BAB 6 PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDDHA DI ASIA
linacintaindonesia.files.wordpress.com€¦ · Web viewhubungan kebudayaan dengan agama, hubungan...
Transcript of linacintaindonesia.files.wordpress.com€¦ · Web viewhubungan kebudayaan dengan agama, hubungan...
HUBUNGAN KEBUDAYAAN DENGAN AGAMA, HUBUNGAN
MASYARAKAT DENGAN AGAMA, DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MENYEBABKAN MASYARAKAT MENOLAK
KEBUDAYAAN BARU
( Laporan Ini Ini Dibuat Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar )
Disusun Oleh :
Nurlina Wijaya Kusumawati (A.410080051)
PROGDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
makalah ini. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya
Dasar FKIP Matematika Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Di dalam makalah ini kami membahas tentang Hubungan Agama, Masyarakat, dan
Budaya.
Makalah ini sudah barang tentu jauh dari sempurna. Kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk perbaikan makalah ini. Tidak luput kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kemaslahatan umum.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................... 2
DAFTAR ISI ....................................................................................... 3
ABSTRAKSI......................................................................................... 4
A. PENDAHULUAN..................................................................... 4
1. Latar Belakang.................................................................... 4
2. Rumusan Masalah................................................................. 4
B. Hubungan Kebudayaan dengan Agama...................................... 4
C. Hubungan Masyarakat dan Agama............................................. 9
D. Faktor-faktor yang Menyebabkan Ditolaknya Kebudayaan Baru 10
Kesimpulan .......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 22
3
ABSTRAKSI
Kebiasaan masyarakat dalam berhubungan dengan masyarakat lain yang memiliki
kebudayaan yang berbeda; suatu unsur kebudayaan baru lebih mudah diterima jika tidak
bertentangan dengan ajaran agama yang dianut masyarakat; corak struktur sosial suatu
masyarakat yang menentukan proses penerimaan unsur kebudayaan baru; suatu unsur
kebudayaan baru lebih mudah diterima masyarakat kalau sebelumnya sudah ada unsur-unsur
kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur baru tersebut; unsur baru yang
terbukti mempunyai kegunaan konkret dan terjangkau oleh kebanyakan anggota masyarakat
akan mudah diterima. Sebaliknya unsur baru yang belum terbukti kegunaannya dan tidak
terjangkau oleh kebanyakan anggota masyarakat lebih sulit diterima.
Kata Kunci : agama, budaya, masyarakat
A. HUBUNGAN KEBUDAYAAN DENGAN AGAMA
Agama, budaya dan masyarakat jelas tidak akan berdiri sendiri, ketiganya
memiliki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya selaras dalam menciptakan
ataupun kemudian saling menegasikan.
Proses dialektika yang berjalan menurut Berger, dialami agama dengan tiga
bentuk. Pertama, energi eksternalisasi yang dimiliki individu dalam bermasyarakat
kemudian membentuk sebuah bentuk. Kedua, objektivasi atas kreasi manusia dan
akhirnya berputar kembali dalam bentuk ketiga. Ketiga, dengan arus informasi yang
menginternalisasi kedalam individu-individu.
Dalam dialektika ini, bukan berarti stagnan. Hasil eksternalisasi yang
terobjektivikasi selalu mengalami perkembangan, manusia tidak pernah puas atas
hasil yang telah dicapai. Dalam pandangan yang Idealis atau perspektif, manusia
memiliki pengandaian yang normatif yang selalu tidak berhenti dengan satu ciptaan.
Ketidakterjebakan manusia dalam imanensi dan selalu berhadapan dengan keabsurdan
membuat manusia dan agama yang juga berada dalam dialektika ini akhirnya bersifat
dinamis. Begitu juga budaya, proses dialektika yang dialami bersama agama tidaklah
jauh berbeda bahkan sama. Tiga bentuk : Eksternalisasi, Objektivikasi dan 4
Internalisasi juga merupakan proses bagaimana budaya terbentuk dan bagaimana ia
berhubungan dengan Agama.
1. Fluiditas (kelenturan) Budaya-Agama
Saat budaya ataupun agama dianggap sebagai anugerah manusia terlahir di
dunia, mau tidak mau harus menerima warisan sebuah ide-ide, sistem tingkah
laku, dan artefak yang sebelumnya telah ada.
Berbeda dengan ketika budaya ataupun agama dimaknai sebagai proses,
keduanya dipandang dalam bentuk kontinyuitas perkembangan, kebangkitan, dan
keruntuhan suatu kebudayaan. Kebudayaan dan agama sebagai proses adalah
realitas yang tidak terhenti satu jejak saja. Fluiditas keduanya merupakan jejak
nostalgia dari sebelumnya untuk titik tolak menuju jejak berikut yang bersifat
menambahi, merubah atau bahkan meniadakan.
