Majalah Pertambangan Edisi 4

41
Diterbitkan oleh Perhapi | Edisi 4 / III / Oktober 2012 Kajian Ekonomi Pencucian Batubara dalam Kaitannya dengan Konservasi Cadangan Batubara Kajian Ekonomi Pencucian Batubara dalam Kaitannya dengan Konservasi Cadangan Batubara Sekilas Perjalanan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Sekilas Perjalanan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Menanti Rebound Batubara Menanti Rebound Batubara Konferensi Batubara Indonesia yang ke-lima “Save Indonesian Coal” Konferensi Batubara Indonesia yang ke-lima “Save Indonesian Coal”

Transcript of Majalah Pertambangan Edisi 4

Page 1: Majalah Pertambangan Edisi 4

Diterbitkan oleh Perhapi | Edisi 4 / III / Oktober 2012

Kajian Ekonomi Pencucian Batubara dalam Kaitannya dengan

Konservasi Cadangan Batubara

Kajian Ekonomi Pencucian Batubara dalam Kaitannya dengan

Konservasi Cadangan Batubara

Sekilas Perjalanan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Sekilas Perjalanan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Menanti Rebound Batubara

Menanti Rebound Batubara

Konferensi Batubara Indonesia

yang ke-lima “Save Indonesian Coal”

Konferensi Batubara Indonesia

yang ke-lima “Save Indonesian Coal”

Page 2: Majalah Pertambangan Edisi 4

2 | Oktober 2011 • Pertambangan Indonesia Oktober 2011 • Pertambangan Indonesia | 1

Pemimpin RedaksiKetua Bidang Media dan

Informasi PERHAPI

EditorHidir Tresnadi

Abraham LagaligoJoko Susilo

ArtistikKinetika Strategic Communications

Irene R.K. SaptiAntonius Bharata Ciptadi

Editor FotoSigit Pramono

IklanYulianingsih

PemasaranKetua Bidang Pemasaran dan

Outreach PERHAPI

DistribusiKasijo

Penerbit:PERHAPI

Perhimpunan Ahli Pertambangan IndonesiaAssociation of Indonesian Mining Professionals

Alamat Redaksi:Komplek Rukan Crown Palace Blok D No. 9

Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH. No. 231Jakarta Selatan - 12870

Telp: (62-21) 837 837 66, 837 966 61Fax: (62-21) 837 837 65

E-mail: [email protected]

Website:www.perhapi.or.id

Pro dan Kontra dalam mensikapi sebuah kebijakan pemerintah, khususnya sektor pertambangan, yang dilatarbelakangi informasi, pengalaman dan pemahaman yang berbeda, akan memperkaya bobot dialektika. Perbedaan pendapat akan memperkuat dasar pemahaman sektor tersebut pada masa mendatang.

Pada abad 21 Indonesia akan mengulang masa-masa kejayaan nusantara, sebuah siklus 7 abad, Sriwijaya pada abad ke-7, dan Majapahit abad ke-14, cetus Jero Wacik. Sebab dalam perekonomian global yang melambat, seperti AS dan Eropa yang mengalami pertumbuhan ekonomi 2,2 %. Indonesia dapat tumbuh melampaui 5%. Sehingga John O’Neill (penggagas konsep BRIC – Brazil, Rusia, India dan Cina) dalam jurnal Goldman Sachs, baru-baru ini mengusulkan konsep MIST (Mexico, Indonesia, South Korea and Turkey), yang akan menggantikan BRIC.

Kebangkitan pada sektor pertambangan dimulai ketika pemerintah berkeputusan menghentikan ekspor hasil tambang berbentuk mentah atau bijih, berdasarkan pada semangat meningkatkan nilai tambah, yang hanya dapat berlangsung jika industri hilir dikembangkan pula untuk menyerap berbagai produk yang dihasilkannya. Selain itu adalah renegosiasi kontrak-kontrak pertambangan, yang sesuai amanat UU Minerba.

Krisis global dunia pertambangan, mineral dan batubara kembali terjadi. Sejak awal 2012 harga komoditi menunjukkan kecenderungan menurun. Krisis ekonomi Eropa, yang merambah kawasan Asia, terutama China, India, dan Korea Selatan, telah mempengaruhi impor bahan-bahan tambang Indonesia. Meski krisis ini belum akan pulih hingga 2013. Namun diharapkan kita dapat melalui krisis dengan baik seperti pada 2008, dimana Industri pertambangan tetap menjadi sektor penerimaan negara, yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Selain itu krisis tersebut secara tidak langsung merupakan langkah konservasi dalam neraca sumberdaya mineral nasional. Dan mengingatkan bahwa bisnis pertambangan membutuhkan komitmen, modal, profesional yang konsisten. Bukan bisnis sesaat yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek lalu mati.

Pada edisi IV tahun 2012 ini, dengan berakhirnya masa kepengurusan Perhapi. Semoga pengurus Perhapi yang baru, dapat melanjutkan dan mengembangkan program-program yang ada, serta meningkatkan perannya dalam industri Pertambangan nasional.

Ketua Umum Perhapi

Irwandy Arif

Pembaca yang budiman,

Page 3: Majalah Pertambangan Edisi 4

Oktober 2011 • Pertambangan Indonesia | 3

Edisi 4 / III / Oktober 2012

Diterbitkan oleh PERHAPI

4

9

20

31

16 54

7072

192729304041

60

Feature Articles

Technical Papers

PERHAPI News

Mantan Direktur PT. Aneka Tambang TbkDedi Aditya SumanagaraTambang Bukana Pekerjaan Amatiran

Applications off Fibre-Reinforced Shotcrete (Fibrecrete) Support at Still Drift (Production Stope) in Pongkor Underground Gold Mine PT. Antam (Persero), Tbk *Oleh : Yosep Purnama, Agus Sudharto, Catur Budiyanto, Bayu Wibisana

Analisis Faktor-Faktor Produktifitas Alat Muat dalam Upaya Penentuan Strategi Peningkatan Produktifitas Liebher R996B PT KPC Sangatta, Kalimantan Timur*Oleh: Agus Soleh Renggana Mining Operation Division PT. Kaltim Prima Sangata Site, Kalimantan Timur 2011

Kajian Ekonomi Pencucian Batubara dalam Kaitannya dengan Konservasi Cadangan Batubara ( Studi Kasus : Tambang Mereh, PT. Arutmin Indonesia)*Oleh: Riandi Rachmawan PT. Arutmin Indonesia

Menanti Rebound Batubara Serba Serbi TPT XXI dan KONGRES VIII PERHAPI 2012

Mining Tour Cibaliung Gold Mine

Rakornas Perhapi 2012

Diklat Mining Law Essentials Banyak Peminat

Agincourt Terpaksa Menutup Sementara Martabe

Konferensi Batubara Indonesia yang ke-lima “Save Indonesian Coal”

AutoMine Automation Systems di Tambang Intan Argyle,Australia Barat

Sekilas Perjalanan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Benarkah UU Minerba Melanggar Konstitusi?*Oleh: Kosim Gandataruna Pengamat Sektor Pertambangan Umum

Sekilas Penyelenggaraan KONGRES VIII dan TPT XXI PERHAPI 2012

37

38

39

49

50

51

52

53

Lintas Peristiwa | Kilas Berita

Lintas Peristiwa | Kilas Korporat

14 Perusahaan Tambang Sepakati Renegosiasi KontrakRenegosiasi Kontrak PT. Vale Indonesia Tbk akan Rampung Tahun iniKementerian ESDM Ragu Royalti Bisa Naik Jadi 10%

PT. Newmont Nusa Tenggara Tbk PHK-kan 100 Karyawannya2013, Pemerintah Tergetkan Bea Keluar Tambang Seharga 8,07 TriliunAPBI: Puluhan Perusahaan Batubara Tak Beroperasi

2013, Dirjen Pajak Bidik Tambang Skala MediumBupati Murung Raya Pertanyakan Moratorium Izin TambangPemerintah Daerah DIminta Hati-Hati Terbitkan IUPPemkab Banyuwangi Minta 10% Saham Bukit Tujuh

Penurunan Harga Komoditas Tekan Performa AntamAnak Usaha Antam Tunda Akuisisi IUP Tambang Batubara2013, CAPEX Antam Mencapai Rp 9 TriliunBukit Asam Siap Investasi US$ 580 Jut2013, Batubara Bukit Kendi Siap Berproduksia

Newmont Lanjutkan Eksplorasi Tambang ElangNewmont Tolak Bangun SmelterKisruh di Bumi PlcBumi Plc Persoalkan Dana US$ 637 Juta

J Resources Raih Fasilitas Pinjaman US$ 135 Juta dari PerbankanPerkuat Kinerja, ABM Investama Serap Capex 161,95 JutaAnak Usaha Medco Energi Produksi 600.000 Ton Batu BaraHarum Energi Akuisisi 50,5% Saham Perusahaan Tambang Batubara

Kinerja Ancora Resources Tertekan Akibat Beban MelonjakUNTR Akuisisi 3 Tambang Batu BaraAgustus 2012, Penjualan Batu Bara UNTR Naik 42%Akhir 2012, Djakarta Lloyd Angkut Batubara Milik PLN

Kuartal III-2012, Target Penjualan Batubara Indo Tambang 19 Juta Ton2012, PTMG Tunda Akuisisi TambangBagi Dividen Interim Rp 1,88 TriliunProyek Batu Bara Nusantara Energy Tetap BerlanjutResource Alam SIapkan Dana Rp 200 Miliar Untuk Buyback SahamExploitasi Energi Raih Kontrak Penjualan 40 Juta Ton

Pembukaan TPT XXI dan Kongres VIII PERHAPI 2012

Ucapan Terima Kasih

7476

Page 4: Majalah Pertambangan Edisi 4

FEATURE ARTICLES

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 54 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

FEATURE ARTICLES

Dedi Aditya Sumanagara

Tambang Bukan Pekerjaan Amatiran

Banyak pihak yang menuding berbagai masalah yang menghinggapi sektor pertambangan disebabkan oleh desentralisasi kewenangan. Sehingga memunculkan

wacana agar kewenangannya dikembalikan ke pemerintah pusat atau minimal ke provinsi. Namun mantan Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk, Dedi Aditya Sumanagara tak sependapat. Menurutnya, soal otonomi daerah bukan hal yang perlu didiskusikan lagi. Yang penting sekarang adalah bagaimana pemerintah membantu implementasi UU Minerba di daerah agar sesuai yang diharapkan.

Sektor pertambangan, menurutnya, adalah sektor yang istimewa karena bersinggungan dengan sektor-sektor lainnya. Karena itu penanganannya juga harus khusus.

Untuk mengetahui bagaimana penilaian dan harapannya terhadap industri pertambangan, berikut perbincangan dengannya.

T: Bagaimana anda melihat industri pertambangan saat ini?

J: Sektor pertambangan akhir-akhir ini sarat dengan tantangan. Saya melihat masih banyak hal tidak seperti yang diharapkan dalam Undang-Undang Minerba. Terutama di dalam pelaksanaannya di daerah. Dengan UU itu mestinya isu-isu lama seperti tumpang tindih lahan, pembebasan lahan dan sebagainya bisa teratasi. Tetapi kenyataannya belum bisa teratasi.

Kemudian dari segi perundang-undangan yang mungkin masih difinalkan turunannya. Diharapkan bisa meminimalkan hal-hal yang masih jauh dari yang diharapkan itu. Sehingga memberikan rasa aman dan kepastian dalam berusaha. Karena saya melihat di daerah belum siap benar untuk menjadi regulator di tingkat daerah.

Perlu dipahami bahwa pertambangan itu bukan suatu usaha yang sama dengan industri lainnya. Bisa dibilang sektor pertambangan itu istimewa dalam pengertian penanganannya harus khusus. Sebab sektor ini menyangkut aspek yang banyak bersinggungan dengan bidang-bidang lain, seperti kehutanan, pembebasan lahan, dan sebagainya. Jika tidak didukung oleh UU yang kuat dan pelaksanaannya yang benar, maka akan terasa sekali bahwa pertambangan itu akan lebih jauh lagi dari apa yang diharapkan oleh masyarakat.

Yang diharapkan masyarakat dari pertambangan itu adalah memberikan pendapatan yang baik, sekaligus bisa menjaga lingkungan dengan pengelolaan yang benar. Namun sekarang ini, dimana setiap orang bisa memiliki tambang. Terutama tambang-tambang yang berjangka pendek, masalah pengelolaan lingkungan dan konservasi tidak diperhatikan. Bisa dibayangkan pengelolaan tambang dilakukan jika yang diutamakan hanyalah bagaimana mendapatkan keuntungan cepat dalam jangka pendek. Hanya kadar bagus yang diambil, kadar yang jelek ditinggalkan begitu saja.

Tentu berbeda jika dikelola oleh tambang besar yang mengoperasikan tambang dengan konsep mixing. Konsep optimasi dari potensi yang ada merupakan acuan dasar operasional perusahaan-perusahaan yang mapan.

Sekali lagi, tambang bukan pekerjaan amatiran. Tambang harus dikerjakan secara profesional. Karena akibatnya, akan ditanggung oleh daerah dalam jangka panjang. Perlu selalu diingat, pandangan-pandangan dari masyarakat sendiri dari dulu sudah tidak nyaman, bahkan melihat tambang sebagai suatu usaha yang banyak aspek negatifnya. Kalau pelaksanaan perundang-undangan yang ada tidak segera diperbaiki, maka ini akan lebih memberi persepsi yang negatif di masyarakat.

T: Saat ini pemerintah berupaya memperbaiki hal itu. Bagaimana anda melihat langkah-langkah yang diambil pemerintah?

J: Pemerintah belakangan melakukan pelarangan ekspor bijih. Ekspor hanya dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah clean and clear di dalam masalah administrasi, aspek-aspek perijinan, kehutanan dan sebagainya. Menurut saya, langkah tersebut merupakan semacam filter untuk meminimalkan hal-hal yang tidak baik tadi.

Saya berharap, bukan hanya itu saja. Perjalanan masih panjang ke depan. Yang berikutnya yang harus dilakukan adalah bagaimana implementasi peraturan-peraturan pelaksanaan UU. Harus kuat benar turunan dan pelaksanaan dari UU itu sehingga dampak negatif dapat diminimalkan.

Pihak perusahaan juga harus selalu mengkomunikasikan ke masyarakat bahwa mining is mining. Di negara manapun

Page 5: Majalah Pertambangan Edisi 4

6 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

FEATURE ARTICLES FEATURE ARTICLES

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 7

industri pertambangan itu selalu ada. Jadi bukan merupakan sesuatu disaster atau apa namanya. Di negara maju sekalipun seperti di AS, pertambangan juga ada, tetapi permasalahannya pertambangan harus dilindungi dengan aturan-aturan yang pasti, dan pelaksanaannya juga harus bagus di daerah. Sehingga isunya bukan pertambangan ada atau tidak ada, tetapi pertambangan yang baik sesuai dengan good mining practice.

Tetapi kalau kita tidak peduli, maka persepsi masyarakat yang didukung oleh LSM-LSM yang pro lingkungan akan lebih memojokkan dengan mengatakan bahwa industri pertambangan lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya.

T: Kondisi sekarang ini adalah akibat desentralisasi. Apakah Bapak melihat desentralisasi itu gagal?

J: Desentralisasi menurut saya bukan suatu hal yang perlu didiskusikan lagi. Itu suatu hal yang sudah kenyataan. Itu kehendak rakyat. Segala sesuatunya pasti ada kurang dan ada lebihnya. Bahkan tentu saja filosofinya waktu itu untuk memperbaiki perundang-undangan sebelumnya.

Sekarang yang penting menurut saya, bagaimana segera diadakan langkah-langkah agar supaya daerah itu antara lain lebih mampu menjadi regulator di daerah, fungsi pengawasannya, kemudian governance. Dalam arti menjalankan yang benar dan selalu memperbaiki yang kurang baik. Langkah-langkah Kementerian ESDM yang menggunakan Kepmen untuk menghentikan ekspor bijih, itu menurut saya keputusan yang berani. Langkah itu bisa meminimalkan pengelolaan tambang yang tidak memberikan manfaat yang maksimal untuk bangsa dan negara ini. Namun tentunya tidak cukup hanya sampai di situ. Penataan lebih jauh untuk jangka panjang harus segera diikuti dengan basis UU yang ada.

T: Dengan kondisi carut marut perijinan di daerah, banyak yang menganggap desentralisasi gagal. Kemudian timbul wacana agar agar kewenangan dikembalikan itu dikembalikan ke pemerintah pusat atau minimal gubernur. Bagaimana menurut anda?

J: Menurut saya, pada akhirnya, UU adalah UU. Kalau memang banyak yang menilai dengan cara itu (desentralisasi) mudharatnya jauh lebih banyak daripada manfaatnya, menurut saya sebaiknya dikembalikan kembali saja ke masayarakat supaya masyarakat yang menjadi judgement.

Sekali lagi, masalah otonomi daerah adalah masalah yang sensitif. Betul dalam pelaksanaannya itu banyak menimbulkan hal-hal negatif sehingga memberikan dampak yang jelek terhadap pertambangan, termasuk masalah legalnya. Tetapi desentralisasi merupakan UU. Perubahannya harus dengan UU juga.

Saya melihat masalah ini memang banyak tantangan. Tetapi cara mengatasinya, apakah implementasinya yang harus

diperbaiki. Kalau dulu bocornya misalnya di pusat (pemerintah pusat), sekarang di pemerintah daerah. Jadi, sama saja kedua-duanya masalah. Tetapi yang penting implementasinya. Sekali lagi desentralisasi itu hal yang sensitif dan harus dikembalikan kepada keinginan rakyat.

T: Sekarang ini pemerintah sudah memperoleh proposal dari perusahaan tambang swasta untuk membangun lebih dari 150-an smelter. Apa Bapak yakin?

J: Saya nggak yakin semuanya dapat terwujud. Tetapi kita harus bisa memberikan kesempatan. Tekankan kepada perusahaan-perusahaan itu untuk melaksanakan dengan benar dan baik. Jangan sampai proposal itu hanya untuk memenuhi syarat saja agar mereka bisa melakukan ekspor. Jadi harus betul-betul disiapkan dengan baik.

Sekali lagi itu tidak mudah. Kalau harga komoditinya relatif seperti 5 tahun terakhir relatif sih oke. Tetapi jangan lupa kenaikan komoditi baru terjadi dalam 5 tahun terakhir. Dulu 20-30 tahun lalu, harga komoditi tidak seperti itu, terutama untuk nikel dan sebagainya. Pada waktu itu, investasi setengah mati. Dengan harga nikel sekarang belum tentu itu memberikan keuntungan.

T: Belakangan banyak dispute, tumpang tindih lahan. Ada lahan BUMN tumpang tindih dengan swasta yang diterbitkan oleh Bupati. Bagaimana menurut anda?

J: Jelas itu masalah governance yang harus diperbaiki. Pelaksanaannya dan sanksi-nya harus dilaksanakan. Asalkan BUMN itu melalui cara yang baik / governance, menurut saya, keberpihakan itu tidak salah. Kalau kita lihat misalnya, BUMN nya tidak kualified, tidak ditawarkan tidak salah. Tapi logikanya, kalau dibandingkan dengan swasta nasional, yang jelas BUMN mestinya diberi kesempatan lebih dulu. Karena pasti lebih mampu.

Ada satu persepsi, BUMN itu hanya mendekap KP (sekarang IUP) tapi tidak diolah. Persepsi seperti itu yang jadi salah satu alasan daerah memberikan sebuah wilayah ke swasta. Persepsi yang salah itu harus diluruskan, karena merupakan masalah yang mendasar. Harus dipemahami, bahwa komoditas, termasuk harga nikel dari tahun 1970-an sampai 2003 tidak bagus, harga komoditas baru naik pada 2003-2004. Harga nikel sebelumnya rata-rata sekitar US$ 6.000 per ton atau US$ 3,18 per pound metal. Di dalam 5 tahun terakhir, 2003-2010, harga bisa 3 kali lipat rata-rata.

Jadi, pada waktu itu. Tidak fair jika dikatakan, coba kalau dulu diberikan ke yang lain, tentu akan diolah. Namun yang pasti juga mereka tidak bisa. Karena ketika Antam mendirikan FeNi pada harga US$ 3,2 per pound, marginnya tipis. Pay back period sampai 15 tahun. Kalau harganya bagus, Antam dari dulu juga pasti sudah garap. Jadi, bukan wilayah itu dibiarkan, tetapi dengan harga yang rendah tidak ekonomis. Dengan harga nikel

pada waktu itu, siapa pun tidak bisa, termasuk Inco (kini Vale, red) pun seperti itu.

Bahkan dalam kondisi seperti itu, ada sebuah perusahaan yang dalam sepuluh tahun pertama tidak memberikan pajak dan sebagainya karena masih merugi. Itu perusahaan yang besar, investasinya besar, meliputi wilayah yang juga besar, yang berarti bahwa dengan keekonomiannya yang lebih besar saja tidak bisa melakukannya.

Orang-orang yang tidak paham hanya menyalahkan mengapa Antam membiarkan saja ? Padahal kita sudah mati-matian sehingga FeNi III akhirnya bisa berhasil dibangun.

Repotnya, sewaktu harga lagi naik, kebijakan direksi waktu itu, wilayah KP banyak kita ambil (beli). Sehingga kita punya KP-KP baru untuk antisipasi. Tetapi akhirnya KP-KP ini diambil oleh daerah dengan alasan tidak dikelola dari dulu. Padahal siapapun yang ada kalau harganya seperti itu, tidak akan bisa.

Sekarang, harga nikel turun lagi. Coba lihat, apakah sekarang mereka benar-benar bisa dan mampu melakukannya. Kalau kita mengolahnya menjadi ferromate, maka biaya sumber listriknya harus dihitung. Semua faktornya harus dihitung. Dan perusahaan-perusahaan kecil yang diberikan IUP oleh bupati karena mereka dapat memberikan keuntungan yang cepat dan sebagainya. Mereka hanya dapat memberikan keuntungan jangka pendek. Sekarang mereka banyak yang tutup. Jadi tidak benar kalau BUMN membiarkan. Karena dalam 20-30 tahun, harga sebelum 2003 tidak lah bagus, sehingga siapapun tidak akan bisa mengolahnya. Seandainya bisa pun, tetap harus hati-hati dengan margin yang sangat kecil. Sebagai buktinya Antam membangun FeNi I, II dan III dengan harga yang pas-pasan.

Begitu FeNi III selesai itu, saat itu 2004-2005, yang asalnya pay back periode 12 - 15 tahun, karena harga nikel sedang bagus-bagusnya 2 tahun sudah balik.

T: Ketentuan pemerintah agar perusahaan melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri apakah ini tidak makin menjauhkan dengan investor asing?

J: Menurut saya tidak. Saya termasuk pihak yang sangat mendukung adanya pengolahan di dalam negeri. Kebijakan itu nalar sekali. Kalau investor enggan membangun pengolahan di dalam negeri dengan alasan keekonomian, dari dulu memang begitu. Kalau bicara skala ekonomis, 10 tahun - 20 tahun lalu, mereka pasti juga ngomong begitu.

Pengolahan dan pemurnian di dalam negeri menurut saya harus. Bahwasanya itu memerlukan investasi yang besar, itu benar. Tetapi kalau itu tidak dimulai, sampai kapan pun tidak akan terwujud. Lapangan pekerjaan tidak termanfaatkan, dan teknologi semakin jauh. Kalau investor tambang mengatakan skala ekonomi sebagai alasannya, itu hanya dicari-cari. Karena mereka hanya melihat posisi margin yang aman, tanpa mau menanggung resiko dengan membangun unit pengolahan.

Jadi, mereka pasti menentang. Padahal selama ini mereka menghidupkan Processing Units yang ada di luar Indonesia.

Menurut saya, hal itu tentu saja tidak bisa menjadi alasan. Pemerintah harus lebih cepat tanggap dan tetap bertahan di dalam soal itu. Bukan karena saya dari BUMN. Mungkin ada swasta besar yang bersedia, tidak banyak memang. Tetapi bagi swasta kecil yang masih baru, memang terlalu riskan. Jangan sampai nanti itu equity atau penguasaan procesing itu kembali dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tambang dari luar dengan memanfaatkan perusahaan tambang-tambang kecil yang dijadikan satu cadangannya. Jangan sampai hal itu terjadi.

Oleh karena itu, kuncinya adalah bagaimana pemerintah memberikan kesempatan kepada BUMN. Sebab BUMN juga majority sahamnya milik pemerintah juga. Ini sebuah kesempatan untuk mengambil peluang memiliki procesing, apalagi BUMN tambang selama ini lebih menguasai teknologi dan metode tambang yang benar. Sehingga BUMN yang lebih concern dalam pengelolaan lingkungan dan konservasi, pada akhirnya akan berperan secara signifikan di dalam dunia pertambangan di Indonesia.

Masalah resources adalah masalah yang complicated dan non renewable sehingga harus ada keberpihakan terhadap kepentingan nasional. Pemerintah jangan ragu mengenai keberpihakan yang positif, karena hal itu merupakan sesuatu yang logis dalam artian positif. Keberpihakan di sini bukan perlindungan-perlindungan yang dangkal atau perlindungan yang memelihara unefficiency, bukan begitu. Tetapi perlindungan yang sehat. BUMN diberi kesempatan tetapi dengan cara pengelolaan yang profesional.

Saya masih ingat, saat berkunjung ke perusahaan baja terkemuka milik Korea Selatan, Posco. Direksi Posco menceritakan, awalnya mereka memulai tanpa tahu apa teknologinya. Tetapi karena didukung penuh pemerintah, mereka terus saja jalan sampai seperti sekarang ini. Didukung pada awal-awalnya menurut saya bukan sesuatu yang menyalahi, bukan sesuatu yang aneh. Penanganan resources harus begitu. Masalah keekonomian, menurut saya dalam jangka pendek mungkin. Tapi ketika keekonomian diucapkan, yakin sampai kapan pun tidak akan pernah ada procesing di sini.

T: Pemerintah sekarang ini sedang berupaya melakukan renegosiasi kontrak-kontrak pertambangan. Bagaimana pendapat Bapak?

J: Perlu diingat, pada awalnya kontrak-kontrak pertambangan, seperti Kontrak Karya merupakan suatu solusi yang positif. Jangan lupa, tambang itu memerlukan investasi besar dan beresiko. Saat itu pilihan kita adalah pembukaan tambang besar sulit dilakukan jika tidak didukung oleh investasi besar. Sehingga pilihannya adalah mengundang investor besar, berpengalaman dan dengan dukungan finance yang kuat. Kita juga berharap, kehadiran mereka betul-betul memberi manfaat untuk rakyat,

Page 6: Majalah Pertambangan Edisi 4

8 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

FEATURE ARTICLES

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 9

TECHNICAL PAPERS

melakukan pengelolaan yang baik dengan cara-cara best mining practice.

