Luthfi. 2014. TANAH SWAPRAJA Sebagai Obyek Landreform

10
TANAH SWAPRAJA DAN BEKAS SWAPRAJA SEBAGAI OBYEK LANDREFORM Ahmad Nashih Luthfi

description

Materi Kuliah

Transcript of Luthfi. 2014. TANAH SWAPRAJA Sebagai Obyek Landreform

  • TANAH SWAPRAJA DAN BEKAS SWAPRAJA SEBAGAI OBYEK LANDREFORMAhmad Nashih Luthfi

  • PengertianDaerah swapraja adalah daerah-daerah kerajaan kecil yang diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri dan mengatur rumah tangganya sendiri yang dipimpin oleh seorang raja. Daerah swapraja merupakan sebutan bagi wilayah atau daerah yang diperintah oleh pemerintah Hindia Belanda secara tidak langsung. Secara de facto daerah swapraja diperintah sendiri oleh raja-raja orang Indonesia, namun secara de yure daerah swapraja berada di bawah kekuasaan Pemerintah Belanda (indirect rule), karena mereka harus mengakui kedaulatan Pemerintah Kerajaan Belanda dan bersumpah setia kepada Ratu Belanda. Raja-raja tersebut memiliki gelar yang berbeda-beda, misalnya Sultan, Sunan, Raja dan sebagainya.

  • Menjadi Swapraja bukanlah MerdekaKedudukan swapraja didasarkan pada kontrak politik, baik yang berupa kontrak panjang (lange contract) maupun pernyataan pendek (korte verklaring). Kedua kontrak bernilai sama, yaitu suatu ketetapan pemerintah Belanda yang harus diterima oleh swapraja yang bersangkutan. Perjanjian dengan Kesultanan Yogyakarta melalui lange contract dan Kadipaten Pakualaman melalui korte verklaring.Dengan menjadi daerah swapraja maka statuta atau sumber hukum yang berlaku di swapraja itu secara hierarkis ada lah: pertama, apa yang tersurat dalam kontrak politik dengan pemerintah Belanda; kedua, hukum adat ketatanegaraan dan tertulis dari daerah swapraja itu sendiri; ketiga, dan ketentuan umum yang terda pat dalam hukum antar-negara (volkenrecht) seperti pemba jakan di laut bebas dan lain-lain.Dengan demikian, dilihat dari ketatanegaraan, keberadaan kontrak politik itu dan hierarki statuta yang ada, maka menjadi swapraja artinya tidaklah merdeka sebab menjadi bagian dari pemerintah Hindia Belanda.

  • Swapraja bukan AdatDidalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18a ayat 1: 'Dalam teritori negara Indonesia terdapat 250 'Zelfbesturende landschappen' dan 'Volkgemeenschapen' seperti desa di Jawa dan Bali, negeri Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah- daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut'. di atas adalah pengakuan terhadap adat/kemasyarakatan (hukum) adat, bukan kerajaan yang justru kemudian dijadikan swapraja dan dihapuskan hak atas tanahnya menjadi TOL.

  • Mengapa Perlu Swapraja?Belanda tidak cukup mempunyai alat-alat untuk menjalankan pemerintahan langsung di seluruh nusantara, baik tenaga kerja maupun biaya.Belanda tidak mempunyai maksud untuk memakmurkan rakyat di negeri jajahan, politik negara kemakmuran sebagai pengganti politik negara fiskal semata-mata untuk memakmurkan Belanda.Belanda beranggapan bahwa rakyat akan lebih mudah dikontrol, diperintah, dan dijajah oleh kepala-kepala pemerintahannya sendiri (para raja).Para raja dipandang sebagai pribadi politik yang perlu dipertahankan untuk menjaga kepuasan rakyat dan supaya rakyat tidak merasa dijajah oleh Belanda.(Menurut Usep Ranawidjaja 1955. Swapradja, Sekarang dan di hari Kemudian )

  • Tanah KerajaanUntuk keberlanjutan keberadaan kerajaan, pihak Belanda mempertahankan sistem pertanahan yang ada. tanah-tanah dimiliki oleh kerajaan, rakyat hanya sekadar memakainya. Untuk tanah-tanah yang dikuasai dan dipergunakan oleh rakyat, pihak kerajaan memberikan semacam surat bukti hak. Surat bukti hak yang diberikan, antara kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain berbeda-beda, misal kekancingan (Vorstenlanden).

