Makalah Agama Islam

28
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr. wb. Alhamdulillah, saya ucapkan segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah serta Karunianya yang tiada ternilai kepada saya dan kita semua sebagai umat muslim. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita semua Nabi Besar, yakni Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat – sahabatnya, hingga akhir zaman, Amin. Banyak kendala yang saya hadapi dalam penyusunan makalah ini. Namun berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, Syukur Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan sesuai rencana. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan do’a, semoga Allah membalas amal baik yang telah dilakukan umat-Nya atas sesama. Amin. Wassalamu’alaikum. wr. wb Pangkalpinang, 3 Januari 2013

Transcript of Makalah Agama Islam

Page 1: Makalah Agama Islam

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillah, saya ucapkan segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan Rahmat, Hidayah serta Karunianya yang tiada ternilai

kepada saya dan kita semua sebagai umat muslim. Tak lupa shalawat serta

salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita semua Nabi Besar, yakni

Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat – sahabatnya, hingga akhir

zaman, Amin.

Banyak kendala yang saya hadapi dalam penyusunan makalah ini. Namun

berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik yang bersifat langsung

maupun tidak langsung, Syukur Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan

sesuai rencana.

Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan, dorongan dan do’a, semoga Allah membalas amal baik yang telah

dilakukan umat-Nya atas sesama. Amin.

Wassalamu’alaikum. wr. wb

Pangkalpinang, 3 Januari 2013

PenulisYudi Wahyono

ii

Page 2: Makalah Agama Islam

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

- BAB I -

PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1

Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

- BAB II -

ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

A. Perngertian Masyarakat Plural . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4B. Kepemimpinan Islam dalam Masyarakat Plural . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8C. Dakwah Islam Dalam Masyarakat Plural . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .10

- BAB III -

PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .17

iii

Page 3: Makalah Agama Islam

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pluralitas agama di Indonesia merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Masyarakat Nusantara, sejak dahulu kala telah menjadi sasaran misi dakwah, dan penyiaran agama-agama besar dunia, seperti Hindu, Budha, Nasrani (Katolik dan Protestan), Kong Hu Chu, dan Islam.

Agama-agama tersebut memang diakui secara resmi oleh negara RI sebagai agama yang menjadi anutan masyarakat, dan agama Islam merupakan anutan mayoritas penduduk Indonesia (88,21%). Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan oleh umat Islam atau pun pemerintah untuk tidak menghormati apalagi mendiskreditkan agama-agama lain.

Abad ke-21 melahirkan tantangan beragam. Isu globalisasi, demokratisasi, pluralisme, dan dalam keadaan tertentu berbagai benturan kebudayaan diramalkan akan terjadi. Tokoh agama sesungguhnya mempunyai peran-peran strategis di era global tersebut, dan dakwah Islam mempunyai cita moral dalam pembangunan peradaban manusia yang bergerak begitu cepat ke arah pluralitas dengan beragam budaya bahasa, dan agama, sebagai akibat dari perkembangan modernisasi, liberalisasi, dan globalisasi. Banyak konflik dan ketegangan di zaman ini yang disulut oleh perbedaan pandangan agama. Agama yang semestinya mendatangkan keadilan dan kebahagiaan, namun dalam perjalanannya justru sering diperalat untuk melanggengkan penindasan dan perampasan hak-hak sesama manusia. Hal ini sangat boleh jadi karena pemahaman keberagamaan masyarakat telah terkontaminasi oleh limbah kepentingan dengan aroma politik, budaya, dan ekonomi yang menyengat. Oleh karenanya, demi terciptanya hubungan yang harmonis pada tataran eksternal diharapkan ada dialog yang bersahaja antarumat beragama. Sedangkan dalam tataran internal agama diperlukan reinterpretasi pesan-pesan agama yang lebih menyentuh kemanusiaan yang universal.

Dalam konteks masyarakat Kendari, sebagaimana tipologi masyarakat daerah lain di Indonesia memiliki pluralitas yang tinggi dalam budaya, sebab secara demografi daerah ini dihuni oleh beragam etnik dan agama. Keragaman tampak dalam ikatan kesukuan, bahasa, etnis budaya, agama, dan berbagai varian lainnya.

Meskipun kemajemukan di satu sisi memiliki potensi konflik, namun kondisi obyektif Kendari secara umum masih tercipta suasana harmoni sosial yang memadai dibanding dengan daerah-daerah berpotensi konflik lainnya.

1

Page 4: Makalah Agama Islam

Nampaknya ada peran yang dimainkan oleh para tokoh agama di daerah ini, namun belum diketahui secara pasti bagaimana peranan para tokoh agama dalam upaya memelihara harmoni sosial melalui aktivitas dakwah mereka. Hal ini menjadikan penelitian ini penting dilakukan, mengingat peranan tokoh agama dipandang paling signifikan dalam menciptakan pemahaman agama di tengah masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa arah dan bentuk pemahaman keagamaan suatu masyarakat tergantung pada pemahaman tokoh agamanya. Sejauhmana pemahaman tokoh agama mengenai pentingnya hubungan antar keyakinan akan berpengaruh signifikan bagi umatnya dan dakwah mereka. Sedangkan luasnya wawasan, pandangan, dan pemahaman tokoh agama tentang ajaran agama sangat ditentukan oleh latar belakang (back ground) kedalaman ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dilaluinya  (frame of reference dan field of experience).

