimanakah peranan masjid dan madrasah sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban Islam?
6. Bagaimanakah nilai-nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Memahami dan mengetahui konsep dan peradaban islam
2. Memahami dan mengetahui karakteristik dan peradaban Islam
3. Memahami dan mengetahui periodisasi sejarah kebudayaan dan
peradaban Islam
4. Mengetahui penyebab terjadinya pasang-surut kebudayaan dan
peradaban Islam
5. Memahami dan mengetahui peranan masjid dan madrasah sebagai
pusat kebudayaan dan peradaban Islam
6. Memahami dan mengetahui nilai-nilai Islam dalam Kebudayaan
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Kebudayaan dan Peradaban Islam
Dalam bahasa Indonesia, kata peradaban sering diartikan sama dengan
kebudayaan, sehingga sering terjadi kesimpangsiuran dalam memberikan definisi
yang membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Namun dalam bahasa
Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut, yaitu istilah
civilization untuk peradaban dan culture untuk kebudayaan. Sedangkan dalam
bahasa Arab, dibedakan antara kata tsaqafah yang berarti kebudayaan, kata
hadlarah yang berarti peradaban.
2
1. Kebudayaan
Kebudayaan lebih bersifat sosiologis dan antropologis. Artinya
kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat tersebut. Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religious, dan lain-lain, beserta segala pernyataan intelektual dan artistik
yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Kebudayaan merupakan bentuk
ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Menurut Burahnuddin
(1993) kebudayaan merupakan sebagai keseluruhan warisan sosial yang
dipandang sebagai hasil karya yang tersusun menurut tata tertib yang teratur, yang
biasanya terdiri dari kebendaan, kemahiran teknik, pikiran dan gagasan, kebiasaan
dan nilai-nilai tertentu, dan sebagainya.
Dalam islam, tidak ada rumusan definitif mengenai kebudayaan. Islam
hanya memberikan konsep dasar, yang dalam perwujudannya tergantung pada
pemahaman pendukungnya. Namun demikian, ciri khas yang membedakan antara
kebudayaan islam dengan kebudayaan yang lain adalah adalah bahwa kebudayaan
islam merupakan kebudayaan yang ditegakkan atas dasar akidah dan tauhid yang
bersumber dari wahyu Allah dan sunnah nabi, yaitu ajaran Al-Qur’an dan Hadits,
di mana keduanya merupakan sumber agama islam, sumber norma, sumber
hukum islam yang pertama dan utama. Dengan demikian, kebudayaan islam
mengandung tiga unsur dasar, yaitu: kebudayaan Islam sebagai hasil cipta karya
orang islam; kebudayaan tersebut didasarkan pada ajaran islam; dan merupakan
pencerminan ajaran islam. Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan utuh, yang
antara satu dengan yang lain saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan mempunyai tiga wujud:
1. Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan lain-lain.
2. Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas
kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3
3. Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
Sedangkan istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan
unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah.
J.J. Hoenigman memiliki pendapat yang tidak jauh beda dengan
Koentjaraningrat, ia mengemukakan bahwa wujud kebudayaan dibedakan menjadi
tiga, yaitu: gagasan (ide), aktivitas, dan artefak.
1. Gagasan
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide,
gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya yang bersifat abstrak, tidak dapat
diraba dan disentuh.
2. Aktivitas
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat itu.
3. Artefak
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak
bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh, wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan
karya (artefak) manusia.
2. Peradaban
A.A.A. Fyze menjelaskan bahwa civilization (peradaban) berasal dari kata
civies atau civil, yang mempunyai arti menjadi kewarganegaraan yang maju.
Sehingga peradaban memiliki dua makna, yaitu: proses menjadi beradab, dan
suatu bentuk (tingkat) masyarakat yang sudah maju yang ditandai dengan gejala
kemajuan di bidang sosial politik, seni budaya, dan teknologi.
Sedangkan Abdullah ‘Ulwan berpendapat bahwa hadharah (peradaban)
merupakan hasil karya (produk) manusia, yang dengannya umat manusia merasa
nyaman dalam segala aspek kehidupan, baik jiwa, sosial politik, ekonomi, dan
materi dengan berdasar pada nilai-nilai yang konkrit. Peradaban mempunyai
4
aspek-aspek yang jelas, yaitu: fenomena tingkat kemajuan secara material dan
fenomena keangungan nilai-nilai.
Dari definisi di atas, istilah peradaban seringkali digunakan untuk merujuk
pada suatu masyarakat yang kompleks dalam sudut pandang yang luas, untuk
merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya
(peradaban manusia atau peradaban global). Dalam menilai sebuah peradaban,
tidak lepas dari beberapa aspek yang menjadi tonggak berdirinya sebuah
peradaban, antara lain: sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan iptek.
3. Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban
Perbedaan antara kebudayaan dan peradaban adalah sebagai berikut:
1. Kebudayaan berakar pad aide mengenai nilai, tujuan, pemikiran, yang
ditransmisikan melalui ilmu, seni, dan agama suatu masyarakat.
Sedangkan perdaban berkar pad aide tentang kota, kemajuan material
(ilmu dan teknologi), penataan sosial, dan aspek kemajuan lain.
2. Kebudayaan lepas dari kontradiksi ruang dan waktu, ia memiliki
ukuran tersendiri (ukuran benar salah, tepat atau tidak), sedangkan
peradaban memiliki siklus dalam ruang dan waktu, ia mengalami
pasang dan surut.
3. Kebudayaan lebih bersifat sosiologis-antropologis, sedangkan
peradaban lebih bersifat ideologis-filosofis.
4. Nilai dari kebudayaan bersifat parsial, sedangkan nilai peradaban
bersifat universal.
5. Kebudayaan melalui proses yang relatif singkat, sedangkan peradaban
melalui proses yang lebih lama.
6. Ruang lingkup dari kebudayaan lebih sempit sedangkan ruang lingkup
dari peradaban lebih luas.
7. Kebudayaan bersifat statis sedangkan peradaban bersifat dinamis.
8. Kebudayaan merujuk pada keseluruhan warisan sosial yang dipandang
sebagai hasil karya, sedangakan peradaban merujuk pada keseluruhan
yang kompleks, yang dipandang sebagai keseluruhan tingkat
pencapaian manusia.
5
B. Karakteristik Kebudayaan dan Peradaban Islam
Nabi Muhammad SAW telah memberikan warisan ruhani yang agung
berupa ajaran Islam yang akan terus menaungi dunia dan memberi arah kepada
kebudayaan dunia. Islam telah memberi pengaruh besar pada kebudayaan masa
lampau, karena dasar kebudayaan ini dapat menjamin kita kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Kebudayaan Islam dapat dibagi menjadi dua aspek. Aspek pertama,
didasarkan pada metode-metode ilmiah dan kemampuan rasio, dan aspek kedua
didasarkan pada ajaran Islam yang normatif, pemahaman subjektif, dan pemikiran
metafisik. Dengan mempersatukan dua aspek di atas, maka lahirlah kebudayaan
dan peradaban yang maju dengan tetap berpedoman dan dibimbing iman yang
kuat. Dari segi ini, kebudayaan islam berbeda sekali dengan kebudayaan non-
Islam dalam melukiskan hidup, sebab dasar yang menjadi landasannya berbeda.
Penyebab runtuhnya kerajaan Romawi berabad-abad yang lalu merupakan
kombinasi dari berbagai faktor, seperti problem agama Kristen, dekadensi moral,
krisis kepemimpinan, keuangan dan militer. Dan di antara faktor terpenting
penyebab kajatuhan Romawi adalah datangnya Islam. Nabi tidak pernah pergi
menyerang Romawi Barat maupun Timur, tapi datangnya gelombang peradaban
Islam telah benar-benar menjadi faktor penyebab kejatuhan Romawi. Ini juga
merupakan bukti bahwa Islam sebagai Din yang menghasilkan tamaddun yang
dapat diterima oleh bangsa-bangsa selain bangsa Arab. Sebab Islam membawa
sistem kehidupan yang teratur dan bermartabat, sehingga mampu membawa
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Jadi Islam diterima oleh bangsa-
bangsa non Arab karena universalitas ajarannya alias kekuatan pancaran
pandangan hidupnya.
Islam tersebar, menguasai dan menyelamatkan (mengislamkan)
masyarakat di kawasan-kawasan yang didudukinya. Tidak ada eksploitasi sumber
alam untuk dibawa ke daerah darimana Islam berasal. Tidak ada pertambahan
kekayaan bagi jazirah Arab. Tidak ada kemiskinan akibat masuknya Muslim ke
kawasan yang didudukinya.
6
C. Periodisasi Sejarah Kebudayaan Islam
Islam dikelompokkan dalam tiga periode:
1. Periode Klasik; tahun 650-1250 M.
2. Periode Pertengahan; tahun 1250-1800 M.
3. Periode Modern; tahun 1800-sekarang.
Zaman periode klasik, terdapat beberapa mazhab, seperti Imam Hanafi, Imam
Hambali, Imam Syafi’i, dan Imam Maliki. Selaras dengan hal itu timbul beberapa
filosof muslim, seperti Al Kindi yang lahir pada tahun 801 M yang dikenal
sebagai seorang filosof Islam, berasal dari Arab (Kufah). Salah satu pemikiran Al
Kindi, menyatakan bahwa filsafat merupakan bagian dari kebudayaan Islam, maka
filsafat Islam dikatakan filsafat religius spiritual, karena:
1. Filsafat Islam meneliti problematika yang satu dan yang banyak.
2. Filsafat Islam membahas tentang hubungan antara Allah dengan makhluk.
3. Filsafat Islam berupaya memadukan antara wahyu dengan akal, akidah dengan
hikmah, agama dengan filsafat.