Agama sesungguhnya untuk manusia, dan keberadaan agama dalam praktik
hidup sepenuhnya berdasar pada kapasitas diri manusia, bukan sebaliknya manusia
untuk agama. Oleh karena itu, agama untuk manusia, maka agama pada
hakekatnya menerima adanya pluralitas dalam memahami dan menjalankan
ajarannya [Musa Asy’arie, 1999:76].
Jika agama untuk manusia, maka agama sesungguhnya telah memasuki
wilayah kebudayaan dan menyejarah menjadi kebudayaan sehingga sejarah agama
adalah sejarah kebudayaan agama yang menggambarkan dan menerangkan
bagaimana terjadi proses pemikiran, pemahaman dan isi kesadaran manusia
tentang wahyu, doktrin, dan ajaran agama, yang kemudian dipraktikkan dalam
realitas kehidupan manusia dan dalam sejarah perkembangan agama itu, sehingga
“agama yang menyejarah telah sepenuhnya menjadi wilayah kebudayaan, karena
tanpa menjadi kebudayaan, maka sesungguhnya sejarah agama-agama itu tidak
akan pernah ada dan tidak akan pernah dituliskan”.
Muhammad Hatta, mengatakan bahwa agama merupakan bagian dari
kebudayaan. Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa. Kebudayaan
banyak sekali macamnya. Yang menjadi pertanyaan apakah agama itu suatu
5
ciptaan manusia atau tidak. Agama adalah juga suatu kebudayaan, karena dengan
beragama manusia dapat hidup dengan senang.
Suatu hal yang perlu mendapatkan penekanan adalah bahwa agama Islam
dan kebudayaan Islam adalah berbeda, artinya masing-masing berdiri sendiri
(agama sama dengan wahyu; kebudayaan sama dengan produk akal). Tentu saja
harus ada saling kait antara keduanya agar tetap menjadi kebudayaan Islam. Tetapi
lain halnya dengan agama-agama suku (agama alamiah yang dianut oleh suku-suku
tertentu], perpaduan antara “agama dan kebudayaan” sangat erat sekali, bahkan
sulit dipisahkan, artinya kebudayaan adalah sama dengan agama (contoh; agama
Hindu di Bali).
Dalam Islam, unsur-unsur kebudayaan “terlarang masuk ke dalam (ajaran)
agama”. Misalnya saja, orang dapat melakukan shalat langsung kepada Allah
tanpa disertai media nyanyian, tarian, saji-sajian, dan unsur-unsur kebudayaan
lainnya. Dengan demikian, agama Islam tetap terpelihara dan terjaga kemurnian
dan keasliannya, tidak tercampuri oleh adanya anasiranasir kebudayaan yang
hendak menyusup dan disusupkan ke dalam agama. Maka, setiap unsure
kebudayaan yang hendak menyusup dan disusupkan ke dalam agama ia pasti
ditolak dan akan diketahui karena agama Islam dapat dibedakan dengan hal-hal
yang bukan agama Y.B. Sariyanto Siswosoebroto (seorang Katolik yang sudah
masuk Islam), menyatakan “kalau kita mengikuti dengan cermat perubahan-
perubahan yang terdapat dalam Gereja, maka keseimpulannya bahwa agama sama
dengan kebudayaan akan menjadi jelas. Sebagai contoh, beliau mengatakan bahwa
sebelum Konsili Vatikan II, Kurban Missa [kebatinan] memakai bahasa Latin,
sedangkan sesudah Konsili Vatikan II, dengan sedikit demi sedikit Missa
memaakai bahasa setempat. Kesenian daerah masuk ke dalam Kurban Missa,
seperti gamelang, sendratari dan lain-lain, sehingga orang ke Gereja bukan saja
mengikuti Kurban Missa tetapi juga menikmati sendratari.
Masyarakat Indonesia sebenarnya sejak jauh-jauh hari telah memaknai
semangat menerima dan menghargai perbedaan, ketika bangunan negara ini
memang berpondasikan keberagaman. Bhineka Tunggal Ika, mestinya dimaknai
6
lebih dari sekedar wacana, sebab inilah konsep multikulturalisme Indoensia yang
lahir bersama kelahiran republik ini. Jika semangat multikulturalisme itu
diruntuhkan dengan semangat monokulturalisme, maka hancurlah bangunan
Indonesia.
2. Agama dan Etika Kesadaran Multikultural
Dalam masyarakat plural, Indonesia misalnya, soal hubungan antara agama
dan multikulturalisme merupakan tema yang selalu hangat dibincangkan. Sebab,
cita-cita mengejawentahkan demokrasi selalu menyentuh agama dan keragaman
budaya. Demokrasi tidak akan terwujud tanpa memposisikan agama secara benar
dan memberikan apresiasi terhadap keragaman budaya.
