M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di...

15
Masalah Perkotaan | 197 BERGERAK DI RUANG KOTA: Perkembangan Masyarakat Kota dan Politik Perkotaan di Hindia- Belanda Awal Abad ke-20 Andi Achdian 1 Pendahuluan “Belakangan ini muncul satu kelompok kecil intelektual pribumi yang mulai menjalankan peran aktif sebagai warga kota modern...Setiap permulaan memang sulit. Terlepas apakah perhatian terhadap persoalan ini masih terbatas, atau diabaikan karena sentimen pasif non-cooperatie, bagaimanapun kita tidak perlu terpengaruh terhadap sikap itu...Kita bisa melihat bahwa ada perkembangan penting di dalam lingkungan masyarakat Hindia- Belanda yang masih baru berkembang... Kehidupan perkotaan di Hindia-Belanda menunjukkan arah kemajuan, yang menjadi awal fase baru: keterputusan dengan masa lalu yang membuka jalan bagi perkembangan warga kota modern (modern burgerschap)”. (“A Tudor. “De stedelijke traditie in Nederlandsch-Indie”, dalam Locale Belangen, 15e Jargaang, 1 September 1928) Kutipan di atas menjadi petunjuk penting terkait fenomena yang relatif terabaikan dalam kepustakaan studi sejarah awal abad ke-20 di Indonesia: terbentuknya masyarakat kota (kolonial) modern, dan keterlibatan aktivis pergerakan antikolonial dalam menentukan arah dan perkembangan kota tempat mereka tinggal. Ia memberi gambaran optimisme mission sacrée politik kolonial Belanda awal abad ke-20 yang membawa modernitas Eropa di dalam masyarakat jajahannya yang ‘terbelakang’. Gambaran orang-orang pribumi terdidik sebagai ‘warga kota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki awal abad ke-20, menegaskan bahwa kehidupan perkotaan telah membawa mereka dalam sebuah ‘transformasi’ yang tidak mungkin ditarik mundur ke dalam ‘dunia desa’, terlepas ilusi romantisme politik kolonial (dan juga kalangan nasionalis Indonesia) dari beragam tulisan yang menggambarkan desa sebagai ‘kenyataan dasar’ masyarakat Indonesia. 1 Penulis adalah mahasiswa S-3 Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia

Transcript of M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di...

Page 1: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

M a s a l a h P e r k o t a a n | 197

BERGERAK DI RUANG KOTA:Perkembangan Masyarakat Kota dan Politik Perkotaan di Hindia-

Belanda Awal Abad ke-20

Andi Achdian1

Pendahuluan

“Belakangan ini muncul satu kelompok kecil intelektual pribumiyang mulai menjalankan peran aktif sebagai warga kotamodern...Setiap permulaan memang sulit. Terlepas apakahperhatian terhadap persoalan ini masih terbatas, atau diabaikankarena sentimen pasif non-cooperatie, bagaimanapun kita tidakperlu terpengaruh terhadap sikap itu...Kita bisa melihat bahwa adaperkembangan penting di dalam lingkungan masyarakat Hindia-Belanda yang masih baru berkembang... Kehidupan perkotaan diHindia-Belanda menunjukkan arah kemajuan, yang menjadi awalfase baru: keterputusan dengan masa lalu yang membuka jalanbagi perkembangan warga kota modern (modern burgerschap)”.(“A Tudor. “De stedelijke traditie in Nederlandsch-Indie”, dalamLocale Belangen, 15e Jargaang, 1 September 1928)

Kutipan di atas menjadi petunjuk penting terkait fenomena yangrelatif terabaikan dalam kepustakaan studi sejarah awal abad ke-20 diIndonesia: terbentuknya masyarakat kota (kolonial) modern, danketerlibatan aktivis pergerakan antikolonial dalam menentukan arah danperkembangan kota tempat mereka tinggal. Ia memberi gambaranoptimisme mission sacrée politik kolonial Belanda awal abad ke-20 yangmembawa modernitas Eropa di dalam masyarakat jajahannya yang‘terbelakang’. Gambaran orang-orang pribumi terdidik sebagai ‘wargakota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang barumemasuki awal abad ke-20, menegaskan bahwa kehidupan perkotaantelah membawa mereka dalam sebuah ‘transformasi’ yang tidak mungkinditarik mundur ke dalam ‘dunia desa’, terlepas ilusi romantisme politikkolonial (dan juga kalangan nasionalis Indonesia) dari beragam tulisanyang menggambarkan desa sebagai ‘kenyataan dasar’ masyarakatIndonesia.

