makalah

download makalah

of 13

Transcript of makalah

1. Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan bangsa yang majemuk. Kemajemukan tersebut meliputi agama, budaya, adat istiadat, bahasa, suku, karakteristik masyarakat dan wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Berbagai keanekaraman ini merupakan rahmat dan karunia dari Allah SWT yang tak ternilai harganya. Sebagai Negara yang memiliki sejarah panjang dalam memproklamirkan kemerdekaannya, Bangsa Indonesia tak lepas dari perjuangannya dalam mengusir para penjajah. Namun demikian, ada satu keyakinan yang tertanam dalam diri bangsa Indonesia yang masyarakatnya lebih dikenal dengan nilai-nilai relegius ini. Satu hal yang membuat kita merasa bahwa usaha manusia tak ada artinya apabila tak ada campur tangan dari Sang Halik yaitu pengakuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam Alinea Ketiga Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi : Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Makna alinea kedua UUD 1945 di atas menyiratkan kepada kita bahwa kemerdekaan yang dicapai lebih kurang 65 tahun yang lalu merupakan anugerah dari Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi beserta isinya ini untuk kesejahteraan manusia. Artinya bahwa berusaha tanpa berdoa akan menjadi sia-sia karena pada dasarnya manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah SWT sebagai tanda syukur atas nikmat dan karuniaNya itu. Oleh sebab itu, para the Founding Father negeri ini memiliki alasan kenapa perjuangan dalam merebut kemerdekaan dengan mengorbankan nyawa, harta dan benda pada akhirnya mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia adalah rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa sedangkan factor keinginan untuk menjadi negeri yang bebas dari penjajahan merupakan faktor pendorong untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Kaitannya dengan topik permasalahan terkait dengan pengambilan kebijakan manusia Indonesia yang percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusian yang adil dan beradab, maka perlu diketahui bahwa berbicara masalah keyakinan umat beragama di Indonesia ini pun diakui dalam konstitusi Indonesia yaitu Pasal 28 E, Pasal 28 J dan Pasal 29 Ayat (2). Tindaklanjutnya diatur lagi melalui peraturan peundang-undangan baik dalam bentuk UU maupun kebijakan derivasinya.

1

Pengakuan tentang keberadaan Sang Pencipta bukan hanya ada dalam konstitusi Indonesia tetapi pruduk hukum yang mengatur tentang kehidupan berbangsa dan bernegara pun tak lupa mencantumkan kebesaran Illahi. Hal ini bisa kita jumpai kalimat Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa pada berbagai produk hukum yang mengakui bahwa Tuhanlah yang berada di balik rencana manusia. Disini saya cenderung berbicara masalah kehidupan beragama yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa demikian? Karena salah satu keunikan yang dimiliki bangsa ini adalah kehidupan beragama yang toleran, saling menghormati satu sama lain dan bisa hidup berdampingan dengan beda keyakinan. Oleh karena itu, tak heran jika dalam kunjungannya ke Indonesia 9-10 November 2010 lalu, Presiden Amerika Serikat Barack Husein Obama memuji Indonesia setinggi langit dengan mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tetapi mampu berdampingan dengan pemeluk agama lain dan kondisi ini hanya terjadi di Indonesia sehinga menjadi kebanggaan tersendiri bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Pujian dan sanjungan seolah hanya sebagai pemanis bibir semata dari mereka yang senantiasa memiliki maksud ibaratnya ada udang di balik batu mengingat hingga saat ini, Indonesia masih menyimpan persoalan terkait dengan kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi ini. Sebagai contohnya adalah banyak kasus bernuansa SARA yang belum diselesaikan seperti penyerangan Jemaat HKGB di Bekasi beberapa waktu lalu. Terkait dengan permasalahan ini, akan dibahas lebih lanjut kenapa sehingga jati diri sebagai bangsa yang toleran semakin menepis seiring dengan kemajuan peradaban umat manusia di muka bumi.