  • Filosofi Hapusnya Tanah SwaprajaMengingat keberadaan swapraja adalah bentukan politik Hindia Belanda, maka ketika Indonesia merdeka, sistem ketatanegaraan dan pertanahan yang ada di dalamnya juga dimerdekakan dan keberadaannya diintegrasikan secara penuh kedalam bingkai NKRI. Swapraja -swapraja dijadikan karesidenan sebagaimana lainnya.

  • Hapusnya Tanah SwaprajaDari ketentuan Diktum Keempat UUPA Huruf A dan B jelaslah bahwa hak-hak dan wewenang atas bumi dan air dari swapraja atau bekas swapraja hapus dan beralih kepada Negara. "Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada, pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara." Hak menguasai negara yang mengatur mengenai tanah-tanah swapraja: diperlukan Peraturan Pemerintah seperti yang tercantum dalam Diktum Keempat UUPA Huruf B. Akan tetapi sampai saat ini Peraturan Pemerintah yang dimaksud belum ada, sehingga menyebabkan penanganan mengenai tanah-tanah eks swapraja menjadi bervariasi pada masing-masing daerah. Misal, di Yogyakarta, tanah kerajaan tidak dianggap sebagai tanah swapraja sebab keberadaan Yogyakarta dijadikan Daerah Istimewa.Dengan keluarnya UU No. 22/1948, dimungkinkan daerah swapraja dijadikan daerah istimewa. MakaYogyakarta dijadikan Daerah Istimewa berdasarkan UU No.3 Tahun1950. hal ini dapat dibenarkan sampai Yogyakarta menjalankan UUPA 1960 pada tahun 1984, sehingga semestinya tanah-tanah kerajaan tersebut diatur oleh UUPA, artinya menjadi tanah swapraja yang hapus kemudian beralih menjadi tanah negara.

  • Pengambilalihan tanah-tanah SwaprajaPengambilalihan tanah-tanah swapraja ditempuh melalui 2 (dua) cara, yaitu :tanah-tanah yang terkena ketentuan sebagai tanah swapraja sebagaimana diatur dalam Diktum keempat huruf A UUPAtanah-tanah yang terkena ketentuan larangan pemilikan tanah pertanian yang melampaui batas maksimum batas maksimum sebagaimana diatur dalam UU No. 56 Prp Tahun 1960: ditetapkan tanah swapraja dan bekas swapraja sebagai obyek landreform. petani yang semula hanya dapat mengakses tanah dalam bentuk anggaduh atau sejenisnya, dapat mempunyai hak milik.

    Di samping tanah-tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee, tanah swapraja dan ex-swapraja juga diambil oleh pemerintah untuk kemudian dibagi-bagikan kepada rakyat yang membutuhkan dan kepada bekas pemilik tanah tersebut diberikan ganti rugi.

  • Contoh Kasus (Tugas Review)Yogyakarta: Ahmad Nashih Luthfi, dkk. Keistimewaan Yogyakarta: Yang Diingat dan Yang Dilupakan, Ombak: 2014Surakarta: Julianto Ibrahim, Kraton Surakarta dan Gerakan Anti Swapraja, Malioboro Press, 2008Sumatera Timur: Anthony Reid, Perjuangan rakyat, Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera. Pustaka Sinar Harapan, 1987; Sumatera Timur: Karl Pelzer, Sengketa Agraria: Penguasaha Perkebunan Melawan Petani, Sinar Harapan: 1982). Cirebon: Jan Breman, Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja: Jawa di Masa Kolonial)

    (Silahkan cari di Perpustakaan STPN, Perpustakaan UPT UGM [Jakal], Perpustakaan Pusat Studi Pedesaan UGM [Boulevard], Perpustakaan ST. Ignatius [Kotabaru])