Selain alasan tersebut, dapat dikemukakan bahwa meskipun konflik SARA seperti yang terjadi di Ambon, Maluku Utara dan Poso hingga saat ini tidak berdampak langsung di Kendari, namun sebagai upaya preventif sekaligus untuk mempersempit ruang dan potensi konflik, maka dipandang penting untuk sesegera mungkin menata pemahaman umat beragama tentang arti penting inklusivitas, dan hal ini hanya dapat dilakukan melalui peran-peran strategis yang dimainkan oleh para tokoh agama melalui dakwah.

Upaya preventif seperti yang diutarakan di atas sangat beralasan terutama bila mengingat bahwa konflik SARA di Ambon yang terjadi pada tahun 1999 secara individu-individu banyak melibatkan masyarakat etnik Buton, Bugis, Muna, dan Makassar sebagai rumpun etnik yang banyak mendiami Kendari, selain etnik Tolaki yang menjadi etnik asli di daerah ini. Rumpun etnik tersebut masih memiliki hubungan emosional kekerabatan apalagi di antara mereka ada yang telah pindah dari Ambon ke Kendari (sebagai eksodus) pasca kerusuhan dan membuat pemukiman baru. Selain itu, dari sudut pandang geografis, konflik yang terjadi di Poso sangat boleh jadi berimbas pada masyarakat di Kendari, mengingat kedua daerah tersebut masih berada dalam satu wilayah besar pulau Sulawesi yang secara geografis berdekatan.

Diakui bahwa harmoni sosial di Kendari sampai sekarang masih terpelihara dengan indikasi ada peran yang dimainkan oleh tokoh agama di daerah tersebut, yaitu menjadikan dakwah sebagai piranti dalam menyebarluaskan ajaran Islam. Melalui dakwah nampaknya cukup ampuh untuk menjadikan ajaran Islam tersosialisasi dengan baik, sehingga dapat memberikan solusi atas berbagai problem yang dihadapi masyarakat terutama dalam kaitannya dengan upaya memelihara harmoni sosial. Hal tersebut menjadi dasar bagi pentingnya memberikan apresiasi terhadap peranan tokoh agama melalui penelitian ini, agar dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya peranan mereka dalam memelihara harmoni sosial hubungan antarumat beragama di Kendari melalui strategi dakwah yang mereka lakukan.

2

Page 5: Makalah Agama Islam

Masyarakat multikultural merupakan suatu masyarakat yang terdiri atas banyak struktur kebudayaan.Hal tersebut disebabkan karena banyaknya suku bangsa yang memilik struktur budaya sendiri yang berbeda dengan budaya suku bangsa yang lainnya. Masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri- sendiri. Perbedaan-perbedaan sukubangsa, agama, adat, dan kedaerahan seringkali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu istilah yang mula-mula dikenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda. Konsep masyarakat majemuk sebagaimana yang digunakan oleh ahli-ahli ilmu kemasyarakatan dewasa ini memang merupakan perluasan dari konsep Furnivall tersebut.

Masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda, demikianlah menurut Furnivall, merupakan suatu masyarakat majemuk (plural society), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam kesatuan politik (JS Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy, Cambridge at The University Press, 1967, halaman 446-469).

RUMUSAN MASALAH

Dalam penyusunan makalah ini kami sebagai penulis membatasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud Masyarakat Plural

2. Bagaimana kepemimpinan terhadap Masyarakat Plural dalam

pandangan Islam.

3. Bagaimana Pandangan Islam terhadap Masyarakat Plural.

4. Bagaimana strategi dakwah tokoh agama Islam dalam upaya

memelihara harmoni sosial Masyarakat Plural.

TUJUAN PENULISAN

Melalui makalah ini, saya berharap dapat berbagi pengetahuan tentang Islam dan Masyarakat Plural sehingga makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu bacaan alternatif bagi mahasiswa yang ingin menambah pengetahuan tentang pandangan Islam terhadap Masyarakat Plural, begitu juga hubungan antara keduanya.

3

Page 6: Makalah Agama Islam

BAB II

ISI MAKALAH

A. Pengertian Masyarakat Plural ( Majemuk )

Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Sebenarnya berbicara tentang konsep pluralisme, sama halnya membicarakan tentang sebuah konsep kemajemukan atau keberagaman, dimana jika kita kembali pada arti pluralisme itu sendiri bahwa pluralisme itu merupakan suatu kondisi masyarakat yang majemuk.

Kemajemukan disini dapat berarti kemajemukan dalam beragama, sosial dan budaya. Namun yang sering menjadi issu terhangat berada pada kemajemukan beragama. Pada prinsipnya, konsep pluralisme ini timbul setelah adanya konsep toleransi. Jadi ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu lainnya maka lahirlah pluralisme itu. Dalam konsep pluralisme-lah bangsa Indonesia yang beraneka ragam ini mulai dari suku, agama, ras, dan golongan dapat menjadi bangsa yang satu dan utuh.

Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan klaim kebenaran (truth claim) yang dianggap menjadi pemicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horisontal, serta penindasan atas nama agama.

Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar. Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejumlah factor:

• Pertamaadanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan. Menurut kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antar pemeluk agama. Karena itu, menurut mereka, diperlukan gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif dan berpotensi memicu konflik.

4

Page 7: Makalah Agama Islam

• Kedua faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.

Pluralisme juga menunjukkan hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran universalnya masing-masing. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pluralisme dapat membentuk kebudayaan baru tanpa konflik asimilasi dan juga menunjukan hak-hak individu maka pengertian pluralisme dapat berbeda di berbagai tempat. Seperti pada saat ini pluralisme menjadi polemik di Indonesia karena perbedaan mendasar antara pluralisme dengan pengertian awalnya yaitu pluralisme sehingga memiliki arti :

• pluralisme diliputi semangat religius, bukan hanya sosial kultural• pluralisme digunakan sebagai alasan pencampuran antar ajaran agama• pluralisme digunakan sebagai alasan untuk merubah ajaran suatu agama agar sesuai dengan ajaran agama lainPluralisme agama bisa dianalisis pada tiga tingkat sosial yang berurutan:• Tingkat makro, pluralisme agama mengisyaratkan bahwa otoritas-otoritas sosial mengakui dan menerima pluralitas dalam bidang keagamaan.• Tingkat meso, pluralisme mengisyaratkan penerimaan akan keragaman organisasi-organisasi keagamaan yang berfungsi sebagai unit-unit kompetitif.• Tingkat mikro, pluralisme mengisyaratkan kebebasan individual untuk memilih dan mengembangkan kepercayaan pribadinya masing-masing.

Pengertian Masyarakat MultikulturalismeMultikulturalisme adalah sebuah filosofi yang juga terkadang ditafsirkan

sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.

Multikulturalisme berasal dari dua kata, multi (banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua bagian manusia terhadap kehidupannya yang kemudian akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain.

5

Page 8: Makalah Agama Islam

Istilah multikulturalisme dengan cepat berkembang sebagai objek perdebatan yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan karena memperdebatkan keragaman etnis dan budaya, serta penerimaan kaum imigran di suatu negara, yang pada awalnya hanya dikenal dengan istilah pluralisme yang mengacu pada keragaman etnis dan budaya dalam suatu daerah atau negara. Baru pada sekitar pertengahan abad ke-20, mulai berkembang istilah multikulturalisme. Istilah ini setidaknya memiliki tiga unsur, yaitu: budaya, keragaman budaya, dan cara khusus untuk mengantisipasi keanekaragaman budaya tersebut. Secara umum, masyarakat modern terdiri dari berbagai kelompok manusia yang memiliki status budaya dan politik yang sama.

Menurut Parekh (1997:183-185) terdapat lima macam multikulturalisme :• Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.

• Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.

• Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.• Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.• Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya,

6

Page 9: Makalah Agama Islam

secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

Upaya-upaya untuk mewujudkan kehidupan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya dapat dilakukan dengan menerapkan sikap-sikap sebagai berikut:

a. Manusia tumbuh dan besar pada hubungan sosial di dalam sebuah tatanan tertentu, dimana sistem nilai dan makan diterapkan dalam berbagai simbol-simbol budaya dan ungkapan-ungkapan bangsa.

b. Keanekaragaman Budaya menunjukkan adanya visi dan sistem makan yang berbeda, sehingga budaya satu memerlukan budaya lain. Dengan mempelajari kebudayaan lain, maka akan memperluas cakrawala pemahaman akan makna multikulturalisme.

c. Setiap kebudayaan secara Internal adalah majemuk, sehingga dialog berkelanjutan sangat diperlukan demi terciptanya persatuan.

d. Paradigma hubungan dialogal atau pemahaman timbal balik sangat dibutuhkan, untuk mengatasi ekses-ekses negatif dari suatu problem disintegrasi bangsa. Paradigma hubungan timbal balik dalam masyarakat multikultural mensyaratkan tiga kompetensi normatif, yaitu kompetensi kebudayaan, kemasyarakatan dan kepribadian.

e. Integrasi sosial yang menjamin bahwa koordinasi tindakan politis tetap terpelihara melalui sarana-sarana hubungan antar pribadi dan antar komponen politik yang diatur secara resmi tanpa menghilangkan identitas masing-masing unsur kebudayaan.

f. Sosialisasi yang menjamin bahwa konsepsi polotik yang disepakati harus mampu memberi ruang tindak bagi generasi mendatang dan penyelarasan konteks kehidupan individu dan kehidupan kolektif tetap terjaga.

