Maja Lah

11
PENGARUH SELENIUM (Se) PADA MODEL TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) DENGAN PAJANAN OVALBUMIN-INDUCED ALLERGIC ASTHMA (OVA) Riri Sherly*, Wisnu Barlianto**, R. Setyohadi*** *Program Studi Pendidikan Dokter Faktultas Kedokteran Universitas Brawijaya **Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ***Laboratorium Biokimia-Biomolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ABSTRAK Sher ly, Riri. 2013 . Peng aruh Seleni um (Se) pada Model Tiku s Puti h (Rat tus Novergicus) dengan Pajanan Ovalbumin-Induced Allergic Asthma (OVA). Tuga s Akhi r, Prog ram Stud i Pend idik an Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Brawija ya. Pembimbing : (1) Wisnu Barlianto (2) R. Setyohadi.  Asma adalah sebuah penyakit inflamasi saluran napas kronis. Walaupun tidak bisa disembuhkan, tapi penatalaksaan yang tepat dapat mengontrol penyakit ini dan membuat pasiennya menikmati kualitas hidup yang lebih baik. Selen ium adalah mineral yang berfung si seba gai gugus prosteti k di enzi m anti oksi da n en dogen yaitu gl ut at ion peroks idase. Penelitian ini bertujuan membuktikan bahwa terdapat hubungan antara selenium dengan pola inflamasi pada penyakit asma. Studi eksperimental prospektif menggunakan  post test group design dilakukan pada hewan coba tikus Wistar jantan. Sampel dikelompokkan secara random sampling menjadi lima kelompok , yaitu kelompok tikus normal (n=6), kelompok tikus asma (n=6), kelompok tikus asma dengan selenium dosis 1 (n=6), dosis 2 (n=6), dan dosis 3 (n=6). Sebelum dan selama diterapi dengan selenium, tikus diinduksi asma dengan ovalbumin dalam bentuk injeksi dan aerosol. Variabel ya ng di uk ur pa da penelitian ini adal ah kadar  malondialdehid (MDA), superoks ida dismu tase (SOD) dan hitun g jenis leukosit. Hasi l peneli ti an menu nj ukka n bahwa terdapat hubungan sig nif ikan antara per ubahan konsentr asi var iabel penelitian dengan pemberian selenium (Spearman, Pearson, p<.05). Perbedaan konsentrasi variabel kelima kelompok juga berbeda secara signifikan (Kruskal-Wallis,  Anova, p<.05). Hasil yang didapat dari variabel hitung jenis leukosit dia ngg ap tidak repres ent atif karena lokasi pen gambilan sampel yang salah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah selenium mampu menurunkan pol a inf lamasi asma. Dis arankan, aga r dil aku kan pen eli tia n eks ten sif den gan vari abe l yang lebih spesifik untuk memahami efek selenium terhadap asma. Ka ta kunci : asma, selenium, MDA, S OD, hi tung jenis l eukosit

description

xxx

Transcript of Maja Lah

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 1/11

PENGARUH SELENIUM (Se) PADA MODEL TIKUS PUTIH (RATTUS

NOVERGICUS) DENGAN PAJANAN OVALBUMIN-INDUCED ALLERGIC

ASTHMA (OVA)

Riri Sherly*, Wisnu Barlianto**, R. Setyohadi****Program Studi Pendidikan Dokter Faktultas Kedokteran Universitas Brawijaya

**Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya***Laboratorium Biokimia-Biomolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Sherly, Riri. 2013. Pengaruh Selenium (Se) pada Model Tikus Putih (RattusNovergicus) dengan Pajanan Ovalbumin-Induced Allergic Asthma (OVA).Tugas Akhir, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya. Pembimbing : (1) Wisnu Barlianto (2) R. Setyohadi.

