Makala Masjid Suro Palembang
-
Upload
didy-aribowo -
Category
Documents
-
view
244 -
download
22
description
Transcript of Makala Masjid Suro Palembang
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
1
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah menciptakan
alam semesta ini dengan segala kebesaraNya,dimana dengan melihat dan
mengamati ciptaaNya,manusia dapat berpikir dan mengembangkan pengetahuan
yang dimilikinya.Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahan kepada
Nabi Muhammad SAW,keluarga,sahabat dan pengikutnya pada akhir zaman.
Dengan dilandasi semangat sehingga makala ini dapat tersusun sebagai
tugas Akhir Semester dengan mata kuliah TEORI & SEJARAH ARSITEKTUR
Makala ini dibuat bertujuan supaya kita lebih memahami Sejarah dan
Arsitektur pada zaman dahulu dan perkembanganya pada masa sekarang.
Dan tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada :
Dosen Mata kuliah TEORI & SEJARAH ARSITEKTUR yaitu
Ibu.Aditha M.Ratna ,ST MT.
Saya berharap semoga makala ini bermanfaat khususnya bagi saya selaku
penyusun dan umumnya kepada para pembaca.
Atas perhatianya saya ucapkan terima kasih.
Palembang,12 Desember 2014
DidyAribowo
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 1
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................01
Daftar Isi................................................................................................................02
BAB I PENDAHULUAN
1.1.LatarBelakang..................................................................................................03
1.2. RumusanMasalah............................................................................................05
1.3.Tujuan Penulisan..............................................................................................05
1.4. Manfaat...........................................................................................................05
1.5. Metode Penelitian............................................................................................05
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian Masjid..........................................................................................07
2.2. Penyebaran Masjid..........................................................................................08
2.3. Arsitektur Masjid............................................................................................10
BAB III TINJAUAN UMUM OBJEK
3.1. Sejarah Masjid Besar Al-Mahmudiyah ..........................................................13
3.2. Bagian Bangunan Masjid Besar Al-Mahmudiyah..........................................16
3.3. Ornamen / Ragam Hias...................................................................................17
BAB IV ANALISA...............................................................................................19
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 2
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada masa klasik Islam, masjid mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dan
bervariasi dibandingkan fungsinya yang sekarang. Disamping sebagai tempat
ibadah, masjid juga menjadi pusat kegiatan sosial dan politik umat Islam. Lebih
dari itu, masjid adalah lembaga pendidikan semenjak masa paling awal Islam.
Masjid pula yang menjadi pilar utama pembangunan peradaban pada suatu negeri.
Inilah yang dicontohkan Rasulullah ketika pertama kali beliau menginjakan
kakinya di Madinah.
Praktek Rasulullah ini menjadi panutan bagi khalifah dan penguasa muslim
sesudahnya. Pembangunan masjid terus berkembang di daerah-daerah kekuasaan
Islam. Setiap kota memiliki sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja
dilakukan penguasa resmi, tetapi juga oleh para bangsawan, hartawan dan
swadaya masyarakat. Jumlah masjid terus bertambah sejalan dengan meluas dan
majunya peradaban Islam. Tidak mengherankan bila pada abad ke-3 / 9 H,
menurut catatan al-Ya'qubi, kota Baghdad saja memiliki tidak kurang dari 3000
masjid. Di pihak lain pengelana terkenal, Ibnu Zaubair (614 H/1217 M)
memperkirakan bahwa kota Alexandria (Iskandariyah) mempunyai sekitar 12.000
masjid. Al-Nu'aymi, sarjana Damaskus yang hidup pada abad ke-10 H/16 M,
dalam bukunya ia mencatat di Damaskus jumlah masjid saat itu ada 500.
Observasi para sarjana tersebut menunjukkan betapa banyaknya jumlah masjid di
masa-masa awal kejayaan Islam, dan dalam konteks ini berarti semaraknya
pendidikan Islam di lakukan dalam masjid-masjid tersebut.