1 Penulis adalah mahasiswa S-3 Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Indonesia

Page 2: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

198 | P e r k e m b a n g a n M u t a k h i r H i s t o r i o g r a f i I n d o n e s i a

Tidak dapat disangkal, pertumbuhan kota-kota di Hindia Belandaberjalan seiring kebijakan ekonomi kolonial yamg bergeser menempatkanliberalisasi ekonomi sebagai cara mengelola koloni. Wilayah di HindiaBelanda pun semakin terbuka untuk perkembangan gerak modal swastadari negeri induk. Pabrik-pabrik, kantor-kantor perusahaan, biro jasa,agen surat kabar, layanan administrasi pemerintahan, dan sarana fasilitaspublik seperti rumah sakit, pendidikan, dan transportasi umumberkembang seiring arus modal yang masuk ke koloni. Pada akhirnya,tempat-tempat yang menjadi pusat utama berlangsungnya kegiatanekonomi menjadi magnet yang menarik penduduk untuk memperbaikinasib dan mengubah hidup mereka. Apabila pada awal abad kedua puluh,baru terdapat tiga kota di pulau Jawa, yaitu Batavia, Surabaya dan pusatkerajaan di Jawa Tengah yang memiliki penduduk di atas 100.000 jiwa,tiga dekade kemudian, seiring dengan ledakan penduduk yang terjadi dipulau Jawa jumlah penghuni kota meningkat drastis.

Dalam lingkungan perkotaan itu, lembaga-lembaga pendidikanmenengah dan tinggi yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasapengantar menyerap sekelompok kecil pribumi lulusan Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sebelum mereka melanjutkan pendidikan merekake universitas-universitas di Belanda pada 1910an dan 1920an. Setelahlulus, mereka menjalani profesi sebagai pengacara, dokter, jurnalis, danprofesi lainnya di dalam pemerintahan, maupun sektor swasta, denganjumlah yang tetap terbatas. Latar belakang pendidikan dan lapangankerja yang tersedia bagi mereka, menyebabkan lapisan elit ini padaakhirnya menjadi penghuni tetap wilayah perkotaan meninggalkan desa-desa tempat mereka dilahirkan dan menghabiskan masa kanak-kanaknya.Apabila kita menggunakan angka sensus tahun 1930 tentang angka melekhuruf yang hanya mencapai 7,4 persen penduduk Indonesia usia dewasadan 0,32 persen yang mampu membaca dalam bahasa Belanda. Dalamproses ini satu lapisan elite modern baru terbentuk di Hindia Belanda danmemimpin arah dan orientasi politik nasionalisme Indonesia pada saatitu.2

2 Tema tentang kaitan antara pendidikan ala barat dan perkembangannasionalisme Indonesia telah menjadi perhatian para peneliti awal tentang kebangkitannasional Indonesia seperti Akira Nagazumi tentang Boedi Oetomo dan Robert van Nieltentang pembentukan lapisan baru elit modern Indonesia hasil pendidikan Barat. Terkaitdengan angka literasi, lihat M.C. Ricklefs. A History of Modern Indonesia since c. 1300(London: Macmillan, edisi kedua, 1993), hal. 160.

Page 3: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

M a s a l a h P e r k o t a a n | 199

Perkembangan yang terjadi di kota-kota kolonial pada saat itu padaakhirnya menimbulkan masalah tersendiri. Faktor terpenting dariperkembangan itu adalah kota menjadi titik gravitasi politik baru denganide-ide politik modern seperti kemajuan, modernitas, demokrasi,sosialisme, nasionalisme dan beragam wacana lainnya yang merupakan‘penerjemahan’ konsep-konsep politik di barat yang mendapatkanperkembangannya dalam periode pergerakan nasional Indonesia.Seluruh wacana itu tidak pernah muncul sebelumnya dalam pergolakanpolitik antar dinasti dalam era pra-kolonial, atau dalam perlawanan yangdipimpin para pemimpin rakyat, yang berasal dari kalangan agamawanatau pusat-pusat kerajaan tradisional di Nusantara terhadap kekuasaanasing yang diwakili pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-18 dan 19.3

“Di mata para pejabat Eropa dan warga kota umumnya, gejolakkeresahan perkotaan memasuki dekade 1920an adalah ancaman yangjauh lebih berbahaya dalam mengguncang ‘ketertiban dan keamanan’dibanding gejolak di perdesaan.4 Apabila sebelumnya politik kolonialabad ke-19 ditandai dengan kecemasan menghadapi radikalisme dilingkungan perdesaan, perkembangan kota-kota kolonial modern selamatiga dekade awal abad ke-20 di Hindia Belanda memberikan persoalanbaru tentang politik antikolonialisme modern yang berbeda. Panggungpolitik baru lahir di kota-kota kolonial sebagai ‘arena’ yang secara ekslusifmencirikan dinamika kehidupan perkotaan di Hindia-Belanda.

Di kalangan masyarakat pribumi, perkembangan itu telah menjadibagian tak terhindar dari perubahan yang terjadi di Hindia-Belanda saatitu. Sensus tahun 1930 menunjukkan bahwa setengah jumlah total orang-orang Indonesia yang menetap di Batavia, Bandung dan Surabaya, adalahorang-orang yang lahir di wilayah perkotaan dan sisanya dilahirkan diprovinsi-provinsi yang memiliki kota-kota besar.5 Di dalam lingkunganperkotaan itu pula lembaga-lembaga pendidikan menengah dan tinggiyang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar menyerapsekelompok kecil pribumi lulusan pendidikan berbahasa Belanda pada

3 Takashi Shiraishi, An Age in Motion. Popular Radicalism in Java, 1912-1926,(Cornell University Press, Ithaca,1990). hlm.339-342. Onghokham, “ The Residency ofMadiun: Priyayi and Peasant in the Nineteenth Century” Disertasi Yale University,1975(tidak diterbitkan). Sartono Kartodirdjo, Protest Movements in Rural Java: A Studyof Agrarian Unrest in the Nineteenth and Early Twentienth Centuries, (Singapore:Oxford University Press, 1973).