 Asma adalah sebuah penyakit inflamasi saluran napas kronis.Walaupun tidak bisa disembuhkan, tapi penatalaksaan yang tepat dapatmengontrol penyakit ini dan membuat pasiennya menikmati kualitas hidupyang lebih baik. Selenium adalah mineral yang berfungsi sebagai gugusprostetik di enzim antioksidan endogen yaitu glutation peroksidase.Penelitian ini bertujuan membuktikan bahwa terdapat hubungan antaraselenium dengan pola inflamasi pada penyakit asma. Studi eksperimentalprospektif menggunakan  post test group design dilakukan pada hewancoba tikus Wistar jantan. Sampel dikelompokkan secara random sampling 

menjadi lima kelompok , yaitu kelompok tikus normal (n=6), kelompoktikus asma (n=6), kelompok tikus asma dengan selenium dosis 1 (n=6),dosis 2 (n=6), dan dosis 3 (n=6). Sebelum dan selama diterapi denganselenium, tikus diinduksi asma dengan ovalbumin dalam bentuk injeksidan aerosol. Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah kadar malondialdehid (MDA), superoksida dismutase (SOD) dan hitung jenisleukosit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungansignifikan antara perubahan konsentrasi variabel penelitian denganpemberian selenium (Spearman, Pearson, p<.05). Perbedaan konsentrasivariabel kelima kelompok juga berbeda secara signifikan (Kruskal-Wallis, Anova, p<.05). Hasil yang didapat dari variabel hitung jenis leukosit

dianggap tidak representatif karena lokasi pengambilan sampel yangsalah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah selenium mampu menurunkanpola inflamasi asma. Disarankan, agar dilakukan penelitian ekstensif dengan variabel yang lebih spesifik untuk memahami efek seleniumterhadap asma.

Kata kunci : asma, selenium, MDA, SOD, hitung jenis leukosit

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 2/11

ABSTRACT

Sherly, Riri. 2013. The Effect of Selenium (Se) In White Rat (Rattus Novergicus)Model Exposed with Ovalbumin-Induced Allergic Asthma (OVA). Final Assignment, Medical Program, Faculty of Medicine, Brawijaya University.Supervisors: (1) Wisnu Barlianto (2) R. Setyohadi.

 Asthma is a chronic airway inflammatory disease. Although itcannot be cured, but proper management can control this disease andmake patients enjoy a better quality of life. Selenium is a mineral thatserves as a prosthetic group in endogenous antioxidant enzyme, which isglutathione peroxides. This research aims to prove that there is arelationship between selenium and pattern of inflammation in asthma.Prospective experimental study using a post-test experimental groupdesign was conducted in sample animals male Wistar rats. Samples aregrouped by random sampling into five groups, namely the normal rats (n =6), a group of asthmatic rats without selenium (n = 6), a group of asthmaticrats with first dose (n = 6), second dose (n = 6), and third dose (n = 6) of selenium. Before and during treatment with selenium, rats were inducedinto ashmatic state with injected and aerosolized ovalbumin. The variablesmeasured in this study were the levels of malondialdehyde (MDA),superoxide dismutase (SOD) and leukocyte counts. The results showedthere was a significant correlation between changes in the concentrationof the study variables and different doses of selenium (Spearman,Pearson, p <.05). The concentration of the five variable groups also

differed significantly (Kruskal-Wallis, Anova, p <.05). The results obtainedfrom leukocyte counts were not considered representative due to incorrectsampling site. The conclusion of this study was selenium can reduceasthma’s pattern of inflammation. It is recommended, to do extensiveresearch with more specific variables to understand the effect of seleniumagainst asthma.

Keywords : asthma, selenium, MDA, SOD, leukocyte counts

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 3/11

PENDAHULUAN Asma adalah sebuah

inflamasi saluran napas kronisdimana terlibatnya banyak sel,terutama sel mast, eosinofil, danlimfosit T.1 Pada individu yangrentan terhadap proses inflamasi ini,dapat menyebabkan episodeberulang mengi, sesak napas,sensasi kencang di dada, dan batuk,terutama saat malam hari dan/ataudini hari.1 Gejala ini berhubungandengan limitasi aliran udara yangdisebabkan ketidakseimbanganantara Th1 dan Th2, dimana padapenyakit asma, konsentrasi Th2 jauh

lebih tinggi daripada Th1.1,2

Th2yang lebih tinggi akan meningkatkandestruksi sel mast dan eosinofil,sedangkan aktivitas fagositosis yangdimediasi oleh Th1 menurun.2 Selainitu juga terjadi stres oksidatif yangtinggi.2 Stres oksidatif dapat terjadi jika reactive oxygen species (bahanoksidan) jauh lebih tinggi daripadabahan antioksidan yang berperansebagai scavenger  bahan oksidan.2

