Makala h

download Makala h

of 24

description

hhhhh

Transcript of Makala h

BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTonsilitis adalah suatu peradangan atau inflamasi (pembengkakan) akut pada tonsil atau amandel. Organisme penyebabnya yang utama meliputi streptococcus atau staphylococcus (Charlene J. Reeves,2001). Tonsil dikenal di masyarakat sebagai penyakit amandel, merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat yang sebagian besar terjadi pada anak-anak. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa, dan masih banyak masyarakat yang belum mengerti bahkan tidak tahu mengenai gejala-gejala yang timbul dari penyakit ini. Biasanya penderita tonsilitis ini mengalami sakit tenggorokan, sakit ketika menelan, parinx mengalami edema dan bewarna merah. Selain itu juga muncul abses pada tonsil. Komplikasi ini disebut dengan sakit tenggorokan quinsy atau peritonsilian abses (Reeves, 2001).Abses peritonsiler termasuk salah satu abses leher bagian dalam. Selain itu terdapat abses parafaring, abses retrofaring, dan angina ludavici (Ludwigs angina), atau abses submandibula juga termasuk abses leher bagian dalam. Abses peritonsil terbentuk karena penyebaran organisme bakteri dari tonsil atau daerah lain di sekitarnya. Sumber infeksi dapat berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil, maupun penjalaran dari infeksi gigi. Dalam hal ini infeksi telah menembus bagian kapsul tonsil, tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem imunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun, kemungkinan hampir 45.000 kasus setiap tahun.

1.2 Tujuan1.2.1 mengetahui pengertian tonsilitis dan abses peritonsilitas1.2.2 mengetahui epidemiologi tonsilitis dan abses peritonsilitas1.2.3 mengetahui etiologi tonsilitis dan abses peritonsilitas1.2.4 mengetahui tanda dan gejala tonsilitis dan abses peritonsilitas1.2.5 mengetahui patofisiologi tonsilitis dan abses peritonsilitas1.2.6 mengetahui komplikasi dan prognosis tonsilitis dan abses peritonsilitas1.2.7 mengetahui pengobatan tonsilitis dan abses peritonsilitas1.2.8 mengetahui pencegahan tonsilitis dan abses peritonsilitas1.2.9 mengetahui pathways tonsilitis dan abses peritonsilitas1.2.10 mengetahui asuhan keperawatan tonsilitis dan abses peritonsilitas

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 PengertianTonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel (Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ). Tonsilitis yaitu peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Organisme penyebabnya yang utama meliputi streptococcus atau staphylococcus.Streptokokus group A adalah organisme paling umum yang berkaitan dengan tonsilitis dan adenoid. Infeksi terjadi pada hidung atau pharinx menyebar melalui sistem limpa ke tonsil. Penderita tonsilitis mengalami sakit tenggorokan, sakit ketika menelan, pharinx mengalami edema dan berwarna merah. Selain itu juga muncul abses pada tonsil. Komplikasi ini disebut dengan sakit tenggorokan quinsy atau peritonsilian abses (Reeves, 2001). Abses peritonsil termasuk salah satu abses leher bagian dalam. Selain abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring, dan angina ludavici (Ludwigs angina), atau abses submandibula juga termasuk abses leher bagian dalam. Abses leher dalam terbentuk di antara fascia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Penjalaran infeksi disebabkan oleh perembesan peradangan melalui kapsula tonsil. Peradangan akan mengakibatkan terbentuknya abses dan biasanya unilateral. Gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi.Abses peritonsil terbentuk karena penyebaran organisme bakteri yang menginfeksi tenggorokan pada satu ruangan areolar yang longgar disekitar faring yang biasa menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus bagian kapsul tonsil, tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring. Peritonsillar abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan (accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis. Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 ) yaitu : 2.1.1. Tonsilitis Akuta. Tonsilitis viralTonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.b. Tonsilitis bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.2.1.2 Tonsilitis Membranosaa. Tonsilitis difteri Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.b. Tonsilitis septikTonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi.c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.d. Penyakit kelainan darahTidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.2.1.3. Tonsilitis Kronik Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