Secara historis, konsep multikulturalisme termasuk yang mencuat
belakangan dibandingkan konsep plurality dan diversity. Menurut Bhikhu Parekh,
konsep multikulturalisme baru dibincangkan sekitar 1970-an dengan munculnya
gerakan multikultural pertama kali di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika
Serikat, Inggris, Jerman, dan lainnya. Inti dari multikulturalisme itu sendiri adalah
sikap kebersediaan untuk menghargai sekaligus menerima the others sebagai
kesatuan, tanpa mengungkit latar perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun
agama.
Namun demikian, menemukan titik temu antara keduanya bukan menjadi
kemustahilan. Mun’im A Sirry misalnya, menawarkan dua pendekatan dalam hal
ini: pertama, re-interpretasi atas doktrin-doktrin keagamaan ortodoks yang
sementara ini dijadikan dalih untuk bersikap eksklusif, supaya agama tidak lagi
bersikap reseptif terhadap tradisi lokal. Agama harus bisa beradaptasi dengan
kultur-kultur atau tradisi lokal. Dalam konteks Indonesia, adaptasi seperti ini
sangat penting diperhatikan, mengingat begitu pluralnya tradisi lokal. Kedua,
mendialogkan agama dengan gagasan-gagasan modern. Agama harus mampu
beradaptasi dengan kultur-kultur yang menjauhkan agama, semisal kultur Barat.
3. Visi dan Kesadaran Etika Multikulturalisme
7
Multikulturalisme – yang menurut Parsudi Suparlan berakar dari kata
kebudayaan – merupakan gagasan dekonstruksi atas kebudayaan tunggal.
Multikulturalisme juga merepresentasikan kelompok ras berbeda-beda yang
digambarkan dapat hidup dalam relasi egalitarian dan berkeadilan. Karenanya,
multikulturalisme menyediakan wadah untuk penampakan bagi the others.
Kahadiran the others harus dipahami tanpa reduksi atau distorsi, sehingga the
others bisa tampil dalam soliditas dan kebersamaan yang ideal.
Terkait visi, Karl R Popper, seorang British Philosopher of Science,
menyatakan bahwa visi multikulturalisme adalah meruntuhkan tembok besi
masyarakat yang tertutup dan tribalis untuk kemudian menapaki kehidupan
bermasyarakat yang terbuka, demokratis, egaliter dan berkeadilan. Karenanya,
multikulturalisme hanya akan terwujud bila seorang atau kelompok tertentu
memiliki sikap dan persepsi yang sesuai dengan realitas kehidupan secara
menyeluruh. Dalam hal ini, koreografer Sardono W. Kusumo menyatakan, “konsep
dasar multikulturalisme adalah sikap, yakni sikap menghayati dan menghargai
keragaman.”
Untuk menegakkan pilar multikulturalisme, sikap seperti di ataslah yang
pertama kali harus dikedepankan. Ini artinya, memaksakan multikulturalisme
secara buta sama saja mengingkari nilai asasi multikulturalisme itu sendiri.
Menjadi komunitas yang multikultur, sejatinya berarti bersedia berdampingan
dengan komunitas lain, termasuk yang menentang atau anti-multikultural
sekalipun.
Terkait soal bangunan etika multikulturalisme, Charris Zubeir menyatakan
bahwa ada dua agenda mendesak yang harus diselesaikan. Pertama,
mendekonstruksi wacana-wacana dominan yang memproklamirkan ke-aku-annya
di atas belantara keragaman dan perbedaan. Kedua, secara dewasa mempersiapkan
komunitas sosial untuk menghadapi klaim kebenaran yang diusung kelompok
etnisitas lain. Artinya, harus ada kesadaran untuk menghancurkan hegemoni dan
mitos ke-esa-an kuasa identitas tertentu.
8
Pernyataan yang kurang lebih sealur, juga dilontarkan Barbara Houston.
Houston menyatakan, untuk membangun kohesivitas kesadaran kolektiv ideologi
multikulturalisme, setidaknya diperlukan dua hal pokok: adanya kesadaran
bersama untuk berbagi nilai (shared values) dan berbagi identitas (shared identity).
C. HUBUNGAN MASYARAKAT DENGAN AGAMA
Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat
yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang
ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam
melestraikan budaya. Ada juga hubungan lainnya, yaitu menjaga tatanan kehidupan.
Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan
masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis, karena ketiganya mempunyai
keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan
baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan
dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan
menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
1. Indonesia sebagai Masyarakat Multikultur
Parsudi Suparlan – Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia –
memaparkan, masyarakat seperti Indonesia mempunyai sebuah kebudayaan yang
berlaku umum laksana mosaik. Dalam mosaik itu tercakup semua kebudayaan
dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang akhirnya membentuk
terwujudnya masyarakat yang lebih besar. Model multikulturalisme seperti ini
sebenarnya telah dijadikan acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam
mendesain apa yang dinamakan kebudayaan bangsa, seperti terungkap dalam
penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: "kebudayaan bangsa (Indonesia)
adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah".