Dapat dikatakan bahwa secara konstitusional negara Indonesia dibangun untuk mewujudkan dan mengembangkan bangsa yang religius, humanis, bersatu dalam kebhinnekaan. Demokratis dan berkeadilan sosial, belum sepenuhnya tercapai. Konsekuensinya adalah keharusan melanjutkan proses membentuk kehidupan sosial budaya yang maju dan kreatif; memiliki sikap budaya kosmopolitan dan pluralis, tatanan sosial politik yang demokratis dan struktur sosial ekonomi masyarakat yang adil dan bersifat kerakyatan.

Dengan demikian kita melihat bahwa semboyan Satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa dan Bhinneka Tunggal Ika masih jauh dari kenyataan sejarah. Semboyan tersebut masih merupakan mitos yang perlu didekatkan dengan realitas sejarah. Bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kokoh, beranekaragam budaya, etnik, suku, ras dan agama, yang kesemuanya itu akan menjadikan Indonesia menjadi sebuah bangsa yang mampu mengakomodasi

7

Page 10: Makalah Agama Islam

kemajemukkan itu menjadi sesuatu yang tangguh. Sehingga ancaman disintegrasi dan perpecahan bangsa dapat dihindari.

Setiap umat Islam harus meyakini dan mempercayai bahwa Alqur'an itu telah diturunkan kepada malaikat Jibril untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian disebarkan kepada seluruh umat manusia, dia tidak hanya memberikan petunjuk dalam hal peribadatan saja (Hablumminallah), tetapi juga memberikan petunjuk tentang kehidupan bermasyarakat (Hablumminannas).

Islam sebagai agama yang diturunkan Allah untuk membawa rahmat bagi seluruh alam, menjelaskan apa maksud Allah dengan sunnah pluralisme tersebut. Islam tidak memandang pluralisme sebagai sebuah perpecahan yang membawa kepada bencana. Tetapi Islam memandang pluralisme sebagai wujud kemahakuasaan Allah atas ciptaan-Nya dan rahmat bagi makhluk-Nya.

Demikian pula tentang masalah kepemimpinan, Alqur'an juga memberi petunjuk, mulai dari dalilnya, hukum pengangkatannya, syarat-syaratnya, pandangan Alqur'an tentang kepemimpinan dan bagaimana sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu Alqur'an harus dijadikan pedoman hidup bagi umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.

B. Kepemimpinan Terhadap Masyarakat Plural Dalam Pandangan Islam

Setiap umat Islam harus meyakini dan mempercayai bahwa Alqur'an itu telah diturunkan kepada malaikat Jibril untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian disebarkan kepada seluruh umat manusia, dia tidak hanya memberikan petunjuk dalam hal peribadatan saja (Hablumminallah), tetapi juga memberikan petunjuk tentang kehidupan bermasyarakat (Hablumminannas).

Islam sebagai agama yang diturunkan Allah untuk membawa rahmat bagi seluruh alam, menjelaskan apa maksud Allah dengan sunnah pluralisme tersebut. Islam tidak memandang pluralisme sebagai sebuah perpecahan yang membawa kepada bencana. Tetapi Islam memandang pluralisme sebagai wujud kemahakuasaan Allah atas ciptaan-Nya dan rahmat bagi makhluk-Nya.

Demikian pula tentang masalah kepemimpinan, Alqur'an juga memberi petunjuk, mulai dari dalilnya, hukum pengangkatannya, syarat-syaratnya,

8

Page 11: Makalah Agama Islam

pandangan Alqur'an tentang kepemimpinan dan bagaimana sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu Alqur'an harus dijadikan pedoman hidup bagi umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.

Berkaitan dengan pluralisme, tidak dapat disangkal bahwa masyarakat kita masih menunjukkan pemahaman yang dangkal dan kurang obyektif, artinya masyarakat kita masih memandang pluralisme sebagai suatu hal yang bernilai negatif dan akan berakibat pada sebuah pertikaian yang menjurus pada suatu perpecahan. Istilah pluralisme sudah menjadi wacana umum yang berkembang di negara kita. Namun dalam masyarakat ada tanda-tanda bahwa orang memahami pluralisme hanya sepintas lalu saja, tanpa memperhatikan makananya yang lebih universal dan mendalam.

Pluralisme merupakan sunnatullah di alam ini. Kita dapat melihat dalam kerangka manusia, Allah menciptakan berbagai suku bangsa dan dalam kerangka kesatuan bangsa Allah menciptakan beragam suku. Dalam kerangka kesatuan bahasa Allah menciptakan beragam dialek. Tentunya masih banyak lagi sunnah pluralisme yang Allah tunjukkan di alam ini. Permaslaahannya sekarang adalah bagaimana pandangan Islam tentang prinsip kepemimpinan dalam masyarakat plural tersbut dan hikmah apa yang dapat diambil sebagai makhluk-Nya atas sunnah pluralisme ini. Pada dasarnya paham kemajemukan atau pluralisme pada hakikatnya, tidak cukup dengan hanya sikap mengakui dan menerima kenyataan bahwa masyarakat itu bersifat majemuk, tetapi yang lebih mendasar harus disertai dengan sikap tulus menerima kemajemukan itu dengan nilai positif dan merupakan rahmat Tuhan kepada manusia. Disamping itu pluralisme juga merupakan suatu perangkat untuk mendorong pemberdayaan budaya bangsa.