Barangkali di tengah bayangan definisi pendidikan modern, orang bisa saja
meragukan apakah pada periode paling awal ini kita telah bisa menganggap
masjid sebagai lembaga pendidikan. Tapi sejarah membuktikan bahwa fungsi
akademis masjid berkembang cukup pesat. Pada masa Umarbin Khattab kita bisa
menjumpai tenaga-tenaga pengajar yang resmi diangkat oleh khalifah untuk
mengajar di masjid-masjid, seperti di Kufah, Bashrah dan Damaskus. Seiring
dengan samakin pesatnya perkembangan islam yang mewarnai dunia, hingga
akhirnya sampailah ke indonesia.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 3
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
4
Masjid, merupakan suatu karya budaya yang hidup, karena ia
merupakan karya arsitektur yang selalu diciptakan, dipakai oleh masyarakat
muslim secara luas, dan digunakan terus-menerus dari generasi ke generasi.
Karena itu, sebagai bangunan religius, masjid adalah representasi dari komunitas
umat Islam yang melahirkan dan memakmurkannya. Sebagai suatu proses dan
hasilan budaya yang hidup, masjid seringkali tumbuh dan berkembang secara
dinamis seiring dengan tumbuh dan berkembangnya masyarakat itu sendiri. Ini
kadang menjadi masalah dan sekaligus kelebihan tersendiri dalam menelusurinya.
Telah di bawah ini ingin menunjukkan dinamika perkembangan dan perubahan
arsitektur masjid di Indonesia, yang diperlihatkan dengan tradisionalitas dan
modernitas dalam transformasi bentuk dan ruang arsitektur sebagai
karakteristik dominan.
Masjid di Indonesia pada zaman madya biasanya mempunyai ciri khas tersendiri,
diantaranya :
1. Atapnya berbentuk “atap tumpang” yaitu atap bersusun. Jumlah atap
tumpang itu selalu ganjil, 3 atau 5 seperti di Jawa dan Bali pada masa Hindu.
2. Tidak adanya menara. Pada masa itu masjid yang mempunyai menara
hanya masjid Bantendan masjid Kudus.
3. Biasanya masjid dibuat dekat istana, berada di sebelah utara atau selatan.
Biasanya didirikan di tepi barat alun-alun. Letak masjid ini melambangkan
bersatunya rakyat dan raja sesama makhluk Allah. Selain di alun-alun, masjid juga
dibangun di tempat-tempat keramat, yaitu makam wali, raja atau ahli agama.
Akulturasi merupakan proses pembudayaan lewat percampuran dua
kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi.
Percampuran dan perpaduan budaya itu bisa berkenaan dengan wujud budaya
yang monumental. Salah satu bentuknya terdapat pada bidang seni bangun sebagai
contoh penampilan arsitektur masjid Masjid Besar Al-Mahmudiyah yang
memperlihatkan adanya wujud akulturasi lokal, masjid-masjid jawa,Serta
peninggalan bersejarah Masjid Besar Al-Mahmudiyah ,Berdasarkan latarbelakang
di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada permasalahan tentang bentuk
akulturasi budaya pada Arsitektur Masjid Besar Al-Mahmudiyah.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 4
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
5
1.2 Rumusan Masalah
Pengaruh budaya mana saja yang mempengaruhi bentuk arsitektur pada
Masjid Besar Al-Mahmudiyah,.sehingga Masjid bisa seperti sekarang.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui unsur budaya mana saja
yang mempengaruhi arsitektur Masjid Besar Al-Mahmudiyah. Selain itu, tujuan
penelitian berikutnya adalah dapat di ketahuinya bentuk akulturasi pada arsitektur
masjid tersebut.
Serta sejarah dan persamaan Masjid Besar Al-Mahmudiyah dangan Masjid
Demak.
1.4 Manfaat
Kegunaan penelitian ini pada dasarnya tetap terkait dengan tujuan
penelitian ini sendiri. Adapun kegunaannya sebagai berikut:
1.Secara teoritis untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai
sejarah dan kebudayaan Islam serta peninggalannya di Palembang yang harus
dilestarikan keberadaannya, khususnya Masjid Besar Al-Mahmudiyah yang
merupakan salah satu perwujudan seni budaya Islam.