Namun demikian, ada kejanggalan soal penyikapan bangsa Indonesia
terhadap multikulturalisme, yang sebenarnya telah muncul di tengah-tengah
mereka sejak masa yang cukup dini. Parsudi Suparlan menunjukkan, kendati
9
multikulturalisme telah dijadikan acuan untuk mendesain negara Indonesia oleh
para pendirinya, tapi secara umum bangsa Indonesia saat ini merasa
multikulturalisme adalah sebuah konsep asing. Multikulturalisme seakan barang
baru yang akhir-akhir ini saja meramaikan kehidupan masyarakat Indonesia.
Padahal sekali lagi, multikulturalisme telah menjadi acuan sejak masa yang
sangat dini, untuk mengembangkan konsep kebudayaan bangsa. Bahkan,
multikulturalisme telah tercantum dalam UUD 45.
Kiranya juga perlu diperhatikan bersama, bahwa multikulturalisme tidak
seharusnya dipahami hanya sebagai sebuah wacana, melainkan sebuah ideologi
yang harus diperjuangkan. Multikulturalisme sangat dibutuhkan sebagai landasan
bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakat. Karenanya,
banyak konsep yang perlu dikembangkan untuk tegaknya multikulturalisme:
misalnya demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos,
kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan,
kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya,
domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep
lainnya yang relevan.
Beberapa pendapat yang dikutip oleh Nurul Huda Maarif menunjukkan
bahwa multikulturalisme memiliki visi yang mencerahkan dalam memberi
petunjuk untuk memaknai agama secara benar dalam konteks masyarakat yang
multikultul seperti Indonesia. Bahwa, multikulturalisme pada prinsipnya
membuka ruang dalam sikap yang terbuka dengan penuh semangat persamaan
bagi yang saling berbeda suku, ras, agama, golongan dan ideologi untuk hidup
bersama dalam suatu arak-arakan kehidupan. Multikulturalisme juga menuntut
adanya sikap keterbukaan untuk memaknai secara benar keyakinan yang dianut -
tanpa harus dibenturkan dengan yang lain – dalam sebuah masyarakat yang
multikultur. Visi multikulturalisme adalah terciptanya masyarakat yang
multikultur dalam sebuah persamaan hak, berkeadilan, sejahtera dan damai.
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MASYARAKAT MENOLAK
KEBUDAYAAN BARU
10
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan
kontak dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan
pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala
umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi
sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan
perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya
merupakan penyebab dari perubahan. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan sosial:
1. tekanan kerja dalam masyarakat
2. keefektifan komunikasi
3. perubahan lingkungan alam.
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan
masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh,
berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian
memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Dewasa ini perubahan merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan lagi.
Mengapa masyarakat melakukan perubahan? Soerjono Soekanto menyebutkan adanya
faktor-faktor intern dan ekstern yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam
masyarakat.
1. Faktor Intern
Ada beberapa faktor yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri yang
menyebabkan terjadinya perubahan sosial, yaitu perubahan penduduk, penemuan-
penemuan baru, konflik dalam masyarakat, dan pemberontakan.
a. Perubahan Penduduk
Perubahan penduduk berarti bertambah atau berkurangnya penduduk
dalam suatu masyarakat. Hal itu bisa disebabkan oleh adanya kelahiran dan
11
kematian, namun juga bisa karena adanya perpindahan penduduk, baik
transmigrasi maupun urbanisasi. Transmigrasi dan urbanisasi dapat
mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk daerah yang dituju, serta
berkurangnya jumlah penduduk daerah yang ditinggalkan. Akibatnya
terjadi perubahan dalam struktur masyarakat, seperti munculnya berbagai
profesi dan kelas sosial.
b. Penemuan-Penemuan Baru
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan
barang dan jasa semakin bertambah kompleks. Oleh karena itu berbagai
penemuan baru diciptakan oleh manusia untuk membantu atau
memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Penemuan baru
yang menyebabkan perubahan pada masyarakat meliputi proses discovery,
invention, dan inovasi.
1) Discovery, yaitu suatu penemuan unsur kebudayaan baru oleh individu
atau kelompok dalam suatu masyarakat. Unsur baru itu dapat berupa
alat-alat baru ataupun ideide baru.
2) Invention, yaitu bentuk pengembangan dari suatu discovery, sehingga
penemuan baru itu mendapatkan bentuk yang dapat diterapkan atau
difungsikan. Discovery baru menjadi invention apabila masyarakat
sudah mengakui, menerima, serta menerapkan penemuan baru ini
dalam kehidupan nyata di masyarakat.
