Makala Masjid Suro Palembang

36
UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANG TEKNIK ARSITEKTUR 1 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesaraNya,dimana dengan melihat dan mengamati ciptaaNya,manusia dapat berpikir dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahan kepada Nabi Muhammad SAW,keluarga,sahabat dan pengikutnya pada akhir zaman. Dengan dilandasi semangat sehingga makala ini dapat tersusun sebagai tugas Akhir Semester dengan mata kuliah TEORI & SEJARAH ARSITEKTUR Makala ini dibuat bertujuan supaya kita lebih memahami Sejarah dan Arsitektur pada zaman dahulu dan perkembanganya pada masa sekarang. Dan tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada : Dosen Mata kuliah TEORI & SEJARAH ARSITEKTUR yaitu Ibu.Aditha M.Ratna ,ST MT. Saya berharap semoga makala ini bermanfaat khususnya bagi saya selaku penyusun dan umumnya kepada para pembaca. Atas perhatianya saya ucapkan terima kasih. Palembang,12 Desember 2014 Masjid Besar Al-Mahmudiyah 1

description

Sejarah Arsitektur

Transcript of Makala Masjid Suro Palembang

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

1

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah menciptakan

alam semesta ini dengan segala kebesaraNya,dimana dengan melihat dan

mengamati ciptaaNya,manusia dapat berpikir dan mengembangkan pengetahuan

yang dimilikinya.Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahan kepada

Nabi Muhammad SAW,keluarga,sahabat dan pengikutnya pada akhir zaman.

Dengan dilandasi semangat sehingga makala ini dapat tersusun sebagai

tugas Akhir Semester dengan mata kuliah TEORI & SEJARAH ARSITEKTUR

Makala ini dibuat bertujuan supaya kita lebih memahami Sejarah dan

Arsitektur pada zaman dahulu dan perkembanganya pada masa sekarang.

Dan tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada :

Dosen Mata kuliah TEORI & SEJARAH ARSITEKTUR yaitu

Ibu.Aditha M.Ratna ,ST MT.

Saya berharap semoga makala ini bermanfaat khususnya bagi saya selaku

penyusun dan umumnya kepada para pembaca.

Atas perhatianya saya ucapkan terima kasih.

Palembang,12 Desember 2014

DidyAribowo

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 1

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................01

Daftar Isi................................................................................................................02

BAB I PENDAHULUAN

1.1.LatarBelakang..................................................................................................03

1.2. RumusanMasalah............................................................................................05

1.3.Tujuan Penulisan..............................................................................................05

1.4. Manfaat...........................................................................................................05

1.5. Metode Penelitian............................................................................................05

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Masjid..........................................................................................07

2.2. Penyebaran Masjid..........................................................................................08

2.3. Arsitektur Masjid............................................................................................10

BAB III TINJAUAN UMUM OBJEK

3.1. Sejarah Masjid Besar Al-Mahmudiyah ..........................................................13

3.2. Bagian Bangunan Masjid Besar Al-Mahmudiyah..........................................16

3.3. Ornamen / Ragam Hias...................................................................................17

BAB IV ANALISA...............................................................................................19

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 2

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada masa klasik Islam, masjid mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dan

bervariasi dibandingkan fungsinya yang sekarang. Disamping sebagai tempat

ibadah, masjid juga menjadi pusat kegiatan sosial dan politik umat Islam. Lebih

dari itu, masjid adalah lembaga pendidikan semenjak masa paling awal Islam.

Masjid pula yang menjadi pilar utama pembangunan peradaban pada suatu negeri.

Inilah yang dicontohkan Rasulullah ketika pertama kali beliau menginjakan

kakinya di Madinah.

Praktek Rasulullah ini menjadi panutan bagi khalifah dan penguasa muslim

sesudahnya. Pembangunan masjid terus berkembang di daerah-daerah kekuasaan

Islam. Setiap kota memiliki sejumlah masjid, sebab pembangunannya tidak saja

dilakukan penguasa resmi, tetapi juga oleh para bangsawan, hartawan dan

swadaya masyarakat. Jumlah masjid terus bertambah sejalan dengan meluas dan

majunya peradaban Islam. Tidak mengherankan bila pada abad ke-3 / 9 H,

menurut catatan al-Ya'qubi, kota Baghdad saja memiliki tidak kurang dari 3000

masjid. Di pihak lain pengelana terkenal, Ibnu Zaubair (614 H/1217 M)

memperkirakan bahwa kota Alexandria (Iskandariyah) mempunyai sekitar 12.000

masjid. Al-Nu'aymi, sarjana Damaskus yang hidup pada abad ke-10 H/16 M,

dalam bukunya ia mencatat di Damaskus jumlah masjid saat itu ada 500.