4 John Inglesson, Workers, Unions and Politics: Indonesia in the 1920s anda 1930s,(Australia: Brill, 2014), hlm. 16.

5 Volkstelling 1930 (Batavia, Landsdrukkerij, 1936), Vol. 18, hal 122-123.

Page 4: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

200 | P e r k e m b a n g a n M u t a k h i r H i s t o r i o g r a f i I n d o n e s i a

tingkat dasar dan menengah, sebelum mereka melanjutkan pendidikanmereka ke universitas-universitas di Belanda pada 1910an dan 1920an.Setelah lulus, mereka menjalani profesi sebagai pengacara, dokter,jurnalis dan profesi lainnya di dalam pemerintahan atau pun sektorswasta. Karena latar belakang pendidikan dan lapangan kerja yangtersedia bagi mereka, lapisan elit ini pada akhirnya menjadi penghunitetap wilayah perkotaan meninggalkan desa-desa tempat merekadilahirkan dan menghabiskan masa kanak-kanaknya. Apabila kitamenggunakan angka sensus tahun 1930 tentang angka melek huruf yanghanya mencapai 7,4 persen penduduk Indonesia usia dewasa dan 0,32persen yang mampu membaca dalam bahasa Belanda. Dalam proses inisatu lapisan elite modern baru terbentuk di Hindia Belanda dan memimpinarah dan orientasi politik nasionalisme Indonesia pada saat itu.6

Bagaimanapun, kota-kota yang tumbuh dan berkembang pesatsepanjang tiga dekade awal abad ke-20 adalah kota-kota kolonial yangmencerminkan lingkungan hidup masyarakat Eropa di dalam sistemkolonial yang terbagi secara rasial. Kota-kota seperti Batavia, Surabaya,Semarang dan Bandung yang terbentuk pada dekade pertama abad ke-20 sejak awal memang tidak dirancang untuk pemukiman pendudukpribumi. Para perencana kota dan pejabat kotapraja begitu sajamembiarkan pemukiman-pemukiman penduduk pribumi menghuniwilayah perkampungan yang tumbuh secara tak beraturan di wilayaperkotaan seiring meningkatnya urbanisasi ke wilayah perkotaan selamatiga dekade abad tersebut.7 Dalam kaitan ini terdapat sebuah gambarantentang ‘politik kota’ yang menjadi bagian penting dalam wacana dan aksipolitik kalangan pergerakan antikolonial sepanjang beberapa dekadeawal abad ke-20.

6 Tema tentang kaitan antara pendidikan ala barat dan perkembangannasionalisme Indonesia telah menjadi perhatian para peneliti awal tentang kebangkitannasional Indonesia seperti Akira Nagazumi tentang Boedi Oetomo (Nagazumi, 1972) danRobert van Niel tentang pembentukan lapisan baru elit modern Indonesia hasilpendidikan Barat. Terkait dengan angka literasi, lihat M.C. Ricklefs. A History of ModernIndonesia since c. 1300 (London: Macmillan, edisi kedua, 1993), hal. 160.

7 William H Frederick, Pandangan dan Gejolak. Masyarakat Kota dan LahirnyaRevolusi Indonesia (Surabaya 1926 – 1946), (Gramedia, Jakarta,1989), hlm. 1-14. HowardDick, Surabaya. City of Work. A Socioeconomic History, 1900-2000, (Singapore: SingaporeUniversity Press, ,2003). Purnawan Basundoro, Merebut Ruang Kota. Aksi Rakyat MiskinKota Surabaya, 1900-1960an. (Jakarta: Marjin Kiri, 2014).

Page 5: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

M a s a l a h P e r k o t a a n | 201

Masyarakat Kota dan Kesadaran Diri Kaum Nasionalis IndonesiaAda banyak kajian dalam kepustakaan yang menyangkut periode

awal abad ke-20 berkait dengan persoalan politik kolonial dannasionalisme Indonesia telah menyadari akar perkotaan yang melatariperkembangan politik nasionalisme Indonesia. Bahwa penggerak utamanasionalisme Indonesia modern ini berada di bawah pimpinan kalanganintelektual modern yang terdidik secara barat, dan sekaligus penghunikota-kota besar di Hindia-Belanda saat itu, telah menjadi kesepakatanyang diterima luas dalam kepustakaan itu. Shiraishi dalam uraiannyatentang radikalisme kerakyatan di Jawa pada dua dekade awal abad ke-20 bahkan secara khusus menyampaikan dalam bab awalnya tentangsuasana ‘zaman modern’ yang melatari kemunculan ‘kaum muda’ dalamarena politik pergerakan.8

Sayangnya, perhatian sistematis terhadap gejala perkotaantersebut dan saling kaitannya dengan dinamika politik nasionalismeIndonesia dalam beberapa dekade awal abad ke-20 masih terabaikan.Sampai sekarang, satu paradigma dominan yang mewarnai pandangantentang masyarakat Indonesia—baik dari kalangan akademisi dalam danluar Indonesia, termasuk juga para pengambil kebijakan—menegaskanlatar belakang agraris dan sifat desa sebagai basis utama memahamidinamika sosial, politik dan budaya masyarakat Indonesia.