2.2 Epidemiologi 2.2.1 Pada tonsilitisTonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi pada anak-anak muda dengan usialebih dari 2tahun.Tonsilitis yang disebabkan oleh spesiesStreptococcusbiasanyaterjadipadaanakusia5-15tahun,sedangkan tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda. Data epidemiologimenunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi padausia5-10tahundan dewasa mudausia15-25tahun. Dalam suatupenelitian prevalensi karierGroupAStreptokokusyang asimptomatisyaitu:10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yangdilakukan diSkotlandia,usia terseringpenderitaTonsilitis Kronisadalah kelompokumur 14-29tahun, yaknisebesar50% . Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita TonsilitisKronis terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun.2.2.2 Pada abses peritonsilerAbses peritonsil sering mengenai orang dewasa pada usia 20 sampai 40 tahun. Pada anak jarang terjadi, kecuali yang mengalami gangguan penyakit kekebalan tubuh, tetapi pada anak infeksi dapat menyebabkan gangguan obstruksi jalan nafas. Persentase efek gangguan jalan nafas sama pada anak laki-laki dan perempuan. Pada umumnya infeksi di bagian kepala leher terjadi pada orang dewasa. Insiden abses peritonsil di A.S terjadi 30 per 100.000 orang/tahun. Dikutip dari Hanna BC, Herzon melaporkan data insiden terjadinya abses peritonsil; 1/6500 populasi atau 30.1/40.000 orang pertahun di Amerika Serikat. Di Irlandia Utara dilaporkan 1 per 100.000 pasien per tahun dengan rata-rata usia 26.4 tahun.2.3 EtiologiTonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring lalu masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan (Farokah, 2003). Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna (Colman, 2001). Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes namun dapat juga disebabkan oleh infeksi virus. Streptokokus group A beta-hemotlitikus menyebabkan gejala fokal. Drainase yang buruk pada kripta akan menyebabkan terjadinya retensi debris sel, sehingga dapat menjadi medium yang baik untuk perkembangan bakteri. Ketika terbentuk abses di kripta, infeksi menyebar dari epitel yang defek ke parenkim tonsilaris sehingga menyebabkan tonsilitis parenkim kripta. Infeksi juga melakukan penetrasi ke kapiler sekitar kripta, sehingga memberikan jalan untuk toksin dan bakteri menyebar ke sirkulasi sistemik. Dalam jangka waktu yang panjang, parenkim tonsilaris akan menjadi jaringan fibrois dan megalami atrofi.Komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil merupakan sumber terjadinya abses peritonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsil adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, dan Peptostreptococcus sp. Kebanyakan abses peritonsil diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik sedangkan virus yang dapat menyebabkan abses peritonsil antara lain Epstein-Barr, adenovirus, influenza A dan B, herpes simplex, dan parainfluenza.

2.4 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala tonsilitis seperti demam mendadak, nyeri tenggorokan, mendengkur, dan kesulitan menelan (Smeltzer, 2001) sedangkan menurut Mansjoer (2000) adalah suhu tubuh naik hingga 40C, rasa gatal atau kering di tenggorokan, lesu, nyeri sendi, odinifagia atau nyeri menelan, anoreksia, dan otalgia atau nyeri telinga. Bila laring terkena suara akan menjadi serak. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemisis, tonsil membengkak. Beberapa gejala klinis abses peritonsil antara lain berupa pembengkakan awal yang hampir selalu berlokasi pada daerah palatum mole di sebelah atas tonsil yang menyebabkan tonsil membesar ke arah medial. Onset gejala abses peritonsil biasanya dimulai sekitar 3 sampai 5 hari sebelum pemeriksaan dan diagnosis. Gejala klinis berupa rasa sakit di tenggorok yang terus menerus hingga keadaan yang memburuk secara progresif walaupun telah diobati. Rasa nyeri terlokalisir, demam tinggi, (sampai 40C), lemah dan mual. Odinofagi dapat merupakan gejala menonjol dan pasien mungkin mendapatkan kesulitan untuk makan bahkan menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi ludah sehingga terjadi hipersalivasi dan ludah seringkali menetes keluar. Keluhan lainnya berupa mulut berbau (foetor ex ore), muntah (regurgitasi) sampai nyeri alih ke telinga (otalgi). Trismus akan muncul bila infeksi meluas mengenai otot-otot pterigoid. Penderita mengalami kesulitan berbicara, suara menjadi seperti suara hidung, membesar seperti mengulum kentang panas (hot potatos voice) karena penderita berusaha mengurangi rasa nyeri saat membuka mulut. Seperti dikutip dari Finkelstein, Ferguson mendefinisikan hot potato voice merupakan suatu penebalan pada suara.