2.Secara praktis untuk menambah bahan informasi bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya yang ingin mengetahui sejarah Masjid Besar Al-
Mahmudiyah dan bentuk perpaduan budaya dari arsitektur Masjid Besar Al-
Mahmudiyah
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field research) dan penelitian
kepustakaan (library research) yang bersifat kualitatif. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode budaya dengan pendekatan historis. Untuk
sampai kepada tujuan penelitian, maka diperlukan se perangkat metode kerja yang
komprehensif dan sistematis. Adapun tahapan-tahapan penelitian yang akan
dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 5
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
6
1. Pengumpulan Data
Tahap mengumpulkan data pada penelitian ini terdiri dari studi
kepustakaan dan studi lapangan,Serta sejarah Masjid Besar Al-Mahmudiyah
artikel,Jurnal serta arsip-arsip yang berhubungan dengan objek penelitian.
2. Pengujian Data
Untuk mendapatkan hasil yang otentitas dan kreadibilitas data-data tersebut
dilakukan dengan cara melakukan kritik wawancara untuk mencocokan
keaslian sumber tempat,waktu dari sumber tersebut
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 6
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
7
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian Masjid
Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid
artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar
atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan
komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian
agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan
dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial
kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada
dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa
Arab. Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5
Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat
sembahan".
Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal
dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi
populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.
Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, beliau memutuskan untuk
membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi,
yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid
Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat
mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi
jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik,
perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian.
Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh
orang-orang fakir miskin.
Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid
tersuci di dunia.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 7
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
8
2.2. Penyebaran Masjid
Masjid kemudian dibangun di daerah luar Semenanjung Arab, seiring
dengan kaum Muslim yang bermukim di luar Jazirah Arab. Mesir menjadi daerah
pertama yang dikuasai oleh kaum Muslim Arab pada tahun 640. Sejak saat itu, ibu
kota Mesir, Kairo dipenuhi dengan masjid. Maka dari itu, Kairo dijuluki sebagai
kota seribu menara Beberapa masjid di Kairo berfungsi sebagai sekolah Islam atau
madrasah bahkan sebagai rumah sakit Masjid di Sisilia dan Spanyol tidak
menirukan desain arsitektur Visigoth, tetapi menirukan arsitektur bangsa Moor.
Para ilmuwan kemudian memperkirakan bahwa bentuk bangunan pra-Islam
kemudian diubah menjadi bentuk arsitektur Islam ala Andalus dan Magribi,
seperti contoh lengkung tapal kuda di pintu-pintu masjid.
Sumber : Wikipedia / Masjid Pertama dicina
Gambar 2.2 : Masjid Raya Xi’an.
Masjid pertama di Cina berdiri pada abad ke 8 Masehi di Xi'an. Masjid
Raya Xi'an, yang terakhir kali di rekonstruksi pada abad ke 18 Masehi, mengikuti
arsitektur Cina. Masjid di bagian barat Cina seperti di daerah Xinjiang, mengikuti
arsitektur Arab, dimana di masjid terdapat kubah dan menara. Sedangkan, di timur
Cina, seperti di daerah Beijing, mengandung arsitektur Cina.
Masjid mulai masuk di daerah India pada abad ke 16 semasa kerajaan
Mugal berkuasa. Masjid di India mempunyai karakteristik arsitektur masjid yang
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 8
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
9
lain, seperti kubah yang berbentuk seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di
Masjid Jama, Delhi.
Masjid pertama kali didirikan di Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke 11
Masehi, dimana pada saat itu orang-orang Turki mulai masuk agama Islam.
Beberapa masjid awal di Turki adalah Aya Sofya, dimana pada zaman Bizantium,
bangunan Aya Sofya merupakan sebuah katedral. Kesultanan Utsmaniyah
memiliki karakteristik arsitektur masjid yang unik, terdiri dari kubah yang besar,
menara dan bagian luar gedung yang lapang. Masjid di Kesultanan Usmaniyah
biasanya mengkolaborasikan tiang-tiang yang tinggi, jalur-jalur kecil di antara
shaf-shaf, dan langit-langit yang tinggi, juga dengan menggabungkan mihrab
dalam satu masjid. Sampai saat ini, Turki merupakan rumah dari masjid yang
berciri khas arsitektur Utsmaniyah.