Observasi para sarjana tersebut menunjukkan betapa banyaknya jumlah masjid di

masa-masa awal kejayaan Islam, dan dalam konteks ini berarti semaraknya

pendidikan Islam di lakukan dalam masjid-masjid tersebut.

Barangkali di tengah bayangan definisi pendidikan modern, orang bisa saja

meragukan apakah pada periode paling awal ini kita telah bisa menganggap

masjid sebagai lembaga pendidikan. Tapi sejarah membuktikan bahwa fungsi

akademis masjid berkembang cukup pesat. Pada masa Umarbin Khattab kita bisa

menjumpai tenaga-tenaga pengajar yang resmi diangkat oleh khalifah untuk

mengajar di masjid-masjid, seperti di Kufah, Bashrah dan Damaskus. Seiring

dengan samakin pesatnya perkembangan islam yang mewarnai dunia, hingga

akhirnya sampailah ke indonesia.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 3

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

4

Masjid, merupakan suatu karya budaya yang hidup, karena ia

merupakan karya arsitektur yang selalu diciptakan, dipakai oleh masyarakat

muslim secara luas, dan digunakan terus-menerus dari generasi ke generasi.

Karena itu, sebagai bangunan religius, masjid adalah representasi dari komunitas

umat Islam yang melahirkan dan memakmurkannya. Sebagai suatu proses dan

hasilan budaya yang hidup, masjid seringkali tumbuh dan berkembang secara

dinamis seiring dengan tumbuh dan berkembangnya masyarakat itu sendiri. Ini

kadang menjadi masalah dan sekaligus kelebihan tersendiri dalam menelusurinya.

Telah di bawah ini ingin menunjukkan dinamika  perkembangan dan perubahan

arsitektur masjid di Indonesia, yang diperlihatkan dengan tradisionalitas dan

modernitas dalam transformasi bentuk dan ruang arsitektur sebagai

karakteristik dominan.

Masjid di Indonesia pada zaman madya biasanya mempunyai ciri khas tersendiri,

diantaranya :

1. Atapnya berbentuk “atap tumpang” yaitu atap bersusun. Jumlah atap

tumpang itu selalu ganjil, 3 atau 5 seperti di Jawa dan Bali pada masa Hindu.

2. Tidak adanya menara. Pada masa itu masjid yang mempunyai menara

hanya masjid Bantendan masjid Kudus.

3. Biasanya masjid dibuat dekat istana, berada di sebelah utara atau selatan.

Biasanya didirikan di tepi barat alun-alun. Letak masjid ini melambangkan

bersatunya rakyat dan raja sesama makhluk Allah. Selain di alun-alun, masjid juga

dibangun di tempat-tempat keramat, yaitu makam wali, raja atau ahli agama.

Akulturasi merupakan proses pembudayaan lewat percampuran dua

kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi.

Percampuran dan perpaduan budaya itu bisa berkenaan dengan wujud budaya

yang monumental. Salah satu bentuknya terdapat pada bidang seni bangun sebagai

contoh penampilan arsitektur masjid Masjid Besar Al-Mahmudiyah yang

memperlihatkan adanya wujud akulturasi lokal, masjid-masjid jawa,Serta

peninggalan bersejarah Masjid Besar Al-Mahmudiyah ,Berdasarkan latarbelakang

di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada permasalahan tentang bentuk

akulturasi budaya pada Arsitektur Masjid Besar Al-Mahmudiyah.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 4

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

5

1.2 Rumusan Masalah

Pengaruh budaya mana saja yang mempengaruhi bentuk arsitektur pada

Masjid Besar Al-Mahmudiyah,.sehingga Masjid bisa seperti sekarang.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui unsur budaya mana saja

yang mempengaruhi arsitektur Masjid Besar Al-Mahmudiyah. Selain itu, tujuan

penelitian berikutnya adalah dapat di ketahuinya bentuk akulturasi pada arsitektur

masjid tersebut.