Pada KK generasi ke-III ada ketentuan mengenai divestasi. Menurut saya, sebetulnya cara divestasi merupakan cara yang paling tepat. Ketentuan divestasi memberi solusi dengan cara yang fair. Mereka juga sudah mendapatkan return-nya. In the long term kita sudah menguasai secara mayoritas di situ. Itu soal kepemilikan.

Soal lainnya, menurut saya, kita memang harus duduk bersama atas kesepakatan bersama. Yang namanya bisnis, apapun bisnisnya, dengan seribu alasan, mereka akan mati-matian akan mempertahankan itu. Kita kan tidak ingin ada pemaksaan seperti di Amerika Latin yang melakukan tekanan. Di negara ini, pemerintah menginginkan duduk bersama-sama.

Menurut saya, investor jangan hanya melihat UU is UU. Karena saya lihat, kalau ada yang menguntungkan, mereka mengambil. Tetapi begitu mereka diminta berkorban, kemudian mereka mengatakan UU –nya sudah begitu. Kontraknya sudah demikian. Lex spesialis-lah. Itu menurut saya, tidak fair. Di sini, saya melihat perlunya berkorban dan niat baik. Kalau perusahaan tidak greedy, mereka pasti mau. Jangan sampai kita menunggu sampai kontraknya habis dulu.

Menurut saya, investor asing itu harus diberi pemahaman masalah eksistensi. Kalau mereka hanya ngotot KK seperti dulu, bagaimanapun mereka hanya memanfaatkan, yang kasarnya hanya economic animal saja. Itu harus disadari betul bahwa yang demikiani its not fairness. Kalau mereka dapat kesempatan, mereka tidak ribut-ribut. Asalkan legalnya benar. Tetapi secara etika, bener atau tidak, seolah tidak peduli.

T: Dengan kondisi yang ada sekarang, bapak optimis industri pertambangan akan maju? Apakah track nya sudah benar?

J: Menurut saya, agak berat ke depannya, kalau tidak didukung oleh pemikiran-pemikiran yang terintegrasi, kemudian implementasi yang konsekuen di daerah dan di pusat. Termasuk profesionalisme di daerah yang melaksanakannya.

Pemerintah harus memberikan konsep yang jelas mengenai implementasi dari UU. Harus dituntaskan bagaimana aspek governance, treatment, dan harus ada jaminan pelaksanaan best mining practice. Kemudian bagaimana konsep tambang-tambang yang kecil itu.

Seperti perusahaan-perusahaan yang besar yang punya daerah konsesi KK yang luas sekali. Memang alasannya dulu untuk penambangan jangka panjang. Tapi akhirnya pemanfaatan hanya didominasi oleh perusahaan-perusahaan tertentu. Dengan UU Minerba, kemudian ada IUP-IUP itu, betul ada pemerataan pemanfaatan tapi konsekuensinya juga sangat mendasar. IUP-IUP itu menambang high grading, mana yang cepat jadi duit. Konservasi tidak jadi concern mereka. Jadi konsep-konsep tambang besar memang ada benarnya, tapi counter nya bukan berarti langsung dengan tambang-tambang yang kecil. Karena konsekuensinya bisa lebih berat.

Kalau diadakan penataan yang konsekwen, itu masih mungkin saja. Terutama dalam PP nya betul-betul itu untuk tambang-tambang kecil. Jadi apakah benar yang kecil-kecil itu dibenarkan atau dibuat kelompok-kelompok sehingga dalam pengelolaannya bisa lebih terintegrasi. Kalau masih ada peluang, hal-hal seperti itu mestinya bisa dimasukkan dalam aturan pelaksanaan UU Minerba.***

Applications off Fiber-Reinforced Shotcrete (Fibercrete) Support at Sill Drift (Production Stope) in Pongkor

Underground Gold Mine*By: Yosep Purnama, Agus Sudharto, Rustaman,

Catur Budiyanto, Bayu Wibisana

Pongkor - Gold Mining Business UnitPT.Antam (Persero) Tbk

Pos 1 Nanggung. Bogor 16650, Jawa Barat

Page 7: Majalah Pertambangan Edisi 4

10 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 11

TECHNICAL PAPERS

The development layout consists of a trough drive on the overcut level located in the footwall (FW). The production stoping drive is oriented parallel to strike, with stope panel geometry is 4 x 4 meters (width and height).

Geotechnical characteristicsRock mass conditionThe rock mass condition in the main concern production area varies along the stratigraphic column from very good in the footwall rocks comprising tuff breccias through to a very weak and incompetent transitional clay and manganese unit, which forms the base of the lower ore body and a poor to moderately poor ore body shale. Generally, the rock mass condition in the footwall where the extraction and service excavations are located gets poorer towards the development areas where the ore body is thin.

Stress environmentThe in situ stress levels in the current mining areas are generally low due to the relatively shallow depth of the operations. No stress measurements have been carried-out in this location but it can reasonably be assumed that the stress tensor is generally similar in terms of orientation relative to the bedding plane as the stress tensor measured at Central Block Ciurug Mine (R. Hartami; ITB:2001). The major principal stress is generally sub-vertical (45–60 deg) and normal to sub- normal to the bedding plane (60–90 deg). The intermediate and minor principal stresses are almost equal and oriented parallel to sub-parallel to the bedding plane. The K-ratio is 0.85. The initiation of caving from multiple positions along a drift and opening up several blocks along strike does lead to creation of small abutments in which high induced stresses occur.

Excavation damageExcavation damage is mainly caused by high mining-induced stresses that are generated in small remnant pillars, closure positions and areas in the caving front abutment as discussed in the preceding section. Damage occurs mainly in the production and development drifts, with weak rock masses. Due to the stoping sequence, a production drift or part of the development drift are subjected to cycles of very high loading when caving of drifts up dip takes place and suddenly become de-stressed when the production front advances down dip. Common types of damage are sidewall spalling, and slabbing in the roof as a result of high horizontal stresses generated in the middling between the trough production and development drift if this middling is too small.

Ground control strategyFor a very long time Pongkor gold mine since the early ‘90s when mining commenced ground control consisted of support installation in damaged excavations. Some roof bolting was carried out as primary support after development but this got damaged as the ground condition deteriorated. There was no rock engineering input in stoping sequences and rates to minimize or reduce conditions that would lead to adverse stress conditions.

Support systemSince inception, production drifts and development have been supported mainly using steel sets/h-beam fabricated to a specific design from high strength steel. Roof bolts were installed in less severe ground condition areas. The sets were installed with 1 – 1.5 meters spacing when damage to the excavation had already occurred or in some rare cases before damage had occurred where experience showed that damage would occur.

Steel sets construction and performanceA steel set as installed at Pongkor is an arrangement of fabricated pieces of steel held together by shoulder sets. The steel set arrangement is lagged with timbers to form a canopy. The space between the steel set arrangement and the boundary of the excavation is supposed to be filled with timbers to get complete contact between the set and the rock mass.

The support system, if properly installed, provides passive support both in the sidewalls and roof of the production drifts. Failure of the support, however, does occur sometimes.

The failure occurs in the form of:• cracking of parts of the sets due to impact of falling rocks where the timber lagging had not been done properly• buckling due to excessive point loading as a result of improper filling of the space between the set canopy and the periphery of the excavation to distribute the load evenly• total collapse of the system due to loading as a result of excessive deformation of the rock mass.

When damage occurs, production is disrupted due to loss of access. Expensive and time- consuming rehabilitation work has also got to be carried out.

Fibercrete trialsFailure of the conventional support system to provide satisfactory support results to control ground failure and the frequent requirement to carry out rehabilitation work prompted the mine to look for alternative support systems.

The motivation was also enhanced by the need to cut support costs per ton/meter head of ore produced. In the past when a single jumbo drift would generate between 300 and 500 w.m.tons. Currently, the tonnages in the jumbo drifts towards the development areas where the ore body is thinner are between 400 to 600 w.m.tons giving an average support cost per meters of 18 – 24 millions rupiahs.

Recent support trials and observations in mines in Ciurug Mine indicated that fibercrete could provide an effective support system in stressed conditions prevailing at Pongkor Mine.

Trial areaThe first trial area was in Sill Drift RC 10, Central block 600 level where severe rock failure and mild rock burst conditions were

AbstractA cut and fill method has been successfully applied to extract the Upper Ore Body at Pongkor Gold Mined since the 1995’s. Since inception, sill drifts and service ways have been supported using Wooden Support, Steel sets and H-Beam fabricated to a specific design from high strength steel.

To reduce costs and to improve ore recovery through decrease supporting mine cycle in mine productivity, trials commenced in 2010 using fibre reinforced shotcrete as an alternative support method. One of the areas; Sill RC Drift 10, Blok IV Central L. 600 Ciurug as a trial drift. Shotcrete installed exhibited minor cracking shortly after application but very little deterioration thereafter. Following the success of the trial, the application of fiber reinforced shotcrete was extended to other stopes.

This paper describes the application of fiber reinforced shotcrete at Pongkor Gold Mine and outlines design and quality assurance methods employed.

Key words: cut and fill, fiber-shotcrete, sill drift

IntroductionLocationPongkor Gold Mine Business Unit is one of PT.Antam (Persero) Tbk which operating underground. The mine is located in Bogor, West Java, ± 80 km southwest from Jakarta Indonesia. (Fig.1)

Fig.1 Location of Pongkor Gold Mine

Geological setting and MineralizationGeologically, Pongkor lies on in northern of Bayah mountain structures at same time with Nirmala, Cibarengkok and Ciawitali gold deposit, in the meantime Cikotok and Cirotan lies on southern of Bayah Dome’s structures.

Pongkor deposit is epithermal gold deposit with associated with Mn, even though it was covered by Quarterly volcanic product, but its vein cut off by Pliocene unconformity. It shown that mineralization related with old magmatism ages Pleistocene or Miocene that crossed Cimapag Formation and Old Andesitic Formation.

Regionally, Pongkor is a part of volcanic complex with widely lies on central up to south of west java, approximately Quarterly or Recent. Tertiary - Old Quarter ages volcanic complexes are G. Halimun, G. Dahu, G. Manceuri, G. Endut dan G. Kendeng, and Quarter up to Recent ages are G. Gede-Pangrango and G. Salak. Between of central of magmatic erupted is significantly spread of not too large intrusion dimension, but the present of intrusion was an important key in mineralization forming in Pongkor. It could shown that relationships of dominated NW-SE structures pattern and same at direction is carry on quartz vein mineralization at Pongkor area.

Fig 2. Geological and Structure Map

Mining methodPongkor Gold Mine has implemented mechanized overhand cut and fill stoping method at main vein Ciurug. It has three levels main level, there are 700, 600 and 500 levels. the ore body being mined is located in stopes, and the access to the stope is trough a crosscut from a ramp.The lower ore body from the Pongkor underground mine is extracted by drift continuously advancing overhand and filling slurry and waste as fill material for miner and equipment pavement as well, after the blasted ore has been drawn. The method involves overcutting vein that is broken by blasting sequent. The ore production mine cycle consist of: drilling – charging – blasting - barring down, smoke clearing – supporting – mucking out – hauling.

Page 8: Majalah Pertambangan Edisi 4

12 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 13

TECHNICAL PAPERS

experienced in 2008 due to high stress conditions in the area. The rock bolts and steel sets that were installed failed. Steel sets were being replaced/rehab at an average rate of four or more times in six month in one place. The trial was carried out on one drift, the sill drift. RC 10, This drift had been subjected to abutment loading for several months prior to overcutting and stoping mining.

Design considerationsThe complex interaction between the failing rock mass around an underground opening, and a layer of shotcrete of varying thickness with properties that change as it hardens, defies most attempts at theoretical analysis. With the development of powerful numerical tools in recent years it will be possible to explore the possible support-interaction behavior of shotcrete.

Due to limited numerical analysis capabilities the design of fibercrete requirements at Pongkor Mine relies very heavily upon rules of thumb and precedent experience from various sources in literature. Empirical design considerations that give suggested shotcrete requirements for various rock mass types and anticipated failure modes (Hoek, 2001), Annexure 1, was used in the initial selection of required shotcrete thickness by comparing observed conditions on the mine and those encountered elsewhere. The fibercrete strength requirements were based on reference to trials in Pongkor mines where conditions were thought to be similar to conditions being experienced locally.

Mix requirementsThe Pongkor fibercrete wet mix and contains the following materials in quantity.

Installation of fibercreteThe fibercrete support is installed by own miners working in two different areas. They use alpha 20 sprayer machines and underground mixer truck machine Normet. The application rates are between 4 to 6 m3 per shift or 2.2 to 3 linear metres, compared to 1.5 linear metres advance per week.

To ensure good quality work on fibercrete installation, it was required to have well-trained operators who produce excellent quality shotcrete manually. The work areas are normally well lit and ventilated. It is a standard practice that the areas scheduled for fibercreting are rock bolted prior to fibercrete application.

Table. I Mix Design Composition

Fig. 4 Underground trans mixer Normet

Fig. 5 Alpha 20 Sprayer Shotcrete Machine

Quality controlThe quality of the final fibercrete product is closely related to the mix used as well as application procedures used. These procedures include: surface preparation, nozzling technique, lighting, ventilation, communications, and crew training. The shotcrete man teams are guided on the wet- mix design. Rock mechanics personnel randomly check the pre-mix to ensure compliance with stipulated standards. To ensure that the stipulated thickness is applied, the shotcrete man is expected to put 100 mm long nails in a ring at 5.0 m intervals and to drill two core samples every ten linear metres, one in the roof and one on the sidewalls alternately.

The core samples are later tested by Laboratory ITB, rock mechanics personnel to obtain the uniaxial compressive strength. In addition, the geotechnical engineer do compressive strength tests on cubes. The results are made available to the geotechnical engineer to verify the applied fibercrete conforms to the design mix. EFNARC panel tests are not being carried out but a good correlation on the performance and the compressive strength has been obtained from observation. Minimum a 25 MPa strength is normally adequate after 3 weeks. Plans are underway to establish a shotcrete testing and quality control facility at ITB rock mechanics laboratory.

KOMPOSISIMix Design

1m3 2m3 2.5m3 Satuan

Screening 135 270 135 Kg

Pasir 1365 2730 3413 Kg

Semen 500 1000 1250 Kg

Silica Fumes (TamCem Microsilica) 20 40 50 Kg

Fibre (Synmix 55) 5 10 13 Kg

Air 150 300 375 Liter

Superplastisizer (TamCem 23 SSR) 70 14 18 Liter

Stabilizer (TamCem HCA) 2.0 4 5 Liter

Accelerator (TamShot 80AF) 35 70 88 Liter

Performance of fibercrete at Pongkor MineIn the one and half years since fibercrete support was first installed, it has performed beyond expectation. Table I indicates the observations made in areas where fibercrete had been installed. Two of the fibercrete supported blocks, sill drift RC-10 and Blok IV Central, are adjacent to areas where steel sets had been installed. Areas with steel steel set support experienced severe deterioration in ground conditions requiring frequent rehabilitation work in a year in the same place. In fibercreted areas no deterioration in ground condition has been observed so far other than hairline cracks that have not changed for the past three years, as shown in Table II.

Based on these observations and engineering judgment, it was concluded that fibercrete support is a suitable support system and could be tried for a variety of situations on the mine. The use of fibercrete has therefore been extended to several areas, which include a total of 250 m in 5 development drifts and 150 m in 5 production drifts.

Fig. 6 sample shotcrete in tube and compressive strength.

Further, because of the better than expected results obtained, trials with thickness reduced to 75 mm from 100 mm are being considered. The trials in other areas will combine steel sets and fibercrete. It is hoped that these trials will contribute towards understanding the complex nature of how fibercrete interacts with other support components to provide a cost-effective support system.

Table II The Conditions of Fiber-Reinforcement shotcrete L. 600 CU

Locations Condition Date of Spraying Description Unit (UCS, MPA)

Sill Drift RC 10 Good 2 July 2010 Crack < 5 mm 28

Blok IV Central Good 28 July 2010 Crack < 1 mm 21

x-cut 8 P Good 12 October 2010 Hairline crack < 1 mm at HW position 58x-cut 4.1 Good 23 October 2010 Hairline crack < 1 mm at roof position 47

ConclusionFibercrete support used in combination with rock bolting has proved to be a cost-effective support system and has been incorporated as one of the support systems on the mine. Further trials are being carried out and it is expected that fibercrete will replace steel set support in the near future. Shotcrete support has several advantages over other support systems. Production personnel underground especially jumbo drivers, enjoy working in a relatively safe environment where barring down has been minimized. Support costs and production cycle have also been reduced significantly. Fibercrete support unit cost is Rp. 10 millions per meter advance, while steel set support costs Rp. 18-24 millions per meter advance.

Fibercrete application requires constant attention to the supply pressure and volume of the mix, water and air to ensure that the fibercrete is conveyed to the nozzle in a continuous, uninterrupted flow. The skill of the nozzle-man is important as the quality of the finished job depends on maximizing compaction while at the same time minimizing rebound and overspray.

Page 9: Majalah Pertambangan Edisi 4

14 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 15

PERHAPI NEWS

References • GRAHAM, C.B. Proceedings of the Seminar on Shotcrete Technology for the Mining Industry. Mining Resesteel Directorate, Ontario, 20 April 1989. • HOEK, E. Practical Rock Engineering 5—Excavation and support: Shotcrete support 2001. HOEK, E. and BROWN, E.T. Underground Excavations in Rock. Institution of Mining and Metallurgy, London. • Melbye, T., Dimmock, R., and Garshol, K.F. Sprayed Concrete for Rock Support, 9

th edition. Zurich, 2001.

• Shotcrete Application-Empirical consideration (Adapted from E. Hoek, Practical Rock Engineering 5- Excavation and Shotcrete support: May 2001)

Part of summary of recommended shotcrete applci ations in under9round minin9, for dferent rock mass conditions

Rock mass description Rock mass behavior Support requirements Shotcrete application Jointed metamorphic or igneous rock.High stress conditions.

Combined structural and stress controlled failures

around opening boundary

Retention of broken rock and controlof rock mass dilation

Apply 75 mm plain shotcrete over weldmesh

anchored behind bolt faceplates or apply 75 mm of steel fiber reinforced shotcrete on

rock; install rockbolts with faceplates and then apply second 25 mm shotcrete layer. Thicker

shotcrete layers may be required at high stress concentrations.

Bedded and jointed weak sedimentary rock. High stress conditions.

Slabbning, spalling and

possibly squeezing

Control of rock mass failure and

squeezing

Apply 75 mm of steel fiber

reinforced shotcrete to cel an rock surfaces as soon as possible; install rockbolts, with faceplates,through

shotcrete;apply second 75 mm shotcrete layer.

HighlyJOi nted metamorphic or igneous rock. Low stress conditions

Ravelling or small wedges

and blocks defined by intersecting joints

PreventiOn of progressiVe

ravelling

Apply 50 mm of steelfibre-

reinforced shotcrete on clean rock surface inroof of excavation.

Rockbolts or dowels may be needed for additional support for

large blocks.

Highly Jointed and bedded sedmimentary rock. Low stress conditions.

Bed separation In wide span excavations and ravelling of bedding traces in inclined

faces

Control of bed separauon and

ravelling

Rockbolts or dowels required to control

bed separation.Apply 75 mm of fiber reinforced

shotcrete to bedding plane traces before bolting.

Heavily jointed Igneous or metamorphic rock. conglomerates or cemented rockfill. High stress condltlons

Squeezing and ‘plastic’

flow or rock mass around opening

Control of rock mass

failure anddilation

Apply 100 mm of steel fiber-reinforced

shotcrete as soon as possible and install rockboits, with faceplates,

through shotcrete. Apply additional 50 mm of shotcrete If required. E xtend support down sidewalls necessary.

Mild rockburst conditions in massive rock subjected to high stress conditions

Spalling,slabbing and mlld

rockbursts

Retention of broken rock and controlof failure propaQatiorl

Apply 50 to 100 mm of shotcrete over mesh or cable lacing, which is firmly

attached to the rock surface by means of yleldiOQ rocKboits or cablebolts

Pria itu bersandar lesu di kursinya yang empuk, menghadap ke layar komputer dengan tampilan

angka-angka serta grafis serba rumit. Kedua tangannya memegang kepala, dengan mimik wajah tak bersemangat. Sesekali ia mengangkat telepon, lalu berbicara dalam nada penuh kecemasan, dan kembali memandangi layar sambil menggeleng-gelengkan kepala. Gesture yang sama terlihat pada orang-orang di sekitarnya, para pialang yang seolah sedang mati langkah.

Kelesuan itu mewarnai suasana di lantai Bursa Efek Indonesia, nyaris sepanjang September 2012. Indeks Harga Saham Gabungan bergerak terus ke bawah, sesekali naik, namun ditutup menukik

Menanti Rebound Batubara

Sampai akhir 2012 batubara masih akan diwarnai kecemasan. Sektor alat berat dan

jasa pertambangan ikut tertekan. Tetap mesti prihatin hingga dua

tahun ke depan.

kembali. Dalam kondisi seperti ini, saham-saham pertambangan utamanya batubara, biasanya menjadi pengerek Indeks. Namun apa mau dikata, kali ini harga saham para produsen ‘emas hitam’ juga ikut melorot hampir 30% dibandingkan periode awal 2012.

Batubara sang primadona tak lagi mampu menjadi penopang. Saat awal krisis di Eropa berlangsung, memang tak begitu terasa. Namun tatkala krisis itu mulai berdampak ke China dan India, batubara pun kehabisan nafas. Diketahui, sejak akhir Semester I - 2012, dua negara importir utama batubara Indonesia itu mengerem aktivitas manufakturnya. Belanja energi mereka – yang didominasi batubara asal Indonesia – pun ikut dipangkas.

Page 10: Majalah Pertambangan Edisi 4

16 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 17

PERHAPI NEWS

Pada saat yang sama, terjadi penemuan besar-besaran shale gas di Amerika Serikat. Paman Sam yang biasanya juga menggerakkan turbin listriknya dengan batubara, memilih melempar ‘emas hitam’ produksinya ke pasar spot internasional. Celakanya, produksi dari Kolumbia, Kanada, dan Mongolia juga turut membanjiri pasar dunia. Over supply tak dapat dihindari, membuat harga sang primadona terus melorot, sehingga memukul Indonesia selaku eksportir terbesar batubara dunia.

Insentif Untuk Kondisi Berbahaya Saat CoalTrans Asia ke-18 digelar di Pulau Dewata, 3 – 6 Juni 2012, para investor dan pelaku usaha batubara serta jasa penunjangnya, masih tampak sumringah. Optimisme akan masa depan sektor yang sedang naik daun itu, nampak begitu membuncah. Siapa yang sangka, sebulan kemudian pelaku usaha batubara dihadapkan pada kepanikan yang luar biasa.

Harga produk mereka yang sejak kuartal pertama 2012 sudah menunjukkan penurunan, tak kunjung pulih hingga Juli. Bahkan pada Agustus harga sumber energi pembangkit listrik itu semakin terbanting. Semester II-2012 pun dibuka dengan berbagai pengetatan di sektor batubara. Mulai ekspansi yang ditunda, belanja modal yang dipangkas, hingga rencana eksplorasi yang dihentikan sementara. “Sektor kami sedang dalam kondisi prihatin,” ujar seorang eksekutif perusahaan tambang batubara.

Tabel 1 Laju Penurunan Harga Batubara Dunia

Data diolah dari berbagai sumber.

Periode Rata-rata Harga

Semester II – 2011 USD 112 per ton

Semester I – 2012 USD 94 per ton

Juli 2012 USD 87 per ton

Agustus 2012 USD 84 per ton

September 2012 USD 85 – 90 per ton

Prediksi untuk Semester II - 2012 USD 97 per ton

Tak dapat dipungkiri kecemasan juga dialami pemerintah, yang cukup menggantungkan penerimaan dari hasil ekspor batubara. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Thamrin Sihite pun tak menampik, tingginya produksi batubara Indonesia, turut andil dalam krisis harga yang terjadi saat ini. Cepat-cepat ia mengeluarkan instruksi “waspada harga batubara”, karena jika permintaan tidak kunjung membaik, bukan tidak mungkin penurunan harga batubara akan berlanjut hingga 2013.

Hal ini diamini para produsen batubara, yang ramai-ramai menurunkan target produksinya untuk 2012. Pemerintah juga berjanji, akan menyuntikkan sejumlah insentif untuk membantu sektor batubara tetap bertahan, jika penurunan harga sudah menyentuh level USD 60 per ton. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Rudi Rubiandini menyatakan, insentif itu bisa berupa keringan pajak atau tax holiday, hingga harga membaik. “Kalau sudah dibawah USD 60 per ton, sudah berbahaya,” tukasnya.

Maklum, turunnya harga batubara akan sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Bukan hanya penerimaan dari ekspor yang bakal anjlok, lebih dari itu krisis juga akan merembet ke sektor-sektor lainnya. Dengan penurunan harga sekarang misalnya, perusahaan tambang mulai mengurangi belanja modal. Perusahaan jasa pertambangan

dan distributor alat berat pun ikut terpukul. Penghasilannya rata-rata sudah berkurang hingga 50% akibat pengurangan produksi, dan penundaan belanja peralatan.

Belum lagi kalau satu-persatu perusahaan tambang batubara tutup. Tak terperikan guncangan ekonomi akibat pengurangan tenaga kerja yang bisa mencapai ribuan orang. Perusahaan tambang sekelas BHP Billiton saja sudah mulai memangkas jumlah karyawannya akibat krisis harga ini. Belum lagi perusahaan-perusahaan tambang kecil atau mereka yang baru menjejakkan investasinya di sektor batubara.

Hikmahnya, krisis ini bisa menjadi seleksi alam. Seperti diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Bob Kamandanu, perusahaan-perusahaan tambang batubara yang muncul hanya memanfaatkan tingginya harga batubara, akan terseleksi dengan sendirinya. Namun ia menandaskan, kalau pemerintah hendak memberikan bantuan, jangan menunggu harga jatuh di USD 60 pr ton. “Harga turun sampai USD 75 per ton saja sudah berbahaya,” ujarnya.

Perlu Pertahanan 18 Bulan Hal yang patut disyukuri, dalam kondisi turbulensi harga ini, para produsen batubara masih menatap ke depan dengan optimis. PT Adaro Energy Tbk misalnya, produsen terbesar batubara di

Indonesia ini melihat gejolak harga, hanya sebagai akibat dari membanjirnya suplai. Presiden Direktur Adaro, Garibaldi Thohir yakin, dengan mengendalikan produksi maka dalam satu semester, harga komoditi itu dapat didorong untuk membaik kembali.

Hal senada diungkapkan Presiden Direktur PT Berau Coal, Rosan Perkasa Roeslani. Berdasarkan berbagai analisis yang diperolehnya, ia optimis gejolak harga batubara hanya akan berlangsung hingga sembilan bulan ke depan. “Namun para analis yang pesimis, memprediksi gejolak ini akan berlangsung hingga 18 bulan ke depan,” ujarnya Agustus 2012 lalu. Jadi paling tidak, para produsen batubara harus bisa bertahan dalam keprihatinan, hingga tiga semester ke depan.