2.5 Pathofisiologi2.5.1 Tonsilitis Patofisiologi tonsilitis yaitu bakteri atau virus yang memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk dan membentuk antibody terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis akut dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan demam tinggi (39C-40C). Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sakit menelan, tenggorokan akan terasa mengental. (Charlene J. Reeves,2001). Tetapi bila penjamu memiliki kadar imunitas antivirus atau antibakteri yang tinggi terhadap infeksi virus atau bakteri tersebut, maka tidak akan terjadi kerusakan tubuh ataupun penyakit. Sebaliknya jika belum ada imunitas maka akan terjadi penyakit (Arwin, 2010). Sistem imun selain melawan mikroba dan sel mutan, sel imun juga membersihkan debris sel dan mempersiapkan perbaikan jaringan (Sterwood, 2001). Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang yang menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus (Iskandar N,1993). Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menimbulkan radang berupa keluarnya leukosit polymorph nuklear serta terbentuk detritus yang terdiri dari kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang lepas.2.5.2 Abses peritonsilerAbses leher dalam terbentuk di antara fascia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Penjalaran infeksi disebabkan oleh perembesan peradangan melalui kapsula tonsil. Peradangan akan mengakibatkan terbentuknya abses dan biasanya unilateral. Gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi. Patofisiologi abses peritonsil terbentuk karena penyebaran organisme bakteri dari tonsil atau daerah lain di sekitarnya. Sumber infeksi dapat berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil, maupun penjalaran dari infeksi gigi. Dalam hal ini infeksi telah menembus bagian kapsul tonsil, tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsilitis eksudatif pertama menjadi peritonsilitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation). Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang. Pada st`adium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil ke tengah, depan, bawah, dan uvula bengkak terdorong ke sisi kontra lateral. Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru. Selain itu, abses peritonsil terbukti dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsilitis kronis atau berulang (recurrent) sebelumnya. Abses peritonsil dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari infeksi virus Epstein-Barr (mononucleosis).

2.6 Komplikasi 2.6.1 Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu : 1. Abses peritonsilTerjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).2. Otitis media akutInfeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ). 3. Mastoiditis akutRuptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).4. LaringitisMerupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupun karena alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001).5. SinusitisMerupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).6. RhinitisMerupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).7. Abses parafaringGejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan disekitar akulus mandibula, demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal. 8. Abses intratonsilarMerupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada tonsilitis folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan dengan pemberian antibiotika dan drainase abses, serta dilakukan tonsilektomi.9. Tonsilitis kronis dengan serangan akutBiasanya terjadi karena tata laksana tonsilitis akut yang tidak adekuat. Infeksi kronis dapat terjadi pada folikel limfoid tonsil dalam bentuk mikroabses. 10. Tonsilolith (kalkulus tonsil)Tonsilolith dapat ditemukan pada tonsilitis kronis bila kripta diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik klsium dan magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa denagn mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan. 11. Kista tonsilarDisebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan mudah didrainase.12. Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritisAnti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini mengindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa terjadinya penyakit glomerulonefritis. (dhingra, 2005). 2.6.2. Komplikasi abses peritonsilitis1) abses pecah spontan, mengakibatkan pendarahan aspirasi paru, atau piema. 2) Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring dapat terjadi penjalaran ke media stinum menimbulkan mediasnitis.3) Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavemosus, meningitis, dan abses otak. Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika didiagnosis PTA diabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progression penyakit.4) Sekuele post streptokokus seperti glomerulonefritis dan demam rheumatik apabila bakteri penyebab infeksi adalah Streptococcus Group A.5) Kematian walaupun jarang dapat terjadi akibat perdarahan atau nekrosis septik ke selubung karotis atau carotid sheath.6) Peritonsilitis kronis dengan aliran pus yang berjeda. Akibat tindakan insisi pada abses, terjadi perdarahan pada arteri supratonsilar.