Kerangka berpikir yang meniadakan unsur kota modern dalamperkembangan politik dan sejarah masyarakat Indonesia sepertinyadengan baik direfleksikan melalui konsepsi Clifford Geertz yangmenggunakan analogi mahluk centaur tentang petani Jawa yang satukakinya menginjak dunia modern dan kaki lainnya terikat dalam sistemtradisional. Kerangka pemikiran Geertz tentang involusi pertanian danshared-poverty di perdesaan Jawa yang agraris pada akhirnya memberipengaruh terhadap orientasi dalam studi-studi tentang Indonesia yanglahir pada dekade 1960an dan dekade-dekade selanjutnya. Paradigma inisecara tidak langsung juga mempengaruhi pandangan akademis yanglahir berkait dengan pilihan terhadap tema studi dan pendekatan dalamlingkup kajian sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat Indonesia.

Gambaran ini bukan khas ‘studi-studi sejarah Indonesia’ semata.Berbagai kajian mutakhir yang dilakukan kalangan sejarawan Indiatentang riwayat pergerakan nasional India dan kaitannya dengan

8 Takashi Shiraishi, An Age in Motion. Popular Radicalism in Java, 1912-1926,(Cornell University Press, Ithaca.,1990).

Page 6: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

202 | P e r k e m b a n g a n M u t a k h i r H i s t o r i o g r a f i I n d o n e s i a

perkembangan perkotaan modern memberi gambaran yang samadengan pengalaman Indonesia. Para peneliti tentang India sejak awalabad ke-20 telah berangkat dari asumsi tentang karakter khusus‘masyarakat India yang agraris” sebagai landasan pokok memahamistruktur dan kehidupan masyarakat India sampai sekarang. Parasejarawan India dalam karya-karya mutakhirnya mulai mempertanyakanasumsi bahwa ‘karakter agraris’ adalah hal paling mendasar dalmaperkembangan sejarah masyarakat mereka. Kita bisa melihat misalnyadalam kritik yang dilontarkan terhadap Partha Catheerjee dalam kajiannyarefleksinya tentang pergerakan nasionalisme India dalam rentang waktuyang hampir sama. Menurutnya, ada sebuah gambaran paradoks tentangpergerakan nasionalisme India yang tumbuh dan lahir di wilayahperkotaan namun sama sekali tidak melahirkan imajinasi kaum nasionalisterhadap kota tempat mereka tinggal. “Tidak seperti beragam inovasi danproyek ideologis yang penuh semangat dalam melakukan transformasiperdesaan di India,” tulis Chatteerjee, “periode nasionalisme hanyamenghasilkan sedikit gagasan tentang bagaimana bentuk kota India dimasa depan ”. 9

Pandangan Chatterjee bagaimanapun mewakili sebagian sajagambaran tentang periode sejarah nasionalisme India. Ulasan lebihmutakhir tentang masyarakat kota di India seperti ditulis PrashantKidambi terkait nasionalisme dalam satu kota di Bombay pada periode1890-1940 menegaskan bahwa “nasionalisme kerakyatan pada dekade1920an dan 1930an menampilkan repertoire tentang aksi kolektif danpublik serta protes-protes kaum nasionalis sebagai upaya re-teritorialisasikota sebagai ruang bagi kaum nasionalis” (Kidambi, 2012: 951). Kidambimenyanggah Patherjee bahwa kaum nasionalis India sama sekali tidakmemiliki perhatian terhadap isu-isu kota yang mewakili konsepsi urbangovernance yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Asia padaawal abad ke-20.

Begitu juga pembahasan terhadap persoalan dalam makalah ini.Konstruksi tentang masyarakat Indonesia yang agraris telahmenyebabkan perhatian terhadap perkembangan sifat kota dalammasyarakat Indonesia, khususnya dalam politik Indonesia, relatifterabaikan. Seperti disampaikan dalam kutipan awal tulisan ini, artipenting perkembangan kota-kota modern kolonial di Hindia-Belanda

9 Partha Chatteerjee, Politics of the Governed. Reflections on Popular Politics inMost of the World, (Columbia University Press, New York,2004), hlm. 140.