Serta sejarah dan persamaan Masjid Besar Al-Mahmudiyah dangan Masjid

Demak.

1.4 Manfaat

Kegunaan penelitian ini pada dasarnya tetap terkait dengan tujuan

penelitian ini sendiri. Adapun kegunaannya sebagai berikut:

1.Secara teoritis untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai

sejarah dan kebudayaan Islam serta peninggalannya di Palembang yang harus

dilestarikan keberadaannya, khususnya Masjid Besar Al-Mahmudiyah yang

merupakan salah satu perwujudan seni budaya Islam.

2.Secara praktis untuk menambah bahan informasi bagi penulis khususnya

dan pembaca pada umumnya yang ingin mengetahui sejarah Masjid Besar Al-

Mahmudiyah dan bentuk perpaduan budaya dari arsitektur Masjid Besar Al-

Mahmudiyah

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field research) dan penelitian

kepustakaan (library research) yang bersifat kualitatif. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode budaya dengan pendekatan historis. Untuk

sampai kepada tujuan penelitian, maka diperlukan se perangkat metode kerja yang

komprehensif dan sistematis. Adapun tahapan-tahapan penelitian yang akan

dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 5

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

6

1. Pengumpulan Data

Tahap mengumpulkan data pada penelitian ini terdiri dari studi

kepustakaan dan studi lapangan,Serta sejarah Masjid Besar Al-Mahmudiyah

artikel,Jurnal serta arsip-arsip yang berhubungan dengan objek penelitian.

2. Pengujian Data

Untuk mendapatkan hasil yang otentitas dan kreadibilitas data-data tersebut

dilakukan dengan cara melakukan kritik wawancara untuk mencocokan

keaslian sumber tempat,waktu dari sumber tersebut

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 6

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

7

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Masjid

Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid

artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar

atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan

komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian

agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan

dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial

kemasyarakatan hingga kemiliteran.

Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada

dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa

Arab. Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5

Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat

sembahan".

Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal

dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi

populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.

Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, beliau memutuskan untuk

membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi,

yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid

Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat

mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi

jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik,

perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian.

Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh

orang-orang fakir miskin.

Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid

tersuci di dunia.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 7

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

8

2.2. Penyebaran Masjid

Masjid kemudian dibangun di daerah luar Semenanjung Arab, seiring

dengan kaum Muslim yang bermukim di luar Jazirah Arab. Mesir menjadi daerah

pertama yang dikuasai oleh kaum Muslim Arab pada tahun 640. Sejak saat itu, ibu

kota Mesir, Kairo dipenuhi dengan masjid. Maka dari itu, Kairo dijuluki sebagai

kota seribu menara Beberapa masjid di Kairo berfungsi sebagai sekolah Islam atau

madrasah bahkan sebagai rumah sakit Masjid di Sisilia dan Spanyol tidak

menirukan desain arsitektur Visigoth, tetapi menirukan arsitektur bangsa Moor.

Para ilmuwan kemudian memperkirakan bahwa bentuk bangunan pra-Islam

kemudian diubah menjadi bentuk arsitektur Islam ala Andalus dan Magribi,

seperti contoh lengkung tapal kuda di pintu-pintu masjid.

Sumber : Wikipedia / Masjid Pertama dicina

Gambar 2.2 : Masjid Raya Xi’an.

Masjid pertama di Cina berdiri pada abad ke 8 Masehi di Xi'an. Masjid

Raya Xi'an, yang terakhir kali di rekonstruksi pada abad ke 18 Masehi, mengikuti

arsitektur Cina. Masjid di bagian barat Cina seperti di daerah Xinjiang, mengikuti

arsitektur Arab, dimana di masjid terdapat kubah dan menara. Sedangkan, di timur

Cina, seperti di daerah Beijing, mengandung arsitektur Cina.

Masjid mulai masuk di daerah India pada abad ke 16 semasa kerajaan

Mugal berkuasa. Masjid di India mempunyai karakteristik arsitektur masjid yang

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 8

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

9

lain, seperti kubah yang berbentuk seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di

Masjid Jama, Delhi.