Adapun pluralisme dalam Islam diterima sebagai kenyataan sejarah yang sesungguhnya diwarnai oleh adanya pluralisme kehidupan manusia itu sendiri. Dalam hubungannya dengan pluralisme, Islam menetapkan prinsip untuk saling menghormati dan saling mengakui eksistensi agama, budaya dan suku masing-masing. Oleh karena itu Islam secara jelas menegaskan tidak ada prinsip paksaan dalam masalah pluralisme apalagi masalah pluralisme agama.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research), yakni data-data yang diperlukan berasal dari buku-buku dan literatur lain yang berkenaan dengan topik bahasan. Dan dalam pengumpulannya diperoleh dari buku-buku yang membahas masalah kepemimpinan dan masalah pluralisme secara umum. Kemudian setelah data tersebut terkumpul dilakukan analisa dengan menggunakan metode kritis, yang didukung dengan metode deduktif dalam pengambilan keputusan.

9

Page 12: Makalah Agama Islam

C. Dakwah Tokoh Islam Dalam Masyarakat Plural

Kata plural berarti “more than one”, lebih dari satu, atau banyak. Dalam perkembangannya istilah ini kemudian digunakan untuk menunjukkan suatu paham religiusitas yang struktur fundamentalnya mengacu pada pengertian tentang keragaman agama-agama, dan dari keragaman tersebut masing-masing mengandung kebenaran dan secara substansial dapat memberikan manfaat serta keselamatan bagi penganutnya. Lebih dari itu kaum pluralis tidak saja meyakini adanya kemajemukan (dalam agama) melainkan terlibat aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut.

Di tengah pluralitas agama, kaum pluralis harus bersyaratkan satu hal, yaitu komitmen yang kokoh dan rasa kepemilikan yang tinggi terhadap agama masing-masing. Seorang pluralis dalam berinteraksi dengan aneka ragam agama, tidak saja dituntut untuk membuka diri belajar dan menghormati mitra dialognya, akan tetapi yang penting ia harus commited terhadap agama yang dianutnya.

Dalam perspektif Islam, masyarakat pluralistik merupakan pengalaman paling dini dari historisitas keberagamaan Islam era ke-Nabian. Masyarakat pluralistik sudah terbentuk dan telah menjadi kesadaran umum pada saat itu. Keadaan demikian sudah sewajarnya lantaran secara kronologis Islam memang muncul setelah berkembangnya agama Hindu, Budha, Katolik, Yahudi, Majusi, dan Zoroaster. Untuk itu dialog antar iman termasuk tema sentral Qurani.

Sebagai upaya meminimalisasi dampak dan implikasi negatif dari sifat truth claim para pemeluk agama, maka al-Qur’an sejak mula diwahyukan, mengajak kepada seluruh penganut agama dan pemeluk Islam untuk mencari titik temu (kalimat sawâ) di luar aspek teologi yang memang sudah berbeda sejak dari semula. Pencarian titik temu lewat perjumpaan dan dialog yang konstruktif berkesinambungan merupakan tugas kemanusiaan yang perennial, yang abadi tanpa henti-hentinya. Pencarian titik temu tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui reinterpretasi atau rekonstruksi ulang pemahaman umat beragama tentang hakikat suatu kebenaran, yang bukan merupakan monopoli golongan tertentu, melalui pintu para tokoh agama masing-masing agama.

Paling tidak ada empat cara pandang yang kemudian melahirkan sikap hidup beragama dari masyarakat beragama itu sendiri dalam melihat dan mempraktekkan keberagamaan mereka, yaitu: (1) sikap eksklusif, (2) sikap toleran (3) sikap inklusif, dan (4) sikap pluralis.

10

Page 13: Makalah Agama Islam

Sikap eksklusif adalah suatu sikap atau paham yang dianut dan dihayati oleh kelompok sosial yang mengandung makna “terpisah dari yang lain khusus dan tidak mencakup” Ketika menjadi suatu paham disebut ekslusivisme, yaitu paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat dan memiliki kecenderungan untuk melihat kelompoknya sebagai satu-satunya kelompok yang ada. Komunitas agama yang eksklusif memandang, bahwa hanya agamanya saja yang paling benar untuk semua orang, agama lain dengan sendirinya salah. Penganut agama lain kadang dianggap sebagai agama yang harus diperangi dan dimusnahkan dari muka bumi.

Sebagai pandangan yang “tertutup”, eksklusif dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu eksklusif absolut dan eksklusif relatif. Eksklusif absolut adalah pandangan yang mengacu pada suatu pemahaman, yang secara sederhana melihat kebenaran hanya terdapat dalam tradisi agama sendiri, sekaligus memandang agama dan kepercayaan orang lain adalah keliru atau tidak benar. Pandangan ini merupakan pandangan umum yang diperpegangi oleh umat beragama, termasuk di dalamnya umat Islam. Adapun kelanjutan eksklusif absolut, yaitu eksklusif relatif, paham ini muncul sebagai akibat dari tradisi keberagamaan yang terlalu menekankan eksklusif absolut. Pandangan eksklusif relatif berangkat dari kerangka konseptual yang berdiri di atas landasan berfikir, bahwa berbagai sistem kepercayaan agama tidak dapat dibandingkan satu sama lain karena orang harus menjadi “orang dalam” untuk dapat mengerti kebenaran masing-masing agama.