2.7 Prognosis 2.7.1. Tonsilitis Tonsilitis biasanya dapat sembuh dalam waktu beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Penanganan gejala klinis dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi. Antibiotik tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya. Infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneuminia. (snow, 2003).2.7.2. Abses peritonsilitisAbses peritonsil merupakan penyakit yang jarang menyebabkan kematian kecuali jika terjadi komplikasi berupa abses pecah spontan dan menyebabkan aspirasi ke paru. Selain itu komplikasi ke intrakranial juga dapat membahayakan nyawa pasien. Abses peritonsoler hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi, maka ditunda sampai 6 minggu berikutnya. Pada saat tersebut peradangan telah mereda, biasanya terdapat jaringan fibrosa dan granulasi pada saat operasi.

2.8 Pengobatan/penatalaksanaan2.8.1 Penatalaksanaan tonsilitis Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 : 1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan. 2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika : a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun. b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun. c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun. d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis akut adalah : a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin. b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif. d. Pemberian antipiretik. Menurut Fahrun Nur 2009, penatalaksanaan tonsilitis akut dengan memperbaiki higiene mulut, pemberian antibiotika spektrum luas selama 1 minggu dan Vitamin C dan B kompleks. Pada beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih dari 5 hari. Pemberian antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda lebih cepat. Meskipun demikian, tanpa antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala dapat bertahan sampai 9 hari selama pemberian terapi (Brook, 2008). Pada tonsilitis bakteri, penisililin merupakan antibiotik lini pertama untuk tonsilitis akut yang disebabkan bakteri Group A Streptococcus B hemoliticus (GABHS). Walaupun pada kultur GABHS tidak dijumpai, antibiotik tetap diperlukan untuk mengurangi gejala. Jika dalam 48 jam gejala tidak berkurang atau dicurigai resisten terhadap penisilin, antibiotik dilanjutkan dengan amoksisilin asam klavulanat sampai 10 hari (Christoper, Linda 2006; Current, 2007). Pada tonsillitis kronik dilakukan terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap dan terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil. Mansjoer, A (1999).Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit (Wanri A, 2007).2.8.2 Penatalaksaan abses peritonsilerPada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi, dan obat simtomatik juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan compres dingin pada leher. Pemilihan antibiotik yang tepat tergantung dari hasil kultur mikroorganisme pada aspirasi jarum. Penisilin merupakan drug of chioce pada abses peritonsilar dan efektif pada 98% kasus jika yang dikombinasilakn dengan metronidazole. Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600mg IV tiap 6 jam selama 12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6 jam. Metronidazole dosis awal untuk dewasa 15mg/kg dan dosis penjagaan 6 jam setelah dosis awal dengan infus 7,5mg/kg selama 1 jam diberikan selama 6-8 jam dan tidak boleh lebih dari 4 gr/hari.1Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera gejala-gejala pasien.Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal diganglion sfenopalatum. Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi a chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi a tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi a froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Absesperitonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat ini belum adakesepakatan kapan tonsilektomi dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 68 minggu kemudian mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian lagi menganjurkan tonsilektomi segera.Penggunaan steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru yang dilakukan Ozbek mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal intravenous dexamethasone pada antibiotik parenteral telah terbukti secara signifikan mengurangi waktu opname di rumah sakit (hours hospitalized), nyeri tenggorokan (throat pain), demam, dan trismusdibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi antibiotik parenteral.

2.9 Pencegahan 2.9.1 Pada TonsilitisBakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu penderita ke orang lain. Tidaklah jarang terjadi seluruh keluarga atau beberapa anak pada kelas yang sama datang dengan keluhan yang sama, khususnya bila Streptokokus pyogenase adalah penyebabnya. Risiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderta Tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang-orang yang merupakan karier Tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain (Edgren, 2002).2.9.2 Pada Abses PeritonsilerPencegahan dari abses peritonsiler pada umumnya hampir sama dengan tonsilitis. Secara garis besar yaitu dengan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut, serta tidak merokok, mencuci tangan dengan bersih untuk mencegah infeksi agar tidak menyebar. Jika terjadi tonsilitis, terutama tonsilitis bakteri, maka infeksi perlu segera diobati sampai tuntas untuk mencegah terjadinya abses.

BAB 3. PATHWAYS

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

BAB 5. PENUTUP