Masjid pertama kali didirikan di Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke 11

Masehi, dimana pada saat itu orang-orang Turki mulai masuk agama Islam.

Beberapa masjid awal di Turki adalah Aya Sofya, dimana pada zaman Bizantium,

bangunan Aya Sofya merupakan sebuah katedral. Kesultanan Utsmaniyah

memiliki karakteristik arsitektur masjid yang unik, terdiri dari kubah yang besar,

menara dan bagian luar gedung yang lapang. Masjid di Kesultanan Usmaniyah

biasanya mengkolaborasikan tiang-tiang yang tinggi, jalur-jalur kecil di antara

shaf-shaf, dan langit-langit yang tinggi, juga dengan menggabungkan mihrab

dalam satu masjid. Sampai saat ini, Turki merupakan rumah dari masjid yang

berciri khas arsitektur Utsmaniyah.

Secara bertahap, masjid masuk ke beberapa bagian di Eropa.

Perkembangan jumlah masjid secara pesat mulai terlihat seabad yang lalu, ketika

banyak imigran Muslim yang masuk ke Eropa. Kota-kota besar di Eropa, seperti

München, London dan Paris memilki masjid yang besar dengan kubah dan

menara. Masjid ini biasanya terletak di daerah urban sebagai pusat komunitas dan

kegiatan sosial untuk para muslim di daerah tersebut. Walaupun begitu, seseorang

dapat menemukan sebuah masjid di Eropa apabila di sekitar daerah tersebut

ditinggali oleh kaum Muslim dalam jumlah yang cukup banyak. Masjid pertama

kali muncul di Amerika Serikat pada awal abad ke 20. Masjid yang pertama

didirikan di Amerika Serikat adalah di daerah Cedar Rapids, Iowa yang dibangun

pada kurun akhir 1920an. Bagaimanapun, semakin banyak imigran Muslim yang

datang ke Amerika Serikat, terutama dari Asia Selatan, jumlah masjid di Amerika

Serikat bertambah secara drastis. Dimana jumlah masjid pada waktu 1950 sekitar

2% dari jumlah masjid di Amerika Serikat, pada tahun 1980, 50% jumlah masjid

di Amerika Serikat didirikan.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 9

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

10

2.3. Arsitektur Masjid

Sumber : Wikipedia / Masjid Nusantara / Foto koleksi KITLV/2014.

Gambar 2.3 : Masjid Indrapuri di Aceh

Bentuk

Bentuk masjid telah diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia.

Gaya masjid terkenal yang sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T,

dan bentuk kubah pusat di Anatolia. Negara-negara yang kaya akan minyak

biasanya membangun masjid yang megah dengan biaya yang besar dan

pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang dibantu oleh arsitek

Muslim.

Sumber : Wikipedia / Masjid di Jepang

Gambar 2.3 : Masjid Kobe Jepang

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 10

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

11

Sumber : Wikipedia / Masjid Eropa

Gambar 2.3 : Masjid Agung Porto-Novo di Benin

Arab-plan atau hypostyle adalah bentuk-bentuk awal masjid yang sering

dipakai dan dipelopori oleh Bani Umayyah. Masjid ini berbentuk persegi ataupun

persegi panjang yang dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang

tertutup dan tempat ibadah di dalam. Halaman di masjid sering digunakan untuk

menampung jamaah pada hari Jumat. Beberapa masjid berbentuk hypostyle ayau

masjid yang berukuran besar, biasanya mempunyai atap datar diatasnya, dan

digunakan untuk penopang tiang-tiang. Contoh masjid yang menggunakan bentuk

hypostyle adalah Masjid Kordoba, di Kordoba, yang dibangun dengan 850 tiang.

Beberapa masjid bergaya hypostyle memiliki atap melengkung yang memberikan

keteduhan bagi jamaah di masjid. Masjid bergaya arab-plan mulai dibangun pada

masa Abbasiyah dan Umayyah, tapi masjid bergaya arab-plan tidak terlalu

disenangi.