Sikap hidup beragama lainnya yang muncul dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia adalah sikap toleran atau toleransi beragama. Sikap toleran berada satu tingkat di atas sikap eksklusif. Jika eksklusif mengandaikan ketertutupan serta memandang agama orang lain adalah salah dan pada kondisi tertentu memungkinkan untuk diperangi atau dimusnahkan, maka sikap toleran adalah sikap yang berdiri di atas pemahaman yang didasari oleh rasa saling hormat namun secara prinsip masih memegang keyakinan, bahwa hanya agamanyalah satu-satunya kebenaran.

Sebagai anti tesis dari sikap eksklusif adalah sikap inklusif. Bila eksklusif mengandaikan ketertutupan dalam melihat dan memandang idiologi yang berbeda, maka inklusif adalah sikap yang sebaliknya. Inklusif adalah suatu pandangan yang terbuka dalam menyikapi suatu kenyataan di luar lingkungannya dan memandangnya sebagai suatu kenyataan yang harus diakui dan diperhitungkan keberadaannya, diberi perhatian bukan untuk mereduksinya tetapi untuk menghargai dan memberi apresiasi yang berimbang terhadap realitas tersebut. Sebagai suatu sikap di dalam kehidupan beragama, inklusif tidak saja mengejawantah dalam rumusan teoritis tetapi juga dalam

11

Page 14: Makalah Agama Islam

tindakan. Inklusif memandang, bahwa agama yang dianut dan diyakini bukanlah satu-satunya kebenaran yang mesti diperuntukkan kepada semua orang, tetapi juga memandang, bahwa mereka yang berada di luar lingkungan agamanya juga memiliki aspek-aspek kebenaran yang penting dan baik untuk diperhatikan. Sebagai suatu realitas, eksklusif dan inklusif, dalam aspek-aspek tertentu tidak harus disikapi sebagai dua hal yang bertentangan atau berlawanan, melainkan sebagai dua sikap yang dapat saling berhubungan satu sama lain. Hubungan tersebut dapat terjalin dengan baik bila yang kedua (inklusif) menjadi perkembangan dari yang pertama (eksklusif).

Adapun sikap beragama berikutnya adalah pluralis, yang berpandangan bahwa selain kebenaran agama yang dianutnya, agama-agama lain juga memiliki kebenaran sebagaimana kebenaran agama yang diyakini. Bahkan kebenaran agama lain dapat memperkaya kehidupan rohani bagi yang tidak memeluk agama tersebut. Memang tidak semua kebenaran atau nilai-nilai yang ada dalam suatu agama dapat seluruhnya diserap oleh kelompok budaya lain karena terdapat kebenaran yang khas menjadi milik suatu agama dan budaya. Ketika sampai batas ini manusia mengembangkan sikap paralelis, menerima bahwa ada perbedaan tetapi pada saat yang sama, ia menghormati perbedaan dan tidak begitu saja mengambil alihnya.

Pandangan tersebut berbeda dengan pandangan MUI dalam teks fatwanya yang disampaikan dalam Munas ke-7 di Jakarta pada tanggal 25-29 Juli 2005. Dalam fatwa tersebut pluralisme agama diartikan sebagai paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, dan oleh sebab itu setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Lebih lanjut MUI menyatakan bahwa dalam masalah akidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam artian haram mencampurkan antara akidah dan ibadah umat Islam dengan akidah dan ibadah pemeluk agama lain. Akan tetapi dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif dalam artian tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.

Pada zaman modern sekarang terdapat beragam respon yang dikemukakan oleh penganut-penganut agama terhadap orang lain agama. Ninian Smart menyederhanakan menjadi lima kategori; (1) eksklusif absolut, (2) ekslusif relatif, (3) inksklusif hegemonistik, (4) pluralis realistik, dan (5) pluralis regulatif.

Kategori pertama yaitu eksklusif absolut, merupakan pandangan umum yang terdapat dalam banyak agama. Pandangan ini secara sederhana melihat

12

Page 15: Makalah Agama Islam

kebenaran sebagai hanya terdapat dalam tradisi agama sendiri sedangkan agama lain dipandang sebagai sesuatu yang keliru. Wawasan ini agaknya sangat rigid untuk dijadikan sandaran dalam upaya menciptakan harmoni sosial untuk tidak menyatakan berbahaya. Kesulitannya menurut Smart, adalah bahwa setiap orang dapat membuat klaim kebenaran semacam ini sehingga dapat berimplikasi bagi lahirnya benih-benih konflik, bahkan jika setiap tradisi agama menekankan pada posisi eksklusif absolut akhirnya akan jatuh pada ekslusif relatif.