3) Inovasi, atau proses pembaruan, yaitu proses panjang yang meliputi
suatu penemuan unsur baru serta jalannya unsur baru dari diterima,
dipelajari, dan akhirnya dipakai oleh sebagian besar warga masyarakat.
Suatu penemuan baru, baik kebudayaan rohaniah (imaterial) maupun
jasmaniah (material) mempunyai pengaruh bermacam-macam.
Biasanya pengaruh itu mempunyai pola sebagai berikut.
Suatu penemuan baru menyebabkan perubahan dalam bidang tertentu,
namun akibatnya memancar ke bidang lainnya. Contohnya penemuan
12
handphone yang menyebabkan perubahan di bidang komunikasi,
interaksi sosial, status sosial, dan lain-lain.
Suatu penemuan baru menyebabkan perubahan yang menjalar dari satu
lembaga ke lembaga yang lain. Contohnya penemuan internet yang
membawa akibat pada perubahan terhadap pengetahuan, pola pikir,
dan tindakan masyarakat.
Beberapa jenis penemuan baru dapat mengakibatkan satu jenis
perubahan. Contohnya penemuan internet, e-mail, televisi, dan radio
menyebabkan perubahan pada bidang informasi dan komunikasi.
Penemuan baru dalam hal kebudayaan rohaniah (ideologi,
kepercayaan, sistem hukum, dan sebagainya) berpengaruh terhadap
lembaga kemasyarakatan, adat istiadat, maupun pola perilaku sosial.
Contohnya pemahaman dan kesadaran akan nasionalisme oleh
orangorang Indonesia yang belajar di luar negeri pada awal abad ke-
20, mendorong lahirnya gerakan-gerakan yang menginginkan
kemerdekaan politik dan lembagalembaga sosial baru yang bersifat
nasional.
c. Konflik dalam Masyarakat
Suatu konflik yang kemudian disadari dapat memecahkan ikatan
sosial biasanya akan diikuti dengan proses akomodasi yang justru akan
menguatkan ikatan sosial tersebut. Apabila demikian, maka biasanya
terbentuk keadaan yang berbeda dengan keadaan sebelum terjadi konflik.
Contohnya konflik antarteman di sekolah. Konflik dapat merubah
kepribadian orang-orang yang terlibat di dalamnya, misalnya jadi murung,
pendiam, tidak mau bergaul, dan lain-lain. Namun apabila orang-orang
yang terlibat konflik sadar akan hal itu, maka mereka akan berusaha untuk
memperbaiki keadaan itu agar lebih baik dari sebelumnya.
d. Pemberontakan (Revolusi) dalam Tubuh Masyarakat
13
Revolusi di Indonesia pada 17 Agustus 1945 mengubah struktur
pemerintahan kolonial menjadi pemerintahan nasional. Hal itu diikuti
dengan berbagai perubahan mulai dari lembaga keluarga, sistem sosial,
sistem politik, sistem ekonomi, dan sebagainya.
2. Faktor Ekstern
Dengan melakukan interaksi sosial, banyak pengaruhpengaruh dari luar
masyarakat kita yang mendorong terjadinya perubahan sosial. Faktor-faktor
ekstern yang menyebabkan perubahan sosial adalah sebagai berikut.
a. Faktor Alam yang Ada di Sekitar Masyarakat Berubah
Bagi manusia, alam mempunyai makna yang sangat penting bagi
kehidupannya. Misalnya alam mempunyai nilai estetika yang mendorong
manusia untuk cinta pada alam, alam sebagai sumber penyediaan bahan-bahan
makanan dan pakaian, serta alam menjadi sumber kesehatan, keindahan, dan
hiburan atau rekreasi.
b. Peperangan
Peperangan yang terjadi antara negara yang satu dengan negara yang
lain dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat mendasar, baik
seluruh wujud budaya (sistem budaya, sistem sosial, dan unsur-unsur budaya
fisik) maupun seluruh unsur budaya (sistem pengetahuan, teknologi, ekonomi,
bahasa, kesenian, sistem religi, dan kemasyarakatan).
c. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
Terjadinya pengaruh kebudayaan masyarakat lain adalah sebagai berikut.
Apabila terjadi hubungan primer, maka akan terjadi pengaruh timbal
balik. Di samping dipengaruhi, suatu masyarakat akan memengaruhi
masyarakat lain.
Apabila kontak kebudayaan terjadi melalui sarana komunikasi massa
seperti radio, televisi, majalah atau surat kabar. Dalam hal ini pengaruh 14
kebudayaan hanya terjadi sepihak, yaitu pengaruh dari masyarakat yang
menguasai sarana komunikasi massa tersebut.