Kondisi yang lebih komplek dipaparkan analis dari Bahana Securities, Irwan Budiarto. Menurutnya, kondisi sektor batubara Indonesia saat ini benar-benar mengkhawatirkan. Faktornya bukan hanya

krisis Eropa dan pelambatan ekonomi negara-negara industri di kawasan Asia, tetapi juga akibat kebijakan di dalam negeri sendiri.

“Rencana pemerintah menaikkan royalti para pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) batubara, bakal semakin memperparah derita produsen batubara,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 26 September 2012. Dalam situasi ini, ia melihat produsen yang banyak memegang konsesi dalam bentuk IUP, bakal yang paling parah terkena dampaknya. Diantaranya PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Borneo Lumbung Energy and Metals Tbk yang seluruh operasi pertambangannya berstatus IUP.

Ia menambahkan, krisis ekonomi di Eropa dapat dipastikan bakal berlangsung lama. Tetapi yang lebih memukul sektor batubara, ialah pelambatan ekonomi di China, Jepang, Korea Selatan, dan India. Sementara saat ini, batubara dari Amerika dan Kolumbia masih akan terus

membanjiri pasar dunia. Irwan pun meyakini permintaan batubara tidak akan banyak meningkat hingga akhir 2012, China pun saat ini sedang mengurangi pengoperasian sejumlah pembangkit listriknya.

Masih akibat krisis global, Irwan memaparkan data bahwa pertumbuhan ekonomi China melambat, menjadi dibawah 8% per tahun. Angka pertumbuhan ekonomi China ini adalah yang paling rendah, sejak krisis ekonomi global melanda pada 2008 – 2009. Pertumbuhan Product Domestic Bruto India juga kini melambat menjadi 5,5%, diikuti Jepang yang hanya tumbuh 1,4% dan Korea Selatan 2,4%. Padahal empat negara ini adalah konsumen utama batubara Indonesia.

Irwan bahkan memprediksi, rendahnya permintaan akan batubara paling parah akan terjadi pada Kuartal III dan IV – 2012. Karena pada masa itu curah hujan di China cukup tinggi, sehingga Negeri Tirai

Page 11: Majalah Pertambangan Edisi 4

18 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 19

PERHAPI NEWS

Bambu itu akan lebih banyak mengandalkan pembangkit listrik tenaga air. Ia memprediksi, dalam kurun waktu itu pembangkit listrik dengan tenaga air di China akan meningkat 34%, dan permintaan akan batubara akan turun rata-rata 5%.

Irwan pun memprediksi, sepanjang 2012 harga rata-rata batubara tidak akan melampaui USD 97 per ton. Kapan akan membaik, tergantung sejauh mana recovery ekonomi khususnya di Eropa, mampu memberikan hasil yang menggembirakan. Paling tidak produsen batubara bisa berharap, China, India, Jepang, dan Korea Selatan tidak terlalu parah terkena dampak krisis. Dengan begitu permintaan akan konstan, dan harga batubara bisa dipertahankan di level keekonomian.

Tengoklah ke Dalam Negeri Sudah menjadi keprihatinan umum, sebagian besar batubara produksi Indonesia, diangkut untuk menerangi negara-negara lain. Sementara konsumen di dalam negeri di waktu yang lalu, sering megap-megap kekurangan batubara. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Thamrin Sihite pun mengakui, dari total produksi batubara Indonesia yang diperkirakan mencapai 400 juta ton di 2012, hanya 25% yang digunakan di negeri sendiri. Alasannya, importir berani membayar dengan harga lebih tinggi.

Namun ditengah kondisi harga batubara dunia yang terjun bebas sekarang ini, para produsen di Tanah Air perlu menengok pasar dalam negeri. Bukan hanya sebagai alternatif pada saat harga dunia sedang turun, namun sejatinya pasar domestik saat ini dan yang akan datang memang cukup menjanjikan. Seperti diungkapkan Kepala Divisi Batubara PT PLN (Persero) Helmi Najamuddin, dengan program pembangunan pembangkit listrik PLN yang cukup agresif, pasar domestik terutama pembangkit listrik PLN, merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran produksi batubara Indonesia.

Menurutnya, untuk pembangkit listrik yang termasuk program percepatan 10.000 Megawatt (MW) Tahap-1 saja, diprediksi kapasitasnya akan bertambah hingga menjadi 6.087 MW pada Desember 2012. Belum lagi pembangkit listrik yang dibangun oleh anak perusahaan PLN, dan swasta atau Independent Power Producer (IPP).

Memang, kata Helmi, untuk kebutuhan batubara pembangkit PLN yang mencapai 57,3 juta ton pada 2012, pada Juni 2012 sudah terkontrak 69,2 juta ton. Baik itu kontrak batubara atas kewajiban DMO (Domestic Market Obligation) maupun non-DMO. Akan tetapi kebutuhan PLN dan pembangkit listrik di Indonesia akan batubara, terus meningkat seiring upaya pemerintah meningkatkan rasio elektrifikasi.

Kalau dirata-rata, kata Helmi, kebutuhan PLN dan pembangkit listrik di Indonesia akan batubara utamanya yang kalori rendah (4000 – 4500 kCal/kg) meningkat sekitar 600% sepanjang 2010 sampai 2014 mendatang. Hingga 2017 mendatang, kebutuhan Indonesia akan batubara mencapai 100 juta ton per tahun.

Menurutnya, sejauh ini volume batubara produksi Indonesia yang sudah terkontrak untuk pasar domestik, sebesar 69,2 juta ton, dan belum ada tambahan kontrak baru sampai 2016. Untuk kebutuhan 2013 sebesar 63,2 juta ton, dan 2014 sebesar 67,8 juta ton, posisi itu aman. Namun mulai 2015 dengan kebutuhan domestik akan batubara sebesar 88,8 juta ton, dan 2016 sebesar 96 juta ton, jumlah itu tentu sangat kurang. Terlebih pada 2017,

dimana kebutuhan batubara domestik mencapai 100 juta ton.

“Coal Demand, Coal Contracted and Coal Power Plant Capacity: PLN+AP+IPP”

Ditemui awal Juni 2012, Helmi meyakinkan, dalam 10 tahun ke depan PLN dan pembangkit listrik di dalam negeri, merupakan pasar potensial produksi batubara Indonesia. Pembangkit listrik batubara dipastikan bertambah pesat, menyusul dihentikannya satu persatu operasional pembangkit listrik berbahan bakar solar. Terlebih pengembangan listrik dari energi baru terbarukan, diperkirakan belum cukup masif hingga 20 tahun ke depan.

Untuk harga batubara domestik, kata Helmi, juga cukup menarik. PLN pun siap membeli batubara dengan harga keekonomian, karena pemerintah telah berjanji akan mempertahankan subsidi, bagi listrik yang dihasilkan dari pembangkit batubara. Pada 2011, rata-rata PLN membeli batubara dari para produsen di Indonesia dengan harga Rp 695 per kilogram, atau USD 77 per ton (dengan kurs Rp 9.000 per Dolar Amerika Serikat). Pada Mei 2012, harga batubara domestik sebesar USD 100 per ton, dengan biaya angkut yang lebih murah dibandingkan ekspor.

Memang, seiring turunnya harga batubara dunia, Harga Batu-bara Acuan (HBA) yang menjadi rujukan konsumen di dalam negeri juga ikut turun. Media ini mencatat, pada Juli hingga September 2012, HBA rata-rata berada di bawah USD 90 per ton. Namun angka itu masih dalam bilangan keekonomian pengusahaan batubara. Toh kalau suplai di dalam negeri meningkat dan stok di pasar dunia menurun, produsen dapat berharap harga ‘emas hitam’ lebih cepat rebound. Semoga. (Abraham Lagaligo)

Sumber: PT. PLN (Persero)

Jakarta, September.Satu lagi terobosan yang dilakukan pengurus PERHAPI. Kali ini kegiatan dilakukan oleh Bidang Diklat dengan

menyelenggarakan Pelatihan Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara dengan tema “Mining Law Esential”.

Diklat yang digelar selama tiga hari itu (10-12 September 2012) di Hotel Grand Melia itu, ternyata banyak diminati peserta. Dari target 30 orang peserta, ternyata yang mendaftar sebanyak 36 orang.

Menurut Ketua Bidang Diklat PERHAPI, Achmad Ardianto, Mining Law Essential merupakan starting point yang komprehensif bagi praktisi tambang baru, investor- pelaku pasar modal, investment managers, dan praktisi professional lainnya.

Dalam Diklat Mining Law Essential, tampil sejumlah nara sumber dengan paparan sesuai keahliannya. Seperti, Ketua Umum PERHAPI, Irwandy Arif, yang menyampaikan Prinsip-Prinsip Pertambangan yang Baik dan Benar (Good Mining

Practice); Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, R Sukhyar, dengan paparan Kewajiban Hukum Pemegang IUP Eksplorasi Pertambangan Mineral dan Batubara; Direktur Pembinaan Pengusahaan Pertambangan Batubara, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Edi Prasojo, dengan paparan mengenai Pengangkutan dan Penjualan Batubara.

Selain itu, Pakar Hukum Pertambangan dan Anggota Dewan Penasehat PERHAPI, Tony Wenas, dengan paparan Aspek Hukum Operasi Produksi Pertambangan; Pakar Hukum Lingkungan dan Guru Besar Universitas Padjadjaran, Daud Silalahi, memaparkan masalah Aspek Hukum Pengelolaan Lingkungan Sektor Pertambangan; Senior Manager Legal and Compliance PT. Antam Tbk, Dody Martimbang, mengenai Konflik Resolusi di Sektor Pertambangan.

Legal Manager PT. Kaltim Prima Coal yang juga anggota Komite Kebijakan PERHAPI, Adri Kurnia, tampil dengan paparan mengenai Project Financing Industri Pertambangan; Partner Hadiputranto, Hadinoto & Partners, Muh. Karnova, mengenai Aspek Hukum Tahapan Pengolahan dan Pemurnian;

Ada juga Senior Associate Soemadipraja & Thaher Moh. Kasmali menjelaskan masalah Kontrak Jasa Usaha Pertambangan; Ali Mardi dari Price Waterhouse Coopers memberi pemaparan mengenai Kewajiban Keuangan & Perpajakan

Komite Kelompok Kerja Hukum PERHAPI, Hendra Sinadia dalam kesempatan itu memberi paparan soal Kebijakan Pertambangan di Indonesia. Sedangkan Arifidea Saraswati dari AKSET Law, menjelaskan Aspek Hukum Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kegiatan Pertambangan.***

Diklat Mining Law Essentials Banyak Peminat

Page 12: Majalah Pertambangan Edisi 4

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 21

TECHNICAL PAPERS

20 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Analisis Faktor-Faktor Produktifitas Alat Muat dalam Upaya Penentuan Strategi Peningkatan Produktifitas Liebher R996B PT KPC Sangatta, Kalimantan Timur*Oleh: Agus Soleh RengganaMining Operation Division PT Kaltim Prima Coal Sangata Site, Kalimantan Timur 2011

AbstraksiDalam melakukan aktivitas penggalian material overburden, salah satu alat muat yang digunakan di PT KPC adalah Liebher R996B yang dikombinasikan dengan EH4500. Dalam beberapa kondisi, produktifitas alat muat tersebut tidak bisa mencapai produktifitas yang ditetapkan. Dengan menggunakan why-why analysis dan fishbone diagram ada banyak faktor yang mempengaruhi produktifitas sebuah alat muat. Mulai dari fragmentasi, spotting truck, loading time, match factor, metode penggalian, metode pemuatan, jenis alat angkut, keberadaan alat support, peran supervisi, skill operator, kondisi loading point, dll. Sudah banyak upaya perusahaan yang dilakukan untuk meningkatkan produktifitas alat muat baik dalam operasional keseharian maupun secara spesifik dibentuk tim khusus yang menganalisis kondisi ini. Salah satu langkah dalam proyek tersebut adalah melakukan proses analisis data. Dengan semakin majunya teknologi informasi, saat ini hampir semua parameter kinerja sebuah mesin bisa diunduh dengan cepat. Data dalam jumlah banyak bisa dengan mudah diperoleh, tetapi kemudian bagaimana data tersebut diolah agar bisa bermanfaat? Ditambah lagi, beberapa faktor produksi tersebut harus diamati di lapangan dan bersifat kualitatif. Masalah berikutnya muncul, bagaimana data-data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dikombinasikan? Salah satu jawabannya adalah dengan menggunakan metode regresi linier.

Saat ini banyak perangkat lunak statistik beredar di pasaran seperti Minitab dan SPSS, yang bisa membantu melakukan regresi linier. Dengan metode regresi linier dapat diketahui faktor-faktor mana yang secara signifikan berpengaruh terhadap produktifitas sebuah alat muat. Analisis regresi linier ini digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan dan parsial dari satu faktor (variabel dependen) terhadap satu atau lebih faktor lainnya (variabel independen) dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memperkirakan nilai rata-rata (populasi) variabel dependen dari nilai yang diketahui dalam hal ini nilai produktivtas aktual. Dengan demikian proyek improvement bisa lebih difokuskan kepada faktor yang secara signifikan dapat mempengaruhi nilai produktifitas alat muat.

Kata kunci : faktor-faktor produktifitas, analisa kuantitatif, piranti lunak SPSS.

Pendahuluan Latar BelakangProses produksi memerlukan transformasi sumberdaya yang dimiliki perusahaan menjadi barang dan jasa. Semakin efisien perusahaan melakukan perubahan tersebut, maka perusahaan tersebut semakin produktif dan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa tersebut akan semakin tinggi. Produktifitas menjadi hal penting bagi sebuah perusahaan.

Dalam salah satu upaya menaikkan produktifitas tersebut, manajemen KPC telah membentuk tim improvement yang

berfokus pada peningkatan produktifitas Liebher R996B backhoe yang saat ini berjumlah 5 unit di seluruh PT. KPC-MOD. Berdasarkan data tahun 2010, rata-rata produktifitas R996B setiap bulannya adalah 1870 bcm/jam sementara dalam anggaran 2011 telah ditetapkan sebesar 1975 bcm/jam. Hal ini setara dengan kehilangan kesempatan memindahkan OB sebesar 105 bcm/jam/unit dan jika angka tersebut dikonversikan pada produksi batubara untuk 5 unit R996B backhoe maka setara dengan kehilangan kesempatan memproduksi 196.2 kton/tahun. Dengan melihat data tersebut, tim improvement mendapat mandat untuk meningkatkan produktifitas R996B sebesar 5.6% atau peningkatan dari 1870 bcm/jam (rata-rata tahun 2010) menjadi 1975 bcm/jam.

Tinjauan PustakaPengertian ProduktivitasIstilah “produktifitas” seringkali disamakan dengan istilah “produksi”. Menurut Mali (1978), sebenarnya pengertian produktifitas sangat berbeda dengan produksi. Tetapi produksi merupakan salah satu komponen dari parameter produktifitas. Dalam dunia penambangan, aspek produktifitas menjadi sangat penting. Karena menjadi salah satu barometer keberhasilan dari serangkaian kegiatan penambangan. Di Divisi Mining Operation (MOD), Produktifitas dapat diartikan besaran volume yang berhasil dipindahkan oleh sebuah alat muat dalam satuan waktu tertentu (bcm/jam).

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas alat muatPada umumnya jenis alat muat dibedakan menurut kendalinya yaitu electric dan hydraulic. PT KPC saat ini hanya memiliki jenis hydraulic excavator. Keuntungan menggunakan hydraulic excavator karena bisa menyesuaikan dengan kondisi ruang kerja yang sempit dan kondisi material yang beragam. Secara umum ada empat bagian besar yang dapat mempengaruhi produktifitas excavator antara lain : • Manusia, seperti: pengetahuan, pengalaman, peran supervisi, motivasi, dll. • Mesin/alat, seperti: power, tipe & kapasitas bucket, ketersediaan alat bantu, dll. • Lingkungan, seperti: cuaca, material, swell factor, fragmentasi, struktur geologi, dll • Metode/system: metode penggalian, metode pemuatan, dimensi loading point,waktu edar alat muat, match faktor, efisiensi kerja, usage, dll.

Dengan menggunakan diagram fish bone dapat dijelaskan secara rinci factor-faktor yang mempengaruhi produktifitas alat muat (lihat Lampiran A).

Teknik dan Waktu Pengumpulan DataTeknik pengambilan data berupa pengamatan di lapangan, wawancara, dokumen, pengambilan video, dan lain-lain. Dalam periode Feb-Mar 2011 dilakukan pengamatan beberapa

*) Makalah ini telah disampaikan sebagai Prosiding dalam TPT XX PERHAPI 2011

Page 13: Majalah Pertambangan Edisi 4

22 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 23

TECHNICAL PAPERS

variabel di lapangan seperti kondisi loading point, geometri loading point, metode pemuatan, metode penggalian, fragmentasi, ketersediaan alat support, sudut swing, dll. Data tersebut kemudian dikorelasikan dengan data-data yang tersimpan dalam database lain. Beberapa contoh data lain tersebut adalah spotting time truck, loading time, Powder Factor, pengalaman kerja operator, dll.

Cara Pegolahan DataCara pengolahan data dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu: • Selecting, yaitu dari data yang telah dikumpulkan dilakukan korelasi dan pemilahan-pemilahan untuk memastikan, kelengkapan, validitas, reliabilitas dan akurasinya. • Scoring, dari data yang telah diedit tersebut dilakukan pemberian kode dan skor sesuai dengan klasifikasi data yang telah ditentukan. • Entry data, yakni dari data yang telah dipilih dan diberi skor tersebut di-entry dengan menggunakan bantuan piranti lunak SPSS yakni program pengolah data statistik.

Persamaan Regresi LinierModel analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda (multiple regression analysis). Model ini dipilih untuk mengetahui hubungan variabel tergantung dengan variabel independent nya serta mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independent (X) terhadap variabel tergantung (Y) baik secara parsial maupun secara bersama- sama. Rumus yang digunakan adalah:

Y= a + b x1 + b2 x 2+ …+bn xn

Dimana Y = Variabel dependent (tergantung) a = Konstanta x1 = Variabel independent x1 x2 = Variabel independent x1 xn = Variable independent ke n b1 s.d bn = Koefisien regresi

Untuk menjaga akurasi model hasil regresi yang diperoleh, maka dilakukan beberapa tahapan uji syarat klasik. Uji asumsi klasik dibutuhkan untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu model regresi yang akan dipakai sebagai model penjelas bagi pengaruh antar variabel. Uji syarat klasik dilakukan untuk menjawab pertanyaan bahwa apakah model analisis regresi tersebut sudah memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Data yang tidak memenuhi syarat akan disisihkan atau dilakukan observasi ulang agar datanya menjadi lebih valid.

Analisis regresi ditujukan terutama untuk penaksiran. Dalam analisis ini akan dibentuk model statistik yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai – nilai dari variabel dependent dengan dasar nilai–nilai variabel independent. Variabel dependent adalah variabel yang nilainya tergantung

atau ditentukan dengan model, sedangkan variabel independent adalah variabel yang nilainya ditentukan di luar model. Regresi linier adalah menentukan satu persamaan dan garis yang menunjukkan hubungan antar variabel independent dan dependent, yang merupakan persamaan penduga yang berguna untuk menaksir atau meramalkan variabel dependent/terikat.

Pembahasan dan AnalisisAnalisa Kuantitatif Pengolahan DataProyek ini dimulai dengan pengumpulan data hasil pengamatan di lapangan dengan menggunakan formulir seperti lampiran B, selama tiga bulan didapatkanlah sejumlah data mentah yang dinilai valid dan layak untuk diproses dalam tahap selanjutnya sebanyak 120 seri. Setiap seri terdiri dari 8 variabel. Setiap individu data tersebut kemudian masing-masing diberi bobot agar bisa diolah dengan menggunakan piranti lunak SPSS.

Hasil regresi dengan SPSSHasil penginputan 9 variabel hasil pengamatan ke dalam piranti lunak SPSS didapatkanlah nilai koefisien R-square = 0,649, sedangkan adjusted R square sebesar 0,620. Ini menunjukkan bahwa 62% variasi variabel dependent(Y) dapat dijelaskan oleh 9 variabel independent (x1 s/d x9). Sementara sisanya sebesar 38% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model.

Tabel 1. Model SummaryModel R R Square Adjusted R Square

1 .805a .649 .620a. Predictors : (Constant), Spot Time, PF, Tinggi Penggalian, Loading Time, Metoda, Alat Bantu, operator, Loading-point, kondisi material

AnovaBerdasarkan tabel analisis varian (ANOVA), didapatkan bahwa nilai F = 22.785 yang dapat digunakan dalam melakukan uji hipotesis atau F-test dalam melakukan uji hipotesis atau F-test dalam memprediksi kontribusi variabel-variabel independent terhadap variabel dependent. Dengan menentukan level of significant = 5% dan degree of freedom df1 = 9 dan df2 = 111, maka dari table didapatkan F table = 1,965265. Oleh karena F hitung 22,785 > F table 1,965265, maka kesimpulannya adalah variabel independent secara signifikan memberikan kontribusi terhadap variable dependent.

Tabel 2. ANOVAb

Model Sum of Squares cf F Sig

1 RegresionResdual

Total

2824955.4601529138,2434354093.702

9111120

22.785 000a

a. Predictors : (Constant), Spot Time, PF, Tinggi Penggalian, Loading Time, Metoda, Alat Bantu, operator, Loading-point, kondisi materialb. dependent variable : produksi

CoefficientDengan menggunakan fasilitas regresi linier yang ada dalam piranti lunak SPSS didapatkanlah persamaan yang disusun sebagai berikut:

Y = 1204.87 + 48.5x1 + 42.9x2 + 37.8x3 + 37.8x4 + 37.6x5 + 34.7x6 + 34.1x7 + 32.0x8 + 27.5x9

Dimana Y = Productivity alat muat x1 = Metode pemuatan

x2 = Kondisi material

x3 = Pengalaman Operator

x4 = Kondisi loading point

x5 = Loading time

x6 = Tinggi penggalian

x7 = Powder Factor

x8 = Ketersediaan alat bantu ux9 = Spotting time,

Secara teoritis konstanta sebesar 1204.87 menyatakan bahwa jika variable x1 s.d x9 tidak ada, maka alat tersebut memiliki produktivitas hingga 1204.87 bcm/hr. Angka koefisien tersebut menunjukkan pengaruhnya terhadap produktivitas.

Fokus ImprovementSetelah mengetahui faktor-faktor dominan yang paling banyak pengaruhnya bagi peningkatan produktifitas alat muat, langkah yang ditempuh berikutnya dalam merancang perbaikan adalah dengan pemahaman terhadap detil proses dari variabel dominan tadi, peninjauan lapangan, pengukuran waktu siklus, dilanjutkan dengan analisa data dengan metode analisa fishbone, pembobotan masalah, why-why analysis untuk menemukan akar masalah, serta menentukan persoalan apa yang akan diselesaikan selama proyek berjalan. Dengan mempertimbangkan SDM yang ada, fasilitas, teknologi, dan informasi yang ada.

Di bawah ini beberapa inisiatif improvement yang diambil untuk mencapai target yang dimandatkan. • Mengembangkan dan mensosialisasikan SOP Loading Point Backhoe dengan mengintegrasikan aspek K3L dan produktifitas • Meningkatkan peran dan skill supervisor khususnya aspek produktifitas dan efisiensi kerja. • Melakukan coaching terhadap operator truk dan excavator yang memiliki spotting time tinggi • Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelaporan kinerja operator di akhir shift. • Meningkatkan koordinasi dan komunikasi antara seksi terkait seperti dispatch, pit technical, operator training dan production crew

Tabel 3. Produktifitas Liebher R996B

Sejak inisiatif improvement diterapkan pada minggu ke-20 hingga minggu ke-31, produktifitas rata-rata R996B meningkat sebesar 6.9% atau menjadi 2060 bcm/jam. Untuk menjamin kesinambungan improvement dan kemungkinan peningkatan di kemudian hari dikaitkan dengan bertambahnya target produksi, maka beberapa hal berikut harus dilakukan : terus melakukan pengawasan terhadap penerapan SOP Loading Point Backhoe di semua Pit di bawah MOD, materi persiapan loading point backhoe dimasukkan ke dalam MOD training system, dan melakukan re-assembly tim secara berkala untuk memantau sustainibility proyek.

Secara eksplisit, dengan adanya proyek improvement R996B backhoe ini meningkat pula skill & capability operator dan supervisor dalam menjalankan operasi penambangan yang lebih terintegrasi. Keberhasilan ini tentunya hanya bisa tercapai jika semua pihak yang terlibat memiliki kepedulian dan komitmen yang kuat untuk tetap berupaya mempertahankan pencapaian produktifitas ini.

Kesimpulan • Analisis regresi setidak-tidaknya memiliki 3 kegunaan, yaitu untuk tujuan deskripsi dari fenomena data atau kasus yang sedang diteliti, untuk tujuan kontrol, serta untuk tujuan prediksi. Regresi mampu mendeskripsikan fenomena data melalui terbentuknya suatu model hubungan yang bersifatnya numerik. Regresi juga dapat digunakan untuk melakukan pengendalian terhadap suatu kasus atau hal-hal yang sedang diamati melalui penggunaan model regresi yang diperoleh. • Dengan memanfaatkan hasil analisa regresi linier, tim proyek improvement membuat beberapa perbaikan dan sejak proyek ini diimplementasikan pada minggu ke-20 hingga minggu ke-31, produktifitas rata-rata R996B meningkat ebesar 6.9 % menjadi 2060 bcm/jam. Hal ini diikuti dengan menurunnya angka loading time sebesar 7.25% dari 2.62 menit (Maret 2010-Feb 2011) menjadi 2.43 menit. Jika hasil pencapaian ini dipertahankan selama setahun, maka perusahaan dapat yang menghasilkan kuntungan tambahan sebesar US$ 3.6 juta.