2. Rumusan Kebijakan Kehidupan Beragama di Indonesia Saat ini, Indonesia memiliki 6 agama yang diakui oleh Negara yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Agama Khonghucu sendiri baru diakui oleh Negara pada rezim pemerintahan Megawati Soekarno Puteri. Untuk menjamin terselenggaranya kehidupan beragama di Indonesia, maka perlu ada kebijakan yang mengatur tentang kerukunan umat beragama. Kebijakan ini sangat penting mengingat dalam Negara yang majemuk seperti ini, terlebih sistem demokrasi yang menjamin kebebasan orang dalam berpendapat, berkarya dan memiliki kepercayaan berdasarkan keyakinannya

2

terkadang menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Kasus terakhir yang membuat para petinggi republik ini kebakaran jenggot adalah kasus penyerangan jemaat HKGB di Bekasi. Sebelumnya kasus serupa menimpa jamah Ahmadiyah yang yak lain adalah sekelompok umat islam yang berbeda aliran dengan umat Islam pada umumnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peran Negara begitu lemah dalam mengatur hubungan kerukunan umat beragama. Oleh sebab itu, perlu adanya ketegasan sikap dalam bentuk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kerukunan umat beragama di Indonesia. Ada dua kebijakan besar yang diambil pemerintah dalam membangun dan memelihara kerukunan umat beragama di Indonesia yaitu: 1) Pemerintah berupaya memberdayakan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok agama serta pemuka agama pada khususnya untuk menyelesaikan sendiri masalah-masalah kerukunan umat beragama, seperti pendirian wadah-wadah musyawarah antar umat beragama di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah dan instansi pemerintah lainnya memfasilitasi dan memberi dukungan terhadap berbagai dialog antar umat beragama, pendidikan agama berwawasan kerukunan, dan pengembangan wawasan multikultural di kalangan pemuka agama. Dialog pengembangan wawasan multkultural antara pemuka agama pusat dan daerah misalnya, dalam beberapa tahun terakhir telah dilaksanakan di berbagai provinsi dengan difasilitasi pemerintah. Melalui kegiatan dialog ini telah terungkap sejumlah kearifan lokal yang berperan dalam membina kehidupan yang harmonis di antara warga masyarakat yang memeluk aneka ragam agama. Sebagai contoh, di Sumatera Utara terdapat adapt dalihan na tolu. Di Bali ada konsep menyama braya (rasa persaudaraan). Di Jambi dan Pekanbaru dijumpai budaya dan adat Melayu yang sarat dengan petuah-petuah bijak yang menjunjung persatuan bangsa. Begitu juga di Jawa Timur ada konsep siro yo ingsung, ingsung yo siro, yang merupakan perwujudan kongkrit egalitarianisme dan sikap persaudaraan. Di Kalimantan Tengah terdapat Rumah Betang, yaitu rumah panjang yang dihuni berbagai anggota keluarga yang mungkin juga berbeda agama, yang dilandasi cinta, kasih sayang, persaudaraan dan kerukunan; begitu juga konsep handep/habaring hurung yang menjunjung nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan. Di Sulawesi Selatan terdapat kearifan setempat suku Bugis yaitu konsep sipakalebbi dan sipakatu yang

3

berarti saling menghormati dan mengingatkan. Di Maluku Utara, konsep Mari Moi Ngone Foturu yang artinya bersatu, maka kita kuat memayungi semangat keberagaman masyarakat yang memiliki latar belakang agama, budaya, adat istiadat, dan bahasa yang berbeda. Demikian beberapa contoh kearifan lokal atau local wisdoms di sejumlah daerah, baik kearifan yang telah lama mentradisi menjadi bagian budaya daerah setempat maupun kearifan baru yang disepakati bersama. Selain itu, kegiatan-kegiatan dialog ini berhasil mengidentifikasi sejumlah hal yang disebut-sebut potensi kerukunan dan ketidarukunan umat beragama pada setiap daerah. Dengan demikian, kegiatan dialog ini memberi sejumlah masukan untuk dikembangkan ataupun dihindari dalam rangka memantapkan kerukunan umat beragama di daerah itu.