Sumber : Wikipedia / Penyebaran Masjid

Gambar 2.3 : Masjid El Rahman di Aljazair

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 11

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

12

Kesultanan Utsmaniyah kemudian memperkenalkan bentuk masjid dengan kubah

di tengah pada abad ke-15 dan memiliki kubah yang besar, dimana kubah ini

melingkupi sebagian besar area salat. Beberapa kubah kecil juga ditambahkan di

area luar tempat ibadah. Gaya ini sangat dipengaruhi oleh bangunan-bangunan

dari Bizantium yang menggunakan kubah besar.

Masjid gaya Iwan juga dikenal dengan bagian masjid yang dikubah. Gaya ini

diambil dari arsitektur Iran pra-Islam.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 12

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

13

BAB III TINJAUAN UMUM OBJEK

3.1. Sejarah Masjid Besar Al-Mahmudiyah

Sumber : Wikipedia / Masjid Al-Mahmudiyah

Gambar 3.1 : Masjid Besar Al-Mahmudiyah

Masjid Al Mahmudiyah Kota Palembang

Pernah dikenal dengan nama Masjid Suro berlokasi di Simpang jalan Suro,

Kelurahan 30 Ilir, Barat II, Kota Palembang. Masjid ini dibangun diatas tanah

wakaf Kiagus H. Khotib M. Saman oleh K.H. A. Rahman Delamat dan selesai

tahun 1320 H atau 1891 M. Bangunan tambahan berupa sumur untuk wudlu yang

disempurnakan pada tahun 1928 M. dan pembangunan menara masjid pada tahun

1932 M.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 13

Sumber : Google Maps / JL.Gede ing Suro

Gambar 3.1 : Lokasi Masjid Besar Al-Mahmudiyah

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

14

Dari Kota Palembang, lokasi masjid ini berjarak sekitar satu kilometer.

Nama ini dulunya diberikan oleh KH Abdurrahman Delamat bin Syarifuddin,

bersama dengan sahabatnya Kiai Ki Agus H Mahmud Usman (Kiai Khotib).

Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan kepengurusan

masjid, akhirnya pada 2001, masjid ini diberi nama Masjid Besar Al-

Mahmudiyah.

Masjid Suro ini didirikan oleh KH Abdurrahman Delamat pada 1889, dan

selesai pada 1891 Masehi. Sebagaimana fungsi masjid pada umumnya, masjid ini

juga didirikan dengan tujuan untuk memudahkan masyarakat melaksanakan

ibadah kepada Allah.

Besarnya minat masyarakat untuk menimba ilmu agama, membuat

penjajah Belanda merasa khawatir kegiatan keagamaan tersebut akan berkembang

menjadi sebuah upaya menentang dan memberontak melawan Belanda. Karena

itu, pemerintah Hindia Belanda tidak menghendaki hal tersebut terjadi. Kepala

Residen Belanda waktu itu, meminta agar kegiatan tersebut dihentikan. Namun,

Kiai Delamat tetap melaksanakan tugasnya menyampaikan dakwah Islam pada

masyarakat setempat.

Akhirnya, Kiai Delamat dipanggil oleh Kepala Residen dan diperingatkan

untuk tidak lagi menyebarkan Islam. Bersama itulah keluar larangan

menyelenggarakan shalat Jumat di masjid tersebut. Dan Kiai Delamat

diperintahkan untuk meninggalkan Kota Palembang karena dianggap

membahayakan Pemerintah Hindia Belanda. Kuatnya desakan Pemerintah Hindia

Belanda, dengan terpaksa Kiai Delamat harus meninggalkan masjid ini dan

berpindah ke lain tempat.

Kiai Delamat akhirnya menetap di Dusun Sarika hingga wafatnya dan

dimakamkan di Masjid Babat Toman, Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan.

Namun, oleh anaknya, KH Abdul Kodir dan KH Muhammad Yusuf, jenazah Kiai

Delamat dipindahkan kembali ke Palembang dan dimakamkan di belakang

mimbar khatib. Tetapi, karena tidak disetujui oleh pemerintah kolonial, akhirnya

jenazahnya dipindahkan kembali ke Pemakaman Jambangan di belakang

Madrasah Nurul Falah, Kelurahan 30 Ilir, Palembang.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 14