Secara bertahap, masjid masuk ke beberapa bagian di Eropa.
Perkembangan jumlah masjid secara pesat mulai terlihat seabad yang lalu, ketika
banyak imigran Muslim yang masuk ke Eropa. Kota-kota besar di Eropa, seperti
München, London dan Paris memilki masjid yang besar dengan kubah dan
menara. Masjid ini biasanya terletak di daerah urban sebagai pusat komunitas dan
kegiatan sosial untuk para muslim di daerah tersebut. Walaupun begitu, seseorang
dapat menemukan sebuah masjid di Eropa apabila di sekitar daerah tersebut
ditinggali oleh kaum Muslim dalam jumlah yang cukup banyak. Masjid pertama
kali muncul di Amerika Serikat pada awal abad ke 20. Masjid yang pertama
didirikan di Amerika Serikat adalah di daerah Cedar Rapids, Iowa yang dibangun
pada kurun akhir 1920an. Bagaimanapun, semakin banyak imigran Muslim yang
datang ke Amerika Serikat, terutama dari Asia Selatan, jumlah masjid di Amerika
Serikat bertambah secara drastis. Dimana jumlah masjid pada waktu 1950 sekitar
2% dari jumlah masjid di Amerika Serikat, pada tahun 1980, 50% jumlah masjid
di Amerika Serikat didirikan.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 9
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
10
2.3. Arsitektur Masjid
Sumber : Wikipedia / Masjid Nusantara / Foto koleksi KITLV/2014.
Gambar 2.3 : Masjid Indrapuri di Aceh
Bentuk
Bentuk masjid telah diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia.
Gaya masjid terkenal yang sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T,
dan bentuk kubah pusat di Anatolia. Negara-negara yang kaya akan minyak
biasanya membangun masjid yang megah dengan biaya yang besar dan
pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang dibantu oleh arsitek
Muslim.
Sumber : Wikipedia / Masjid di Jepang
Gambar 2.3 : Masjid Kobe Jepang
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 10
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
11
Sumber : Wikipedia / Masjid Eropa
Gambar 2.3 : Masjid Agung Porto-Novo di Benin
Arab-plan atau hypostyle adalah bentuk-bentuk awal masjid yang sering
dipakai dan dipelopori oleh Bani Umayyah. Masjid ini berbentuk persegi ataupun
persegi panjang yang dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang
tertutup dan tempat ibadah di dalam. Halaman di masjid sering digunakan untuk
menampung jamaah pada hari Jumat. Beberapa masjid berbentuk hypostyle ayau
masjid yang berukuran besar, biasanya mempunyai atap datar diatasnya, dan
digunakan untuk penopang tiang-tiang. Contoh masjid yang menggunakan bentuk
hypostyle adalah Masjid Kordoba, di Kordoba, yang dibangun dengan 850 tiang.
Beberapa masjid bergaya hypostyle memiliki atap melengkung yang memberikan
keteduhan bagi jamaah di masjid. Masjid bergaya arab-plan mulai dibangun pada
masa Abbasiyah dan Umayyah, tapi masjid bergaya arab-plan tidak terlalu
disenangi.
Sumber : Wikipedia / Penyebaran Masjid
Gambar 2.3 : Masjid El Rahman di Aljazair
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 11
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
12
Kesultanan Utsmaniyah kemudian memperkenalkan bentuk masjid dengan kubah
di tengah pada abad ke-15 dan memiliki kubah yang besar, dimana kubah ini
melingkupi sebagian besar area salat. Beberapa kubah kecil juga ditambahkan di
area luar tempat ibadah. Gaya ini sangat dipengaruhi oleh bangunan-bangunan
dari Bizantium yang menggunakan kubah besar.