4. Filsafat Islam berupaya menerangkan bahwa:
a) Wahyu tidak bertentangan dengan akal.
b) Akidah apabila diterangi dengan sinar filsafat akan menetap dalam jiwa dan
tangguh dihadapan lawan.
c) Agama apabila bersaudara dengan filsafat akan menjadi filosofis, seperti halnya
filsafat akan menjadi religius (Madkour, 1988: 7-8).
Pada abad yang sama, lahir juga seorang filosof Islam yang memiliki nama
besar, yaitu Muhammad Zakaria Al-Razi, lahir pada tahun 865 M/251 H di Rayy
(Teheran), ia dikenal sebagai seorang dokter yang memimpin sebuah rumah sakit
di Rayy. Al-Razi kemudian pindah dari Rayy ke Baghdad yaitu pada masa
Khalifah Muktafi (289 H/ 901 M – 295 H / 908 M), dan di Baghdad Al-Razi juga
menjadi pemimpin sebuah rumah sakit. Al-Razi adalah seorang yang baik hati,
dekat kepada para pasiennya, suka berderma kepada orang-orang fakir miskin,
dan ia memberikan perawatan sepenuhnya dengan gratis dan mengikhlaskan hasil
kerja kerasnya kepada mereka (Syarif, 1985: 32-22).
Al Razi dapat digolongkan sebagai seorang filosof yang berfaham rasi
rasionalis, karena hanya meyakini kebenaran akal saja, di bidang kedokteran, studi
7
klinis yang dilaksanakannya sudah menghasilkan metode yang demikian kuat
mengenai penelitian yang berdasarkan pada observasi dan eksperimen (Syarif,
1985: 37-38).
Pada tahun 870 M, lahir seorang filosof besar Islam yaitu Al Farabi yang
mendapat gelar Al Mu’alim as-tsani (Guru Kedua setelah Aristoteles). Al Farabi
berpendapat bahwa kebenaran filsafat hanyalah satu, sebab filsafat menurut Plato
dan Aristoteles tidak dapat dibedakan. Perbedaan yang dapat dilihat yaitu pada
hal-hal yang sifatnya lahiriah saja, sedang hakikatnya sama. Al Farabi menulis
buku berjudul: Al-jam’u Baina Ra’yai Al-Hakimain” (Mempertemukan Pendapat
Kedua Filosof Plato dan Aristoteles) (Basyir, 1989: 33).
Abad selanjutnya, diteruskan oleh seorang filosof Islam yaitu Ibnu
Miskawaih yang mendapat gelar Bapak Etika Islam, lahir pada tahun 932M. Ibnu
Miskawaih di samping dikenal sebagai seorang filosof, tabib, ahli ilmu
pengetahuan dan pujanggawan, bersama dengan hal itu Ibnu Miskawaih merasa
Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2 demikian prihatin melihat situasi
masyarakat banyak terjadi kerusakan moral, sehingga dengan segenap
perasaannya, ia menyempatkan diri menulis beberapa buku yang berkaitan dengan
masalah moral (Etika Islam), di antara buku-buku tersebut, antara lain: Fauz Al
Akbar, Tartib Al Sa’adah, Al Siyar, Tahdzib Al Akhlaq,dan Jawidan Khirad.
Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa setiap yang ada itu dapat berubah
menjadi baik, jika ia memiliki keinginan untuk merubahnya dan hal tersebut
didasari dengan harkat dan martabat kemanusiaannya (Widyastini, 2004: 52-53).
Pada tahun 1037 M, lahir seorang filosof Islam yaitu Ibnu Sina, Ibnu
Bajjah tahun 1138, Ibnu Thufail tahun 1147 M, Ibnu Rusyd tahun 1126 M. Pada
periode pertengahan tahun 1250-1800 M, menurut sejarah pemikiran Islam dinilai
mengalami kemunduran, sebab filsafat mulai ditinggalkan oleh umat Islam,
sehingga terdapat usaha untuk mempertentangkan antara akal dengan wahyu,
iman dengan ilmu, dunia dengan akhirat. Pengaruh tersebut masih dapat dirasakan
sampai saat ini dan hal ini dibuktikan dengan tidak ada daerah-daerah yang
menjadi kekuasaan Islam yang secara utuh melingkupi beberapa kerajaan Islam,
di antaranya Kerajaan Usmani, Safawi dan Mogul dan pada periode pertengahan
ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demikian terbatas. Pada
8
periode modern, umat Islam bangkit kembali, maka periode ini dikatakan sebagai
Masa Kebangkitan Islam, dan hal ini ditandai dengan adanya kesadaran umat
Islam terhadap kelemahan kelemahannya, sehingga ada kehendak membangkitkan
kembali ilmu pengetahuan dan teknologi; maka kemudian lahirlah para tokoh
pembaharu dan para filosof Islam dari berbagai negara Islam di dunia ini (Tim
Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 258).