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

15

Dibongkar Belanda

Sepeninggal Kiai Delamat, kegiatan di masjid ini menjadi berkurang. Dan

lama kelamaan akhirnya masjid ini dibongkar Belanda. Pemerintah kolonial ini

juga melarang diselenggarakannya ibadah di tempat tersebut, selama lebih kurang

36 tahun. Namun, setelah kepengurusan diserahkan kepada Kiai Khotib, bangunan

masjid ini kembali difungsikan. Setelah Kiai Khotib meninggal dunia maka

sekitar tahun 1343 H/1919 M diadakan pertemuan antara pemuka agama dan

masyarakat di Kelurahan 30 Ilir untuk membentuk kepengurusan masjid yang

baru, atas prakarsa Kiai Kiemas H Syeikh Zahri. Maka, terpilihlah kepengurusan

baru yang diketuai oleh HM Ali Mahmud.

Di masa kepengurusannya, pada 1920 masjid ini mulai dibongkar untuk

diperbaiki. Satu hal yang dipertahankan adalah tiang penyangga masjid yang

terbuat dari kayu bulat tinggi dan lebar. Dalam buku Masjid-masjid Bersejarah di

Indonesia disebutkan, kendati sudah berusia satu abad lebih, namun tiang

penyangga masjid ini sampai hari ini masih tetap berdiri kokoh.

Selanjutnya, pada 1925 pengurus Masjid Suro membangun menara masjid.

Dan sejak saat itu masyarakat diperbolehkan kembali shalat Jumat oleh

pemerintah kolonial yang berkuasa saat itu. Kemudian pada 1928 M, dilakukan

penyempurnaan pada bangunan tambahan berupa sumur untuk berwudhu.

Menurut keterangan, Kiai Delamat lahir di daerah Babat Toman. Setelah

dewasa ia pindah ke Palembang dan berdomisili di daerah Lawang Kidul,

tepatnya di Masjid Lawang Kidul. Ketika masih remaja, Kiai Delamat pernah

mengajar di Makkah, Madinah, dan Baitul Maqdis, bersama Kiai Muara Ogan

yang merupakan pendiri Masjid Lawang Kidul.

Semasa hidupnya, Kiai Delamat tidak mempunyai satu rumah pun kecuali

masjid-masjid yang dibangunnya. Antara lain Masjid Pulau Panggung, Masjid

Fajar Bulan, Masjid Babat Toman, dan Masjid Pulau Sambi. Sedangkan, di Kota

Palembang ia membangun Masjid Suro (Al-Mahmudiyah) dan Masjid

Rohmaniyah yang terletak di Kelurahan 35 Ilir, Palembang.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 15

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

16

3.2. Bagian Bangunan Masjid Besar Al-Mahmudiyah

Tidak seperti masjid-masjid masa kini yang dibangun semegah dan

semewah mungkin, Masjid Suro yang kini bernama Al-Mahmudiyah itu, masih

tetap tampak klasik dan tradisional dengan atap layaknya bangunan rumah-rumah

penduduk.

Begitu juga dengan bangunan menaranya yang tampak kokoh berbentuk

lancip pada ujungnya. Bentuk menara yang demikian itu, menambah kesan klasik

masjid ini.

Bahkan, bila masjid-masjid lainnya menggunakan kubah berbentuk bundar

dan pipih, kubah Masjid Besar Al-Mahmudiyah ini justru hanya berbentuk tajuk

limas dengan mustaka dan kubah dari aluminium. Simbol ini menandakan

arsitektur masjid ini terpengaruh oleh masjid-masjid di Jawa, seperti Masjid

Agung Demak.

Dari luar, masjid ini tampak biasa-biasa saja. Bahkan, menurut warga

setempat, masjid ini seperti kurang terawat. Namun demikian, pada bagian dalam,

masjid ini tampak begitu indah, kendati dinding-dindingnya masih berupa beton

semen. Luas bangunan masjid yang berukuran 40 X 30 meter persegi ini, mampu

menampung jamaah hingga sekitar 1.000 orang.