Contoh bahan oksidan adalah

malondialdehid (MDA), 02- (anionsuperoksida), H2O2 (hidrogenperoksida).2 Dan contoh bahanantioksidan adalah superoksidadismutase (SOD), catalase, glutationperoksidase.2 

 Asma tidak dapatdisembuhkan, tapi penatalaksanaanyang tepat dapat mengontrolpenyakit ini dan dapat membuatpasiennya menikmati kualitas hidupyang lebih baik.3 Masih didapatkan

masalah seputar penanganan asma,antara lain efek samping yangdidapatkan dari konsumsi jangkapanjang obat-obatan terapi asma,komplians pasien yang kurang, dosisterapi inhalans pada pasien denganasma berat sering tidak terkontrol,dan obat-obatan terapi asma yangtersedia belum mampu memodifikasipenyakit sehingga penghentiankonsumsi obat akan kembali

memunculkan gejala asma.

4

Sehingga dibutuhkan terapi asma

komplementer yang dapatmeminimalisir masalah-masalahpada pengobatan asma.

Selenium adalah mineralyang muncul secara alamiah yangterdistribusi luas di alam, terutamapada bebatuan dan tanah.5 Padabahan pangan, selenium dapatditemukan pada gandum, sereal,produk daging (daging kaleng ataukornet), dan makanan dari laut(seafood) pada porsi besar, dandalam jumlah kecil dapat ditemukanpada produk susu, dan dalam jumlahyang lebih kecil lagi, buah-buahandan sayur-sayuran.5 Pada manusia

dan hewan, selenium adalah nutrienpenting yang melindungi jaringandari kerusakan oksidatif sebagaikomponen dari glutationperoksidase.6 Selain sebagaiantioksidan, selenium juga berperanpada sejumlah proses imunologisyang berperan pada patomekanismeasma, antara lain dapat menurunkanenzim 5- dan 15-lipoksigenase yangmerupakan enzim yangmengkonversikan 5-

hydoperoxyeicosatetraenoic acid (prekursor leukotrien), menurunkanpengeluaran sitokin oleh sel radang(leukosit), meningkatkan aktivitasreseptor subunit α dan β IL-2 yangmenurun pada kondisi asma,sehingga terjadi peningkatankemampuan limfosit B dan T.6

Sehingga diharapkan seleniumdapat menjadi terapi komplementer yang ditujukan kepada penderitaasma.

TUJUAN1. Membuktikan dan

menjelaskan hubunganantara selenium denganperubahan jumlah selradang (leukosit).

2. Membuktikan danmenjelaskan hubunganantara selenium dengankadar MDA (malondialdehid)

dan SOD (superoksidadismutase).

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 4/11

METODE PENELITIANPemeliharaan. Dilakukan persiapanpemeliharaan hewan coba mulai darikandang tikus beserta anyamankawat dan sekam, botol air dantempat pakan, makanan danminuman standar FakultasFarmakologi Universitas Brawijaya,hewan coba tikus (RattusNovergicus, strain wistar), danseleksi tikus (jantan, BB ± 150 gr,warna bulu putih, umur 3 bulan). 30ekor tikus selanjutnyadikelompokkan menjadi limakelompok perlakuan yang dipilihsecara acak, yaitu kelompok kontrol

positif (induksi asma), kelompokkontrol negatif (tanpa induksi asma),kelompok selenium dosis I (10 kalidosis selenium), II (20 kali dosisselenium), III (30 kali dosisselenium). Tikus diadaptasikanselama tujuh hari di laboratoriumFarmakologi Universitas Brawijaya.Sensitisasi asma. Tikusdisensitisasi dengan ovalbuminsecara intraperitoneal (ip) sebanyakdua kali, yaitu pada hari ke-1 dan

hari ke-14. Pada hari ke-1 dan harike-14 setiap tikus kelompok kontrolpositif, dosis I, II dan III, disuntikkanlarutan ovalbumin 10 µg/30 gr yangdilarutkan dalam 0,5 cc NaCl 0.9%.7