Page 14: Majalah Pertambangan Edisi 4

24 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 25

TECHNICAL PAPERS

Referensihttp://www.jonathansarwono.info/teori_spss/teori_spss.htm http://digilib.petra.ac.id

LAMPIRAN A. DIAGRAM FISH BONE

LAMPIRAN B. DATA PENGAMATAN LAPANGAN

Tabel 1. Penggalan Formulir Pengamatan Lapangan

Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Pengamatan Lapangan

Tabel 3. Kriteria Pembobotan

Page 15: Majalah Pertambangan Edisi 4

26 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 27

PERHAPI NEWS

Tabel 4. Penggalan Data Input SPSS

Produbt Metod trll.lll l’ei\Mallar wctll_$¥11 lconds’ matenal l.odI1LJlCIrt Alill ban111 loadrr∙nmc o ratct PF I SOOt Tt””

22(6 Double 4,$ 4) 9(1 TerberaJ baik kerinR Ad.l 2,12 mOlt tXpenll’ce 0,35 I.U

2401 Double 0 4) 90’ Tetberar balk kering Ad.l 2,S3 mOlt expenence 0,21 1,02

1664 Smple 3.S 4) 90’ Terberat baJk basah Ad.l 1.1 1e..expenence 0,24 1,4

1940 Double S.S 4S’ 90’ Terberat baik basah Tidak 2,56 mOll expen111ce 0,19 I,S

1910 Double 4 45’ 90’ Terberat baik sed.lng Ad.l 2,34 most t(peliillce 0,23 1,37

1648 Sonlllc 4 45’·9fl keras basa Ada 2 41 leu l1tpetience 0,12 1,45

20n Double S 45’ 90’ Terberat baJk kcnnR Ada 2,21 rtlOll e peli111ce 0,27 1,3

1886 Double 4 45’ 90’ Potensi keras sed.lng Ada 2,67 mostexpenen« 0,21 1,39

11SS Sonlllc 3S 4) 9fl keras basah Ada 2 98 most cxocnc ntc 0,16 \,37

Produbt Mctodc rin118J PCOil!lalian sudUt_SWIIl! kondisi rmtcrial Lod r ’Q_poit« Alat bantu loadlnR trmc Opcriltor PF SPO<Timc

22fi> 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

2401 3 3 3 3 3 3 I 3 I 3

1664 1 1 3 3 I 3 I 1 1 1

19«1 3 2 3 3 1 1 I 3 1 1

1910 3 3 3 3 2 3 3 3 I 1

1648 l 3 3 l I 3 3 1 1 I

20n 3 3 3 3 3 3 3 3 I 3

1l86 3 3 3 2 2 3 I 3 I I

11l6 1 1 3 1 I 3 I 3 I 1

Rudi, 32 tahun, (bukan nama sebenarnya), tidak tahu harus

menjawab apa ketika mamaknya (ibunya) menanyakan mengapa hari itu ia tidak pergi bekerja.

Karyawan di bagian produksi tambang emas Martabe itu lebih baik beralasan sedang tidak enak badan dari pada menjawab bahwa perusahaannya tutup sementara. Rudi tak ingin membuat sedih

Dengan penutupan sementara tambang emas Martabe, lanjut Peter, tentu akan sangat berdampak pada persepsi investor asing terhadap Indonesia. “Selain itu, penutupan tambang akan membawa konsekuensi hilangnya peluang pertumbuhan sosial dan ekonomi yang bisa dipetik oleh masyarakat di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara dan Indonesia dari kehadiran investasi tambang terbesar di Sumatra Utara.”

Peter menjelaskan, sebenarnya sejak 19 September lalu pihaknya telah menginformasikan Pemerintah Propinsi Sumatra Utara dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan bahwa pipa air sisa proses ke Sungai Batangtoru harus terpasang selambat-lambatnya akhir bulan September. Jika tidak, Perusahaan terpaksa menghentikan pabrik pengolahan bijih di Tambang Emas Martabe, yang kemudian berlanjut pada penghentian kegiatan operasional.

Agincourt Terpaksa Menutup Sementara Martabe

Pengelola tambang emas Martabe, Agincourt Resources, terpaksa menutup sementara tambangnya, karena pipa pembuangan air sisa produksi tak bisa dipasang karena tak disetujui masyarakat setempat. Padahal ribuan warga lainnya yang ikut bekerja di tambang itu sangat bergantung pada operasi penambangan.

mamaknya yang begitu gembira saat ia diterima bekerja di perusahaan tambang emas itu. Maklum sebelumnya dia menganggur lebih dari enam tahun sejak tempatnya bekerja dulu gulung tikar.

Rudi dan ribuan pekerja lainnya memang tengah dilanda was-was sebab kuatir tambang emas Martabe tak kembali lagi beroperasi.

*Terhitung sejak Senin, 1 Oktober lalu, PT Agincourt Resources menyatakan tambang emas Martabe ditutup sementara. Alasannya, perusahaan tidak dapat meneruskan kegiatan operasinya jika pipa pembuangan air sisa proses produksi tidak dapat dipasang.

Presiden Direktur Tambang Emas Martabe, Peter Albert mengatakan, Perusahaan tidak punya pilihan selain menghentikan seluruh operasi tambang dan aktivitas pendukung terkait secara bertahap.

“Cop

yrig

ht c

G-R

esou

rces

Gro

up L

td.”

Page 16: Majalah Pertambangan Edisi 4

28 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 29

PERHAPI NEWS

Kenyatannya, hingga akhir September pipa masih belum terpasang, sehingga, Perusahaan tidak punya pilihan selain menghentikan seluruh operasi tambang dan aktivitas pendukung terkait secara bertahap.

Bagi Agincourt selaku pengelola tambang emas Martabe, pipa pembuangan air sisa proses produksi sangat penting untuk dipasang. Dengan begitu, air sisa proses produksi dapat dibuang ke Sungai Batang Toru. Namun masyarakat keberatan, karena menganggap, air itu mengandung limbah. Oleh karenanya, Agincourt meminta Pemprov Sumut dan Pemkab Tapanuli Selatan untuk memasangnya. Tetapi upaya pemda mendapat perlawanan masyarakat.

Padahal, kata Peter, pengaliran air ke Sungai Batang Toru sudah melalui studi kelayakan intensif dan mendapat ijin seperti tertera dalam dokumen AMDAL yang disetujui Bupati Tapanuli Selatan pada Maret 2008. Kelebihan air akan diproses dalam Instalasi Pemurnian Air Proses (IPAL, atau Water Polishing Plant - WPP) yang telah dirancang dan dibangun di dalam areal Tambang Emas Martabe, dan sudah memenuhi standar baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 202/2004 sebelum dialirkan ke sungai Batangtoru.

Tanpa pipa pembuangan air sisa produksi, kegiatan operasional tambang tentu tidak bisa terus dilakukan. Sementara, tambah Peter, perusahaan tidak memiliki sumber dana tidak terbatas, dan karenanya tentu tidak dapat terus menanggung biaya tenaga kerja, kegiatan operasional, dan program-program lain tanpa jalannya tambang. “Kami tidak punya pilihan, selain menyelamatkan setiap dolar yang kami miliki untuk melindungi Perusahaan guna memampukan kami memulai kembali operasi tambang segera setelah masalah ini diselesaikan.”

Meski harus mengambil keputusan berat ini, manajemen Tambang Emas Martabe tetap masih terus mengharapkan dukungan semua pihak agar tambang dapat segera kembali beroperasi setelah masalah pemasangan pipa diselesaikan dengan baik.

“Perusahaan sangat menghargai dukungan dan perhatian yang dicurahkan berbagai pihak, khususnya pemerintah yang juga merupakan pemegang saham Tambang Emas Martabe. Kami yakin dengan menyertakan kami sebagai bagian program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), pemerintah sesungguhnya telah melihat pentingnya Tambang Emas Martabe sebagai bagian yang tak terpisahkan dari upaya pembangunan berkelanjutan di Sumatra Utara dan Indonesia,” tegas Peter.

Peter menyatakan, perusahaan tetap terbuka kepada masukan dan dialog konstruktif serta mengundang semua pihak untuk mendiskusikan segala kekuatiran yang masih ada. “Sehingga masalah ini dapat dipecahkan sesegera mungkin demi kepentingan semua pemangku kepentingan.”

**Tambang Emas Martabe beroperasi dengan mengantongi Kontrak Karya (KK) generasi ke-6 yang ditandatangani April 1997. Tambang emas ini terletak di sisi barat pulau Sumatera, Kecamatan Batang Toru, Propinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah 1.639 km2.

Tambang Emas Martabe memiliki sumberdaya 7,86 juta oz emas dan 73,48 juta oz perak. Pada 24 Juli 2012, Tambang Emas Martabe telah berhasil melakukan

uji coba penuangan emas dan perak dalam bentuk bullion. Direncanakan pada awal tahun 2013, Tambang Emas Martabe akan memulai kegiatan produksi secara penuh dengan kapasitas per tahun sebesar 250.000 oz emas dan 2-3 juta oz perak berbiaya rendah.

Tambang ini direncanakan beroperasi setidaknya selama 20 tahun ke depan dan berpeluang besar untuk mengubah kehidupan serta menyediakan berbagai kesempatan pengembangan bagi masyarakat Batangtoru dan Tapanuli Selatan secara berkelanjutan.

Pemegang saham Tambang Emas Martabe adalah G-Resources Group Ltd sebesar 95 persen, dan pemegang 5 persen saham lainnya adalah PT Artha Nugraha Agung (ANA). Sedangkan PT ANA sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 70 persen dan 30 persen dimiliki oleh Pemerintah Propinsi Sumatra Utara. Dua ribu orang saat ini bekerja di Tambang Emas Martabe, 70% nya direkrut dari masyarakat di empat belas desa di sekitar tambang.***

“Cop

yrig

ht c

G-R

esou

rces

Gro

up L

td.”

Indonesia Coal Conference akan kembali hadir pada bulan Maret 2013. Acara tahunan kerja sama

antara perhapi-APBI dan ICS ini tetap mengusung tema “Save Indonesian Coal” dengan spirit pengelolaan pertambangan yang terbaik (good mining practices).

Isu-isu terkini menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan dan didiskusikan para pemangku kepentingan. Acara ini juga diharapkan akan menjadi agenda pertemuan bisnis, terutama dari para professional dalam bidang pemasaran batubara.

Konferensi Batubara Indonesia yang ke-lima

Harga batubara yang belum menunjukkan grafik kenaikan, mengakibatkan beberapa proyek baru tambang batubara ditunda dan dikhawatirkan akan membuat beberapa tambang batubara yang ada, terutama yang memiliki skala produksi kecil tutup. Jika kondisi ini tidak kunjung membaik tentunya akan mempunyai multi efek, seperti pengurangan tenaga kerja, tertundanya pembangunan infrastruktur, berkurangnya penerimaan negara dan yang perlu dicermati adalah terhambatnya kewajiban pengelolaan lingkungan.

Pada salah satu sisi, lesunya ekspor batubara terutama ke Cina, membuat permintaan akan pemenuhan pasokan batubara ke dalam negeri terutama ke PT. PLN meningkat. Hal yang akan menjadi angin segar bagi kelanjutan proyek pengembangan energi, terutama pembangkit listrik tenaga uap dan keterkaitannya dengan ketahanan dan keberlangsungan energi nasional.

Selain permasalahan teknis, faktor-faktor diluar teknis penambangan seperti pembebasan lahan, tumpang tindih lahan, serta peruntukan dan proses perijinan masih akan membelit industri pertambangan batubara di Indonesia. Namun demikian isu-isu yang harus dicermati adalah meningkatnya para pemain baru pada Industri pertambangan batubara dan bertambahnya para pelaku industri ini yang memasuki lantai bursa saham (IPO)

Agenda: Seminar Batubara , Workshop Geology dan Perencanaan Tambang

Pembicara : Pemerintah, professional dan akademisi.

Peserta : Seminar : Anggota PERHAPI, Anggota APBI, Anggota ICS, Pemangku Kepentingan Batubara.

Workshop: khusus untuk workshop peserta yang diharapkan hadir adalah, ahli Geologi, ahli pertambangan, pengusaha pertambangan batubara, kalangan perbankan, pasar modal,industri IT, dan ahli lingkungan.

Pameran: perusahaan tambang batubara, perusahaan jasa penunjang (subkontraktor), konsultan pertambangan batubara, perguruan tinggi, dan perbankan

“Save Indonesian Coal”

Page 17: Majalah Pertambangan Edisi 4

30 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 31

TECHNICAL PAPERS

Sandvik Mining, Salah satu Grup Usaha Sandvik, akan memasok Rio Tinto dengan AutoMine

Automation systems canggih, yang dioperasikan di Tambang Intan bawah tanah Argyle, Australia Barat. Tambang yang 100 % dimiliki oleh Rio Tinto dan berjarak 2.500 km dari Perth. Pembangunan Sistim otomatis ini akan diselesaikan pada 2012-2013. Hingga saat ini Sandvik Mining telah memasarkan lebih 10 unit AutoMIne System di dunia pertambangan Global.

AutoMine Automation Systems di Tambang Intan Argyle, Australia Barat

Tambang yang menghasilkan intan merah jambu dan memasok 90 % kebutuhan intan jenis tersebut di dunia. Sejak penambangannya dimulai pada tahun 1985 telah memproduksi 760 juta karat intan. Pada tahun 2005 untuk memperpanjang umur tambang diputuskan untuk me-lakukan konstruksi tambang dalam yang merupakan ekspansi tambang Open Pit di atasnya.

Kini tambang bawah tersebut akan memiliki sistim tambang otomatis AutoMine system terbesar yang pernah ada di dunia

pertambangan global. Struktur produksi tambang, yang didesain beroperasi secara otomatis tersebut menggunakan sistim penambangan block caving, metoda ini mengontrol ambrukan bijih dari front tambang dengan menggunakan gravitasi ketika diarahkan ke chutes. Sistim penambangan ini akan menjadi pertama kali dipergunakan di Australia Barat. Oleh karena itu Rio Tinto telah mengirimkan sejumlah karyawannya melakukan pendidikan dan pelatihan di Tambang Tembaga Northparkes, New South Wales. Sistim penambangan block caving ini, dengan jumlah 16 extraction drive, diperkirakan akan memperpanjang umur tambang hingga tahun 2019 atau lebih, yang pada produksi puncak 9 juta ton bijih per tahun menghasilkan 20 juta karat intan setiap tahunnya.

Rio Tinto memutuskan mempergunakan Sanvik AutoMine System untuk meningkatkan safety, produksi dan efisiensi operasi tambangnya. Instalasi AutoMine System tersebut akan dilakukan sesuai keamanan standar pertambangan Australia, AS61508. Dalam mengoperasikan AutoMine System yang terdiri atas 11 unit Loader LH514E dan 2 unit loader diesel LH410 akan diperlengkapi oleh AutoMIne Draw Control dan AutoMine Loading systems. Perangkat yang memungkinkannya untuk melakukan tracking, pelaporan dan manajemen loading produksi manual selama tahap pengembangan tambang (mine development). Pengoperasian Automated loaders tersebut dilakukan oleh tiga operator dari ruang Sandvik Control System di permukaan.

Automated Loader and Dump Truck AutoMine Operator Station

“Photo: Courtesy of Sandvick.”

Kajian Ekonomi Pencucian Batubara dalam Kaitannya dengan Konservasi

Cadangan Batubara*Oleh : Riandi Rachmawan

PT Arutmin Indonesia

Studi Kasus : Tambang Mereh, PT Arutmin Indonesia

*) Makalah ini telah disampaikan sebagai Prosiding dalam TPT XX PERHAPI 2011

Page 18: Majalah Pertambangan Edisi 4

32 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 33

TECHNICAL PAPERS

AbstrakBatubara merupakan sumber daya alam dengan tingkat variasi kualitas yang tinggi, tergantung dari formasi pembawa lapisannya serta kondisi geologi dari keberadaan endapan tersebut. Saat ini ada beberapa parameter dominan kualitas yang menjadi penentu harga jual batubara, diantaranya Nilai Kalori (CV-caloric value), Sulfur (TS), Moisture (TM,IM), dan Kandungan Abu (Ash). Di daerah-daerah tertentu, terdapat sumberdaya batubara yang memiliki nilai kadar abu yang sangat tinggi yang tentunya hal ini mengurangi harga jual dari batubara tersebut.

Dengan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan sebuah kajian untuk mengoptimalkan jumlah cadangan yang ada berdasarkan strategi penjualannya. Opsi yang dikaji adalah batubara tersebut dijual langsung sebagai batubara mentah (raw coal) atau dengan melakukan proses peningkatan kualitas terlebih dahulu dengan mereduksi nilai kadar abu yang bertujuan untuk meningkatkan harga jual batubara. Metode yang digunakan untuk mereduksi kadar abu tersebut yaitu dengan melakukan pencucian. Namun, konsekuensi dari dilakukannya pencucian batubara adalah berkurangnya jumlah batubara.

Seluruh kelebihan dan kekurangan dari kedua opsi di atas, di-masukkan ke dalam model perhitungan ekonomi untuk dilakukan kalkulasi penentuan batas nisbah kupas pulang pokok (break even stripping ratio) yang menjadi masukan dalam proses optimasi batas penambangan ekonomis pada masing-masing opsi.

Dari hasil optimasi tersebut, dapat diputuskan opsi yang paling maksimal untuk meningkatkan jumlah dan nilai cadangan batubara, sehingga prinsip konservasi cadangan dapat diimplementasikan dengan baik.

Di dalam pembahasan makalah ini, daerah yang dijadikan studi kasus adalah Tambang Mereh – PT Arutmin Indonesia.

Kata Kunci : Batubara, Pecucian, ekonomis, cadangan, konservasi.

PendahuluanPT Arutmin Indonesia (Arutmin) adalah salah satu perusahaan tambang batubara di Indonesia yang memiliki ijin Perjanjian Karya Pengusahaan Penambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama dari Pemerintah Republik Indonesia, yang memiliki 19 Daerah Usaha (DU) dengan total luas area 70,152.35 Ha dan tersebar di beberapa Kabupaten di wilayah Kalimantan Selatan. Dalam pengoperasiannya, daerah–daerah usaha tersebut dikelompokkan ke dalam 4 area tambang dan 1 area pelabuhan, yaitu Tambang Senakin, Batulicin, Satui, Asam-asam dan Pelabuhan Tanjung Pemancingan (NPLCT). Gambar 1 dibawah ini menunjukkan daerah usaha yang dimiliki oleh Arutmin.

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Usaha PT Arutmin Indonesia

Berdasarkan formasi pembawa batubaranya, sumberdaya batubara Arutmin berasal dari 2 formasi. Yang pertama adalah Formasi Tanjung sebagai pembawa batubara Bituminous, dan yang kedua adalah Formasi Warukin sebagai pembawa batubara Sub-Bituminous. Batubara Bituminous yang dimiliki oleh Arutmin, memiliki variasi kualitas yang cukup signifikan untuk setiap area. Sebagai contoh adalah parameter kadar abu di Tambang Senakin lebih tinggi dibandingkan dengan Tambang Satui walaupun berada dalam satu formasi pembawa batubara.

Adanya perbedaan kualitas tersebut, membuat Arutmin harus selalu melakukan kajian dan memunculkan opsi-opsi improvisasi dalam mengoptimasi cadangan yang ada, sehingga parameter optimasi yang dilakukan di setiap area berbeda-beda. Tabel I dibawah menunjukkan kualitas rata-rata batubara di beberapa DU Arutmin yang saat ini beroperasi.

Tabel 1. Kualitas Batubara di PT Arutmin Indonesia

Sumber : Statement of Resources and Open Cut Coal Reserves as of May 31st 2010, PT Arutmin Indonesia (JORC Based)

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk kandungan air (moisture) tertinggi berasal dari DU Sarongga (41,84%) dan kadar sulfur (TS) tertinggi berasal dari DU Ata (1,22%). Sedangkan untuk kadar abu tertinggi berasal dari DU Mereh sebesar 21,89%.

Secara umum, imbas dari kualitas yang kurang baik adalah terkoreksinya harga jual batubara. Pada model ekonomi dengan parameter yang sama, berkurangnya harga batubara akan menimbulkan pengurangan nisbah kupas pulang pokok (break even stripping ratio) dan akhirnya jumlah cadangan pun akan berkurang.

Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Arutmin untuk meningkatkan kualitas batubara adalah mengadakan kerjasama dengan Jepang untuk melakukan penelitian Upgrading Brown Coal (UBC) di Tambang Mulia, serta mereduksi kadar abu dengan melakukan pencucian batubara di Tambang Senakin.

Improvisasi-improvisasi tersebut terus dikembangan sesuai potensi sumberdaya yang ada, sebagai contoh adalah di DU Mereh. DU ini memiliki potensi sumberdaya yang cukup besar dengan karakteristik batubara relatif mirip dengan Senakin, namun memiliki kadar abu yang lebih tinggi. Sehingga perlu dilakukan pengkajian apakah perlu dilakukan pencucian batubara seperti hal nya di Senakin, atau dapat dijual sebagaimana adanya. Karena di dalam proses pencucian batubara, akan terdapat batubara yang hilang atau tidak menjadi produk (reject).

Pencucian batubara dapat meningkatkan kualitas batubara khususnya mereduksi kadar abu, namun ada konsekuensi lain yang timbul akibat pencucian batubara yaitu tonase hasil pencucian (produk) akan berkurang dibandingkan dengan inputnya (feed). Perbandingan antara produk dengan feed batubara umumnya disebut yield.

Di dalam perhitungan keekonomian untuk nisbah kupas pulang pokok (BESR) faktor yield memiliki peran penting, karena akan menjadi variabel pembanding apakah hilangnya batubara tersebut sepadan dengan peningkatan kualitas yang berujung pada kenaikan harga jual, atau yang terjadi adalah sebaliknya, bahwa lebih baik tetap dengan kualitas yang ada daripada melakukan pencucian karena jumlah hilangnya batubara yang cukup besar. Gambar 2 menunjukkan lokasi dan penampang batubara di DU Mereh.

Gambar 2. Lokasi DU Mereh dan Penampang Melintang

Pencucian BatubaraPada industri pertambangan batubara, terdapat beberapa jenis metode pencucian batubara yang umumnya dipakai, diantaranya adalah :• Jig Method• Dense Medium Separation Method (DMS)• Shaking Table• Flotation

Saat ini, metode yang digunakan oleh Arutmin di Tambang Senakin adalah Jig dan DMS. Oleh karena itu, pada kajian pemilihan sarana pencucian batubara di Tambang Mereh, kedua tipe alat pencucian tersebut digunakan sebagai opsi dan sumber pengambilan data. Gambar 3 dan 4 adalah gambar prinsip kerja dari kedua jenis sarana pencucian tersebut. Gambar 3. Prinsip Kerja Jig Plan

Deposit Area

Total Moisture

Inherent Moisture

Ash (%)

Total Sulphur

Specific Energy (Kkal/

Kg)

Relayive Density

Senakin 5,91 3,70 17,73 1,01 6.232 1,40

Satui 8,27 5,38 8,97 0,87 6.793 1,33

Karuh 10,97 6,32 10,62 0,55 6.473 1,32

Ata 7,91 4,99 11,53 1,22 6.600 1,35

Mangkalpi 8,76 5,93 7,42 1,05 6.831 1,32

Mereh 6,97 5,07 21,89 0,47 5.708 1,46

Mulia 36,00 21,71 3,14 0,14 5.149 1,32

Asam-asam 34,61 23,82 3,02 0,22 4.982 1,31

Sarongga 41,84 25,86 6,15 0,10 4.443 1,35

Page 19: Majalah Pertambangan Edisi 4

34 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 35

TECHNICAL PAPERS

Gambar 3. Prinsip Kerja Jig Plan

Gambar 4. Prinsip Kerja Dense Medium Separation Plan

Pada prinsipnya, washplant memiliki titik yield optimal dalam menghasilkan produknya, tergantung dari kualitas feed yang masuk ke dalam washplant tersebut. Sebagai acuan data awal yang digunakan untuk kajian washplant di Tambang Mereh adalah data dari Tambang Senakin yang telah direkapitulasi sejak tahun 1996. Grafik pada gambar 5 dan 6 menunjukkan hubungan antara kadar abu pada feed dengan yield yang diperoleh pada Jig dan DMS Plant.

Gambar 5. Hubungan Antara Kadar Abu di Feed dengan Yield pada Jig Plant

Gambar 6. Hubungan Antara Kadar Abu di Feed dengan Yield pada DMS Plant

Trend yang didapat dari data di atas adalah sebagai berikut :Jig Plant : y = -1.1981x + 108.97

DMS Plant : y = -1.0702x + 106.13Sehingga, akan didapatkan variasi nilai yield yang sesuai dengan kadar abu dari feed dengan kadar abu produk + 12% seperti pada Tabel 2. Sedangkan untuk analisis awal yang dilakukan terhadap contoh batubara dari Tambang Mereh sendiri, seperti dapat dilihat pada Tabel 3 .

Tabel 2. Variasi Nilai Yield Terhadap Kadar Abu Feed

Tabel 3. Hasil Pencucian Batubara Tambang Mereh dan Ata

Sumber : The Preparation of a coal washability database for the Ata deposit and

evaluation products from Ata and Mereh deposit PT Sedgman Nusantara, 1997

Feed AshYield

JIG DMP

17,00 88,60 87,94

18,00 87,40 86,87

19,00 86,21 85,80

20,00 85,01 84,73

21,00 83,81 83,66

22,00 82,61 82,59

23,00 81,41 81,52

24,00 80,22 80,45

25,00 79,02 79,38

26,00 77,82 78,30

27,00 76,62 77,23

Analisis Keekonomian Pencucian BatubaraDengan adanya opsi pencucian batubara, serta segala konsekuensi-konsekuensi yang timbul akibat proses pencucian tersebut, maka perlu dibuat suatu analisis keekonomian mengenai nilai dari nisbah kupas pulang pokok (break even stripping ratio – BESR) antara batubara yang dicuci dengan yang tidak dicuci. Perhitungan ini akan berimbas kepada besarnya jumlah cadangan batubara.

Arutmin menggunakan konsep dasar perhitungan nilai BESR sebagai berikut :

Keterangan : A = Harga Batubara Per ton (US$/ton)

B = Biaya Produksi Batubara Per-ton (US$/ton)

C = Biaya Pengupasan Batuan Penutup (US$/bcm)

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan BESR adalah :

• Harga batubara 112.18 US$/Ton @ 6322 kcal/kg (gar) • Fuel Cost = 0.78 US$/lt • Nilai tukar valas : 1 US$ = Rp 9.000 • Tidak ada nilai investasi sarana pencucian batubara, hanya ada biaya keseluruhan pencucian batubaranya saja, sebesar : 5.25 US$/ton (biaya bersih pencucian batubara, biaya-biaya lain termasuk didalamnya) • Biaya penambangan batubara dan biaya pengupasan batuan penutup menggunakan sistem dikontrakkan sesuai dengan budget Arutmin tahun 2011.

Untuk harga batubara, dilakukan perhitungan koreksi terhadap kualitas produk dan insitu di Tambang Mereh. Sehingga asumsi harga batubara menjadi sebagai berikut :

Tabel 4. Asumsi Harga Batubara di Tambang Mereh

Seluruh parameter harga, biaya, dan asumsi asumsi diatas kemudian dimasukkan ke dalam model ekonomi yang mengakomodasi kedua opsi tersebut. Untuk batubara yang tidak dilakukan pencucian, tidak terdapat recovery yield sehingga produk batubara diasumsikan sama dengan yang ditambang (ROM). Tabel 5 dan grafik pada gambar 7 menunjukkan hasil perhitungan BESR terhadap yield dari model ekonomi yang telah dibuat.