Kategori kedua, eksklusif relatif berpandangan bahwa berbagai sistem kepercayaan agama tidak dapat dibandingkan satu sama lain karena orang harus menjadi orang dalam untuk dapat mengerti kebenaran masing-masing agama. Karenanya setiap keyakinan agama tidak pernah mempunyai akses terhadap kebenaran agama lain. Lebih lanjut Smart menyatakan bahwa posisi dan cara pandang ini sangat riskan untuk dipertahankan sebab dapat merusak kebenaran itu sendiri.

Kategori ketiga, inklusif hegemonistik mencoba melihat ada kebenaran yang terdapat dalam agama lain, namun menyatakan prioritas pada agamanya sendiri. Pandangan ini banyak ditonjolkan dalam berbagai dialog antarumat beragama. Smart memasukkan sikap Islam ke dalam kategori inklusif hegemonistik karena di dalam agama ini terdapat pengakuan terhadap agama Kristen dan Yahudi sebagai agama wahyu dan dalam hukum Islam kelompok non muslim diberi suatu otonomi parsial di dalam keseluruhan sistem Islam.

Kategori keempat, disebut dengan pluralis realistik, yaitu pandangan yang menyebutkan bahwa setiap agama merupakan jalan hidup yang berbeda-beda atau merupakan berbagai versi dari satu sumber kebenaran yang sama yaitu Tuhan. Gagasan ini mulanya dilontarkan oleh Swami Vivikenada pada Parlemen Agama-agama Dunia di Chicago tahun 1893. Menurutnya suatu kebenaran mempunyai level-level di mana pada level yang lebih tinggi Yang Maha Mutlak tidak bisa diekspresikan pada level lebih rendah. Dia muncul dalam sebutan God, Allah dan seterusnya. Sebagaimana Vivikenada, Smart yang berangkat dari teori Copernicus, menyatakan bahwa agama seperti planet-planet yang mengorbit di sekitar Yang Maha Nyata, tiap-tiap agama memiliki pandangan tersendiri mengenai hakikat Tuhan, yang betapapun merupakan suatu noumena terhadap mana agama-agama empiris dapat dikatakan sebagai fenomenanya.

Kategori kelima, pluralis regulatif, merupakan pandangan bahwa sementara berbagai agama memiliki nilai-nilai dan kepercayaan masing-masing, mereka mengalami suatu evolusi historis dan perkembangan ke arah suatu kebenaran bersama, hanya saja kebenaran bersama tersebut belum lagi

13

Page 16: Makalah Agama Islam

terdefinisikan. Pandangan ini tampak jelas dalam berbagai dialog antar agama yang tidak menentukan bagaimana hasil akhir dari dialog tersebut.

Berbeda dengan gagasan di atas, A. Mukti Ali dalam merespon pluralitas beragama mengajukan lima konsep, yaitu:

Pertama semua agama adalah sama dan disebut sebagai sinkretisme, yaitu berbagai aliran dan gejala-gejala yang mencoba mencampurkan segala agama menjadi satu dan menyatakan bahwa semua agama pada hakekatnya adalah sama. Di Indonesia paham ini juga hidup subur, terlihat pada ajaran kejawen. Menurut Ali, dari segi teologi dasar sinkretisme ialah pandangan yang tidak melihat adanya garis batas antar Khalik dan makhluk-Nya. Pandangan ini tidak dapat diterima karena menyamakan Khalik dengan makhluk.

Kedua, yaitu dengan jalan reconception, artinya menyelami dan meninjau kembali agama sendiri dalam konfrontasinya dengan agama lain. Gagasan ini pertama kali diluncurkan oleh WE. Hocking dalam Living Religion and a World Faith. Menurutnya agama adalah bersifaf pribadi dan bersifat universal juga. Dengan jalan ini orang makin mengenal agamanya sendiri dan akan melihat bahwa inti yang baik dari agamanya itu terdapat juga dalam agama-agama lain. Dengan dimasukkannya unsur-unsur agama lain ke dalam agama sendiri maka segalanya akan berkembang ke arah satu persatuan dan akan tercapai suatu consociation suatu koeksistensi religius. Di sini agama besar bagaikan sungai-sungai mengalir menjadi satu. Pemikiran ini tidak dapat diterima karena agama di sini menjadi produk pemikiran manusia, padahal agama adalah wahyu yang memberi petunjuk kepada akal manusia bukan sebaliknya.

Ketiga, dengan jalan sintesis, yaitu menciptakan suatu agama baru yang elemen-elemennya diambil dari berbagai agama supaya tiap-tiap pemeluk agama merasa bahwa sebagian dari ajaran agamanya telah terambil dalam agama sintesis itu. Dengan jalan ini orang menduga bahwa kehidupan pemeluk agama akan menjadi rukun. Pemikiran ini juga tidak dapat diterima karena agama punya latar belakang sejarah sendiri-sendiri yang tidak bisa disintesiskan.