Setelah ditunggu selama satuminggu, masing-masing kelompoktikus kembali diberikan paparanovalbumin 50 mg dan aquabides 5ml dalam bentuk aerosol denganmenggunakan nebulizer.8 Pemberianovalbumin aerosol ini dilakukan

dengan kecepatan 6L/menit selama20 menit untuk setiap kalipemaparan.8 Pemaparan ini akandilakukan selama 5 hari, yakni harike-21, 23, 25, 27, dan 29.8

Pemberian selenium. Seleniumyang digunakan pada penelitian iniadalah sodium selenate(pentahydrate) yang didapatkan darilaboratorium FarmakologiUniversitas Brawijaya. Dari dosis

selenium pada manusia, yaitu 55µg/hari/manusia6, didapatkan dosis

1,1 µg/hari/kgBB. Dosis inidikonversikan menjadi dosis tikusdengan dikalikan 15 sehinggadidapatkan dosis 16,5 µg/hari/kgBB.Dosis 16,5 µg/hari/kgBB dikalikan 10untuk kelompok dosis I, 20 untukkelompok dosis II, dan 30 untukkelompok dosis III (Tabel 1). Beratbadan tikus diambil dari rata-rataberat badan tikus pada satukelompok untuk memudahkanpemberian selenium. Seleniumdiberikan mulai pada hari ke-15,hingga hari ke-31. Selenium (sodiumselenate) dicampur dengan air dandiberikan melalui sonde pada

masing-masing tikus kelompok dosisI, II, dan III.Pemeriksaan hitung jenis leukosit.Tikus dieutanasia pada hari ke-32,dengan cara sedasi perinhalasi danpengambilan darah dari jantungtikus. Satu tetes darah tikusditeteskan di object glass, dandisebarkan di sepanjang object glass. Sebaran darah yang telahmengering selama 3 menit, diberikan12 tetes Wright’s stain. Setelah

ditunggu 2 menit, berikan 12 tetesbuffer solution pH 6,4 kemudian tiupsejenak, dan ditunggu hingga 20menit. Bilas sebaran darah denganair yang mengalir, dan biarkanhingga mengering.Pengukuran kadar malondialdehid(MDA). Darah tikus dimasukkankedalam tabung sentrifugasi, dandisentrifugasi dengan kecepatan3300 rpm selama 1,5-2 menit.Supernatan diambil dengan pipet

tetes dan dipindahkan ke tabungreaksi. Serum dibagi dua kemudianmasing-masing dimasukkan ketabung reaksi 1 ml.Masing-masingditambahkan dengan TCA 100 µLdan HCl 250 µL. Diaduk denganfortex dan disentrifugasi dengankecepatan 3500 rpm selama 10menit. Saring dengan white tip dankertas saring. Tabung I diberi Na-Thiobarbiturat 1% 100 µL.

Sedangkan tabung II sebagai kontroltidak diberikan Na-Thiobarbiturat.

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 5/11

Selanjutnya dipanaskan dan bacamenggunakan spektrofotometer dengan gelombang χ=530 nm.Pengukuran kadar superoksidadismutase. Serum dimasukkandalam tabung 15 mL. Bagi menjaditiga bagian. Serum disentrifugasiselama 10 menit, dengan kecepatan3500 rpm. Diambil supernatannya 1cc. Tambahkan H2O sampai dengan10 mL. Tabung I (kontrol) diisidengan EDTA 30 µL, buffer phosphat 1000 µL, H2O 2970 µL.Tabung II diisi dengan EDTA 30 µl,buffer phosphate 1000 µL, H2O1770 µL, xantine 100 µL, xantine

oksidase 100 µL, dan serum 100 µL.Tabung III diisi dengan EDTA 30 µl,buffer phosphate 1000 µL, H2O1770 µL, xantine 100 µL, xantineoksidase 100 µL, serum 100 µL, danNBT 10 µL. Panaskan ketiga tabungdengan suhu 30ºC, selama 10menit. Baca menggunakanspektrofotometer dengan gelombangχ=580 nm.