Page 7: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

M a s a l a h P e r k o t a a n | 203

pada akhirnya bukan sekedar menunjukkan terjadinya perubahanlingkungan secara fisik semata, tetapi juga apa yang disebut Tudorsebagai kesadaran “warga kota modern” di Hindia-Belanda. Kesadaran inijelas berbeda dengan kebiasaan lama dalam lingkup sosial, politik, budayadan ekonomi di lingkungan kota lama masyarakat pribumi. Apabila padakota-kota tradisional masyarakat pribumi pola-pola hubungan sosial,budaya dan politik terikat pada sistem nilai dan politik lama dengan parapemimpin tradisional sebagai poros utama, di dalam lingkungan kota-kota modern sosok individu yang sadar hak-hak mereka yang setarasebagai warga kota menjadi unsur penting kehidupan perkotaan modern.Ia menegaskan sebuah sejarah baru dan “keterputusan dengan sejarahlama” melalui bentuk hubungan-hubungan sosial, politik, budaya danekonomi baru di lingkungan perkotaan di Hindia-Belanda.

Kota-kota kolonial dari sudut pandang ini akhirnya mewakili sebuahgambaran sebagai pusat peradaban baru yang menampilkan beragamfungsi-fungsi dan fasilitas publik yang mewakili irama kehidupan moderndi Hindia Belanda.10 Di dalamnya terdapat lingkungan pemukiman denganjalan-jalan yang dikeraskan, gedung-gedung pemerintahan, tempathiburan dan rekreasi, sistem drainase dan pembuangan limbah industridan rumah tangga, rumah sakit, sekolah, pengadilan, kantor-kantorpemerintah, taman-taman kota dan pusat hiburan bagi warga kota. Dalamkonteks sejarah kolonial awal abad ke-20, kita juga mendapatkangambaran bagaimana ruang kota kolonial yang diatur menurutperencanaan modern yang dibagi dalam zona berbeda, sepertipemukiman, wilayah komersial, lingkungan perkantoran pemerintah danruang rekreasi publik, mewakili sebuah keteraturan yang mewakili sebuahsistem dan kebudayaan baru masyarakat perkotaan yang berbeda.

Wujud kebudayaan warga kota yang berbeda dengan lingkunganperdesaan itu bisa kita lihat dalam riwayat-riwayat pribadi tokohpergerakan seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir dan tokoh-tokoh pentinglainnya. Tidak dapat disangkal, para pemimpin utama pergerakan politiknasionalisme Indonesia adalah orang-orang yang menghabiskan masa

10 Adapun pengertian tentang kota modern sejajar dengan model kehidupanperkotaan seperti yang disebutkan Fernad Braudel sebagai “outpost of modernity”, yangmenyajikan bukan saja keberadaan pemukiman modern yang muncul atas kemajuanekonomi dan teknologi, tetapi juga sebuah perkembangan pengalaman-pengalamansosial, politik dan ekonomi yang berbeda. Termasuk di dalamnya adalah keteganganserta pertentangan kepentingan di antara penduduk yang bermukim di dalamnya(Braudel, 1988: 512). Kota-kota seperti Batavia, Bandung, Surabaya, dan Semarang yangmengalami perkembangan pesat memasuki awal abad ke-20 menunjukkan arahkecenderungan seperti yang disampaikan Braudel dalam uraiannya.

Page 8: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

204 | P e r k e m b a n g a n M u t a k h i r H i s t o r i o g r a f i I n d o n e s i a

remaja dan dewasa mereka di lingkungan perkotaan. Tidakmengherankan bila metode aksi dan perlengkapan yang digunakan dalammenyuarakan nasionalisme Indonesia juga berada dalam cita rasalingkungan perkotaan modern yang mencakup gaya hidup, selera,tindakan dan kebiasaan sehari-hari mereka. Sosok-sosok seperti MasMarco Kartodikromo, Hadji Misbach, Semaun, HOS Tjokroaminoto,Sukarno, Hatta dan Sjahrir, keseluruhannya mewakili gaya dan selerahidup masyarakat perkotaan. Mereka membaca buku, menulis artikel,menerbitkan surat kabar, mengendarai mobil, berpergian dengan keretaapi, menikmati rekreasi di lingkungan perkotaan.

Gelombang perubahan di lingkungan perkotaan sesungguhnya tidakterbatas pada lapisan atas masyarakat pribumi Indonesia. Hal yang samaterjadi pula di lingkungan menengah dan bawah masyarakat pribumi yangtinggal di perkotaan. Pendidikan dasar yang memungkinkan para pegawairendahan, juru tulis, buruh kereta api dan pegawai pemerintah membacadan menulis menjadi syarat terbentuknya jembatan penghubung antarapersoalan mereka sehari-hari dengan gagasan politik nasionalismeIndonesia seperti disuarakan para pemimpin pergerakan yang munculsepanjang periode tersebut. Bagi para migran itu, ketiadaan jaminansosial bagi mereka mendorong arus balik ke desa ketika pekerjaansemakin sulit didapatkan di perkotaan. Namun, bagi mereka yangkemudian tidak lagi memiliki ikatan kuat dengan desa, persoalanmendapatkan jaminan keamanan sosial di wilayah perkotaan menjaditantangan besar. Dukungan pemerintah terhadap mereka terbatas.Depresi ekonomi pada 1930an menjadi ukuran bagi mereka tentangkebijakan pemerintah yang mengabaikan kepentingan-kepentinganmereka. Kelompok-kelompok simpan-pinjam, koperasi, kegiatan gotongroyong di perkampungan di wilayah kota pada akhirnya menjadi alternatifbagi daya tahan mereka. Dalam kaitan ini, daya tahan itu disediakanorganisasi-orgasniasi modern yang lahir pada dekade 1910an sepertiserikat buruh, organisasi politik nasionalis dan keagamaan seperti SarekatIslam.