2) Pemerintah memberikan rambu-rambu dalam pengelolaan kerukunan beragama itu, baik yang dilakukan oleh umat sendiri maupun pemerintah. Rambu-rambu itu berupa peraturan perundangan yang mengatur lalu lintas kehidupan warga Negara yang mungkin memiliki kepentingan berbeda karena kebetulan menganut agama berbeda. Di antara peraturan perundang-undangan yang telah dimiliki untuk membina kerukunan umat beragama adalah sebagai berikut: 1. Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Bab XA Hak Asasi Manusia (HAM): Pasal 28 E 1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran memilih kewarganegaraan memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali; 2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 28 J 1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. 2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas

4

hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. 2. Pasal 29 ayat (2) UUD Tahun 1945 yang berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya. 3. Undang-Undang Nomor 1 PNPS/1965 tanggal 27 Januari 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, beserta

Penjelasannya yo . UU No. 5 Tahun 1969. Undang-Undang ini telah berhasil menjaga kerukunan umat beragama dan mengurangi atau bahkan mencegah pernyataan penistaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) dan pernyataan kebencian antarumat beragama di depan publik. 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, khusus Pasal 53-55 yang mengatur tentang pemberian bantuan kepada organisasi keagamaan di Papua. 5. Keputusan Menteri Agama Nomor 70 Tahun 1978, tanggal 1 Agustus 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama di Indonesia. 6. Keputusan Menteri Agama Nomor 70 Tahun 1978, tanggal 15 Agustus 1978 tentang Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. 7. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun L979, tanggal 2 Januari 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia ; 8. Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tanggal 11 April 1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai Aliran-Aliran Kepercayaan ; 9. Instruksi Menteri Agama Nomor 14 Tahun 1979 tanggal 31 Agustus 1978 tentang Tindak Lanjut Istruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun L978, tanggal 11 April 1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai Aliran-Aliran Kepercayaan 10. Instruksi Menteri Agama Nomor 8 Tahun t979, tanggal 27 September 1979 tentang Pembinaan Bimbingan, dan Pengawasan terhadap Organisasi dan Aliran dalam Islam yang Bertentangan dengan Ajaran Islam. 11. Surat Edaran Menteri Agama Nomor MA/432/1981 tanggal 2 September 1981 tentang Penyelenggaraan Hari-Hari Besar Keagamaan 12. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 Bab 31 yang

5

menetapkan arah dan kebijakan dan program-program pokok pembangunan di bidang agama. 13. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 3006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat. 14. Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2006 tentang Visi dan Misi Departemen Agama Seperti diketahui, sekitar akhir tahun 2004 atau awal 2005 mencuat kembali pendapat-pendapat dalam masyarakat yang menganjurkan untuk mencabut atau mempertahankan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya. Merespon perkembangan tersebut, maka Departemen Agama melalui Badan Litbang dan Diklat Keagamaan telah melakukan kajian terhadap SKB tersebut pada tanggal 31 Maret 2005, kajian tersebut telah selesai. Diantara hasil kajian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bahwa masalah pendirian rumah ibadah memang dapat menjadi penyebab terganggunya hubungan antar umat beragama, karenanya perlu diatur kembali. Tanpa pengaturan justru dapat mengarah kepada suasana anarkis atau bahkan chaos. 2. Bahwa dalam SKB Nomor 1/1969 tersebut terdapat kalimat-kalimat yang multitafsir. 3. Bahwa gangguan hubungan antar umat beragama akibat persoalan pendirian rumah ibadah biasanya terjadi karena kurangnya komunikasi antara pihakpihak yang hendak mendirikan rumah ibadah dan umat beragama di sekitar lokasi pendirian rumah ibadah 4. Bahwa adanya SKB tersebut ternyata tidak menghalangi berdirinya rumahrumah ibadah baru. Setelah mengkaji data statistik yang ada dengan membandingkan keadaan tahun 1977 dan 2004, jumlah rumah ibadah bagi semua kelompok agama ternyata meningkat pesat, yaitu :

6

Negara

menjamin

kemerdekaan

tiap-tiap

penduduk

untuk

memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

3. Program Peningkatan Kehidupan Beragama di Indonesia 3.1. Program Peningkatan pelayanan Kehidupan Beragama Program ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi umat beragama dalam melaksanakan ajaran agama, mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelayanan kehidupan beragama. Sasaran yang ingin dicapai adalah tertatanya sistem kelembagaan dan manajemen pelayanan serta terpenuhinya sarana dan prasarana keagamaan guna memberi kemudahan bagi umat beragama dalam menjalankan ibadah. Kegiatan pokok yang dilaksanakaan antara lain meliputi: 1. Memberikan bantuan untuk rehabilitasi tempat ibadah dan pengembangan perpustakaan tempat peribadatan; 2. Meningkatkan pelayanan nikah melalui peningkatan kemampuan dan jangkauan petugas pencatat nikah serta pembangunan dan rehabilitasi balai nikah dan penasehat perkawinan (KUA); 3. Memberikan bantuan sertifikasi tanah wakaf, tanah gereja, pelaba pura dan wihara serta hibah; 4. Meningkatkan fungsi dan peran tempat ibadah sebagai pusat pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat melalui bantuan untuk pengembangan perpustakaan; 5. Meningkatkan mutu pembinaan pelayanan, perlindungan jamaah, efisiensi, transparansi, dan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam

penyelenggara ibadah haji; 6. Meningkatkan pelayanan pembinaan keluarga sakinah/sukinah/hita sukiyah/bahagia; 7. Meningkatkan pembinaan jaminan produk halal dan pelatihan bagi pelaku usaha, auditor,serta meningkatkan kerja sama sektor terkait di bidang produk halal; 8. Meningkatkan pelayanan dan pengelolaan zakat dan wakaf serta ibadah sosial lainnya; 9. Memberikan bantuan kitab suci dan lektur keagamaan;

7

10. Meningkatkan sarana dan kualitas tenaga teknis hisab rukyat; 11. Melanjutkan pengembangan sistem infromasi keagamaan; 12. Meningkatkan kualitas pelayanan keagamaan.

3.2. Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan, dan Pengembangan Nilai-Nilai Keagamaan Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai ajaran agama bagi setiap individu, keluarga,masyarakat,dan penyelenggara negara. Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya pemahaman penghayatan dan pengamalan agama,serta

pengembangan nilai-nilai keagamaan. Kegiatanp okoky angd ilaksanakaann taral ainm eliputi: 1. Melakukan penyuluhan dan bimbingan keagamaan bagi masyarakat dan aparatur Negara melalui bantuan operasional untuk penyuluh agama; 2. Menyediakan sarana dan prasarana penerangan dan bimbingan keagamaan; 3. Melaksanakan pelatihan bagi penyuluh pembimbing, mubalig/dai dan orientasi bagi pemuka agama; 4. Mengembangkan materi, metodologi, manajemen penyuluhan dan bimbingan keagamaan; 5. Memberikan bantuan paket dakwah untuk daerah tertinggal, bencana alam, pasca konflik; 6. Memberikan bantuan penyelenggaraan musabaqah tilawatil qur'an (MTQ), Pesparawi Utsawa, Dharma Gita, Festival Seni Baca Kitab Suci Agama Budha dan kegiatan sejenis lainnya; dan 7. Membentuk jaringan dan kerjasama lintas sektor serta masyarakat untuk memberantas pornografi, pornoaksi, praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), perjudian, penyalahgunaan narkoba, prostitusi dan berbagai jenis praktek asusila lainnya.

3.3. Program Peningkatan Pendidikan Agama dan Keagamaan Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemahaman,

penghayatan dan pengamalan ajaran agama bagi peserta didik pada semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan guna meningkatkan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan budi pekerti luhur yang terwujud dalam perilaku keseharian serta

8

mempersiapkan peserta didik menjadi ahli ilmu agama. Sasaran yang ingin dicapai adalah terbinanyai ndividu-individu yang mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama sehingga tercipta masyarakat beragama yang baik, serta terbinanya calon-calon ahli ilmu agama yang kompeten. Kegiatan pokok yang dilaksanakaann taral ainm eliputi: 1. Menata-ulang kurikulum dan materi pendidikan agama agar berwawasan multikultural, pengembangan konsep etika sosial berbasis nilai-nilai agama, metodologi pengajaran dan sistem evaluasi; 2. Melanjutkan penataran tenaga kependidikan dan penyetaraan D -II dan D-III bagi guru agama; 3. Melanjutkan pengembangan wawasan dan pendalamanm ateri bagi pendidik dan tenaga kependidikan agama dan keagamaan melalui berbagai lokakarya, workshop, seminar, studi banding dan orientasi; 4. Memenuhi kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan agama; 5. Melaksanakan perkemahan pelajar/mahasiswa, lomba karya ilmiah agama, dan pementasan seni keagamaan; 6. Membina dan mengembangkan bakat kepemimpinan keagamaan bagi peserta didik, santri, mahasiswa, dan guru/dosen agama; 7. Menyelenggarakan pesantren kilat, pasraman kilat,

babaja/samanera/samaneril; 8. Memberikan bantuan sarana/ peralatan, buku pelajaran agama, buku bacaan bernuansa agama lainnya pada sekolah umum, perguruan tinggi umum dan lembaga pendidikan keagamaan; 9. Melaksanakan pendidikan pascasarjana (S -2 dan S-3) bagi pendidik dan tenaga kependidikan dan 10. Melakukan keagamaan. kerjasama internasional program pendidikan agama dan