Dan keunikan lain dari masjid Al-Mahmudiyah yaitu terdapat kolam yang

berada dibelakang masjid yang berfungsi sebagai tempat wudhu,dan uniknya lagi

kolam inii tidak pernah kering walaupun musim kemarau,sekarang kolam ini

sudah mengalami pemugaran ,dimana kolam ini sudah bibuat menggunakan

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 16

Sumber : Google / Masjid Suro Palembang

Gambar 3.2 : Masjid Besar Al Mahmudiyah

Sumber : Google / Masjid Agung Demak

Gambar 3.2 : Masjid Agung Demah

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

17

keramik tetapi air dikolam ini sendiri masih berasal dari mata air yang masuk

melalui celah-celah keramik.dan dikolam dikembang biakan ikan yang berfungsi

untuk membersikan lumut yang ada pada kolam ini.

3.3. Ornamen / Ragam Hias

Setiap pintu atau jendela dimasjid ini juga terdapat ukiran yang berbahan

dasar kayu,dengan bentuk melengkung diatas pintu atau jendela seperti gambar

dibawah ini.

Jendela pada masjid ini memiliki 2 daun yang lumayan lebar dengan pola

pembuka seperti kipas.dan dibatasin dengan kayu-kayu yang disusun secara

vertikal sebagai pembatas.jendela sendiri memiliki ketinggian dari lantai setinggi

+ 60 cm.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 17

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.2 : Kolam Masjid Besar Al Mahmudiyah

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.3 : Ukiran Masjid Besar Al Mahmudiyah

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

18

Masjid Al-Mahmudiyah sendiri memiliki 4 tiang utama seperti masjid-

masjid nusantara lainya sebagai penopang utama masjid yang disebut soko

guru.dan memiliki 12 tiang lainya.

Dan yang unik lagi dari masjid ini pagar Masjid ini terbuatan dari

campuran perekat dan dicampur dengan pecahan barang-barang pecah belah.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 18

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.3 : Jendela Masjid Besar Al Mahmudiyah

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.3 : Soko Guru Masjid Besar Al Mahmudiyah

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 3.3 : Pagar Masjid Besar Al Mahmudiyah

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

19

BAB IV ANALISA

Masjid Al-Mahmudiyah mempunyai kemiripan dengan masjid Demak

dijawa, ini terlihat dari bentuk atap utama yang berbentuk Perisai yang merupakan

Atap Asli nusantara,serta memiliki atap puncak berbentuk Limas.dimana kedua

masjid ini sangat menyatu dengan daerah disekitarnya, karena bentuk masjid ini

sama seperti rumah penduduk.

Bentuk menara masjid ini sendiri mendapatkan pengaruh dari kolonial ini

bisa dilihat dari menara yang memiliki 8 persegi Seperti marcusuar yang dibuat

belanda ditepi pantai sebagai pemantau kapal-kapal laut,tapi di masjid ini di buat

sebagai tempat pengeras suara sehingga jika azan dan ada pengumuman penting

mempunyai jangkaun yang jauh dengan bantuan Menara ini.dan terdapat unsur

cina juga dalam terbentuknya menara ini,yang mana secara garis besar ada

kemiripan dengan pagoda dicina.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 19

Sumber : Google / Masjid Al Mahmudiyah

Gambar IV: Masjid Besar Al Mahmudiyah

Sumber : Google / Masjid Demak

Gambar IV: Masjid Agung Demak

Sumber : Google / Masjid Suro

Gambar IV: Menara

Sumber : Google / Marcusuar

Gamabr IV :Marcusuar Sembilang

Sumber : Google / pagoda cina

Gambar IV: Menara Porcelin

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

20

Jendela pada masjid Al-Mahmudiyah memiliki pengaruh dari Masa

kolonial ini terlihat dari bukaan pintu yang lebar yang seperti kipas,dan dibatasi

susunan kayu yang disusus secara vertikal dan memiliki ketinggian dari Lantai itu

lebih dari 60cm.

Seperti gambar dibawah ini,

Pada setiap pintu dan jendela di masjid Al-Mahmudiyah memiliki

ornamen berbentuk lengkung yang mana ukiran tersebut memiliki motif asli

palembang,ini bisa dilihat dari motif ukiran yang memiliki kesamaan dengan

motif songket palembang. Dan lengkungan sendiri kemungkinan pengaruh dari

kolonial ini bisa dilihat bangunan kolonial memiliki ciri khas dengan lengungan.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 20

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV : Jendela Masjid Al Mahmudiyah

Sumber : Google/Peninggalan Kolonial

Gambar IV : Kota Lama (Jakarta)