HASIL PENELITIAN

Hitung jenis leukosit. Hitung jenisleukosit terdiri dari eosinofil, basofil,neutrofil, limfosit, dan monosit.Dalam penelitian ini, tidakdidapatkan sel eosinofil dan basofil.Pada uji One-Way Anova dari selneutrofil, limfosit, dan monositdidapatkan perbedaan konsentrasisel neutrofil diantara kelimakelompok perlakuan dengan nilaisignifikansi S=.000 (Sig.= Sig. < .005). Pada uji korelasi Pearson

didapatkan signifikansi padaneutrofil, limfosit dan monosit adalah.000, .000, dan .020, sehinggamenandakan adanya hubunganantara neutrofil, limfosit, dan monositdengan kelima kelompok perlakuan.Koefisien -.753 pada neutrofilmenandakan korelasi yang kuat(koesifisen mendekati nilai 1) dantanda negatif menandakanhubungan yang terbalik, dimana jika

terjadi peningkatan dosis seleniummakan akan diikuti dengan

penurunan neutrofil. Koefisien .652dan .422 pada limfosit dan monositmenunjukkan korelasi yang tidaksekuat neutrofil. Tanda positif didepan koefisien menandakanhubungan lurus, berarti peningkatandosis selenium akan diikuti denganpeningkatan limfosit dan monosit.Dari uji regresi linear didapatkanrumus perkiraan jumlah neutrofil (%)yang muncul adalah 33,530 – 0,023x dosis selenium µg/hari, dengantingkat kepercayaan kurang dari 1%(R square = .007). Uji regresi linear  jumlah limfosit (%) adalah 60,478 +0,085 x dosis selenium µg/hari,

dengan tingkat kepercayaan 11,3%(R square = .113). Uji regresi linear  jumlah monosit (%) adalah 5,854 –0,060 x dosis selenium µg/hari,dengan tingkat kepercayaan 37,5%(R square= .375). Rumus uji regresilinear dapat digunakan padapenelitian dengan metode penelitianyang sama.Malondialdehid (MDA). Dari ujiKruskali Wallis didapatkan Sig.= .001 (Sig. = Sig. < .05) yang

menandakan adanya perbedaankonsetrasi MDA yang signifikanantara kelompok perlakuan. Ujikorelasi Spearman didapatkanSig.= .000 (Sig. = Sig. < .05) , yangberarti ada hubungan kuat antarakelompok perlakuan dan konsentrasiMDA. Koefisien .645 menandakanhubungan yang kuat, dan tandapositif menandakan hubunganberbanding lurus. Uji regresi linear MDA adalah 1,053 – 0,004 x dosis

selenium µg/hari, dengan tingkatkepercayaan 0,05% (R square = .005).Superoksida dismutase (SOD).Dari uji One Way-Anova didapatkannilai signifikansi .000 (Sig.< .05), halini menandakan adanya perbedaankonsentrasi signifikan konsentrasiSOD yang didapatkan pada kelimakelompok perlakuan. Uji korelasiPearson didapatkan Sig.= .001

(Sig.< .05), yang berarti adanyahubungan yang cukup erat antara

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 6/11

pemberian selenium denganperbedaan konsentrasi SOD padakelima kelompok perlakuan.Koefisien .587 menunjukkanhubungan yang cukup kuat antarapemberian selenium dan perbedaankonsentrasi SOD pada kelimakelompok perlakuan, dan tanda

positif di depan koefisenmenandakan hubungan yangberbanding lurus di antara keduavariabel tersebut.