Apabila dua masyarakat yang mengalami kontak kebudayaan mempunyai
taraf kebudayaan yang sama, terkadang yang terjadi justru cultural
animosity, yaitu keadaan di mana dua masyarakat yang meskipun
berkebudayaan berbeda dan saling hidup berdampingan itu saling
menolak pengaruh kebudayaan satu terhadap yang lain. Biasanya terjadi
antara dua masyarakat yang pada masa lalunya mempunyai konflik fisik
ataupun nonfisik.
Apabila dua kebudayaan bertemu salah satunya mempunyai taraf yang
lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi (peniruan) unsur-
unsur kebudayaan masyarakat yang telah maju oleh kebudayaan yang
masih rendah.
E. Faktor Pendukung dan Penghalang Proses Perubahan
Faktor Pendukung Proses Perubahan
Terjadinya suatu proses perubahan pada masyarakat, diakibatkan adanya
faktor yang mendorongnya, sehingga menyebabkan timbulnya perubahan. Faktor
pendorong tersebut menurut Soerjono Soekanto antara lain:
1. Kontak dengan kebudayaan lain
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion (difusi). Difusi
adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu
lain. Dengan proses tersebut manusia mampu untuk menghimpun penemuan-
penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya difusi, suatu penemuan
baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebar luaskan
kepada semua masyarakat, hingga seluruh masyarakat dapat merasakan
manfaatnya.
2. Sistem pendidikan formal yang maju
15
Pada dasarnya pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi individu, untuk
memberikan wawasan serta menerima hal-hal baru, juga memberikan bagaimana
caranya dapat berfikir secara ilmiah. Pendidikan juga mengajarkan kepada individu
untuk dapat berfikir secara obyektif. Hal seperti ini akan dapat membantu setiap
manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuh
kebutuhan zaman atau tidak.
3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju
Bila sikap itu telah dikenal secara luas oleh masyarakat, maka masyarakat akan
dapat menjadi pendorong bagi terjadinya penemuan-penemuan baru. Contohnya
hadiah nobel, menjadi pendorong untuk melahirkan karya-karya yang belum
pernah dibuat.
4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation)
Adanya toleransi tersebut berakibat perbuatan-perbuatan yang menyimpang itu
akan melembaga, dan akhirnya dapat menjadi kebiasaan yang terus menerus
dilakukan oleh masyarakat.
5. Sistem terbuka pada lapisan masyarakat
Adanya system yang terbuka di dalam lapisan masyarakat akan dapat
menimbulkan terdapatnya gerak social vertical yang luas atau berarti member
kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Hal
seperti ini akan berakibat seseorang mengadakan identifikasi dengan orang-orang
yang memiliki status yang lebih tinggi. Identifikasi adalah suatu tingkah laku dari
seseorang, hingga orang tersebut merasa memiliki kedudukan yang sama dengan
orang yang dianggapnya memiliki golongan yang lebih tinggi. Hal ini
dilakukannya agar ia dapat diperlakukan sama dengan orang yang dianggapnya
memiliki status yang tinggi tersebut.
6. Adanya penduduk yang heterogen
16
Terdapatnya penduduk yang memiliki latar belakang kelompok-kelompok
social yang berbeda-beda, misalnya ideology, ras yang berbeda akan mudah
menyulut terjadinya konflik. Terjdinya konflik ini akan dapat menjadi pendorong
perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat.
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
Terjadinya ketidakpuasan dalam masyarakat, dan berlangsung dalam waktu yang
panjang, juga akan mengakibatkan revolusi dalam kehidupan masyarakat.
8. Adanya orientasi ke masa depan
Terdapatnya pemikiran-pemikiran yang mengutamakan masa yang akan datang,
dapat berakibat mulai terjadinya perubahan-perubahan dalam system social yang
ada. Karena apa yang dilakukan harus diorientasikan pada perubahan di masa yang
akan datang.
Faktor Penghalang Proses Perubahan
Di dalam proses perubhan tidak selamanya hanya terdapat faktor pendorong
saja, tetapi juga ada faktor penghambat terjadinya proses perubahan tersebut. Faktor
penghalang tersebut antara lain:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
Terlambatnya ilmu pengetahuan dapat diakibatkan karena suatu masyarakat
tersebut hidup dalam keterasingan dan dapat pula karena ditindas oleh masyarakat
lain.
2. Sikap masyarakat yang tradisional
Adanya suatu sikap yang membanggakan dan memperthankan tradisi-tradisi
lama dari suatu masyarakat akan berpengaruh pada terjadinya proses perubahan.
Karena adanya anggapan bahwa perubahan yang akan terjadi belum tentu lebih
baik dari yang sudah ada.
17
3. Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuatnya.