Tabel 5. Hubungan Recovery Yield vs Break Even Stripping Ratio

Gambar 7. Grafik Hubungan Recovery Yield dengan BESR

Untuk Tambang Mereh yang memiliki kadar abu rata-rata 22.4%, nilai BESR jika tidak dilakukan pencucian adalah 16.6 bcm/ton, sedangkan Jika dilakukan pencucian maka kadar abu yang dihasilkan adalah 12% dengan nilai BESR yang variatif bergantung pada yield dari washplant yang digunakan untuk menghasilkan nilai kadar abu tersebut. Berdasarkan grafik pada gambar 7, nilai BESR yang sama untuk kedua opsi tersebut akan diperoleh jika washplant memiliki kemampuan recovery yield sebesar 76.7%.

Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa jika dilakukan pencucian batubara, maka minimum dari yield yang akan menghasilkan BESR lebih besar dibandingkan dengan tidak dilakukan pencucian adalah pada kisaran >76.7%. Artinya, jenis sarana pencucian batubara yang digunakan harus dapat mnghasilkan yield minimal 76,7%.

Pada kondisi ideal, peningkatan nilai BESR ini akan berpengaruh pada bertambahnya jumlah cadangan batubara, sehingga batubara yang ditambang akan lebih optimal (lihat gambar 8). Selain meningkatkan pendapatan bagi perusahaan dan negara, prinsip konservasi cadangan pun dapat diimplementasikan dengan baik.

Page 20: Majalah Pertambangan Edisi 4

36 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

TECHNICAL PAPERS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 37

LINTAS PERISTIWAKILAS BERITA

KesimpulanDari kajian-kajian diatas maka dapat dibuat kesimpulan baik untuk studi kasus di Tambang Mereh ataupun kesimpulan yang bersifat umum adalah sebagai berikut : • Proses pencucian batubara tidak selalu menjadi opsi yang optimal dalam meningkatkan nilai BESR, perlu dilakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi proses pencucian batubara. • Faktor - faktor yang perlu dikaji dalam proses pencucian batubara adalah kadar abu dari sumberdaya batubara, jenis dari washplant yang digunakan, recovery pasca yield pencucian, kualitas produk hasil pencucian, dan biaya untuk proses pencucian batubara. • Pada studi kasus di Tambang Mereh, proses pencucian batubara akan menghasilkan nilai BESR yang lebih optimal dibandingkan dengan tidak dilakukan pencucian adalah pada kondisi recovery yield >76.7%, kadar abu feed +22% dan kadar abu produk +12%. Dengan kondisi diatas, maka tipe washplant Jig dan DMS Plant dapat digunakan di Tambang Mereh. • Optimasi terhadap nilai BESR harus selalu dilakukan sesuai dengan data-data yang termutakhirkan, serta

faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya. Sehingga BESR yang diimplementasikan di tambang adalah angka paling optimal yang mendukung prinsip konservasi cadangan.

Daftar Pustaka • Runge,Ian Charles. (1998): Mining Economics and Strategy. Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc. USA. • Gentry, Donald W dan O’Neil, Thomas J. (1984): Mine Investment Analysis. Society of Mining Engineers – AIME. New York, USA. • ………… (2009): Kajian Kelayakan Pengembangan Penambangan Batubara di PT Arutmin Indonesia. PT Arutmin Indonesia – PT LAPI ITB, Indonesia. • ………… (2010): Statement of Resources and Open Cut Coal Reserves as of May 31st 2010 (JORC Based). PT Arutmin Indonesia, Indonesia. • .………… (1997): The Preparation of a coal washability database for the Ata deposit and evaluation products from Ata and Mereh deposit. PT Sedgman Nusantara, Indonesia. • Salim, Agus. (2009): Coal Washing Plant Development for Mereh – Batulicin Mine. PT Arutmin Indonesia, Indonesia.

Gambar 8. Ilustrasi Peningkatan nilai BESR terhadap Jumlah Cadangan

14 Perusahaan Tambang Sepakati Renegosiasi Kontrak

Langkah pemerintah untuk merenegosiasi kontrak pertambangan sepertinya disambut positif oleh perusahaan pemegang kontrak karya dan perjanjian

karya pengusahaan pertambangan batubara. Sebanyak 14 perusahaan pertambangan telah menyepakati renegosiasi kontrak dengan pemerintah.

Menurut Menteri ESDM, Jero Wacik, sekitar 14 perusahaan pertambangan telah sepakat untuk merenegosiasi kontrak dengan pemerintah. Rencananya naskah kesepakatan tersebut akan segera ditandatangani. “Jadi renegosiasi kontrak sudah berjalan dan ada hasilnya. Nanti enam bulan sekali kami umumkan ada lima lagi,” ujarnya.***

Renegosiasi Kontrak PT. Vale Indonesia Tbk akan Rampung Tahun ini

PT Vale Indonesia Tbk berharap agar pemerintah segera merampungkan proses renegosiasi kontraknya pada tahun ini.

Menurut Presiden Direktur Vale Indonesia, Nico Kanter, pihaknya meminta agar renegosiasi berjalan lancar pada tahun ini, karena renegosiasi kontrak Vale akan mempengaruhi dan menambah nilai investasi di Indonesia. “Makanya kami perlu renegosiasi ini cepat rampung,” ujarnya.

Nico mengungkapkan, saat ini sudah ada investor yang tertarik bekerjasama dengan Vale, untuk itu pihaknya ingin secepatnya menyelesaikan renegosiasi kontrak.

Sebelumnya, terkait proses renegosiasi kontrak dengan perusahaan tambang berskala besar, Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Thamrin Sihite mengungkapkan, untuk PT Freeport dan PT Vale Indonesia, diakuinya renegosiasi masih berjalan dengan alot.***

Kementerian ESDM Ragu Royalti Bisa Naik Jadi 10%

Kementerian ESDM rupanya melunak untuk tidak memaksakan kenaikan royalti 10% kepada perusahaan tambang dalam proses renegosiasi. Hal ini dikarenakan

setiap perusahaan pemegang kontrak karya (KK) memiliki cadangan yang berbeda-beda dan juga memiliki kandungan mineral yang berbeda pula.

Menurut Wakil Menteri ESDM, Rudi Rubiandini, dalam proses negosiasi memang berkembang bahwa Menteri Korodinator Perekonomian Hatta Rajasa meminta untuk menaikkan royalti hingga 10%.

“Sekarang ini royalti yang diterima pemerintah dari perusahaan tambang berbeda-beda. Kisarannya dari 15 sampai 3,75%,” ujar Rudi.

Rudi menjelaskan, kenaikan royalti hingga 10% itu hanya tawaran dari pemerintah, meskipun tawaran tersebut tidak bisa dipenuhi oleh

perusahaan tambang seperti PT Freeport Indonesia Tbk, PT Newmont Nusa Tenggara Tbk dan PT Vale Indonesia Tbk.***

Page 21: Majalah Pertambangan Edisi 4

38 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

LINTAS PERISTIWA KILAS BERITA

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 39

LINTAS PERISTIWAKILAS BERITA

Akhirnya rencana PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) Tbk untuk mengurangi karyawannya terlaksana, saat ini NNT telah mengurangi sebanyak kurang lebih 100 karyawannya.

Menurut Presiden Direktur Newmont, Martiono Hadianto, pengurangan karyawan ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan efisiensi dan memastikan keberlangsungan bisnis perusahaan jangka panjang. “Ini adalah langkah terakhir yang dengan berat hati kami lakukan karena sejumlah upaya efisiensi yang sebelumnya kami lakukan belum mencukupi untuk menjamin keberlangsungan jangka panjang operasi tambang Batu Hijau,” ujarnya

Martiono menjelaskan, pihaknya telah melaporkan ke Kementerian ESDM, dan perusahaan melakukan pengurangan karyawan berdasarkan UU Ketanagakerjaan serta peraturan perundangan yang lainnya.

Sebelumnya, PT NNT berencana akan melakukan PHK terhadap ribuan karyawannya, baik itu lokal maupun ekspatriat.

Menurut Juru Bicara Newmont, Rubi W. Purnomo, pengurangan karyawannya tersebut itu untuk memastikan kinerja keuangan perusahaan ini kuat dalam jangka panjang. “Sekitar 20% ekspatriat dan 2,8% pekerja lokal akan kami kurangi,” ujarnya.

Rubi mengungkapkan, hal tersebut tidak terkait dengan proses renegosiasi kontrak karya yang sedang diajukan oleh pemerintah saat ini.

APBI: Puluhan Perusahaan Batubara Tak Beroperasi

Dengan melimpahnya pasokan batubara di pasar global, itu membuat harga komoditas batubara belum mampu

beranjak naik hingga sekarang ini. Maka dari itu banyak perusahaan tambang batubara berskala kecil menghentikan operasinya.

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI), Supriatna Suhala, rendahnya harga batubara selama pertengahan tahun ini, telah memberi dampak berhentinya operasi beberapa perusahaan tambang batubara berskala kecil.

“Sejauh ini, jumlah perusahaan yang tutup mencapai sekitar 10% dari 400 badan usaha pemegang izin usaha pertambangan (IUP),” katanya.***

2013, Pemerintah Targetkan Bea Keluar Tambang Sebesar Rp 8,07 Triliun

Pemerintah menargetkan pendapatan sebesar Rp 8,07 triliun dari bea keluar mineral pada 2013.

Menurut Direktur Jenderal Bea Cukai, Agung Kuswandono, pemerintah yakin target tersebut bisa tercapai lantaran adanya kenaikan permintaan komoditas hasil tambang dari luar negeri. “Selain itu, hambatan yang terjadi di dalam negeri sudah bisa diselesaikan,’ katanya

Agung menjelaskan, penarikan bea keluar ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012 yang berlaku pada Juni 2012. Dalam aturan tersebut, pemerintah menarik pungutan sebesar 20 persen dari nilai ekspor 65 komoditas mineral mentah.***

PT Newmont Nusa Tenggara Tbk

PHK-kan 100 Karyawannya

2013, Dirjen Pajak Bidik Tambang Skala Medium

Tahun ini Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mentargetkan sektor pertambangan berskala medium sebagai sektor potensial untuk meningkatkan penerimaan

pajak. Sektor ini diakui belum tergarap secara optimal akibat rumitnya koordinasi dengan pemerintah daerah.

Menurut Dirjen Pajak Kemenkeu, Fuad Rahmany, pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan pajak penghasilan dari sektor perkebunan, manufaktur dan pertambangan guna menggenjot penerimaan pajak pada 2013. “Kami belum punya akses ke mereka untuk bayar pajak. Kita harus koordinasi dengan instansi pemerintah yang lain, termasuk pemda. Tambang yang kecil dan menengah itu paling susah,” ujarnya.

Fuad mengungkapkan, untuk sektor pertambangan, pihaknya akan menyoroti tambang berskala medium dalam memenuhi kewajiban membayar pajak. Meskipun memiliki izin pertambangan, ada ribuan perusahaan tambang yang belum terdaftar sebagai wajib pajak.***

Pemerintah Daerah Diminta Hati-hati Terbitkan IUP

Asosiasi Pertambangan Indonesia mengingatkan agar pemerintah daerah berhati-

hati dalam mengeluarkan izin-izin usaha pertambangan. Hal ini untuk menghindari terulangnya kasus gugatan Churchill Mining Plc, perusahaan

tambang asal Inggris, ke Badan Aribtrase Internasional atas pencabutan IUP anak usahanya di Indonesia.

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (API), Syahrir AB, agar kasus serupa tidak terulang, pemerintah daerah harus berhati-hati mengeluarkan izin usaha pertambangan. “Pemerintah pusat juga harus bisa membina daerah agar tidak salah dalam membuat kebijakan,” ujarnya.***

Pemkab Banyuwangi Minta 10% Saham Bukit Tujuh

Pemerintah Kabupaten Bayuwangi Provinsi Jawa Timur, mengharapkan bisa

memperoleh jatah kepemilikan saham dalam bentuk golden share terhadap proyek usaha pertambangan emas Tujuh Bukit, atau dikenal dengan Tumpang Pitu, Kecamatan Pasanggrahan.

Menurut Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, pihaknya sangat mengapresiasi terkait keberadaan proyek usaha pertambangan emas di wilayahnya. Kuasa pertambangan Tujuh Bukit itu milik PT Indo Multi Niaga (IMN).

“Usaha pertambangan emas di Tumpang Pitu yang kini IUP dimiliki IMN diharapkan dapat berperan besar dalam mem-perkuat pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat Banyuwangi pada masa-masa mendatang,” katanya.***

Bupati Murung Raya Pertanyakan Moratorium Izin Tambang

Beberapa waktu lalu Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang mengeluarkan kebijakan moratorium izin pertambangan. Hal itu ternyata dipertanyakan oleh Bupati Murung Raya, Willy Midel Yoseph. Dikarenakan sampai saat ini pihaknya belum menerima penjelasan mengenai

moratorium ini dari pemerintah provinsi.

Menurut Willy, sampai saat ini pihaknya masih mempertanyakan soal kebijakan moratorium izin tambang yang dikeluarkan oleh gubernur. “Seharusnya keputusan gubernur itu ada standar operasionalnya. Prosedurnya seperti apa, mana yang boleh, mana yang tidak, karena provinsi punya kewenangan dan kabupaten juga mempunyai kewenangan,” ujarnya.***

Page 22: Majalah Pertambangan Edisi 4

40 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 41

PERHAPI NEWS

Sebagai pengantar pada tulisan yang bersifat opini berjudul Benarkah UU Minerba Melanggar Konstitusi?. Kesan normatif akan muncul, namun menyamakan

persepsi dasar sangatlah diperlukan dalam bertukar pikiran untuk saling memahami akar kesamaan dan perbedaan pemahaman permasalahan. Perbedaan paradigma sentralistik dan desentralisasi muncul di sini. Namun baik dan buruknya suatu sistim akan tergantung pada penerapan undang-undang atau pun peraturan-peraturan oleh para pengguna dan tata cara pelaksanaannya.

Opini yang menggambarkan kegalauan penulisnya terhadap kerusakan lingkungan, ekonomi biaya tinggi, pendapatan negara yang berkurang dan tidak optimalnya pemanfaatan sumberdaya mineral dan batubara di daerah-daerah yang kaya mineral dan batubara, yang dihipotesakannya terjadi akibat pelanggaran amanat Konstitusi dalam UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara saat ini oleh para pelaku ekonomi dan pemangku kepentingan lainnya, patut untuk dicermati. Tentu tidak semua pemangku kepentingan, pelaku ekonomi dan perangkat daerah, melakukan pelanggaran. Namun sebagai kritik setidaknya dapat mengingatkan kita, semua pemangku kepentingan, untuk melakukan good governance, good mining practices dan tunduk pada setiap peraturan yang ada dalam industri pertambangan, maupun yang terkait dengannya.

Salah satu tujuan penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara adalah untuk melakukan pemerintahan yang dapat membawa rakyatnya pada kemakmuran. Pada pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk mineral dan batubara di dalamnya, maka Konstitusi, pasal 33 UUD 45, menjelaskan bahwa kepemilikan (implisit), penguasaaan (eksplisit) terhadap Bumi dan Air dan Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang menguasai hayat hidup orang banyak dikuasasi oleh negara untuk dipergunakan sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran rakyat. Penjabaran selanjutnya tentang penguasaan negara atas tanah dan kepemilikan hak atas tanah ini terdapat pada UU no 5 Tahun 1960, UU Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 2

(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

Sekilas Perjalanan UU No 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.

(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Berbeda dengan era sentralistik dahulu, pada era desentralisasi atau otonomi daerah, hubungan pemerintah pusat dan daerah diatur menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, namun keduanya tetap bertindak sebagai penyelenggara pemerintahan dan negara. Dalam pasal 2 UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, dinyatakan bahwa :

UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

Pasal 2

Penyelenggara Negara meliputi: 1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; 2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; 3Menteri; 4. Gubernur; 5. Hakim; 6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

dan 7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Dalam penjelasannya pada Angka 6, Yang dimaksud dengan “Pejabat negara yang lain” dalam ketentuan ini misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Wakil Gubernur, dan Bupati/Walikotamadya

Terkait UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, maka pemanfaatan sumberdaya alam, khususnya kewenangan sumberdaya mineral dan batubara telah dibagi bersama antar Pemerintah dan pemerintah daerah. Sehingga penerapan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1980 menjadi kurang relevan, karena penggolongan bahan galian berdasarkan nilai strategisnya akan membuatnya tidak sinkron dengan semangat dalam pembagian kewenangan bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah dalam pemanfaatan sumberdaya mineral dan batubara. Hal ini disebutkan kembali dalam UU No 4 Thaun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dalam Bab III tentang penguasaan Mineral dan Batubara, pada pasal 4

UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 2

.......

(4) Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya.

(5) Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum,

pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya

(6) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.

(7) Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan.

Pasal 17

(1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;

b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan

c. penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan.

(2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan.. sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah;

b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam. Dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan

c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.

(3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Page 23: Majalah Pertambangan Edisi 4

42 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 43

PERHAPI NEWS

Permen No 38 Tahun 2007

Pasal 2

(1) Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.

(2) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

(3) Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua urusan pemerintahan di luar urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

........

bb. energi dan sumber daya mineral;

cc. ......

dd. .......

ee. perindustrian.

UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Bab III. Penguasaan Mineral Dan Batubara

Pasal 4

(1) Mineral dan batubara sebagai sumber daya darn yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.

(2) Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Secara terintegrasi UU No 5 Tahun 1960, UU No 28 tahun 1999, UU No 32 tahun 2004 dan UU no 4 Tahun 2009 serta PerMen No 38 Tahun 2007 berperan dalam pengaturan pembagian wewenang pemanfaatan, kepemilikan dan penguasaaan sumberdaya alam untuk negara dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Begitu pula terhadap sumberdaya mineral dan batubara. Sehingga Pemerintah dan pemerintah daerah seyogyanya turut aktif bersama dalam mengimplementasikan UU No 4 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun 2004, melalui penggunaan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada asas-asas umum penyelenggaraan negara, yaitu : Kepastian Hukum; Tertib Penyelenggaraan Negara; Kepentingan Umum; Keterbukaan; Proporsionalitas; Profesionalitas; dan Akuntabilitas; yang harus dilakukan sebagai pengemban amanat Konstitusi.

Dalam implementasi UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menggantikan UU 11 tahun 1967, sebagai perangkat untuk kepentingan bangsa dan negara, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan, yaitu : • Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan • Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang • Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara. • Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara • Peraturan Menteri ESDM No 34 Tahun 2009 Tentang Pengutamaan

Pemasokan Kebutuhan Mineral Dan Batubara, untuk melindungi pasokan Energi Nasional • Peraturan Menteri No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan.

Pada masa datang mungkin akan keluar peraturan baru yang diperlukan sesuai dengan dinamika perkembangan industri pertambangan yang ada. Peraturan-peraturan ditujukan untuk meningkatkan pelaksanaan asas-asas penyelengaraan pemerintahan dan negera oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya mineral dan batubara.

Implementasi UU No 32 tahun 2004, UU No 28 tahun 1999, dan UU No 4 tahun 2009 serta peraturan-peraturan turunannya akan baik bila pengemban amanat Konstitusi di pusat dan daerah bekerjasama dan bersinergi dalam pemanfatan sumberdaya mineral dan batubara untuk membangun negeri ini. Namun saat ini justru kebalikannya lah yang sering terjadi. Kekhawatiran terhadap pemanfaatan dalam pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara di daerah-daerah, bukanlah terletak pada telah diberikannya wewenang yang terlalu besar kepada daerah oleh pusat dalam pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara. Melainkan pada buruknya proses pelaksanan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Sehingga menimbulkan korupsi, kolusi dan nepotisme. Tak ada kesalahan dalam interpretasi wewenang pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara. Diperlukan waktu dan pembinaan sumberdaya manusia pada kalangan penyelenggara negara dan perangkat daerah lainnya di daerah, yang seyogyanya dilakukan oleh pemerintah pusat. Kerjasama dan sinergi yang baik antara para Pemerintah dan pemerintah daerah terjadi bila ada komunikasi dan tukar informasi sehingga terjadi

kesepahaman antara keduanya dalam pengelolaan pemanfaatan sumberdaya mineral dan batubara. Salah satu kerjasama yang dapat dilakukan misalnya Pemerintah pro aktif melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah untuk menciptakan good governance, sekaligus melakukan sosialisasi peraturan dan program Pemerintah pada pemerintah-pemerintah daerah, khususnya sumberdaya mineral dan batubara.

Sepanjang perjalanannya setelah diratifikasi oleh DPR, UU no 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, telah mengalami peninjauan pada materi yang terdapat didalamnya. Lembaga yang bertugas dan berwewenang dalam pengujian ini, Mahkamah Konsitusi, telah melaksanakan judicial Review (Uji Materi) terhadap permasalahan-permasalahan yang

muncul pada pelaksanaan peraturan-peraturan dalam undang-undang yang berlaku. Salah satunya terhadap materi UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pengujian Materi terhadap UU No 4 tersebut, khususnya pada pasal-pasal tertentu, telah diajukan oleh berbagai kelompok masyarakat yang menganggapnya telah bertentangan dengan rasa keadilan mereka. Hasil akhir pengujian materi UU Pertambangan Minerba tersebut, terkadang berakhir pada penolakan terhadap keberatan yang mereka ajukan. Namun adakalanya Mahkamah Konstitusi mengabulkan keberatan mereka. Dalam Uji Materi terhadap UU No 4 Tahun 2009, pihak Pemerintah setidaknya diwakili oleh Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, bahkan bisa lebih tergantung pada pasal-pasal materi UU tersebut

yang hendak diuji. Selain mengalami pengujian materi oleh Mahkamah Konstitusi, maka Kementerian ESDM pro aktif merubah beberapa pasal peraturan-peraturan yang dipandang harus dirubah karena dianggap dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam interperetasinya, misalnya PP No 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara. Perubahan-perubahan ini dilakukan sesuai dengan dinamika perkembangan regulasi yang harus dilakukan akibat perkembangan pada industri pertambangan.

Selamat Membaca. Semoga kita dapat mengambil hikmahnya.

Redaksi

Page 24: Majalah Pertambangan Edisi 4

44 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 45

PERHAPI NEWS

Pesan-pesan Konstitusi Landasan segala kebijakan pembangunan nasional, termasuk pembangunan ekonomi nasional adalah kaidah-kaidah dan amanat-amanat yang terkandung di dalam UUD 1945. Untuk sektor-sektor ekonomi yang berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk sektor pertambangan, pesan-pesan itu secara jelas dapat dibaca dalam Pasal 33 Ayat 3. Di dalam Ayat yang sudah dikenal luas dan melekat di hati rakyat Indonesia tersebut, tiga prinsip dan amanat mendasar mengenai bumi dan air serta segala kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah, bahwa : • Kepemilikannya berada di tangan seluruh rakyat Indonesia (implisit); • Penguasaannya berada di tangan Negara (eksplisit); dan • Pemanfaatannya diwajibkan, dengan peruntukan sebesar-besar kemakmuran rakyat (eksplisit).

Ketiga pesan yang menjiwai Pasal 33 Ayat 3 UUD inilah yang mutlak harus senantiasa tersurat dan tersirat secara jelas dan nyata di dalam setiap undang-undang tentang pemanfaatan sumberdaya alam yang diterbitkan di negara kita.

Dalam hubungan dengan pengejawentahan serta pelaksanaan dari ketiga kaidah-dan-amanat Konstitusi itu, UU Minerba sungguh-sungguh memerlukan pengkajian ulang yang mendasar dan menyeluruh. Walau Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 dijadikan acuan dalam pertimbangan hukumnya, namun kedua kaidah Konstitusi kita tentang kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam telah diabaikannya. Dan pengabaian terhadap kedua prinsip dasar tersebut, dikaitkan atau tidak dengan berbagai kelemahan lain dari UU Minerba, patut diduga akan berakibat negatif terhadap

upaya pewujudan amanat Konstitusi tentang pemanfaatan sumberdaya alam kita untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kepemilikan Sumberdaya Alam Kepemilikan dari segala kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan air Nusantara memang tidak secara eksplisit ditetapkan di dalam Pasal 33 Ayat 3 dari UUD kita. Akan tetapi, dari ungkapan “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” pada bagian akhir dari Ayat yang maha penting itu, kita tentu dapat menarik dan menyimpulkan sesuatu hal mengenai dasar pertimbangannya. Bila kita yakin bahwa tidaklah mungkin bagi para Pendiri Republik ini, para Perancang UUD 1945 khususnya, untuk menyiptakan sesuatu ungkapan tanpa alasan, kiranya sangat bisa dipertanggung-jawabkan untuk berpandangan bahwa dasar dari ungkapan itu adalah doktrin kepemilikan sumberdaya alam Indonesia oleh seluruh rakyat Indonesia. Jika hasil pemanfaatannya diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia, pastilah karena sumberdayanya adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Milik semua, untuk semua. Bagi rata ! Itulah yang pasti, yang melatar-belakangi ungkapan tersebut tadi. Mustahillah yang lain dari itu.

Namun apa yang terjadi di lapangan sekarang? Dalam praktek pelaksanaan UU Minerba yang berlaku, dengan mudah diamati gejala yang menyimpang dari pengertian itu. Dewasa ini sudah menjadi persepsi umum bahwa sumberdaya mineral adalah milik daerah, atau milik rakyat di daerah di mana sumberdaya itu berada. Di kalangan aparat Pemerintahan di Daerah maupun di Pusat sendiri, bahkan di kalangan elit politik dan penyelenggara negara persepsi yang keliru itu sudah merasuk juga. Bahkan, harus diakui bahwa secara de-facto sesungguhnya sumberdaya mineral nasional kini berada hanya di satu tangan, tangan para Bupati dan Walikota.

Sumber penyebab dari persepsi masyarakat luas yang menyimpang itu terletak pada kebijakan yang ditetapkan di dalam UU Minerba untuk mendelegasikan kewenangan pemberian

Benarkah UU Minerba Melanggar Konstitusi?*Oleh Kosim Gandataruna Pengamat Sektor Pertambangan Umum

perijinan pertambangan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II. Meski UU Minerba tentu tidak memaksudkannya demikian, akan tetapi tidaklah aneh kalau kebijakan tersebut, dengan praktek pelaksanaannya yang dapat disaksikan secara nyata di lapangan, telah menimbulkan interpretasi yang keliru itu di kalangan masyarakat luas.

Bahkan, pengertian kepemilikan sumberdaya mineral oleh orang perseorangan, yaitu pemilik tanah yang kebetulan terletak di atas suatu endapan mineral, sudah menjadi persepsi yang mendapatkan pembenaran de-fakto dari masyarakat umum; dan aparat pemerintahan sendiri juga. Bukankah, saat ini sudah menjadi praktek sehari-hari bagi para pemilik tanah untuk melakukan pungutan sejenis “royalty” terhadap pemegang ijin usaha pertambangan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di lahan tanah miliknya? Sumber penyebab dari pengertian yang telah menyimpang lebih jauh lagi ini terletak pada pada Pasal 135 dan 136 dari UU Minerba, yang menetapkan bahwa pemegang ijin usaha pertambangan hanya dapat melaksanakan kegiatan usaha pertambangannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Dengan perkataan lain, oleh kedua pasal UU Minerba tersebut hak kepemilikan atas tanah telah diletakkan lebih tinggi di atas hak seluruh rakyat Indonesia atas sumberdaya alam yang terletak di dalam tanah; dan telah diletakkan lebih tinggi dari hak, bahkan kewajiban Negara untuk memanfaatkan sumberdaya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ini

sungguh-sungguh merupakan kebijakan inkonstitusional yang sangat serius.