Dengan kehidupan sehari-hari di ruang kota, ada suatu kenyataanbahwa perkembangan kota-kota kolonial di Hindia-Belanda telahmembawa pula “revolusi mental” di kalangan pemimpin dan kaumterpelajar Indonesia terhadap sikap diri dan posisi politik mereka dalammasyarakat. Sebuah imajinasi literer tentang kesadaran yang semakinberjarak antara dunia kota dan desa disampaikan dalam kisah menarik

Page 9: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

M a s a l a h P e r k o t a a n | 205

karya Suwarsih Djojopuspito dalam dialog di antara tokoh-tokoh utamakisahnya:

“Tetapi mengapa Mas Darmo mendirikan sebuah sekolah di kota?”Suara Sutrisno penuh desakan ingin tahu. Sudarmo melihatsebentar ke arah Sulastri, bagaiana ia dari tadi sudah mengetahuiapa yang ada dalam hatinya, menjawab: “Dari kota aku hendakmencapai desa. Di kota aku merasa di rumah sendiri; karena itukukira paling baik ialah dari sini mengadakan hubungan psikis kedesa. Di sini di dalam kota koperasi konsumen dan sebuah kantordistribusi, di sana di desa koperasi untuk hasil bumi. Kukatakandengan jujur: aku lama tak mengenali desa lagi; dan di sana takberani menentang pengaruh dari pangreh praja dan ajengan-ajengan...“Ya, ya, aku setuju dengan semua itu,” ujar Sutrisno. “Aku jugamerasa asing dalam desa; orang desa memandang aku dengancuriga. Rupa-rupanya aku ini disamakan dengan werver kulikontrakan dan sebagainya, akan tetapi tak ada perhubungan antaraorang desa dan kami dan biar pun aku selama hidupku tinggal di situ,hubungan itu akan dihalang-halangi oleh intelektualisme kami.”(Djojopuspito, 2000: 201-212).

Kutipan di atas adalah ‘dokumen sosial’ yang memberi gambaranmentalitas orang-orang pada zaman itu, ketika kehidupan perkotaanmenjadi pilihan tak terhindarkan bagi orang-orang Indonesia pribumididikan barat yang semakin berjarak dengan latar belakang mereka danmayoritas masyarakat pribumi yang umumnya menjadi penghuni wilayahperdesaan.11 Dengan cukup jelas ia menggambarkan sifat politik modernIndonesia yang senantiasa memiliki jarak yang lebar antara elite danmassa, pemimpin dan pendukungnya, kaum terpelajar dan jutaan rakyatyang terbelenggu dalam konservativisme dan tradisionalisme sepertidibayangkan dalam novel Djojopuspito.

11 Tema ini telah menjadi plot yang cukup popular dalam karya-karya parapengarang Indonesia pada awal abad ke-20. Novel-novel terbitan Balai Pustaka sepertiSalah Asuhan dan Siti Nurbaya secara relative mengangkat tema yang sama tentang jarakmental yang semakin melebar antara intelektual didikan Barat yang menjalani kehidupandi perkotaan besar. Lihat Taufik Abdullah (eds). Literature and History: Papers on theFourth Indonesian-Dutch History Conference. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.1985

Page 10: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

206 | P e r k e m b a n g a n M u t a k h i r H i s t o r i o g r a f i I n d o n e s i a

Bagaimanakah perwujudan mentalitas baru tersebut dalam praktekpolitik kalangan nasionalis Indonesia? Untuk mendapatkan gambarantentang ekspresi ‘politik kota’, beberapa isu dan perdebatan yang munculdalam terbitan-terbitan kalangan nasionalis Indonesia menjadi penting.Salah satu menarik adalah pandangan yang muncul dari kalangan aktiviskomunis ketika periode pergerakan mencapai titik radikalisme palingtinggi pada dekade kedua abad ke-20 dalam satu artikel berjudul “Sair GuaMinta” :

Sair goea minta

Obat njamoek moelai ngarangOtak penoeh dengan tjita-tjitaBoeka keeping biarlah terangObat njamoek hendak tjerita

Banjak orang soedah kataDi mana-mana djadi tjeritaPolitiek tentang goemintaJang selaloe main minta-minta

Sekarang kita boeka mataBerani melihat berani berkataNasib boesoeok soedahlah njata,Terderita segala pendoedoekkota

Belasting goeminta amat beratKita ichtiar mentjari obatSemoea bangsa mesti rapatSoepaja kita bisa koeat

Orang kampoeng sangatmelaratnjaSiang malam sangat soesahnjaGoeminta tak memikirkannjaGadjih ketjil selama-lamanja.