Organisasi sosial yang telah mengenal system lapisan dapat dipastikan aka
nada sekelompok individu yang memanfaatkan kedudukan dalam proses
perubahan tersebut. Contoh, dalam masyarakat feodal dan juga pada masyarakat
yang sedang mengalami transisi. Pada masyarakat yang mengalami transisi,
tentunya ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap sebagai
pelopor proses transisi. Karena selalu mengidentifikasi diri dengan usaha-usaha
dan jasa-jasanya, sulit bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam
suatu proses perubahan.
4. Adanya prasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Anggapan seperti inibiasanya terjadi pada masyarakat yang pernah
mengalami hal yang pahit dari suatu masyarakat yang lain. Jadi bila hal-hal yang
baru dan berasal dari masyarakat-masyarakat yang pernah membuat suatu
masyarakat tersebut menderita, maka masyarakat ituakan memiliki prasangka
buruk terhadap hal yang baru tersebut. Karena adanya kekhawatiran kalau hal
yang baru tersebut diikuti dapat menimbulkan kepahitan atau penderitaan lagi.
5. Adanya hambatan yang bersifat ideologis.
Hambatan ini biasanya terjadi pada adanya usaha-usaha untuk merubah
unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Karena akan diartikan sebagai usaha yang
bertentangan dengan ideologi masyarakat yang telah menjadi dasar yang kokoh
bagi masyarakat tersebut.
6. Adat atau kebiasaan
Biasanya pola perilaku yang sudah menjadi adat bagi suatu masyarakat
akan selalu dipatuhi dan dijalankan dengan baik. Dan apabila pola perilaku yang
sudah menjadi adat tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan, maka akan sulit
untuk merubahnya, karena masyarakat tersebut akan mempertahankan alat, yang
dianggapnya telah membawa sesuatu yang baik bagi pendahulu-pendahulunya.
18
Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya proses perubahan tersebut,
secara umum memang akan merugikan masyarakat itu sendiri. Karena setiap
anggota dari suatu masyarakat umumnya memiliki keinginan untuk mendapatkan
sesuatu yang lebih daripada yang sudah didapatnya. Hal tersebut tidak akan
diperolehnya jika masyarakat tersebut tidak mendapatkan adanya perubahan-
perubahan dan hal-hal yang baru.
Faktor penghambat dari proses perubahan social ini, oleh Margono Slamet
dikatakannya sebagai kekuatan pengganggu atau kekuatan bertahan yang ada di
dalam masyarakat. kekuatan bertahan adalah kekuatan yang bersumber dari
bagian-bagian masyarakat yang:
1. Menentang segala macam bentuk perubahan. Biasanya golongan yang paling
rendah dalam masyarakat selalu menolak perubahan, karena mereka
memerlukan kepastian untuk hari esok. Mereka tidak yakin bahwa perubahan
akan membawa perubahan untuk hari esok.
2. Menentang tipe perubahan tertentu saja, misalnya ada golongan yang
menentang pelaksanaan keluarga berencanasaja, akan tetapi tidak menentang
pembangunan-pembangunan lainnya.
3. Sudah puas dengan keadaan yang ada.
4. Beranggapan bahwa sumber perubahan tersebut tidak tepat. Golongan ini pada
dasarnya tidak menentang perubahan itu sendiri, akan tetapi tidak menerima
perubahan tersebut oleh karena orang yang menimbulkan gagasan perubahan
tidak dapat mereka terima. Hal ini dapat dihindari dengan jalan menggunakan
pihak ketiga sebagai penyampai gagasan tersebut kepada masyarakat.
5. Kekurangan atau tidak tersedianya sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan perubahan diinginkan.
Hambatan tersebut selain dari kekuatan yang bertahan, juga terdapat
kekuatan pengganggu. Kekuatan pengganggu ini bersumber dari:
1. Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat yang bersaing untuk memperoleh
dukungan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan. Hal ini dapat 19
menimbulkan perpecahan, yang dapat mengganggu pelaksanaan
pembangunan.
2. Kesulitan atau kekomplekkan perubahan yang berakibat lambatnya
penerimaan masyarakat terhadap perubahan yang akan dilakukan. Perbaikan
gizi, keluarga berencana, konservasi hutan dan lain-lain, adalah beberapa
contoh dari bagian itu.
3. Kekurangan sumber daya yang diperlukan dalam bentuk kekurangan
pengetahuan, tenaga ahli, keterampilan, pengertian, biaya dan sarana serta
yang lainnya.
Prilaku Masyarakat Akibat Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya itu akan tetap ada selama manusia hidup dan
bersosialisasi, meskipun perubahan itu ada yang berdampak positif dan ada yang
berdampak negative pada kehidupan masyarakat.