Undang-undang Pertambangan sebelumnya, yaitu UU no.11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, sesungguhnya telah lebih tegas dalam mengukuhkan pengertian kepemilikan sumberdaya mineral oleh seluruh rakyat Indonesia itu. Pertama-tama ia dapat dilihat dari cara penggolongan bahan-galian. Berdasarkan nilai intrinsiknya, sumberdaya mineral dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu : Golongan A atau Golongan Strategis, Golongan B atau Golongan Vital, dan Golongan C atau Golongan Non-strategis-Non-vital (Di dalam UU Minerba tidak ada penggolongan seperti itu).

Kebijakan penggolongan itu kemudian secara konsekwen dikembangkan ke dalam kebijakan-kebijakan pengelolaan sumberdaya mineral, di antaranya terhadap pembagian kewenangan perijinan antara Pusat dan Daerah. Hanya mineral-mineral dari Golongan C saja yang dilimpahkan kepada Pemerintahan Daerah Tingkat I, sementara bagi mineral-mineral dari Golongan A dan B, kewenangan perijinannya tetap dipegang oleh Pemerintah Pusat.

Pendelegasian kewenangan yang terbatas seperti itu tidak menimbulkan dampak filosofis dan politis yang berarti terhadap pegukuhan prinsip hak kepemilikan sumberdaya mineral oleh seluruh rakyat Indonesia, karena mineral-mineral yang termasuk Golongan C tidaklah memiliki arti strategis bagi bangsa dan negara; atau tidak berkenaan dengan hajat hidup orang banyak.

UU Pertambangan yang lama itu juga telah berhasil mencegah timbulnya pengertian kepemilikan sumberdaya mineral oleh orang perorangan (seperti pemilik tanah), karena pada Pasal 26-nya dengan tegas ditetapkan ketiadaan hak dari si pemilik tanah untuk menolak kehadiran usaha pertambangan, asalkan segala persyaratan untuk pengalihan hak atas tanah yang bersangkutan telah dipenuhi oleh si pemegang ijin usaha pertambangan melalui jalan musyawarah

untuk mencapai mufakat.Dengan perkataan lain, oleh UU no.11/1967, hak seluruh rakyat Indonesia atas sumberdaya alam, serta kewajiban Negara untuk memanfaatkannya, telah diletakkan lebih tinggi di atas hak kepemilikan atas tanah oleh masyarakat.

Sungguh tragis, bahwa prinsip Konstitusi mengenai kepemilikan sumberdaya mineral oleh seluruh rakyat Indonesia yang secara konsekwen telah dikukuhkan oleh UU no.11/1967, justru telah diabaikan oleh UU no.04/2009 (UU Minerba).

Penguasaan Oleh Negara Perbedaan dalam kebijakan pendelegasian kewenangan pemberian ijin tersebut di atas, juga menimbulkan dampak yang berbeda terhadap peneguhan prinsip penguasaan sumberdaya mineral oleh Negara, yang sedemikian tegas ditetapkan di dalam UUD 1945, sebagaimana dapat disimak dari kalimat : “Bumi dan air serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara... dst...dst...”

Sekali lagi kita harus yakin, bahwa para perancang UUD 1945 pastilah dengan sadar memilih kata-kata “dikuasai oleh Negara”, bukan “dikuasai oleh Pemerintah”, karena ada perbedaan mendasar di antara kedua ungkapan itu. Secara yuridis, “Pemerintah” dapat diartikan Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah. Akan tetapi, “Negara” tidak mungkin dikonotasikan atau diasosiasikan lain kecuali dengan Pemerintah Pusat. Hanya Pemerintah Pusat yang dapat mewakili Negara dalam masalah-masalah kenegaraan.

Maksud dan tujuan para perancang UUD 1945 tentulah untuk menjaga agar kekuasaan atas kekayaan alam milik bangsa, yang sekaligus juga merupakan salah satu sumber kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak jatuh ke tangan suatu kekuatan yang bersifat lokal atau partial dari Negara, apalagi kekuatan Non-Pemerintahan. Pendelegasian penguasaan sumberdaya mineral kepada Pemerintah Daerah, khususnya untuk kekayaan mineral yang bernilai

Page 25: Majalah Pertambangan Edisi 4

46 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 47

PERHAPI NEWS

strategis dan vital, atau yang menyangkut hajat hidup orang banyak, tidak dapat diartikan lain kecuali sebagai tindakan penyimpangan dari azas penguasaan oleh Negara menurut UUD kita itu.

Sudut pandang lain berikut ini lebih memperkukuh dalil tentang telah terjadinya penyimpangan yang inkonstitusional dari UU Minerba tersebut : Sangat mudah untuk difahami, bahwa seorang Kepala Daerah yang pertanggung-jawaban administratif dan politisnya hanya terbatas kepada seluruh rakyat pemilih atau konstituen di wilayah administrasinya sendiri ( jelas dan pasti tidak kepada seluruh rakyat Indonesia), tidak selayaknya dan tidak pada tempatnya untuk diberi tanggung-jawab pengelolaan suatu sumberdaya yang merupakan milik seluruh warga negara Indonesia.

Selanjutnya, ada perbedaan kebijakan lain lagi di antara kedua undang-undang itu yang juga menunjukkan adanya penyimpangan oleh UU Minerba. UU Minerba menetapkan bahwa jenis pelaku usaha pertambangan apapun memiliki hak untuk mengusahakan mineral dari jenis apapun juga. Sebaliknya, UU no.11/1967 menetapkan bahwa mineral-mineral yang termasuk Golongan A dan B hanya bisa diusahakan oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara saja. Hanya mineral-mineral dari Golongan C yang dapat diusahakan oleh perusahaan swasta. Selanjutnya, pemodal asing diakomodasikan melalui perlakuan khusus. Mereka hanya dapat mengusahakan mineral kita melalui sistem ijin Kontrak Karya dengan Pemerintah RI, sistem ijin mana juga dikukuhkan oleh UU no.01/1967 tentang PMA. Dalam hubungan ini, yang perlu diketahui adalah, bahwa di dalam setiap naskah Kontrak Karya secara tegas tercantum ketetapan tentang hak yang tidak terbatas dari Pemerintah RI, selaku Principal untuk mengendalikan dan mengawasi segala ihwal pengusahaan yang dilaksanakan oleh pihak Kontraktor. Dengan perkataan lain, dalam menghadapi pemodal asing doktrin penguasaan oleh Negara atas sumberdaya mineral juga telah dipegang erat-erat.

Sekali lagi terbukti bahwa UU no.11/1967 telah secara konsekwen memegang teguh prinsip penguasaan oleh Negara seperti yang ditetapkan di dalam UUD kita. Sebaliknya oleh UU no.04/2009 (UU Minerba), prinsip yang sakral itu telah diabaikan dan dilanggar.

Sebesar-besar Kemakmuran RakyatPenyimpangan dari kedua prinsip dasar mengenai kepemilikan dan penguasaan sumberdaya mineral, diantisipasi akan berdampak sangat negatif terhadap pelaksanaan amanat Konstitusi tentang pemanfaatan sumberdaya alam “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Dari sudut pandang idealime dan kepentingan nasional yang paling luas, penyelenggaraan pembangunan industri pertambangan nasional haruslah memenuhi segala aspirasi rakyat Indonesia selaku pemilik yang syah dari kekayaan mineral kita. Artinya ia bukan sekedar menghasilkan manfaat-manfaat ekonomis, melainkan juga manfaat-manfaat non-ekonomis, seperti kepuasan sosial, peran nasional, kebanggaan nasional, kelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup, serta transformasi sosial, lokal maupun nasional. Manfaat itu akan mencapai titik optimal tatkala ketergantungan bangsa kita kepada sumberdaya alam sudah sirna; tatkala perekonomian nasional telah tertransformasikan dari yang

banyak bergantung kepada sumberdaya alam (“resource based economy”) menjadi yang banyak bergantung kepada pengetahuan (“knowledge based economy”). Transformasi demikian dapat diciptakan melalui kebijakan pemanfaatan penerimaan Negara, khususnya dari sektor mineral, secara terencana dan terintegrasi ke dalam program-program pembangunan nasional, seperti untuk pendidikan dan pembangunan karakter bangsa.

Harus diakui, bahwa dari sisi pandang manfaat non-ekonomis, UU Minerba merupakan pembuka peluang yang luar biasa besar bagi bangsa Indonesia, berkat berbagai ketentuannya yang penuh diwarnai dengan semangat nasionalisme dan idealisme. Akan tetapi perlu disadari, bahwa pencapaian manfaat ekonomis adalah juga bagian yang integral yang tidak dapat dikesampingkan dari capaian manfaat nasional secara keseluruhan. Manfaat ekonomis dimaksud justru dapat memberi nilai lebih kepada capaian berbagai sisi penting dari kemanfaatan non-ekonomis.

Dari sudut pandang manfaat ekonomis tadi, “manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat” hanya mungkin dijelmakan melalui dua jalur, yaitu jalur pengungkapan potensi kekayaan mineral dan jalur penerimaan Negara, di mana keduanya harus dirancang

umtuk mencapai hasil-hasil yang maksimal. Untuk itu syaratnya adalah penerapan secara benar dan konsekwen kedua prinsip dasar kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam, serta ditetapkannya kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan yang kondusif untuk mengembangkan sektor mineral yang kukuh dan efisien. Pada kenyataannya, kedua syarat itutidak dipenuhi oleh UU Minerba. Akibatnya, amanat Konstitusi tentang manfaat bagi “sebesar-besar kemakmuran rakyat” ditenggarai tidak akan dapat diwujudkan.

Akibat penyimpangan dari pesan KonstitusiI terhadap Manfaat Ekonomis UU Minerba menetapkan, bahwa keputusan untuk mengeluarkan ijin usaha pertambangan berada di satu tangan; yaitu di tangan seorang Bupati atau Walikota. Mereka, secara sendiri saja memiliki kewenangan mutlak untuk mengeluarkan ijin atas segala jenis mineral. Harap bandingkan kewenangan mutlak individual ini dengan prosedur penyiapan suatu Kontrak Karya di masa berlakunya UU no.11/1967! Di situ, seluruh stakeholders dilibatkan, perundingan dengan calon pemodal dilakukan oleh sebuah Tim Akhli Interdep, dan draft Kontrak Karya dikonsultasikan dengan DPR-RI untuk disetujui. Inilah barangkali proses pemberian ijin pertambangan yang paling rumit tapi paling “secure” dan sekaligus paling transparan--sehingga tentu menjadi paling tidak koruptif--di seluruh dunia. Sistem perijinan seperti ini juga akan menjadi saringan yang sangat efektif untuk mendapatkan investor pertambangan yang benar-benar bonafid dan serius.

Sebaliknya, praktek penerbitan IUP menurut UU Minerba telah ternyata berakibat kepada jatuhnya ijin usaha pertambangan (IUP) di tangan orang-orang dan perusahaan-perusahaan yang sama sekali tidak memiliki bonafiditas dan kompetensi dalam bidang usaha pertambangan. Faktanya, dari hampir 5,000 Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah dikeluarkan oleh para Bupati dan Walikota hanya dalam tempo

tiga tahun sejak mulai berlakunya UU Minerba, hanya kurang dari 500 ijin saja yang dinyatakan clear & clean oleh Kementrian ESDM hingga bulan Juli yang lalu. Maka tidaklah mengherankan apabila yang terjadi di lapangan adalah kekacau-balauan : menjamurnya transaksi jual-beli IUP; terbengkalainya lahan ijin usaha pertambangan di satu sisi ekstrim, dan praktek-praktek penambanganyang tidak efisien dan merusak lingkungan di sisi ekstrim yang lain.

Karena digerogoti oleh tangan-tangan pemburu rente yang hanya mengejar keuntungan sesaat, industri pertambangan kita akan menjadi berstruktur rapuh dan tidak efisien alias berbiaya tinggi, dan tidak memiliki daya saing di arena global. Muara dari semua kelemahan itulah yang paling memprihatinkan, yaitu penerimaan Negara yang minim.

Oleh konstrain finansil dari perusahaan-perusahaan yang serius yang dengan seribu satu macam hambatan akhirnya berhasil mengembangkan usahanya di Indonesia, kegiatan eksplorasi yang dilakukannya juga tidak akan mungkin berjalan intensif dan ekstensif, sehingga kekayaan mineral kita tidak akan pernah dapat diungkapkan sepenuhnya; sehingga akan terjadilah pemubaziran kekayaan alam kita.

Akibat penyimpangan UU Minerba yang lain terhadap Manfaat Ekonomis Di samping ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari Konstitusi, UU Minerba juga memuat berbagai ketentuan yang mengabaikan kaidah-kaidah usaha pertambangan yang baik, misalnya :

1, Luas lahan IUP yang terbatas mendorong terjadinya proses pengkaplingan perijinan atas suatu cebakan mineral, yang sesungguhnya akan paling menguntungkan bagi Negara bila dipercayakan ke satu tangan.

2, Masa produksi yang terlampau pendek mendorong terjadinya peraktek-praktek “high grading”, dengan dampak pemubaziran sebagian cadangan mineral. Di samping itu, pasti akan banyak terjadi kasus pengambil-alihan operasi

penambangan oleh pihak ketiga diakhir masa IUP, yang akanmenciptakan kemelut pertanggunganjawab reklamasi lahan pasca tambang serta proses transformasi sosial yang layu sebelum berkembang.

3, tarif pungutan pajak dan non-pajak, yang anehnya lebih rendah dibandingkan dengan yang berlaku di masa sebelum UU Minerba (khususnya untuk batubara), sudah pasti berdampak negatif terhadap penerimaan Negara.

4, banyak lagi yang lain-lain, tapi cukuplah untuk disimpulkan bahwa kesemua kelemahan kebijakan itu, muaranya adalah pada penerimaan Negara yang minim.

Akibat penyimpangan dari pesan KonstitusiI terhadap Manfaat Non-Ekonomis Pada saat yang sama dengan dampak negatifnya terhadap manfaat ekonomis, berbagai ketentuan-ketentuan UU Minerba yang inkonstitusional dan yang mengabaikan kaidah-kaidah pengusahaan pertambangan yang proper,akan berpengaruh buruk pula terhadap manfaat-manfaat non-ekonomisnya, yang tidak kalah serius dan memrihatinkannya.

Pertama, sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya menurut ketentuan UU Minerba, para Kepala Daerah (dari daerah-daerah pemilik sumberdaya mineral) akan terdorong untuk berlomba menggali kekayaan mineral di daerahnya masing-masing, sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat-singkatnya, atau dengan perkataan lain : menguras habis-habisan cadangan mineral mereka. Hak dan kewajiban untuk melakukan percepatan pembangunan dan peningkatan PAD di daerahnya masing-masing akan menjadi alasan pembenaran kebijakan seperti itu yang tidak mungkin dapat disanggah oleh siapa pun. Akibat negatif dari kebijakan Daerah seperti itu sudah pasti akan terasa di berbagai aspek kebijakan dan kepentingan nasional yang lebih luas, seperti pada kebijakan nasional tentang konservasi sumberdaya alam, dan penyediaan serta pengamanan ketersediaan energi nasional. Untuk

Page 26: Majalah Pertambangan Edisi 4

48 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 49

LINTAS PERISTIWAKILAS KoRPoRAT

mineral-mineral tertentu di mana kita memiliki potensi yang besar dibanding negara-negara lain, perlombaan pengurasan kekayaan mineral antar daerah tersebut akan mengakibatkan persaingan yang tidak sehat antara kita dengan kita sendiri di pasar global. Kita akan menjadi korban kemerosotan harga komoditi karena kesalahan kita sendiri, yaitu mengabaikan kesatuan dan persatuan dalam menghadapi persaingan global.

Kedua, dengan sirnanya efisiensi dari praktek pengusahaan sumberdaya mineral kita, akan banyak cadangan atau bagian dari cadangan mineral yang akan dibuat marginal, dibuat tidak lagi layak secara ekonomis untuk diusahakan; ploughing back of income to the ground dalam bentuk eksplorasi tambahan dan reinvestasi oleh para pelaku usaha pertambangan akan dibuat minim; sedang program pemeliharaan lingkungan hidup dan program CSR kemungkinan besar juga akan terkena kendala.

Akibat paripurna dari penyimpangan terhadap UUD dan kelemahan UU Minerba Muara dari seluruh akibat penyimpangan dan kelemahan UU Minerba adalah tidak terwujudnya amanat Konstitusi yang paling sakral, yaitu tentang pemanfaatan bumi dan air kita beserta segala kekayaan yang terkandung di dalamya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

KesimpulanUU Minerba telah melanggar Konstitusi karena mengandung beberapa ketentuan yang menyimpang dari prinsip dasar kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam yang ditetapkan di dalam UUD 1945. Di samping itu, ia juga memuat ketentuan-ketentuan yang mengabaikan kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya mineral yang baik, tidak memperhatikan azas kepastian hukum, dan tidak bersaing di dunia internasional.

Oleh sebab penyimpangan-penyimpangan dan kelemahan-kelemahan tersebut, UU Minerba yang sesungguhnya sarat dengan muatan idealisme dan nasionalisme itu, justru akan menjauhkan kita dari pewujudan amanat Konstitusi yang teramat sakral tentang pemanfaatan kekayaan alam kita bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Demi penyelenggaraan pembangunan sektor pertambangan yang benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Konstitusi, serta demi terwujudnya amanat Konstitusi tentang manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dari kekayaan mineral kita, UU Minerba perlu dikaji ulang secara mendasar dan menyeluruh.

Pembandingan dengan UU Pertambangan lamadi dalam artikel ini tidak dimaksudkan sebagai saran untuk kembali ke masa silam, melainkan untuk dapat belajar dari sejarah dalam mencari perumusan kebijakan pembangunan sektor pertambangan yang tepat dan paling menguntungkan bagi bangsa dan negara. Hal-hal yang baik dari masa lalu kita ambil inti dan hikmahnya, penyesuaian-penyesuaian dengan situasi dan kondisi masa kini serta antisipasi ke masa depan kita rumuskan secara benar untuk dapat merancang-bangun dan merekayasa kebijakan-kebijakan yang adil bagi semua, bermanfaat optimal dan implementable.

Hanya satu komitmen yang harus kita junjung tinggi, yaitu bahwa, kapan pun dan bagaimana pun, secara konsisten dan konsekwen prinsip-prinsip Konstitusi wajib tetap kita tegakkan,dan amanat-amanat Konstitusi wajib kita wujudkan.

*isi tidak mencerminkan suara Perhapi dan menjadi tanggung jawab penulisnya.

Penurunan Harga Komoditas Tekan Performa Antam

Performa PT Aneka Tambang Tbk (Antam) tahun ini menurun diakibatkan oleh anjloknya harga komoditas

tambang. Itu bisa dilihat pada kinerja penjualan perseroan pada semester I-2012 yang mengalami penurunan sekitar 7 % year on year, menjadi Rp 4,5 triliun.

Menurut Analis Trimegah Securities, Richardo P. Waluyo, performa yang mengecewakan itu membuat capaian laba bersih Antam merosot 54 % menjadi Rp 475 miliar. “Angka itu baru 44 % dari target proyeksi laba Antam,’ ujarnya.

Richardo memperkirakan, permintaan komoditas di paro kedua tahun ini, belum akan bangkit. Antam pun belum memiliki katalis positif.

Anak Usaha Antam Tunda Akuisisi IUP Tambang Batubara

Pada tahun ini anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yaitu PT Indonesia Coal Resources, akhirnya

menunda rencananya untuk mengakuisisi tambang batubara yang berada di Kalimantan.

Menurut Direktur Utama PT Indonesia Coal Resources, Bachtiar Maggalatung, semula rencananya Antam akan mengakuisisi minimal satu pertambangan batubara di Kalimantan. “Tapi rencana itu tak bisa dilakukan karena kondisi harga batubara sekarang,” tuturnya.

2013, Capex Antam Mencapai Rp 9 Triliun

Pada tahun 2013 nanti, PT Aneka Tambang Tbk (Antam) telah menyiapkan anggaran belanja modalnya (capital expenditure/capex) sebesar Rp 9 triliun. Rencananya Capex

tersebut akan digunakan untuk mendanai modernisasi pabrik Feronikel dan beberapa proyek perseroan.

Menurut Direktur Utama Antam, Alwin Syah Loebis, untuk besaran capex akan ditentukan dalam rencana kerja dan anggaran (RKAP) 2013. hingga saat ini pihaknya masih menyusun RKAP.“ Kami masih menghitung besaran capex tahun depan,” ujarnya.

Alwin mengungkapkan, realisasi capex tahun ini masih sesuai rencana. Selain itu, semua kebutuhan pendanaan tahun ini telah terpenuhi. “Proyek kami kan sifatnya multiyears. Untuk proyek CGA Tayan dananya dari JBIC dan proyek Pomalaa berasal dari obligasi.”***

Bukit Asam Siap Investasi US$ 580 Juta

PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) telah menyiapkan dana investasi sebesar US$ 580 juta untuk

pembangunan infrastruktur perseroan.

Menurut Direktur Utama Bukit, Asam Milawarma, pihaknya telah menganggarkan sebesar US$ 150 juta untuk membangun tiga proyek infrastuktur yaitu kereta api, pelabuhan, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). “Dananya berasal dari kas internal,” ujarnya.

Milawarma mengungkapkan, perseroan akan meningkatkan investasinya pada tahun 2013 menjadi sebesar US$ 180 juta. Pada tahun 2014, investasi akan ditingkatkan lagi menjadi US$ 200 juta. Sisanya pada 2015 dan 2016. Dengan demikian, proyek kereta api, pelabuhan, dan PLTU ditargetkan beroperasi pada 2014, 2016 dan 2017.

2013, Batubara Bukit Kendi Siap Berproduksi

Diharapkan pada tahun 2013 nanti, anak usaha dari PT Bukit Asam Tbk (Persero) yaitu PT Batubara Bukit Kendi

(BBK) bisa mulai berproduksi batubara. Karena Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan izin pakai kawasan hutan.

Menurut Direktur Utama PTBA, Milawarma, saat ini proses yang sudah diselesaikan perseroan adalah izin prinsip untuk usaha tersebut. “Sebetulnya pada awal tahun ini kami sudah memenuhi semua persyaratan untuk pengajuan izin pinjam pakai kawasan hutan [IPPKH] seperti syarat administrasi dan peta kerja,” ujarnya.

Milawarna menjelaskan, BBK berpotensi akan menghasilkan batubara sebanyak 1 juta ton per tahun.***

Page 27: Majalah Pertambangan Edisi 4

50 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

LINTAS PERISTIWA KILAS KoRPoRAT

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 51

LINTAS PERISTIWAKILAS KoRPoRAT

Newmont Lanjutkan Eksplorasi Tambang Elang

PT Newmont Nusa Tenggara Tbk, PT NNT Tbk, terus melanjutkan tahap eksplorasi tambang emas dan tembaga

di Blok Elang, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tengara Barat. Rencananya, tahapan eksplorasi tersebut akan dilakukan selama kurang lebih 10 tahun sampai 12 tahun ke depan, sebelum memasuki tahap eksplorasi.

Menurut Juru Bicara Newmont, Rubi Purnomo, proses eksplorasi Blok Elang akan memakan waktu panjang seperti halnya ketika NNT melakukan eksplorasi di Batu Hijau. “Saat ini, masih dalam tahap eksplorasi berupa pengeboran tanah untuk mencari potensi mineral,” tuturnya.

Newmont Tolak Bangun Smelter

Proses renegosiasi kontrak karya (KK) antara pemerintah dan perusahaan tambang tampaknya sulit menemukan

titik temu. Lihat saja hasil renegosiasi dengan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Hampir dipastikan renegosiasi itu akan menemukan jalan buntu karena NNT menolak membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).

Menurut Juru Bicara Newmont, Rubi Purnomo, membangun smelter itu tidak menguntungkan perusahaan asal Amerika Serikat itu. “Sesuai kondisi saat ini dan hasil studi yang kami lakukan, pembangunan smelter tidak feasible bagi NNT,” ujarnya.

Rubi menjelaskan, NNT menolak membangun smelter juga memiliki dasar hukum yang kuat. Karena kewajiban membangun smelter itu tidak diatur dalam kontrak karya yang disepakati NNT dan pemerintah.***

Kisruh di Bumi Plc

Dua pemegang saham Bumi Plc, yaitu Samin Tan dan Bakrie Group kabarnya tengah berseteru. Malahan kantor berita

Reuters melaporkan, kemungkinan keduanya bakal pecah kongsi.

Menurut setengah lusin sumber anonim Reuters yang mengetahui masalah ini, ketegangan antara Grup Bakrie dan Tan yang sama-sama memiliki saham di Bumi Plc makin terasa sejak Bumi Plc menyelidiki keanehan finansial di anak usahanya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Samin Tan merupakan pembeli 23,8 persen saham Bumi Plc senilai 1 miliar dollar AS. Sembilan bulan setelah pembelian itu, investasi Tan tinggal 140 juta dollar AS. Sebab, saham Bumi Plc anjlok 80 persen.

Bumi Plc Persoalkan Dana US$ 637 Juta

Di dalam laporan keuangan tahun 2011 dana pengembangan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan biaya

eksplorasi PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) mencapai US$ 637 juta. Hal itu yang membuat Bumi Plc selaku induk usaha mempertanyakan dana tersebut.

Untuk itu Bumi Plc telah membentuk tim independen guna menginvestigasi dugaan penyimpangan dana di dua anak usahanya itu. Selain itu perseroan juga akan menghubungi regulator di Indonesia dan Inggris terkait dengan penyelidikan itu.

Laporan keuangan tersebut merincikan, untuk pengembangan Bumi mencapai US$ 247 juta dan biaya eksplorasi berau sebesar US$ 390 juta.

Kecurigaan Bumi Plc dipicu langkah Pricewaterhouse Coopers LLP menurunkan dana pengembangan Bumi dan biaya eksplorasi Berau menjadi nol dalam laporan keuangan Bumi Plc 2011. Dengan alasan, auditor Bumi Plc itu tidak bisa membuktikan underlying asset dari dana-dana tersebut.***

J Resources Raih Fasilitas Pinjaman US$ 135 Juta dari Perbankan

Melalui anak usahanya PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) yaitu PT J Resources Nusantara (JRN) akhirnya

mendapatkan fasilitas pinjaman dari perbankan yaitu PT Bank CIMB Niaga Tbk dan Indonesia Exim bank, yang nilainya sebesar US$ 135 juta.