Pembaharuan dalam Islam pada prinsipnya merupakan usaha untuk
memberi penafsiran kembali terhadap ajaran-ajaran Islam yang sudah tidak sesuai
lagi dengan situasi dan kondisi perkembangan zaman, sebagai akibat timbulnya
ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengajak umat Islam
melepaskan diri dari ikatan kejahiliyahan menuju kepada perkembangan dan
kemajuan.
D. Pasang Surut Kebudayaan dan Peradaban Islam
Masyarakat islam tumbuh di atas kerangka peradaban Timur Tengah kuno
yang telah mapan sebelumnya. Dari peradaban Timur Tengah sebelum Islam,
masyarakat Islam mewarisi pola institusi yang turut membentuk ihwal mereka
sampai pada zaman modern.
Salah satu keunikan peradaban islam adalah sifat adaptif dan terbuka
dalam menyerap dan mengadopsi unsur-unsur peradaban besar dunia, seperti:
Yunani, Persia, India, dan China. Peradaban serapan itu kemudian dikembangkan
secara kreatif dan inovatif dengan menonjolkan unsure-unsur Islam. Proses adopsi
ini bersifat alamiah mengingat peradaban-peradaban besar dunia tersebut telah
hidup selam ribuan tahun, jauh sebelum islam mulai berkembang pada abad ke-7.
Namun, justru karena inilah peradaban islam mengalami pasang-naik yang
ditandai oleh pencapaian yang gemilang di bidang filsafat, sains, teknologi,
arsitektur, dan seni.
Pada masa daulah bani umayah mulai dilakukan perubahan dan
pembangunan di berbagai bidang. Bani umayah berhasil mendirikan dinas-dinas
pos dan tempat-tempat tertentu lengkap dengan sarana transportasinya. Mereka
juga berusah menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang dengan
memakai kata-kata dan tulisan berbahasa Arab. Dinasti ini juga berhasil
9
melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan
Islam.
Untuk meningkatkan kinerja pemerintahannya, bani umayyah membentuk
badan-badan khusus pemerintahan, yaitu: an-Nidzam As-Siyasy, an-Nidzam al-
Idhary, an-Nidzam al-Maly, an-Nidzam al-Qadha’i (Hasjmy, 1995).
1. an-Nidzam As-Siyasy
Dalam bidang organisasi politik ini telah mengalami beberapa perubahan,
dibandingkan dengan masa permulaan Islam. Perubahan yang sangat prinsip
dalam beberapa hal seperti yang diuraikan di bawah ini:
1. Kekuasaan
Perubahan kekuasaan oleh Muawiyah bin Abi sofyan telah
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam peraturan yang menjadi dasar
pemilihan Khulafaur Rasyidin. Maka dengan demikian, jabatan khalifah
beralih ke tangan raja satu keluarga, yang memerintah dengan kekuatan
pedang, politik dan tipu daya (diplomasi). Penyelewengan semakin jauh
setelah Muawiyah mengangkat anaknya Yazid menjadi putra mahkota, yang
dengan demikian berarti beralihnya organisasi khalifah yang berdiri atas
dasar musyawarah dan bersendikan agama kepada organisasi Al-Mulk
(kerajaan) yang tegak atas dasar keturunan serta bersandar terutama kepada
politik daripada kepada agama.
2. Al-Kitabah
Seperti halnya pada permulaan islam, maka dalam masa daulah Umaya
dibentuk semacam Dewan Sekretriat Negara yang mengurus berbagai
urusan pemerintahan. Karena dalam masa ini urusan pemerintahan telah
menjadi lebih banyak, maka ditetapkan empat orang sekretaris, yaitu:
a. Katib Ar-Rasail (Sekretaris Urusan Persuratan)
b. Katib Al-Kharraj (Sekretaris Urusan Pajak atau Keuangan)
c. Katib Asy-Syurthah (Sekretaris Urusan Kepolisian)
d. Katib Al-Qadhi (sekretaris urusan Kehakiman)
10
diantara para sekretaris itu, Katib Ar-risalah yang paling penting
sehingga para khalifah tidak akan memberi jabatan itu, kecuali kepada kaum
kerabat atau orang-orang tertentu.
3. Al-Hijabah
Pada masa daulah Umayah, diadakan satu jabatan baru yang bernama
Al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah. Kepala Al-
Hijabah merupakan jabatan yang sangat tinggi dalam istana kerajaan.