Masjid gaya Iwan juga dikenal dengan bagian masjid yang dikubah. Gaya ini
diambil dari arsitektur Iran pra-Islam.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 12
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
13
BAB III TINJAUAN UMUM OBJEK
3.1. Sejarah Masjid Besar Al-Mahmudiyah
Sumber : Wikipedia / Masjid Al-Mahmudiyah
Gambar 3.1 : Masjid Besar Al-Mahmudiyah
Masjid Al Mahmudiyah Kota Palembang
Pernah dikenal dengan nama Masjid Suro berlokasi di Simpang jalan Suro,
Kelurahan 30 Ilir, Barat II, Kota Palembang. Masjid ini dibangun diatas tanah
wakaf Kiagus H. Khotib M. Saman oleh K.H. A. Rahman Delamat dan selesai
tahun 1320 H atau 1891 M. Bangunan tambahan berupa sumur untuk wudlu yang
disempurnakan pada tahun 1928 M. dan pembangunan menara masjid pada tahun
1932 M.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 13
Sumber : Google Maps / JL.Gede ing Suro
Gambar 3.1 : Lokasi Masjid Besar Al-Mahmudiyah
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
14
Dari Kota Palembang, lokasi masjid ini berjarak sekitar satu kilometer.
Nama ini dulunya diberikan oleh KH Abdurrahman Delamat bin Syarifuddin,
bersama dengan sahabatnya Kiai Ki Agus H Mahmud Usman (Kiai Khotib).
Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan kepengurusan
masjid, akhirnya pada 2001, masjid ini diberi nama Masjid Besar Al-
Mahmudiyah.
Masjid Suro ini didirikan oleh KH Abdurrahman Delamat pada 1889, dan
selesai pada 1891 Masehi. Sebagaimana fungsi masjid pada umumnya, masjid ini
juga didirikan dengan tujuan untuk memudahkan masyarakat melaksanakan
ibadah kepada Allah.
Besarnya minat masyarakat untuk menimba ilmu agama, membuat
penjajah Belanda merasa khawatir kegiatan keagamaan tersebut akan berkembang
menjadi sebuah upaya menentang dan memberontak melawan Belanda. Karena
itu, pemerintah Hindia Belanda tidak menghendaki hal tersebut terjadi. Kepala
Residen Belanda waktu itu, meminta agar kegiatan tersebut dihentikan. Namun,
Kiai Delamat tetap melaksanakan tugasnya menyampaikan dakwah Islam pada
masyarakat setempat.
Akhirnya, Kiai Delamat dipanggil oleh Kepala Residen dan diperingatkan
untuk tidak lagi menyebarkan Islam. Bersama itulah keluar larangan
menyelenggarakan shalat Jumat di masjid tersebut. Dan Kiai Delamat
diperintahkan untuk meninggalkan Kota Palembang karena dianggap
membahayakan Pemerintah Hindia Belanda. Kuatnya desakan Pemerintah Hindia
Belanda, dengan terpaksa Kiai Delamat harus meninggalkan masjid ini dan
berpindah ke lain tempat.
Kiai Delamat akhirnya menetap di Dusun Sarika hingga wafatnya dan
dimakamkan di Masjid Babat Toman, Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan.
Namun, oleh anaknya, KH Abdul Kodir dan KH Muhammad Yusuf, jenazah Kiai
Delamat dipindahkan kembali ke Palembang dan dimakamkan di belakang
mimbar khatib. Tetapi, karena tidak disetujui oleh pemerintah kolonial, akhirnya
jenazahnya dipindahkan kembali ke Pemakaman Jambangan di belakang
Madrasah Nurul Falah, Kelurahan 30 Ilir, Palembang.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 14
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
15
Dibongkar Belanda
Sepeninggal Kiai Delamat, kegiatan di masjid ini menjadi berkurang. Dan
lama kelamaan akhirnya masjid ini dibongkar Belanda. Pemerintah kolonial ini
juga melarang diselenggarakannya ibadah di tempat tersebut, selama lebih kurang
36 tahun. Namun, setelah kepengurusan diserahkan kepada Kiai Khotib, bangunan
masjid ini kembali difungsikan. Setelah Kiai Khotib meninggal dunia maka
sekitar tahun 1343 H/1919 M diadakan pertemuan antara pemuka agama dan
masyarakat di Kelurahan 30 Ilir untuk membentuk kepengurusan masjid yang
baru, atas prakarsa Kiai Kiemas H Syeikh Zahri. Maka, terpilihlah kepengurusan
baru yang diketuai oleh HM Ali Mahmud.