3.4. Program Peningkatan Kerukunan Umat Beragama Program ini bertujuan untuk memantapkan dasar-dasar kerukunan intern dan antar umat beragama, dilandasi nilai-nilai luhur agama untuk mencapai keharmonisan sosial menuju persatuan dan kesatuan nasional, Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya suasana kehidupan keagamaan yang kondusif bagi pembinaan kerukunan intern dan antar umat beragama.

9

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi: 1. Melakukan internalisasi ajaran agama di kalangan umat beragama; 2. Membangun terciptanya hubungan antar umat beragama, majelis agama dengan pemerintah melalui forum dialog dan temu ilmiah; 3. Mewujudkan secretariat bersama antar umat beragama di seluruh propinsi; 4. Melakukan silaturahmi/safari kerukunan umat beragama baik nasional maupun ditingkat daerah/regionaI; 5. Membentuk Forum Komunikasi Kerukunan Antar Umat Beragama di tingkat propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan; 6. Melanjutkan pembentukan jaringan komunikasi kerukunan antar umat beragama beragama; 7. Melakukan rekonsiliasi tokoh-tokoh agama di daerah pasca konflik; 8. Menyediakan data kerukunan umat beragama; 9. Pembinaan umat beragama di daerah pasca konflik; 10. Sosialisasi wawasan multicultural bagi umat beragama; 11. Pengembangan wawasan multicultural bagi guru-guru agama; 12. Meningkatkan potensi kerukunan hidup umat beragama melalui pemanfaatan budaya setempat dan partisipasi masyarakat; 13. Mendorong tumbuh kembangnya wadah-wadah kerukunan sebagai dan meningkatkan peran jaringan kerjasama antar umat

penggerak pembangunan; 14. Melakukan silaturahmi antara pemuda agama, cendekiawan agama, tokoh agama; 15. Menyelenggarakan lomba kegiatan keagamaan bernuansa kerukunan di daerah potensi konflik; dan 16. Meningkatkan kualitas tenaga penyuluh kerukunan umat beragama.

3.5. Program Pengembangan Lembaga-Lembaga sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Keagamaan Program ini bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kapasitas, kualitas, serta peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan dalam menunjang perubahan sosial masyarakat, mengurangi dampak negative ekstrimisme masyarakat, serta memberikan pelayanan pendidikan dan

10

pengembangan sumber daya manusia terutama bagi masyarakat pedesaan dan ekonomil emah. Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya peranan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan dalam pembangunan nasional dan memperkuat nilai-nilai keagamaan dalam rangka menghadapi perubahans osial. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi: 1. Memberdayakalne mbaga-lembaga social keagamaan seperti kelompok jemaah keagamaan, majelis taklim, organisasi keagamaan, Baitul Mal watTamwil (BMT), 2. Badan Amil Zakat, dan petugas wakaf; 3. Memberikan bantuan untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; 4. Memberikan subsidi dan imbal-swadaya pembangunan dan rehabilitasi sarana serta prasarana kepada lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; 5. Memberikan block-grant dalam pengembangan manajemen lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; 6. Melakukan kunjungan belajar antar lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; 7. Melanjutkan upaya pengkajian, penelitian dan pengembangan dalam rangka peningkatan mutu pembinaan lembaga-lembaga social keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; 8. Membangun jaringan kerja sama dan sistem informasi tembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; 9. Meningkatkan kualitas tenaga pengelola lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan. 3.6. Program Penelitian dan Pengembangan Agama Program ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi bagi pengembangan kebijakan pembangunan agama, penyediaan data dan informasi bagi masyarakat akademik dan umum dalam rangka mendukung tercapainya program-program pembangunan agama. Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya data dan informasi keagamaan yang diperlukan dalam rangka mendukung pencapaian program pembangunan bidang agama.