2. an-Nidzam al-Idhary
Organisasi tata usaha negara pada permulaan islam sangat sederhana, tidak
diadakan pembidangan usaha yang khusus. Demikian pula keadaanya pada masa
daulah bani umayah, administrasi negara sangat sederhana.
Pada umumnya, di daerah-daerah islam bekas daerah romawi dan persia,
administrasi pemerintahan dibiarkan terus berlaku seperti yang telah ada, hanya
ada sedikit perubahan-perubahan.
1. Ad Dawawin
Untuk mengurus tata usaha pemerintahan, maka daulah bani umayah
mengadakan empat buah dewan atau kantor pusat, yaitu:
1. Diwanul Kharraj
2. Diwanur Rasail
3. Diwanul Mustaghilat al Mutanawi’ah
4. Diwanul Khatim, dewan ini sangat penting karena tugasnya mengurus
surat-surat lamaran raja, menyiarkannya, menstempel, membungkus dengan kain
dan dibalut dengan lilin kemudian dicap di atasnya.
2. Al Imarah Alal Baldan
Daulah umayyah membagi daerah mamlakah islamiyah kepada lima
wilayah besar, yaitu:
1. Hijaz, Yaman, dan Nejed (pedalaman jazirah Arab)
2. Irak Arab dan Irak Ajam, Aman Bahrain, Karman dan Sajistan, Kabul
dan Khurasan, neger-negeri di belakang sungai (ma Wara’a nahri) dan
sind serta sebagian negeri punjab.
3. Mesir dan Punjab
4. Armenia, Azerbaijan dan Asia kecil
11
5. Afrika Utara, Libya, Andalusia, Sisilia, sardinia dan Balyar.
Untuk tiap wilayah besar ini, diangkat seorang amirul umara (gubernur
Jendral) yang di bawah kekuasaannya ada beberapa orang amir (gubernur) yang
mengepalai satu wilayah.
Dalam rangka pelaksanaan kesatuan politik bagi negeri-negeri Arab, maka
khalifah Umar mengangkat para gubernur jenderal yang berasal dari orang-orang
Arab. Politik ini dijalankan terus oleh khalifah-khalifah sesudahnya, termasuk
para khalifah daulah umayah.
3.Barid
Organisasi pos diadakan dalam tata usaha Negara Islam sejak Muawiyah bin
Abi Sofyan memegang jabatan khalifah.
4. Syurthah
Organisasi syurthah (kepolisian) dilanjutkan terus dalam masa daulah
Umayyah, bahkan disempurnakan. Organisasi kepolisian ini bertugas mengawasi
mengurus tentang kejahatan. Pada mulanya organisasi kepolisisan ini menjadi
bagian dari organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim
dan keputusan-keputusan pengadilan.
3. An Nidzam Al-Maly
An Nidzam Al-Maly merupakan badan keuangan dan ekonomi. Badan ini
mempunyai dua program, yaitu:
1. Al Dharaib
Al Dharaib merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara
pada zaman daulah bani umayyah. kepada penduduk negeri yang baru
ditakhlukkan, terutama yang belum masuk islam, ditetapkan pajak-pajak
istimewa. kebijakan ini menimbulkan perlawanan di beberapa daerah.
2. Masharif Baitul Mal
Masharif Baitul Mal merupakan saluran uang pada daulah umayyah, pada
umumnya, hampir sama dengan masa permulaan islam, yaitu untuk:
1. Gaji para pegawai dan tentara serta biaya tata usaha
2. Pembangunan pertanian, termasuk irigasi dang penggalian terusan-terusan.
3. Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
4. Biaya perlengkapan perang
12
5. Hadiah-hadiah kepada para pujangga dan ulama
4. An-Nidzam Al-Harby
An-Nidzam Al-Harby merupakan badan yang mengurus pertahanan. Secara
umum, badan pertahanan pada masa umayyah sama seperti pada masa umar bin
Khatab, hanya ada sedikit perubahan. Bedanya, jika pada waktu khulafaur
rasyidin tentara islam adalah tentara suka rela, pada zaman umayyah diterapkan
sistem wajib militer atau dalam bahasa arab disebut dengan istilah nidhamut
tajnidil ijban.
Anggota tentara pada masa umayyah harus terdiri dari orang-orang arab
atau imam arab. Keadaan ini terus dipertahankan, hingga daerah kerajaan menjadi
luas mencapai afrika utara, Andalusia, sehingga terpaksa meminta bantuan tentara
barbar untuk menjadi tentaranya.