Menurut Direktur J Resources, William Surnata, pinjaman tersebut diperoleh perseroan pada 2 Oktober 2012. Dan rencananya pinjaman itu akan dipergunakan untuk membiayai pembangunan fasilitas produksi emas di Indonesia. “Pinjaman ini akan digunakan untuk melunasi sisa fasilitas kredit yang lama,” tuturnya.***

Perkuat Kinerja, ABM Investama Serap Capex US$ 161,95 JutaPT ABM Investama Tbk (ABMM) akan menggenjot belanja modal (capital expenditure/capex) yang nilainya sebesar US$ 161,95 juta hingga bulan Juni 2012. Realisasi capex tersebut meningkat 55% bila dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 112,52 juta.

Menurut Direktur Utama ABM Investama, Andi Djajanegara, perseroan akan menggunakan sebagian besar dana capex untuk investasi jangka panjang yang dapat memperkuat bisnis perseoran dalam lima tahun ke depan. “Kami mengantisipasi peningkatan permintaan global untuk energi dalam beberapa tahun ke depan. ABM telah dipersiapkan untuk memanfaatkan peluang besar tersebut,” ujarnya.

Andi menjelaskan, di Aceh, perseroan menggelontorkan dana US$ 90,81 juta atau naik 200 % bila dibandingkan tahun lalu yang sebesar US$ 45,23 juta. Rencananya dana tersebut akan dipakai untuk membangun infrastruktur tambang.***

Anak Usaha Medco Energi Produksi 600.000 Ton Batu Bara

Hingga akhir tahun ini anak Usaha PT Medco

Energi Internasional Tbk , PT Duta Tambang Rekayasa mentargetkan produksi batubaranya sekitar 600.000 ton, di lokasi operasi perusahaan tersebut yang berada di Kalimantan Timur.

Menurut Presiden Direktur & CEO Medco Energi, Lukman Mahfoedz, produksi awal masih terbilang rendah lantaran pihaknya masih mencari pembeli tetap. “Sejauh ini, Duta Tambang memang berupaya mencari pembeli dengan kontrak penjualan jangka panjang,” ujarnya.

Pada pengiriman awal Oktober ini, Lukman mengungkapkan, Duta Tambang akan mengapalkan sekitar 38.000 ton melalui Pelabuhan Sebakis menuju Pelabuhan Nunukan. Batubara tersebut akan ditujukan pada China Coal Solution Pte Ltd.***

Harum Energi Akuisisi 50,5% Saham Perusahaan Tambang Batubara

Rencana akuisisi PT Harum Energy Tbk (HRUM) akhirnya tercapai, perseroan telah mengakuisisi sekitar 50,5% saham PT Karya Usaha Pertiwi (KUP) milik PT Karya Wijaya Aneka Mineral (KWAM), yang mana nilai akuisisi tersebut senilai US$ 2 juta.

Menurut Corporate Secretary Harum Energy, Alexandra M.S, akuisisi ini diharapkan dapat diselesaikan dalam beberapa minggu mendatang, setelah terpenuhinya beberapa persyaratan dan kondisi tertentu.

Alexandra menjelaskan, akuisisi ini telah dilakukan seiring ditandatanganinya perjanjian jual-beli bersyarat dengan PT KWAM pada tanggal 28 September 2012.

Sebagaimana diketahui, PT Karya Usaha Pertiwi (KUP) adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan saat ini memiliki izin usaha pertambangan (IUP) untuk usaha pertambangan batu bara di Kalimantan Timur.***

Page 28: Majalah Pertambangan Edisi 4

52 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

LINTAS PERISTIWA KILAS KoRPoRAT

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 53

LINTAS PERISTIWAKILAS KoRPoRAT

Kinerja Ancora Resources Tertekan Akibat Beban Melonjak

Sepanjang 6 bulan terakhir ini, kinerja PT Ancora Resources Indonesia Tbk, tertekan akibat adanya kenaikan beban.

Perseroan mencatat ada empat beban yang mempengaruhi kinerja Ancora, yaitu pada beban penjualan naik mencapai 80,09% atau senilia US$ 6,6 juta, beban umum dan administarsi naik 30,08% atau sebesar US$ 5,41 juta, untuk beban bunga perseroan mencatat adanya kenaikan yang cukup tinggi sekitar 172,9% atau sebesar US$ 4,59 juta, serta beban keuangan naik 78,92% atau sebesar US$ 4,19 juta.

Dengan adanya kenaikan di berbagai beban tersebut, perseroan menderita rugi bersih sebesar US$ 3,22 juta. Jumlah tersebut berbanding terbalik dengan capaian laba bersih senilai US$ 404,824 juta di periode yang sama pada tahun lalu.***

UNTR Akuisisi 3 Tambang Batu Bara

PT United Tractors Tbk (UNTR) melalui anak usahanya PT Tuah Turangga Agung telah mengakuisisi tiga tambang

batu bara. Ketiga tambang batu bara yang sukses diakuisisi oleh UNTR yaitu, 60% saham PT Duta Nurcahya dan PT Duta Sejahtera, serta mengambil alih 100% saham PT Borneo Berkat makmur yang nilainya mencapai US$ 51 juta.

Menurut Sektetaris Perusahaan UNTR, Sara K Loebis, ketiga tambang batu bara yang baru diakuisisi tersebut akan mulai diproduksi paling cepat tahun 2014 nanti. “Saat ini, masih berupa green field. Karena banyak akuisisi, kami butuh waktu untuk persiapan,” tuturnya.

Agustus 2012, Penjualan Batu Bara UNTR Naik 42%

Pada periode bulan Agustus 2012 ini, penjualan batu bara PT United Tractor Tbk (UNTR) naik mencapai 42,22 persen

atau sebesar 4,143 juta ton batubara.

Menurut Investor Relations, Ari Setiawan, kenaikan penjualan batu bara ini didukung oleh anak usahanya yaitu PT Pamapersada Nusantara. “Sampai Agustus 2012, penjualan batu bara 4,143 juta ton. Sedangkan periode yang sama tahun lalu 2,913 juta ton,” ujarnya.***

Akhir 2012, Djakarta Lloyd AngkutBatubara Milik PLN

Pada akhir tahun ini, batubara milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan diangkut oleh Badan Usaha Milik

Negara di bidang jasa angkutan laut, yitu PT Djakarta Lloyd.

Menurut Direktur Utama Djakarta Lloyd, Syahril Japarin, proyek pengangkutan batubara ini akan dilakukan pada akhir tahun 2012 ini. “Kita berharap kontrak ini jangka panjang,” ujarnya.

Syahril menjelaskan, rencananya untuk rute pertama, pihaknya akan mengangkut batubara sebanyak 450.000 ton per tahunnya. Kemudian untuk rute kedua, hanya 100.000 ton batubara per tahun. “Rute pertama dari Panjang, Sumatera Selatan, menuju Meulaboh di Aceh Nanggroe Darussalam, dan rute kedua dari Panjang menuju Padang, Sumatera Barat.”***

Kuartal III-2012, Target Penjualan Batubara Indo Tambang 19 Juta Ton

Hingga akhir kuartal III-2012 nanti, target penjualan batubara PT Indo

Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mencapai 19 juta ton. Untuk rata-rata harga jualnya (verage

selling price/ASP) berkisar US$ 91-92 per ton.

Menurut Direktur Eksternal Indo Tambang, Leksono Poeranto, pihaknya menargetkan produksi batubara mencapai 18 juta ton. “Kalau dibanding semester pertama penjualan kurang lebih 1 juta ton di atas produksi,” katanya.

Leksono menambahkan, peningkatan produksi akan dikontribusikan dari empat tambang milik anak usahanya yaitu, PT Indominco Mandiri, PT Trubaindo Coal Mining, PT Jorong Barutama Greston, dan PT Kitadin.

2012, ITMG Tunda Akuisisi Tambang

Pada tahun 2012 ini, rencana PT Indo Tambangraya Megah Tbk untuk mengakuisisi konsesi tambang batubara akhirnya batal

dilakukan, dikarenakan kondisi global yang masih tidak menentu.

Leksono Poeranto menjelaskan, pihaknya masih akan mengkaji rencana akuisisi tambang batubara ini. “Sepertinya akuisisi tidak di tahun ini. Kami akan melihat hingga kondisi pasar membaik,’ tuturnya.

Sebelumnya ITMG menyatakan telah menyiapkan anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar US$ 209 juta. Rencananya dana capex itu akan dipakai untuk meningkatkan produksi batubara. Selain itu perseroan juga akan mengalokasikan dana untuk membangun infrastruktur pertambangan antara lain hauling road dan crushing plant.

Saat itu, Direktur Keuangan ITMG, Edward Manurung mengungkapkan, dana capex yang sebesar US$ 100-200 juta itu juga akan digunakan untuk membiayai akuisisi tambang di Kalimantan Timur. “Kami kemungkinan mengakuisisi satu hingga dua perusahaan tambang batubara,” ujarnya.

Bagi Dividen Interim Rp 1,88 Triliun

Pada tahun buku 2012 ini, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) akan membagikan dividen interimnya yang senilai US$

197 juta atau sekitar Rp 1,88 triliun.

Manajemen PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menjelaskan, total dividen interim tahun ini sekitar 79,8% dari laba bersih semester I-2012. Dalam hal ini pemegang mayoritas atau 65% saham Indo Tambang yaitu Banpu Minerals akan menerima dividen sebesar US$ 128,05 juta atau sebesar Rp 1,22 triliun.***

Proyek Batu Bara Nusantara Energy Tetap Berlanjut Akhirnya proyek batu bara milik Nusantara Energy Group di mana pemiliknya adalah Prabowo Subianto yang semula tumpang tindih dengan lahan yang diklaim milik Grup Ridlatama bersama Churchill Mining Plc di Kabupaten Kutai Timur, Kaltim, tetap terus berlanjut.

Menurut Bupati Kutai Timur, Isran Noor, ketika empat izin eksplorasi batu bara yang diklaim milik Churchill (75%) dan Grup Ridlatama (25%) telah dicabut, proyek itu kembali kepada pemilik sebelumnya yaitu Nusantara Group. “Karena ada pemalsuan dokumen, jadi pemiliknya tetap yang lama yaitu Nusantara Eenrgy yang lama yaitu Nusantara Energy punya Prabowo. Tidak ada pemilik baru memang. Sejak 2005 dia sudah dapat, saat ini masih dalam masa eksplorasi,” tuturnya.***

Resource Alam Siapkan Dana Rp 200 Miliar untuk Buyback SahamSaat ini PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI) telah menyiapkan dana Rp 200 miliar untuk membeli kembali (buyback) saham perseroan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Rencananya perseroan akan membeli maksimal 10% saham atau senilai 100 juta lembar saham.

Manajemen Resource Alam menjelaskan, perseroan akan mengandalkan saldo laba untuk menjalan aksi tersebut. Akan tetapi, sebelum eksekusi dilakukan, perseroan akan meminta persetujuan dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yag akan digelar pada 25 Oktober 2012. “Jika rencana tidak disetujui atau apabila ada sisa dan, maka dana akan dikembalikan ke dalam akun saldo laba,” kata manajemen Resource Alam.***

Exploitasi Energi Raih Kontrak Penjualan 40 Juta TonPT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (CNKO) meraih kontrak penjualan batubara sebesar 40 juta ton dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dalam kontrak berdurasi 20 tahun itu, perseroan akan memasok batubara ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiyon dan PLTU Pacitan.

Menurut Direktur Utama & CEO Exploitasi Energi, Henry H Sitanggang, permintaan batubara di pasar global kini menurun. Dengan adanya kontrak ini pihaknya akan memiliki pasar tetap selama dua dekade mendatang. “Adanya kontrak dari PLN membuat perseroan memiliki pasar tetap yang besar selama dua dekade mendatang. Dengan demikian, kinerja perseroan tidak akan terpengaruh penurunan permintaan di pasar ekspor,” katanya.***

Page 29: Majalah Pertambangan Edisi 4

54 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 55

PERHAPI NEWS

Serba-serbi menampilkan berbagai kegiatan para peserta Kongres dan TPT di tengah-tengah kesibukan acara yang berlangsung, sejak Sabtu, 13 Oktober hingga Workshop, 17 Oktober. Berikut cerita singkat kegiatan-kegiatan tersebut.

Peluncuran Buku Indonesian Mining in Images

Pada tanggal 15 Oktober 2012, bertepatan Perhapi Night, diluncurkan buku berjudul Indonesian Mining in Images, yang memiliki boks soft cover, dan buku yang dijilid hard cover.

Terlihat luks, buku berukuran : 28,5x21,5x2,5 cm, tebal 210 halaman dan berbahasa inggris ini, menggambarkan kiprah industri pertambangan dalam foto. Sampul buku yang berupa foto iring-iringan armada truk pengangkut raksasa

Dedi Aditya Sumanegara, Menyampaikan Ungkapan Terimakasih Berkaitan dengan Terpilihnya sebagai penerima Penghargaan Perhapi Awards 2012

Penghargaan Cendera Mata Pin Logo Perhapi Sebagai ungkapan terimakasih dan penghargaan kepada jajaran Badan Pengurus Perhapi Pusat, Ketua Umum Irwandy Arif yang mengakhiri perioda 2009-2012, sebagai masa kepengurusannya yang kedua ini, memberikan kenang-kenangan penghargaan cendera mata pin logo Perhapi seberat 8 gram kepada setiap jajaran Pengurus Perhapi Pusat. Secara simbolik penyerahan logo ini dilakukan oleh winardi kepada perwakilan Dewan Penasehat Perhapi, Hermani S, Irawan Poerwo, dan Machmud Hasyim. Penyerahan secara simbolik selanjutnya dilakukan oleh Hermani Suprapto kepada Ratih, Gatot Adisoma dan Winardi. Begitu seterusnya kepada perwakilan para pengurus Bidang dan Komite Perhapi Pusat.

Winardi Memberikan Penghargaan Pin Logo Perhapi Seberat 8 Gram secara Simbolik kepada Dewan Penasehat Perhapi Perioda 2009-2012.

Winardi Berfoto Bersama pada Irwan Poerwo, Paling Kiri, dan Machmud Hasyim Sebelah Kanan dan Hermani Suprapto yang Mendapatkan Penghargaan Logo Pin Perhapi

yang sedang membawa bijih tembaga porfir ini, seolah menyiratkan peran yang dibawakan oleh industri ini dalam pembangunan bangsa. Dalam kata pengantarnya yang diberikan oleh Ketua Umum Perhapi perioda 2009-2012, Prof. Dr. Ir. Irwandy Arif, MSc, sebagai sebuah karya yang informatif, maka diperlukan usaha keras untuk mengumpulkan foto-foto dari berbagai sumber, untuk dapat dijalin menjadi sebuah mozaik yang apik, utuh dan unik. Buku yang diterbitkan September 2012 ini merupakan kerjasama Perhapi dengan Petromindo dan CoalAsia.

Isi buku terdiri atas tujuh bagian, pertama pembacanya dibawa untuk mengenal industri pertambangan melalui bagian Sekilas industri pertambangan. Bagian berikutnya merupakan berbagai kegiatan pertambangan yang dilakukan dalam industri pertambangan, seperti Eksplorasi, Produksi, dan Pengapalan. Tiga bagian terakhir memperlihatkan manfaat produk pertambangan, penanganan lingkungan penambangan dan CSR yang dilaksanakan oleh para pelaku industri ini. Serangkaian foto-foto yang ditampilkan dalam buku ini, akan mengajak kita untuk berwisata mengunjungi lokasi-lokasi penambangan dan kegiatan penambangan di Indonesia, seperti kota Sawahlunto yang merupakan tempat tambang batubara bawah tanah tertua di Indonesia, serta banyak hal menarik lainnya.

Secara simbolik penyerahan buku ini dilakukan kepada perwakilan Asosiasi seperti IAGI, APBI, IMA, Aspindo; perwakilan sponsor, perwakilan penasehat perhapi, dosen senior Perguruan Tinggi, Media Masa. Rencananya buku ini akan dikirimkan ke dunia pendidikan, Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dll

Penyerahan Simbolik Buku Indonesian Mining In Images kepada Para Wakil Asosiasi Profesi, Perusahaan Tambang, Dewan Penasehat Perhapi, LSM

Foto Bersama Para Wakil Organisasi dan Lembaga Para penerima Buku Indonesian Mining in Images

Foto Bersama Ketua Umum Perhapi 2009-2012 dengan Wakil Media Masa Penerima Buku Indonesian Mining in Images

Serba Serbi TPT XXI dan KONGRES VIII PERHAPI 2012

Cover Depan

Cover Belakang

Perhapi Awards Pengumuman pemenang Perhapi Awards 2012, Yang dianugerahkan kepada Dedi Aditya Sumanegara. Penghargaan diberikan atas pengabdian dan jasa-saja nya bagi Perhapi khususnya dan dunia pertambangan Indonesia umumnya hingga saat ini. Penyerahan penghargaan tersebut dilakukan Haswi P Soewoto, Ketua Komite Nominasi Badan Pengurus Pusat Perhapi. Pada kesempatan tersebut Dedi Aditya S mengucapkan terimaksih atas penghargaan yang diterimanya, serta tak dapat menyembunyikan ungkapan kebanggan dan kegembiraannya.

Usai turun panggung penerimaan penghargaan, tampak rekan rekan sejawatnya, seperti Irwandy Arif, Jeffrey Moelyono, Irawan Poerwo, Hermani Soeprapto silih berganti memberikan ucapan selamat kepadanya.

Penyerahan Penghargaan Perhapi Awards oleh Ketua Komite Nominasi Kepada Pemenang Perhapi Awards 2012, Dedi Aditya Sumanegara.

Page 30: Majalah Pertambangan Edisi 4

56 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 57

PERHAPI NEWS

Door Prize oleh BNI 46 Sebagai salah satu penyandang dana dalam penyelenggaraan Kongres dan TPT Perhapi, maka dalam program yang diperkenalkannya, Kartu Kredit Co Branding Garuda Indonesia dan BNI, yang dapat dipergunakan sebagai Garuda Frequent Flyer beserta bonus-bonusnya. Dodit Probojakti, yang mewakili BNI memberikan door prize kepada para peserta Kongres dan TPT. Pemenang door prize utama berupa telepon selular dimenangkan oleh dua pemenang, Aleksander Dian Sukirno dan Atep Abdurofiq.

Foto : dari kiri ke kanan, perwakilan BNI 46 yang menyerahkan door prize (berbaju batik) dan Dua pemenang Door Prize Utama persembahan BNI 46

Student Paper Contest Penganugerahan terhadap pemenang Student paper Contest diumumkan oleh Budi Sulistianto, sebagai ketua Bidang Pengembangan Profesi. Dari yang tersaring 9 paper contest yang masuk, maka berdasarkan keputusan juri, diputuskan bahwa yang berhasil memenangkan kontes, yaitu : 1. Pengenalan Lingkungan Tambang pada Masyarakat melalui Media Permainan Ludo Tambang, yang ditulis oleh Harisma Andikagumi, mahasiswa pada Program Studi Pertambangan ITB, yang mendapatkan hadiah uang sebesar 2 juta rupiah.

2. Kajian Mengenai Kesiapan Industri Pertambangan Mineral Indonesia Menjelang diberlakukannya Larangan Ekspor Bijih pada Tahun 2014, yang ditulis oleh Elan Narisah dan Kgs M. Rustandi Ramadha, dari Teknik Pertambangan Universitas Srwijaya, yang mendapatkan hadiah uang satu setengah juta rupiah.

3. Hidrokimia Mata Air pada Daerah Mineralisasi Hidrotermal di Desa

Cipeundeuy, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang ditulis oleh Taruna Fadilah, Setia Pambudi dan Abdilah, yang merupakan mahasiswa Program Sarjana Teknik Pertambangan FTTM ITB, yang mendapatkan hadiah uang sebesar 1 juta rupiah.

Penyerahan Penghargaan kepada Pemenang Student paper Contest.

Foto Bersama Pemenang Student paper Contest dan Ketua Bidang Pengembangan Profesi

SOP Penyelenggaraan TPT Tahunan Perhapi di Daerah Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas panitia penyelenggara TPT Perhapi di daerah dalam melangsungkan Temu Profesi Tahunan di daerah yang melibatkan panitia dari Badan Pengurus Perhapi Pusat dan panitia dari Perhapi Perwakilan Daerah, maka pada kesempatan ini Budi Sulistianto menyerahkan SOP Penyelenggaraan TPT Perhapi Tahunan di Daerah yang telah selesai kepada Ketua Umum Perhapi perioda 2009-2012. SOP ini dalam penyelesaiannya dibantu oleh Ilda harmyn, Retno Nartani, Kasijo dan Sigit. Penyusunan draft ini sendiri telah dimulai sejak kepengurusan perioda 2006-2009 dan selesai pada perioda kepengurusan perioda 2009-2012. SOP misalnya berisi tentang kepanitiaan

dan koordinasi antara Badan Pengurus Perhapi Pusat dan Perwakilan daerah dalam penyelenggaraan TPT tahunan di daerah, prosedur pertanggungjawaban keuangan, pembiyaan penyelenggaraan TPT dll.

Para Calon Ketua Umum Perhapi. Menjelang berakhirnya kepengurusan Perhapi Pusat perioda 2009-2012, setelah acara pemberian penghargaan kepada para pemenangnya, dan sebelum acara terakhir yang merupakan acara hiburan. Maka para calon ketua yang telah mendaftarkan untuk perioda kepengurusan Perhapi 2012-2015 diminta untuk menampilkan diri di atas panggung untuk sedikit memperkenalkan diri dengan membawa atribut visi dan misinya. Berturut-turut tampil Budi Santoso, Tino Ardianto, Budi Sulistianto, dan Achmad Ardianto. Senin malam, 15 Oktober, baru menampilkan 4 calon ketua umum. Namun kesempatan masih iberikan kepada para calon lainnya yang akan mendaftarkan diri pada keesokan harinya, 16 Oktober, sesuai dengan Syarat dan Ketentuan yang berlaku.

Budi Santoso

Tino Ardianto

Budi Sulistianto

Achmad Ardianto

Miners NightAcara akhir Miners Night, berupa hiburanlagu-lagu yang dimeriahkan oleh para peserta TPT yang turut bernyanyi. Pertama tampil adalah Tony Wenas, disusul kemudian oleh Dedi Aditya Sumanegara, Irwandy Arif dan Hendra Sinadia. Namun diakhir sesi ini, Tony Wenas didaulat kembali untuk menyumbangkan suara merdunya.

Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum Perhapi Perioda 2009-2012. Acara Kongres VIII Perhapi 2012 diawali oleh Laporan Pertanggungjawaban kegiatan Organisasi Perhapi Pusat sejak tahun 2009 hingga 2012. Sebelumnya Dalam Kongres ditentukan terlebih dahulu Ketua Sidang Kongres dan Sekretaris Sidang Kongres. Terpilih menjadi Ketua Sidang dan Sekretaris Sidang Kongres adalah Ketut Wirabudhi dan Ali Rahman. Dalam laporannya

disampaikan berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Perhapi Pusat melalui Bidang dan Komitenya, serta dijelaskan pula capaian-capaian yang telalh didapat oleh Lembaga Sertifikasi Profesi, LSP Perhapi dalam programnya, meski secara struktural bukan merupakan bagian Perhapi. Begitu pula apa-apa yang telah dilakukan oleh Competent Person Perhapi, yang terkait erat dengan KCMI.

Perhapi Harus Tetap Optimis dalam Mengembangkan Potensi Industri Pertambangan Nasional Berdasarkan Kompetensi Para Profesionalnya,Jelasnya

Pemilihan Ketua Umum Perhapi Perioda 2012-2015 Dalam acara pemilihan ketua umum, maka para calon ketua umum dipersilahkan tampilkan ke depan panggung untuk memaparkan visi dan misi yang akan diembannya dalam memimpin Perhapi 2012 hingga 2015. Proses dengar pendapat terhadap berbagai pertanyaaan yang diajukan oleh moderator, Juangga Mangasi. Sehingga para peserta Kongres dapat memutuskan kepada siapa mereka akan menjatuhkan pilihannya. Hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa Nomor Urut 1 Budi Santoso, mendapatkan 22 suara, No urut 2, Budi Sulistianto, 100 suara, No Urut 3, Achmad Ardianto, 142 suara, No Urut 4, Tino Ardianto, 75 suara. Sementara satu suara abstain. Sehingga rapat secara bulat menyatakan bahwa Achmad Ardianto terpilih sebagai Ketua Umum Perhapi perioda 2012-2015.

Dengar Pendapat Visi dan Misi Para Calon Ketua Umum Perioda 2012-2015Proses Pemasukan Kertas Suara ke Kotak Suara

Page 31: Majalah Pertambangan Edisi 4

58 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 59

PERHAPI NEWS

Proses Pemasukan Kertas Suara ke Kotak Suara

Proses Perhitungan Suara Pemilihan Ketua Umum Perhapi Perioda 2012-2015

Para Calon Ketua Umum dan Ketua Umum Terpilih. Tetap Kompak Setelah Berakhirnya Pemilihan Ketua Umum 2012-2015

Pidato Singkat Ketua Umum Terpilih Perioda 2012-2015 dan Pesan-pesan Singkat Ketua Umum 2009-2012

Foto Bersama Para Peserta Kongres VIII Perhapi dan Ketua Umum Terpilih 2012, Achmad Ardianto

Ketua Umum 2012-2015 bersama Panitia Pelaksana TPT XXI Perhapi 2012

Workshop Geocom Mining Software, Hidrologi dan Geohidrologi, Mining Dumping Strategy For Life of mine Planning_XPAC Acara terakhir yang masih merupakan bagian Kongres dan TPT Perhapi 2012 adalah tiga buah workshop yang dilangsungkan paralel pada hari Rabu, 17 Oktober, setelah Acara TPT XXI dan Kongres VIII usai.

Perangkat lunak Geocom Mining Software telah banyak dipergunakan dalam industri pertambangan Nasional dan global. Khususnya dalam perencanaan penambangan, pemodelan geologi dan bijih serta penjadualan produksi penambangan. Perangkat lunak ini sangat membantu para profesional tambang dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari, jelas Damian Baranowski.

Sementara itu dampak hidrologi dan geohidrologi akan timbal balik terhadap kegiatan penambangan yang hendak dilakukan. Jika tidak dikelola dengan baik kegiatan penambangan tak dapat dilakukan jika sistim drainase tidak baik. Di lain pihak jika sistim hidrologi dan geohidrologi tambang tak diperhatika maka dapat menimulkan pencemaran dan rusaknya sistim hidrologi dan geohidrologo sekitar tambang. Misalnya proses dewatering pada sistim drainase menjadi kebutuhan utama penambangan, di lain pihak siklus hidrologi juga dapat mempengaruhi proses kerja tambang. Bahkan jika memungkinkan diperlukan bantuan simulasi proses hidrologi dan geohidrologi di daerah tambang untuk meminimumkan dampak yang akan mengagnggu kegiatan penambangan.