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV : Ornamen Masjid

Al Mahmudiyah

Sumber : Google / Songket

Gambar IV : Songket Palemabng

Sumber : Google /

JendelaKoloniaal

Gambar IV :

Lengkungan

Kolonial

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

21

Masjid Al-Mahmudiyah juga memiliki 4 tiang saka guru,dan dalam bahasa jawa

disebut soko guru yang berarti :

Soko = Tiang Penyangga

Guru = Utama

Dalam kamus besar bahasa indonesia saka guru berarti sesuatu yang menjadi

penegak atau pengukuh

Jadi dalam lingkup masjid Tiang soko guru berati tiang utama sebagai struktur

bangunan utama masjid.

Tiang soko guru dalam pembangunan masjid di jawa sendiri merupakan ciri khas

masjid di jawa salah satunya masjid Demak yang memiliki 4 tiang soko guru juga.

Masjid ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga

sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah

yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga

ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga

tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan.

Sedangkan Limasan merupakan bentuk atap yang memiliki sudut

berjumlah 5 yang menggambarkan 5 rukun Islam yaitu Syahadad, Sholat, Puasa,

Zakat dan Haji yang menjadi hal wajib bagi yang mampu. Selain itu bisa di

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 21

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV : Soko Guru Masjid

Al Mahmudiyah

Sumber : Google / Soko guru

masjid Demak

Gambar IV : Soko Guru Masjid

Agung Demak

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

22

artikan 5 sudut ini adalah jumlah sholat wajib yang harus dilaksanakan oleh umat

muslim.

            Pintu masjid ini memiliki 5 buah yang bisa di artikan sama dengan limasan

tadi. Pada esesnsinya pintu adalah jalan masuk,  begitu pula maksud dari 5 pintu

di masjid Demak ini adalah  pintu yang akan membawa umat manusia pada

kedamaian.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 22

Sumber : Google / Masjid Al Mahmudiyah

Gambar IV : Masjid Besar Al Mahmudiyah

Sumber : Google / Masjid Demak

Gambar IV : Masjid Agung Demak

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

23

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan sumber-sumber yang diperoleh selama penyusunan makala ini

Masjid Al-Mahmudiya dibangun diatas tanah wakaf Kiagus H. Khotib M. Saman

oleh K.H. A. Rahman Delamat dan selesai tahun 1320 H atau 1891 M.

Dan masjid ini yang awalnya bernama masjid Suro juga pernah dibongkar oleh

pihak belanda sehingga masjid ini tidak dipergunakan selama 36 tahun,masjid ini

baru berfungsi lagi sejak di ambil ahli oleh kiai Khotib

Perkembangan masjid dinusantara mengalami perkembangan dan pengaruh dari

luar nusantara seperti Arab,Cina,Jawa,Kolonial dan Palemabng ,sehingga banyak

masjid dinusantara mengalami akulturasi yang berpengaruh terhadap Arsitektur

Masjid-masjid di nusantara, termasuk juga Masjid Al-Mahmudiyah yang

mengalami akulturasi dari segi Tampak,Ornamen,Ragam hias.

Masjid Al-Mahmudiyah merupakan salah satu masjid tertua di palembang yang

secara keseluruhan masih dipertahankan bentuk aslinya dan ada beberapa

perbaikan dan renovasi ,masjid ini juga mengalami pengaruh Budaya

Cina,Jawa,Kolonial dan Palemabng dari segi Arsitektur, ini bisa dilihat dari

ornamen dan fasade masjid al-mahmudiyah. Di samping itu masjid ini memiliki

persamaan Fasade dengan masjid nusantara tepatnya Masjid-masjid di jawa

seperti Masjid Demak.

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 23

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANGTEKNIK ARSITEKTUR

24

DAFTAR PUSTAKA

I. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/28/m6bysk-

masjid-besar-almahmudiyah-palembang-klasik-dan-tradisional-3

II. http://log.viva.co.id/news/read/379553-wisata-religi-masjid-agung-demak-

kota-wali

III. http://www.visitjawatengah.com/in/what-to-experience-in-jawa-tengah/

categories/culture-and-heritage/item/masjid-agung-demak-dan

IV. http://id.wikipedia.org

Masjid Besar Al-Mahmudiyah 24