5. An-Nidzam Al-Qadha’i
An-Nidzam Al-Qadhai merupakan oragnisasi kehakiman. Pada zaman
umayyah, pengadilan telah dipsahkan dari krkuasaan politik. Kehakiman pada
mesa itu memiliki beberapa ciri, yaitu:
1. seorang qadhi memutuskan dengan ijtihadnya, karena dari kekuaaan politik,
karena pada waktu itu belum ada madzhab empat atau madzhab lainnya.
Pada masa itu para qadhi menggali hukum sendiri dari Al-Kitab As Sunah
dengan berijtihad.
2. kehakiman belum terpengaruh dengan politik, Karena para qadhi bebas
merdeka dengan hukumnya, tidak terpengaruh dengan kehendak para
penguasa.
Dalam bidang seni budaya, daulah umayyah mencapai kemajuan yang
sangat mengesankan, seperti dalam seni bahsa dan sastra, seni khitabah, seni
suara, seni rupa, bangunan (arsitektur), seni bangunan sipil, seni bangunan agama
(Masjid Qairawan, masjid Kordoba). Pada masa itu telah banyak bangunan hasil
rekayasa umat islam dengan mengambil pola romawi, Persia dan Arab. Salah satu
dari bangunan itu adalah masjid Damaskus yang dibangun pada masa
pemerintahan Walid bin Abdul Malik dengan hiasan dinding dan ukiran yang
sangat indah. Contoh lain adalah bangunan masjid di cordova yang terbuat dari
batu pualam.
13
Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu
pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu
kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, ilmu sejarah dan
sebagainya. Kota yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan antara lain adalah
Damaskus, Kufah, Mekkah, Masinah, Mesir, Cordova, Granada, dan lainnya,
dengan masjid sebagai pusat pengajarannya, selain madrasah atau lembaga
pendidikan yang ada. Kemajuan-kemajuan yang pesat tersebut hamper tidak
pernah terjadi di masa sebelumnya. Pencapaian yang cemerlang itu dilanjutkan
dengan dimulainya penerjemahan karya-karya filsafat Yunani Helenistik, uang
dirintis penguasa Dinasti Umayyah di akhir-akhir masa kehancurannya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan melemahnya Dinasti umayyah dan
membawanya ke keruntuhan, yaitu:
1. Sistem kepemimpinan yang berdasarkan keturunan. Ketidakjelasan sistem
pergantian khalifah ini menyebabkan munculnya persaingan yang tidak sehat
di kalangan anggota istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa
Syiah dan Khawarij menjadi golongan yang menetang pemerintahan dan
melakukan banyak pemberontakan. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan
ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Adanya pertentang antar etnis, yaitu suku Arab Utara dan Arab Selatan.
Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa dinasti umayyah mendapat
kesulitan dalam menggalang persatuan dan kesatuan.
4. Sikap hidup di lingkungan istana yang mewah sehingga anak-anak khalifah
tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan ketika menjadi khalifah.
5. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-‘Abbas bin Abd
Al-Mutholib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan
kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Dinasti
Umayyah.
Setelah daulah bani umayyah runtuh, pemerintahan dilanjutkan oleh daulah
bani Abbasiyah.
14
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu Abbas As-Shaffah yang lahir di
Humaymah tahun 104 H/723 M dan meninggal di Hasyimiyah Zulhijjah 136
H/Juni 754 M.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan
biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode: (1)
Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia
pertama; (2) Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut pereode
pengaruh Turki pertama; (3) Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa
kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini
disebut juga masa pengaruh Persia kedua; (4) Periode Keempat (447 H/1055 M-
590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah
Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua; (5) Periode
Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
Pada masa sepuluh Khalifah pertama itu, puncak pencapaian kemajuan
peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809 M).
Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai
buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan
penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah
satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang
besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di
samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan
berdiskusi.
Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk
dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan
farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang
dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun.
Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara
Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.
15
Terjadinya perkembangan lembaga pendidikan pada masa Harun Al
Rasyid mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai
bahasa ilmu pengetahuan.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama juga lahir para imam mazhab
hukum yang empat hidup Imam Abu Hanifah (700-767 M); Imam Malik (713-795
M); Imam Syafi'i (767-820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).
Beberapa ilmuwan muslim lainnya pada masa Daulat Abbasiyah yang
karyanya diakui dunia diantaranya:
1. Al-Razi (guru Ibnu Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran,
menghasilkan 224 judul buku, 140 buku tentang pengobatan,
diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling masyhur
adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis
penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan
rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi
adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan
measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai
kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu
Sina
2. Al-Battani (Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang
bumi mengelilingi pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit,
24 detik, mendekati akurat. Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij
dalam bahasa latin: De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerumet
Motibus, dimana terjemahan tertua dari karyanya masih ada di Vatikan
3. Al Ya’qubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku
tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891), yang
diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur al-
Ya’qubi historiae
4. Al Buzjani (Abul Wafa). Ia mengembangkan beberapa teori penting di
bidang matematika (geometri dan trigonometri).