11

Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi: 1. Melakukan kajian dan pengembangan dalam rangka peningkatan mutu pembinaan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung pelayanan

kehidupan beragama, peningkatan pemahaman, penghayatan, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai keagamaan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan agama dan keagamaan, peningkatan kerukunan dan harmonisasi kehidupan beragama, peningkatan mutu pembinaan lembaga social

keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan, dan pemberdayaan serta pemanfaatan lektur keagamaan; 2. Melakukan kajian dan pengembangan dalam rangka peningkatan kualitas dan perluasan sarana kediklatan; 3. Melakukan tinjauan bagi antisipasi dampak negatif modernisasi, globalisasi, dan Perubahan sosial yang semakin cepat dan kompleks; 4. Melakukan sosialisasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan melalui kegiatan workshop, seminar, penerbitan; 5. Menyelenggarakan lomba-lomba penulisan/karya ilmiah, buku cerita, sketsa dan komik keagamaan; 6. Meningkatkan kemampuan akademik tenaga struktural maupun fungsional antara lain melalui bedah buku.

4. Penutup 4.1. Kesimpulan Berbagai upaya telah dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah untuk mewujudkan suasana kehidupan yang harmonis, toleran, saling menghargai keberagaman dan perbedaan. Namun sampai saat ini wujud harapan tersebut belum sepenuhnya dapat direalisasikan. Konflik sosial masih acapkali terjadi di beberapa wilayah di tanah air dalam beberapa tahun terakhir. Dari hasil evaluasi ini beberapa hal yang dapat ditarik menjadi kesimpulan antara lain adalah bahwa berbagai upaya yang dilaksanakan selama ini belum dapat dikoordinasi secara baik. Intervensi dalam bentuk kebijakan dan kegiatan yang dilakukan masih bersifat sektoral belum terintegrasi, Di samping itu, pemerintah sering terlambat dalam penyelesaian masalah sehingga konflik tersebut sudah menjadi luas baik dalam dimensi cakupan luas wilayah dan bentuk serta sifat dari konflik itu sendiri. Sehingga memerlukan waktu, biaya, dan tenaga yang lebih besar.

12

4.2. Saran/Rekomendasi Sebagai rekomendasi kedepan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas peningkatan kerukunan umat beragama beberapa hal yang perlu

diperhatikan antara lain adalah: perlunya tipologi atau pemetaan wilayah berdasarkant ingkat harmonisasi sosial yang ada di masyarakat. Selanjutnya tipologi wilayah ini dapat menjadi peta bersama dalam rangka membina dan mewujudkan suasana yang harmonis dalam setiap wilayah/daerah. Tentunya tipologi wilayah ini tidak kaku, mengingat dinamika masyarakat yang selalu cepat berubah dan berkembang. Sehingga tipologi wilayah tersebut perlu di up date sesuai perkembangan yang terjadi di wilayah setempat. Beberapa kegiatan unggulan seperti pemahaman wawasan multikultural, perlu terus dikembangkan dan diperluas dengan melibatkan guru-guru serta tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda. Pemerintah sesuai tupoksinya dalam hal ini sebagai mediator dan fasilitator. Dengan demikian berbagai kegiatan dan kebijakan sudah saatnya untuk diserahkan kepada masyarakat termasuk lembaga social keagamaan yang tumbuh dan eksistensinya diakui oleh lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Desaign dan detail kegiatan dirancang bersama-sama dengan masyarakat setempat, karena mereka lebih memahami dan mengetahui penyebab munculnya akar permasalahan sehingga upaya penyelesaian akan lebih efisien dan efektif.H al lain yang perlu diperhatikana dalah berkaitan dengan kesinambungan. Bahwa upaya pembinaan kerukunan umat beragama tetap dilakukan secara terus-menerus yang berbeda adalah kadar treatment yang dilakukan. Sebagai contoh, bagi daerah yang sudah mereda tingkat ketegangan akibat konflik sosial bukan berarti sudah tidak diperlukanla gi upaya-upaya pembinaan seluruh kegiatan mulai dari up-date pemetaan sampai dengan pembentukan jaringan kerjasama dan mempertemukan tokoh-tokoh sentral masyarakat terus dilakukan untuk mewujudkan armonisasi bagi wilayahnya.

13