Pengidoepannja montang-matingPakai pakean rontang-rantingBadan koeroes koelitnja keringSedang goeminta tak ambilpoesing

Kaoem modal poenja boeatanPerboeatannja sematjam sjetanSampai orang di bawahdjembatanKalau mati djadi rawatan

Dari mana-mana ada kabarSemoa ra;jat moelai sadarLantaran kemiskinan soedahtersebarTidak soeka lagi dibikin sabar.

PEB soedah menjokong,Politiek goeminta jang makinkantongMemang P.E.B begitoe sombong.Sampai ra’jat kantongnja kosong

Wakil ra’jat goeminta berenti,Karena merasa tidak berarti.Semoea itoe lid mengertiOrang ampat soedah sehati

Page 11: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

M a s a l a h P e r k o t a a n | 207

Mereka semoa tak soekaOrang hidoep dipandang bonekaSebab goeminta begitoe moerkaPolitik P.E.B. bikin tjilaka

Lid ampat soedah digantiDengan orang jang tak mengertiKehendaknja ra’jat jang sedjatiJang terkandoeng di dalam hati

Mereka dibenoemd dari atasDipilih orang jang tidak kerasDan soeka djadi perkakasTetapi ra’jat soedah djadi awas

Mari ichtiar mentjari djamoeMemikir semoea keperloeanmoeDjangan berenti dan djangandjemoeSelamat bergerak sampaiketemoe.

Obat Njamoek.

Page 12: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

208 | P e r k e m b a n g a n M u t a k h i r H i s t o r i o g r a f i I n d o n e s i a

Kritik dan ejekan dalam Sair Gua Minta yang terbit di surat kabarProletar dengan Musso sebagai editornya, memberikan gambarantentang arti penting politik kota di dalam wacana politik pergerakan kiridi Hindia-Belanda saat itu. Ia pun menjadi petunjuk bahwa pergerakanantikolonial dan impian revolusi sosial dalam wacana kiri tetap melihataspek ‘politik komunitas’ di luar politik kelas dalam tuntutan hak-hakpenduduk sebagai warga kota: Di surat kabar yang sama, ada jugagambaran bagaimana wujud politik kota dalam praktek:

Kemenangan KitaBeriboe-riboe boeletin s.k. PRoletar disebarkan di kota Soerabaja,boeat melawan maksoed vereenige ijsfabrieken minta monopoliekepada Goemintah.Proletar menimbang tidak perloe menoenggoe sampai voorstel iteoditerima oleh Goemintah. Tetapi Proletar sebelomnja soedahberichtiar, sopaja voorstel itoe ditolak karena tidak seharoesnjaGOemintah menolong capitalist. Maka sekarang telahternjata….permintaanja vereenigde ijsfabrieken ditolak. Artinja kitamenang.Tetapi pendoedoek Soerabaja, djanganlah bersenang-senang, karenabesok atau loesa, voorstel sematjam iteo bisa masoek lagi di medjaGoemintah. Dari itoe koeatkanlah Serikat Rajat dan Boeroeh, jalahpergerakan politiek jang sanggoep melawan segala politiek kaoemmodal.(Proletar, 1 Juni 1925)

Bagi orang-orang Indonesia masa kini, wacana yang mengalir dalamartikel itu sepertinya tidak terlalu berbeda dengan situasi politikkontemporer ketika aksi-aksi advokasi dari kalangan aktivis mencobamelawan dominasi dan kontrol terhadap kekuatan modal di dalamlingkungan tempat tinggal mereka. Perlawanan terhadap IjsfabriekVereeniging di atas memberi petunjuk tentang bagaimana pada satu titik‘kemenangan’ penggalanan politik komunitas terhadap desakankepentingan modal menjadi suatu pengalaman berarti dalam kiprahpergerakan saat itu.

Page 13: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

M a s a l a h P e r k o t a a n | 209

PenutupGambaran ringkas yang ditunjukkan dalam berbagai ilustrasi dan

kutipan sezaman pada akhirnya menjadi petunjuk penting tentangfenomena politik penting yang relatif terabaikan dalam kepustakaanpolitik dan sejarah Indonesia modern awal abad ke-20. Bagi penulismakalah ini, temuan-temuan awal terkait dengan fenomena politik kotadan kiprah aktivis pergerakan di dalam ruang kota memberi petunjukbahwa adalah di dalam lingkungan perkotaan itu ide-ide nasionalismeIndonesia lahir dan berkembang menjadi satu gerakan politik yangmenandai sejarah Indonesia modern abad ke-20.