Di masa kepengurusannya, pada 1920 masjid ini mulai dibongkar untuk
diperbaiki. Satu hal yang dipertahankan adalah tiang penyangga masjid yang
terbuat dari kayu bulat tinggi dan lebar. Dalam buku Masjid-masjid Bersejarah di
Indonesia disebutkan, kendati sudah berusia satu abad lebih, namun tiang
penyangga masjid ini sampai hari ini masih tetap berdiri kokoh.
Selanjutnya, pada 1925 pengurus Masjid Suro membangun menara masjid.
Dan sejak saat itu masyarakat diperbolehkan kembali shalat Jumat oleh
pemerintah kolonial yang berkuasa saat itu. Kemudian pada 1928 M, dilakukan
penyempurnaan pada bangunan tambahan berupa sumur untuk berwudhu.
Menurut keterangan, Kiai Delamat lahir di daerah Babat Toman. Setelah
dewasa ia pindah ke Palembang dan berdomisili di daerah Lawang Kidul,
tepatnya di Masjid Lawang Kidul. Ketika masih remaja, Kiai Delamat pernah
mengajar di Makkah, Madinah, dan Baitul Maqdis, bersama Kiai Muara Ogan
yang merupakan pendiri Masjid Lawang Kidul.
Semasa hidupnya, Kiai Delamat tidak mempunyai satu rumah pun kecuali
masjid-masjid yang dibangunnya. Antara lain Masjid Pulau Panggung, Masjid
Fajar Bulan, Masjid Babat Toman, dan Masjid Pulau Sambi. Sedangkan, di Kota
Palembang ia membangun Masjid Suro (Al-Mahmudiyah) dan Masjid
Rohmaniyah yang terletak di Kelurahan 35 Ilir, Palembang.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 15
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
16
3.2. Bagian Bangunan Masjid Besar Al-Mahmudiyah
Tidak seperti masjid-masjid masa kini yang dibangun semegah dan
semewah mungkin, Masjid Suro yang kini bernama Al-Mahmudiyah itu, masih
tetap tampak klasik dan tradisional dengan atap layaknya bangunan rumah-rumah
penduduk.
Begitu juga dengan bangunan menaranya yang tampak kokoh berbentuk
lancip pada ujungnya. Bentuk menara yang demikian itu, menambah kesan klasik
masjid ini.
Bahkan, bila masjid-masjid lainnya menggunakan kubah berbentuk bundar
dan pipih, kubah Masjid Besar Al-Mahmudiyah ini justru hanya berbentuk tajuk
limas dengan mustaka dan kubah dari aluminium. Simbol ini menandakan
arsitektur masjid ini terpengaruh oleh masjid-masjid di Jawa, seperti Masjid
Agung Demak.
Dari luar, masjid ini tampak biasa-biasa saja. Bahkan, menurut warga
setempat, masjid ini seperti kurang terawat. Namun demikian, pada bagian dalam,
masjid ini tampak begitu indah, kendati dinding-dindingnya masih berupa beton
semen. Luas bangunan masjid yang berukuran 40 X 30 meter persegi ini, mampu
menampung jamaah hingga sekitar 1.000 orang.
Dan keunikan lain dari masjid Al-Mahmudiyah yaitu terdapat kolam yang
berada dibelakang masjid yang berfungsi sebagai tempat wudhu,dan uniknya lagi
kolam inii tidak pernah kering walaupun musim kemarau,sekarang kolam ini
sudah mengalami pemugaran ,dimana kolam ini sudah bibuat menggunakan
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 16
Sumber : Google / Masjid Suro Palembang
Gambar 3.2 : Masjid Besar Al Mahmudiyah
Sumber : Google / Masjid Agung Demak
Gambar 3.2 : Masjid Agung Demah
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
17
keramik tetapi air dikolam ini sendiri masih berasal dari mata air yang masuk
melalui celah-celah keramik.dan dikolam dikembang biakan ikan yang berfungsi
untuk membersikan lumut yang ada pada kolam ini.