Keempat, jalan penggantian, ialah mengakui bahwa agamanya sendiri yang benar sedang agama lain salah dan berusaha agar orang lain masuk ke dalam agamanya. Agama yang hidup dan berbeda dengannya harus diganti dengan yang ia peluk dan dengan itu ia menduga bahwa kerukunan hidup beragama baru dapat tercipta. Pendapat ini pun tidak dapat diterima dalam masyarakat yang majemuk, akan timbul intoleransi karena orang akan berusaha dengan segala cara untuk menarik orang lain ke dalam agamanya.

14

Page 17: Makalah Agama Islam

Kelima, jalan agree in disagreement (setuju dalam perbedaan). Seseorang percaya bahwa agama yang ia peluk itulah agama yang paling baik dan benar di antara yang lainnya, selain terdapat perbedaan juga terdapat persamaan. Berdasarkan pengertian itulah akan menimbulkan sikap saling menghargai antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama lainnya dan berusaha agar tindak laku lahirnya sesuai dengan ucapan batinnya yang merupakan dorongan agama yang ia peluk.

Selanjutnya mengenai konsep strategi dakwah dalam tulisan ini adalah upaya-upaya (cara) untuk mencapai goal atau apa yang menjadi tujuan dakwah itu sendiri. Cara dimaksud memiliki empat unsur pokok yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Pertama, fact finding, yaitu upaya mendapatkan data yang sesungguhnya mengenai kondisi obyektif masyarakat sebagai obyek dakwah. Kedua, planning (perencanaan) sekaligus merumuskan tujuan yang hendak dicapai dengan menentukan tahapan-tahapan skala prioritas. Ketiga, actuating (melaksanakan kegiatan dakwah baik berupa bi al-kitâbah, bi al-lisân, maupun bi al-hâl). Keempat, evaluating, yaitu mengukur seberapa besar keberhasilan dakwah serta controling, yaitu mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab penyimpangan dan mengambil tindakan korektif.

Strategi dakwah tersebut seyogyanya dilakukan oleh tokoh agama dalam rangka memelihara harmoni sosial. Harmoni sosial dimaksud adalah suatu konsep keharmonisan hubungan yang dinamis dari tiga aspek, yaitu kondisi antara kelompok berbeda yang dinamis, rukun/selaras, dan saling menguntungkan/seimbang, dan keharmonisan hubungan tersebut dapat terjadi tidak harus dengan melebur identitas etnik, budaya, atau agamanya sendiri.

Dalam rangka memelihara harmoni sosial, maka pesan dakwah ditekankan pada nilai-nilai moral seperti kasih sayang, cinta kasih, tolong menolong, toleransi, tenggang rasa, kebajikan, menghormati perbedaan pendapat, dan sikap-sikap kemanusiaan yang mulia lainnya. Dalam dakwah yang demikian ditanamkan sikap dan kesadaran dewasa dalam menghadapi perbedaan agama dan perilaku keagamaan. Antarumat beragama bersatu menentang ketidakadilan, status quo, monopoli dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan lainnya. Paradigma dakwah ditekankan pada aspek emansipatoris, transformasi sosial, mengapresiasi humaniora dan pembentukan kesadaran pada obyek dakwah (masyarakat mad’u) agar tercipta suasana harmoni sosial. Pesan atau materi dakwah yang demikian tentu saja dapat mengacu pada tiga aspek pokok ajaran Islam, yaitu masalah akidah, syariat/ibadah, dan ahlak.

15

Page 18: Makalah Agama Islam

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari masalah yang ada dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Sebenarnya berbicara tentang konsep pluralisme, sama halnya membicarakan tentang sebuah konsep kemajemukan atau keberagaman, dimana jika kita kembali pada arti pluralisme itu sendiri bahwa pluralisme itu merupakan suatu kondisi masyarakat yang majemuk.

Islam sebagai agama yang turun dari Allah SWT, telah mengatur bagaimana kita berinteraksi dengan umat lainnya, apalagi di dalam Masyarakat Plural yang begitu beraneka ragam kepercayaannya. Semua itu sudah di atur dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits.

SARAN

Diharapkan dengan makalah sederhana yang saya buat ini, pengetahuan yang dimiliki oleh penulis dan para pembaca dapat bertambah luas dalam memandang perbedaan dan keanekaragaman agama,suku,bangsa, dan lain-lain di kehidupan sehari-hari terutama tentang “ISLAM & MASYARAKAT PLURAL”. Kemudian setelah kita semua dapat memahaminya semoga saja kita dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, Amin Ya Rabb.

16

Page 19: Makalah Agama Islam

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Prinsip Kepemimpinan Terhadap Masyarakat Plural Dalam Pandangan Islam. http://digilib.itb.ac.id/

Anonim. 2012. Rasulullah Juga Membangun Masyarakat Plural. http://www.tribunnews.com

Qodir, Zuly. 2003. Islam Liberal : Paradigma Baru Wacana dan Aksi Islam Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Nasikun. 1984. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta : PT Grafiti Pers

Andi. 2008. Eksklusivitas Islam dan Masyarakat Majemuk. http://anditoaja.wordpress.com

Basri, Seta. 2012. Indonesia Adalah Masyarakat Majemuk. http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/indonesia-adalah-masyarakat-majemuk.html

17