16
Setelah mencapai puncak keemasan, peradaban Islam kemudian megalami
masa kemunduran. Penyerbuan tentara Mongolia ke Baghdad yang dipimpin oleh
Jengish Khan dan Hulagu Khan pada pertengahan abad ke-13 memastikan
keruntuhan peradaban islam.
Keruntuhan peradaban islam disebabkan oleh dua hal, yaitu moral dan
politik. Secara politik, terjadi konflik antar putra mahkota , yang melibatkan
kekuatan militer untuk saling berebut kekuasaan. Secara moral, para penguasa
kehilangan kredibilitas, Karena berperilaku nista dan meninggalkan ajaran islam.
E. Masjid dan Madrasah sebagai Pusat Kebudayaan dan Peradaban
Islam
Masjid atau “rumah Allah” merupakan tempat yang sangat penting bagi
masyarakat muslim. Setiap muslim sama-sama berhak menikmati fungsi masjid
serta memanfaatkan fasilitasnya. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi SAW
mendirikan masjid pertama, fungsi masjid masih kokoh orisinal sebagai pusat
peribadatan dan peradaban. Ketika Rasulullah Saw, hijrah ke Madinah dengan
semakin banyaknya pengikut Islam dan semakin kompleksnya masalah-masalah
yang perlu dikaji, fungsi awal rumah sebagai wahana pendidikan dialihkan ke
masjid-masjid seperti masjid Nabawi dan Quba, dijadikan pusat bagi segala
aktifitas pendidikan, kemasyarakatan kenegaraan dan keagamaan. Hal ini karena
masjid dianggap sebagai institusi pendidikan yang merupakan instrumen yang
pertama dan efektif untuk membantu transisi masyarakat Arab pada waktu, dari
masyarakat primitif menjadi masyarakat yang lebih maju.
Pada perkembangan selanjutnya, hampir di setiap masjid menjadi tempat
halaqah(pertemuan) bahkan bisa jadi satu masjid menyelenggarakan beberapa
halaqah. Dengan demikian fungsi masjid mulai berkembang bukan hanya sebagai
tempat ibadah melainkan juga sebagai lembaga pendidikan dan kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan secara resmi. Kegiatan ini dilakukan semenjak khalifah Umar bin
Khatab ra. dengan diangkatnya tenaga-tenaga pengajar bagi halaqah-halaqah di
masjdi Kuffah, Basrah, dan Damaskus.
Masa kejayaan masjid sebagai pusat lembaga pendidikan Islam menurut
ahli-ahli sejarah berkisar antara awal abad kedua sampai akhir abad ketiga
17
Hijriyah. Dimana pada periode tersebut bertepatan dengan munculnya para ahli
Hukum dan Teologi Islam terkemuka, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah,
Imam Ahmad bin Hanbali dan Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hambal dan
Imam Syafi’i. disamping itu pada periode tersebut juga banyak dikenal ahli
bahasa terkemuka seperti al-Khalil bin Ahmad, Al-Faralidi, Sibawayh, al-Jahiz
dan lain-lain.
Dalam sejarah perjalanan Islam, masjid memiliki fungsi yang sangat vital
dan dominan bagi kaum Muslimin, di antaranya :
1. Masjid sebagai tempat ibadah khusus, seperti shalat.
2. Masjid sebagai “prasasti” atas berdirinya sebuah masyarakat muslim.
3. Masjid merupakan pusat komunikasi dan informasi antarwarga masyarakat
muslim. Contohnya, sebagai tempat pertemuan dan bersosialisasi.
4. Pada zaman Rasulullah SAW, masjid difungsikan sebagai pusat
peradaban, yaitu mengajarkan Al-Qur’an, bermusyawarah, serta berbagai
kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
5. Masjid dijadikan sebagai simbol persatuan umat Islam.
6. Masjid juga menjadi pusat gerakan. Contohnya, Masjid Nabawi di
Madinah yang juga menjadi markas Al-Khulafa’ al-Rasyidun pasca
wafatnya Nabi SAW(al-Faruqi, 186: 2001)
Madrasah juga merupakan sebuah institusi pendidikan tinggi, yang
munculnya dikarenakan makin meluasnya daerah Islam serta berkembangnya
ilmu pengetahuan tentang Islam.
Masjid ataupun madrasah masing-masing mempunyai peranan dan fungsi
yang amat besar dalam proses pembentukan dan perjalanan umat Islam. Begitu
pula, untuk kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
F. Nilai-Nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia
Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya,
maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Islam
diIndonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan
antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di
Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai
18
macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halnya dilakukan oleh
para wali Allah di Pulau Jawa. Para wali Allah tersebut dengan segala
kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah
setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai
Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di
dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya: setiap
diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al Qur’an).
Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat
disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada
awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat
Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia
bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang
agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil
halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada
hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali
persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu
sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga.
Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain,
juga dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri
dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang,
baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun, misal:
masjidmasjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada
umumnya hampir mirip dengan bentuk joglo yang berseni budaya Jawa.
Perkembangan budaya Islam yang terdapat pada masjid, secara nyata dapat
ditunjukkan yaitu adanya masjid-masjid tua yang kemudian diperbaiki dengan
ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang kayu dengan tiang batu atau
beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat dengan tembok kayu. Hal
tersebut dapat dicontohkan beberapa masjid yang menambah bangunan, yaitu
Masjid Agung Banten (bangunan menara dan madrasah), Masjid Menara Kudus
(bangunan bagian depan berujud pintu gerbang dan kubah dengan gaya arsitektur
kayu Indonesia), Masjid Agung Surakarta (bangunan pintu gerbang dan tembok
19
keliling yang berlubang tiga pintu dengan lengkung runcing dan menara tempel
yang memiliki mahkota kubah, merupakan hasil modifikasi pintu gerbang masjid-
masjid di India. Masjid Sumenep Madura (bangunan pintu gerbang bergaya
arsitektur Eropa), Masjid Jami’ Padang Panjang, Tanah Datar, Masjid Sarik
(Bukittinggi), Masjid Sumatera Barat (pembangunan puncak tumbang
dengan mahkota kubah).
Beberapa masjid di Indonesia yang mengedepankan corak yang demikian baru
(modern), misal: Masjid Raya Medan, Masjid Baiturrahman Banda Aceh yang
mencontoh gaya arsitektur masjid di India (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997:
172-173). Bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaan juga banyak berdiri
masjid-masjid model baru, yaitu : Masjid Raya Makassar (Ujung Pandang),
Masjid Syuhada (Yogyakarta), Masjid Agung Al Azhar (Jakarta), Masjid Istiqlal
(Jakarta), Masjid Salman ITB (Bandung). Masjid mempunyai sejumlah komponen
yaitu kubah, menara, mihrab, dan mimbar; komponen masjid yang berciri khas
Indonesia adalah beduk. Beduk terbesar di Indonesia terdapat di dalam masjid
Jami’ Purworejo, dibuat oleh orang Indonesia dengan dirancang sesuai dengan
njlai-nilai yang berciri khas Islami dan berbudaya Indonesia.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dapat dilihat dalam segala aspek
kehidupan masyarakat di Indonesia, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi,
dan agama sehingga nilai-nilai Islam, terutama yang terdapat dalam kebudayaan
Indonesia secara keseluruhan tidak dapat dihindari, hal ini sebagaimana telah
dikemukakan pada pembahasan tentang kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebudayaaan merupakan ide mengenai nilai, tujuan, pemikiran yang
ditransmisikan melalui ilmu, seni, dan agama suatu masyarakat. Sedangkan
peradaban merupakan ide tentang kota, kemajuan ilmu dan teknololgi, penataan
sosial.
20
Sejarah kebudayaan Islam dikelompokkan dalam tiga periode yaitu : periode
klasik pada tahun 650 M sampai 1250 M, periode pertengahan pada tahun 1250M
sampai 1800 M, dan periode modern pada tahun 1800 M sampai sekarang.
Kebudayaan dan Peradaban Islam akan tetap maju apabila tetap berpedoman
dan dibimbing iman yang kuat, yang berbeda sekali dengan kebudayaan non-
Islam.
Pada masa daulah bani umayyah dan bani abbasiyah, yaitu periode klasik,
islam mengalami masa keemasan, terbukti dengan perkembangan ilmu
pengetahuan yang pesat dan wilayah Negara Islam yang luas, hingga mencapai
Afrika Utara dan Andalusia. Namun, masa-masa kejayaan islam ini runtuh karena
penguasa yang kehilangan kredibilitas dan kewibawaan politik.
Masjid ataupun madrasah masing-masing mempunyai peranan dan fungsi
yang amat besar dalam proses pembentukan dan perjalanan umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997, Ensiklopedi Islam (Jilid 3), Penerbit PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta
Gazalba, Sidi, 1975, Masjid (Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam), Penerbit
Pustaka Antara, Jakarta.
Syarif, M.M, 1985, Para Filosof Muslim, Penerbit Mizan, Bandung
Hoesin, Umar Amir, Filsafat Islam, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta
Al Faruqi, Ismail Rafi, 1988, Tauhid, Penerbit Pustaka, Bandung
Tim Dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Negeri
Malang,2011, Aktualisasi Pendidikan Islam, Penerbit Hilal Pustaka, Surabaya
21