Grafik 1. Rata-rata Jumlah Neutrofil (%)

Grafik 2. Rata-rata Jumlah Limfosit (%)

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 7/11

Grafik 3. Rata-rata Jumlah Monosit (%)

Grafik 4. Rata-rata Konsentrasi MDA

Grafik 5. Rata-rata konsentrasi SOD

Tabel 1. Dosis Selenium

PEMBAHASANEosinofil. Ketiadaan sel eosinofil

dapat disebabkan karena salah

pengambilan lokasi sampel, yakni jantung. Hal ini diperkuat dengan

teori bahwa inflamasi diinisiasi

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 8/11

dengan peningkatan molekul adhesidan diikuti dengan migrasi leukositke pembuluh darah di tempatinflamasi.8 Tempat inflamasi yangdimaksudkan dalam penelitian iniadalah saluran pernapasan,sehingga sel eosinofil tidakditemukan pada sediaan darah yangberasal dari jantung.Basofil. Faktor tidak ditemukannyabasofil pada penelitian ini adalahkesalahan pengambilan sampelyang seharusnya diambil darisaluran napas.8 Neutrofil. Pada kelompok kontrolpositif memiliki hitung jumlah

neutrofill yang paling tinggidibandingkan kelompok lainnya.Peningkatan neutrofil pada asmasesuai dengan teori yangmenyatakan terjadinya peningkatandengan segera dari 5000/µL sampai30.000/µL pada saat inflamasi akut,yang disebabkan agen kemotaksinyang menyebabkan migrasi neutrofildari sumsum tulang ke sirkulasi danpeningkatan produksi neutrofil disumsum tulang.8 Kelompok tikus

normal memiliki jumlah neutrofilpaling rendah. Hal karena tidakadanya respon inflamasi dalamtubuh yang menyebabkanpeningkatan produksi neutrofilataupun pergeseran (shifting) daripersediaan marginal intravaskular kesirkulasi.8 Pada kelompok dosis I, II,III, terjadi penurunan jumlahneutrofil. Selenium memilikikemampuan untuk menurunkanmolekul adhesi yang berperan dalam

ekstravasasi leukosit ke jaringanyang mengalami inflamasi.6,8 Denganmenurunkan konsentrasi sitokin,molekul adhesi yang diekspresikandapat menurun, dan juga kaskadeinflamasi lainnya seperti perubahanarus darah, marginasi dan migrasisel-sel inflamasi.8 Selenium jugamampu menurunkan produksileukotrien, yang berperan sebagaikemoatraktan.6,8 Hasil yang

didapatkan dari hitung jenis leukositdianggap tidak representatif, karena

pengambilan lokasi sampel yangsalah.Limfosit. Pada kelompok kontrolpositif, Jumlah limfosit terendahdidapatkan. Temuan ini sesuaidengan teori patogenesis asma yaituterjadinya ketidakseimbangan antaraTh1 dan Th2 yang berperan padasistem imun spesifik.2 Padakelompok kontrol negatif, jumlahlimfositnya lebih tinggi daripadakelompok tikus asma. Selain karenaresirkulasi limfosit di dalam tubuh8,hal tersebut juga dapat disebabkantidak terjadinya imbalans antara Th1dan Th2 seperti yang terjadi pada

kelompok tikus asma dengan atautanpa pemberian selenium.6 Padakelompok dosis I, II, III Terjadipeningkatan jumlah limfosit.Selenium berperan meningkatkanreaksi IL-2 dengan meningkatkan jumlah reseptornya sehingga terjadipeningkatan kemampuan sel limfositT dan B.6 Dimana terjadipeningkatan produksi limfosit yangdisebabkan meningkatnya sitokinyang berdampak pada migrasi lebih

banyak limfosit ke daerah inflamasidan down-regulation terhadap sel Tsupresor (Ts) yang akanmeningkatkan pertumbuhan sel.6,8