1. Dampak Positif
a) Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi
b) Kebutuhan lebih mudah dipenuhi
c) Pola pikir yang lebih maju
2. Dampak Negatif
a) Konsumerisme
b) Keresahan sosial
c) Ketidak merataan pembangunan antar daerah yang satu dengan daerah yang
lain
d) Gangguan hubungan sosial
Sikap Terhadap Pengaruh Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial harus terus diarahkan dan disesuaikan dengan proses
pembangunan, sehingga yang harus dipertahankan adalah bagaimana mengarahkan
perubahan agar sesuai dan bermanfaat untuk masyarakat
Sikap yang harus ditunjukkan terhadap pengaruh perubahan sosial budaya
yang berdampak negative adalah melalui tindakan preventif yang merupakan upaya
20
pencegahan, dan sikap reprensif yang merupakan sikap untuk mengatasi dampak
tersebut
Pada umumnya masyarakat lebih menyukai kehidupan mereka berjalan seperti
biasa. Hal-hal baru yang dapat menimbulkan perubahan pada awalnya cenderung
ditolak. Tidak semua hal baru atau perubahan mendapat tentangan secara luas dari
masyarakat. Beberapa perubahan dapat diterima dan disetujui oleh masyarakat.
Ada beberapa faktor yang berperan dan berpengaruh terhadap diterima atau
ditolaknya suatu unsur atau kebudayaan baru, yaitu: kebiasaan masyarakat dalam
berhubungan dengan masyarakat lain yang memiliki kebudayaan yang berbeda; suatu
unsur kebudayaan baru lebih mudah diterima jika tidak bertentangan dengan ajaran
agama yang dianut masyarakat; corak struktur sosial suatu masyarakat yang
menentukan proses penerimaan unsur kebudayaan baru; suatu unsur kebudayaan baru
lebih mudah diterima masyarakat kalau sebelumnya sudah ada unsur-unsur
kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur baru tersebut; unsur baru
yang terbukti mempunyai kegunaan konkret dan terjangkau oleh kebanyakan anggota
masyarakat akan mudah diterima. Sebaliknya unsur baru yang belum terbukti
kegunaannya dan tidak terjangkau oleh kebanyakan anggota masyarakat lebih sulit
diterima. Ada kecenderungan masyarakat untuk mempertahankan beberapa unsur
kebudayaannya dan menolak unsur-unsur kebudayaan yang berasal dari kebudayaan
lain. Unsur-unsur yang dipertahankan tersebut ialah: unsur yang mempunyai fungsi
vital dan sudah diterima luas oleh masyarakat; unsure yang diperoleh melalui proses
sosialisasi sejak kecil dan sudah terinternalisasi dalam diri anggota masyarakat; unsur
kebudayaan yang menyangkut sistem keagamaan atau religi; unsur-unsur yang
menyangkut ideologi dan falsafah hidup. Ada beberapa faktor yang mendorong
munculnya kecenderungan perubahan dalam masyarakat atau kebudayaan, di
antaranya: rasa tidak puas masyarakat atas keadaan dan situasi yang ada; kesadaran
akan adanya kekurangan dalam kebudayaan sendiri; pertumbuhan masyarakat
menyebabkan timbulnya keperluan, keadaan, dan kondisi baru; ada kesulitan-
kesulitan yang tidak dapat diatasi dengan sistem kebudayaan yang ada; bertambahnya
kebutuhan hidup yang didukung oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup lebih
sejahtera; sikap terbuka dari masyarakat yang bersangkutan terhadap hal-hal baru.
21
KESIMPULAN
Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya kecenderungan perubahan dalam
masyarakat atau kebudayaan, di antaranya: rasa tidak puas masyarakat atas keadaan dan
situasi yang ada; kesadaran akan adanya kekurangan dalam kebudayaan sendiri; pertumbuhan
masyarakat menyebabkan timbulnya keperluan, keadaan, dan kondisi baru; ada kesulitan-
kesulitan yang tidak dapat diatasi dengan sistem kebudayaan yang ada; bertambahnya
kebutuhan hidup yang didukung oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup lebih
sejahtera; sikap terbuka dari masyarakat yang bersangkutan terhadap hal-hal baru.
DAFTAR PUSTAKA
Wrahatnala, Bondet, 2009, Sosiologi 1 : untuk SMA dan MA Kelas X, Jakarta : Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 81 – 85.
Nurul Huda Maarif, Agama dan Kesadaran Etika Multikultural. Rabu, 23 Maret 2005 10:01
Krisnawan Adi , Hubungan Agama dengan Masyarakat . 03.49
Hubungan Agama-Budaya , Posted on April 24, 2008 by wiselife
Drs. Hujair. AH. Sanaky, MSI, 2008, Pemikiran dan Peradaban Islam. UNIVERSITAS
ISLAM INDONESIA
Drs. Suwarno, dkk, 2008: ISBD. Surakarta. BP- FKIP UMS
22
23