3.3. Ornamen / Ragam Hias
Setiap pintu atau jendela dimasjid ini juga terdapat ukiran yang berbahan
dasar kayu,dengan bentuk melengkung diatas pintu atau jendela seperti gambar
dibawah ini.
Jendela pada masjid ini memiliki 2 daun yang lumayan lebar dengan pola
pembuka seperti kipas.dan dibatasin dengan kayu-kayu yang disusun secara
vertikal sebagai pembatas.jendela sendiri memiliki ketinggian dari lantai setinggi
+ 60 cm.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 17
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 3.2 : Kolam Masjid Besar Al Mahmudiyah
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 3.3 : Ukiran Masjid Besar Al Mahmudiyah
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
18
Masjid Al-Mahmudiyah sendiri memiliki 4 tiang utama seperti masjid-
masjid nusantara lainya sebagai penopang utama masjid yang disebut soko
guru.dan memiliki 12 tiang lainya.
Dan yang unik lagi dari masjid ini pagar Masjid ini terbuatan dari
campuran perekat dan dicampur dengan pecahan barang-barang pecah belah.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 18
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 3.3 : Jendela Masjid Besar Al Mahmudiyah
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 3.3 : Soko Guru Masjid Besar Al Mahmudiyah
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 3.3 : Pagar Masjid Besar Al Mahmudiyah
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
19
BAB IV ANALISA
Masjid Al-Mahmudiyah mempunyai kemiripan dengan masjid Demak
dijawa, ini terlihat dari bentuk atap utama yang berbentuk Perisai yang merupakan
Atap Asli nusantara,serta memiliki atap puncak berbentuk Limas.dimana kedua
masjid ini sangat menyatu dengan daerah disekitarnya, karena bentuk masjid ini
sama seperti rumah penduduk.
Bentuk menara masjid ini sendiri mendapatkan pengaruh dari kolonial ini
bisa dilihat dari menara yang memiliki 8 persegi Seperti marcusuar yang dibuat
belanda ditepi pantai sebagai pemantau kapal-kapal laut,tapi di masjid ini di buat
sebagai tempat pengeras suara sehingga jika azan dan ada pengumuman penting
mempunyai jangkaun yang jauh dengan bantuan Menara ini.dan terdapat unsur
cina juga dalam terbentuknya menara ini,yang mana secara garis besar ada
kemiripan dengan pagoda dicina.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 19
Sumber : Google / Masjid Al Mahmudiyah
Gambar IV: Masjid Besar Al Mahmudiyah
Sumber : Google / Masjid Demak
Gambar IV: Masjid Agung Demak
Sumber : Google / Masjid Suro
Gambar IV: Menara
Sumber : Google / Marcusuar
Gamabr IV :Marcusuar Sembilang
Sumber : Google / pagoda cina
Gambar IV: Menara Porcelin
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
20
Jendela pada masjid Al-Mahmudiyah memiliki pengaruh dari Masa
kolonial ini terlihat dari bukaan pintu yang lebar yang seperti kipas,dan dibatasi
susunan kayu yang disusus secara vertikal dan memiliki ketinggian dari Lantai itu
lebih dari 60cm.
Seperti gambar dibawah ini,
Pada setiap pintu dan jendela di masjid Al-Mahmudiyah memiliki
ornamen berbentuk lengkung yang mana ukiran tersebut memiliki motif asli
palembang,ini bisa dilihat dari motif ukiran yang memiliki kesamaan dengan
motif songket palembang. Dan lengkungan sendiri kemungkinan pengaruh dari
kolonial ini bisa dilihat bangunan kolonial memiliki ciri khas dengan lengungan.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 20
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar IV : Jendela Masjid Al Mahmudiyah
Sumber : Google/Peninggalan Kolonial
Gambar IV : Kota Lama (Jakarta)
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar IV : Ornamen Masjid
Al Mahmudiyah
Sumber : Google / Songket
Gambar IV : Songket Palemabng
Sumber : Google /
JendelaKoloniaal
Gambar IV :
Lengkungan
Kolonial
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
21
Masjid Al-Mahmudiyah juga memiliki 4 tiang saka guru,dan dalam bahasa jawa
disebut soko guru yang berarti :
Soko = Tiang Penyangga
Guru = Utama
Dalam kamus besar bahasa indonesia saka guru berarti sesuatu yang menjadi
penegak atau pengukuh
Jadi dalam lingkup masjid Tiang soko guru berati tiang utama sebagai struktur
bangunan utama masjid.