Hasil yang didapatkan dari hitung jenis leukosit dianggap tidakrepresentatif, karena pengambilanlokasi sampel yang salah.Monosit. Pada kelompok tikus asma(kontrol positif, dosis I, II, III) dantikus normal, temuan yang sesuaidengan teori tidak didapatkan

karena lokasi pengambilan sampelyang salah. 6,8 Hasil yang didapatkandari hitung jenis leukosit dianggaptidak representatif, karenapengambilan lokasi sampel yangsalah.Malondialdehid (MDA).Peningkatan konsentrasi MDA padakelompok kontrol positif melebihikelompok tikus lainnya karena padakondisi asma, terjadi peningkatan

stres oksidatif, sehinggamenyebabkan tingginya kadar bahan

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 9/11

oksidan di dalam tubuh.2

Konsentrasi MDA terendahdidapatkan pada kelompok kontrolnegatif. Hal ini karena minimalismestres oksidatif dan berbagai macambahan yang dapat menyebabkancell injury  yang terjadi padakelompok tikus ini.8 Pada kelompoktikus dosis I dan II, pemberianselenium pada tikus putih yangdiinduksi asma dapat menurunkan jumlah MDA hingga mendekati nilaikonsentrasi MDA kelompok tikusnormal. Malondialdehid yangmerupakan bahan oksidan2, dapatdikurangi konsentrasinya dengan

pemberian selenium. Seleniummerupakan komponen utama darienzim glutation peroksidase.6

Glutation peroksidase adalah salahsatu enzim antioksidan yangmenginaktivasi reaksi radikal bebas.2

Sehingga selenium dapatmenurunkan aktivitas destruksi jaringan yang dilakukan oleh ROSpada keadaan inflamasi kuat sepertiyang terjadi pada asma, dengancara meningkatkan sintesa enzim

antioksidan glutation peroksidase.Selain itu, selenium juga mampumenurunkan pengeluaran sitokinoleh sel radang (leukosit) sehinggadapat menurunkan ekspresi molekuladhesi dan sitokin yang merujukpada kaskade inflamasi selanjutnya8,meningkatkan aktivitas reseptor subunit α dan β IL-2 yang menurunpada kondisi asma, sehingga terjadipeningkatan kemampuan limfosit Bdan T.6 Nilai konsentrasi MDA dari

kelompok dosis III tidaklahmenunjukkan penurunan bertahapseperti yang terjadi pada kelompokdosis I dan II, walaupun konsentrasiMDA pada kelompok dosis IIItidaklah lebih tinggi dari kelompoktikus induksi asma. Salah satupenyebab yang dapat menyebabkanpenurunan reaksi imun seperti iniialah kelebihan dosis selenium.Superoksida dismutase. Pada

kelompok dosis I, II, III didapatkanperbedaan nilai konsentrasi SOD

yang signifikan antara masing-masing kelompok tikus. Lingkunganseluler yang timpang antara sintesaradikal bebas dan sistemantioksidatif, menyebabkan turunnyaaktivitas SOD.2 Pemberian seleniumdapat menstimulasi aktivitas SOD,sehingga didapatkan peningkatanbertahap konsentrasi SOD padakelompok tikus induksi asma denganpemberian selenium. Optimalisasiaktivitas SOD tidak hanya didukungdengan penurunan ROS olehselenium melalui enzim glutationperoksidase, namun juga penurunanmolekul adhesi yang selanjutnya

akan menurunkan sintesa ROS.Perbaikan performa sel limfosit Bdan T juga membantu menciptakankondisi lingkungan yang lebih stabilantara radikal bebas dan sistemscavenger. Konsentrasi SOD padakelompok kontrol positif merupakankonsentrasi SOD paling rendahdiantara kelima kelompok tikus. Halini karena meningkatnya jumlahstres oksidatif yang dimediasi olehketidakseimbangan Th1 dan Th2.2

Kadar konsentrasi SOD padakelompok tikus kontrol negatif menunjukkan nilai yang lebih tinggidaripada kelompok tikus induksiasma, namun tidak lebih tinggi jikadibandingkan dengan kelompoktikus induksi asma denganpemberian selenium. Hal ini karenatidak terjadi stres oksidatif ekstensif pada kelompok tikus normal sepertikelompok tikus induksi asma.