Namun, dengan beberapa pengecualian, studi yang secarasistematis membahas “gejala perkotaan” dan mengaitkannya denganperkembangan nasionalisme Indonesia relatif sampai sekarang ini relatifbelum berkembang. Meski modernitas telah menjadi sebuah realitas yanghadir di bumi Hindia-Belanda sejak pertengahan abad ke-19 dan awal abadke-20, bayangan suasana perdesaan agraris terus menghantui studi-studitentang masyarakat modern Indonesia. Dengan menajamkan lensa padaperkembangan kota-kota kolonial di Hindia-Belanda awal abad ke-20,sesungguhnya kita mendapatkan gambaran ‘model politik baru’ yangberbeda dengan pengalaman gerakan-gerakan politik pada abad-abadsebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Benedict R.O’G. (2006). .Imagined Community. Reflections onthe Origin and the Spread of Nationalism. Verso, London.

______.(2002).“A Time of Darkness and a Time of Light: Transposition inEarly Indonesian Nationalist Thought”, dalam The Spectre ofComparisons. Nationalism, Southeast Asia and the World. Verso,London.

Basundoro, Purnawan. (2014). Merebut Ruang Kota. Aksi Rakyat MiskinKota Surabaya, 1900-1960an. Marjin Kiri, Jakarta.

Braudel, Fernand. (1988). The Structures of Everyday Life, The Limits of thePosible. Civilization and Capitalism in 15th – 18th Century. Vol. I.William Collins & Son, London.

______. On History. The University of Chicago Press, Chicago. 1980.

Page 14: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

210 | P e r k e m b a n g a n M u t a k h i r H i s t o r i o g r a f i I n d o n e s i a

Chatteerjee, Partha. (2004) Politics of the Governed. Reflections on PopularPolitics in Most of the World. Columbia University Press, New York.

Dick, Howard. (2003) Surabaya. City of Work. A Socioeconomic History,1900-2000. Singapore University Press, Singapore.

Djojopuspito, Suwarsih. (2000). Manusia Bebas. Penerbit Djambatan,Jakarta.

Frederick, William H. (1989)Pandangan dan Gejolak. Masyarakat Kota danLahirnya Revolusi Indonesia (Surabaya 1926 – 1946). Gramedia,Jakarta.

Kahin, George McTurnan. (2003). Nationalism and Revolution in Indonesia.Cornell Southeast Asia Program. Studies on Southast Asia No. 35.Ithaca (terbit pertama kali tahun 1952).

Inglesson, John. (2014). Workers, Unions and Politics: Indonesia in the1920s anda 1930s. Brill, Australia.

______. (2013). Perkotaan, Masalah Sosial dan Perburuhan di Jawa MasaKolonial. Komunitas Bambu, Jakarta.

______. (2007). Sutomo, the Indonesian Study Club and OrganisedLabour in Late Colonial Java. Journal of Southeast Asian Studies,Vol. 39 No. 1,

Judd, Dennis R. & Todd Swanstrom. (2012). City Politics. Pearson, NewYork.

Kidambi, Prashant. (2012). “Nationalism in the City in Colonial India:Bombay c. 1890-1940,” dalam Journal of Urban History, 38 (5), hal.950-967.

Legge, J.D. (1988). Intellectuals and Nationalism in Indonesia. A Study of theFollowing recruited by Sutan Sjahrir in Occupation Jakarta. CornellModern Indonesian Project. Monograph Series, Ithaca. 1988.

Mrazek, Rudolf. Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia. YayasanObor Indonesia, Jakarta. 1996.

______.(2006). Engineers of Happy Land. Perkembangan Teknologi danNasionalisme di Sebuah Koloni. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Ricklefs, M.C. (1993). A History of Modern Indonesia since c. 1300.Macmillan, London. 1993.

Page 15: M a s a l a h P e r k o t a a n 197 · PDF filekota’ yang sadar terhadap posisi diri di dalam ruang publik yang baru memasuki ... Fakultas Ilmu Budaya, ... lingkup kajian sosial,

M a s a l a h P e r k o t a a n | 211

Shiraishi, Takashi. (1990). An Age in Motion. Popular Radicalism in Java,1912-1926. Cornell University Press, Ithaca. 1990.

Smith, Anthony D. (2003). Nationalism and Modernism. A critical survey ofrecent theoris of nation and nationalism. Routledge, London.

______.(2008) The Cultural Foundation of Nations. Hierarchy, Covenant andRepublic. Blackwell Publishing, USA.

______.(2000) “Nationalism and the Historians”, dalam GopalBalakhrisnan (eds). Mapping the Nation. Verso, London.

Statistical Pocketbook of Indonesia 1941 (Batavia: Landsdrukkerij, 1941).

Tudor, A. “De stedelijke traditie in Nederlandsch-Indie”, Locale Belangen,15e Jargaang, 1 September 1928.

Van Niel, Robert. (1984). Munculnya Elit Modern Indonesia. Pustaka Jaya,Jakarta.

Vickers, Adrian. (2005). A History of Modern Indonesia. CambridgeUniversity, London.

Wertheim, W.F. & The Siauw Giap. (1962). “Social Change in Java, 1900-1930. Pacific Affairs, Vol. 35, No. 3. Hal. 223-247.