Tiang soko guru dalam pembangunan masjid di jawa sendiri merupakan ciri khas
masjid di jawa salah satunya masjid Demak yang memiliki 4 tiang soko guru juga.
Masjid ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga
sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah
yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga
ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga
tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan.
Sedangkan Limasan merupakan bentuk atap yang memiliki sudut
berjumlah 5 yang menggambarkan 5 rukun Islam yaitu Syahadad, Sholat, Puasa,
Zakat dan Haji yang menjadi hal wajib bagi yang mampu. Selain itu bisa di
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 21
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar IV : Soko Guru Masjid
Al Mahmudiyah
Sumber : Google / Soko guru
masjid Demak
Gambar IV : Soko Guru Masjid
Agung Demak
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
22
artikan 5 sudut ini adalah jumlah sholat wajib yang harus dilaksanakan oleh umat
muslim.
Pintu masjid ini memiliki 5 buah yang bisa di artikan sama dengan limasan
tadi. Pada esesnsinya pintu adalah jalan masuk, begitu pula maksud dari 5 pintu
di masjid Demak ini adalah pintu yang akan membawa umat manusia pada
kedamaian.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 22
Sumber : Google / Masjid Al Mahmudiyah
Gambar IV : Masjid Besar Al Mahmudiyah
Sumber : Google / Masjid Demak
Gambar IV : Masjid Agung Demak
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
23
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan sumber-sumber yang diperoleh selama penyusunan makala ini
Masjid Al-Mahmudiya dibangun diatas tanah wakaf Kiagus H. Khotib M. Saman
oleh K.H. A. Rahman Delamat dan selesai tahun 1320 H atau 1891 M.
Dan masjid ini yang awalnya bernama masjid Suro juga pernah dibongkar oleh
pihak belanda sehingga masjid ini tidak dipergunakan selama 36 tahun,masjid ini
baru berfungsi lagi sejak di ambil ahli oleh kiai Khotib
Perkembangan masjid dinusantara mengalami perkembangan dan pengaruh dari
luar nusantara seperti Arab,Cina,Jawa,Kolonial dan Palemabng ,sehingga banyak
masjid dinusantara mengalami akulturasi yang berpengaruh terhadap Arsitektur
Masjid-masjid di nusantara, termasuk juga Masjid Al-Mahmudiyah yang
mengalami akulturasi dari segi Tampak,Ornamen,Ragam hias.
Masjid Al-Mahmudiyah merupakan salah satu masjid tertua di palembang yang
secara keseluruhan masih dipertahankan bentuk aslinya dan ada beberapa
perbaikan dan renovasi ,masjid ini juga mengalami pengaruh Budaya
Cina,Jawa,Kolonial dan Palemabng dari segi Arsitektur, ini bisa dilihat dari
ornamen dan fasade masjid al-mahmudiyah. Di samping itu masjid ini memiliki
persamaan Fasade dengan masjid nusantara tepatnya Masjid-masjid di jawa
seperti Masjid Demak.
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 23
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR
24
DAFTAR PUSTAKA
I. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/28/m6bysk-
masjid-besar-almahmudiyah-palembang-klasik-dan-tradisional-3
II. http://log.viva.co.id/news/read/379553-wisata-religi-masjid-agung-demak-
kota-wali
III. http://www.visitjawatengah.com/in/what-to-experience-in-jawa-tengah/
categories/culture-and-heritage/item/masjid-agung-demak-dan
IV. http://id.wikipedia.org
Masjid Besar Al-Mahmudiyah 24