Damian Baranowski, Geocom Mining Software

Prof. Dr. Ir Sudarto Notosiswojo Memberikan Kuliah Singkat pada Workshop Hidrologi dan Geohidrologi

Dr. Ir Lilik Eko Widodo Memberikan Kuliah Singkat pada Workshop Hidrologi dan Geohidrologi

Foto Bersama Para Peserta Workshop Hidrologi dan Geohidrologi.

Foto Bersama Para Peserta Workshop Mining Dumping Strategy For Life of mine Planning_XPAC

Page 32: Majalah Pertambangan Edisi 4

60 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 61

PERHAPI NEWS

Sekilas Penyelenggaraan KONGRES VIII dan

TPT XXI PERHAPI 2012

Kongres VIIII dan TPT XXI Perhapi 2012 berlangsung pada tanggal 15 dan 16 Oktober. Namun berbagai

kegiatan berlangsung sebelum tanggal tersebut, misalnya Sabtu, 13 Oktober, diselenggarakan Mining Tour ke Tambang Emas PT Cibaliung Sumber Daya, yang diikuti peserta TPT. Selain itu, Minggu, 14 Oktober berlangsung Rakornas Perhapi di Gedung Sekretariat Perhapi.

TPT XXI berusaha untuk saling berbagai informasi dan berkomunikasi mengenai penerapan Undang Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang disahkan di awal 2009, dengan harapan agar pengelolaan sumber daya mineral dan batubara dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat sesuai dengan amanat Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu juga sebagai media / wahana untuk berbagi pengalaman lapangan, memperkuat internal organisasi, melakukan ‘exercise’ kekuatan internal dan mendapatkan manfaat pengalaman di berbagai industri tambang.

Beragam permasalahan dihadapi oleh sektor pertambangan terkait dengan kebijakan pertambangan sebagai bagian dari pelaksanaan UU Minerba. Salah satunya, yang merupakan issue

terkini, adalah pelaksanaan kebijakan peningkatan nilai tambah sektor pertambangan melalui pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Selain itu, munculnya berbagai permasalahan yang dilatarbelakangi oleh kurangnya pemahaman dari berbagai stakeholders mengenai karakteristik dasar dari kegiatan pertambangan yang penuh resiko tidak hanya aspek teknik (geologi) namun juga aspek ekonomi, politik, dan sosial. Dengan ditetapkannya UU Pertambangan Minerba, PERHAPI dan juga stakeholder sektor pertambangan lainnya mempunyai pengharapan yang besar agar UU dan peraturan turunannya dapat memberikan rasa aman untuk melaksanakan kegiatan pertambangan di Indonesia.

Untuk tahun-tahun mendatang, kebutuhan akan sumberdaya mineral dan batubara sebagai bahan baku industri dan sumber energi akan terus bertambah seiring dengan perkembangan pembangunan. Bagi sektor pertambangan, hal itu menjadi peluang yang baik untuk dapat meningkatkan kontribusinya pada kegiatan pembangunan. Namun demikian, perlu dipahami bersama bahwa peluang tersebut akan memberikan hasil yang optimal manakala semua kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan

pemerintah dapat dijalankan dengan baik oleh industri pertambangan sejalan dengan prinsip-prinsip pertambangan yang baik dan benar (good mining practice) disertai dengan pengawasan oleh stakeholders pertambangan lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka pelaksanaan TPT XXI PERHAPI 2012 yang bertepatan dengan Kongres ke VIII PERHAPI mengambil tema “Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Batubara : Refleksi dan Introspeksi Menuju Pertambangan Indonesia Yang Lebih Baik”.

Dalam TPT XXI PERHAPI 2012, sesuai dengan tema di atas, maka terdapat 30 makalah yang ditampilkan. Namun dalam TPT yang menampilkan 39 makalah, terbagi menjadi 4 sesi paralel, yang dapat diselesaikan dengan baik pada senin 15 Oktober 2012. Berdasarkan bidang kajian, maka makalah yang masuk terdiri atas : Eksplorasi, 6 makalah; Geoteknik, 7 makalah; Perencanaan Tambang, 6 makalah; Operasi Tambang, 6 makalah; Blasting, 3 makalah; Tambang Bawah Tanah, 3 makalah; K3 dan Lingkungan Tambang, 5 makalah; dan Student Paper Contest 3 makalah.

Pembukaan TPT XXI dan Kongres VIII Perhapi 2012 dibuka oleh Paduan Suara dari Universitas Trisakti yang menyanyikan

lagu Indonesia Raya, dan dilanjutkan Lagu Hymne PERHAPI yang diikuti oleh seluruh peserta menyemarakkan suasana Pembukaan tersebut. (gambar 1 & 2). Dendi Dwitiandi, Ketua Panitia TPT XXI dan Kongres VIII PERHAPI 2012,kemudian menyampaikan sambutan dan laporan Kegiatan Temu Profesi Tahunan ini (gb.3)

Gambar 1. Paduan Suara Trisakti menyanyikan Hymne Perhapi

Gambar 2. Hadirin ketika menyanyikan Indonesia Raya

Page 33: Majalah Pertambangan Edisi 4

62 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 63

PERHAPI NEWS

Pembukaan Kongres dan TPT Perhapi dibuka oleh Dirjen Mineral dan Batubara, Dr. Ir Thamrin Sihite, mewakili Menteri Energi dan Sumberdaya Mneral, yang dalam paparannya menyatakan bahwa meski secara keseluruhan investai pertambangan nasional meningkat 39,5 % dari tahun 2004 hingga 2011, namun di sisi lain juga menyiratkan tantangan berat yang harus dihadapi dalam masalah lingkungan, pemberdayaan masyarakat, nilai tambah, dan perizinan pertambangan.

Gambar 3 Pembukaan Kongres VIII dan TPT XX1 oleh Dirjen Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM

Gambar 4.

Thamrin Sihite Memberikan Sambutan dalam Pembukaan TPT XXI dan Kongres VIII

Gambar 5

Pemberian Cendera Mata Kepada Thamrin Sihite

Gambar 6Pemberian Cendera Mata kepada Gatot M. Suwondo, Direktur Utama PT BNI Tbk,

Page 34: Majalah Pertambangan Edisi 4

64 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 65

PERHAPI NEWS

Hingga saat ini, maka berdasarkan hasil Rekapitulasi IUP per 17 September 2012, Tabel 1, permasalahan perizinan ini harus dapat dituntaskan secara cermat dan cepat untuk meningkatkan potensi industri pertambangan nasional, sebagai bagian struktur perekonomian nasional.

Tabel 1 Rekapitulasi IUP Mineral dan Batubara

IUPMINERAL BATUBARA

JUMLAH

Eksplorasi OP Eksplorasi OP

IUP CNC 1.165 1.751 1.129 788 4.833

IUP NON CNC 1.731 2.185 1.358 531 5.805

SUB TOTAL 2.896 3.936 2.487 1.319

TOTAL 6.832 3.806 10.638

Kepastian status IUP sangat penting dalam meningkatkan peran perbankan dalam pertambangan nasional. Dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Bappenas

Gambar 7

Rencana Induk Koridor Ekonomi Mengembangkan Potensi Unik Masing-masing Koridor (Bappenas).

Direktur Utama PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk , Gatot M. Suwondo dalam paparannya menjelaskan besarnya pengaruh perbankan tersebut dalam pembiayaan pertambangan. Jika dikaitkan dengan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, karena master plan ini akan menarik pihak perbankan untuk memasuki bisnis dalam industri ini. Kontribusi pertambangan non migas terhadap ekonomi cenderung meningkat (Gambar 7). Namun dalam tiga tahun terakhir pentumbuhannya cenderung melambat, jelasnya, (Tabel 1). Sementara itu proporsi kredit perbankan pada berbagai sektor dapat dilihat pada Gambar 9, lanjutnya, yaitu : • Kredit perbankan pada sektor pertambangan non-migas tumbuh jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan kredit perbankan umum yang rata-rata berkisar 25% per tahun. Hal ini didukung oleh rasio NPL yang cenderung menurun. • Di lain pihak, kontribusi kredit di sektor pertambangan pada total kredit masih cukup rendah, sehingga peluang ekspansi kredit cukup besar.

Gambar 8 Kontribusi Pertambangan terhadap perkonomian nasional dan pertumbuhannya yang melambat dalam tiga tahun terakhir

Gambar 9 Proporsi Kredit Perbankan Q2-2012

Page 35: Majalah Pertambangan Edisi 4

66 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 67

PERHAPI NEWS

Beberapa Critical Risk Factor yang menjadi perhatian ketika akan melakukan pembiayaan kepada Sektor Pertambangan adalah : • Ketersediaan dan ke-ekonomis-an deposit tambang. • Stripping Rasio yang memadai. • Ketersediaan / jaminan adanya pembeli dan supplier jasa penambangan. • Ketersediaan infrastruktur / fasilitas tambang yang memadai sehingga dapat dilakukan efisiensi biaya secara optimal yang kemudian tercermin pada kinerja keuangan yang baik.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa : • Kontribusi pertambangan non-migas terhadap perekonomian masih dapat meningkat di masa mendatang. Hal ini dapat dilihat dari besarnya potensi tambang mineral dan batubara serta pentingnya peranan pertambangan non-migas dalam program MP3EI yang disusun oleh pemerintah. • Pertumbuhan kredit perbankan pada sektor pertambangan non-migas yang tinggi, rasio NPL yang cenderung menurun dan proporsi kredit ke sektor pertambangan yang masih rendah menunjukkan peluang ekspansi kredit pada sektor pertambangan non-migas yang masih besar. • Industri pertambangan non-migas merupakan salah satu fokus pembiayaan bisnis BNI yang nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun. Adapun pembiayaan kepada pertambangan non-migas dilaksanakan dengan memperhatikan critical risk factor industri.

Dalam kebijakan hilirisasi industri berbasis mineral, Budi Irmawan, Kementerian Perindustrian, yang melatarbelakangi memutuskan keluarnya kebijakan tersebut adalah • Masih rendahnya daya saing Industri berbasis mineral Logam, yang diakibatkan oleh ketidaktersediaan bahan baku dan energi untuk industri pengolahan di dalam negeri karena sebagian besar diekspor dalam bentuk mineral mentah. • Masih terdapat kesenjangan struktur Industri berbasis mineral logam dimana industri hilir sudah tumbuh sementara industri hulu sebagai pemasok bahan baku belum ada. • Tidak balancenya supply demand antara produk hilir dan produk hulu, yang disebabkan oleh adanya produk samping (by-product) pada industri hulu yang memberikan nilai tambah lebih besar dari produk hilirnya. • Peningkatan Nilai Tambah mineral di dalam negeri saat ini belum dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap Perekonomian Nasional

Sebagai contoh Tabel 2 menunjukkan ekspor dan impor logam dasar dari tahun 2007 hingga 2011. Sedang besar pertumbuhan kinerja industri nasional non migas, berdasarkan lapangan usahanya dari tahun 2007 hingga 2011, dapat dilihat pada Tabel 3. Yang menunjukkan bahwa industri logam dasar dan besi baja berada pada urutan ketujuh.

Tabel 2 Ekspor Impor Logam Dasar (US$ Juta)

2007 2008 2009 2010 2011

Impor 6.125 11.747 7.091 10.392 13.122

Ekspor 8.974 9.215 6.806 9.907 12.410

* Sumber: BPS diolah Kemenperin

Tabel 3 Pertumbuhan Industri Non Migas

LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009 2010 2011

1) Makanan, Minuman dan Tembakau

5,05 2,34 11,22 2,78 9,19

2) Tekstil, Brg. Kulit dan alas kaki -3,68 -3,64 0,60 1,77 7,52

3)Brg. kayu & Hasil hutan lainnya.

-1,74 3,45 -1,38 -3,47 0,35

4)Kertas dan Barang cetakan

5,79 -1,48 6,34 1,67 1,50

5)Pupuk, Kimia & Barang dari karet

5,69 4,46 1,64 4,70 3,95

6)Semen & Brg. Galian bukan logam

3,40 -1,49 -0,51 2,18 7,19

7) Logam Dasar Besi & Baja 1,69 -2,05 -4,26 2,38 13,06

8)Alat Angk, Mesin & Peralatannya

9,73 9,79 -2,87 10,38 7,00

9) Barang lainnya -2,82 -0,96 3,19 3,00 1,82

Industri Non Migas 5,15 4,05 2,56 5,12 6,83

Ekspor Mineral • Sejak diberlakukannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, ekspor mineral selama 4 tahun terakhir (2008-2011) meningkat tajam: - Bauksit : meningkat 500%, dari 8 juta ton menjadi 39 juta ton - Nikel : meningkat 750%, dari 4 juta ton menjadi 34 juta ton - Bijih Besi: meningkat 750%, dari 1,5 juta ton menjadi 12,8 juta ton - Tembaga: meningkat 800%, dari 1,5 juta ton menjadi 13,5 juta ton

Gambar 10 Ekspor Mineral Bauksit, Nikel, Bijih Besi dan Tembaga

Ketersediaan Cadangan Mineral • Ketersediaan sumber daya (resources) bahan baku mineral cukup besar. Namun demikian, ketersediaan cadangan (deposit) relatif terbatas. Apabila eksploitasi dan ekspor mineral tidak dikendalikan, dikhawatirkan dalam waktu dekat cadangan mineral sudah habis, sehingga tidak tersedia bahan baku untuk industri dalam negeri. Sebagai contoh, dengan jumlah ekspor pada tahun 2011, maka bauksit akan habis dalam waktu 5 (lima) tahun, dan bijih besi akan habis dalam waktu 9 (sembilan) tahun.

Tabel 4 Ketersediaan Cadangan MIneral

No Parameter

Komoditi

Satuan Bauksit Nikel Bijih Besi Tembaga

1 Cadangan juta Ton 180 577 115 4200

2Produksi/ekspor mineral (2011)

juta Ton 40 33 12.8 80

3Umur tambang/ ketersediaan bahan baku mineral

Tahun 5 17 9 53

Peningkatan Nilai Tambah Mineral Pada saat ini, mineral pada umumnya masih diekspor dalam bentuk mentah (bijih/raw material). Sedangkan berbagai mineral tersebut (bauksit, nikel, bijih besi, dan tembaga) apabila dilakukan proses pengolahan akan memberikan nilai tambah yang sangat signifikan. Sebagai contoh, peningkatan nilai tambah untuk beberapa mineral dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 36: Majalah Pertambangan Edisi 4

68 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 69

PERHAPI NEWS

Kebijakan yang Sudah Dilakukan Berbagai kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah melalui kementerian terkait, seperti : • Domestic market obligation (DMO), berdasarkan Permen ESDM No. 34 Tahun 2009 untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri. • Pengaturan ekspor mineral berdasarkan Permendag No. 29 tahun 2012, dengan tujuan untuk mengendalikan ekspor mineral. • Pengaturan kuota produksi / ekspor mineral, berdasarkan Permen ESDM No. 7 jo 11 tahun 2012 • Bea Keluar (BK) mineral dan batuan sebesar 20%

berdasarkan PMK No.75 tahun 2012, dengan tujuan: - Membatasi terjadinya eksploitasi/ekspor mineral yang berlebihan - Merupakan kebijakan antara sebelum diberlakukannya pelarangan ekspor mineral sebagaimana diamanatkan UU No. 4 Tahun 2009 - Memberikan kepastian kepada calon investor tentang adanya jaminan ketersediaan bahan baku

Insentif di Industri Berbasis Mineral Insentif-insentif diberikan untuk pengembangan industri berbasis mineral, seperti :

• Tax Holiday, untuk 5 sektor industri pionir; industri logam dasar, kilang minyak, industri berbasis sumber daya terbarukan, permesinan dan alat komunikasi, (PMK No. 130 tahun 2011). • Tax Allowance, untuk Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/ atau di Daerah-Daerah Tertentu, (PP No. 52 tahun 2011). • Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam rangka Penanaman Modal, (PMK No. 76 tahun 2012).

1. Tax Holiday (PMK Nomor 130 tahun 2011) • Pembebasan PPh Badan paling singkat 5 tahun dan paling lama 10 tahun • Perpanjangan insentif berupa pengurangan PPh Badan sebesar 50% selama 2 tahun • Pembebasan atau pengurangan PPh Badan dengan jangka waktu lebih lama dengan pertimbangan mempertahankan daya saing dan nilai strategis industri • Kriteria Tax Holiday: - Industri pionir - Nilai investasi minimal Rp. 1 triliun - Menempatkan dana di perbankan di Indonesia minimal 10% dari nilai investasi - Berstatus sebagai badan hukum Indonesia setelah 15 Agustus 2010

2. Tax Allowance (PP Nomor 52 tahun 2011) • Pengurangan penghasilan netto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal selama 6 tahun masing-masing sebesar 5% pertahun • Penyusutan dan amortisasi dipercepat • PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak LN sebesar 10% • Kompensasi kerugian lebih dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun • Kriteria Tax Allowance: o Untuk industri tertentu dan/atau daerah tertentu o Nilai investasi minimal Rp. 50 miliar o Tenaga kerja minimal 300 orang

3. Pembebasan Bea Masuk (PMK Nomor 76 tahun 2012) •Untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri • Jangka waktu selama 2 s.d. 4 tahun o (menggunakan mesin buatan Dalam Negeri >= 30%) • Jangka waktu dapat diperpanjang sesuai Surat Persetujuan Penanaman Modal • Kriteria Pembebasan Bea Masuk Mesin dan Bahan : o Belum diproduksi di dalam negeri o Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan o Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri

Pemerintah perlu mengantisipasi kendala-kendala (debottle necking) terkait upaya pembangunan industri pengolahan dan

pemurnian mineral di dalam negeri, antara lain : • Kekhawatiran investor Penanaman Modal Asing (PMA) yang melakukan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri dikenai ketentuan divestasi seperti disebutkan dalam UU No.4 tahun 2009 dan persentase saham yang didivestasi seperti disebutkan dalam PP No. 24 tahun 2012 • Pembatasan jangka waktu izin untuk pengolahan dan pemurnian mineral seperti disebutkan dalam UU No.4 tahun 2009. • Ketentuan Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya dapat bekerjasama dengan sesama Pemegang IUP seperti disebutkan dalam UU No. 4 tahun 2009. • Ketentuan Royalti untuk produk hasil pengolahan dan pemurnian mineral seperti disebutkan dalam PP No. 9 tahun 2012. • Kejelasan status hukum kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral yang menggunakan komoditas tambang yang berasal dari impor seperti disebutkan dalam PP No.23 tahun 2010.

Thamrin Sihite, Kementerian ESDM, dalam paparannya, menyampaikan latar belakang munculnya kebijakan peningkatan nilai tambah, yaitu : 1. Mineral dan batubara merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan (non renewable) yang dikuasai oleh negara, maka pengelolaannya harus memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

2. Untuk mencapai tujuan butir 1 diatas maka pengelolaan pertambangan mineral dan batubara berazaskan manfaat, keadilan dan keseimbangan, serta keberpihakan kepada kepentingan bangsa.

3. Sesuai ketentuan dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, wajib dilakukan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Sehingga untuk menjamin keberlanjutan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri pada masa yang akan datang, maka perlu dilakukan pengendalian penjualan mineral ke luar negeridalam bentuk bijih. Karena beberapa komoditas mineral (a.l. nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar negeri dalam bentuk bijih (raw material/ore).

4. Permen ESDM No. 7/2012 jo Permen ESDM No. 11/2012 menjadi dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah dan investor guna mendorongperusahaan melakukan peningkatan nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Berdasarkan faktor-faktor di atas maka diperlukan dukungan semua pihak pemangku kepentingan untuk mewujudkan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.

Page 37: Majalah Pertambangan Edisi 4

70 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 71

PERHAPI NEWS

Dasar hukum melakukan kebijakan penigkatan nilai tambah adalah :

1. Pasal 33 UUD 1945: a. Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara b. Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

2. UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: a. Pasal 95 huruf c “Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/ atau batubara” b. Pasal 102 “Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara” c. Pasal 103 ayat (1) “Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri” d. Pasal 103 ayat (3) “Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah” e. Pasal 170 “Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan”

3. PP No 23 Tahun 2010, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: a. Pasal 84 ayat (1) “Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi harus mengutamakan kebutuhan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri” b. Pasal 93 ayat (1) “Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya” c. Pasal 95 : (2) Peningkatan nilai tambah mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui kegiatan : a. pengolahan logam; atau b. pemurnian logarn. (3) Peningkatan nilai tambah mineral bukan logarn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan mineral bukan logam.

(4) Peningkatan nilai tambah batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan batuan. d. Pasal 96 “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peningkatan nilai tambah mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 diatur dengan Peraturan Menteri” e. Pasal 112 angka 4 huruf c “Kuasa pertambangan, surat izin pertambangan daerah, dan surat izin pertambangan rakyat, yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir serta wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”

3. PP No 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No 1/2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah- Daerah Tertentu

4. Peraturan Menteri ESDM No 34 Tahun 2009, tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri

Filosofi peningkatan nilai tambah mineral dilakukan untuk memperbesar nilai produk akhir dari usaha pertambangan sehingga diharapkan terjadi kenaikan optimal nilai tambang, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja; serta peningkatan penerimaan negara.

Mineral-mineral yang akan diperbesar nilai tambahnya harus memiliki Sumber daya/cadangan tersedia dalam jumlah cukup, ketersediaan teknologi yang ada dan teruji secara komersial (proven), memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri, Berpeluang untuk diekspor, mampu berperan sebagai substitusi barang/material impor, dan mengandung mineral ikutan yang sangat berharga, seperti keberadaan logam jarang dan tanah jarang sebagai mineral ikutan pada tambang tertentu

Tata waktu pengolahan dan pemurnian mineral direncanakan dapat mengikuti langkah-langkah, seperti yang terdapat pada Gambar 11 berikut ini.

Gambar 11 Tata Waktu Pengolahan dan Pemurnian MIneral

Hingga saat ini pengajuan pengolahan dan pemurnian mineral telah dilakukan oleh 185 perusahaan, dengan berbagai statusnya, lihat Tabel 5

TABEL 5 PENGAJUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERAL

NO STATUS JUMLAH PERUSAHAAN

1 Pengolahan & Pemurnian Telah Beroperasi 7

2 Pengajuan Rencana Pengolahan dan Pemurnian Sebelum Permen ESDM No. 7/2012

24

3 Pengajuan Rencana Pengolahan dan Pemurnian Setelah Permen ESDM No. 7/2012

154

Total 185

Sementara itu pola pelaksanaan peningkatan nilai tambah berdasarkan Permen ESDM No. 7 tahun 2012, dapat dilakukan sendiri-sendiri ataupun dengan melakukan kerjasama dengan pihak lain. (Gambar 12 )

Gambar 12 Pola Pelaksanaan Peningkatan Nilai Tambah

Pentahapan dalam hilirisasi mineral logam dilakukan melalui :

1. Evaluasi “Pelaksanaan Nilai Tambah’ sesuai dengan Permen ESDM No. 7/2012 : a. Pembentukan Tim Kepmen ESDM No.2301K/73/MEM/2012 ttg Tim Evaluasi Pengolahan dan Pemurnian Pemegang IUP OP Kepdirjen Minerba No. 791.K/73.07/DJB/2012 ttg Tim Pelaksana Evaluasi Pengolahan dan Pemurnian Pemegang IUP OP b. Evaluasi “Pelaksanaan Nilai Tambah Mineral” 2. Mekanisme penentuan kuota ekspor mineral 3. Penentuan Kluster pengolahan dan pemurnian mineral sesuai dengan potensi daerah dan ketersediaan sarana pendukung 4. Pemantauan pendirian fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral 5. Kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral pada tahun 2014

Page 38: Majalah Pertambangan Edisi 4

72 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 73

PERHAPI NEWS

Mining Tour Cibaliung Gold Mine

Para Peserta di Lokasi Pemberangkatan Gedung Aneka Tambang

Salah satu kegiatan dalam Kongres dan TPPT 2012 adalah Mining Tour ke lokasi tambang Emas , PT Cibaliung Sumber Daya, di Cikoneng, Banten. Tur yang berlangsung pada hari Sabtu, 13 Oktober, diikuti oleh 25 peserta. Keberangkatan para peserta Tur

dimulai dari Gedung Aneka Tambang, namun mengingat jauhnya perjalanan menuju lokasi tur, maka diperlukan waktu menginap semalam di Tanjung Lesung. Baru kesokan harinya menuju lokasi tambang yang dituju, Cibaliung.

Para Peserta disambut di serambi hotel, Tanjung Lesung

Pertunjukan Bermain Api di Tanjung Lesung, Tampat Para Peserta Menginap

Suasana Pertemuan dengan Manajemen PT Cibaliung Sumber daya

Para Peserta di Lokasi Tambang Bawah Tanah Cikoneng, PT Cibaliung Sumber Daya

Page 39: Majalah Pertambangan Edisi 4

74 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 75

PERHAPI NEWS

Para Peserta di Lokasi Tambang Bawah Tanah Cikoneng, PT Cibaliung Sumber Daya

Minggu, 14 Oktober berlangsung Rakornas Perhapi di Gedung Sekretariat Perhapi, Soepomo. Rakornas merupakan ajang pertemuan untuk saling bertukar informasi dan koordinasi antara Perhapi Pusat dan Perwakilan daerah dalam menghadapi

berbagai isu pertambangan di daerah dan di pusat. Selain itu menjadi arena untuk meningkatkan konsolidasi koordinasi internal Perhapi Pusat dan Perwakilan Daerah. Hadir pada pertemuan ini Perwakilan dari Papua dan Papua Barat, Perhapi Kalimantan Timur, Perwakilan NTB dan dari daerah lainnya.

Rakornas Perhapi 2012

Page 40: Majalah Pertambangan Edisi 4

76 | Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia

PERHAPI NEWS

Oktober 2012 • Pertambangan Indonesia | 77

PERHAPI NEWS

Mengucapkan Selamat Kepada PERHAPI Yang Telah Sukses Menyelenggarakan

KONGRES VIII Dan TPPT XX1 PERHAPI Serta Pemilihan Ketua Umum

Periode 2012-2015

Menghaturkan Ucapan Terima Kasih Kepada Bapak Irwandy Arif Atas Pengabdian Dan Kepemimpinannya Sebagai

Ketua Umum PERHAPI 2006-2009 Dan 2009-2012

Menghaturkan Selamat Kepada Bapak Achmad Ardianto Atas Terpilihnya Sebagai

Ketua Umum PERHAPI Periode Kepengurusan 2012-2015

Menghaturkan Terima Kasih Kepada Para Penyandang Dana Penyelenggaraan KONGRES VIII Dan TPT XXI PERHAPI 2012 Semoga Kesuksesan Selalu Menyertai Kita Semua

Mengucapkan Selamat Kepada PERHAPI Yang Telah Sukses Menyelenggarakan KONGRES VIII Dan TPPT XX1 PERHAPI

Serta Pemilihan Ketua Umum Periode 2012-2015

Page 41: Majalah Pertambangan Edisi 4