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan kuatantara selenium denganpersentase jumlah sel neutrofil,limfosit dan monosit. Dosisselenium memiliki hubunganberbanding terbalik denganpersentase jumlah sel neutrofil.Sementara terhadappersentase jumlah sel limfosit

dan monosit, terdapathubungan yang berbanding

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 10/11

terbalik. Ketiga korelasi antarasel leukosit (neutrofil, limfositdan monosit) dengan seleniumbersifat signifikan. Namun hasilini tidaklah representatif dengan efek seleniumterhadap manifestasi penyakitasma disebabkan lokasipengambilan sampel darahyang salah.

2. Terdapat korelasi yang kuatantara selenium dengankonsentrasi malondialdehid.Korelasi ini berbandingterbalik, dimana jika dosisselenium ditingkatkan maka

akan diikuti dengan penurunankonsentrasi malondialdehid.Efek yang sama akan bertahanselama dalam dosis optimal.Nilai penurunan konsentrasimalondialdehid tertinggidengan nilai signifikansi <.05, jika dibandingkan antara tigakelompok dosis selenium,adalah kelompok tikus dosis II.

3. Terdapat korelasi yang kuatantara selenium dengan

konsentrasi superoksidadismutase. Korelasi iniberbanding lurus, dimana jikadosis selenium ditingkatkanmaka akan diikuti denganpeningkatan konsentrasisuperoksida dismutase. Nilaipeningkatan konsentrasisuperoksida dismutasetertinggi dengan nilaisignifikansi < .05, jikadibandingkan antara tiga

kelompok dosis selenium,adalah kelompok tikus dosisIII.

4. Pemberian dosis selenium46,2 µg/hari (dosis II) selama15 hari merupakan dosis yangterbaik bila dibandingkandengan dua dosis lainnya yaitu23,1 µg/hari dan 69,2 µg/hari.Hal ini didasarkan dari efekterhadap konsentrasi

malondialdehid dan

superoksida dismutase, sertanilai signifikansinya.

DAFTAR PUSTAKA1. Braman, SS. 2009. ACPP

Pulmonary Medicine BoardReview, 25th Ed., AmericanCollege of Chest Physicians,Northbrook, p. 81-101.

2. Kumar V, Abbas A, Frausto N.2005. Obstructive PulmonaryDisease; Robbins and Cotran’sPathologic Basis of Disease,7th Ed., Elsevier Saunders,Philadephia.

3. Kokic M, 2011. Health topics.

 Asthma, (Online),(http://www.who.int/topics/asthma/en/, diakses 20 Desember 2011).

4. Barnes, PJ. 2005. RespiratoryPharmacology; Murray andNadel’s Textbook of  Respiratory Medicine, 4thEd.,Edited by Robert J. Mason,John F. Murray, V. CourtneyBroaddus and Jay A. Nadel,WB Saunders, New York.

5. Reilly C. 2006. Selenium inFood and Health, 2nd Ed.,Springer Science+BussinessMedia, New York, p. 1-60;173-90.

6. McKenzie RC, Becket GJ, Arthur JR. 2006. Effects of Selenium on Immunity and Aging; Selenium Its Molecular Biology and Role in HumanHealth, 2nd Ed., Edited byDolph L. Hatfield, Marla J.

Berry and Vadim N.Gladyshev, Springer Science+Bussiness Media,New York, p. 311-322.

7. Hammelmann E, Tadeda K,Oshiba A, Gelfand EW. Roleof IgE in the Development of  Allergic Airway Inflammationand AirwayHyperresponsiveness-aMurine Model. Allergy, 1999,

54 (4): 297-305.

7/15/2019 Maja Lah

http://slidepdf.com/reader/full/maja-lah-563280678dd7c 11/11

8. Baratawidjaja KG danRengganis I, 2009. ImunologiDasar, Edisi Kedelapan, BalaiPenerbit FKUI, Jakarta, hal.217-83; 369-80.