LUPA, KEJENUHAN, TRANSFER DALAM BELAJAR DAN KESULITAN DALAM BELAJAR

34
LUPA, KEJENUHAN, TRANSFER DALAM BELAJAR DAN KESULITAN DALAM BELAJAR (Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Pendidikan) Dosen Pengampu: Desmaliza, M.Ed, M.Si DISUSUN OLEH: ROYYA MAFTUHA 11140162000047 JANNAH ARIJAH 11140162000061 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

description

tugas psikologi pendidikan

Transcript of LUPA, KEJENUHAN, TRANSFER DALAM BELAJAR DAN KESULITAN DALAM BELAJAR

LUPA, KEJENUHAN, TRANSFER DALAM BELAJAR

DAN KESULITAN DALAM BELAJAR

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Pendidikan)

Dosen Pengampu: Desmaliza, M.Ed, M.Si

DISUSUN OLEH:

ROYYA MAFTUHA 11140162000047

JANNAH ARIJAH 11140162000061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang

telah memberikan banyak sekali nikmat sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ini, sholawat serta salam tak lupa kami jungjungkan kepada nabi besar

kami, nabi Muhammad Saw. semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di

yaumil qiyamah, aamiin.

Sehubungan dengan ini, kami mahasiswi program studi pendidikan kimia

di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah menyelesaikan

makalah kami sebagai tugas mata kuliah “Psikologi Pendidikan” yang di berikan

kepada kami agar kami dapat lebih memahami masalah-masalah yang timbul

dalam proses pembelajaran di kelas dan cara penyelesaiannya. Dalam penyusunan

makalah ini kami menuliskan masalah lupa, kejenuhan, transfer belajar dan

kesulitan dalam belajar serta pemecahannya.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih jauh dari kata

sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati kami mohon kiranya para

pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang membangun sebagai motivasi

kami untuk lebih baik di kedepannya. Diiringi dengan ucapan terimakasih yang

sedalam-dalamnya.

Akhirnya kami mohon kepada Allah SWT. Semoga penyusunan makalah

ini sebagai amal sholeh yang bermanfaat dan sebagai pelatihan kami agar kami

mampu bersaing di era globalisasi yang akan kami hadapi, aamiin yaa robbal

‘alamin.

Jakarta, 07 Maret 2015

Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II 3

PEMBAHASAN 1 3

2.1 Lupa 3

2.2 Faktor-faktor Penyebab Lupa 3

2.3 Kiat Mengurangi Lupa 6

2.4 Kejenuhan Belajar 8

2.5 Faktor Penyebab dan Cara Mengatasi Kejenuhan Belajar 8

2.6 Transfer dalam Belajar 9

2.7 Ragam Transfer Belajar 9

PEMBAHASAN 2 11

2.1 Kesulitan Belajar 11

2.2 Penyebab Kesulitan Belajar dan Usaha-Usaha Pemecahannya 12

BAB III 16

PENUTUP 16

3.1 Kesimpulan 16

3.2 Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan,

perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Belajar

merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis

dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajar sesungguhnya tidak

akan pernah ada pendidikan. Berhasil atau gagalnya tujuan pendidikan amat

tergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami siswa dan

pendidik baik ketika para siswa itu di sekolah maupun di lingkungan

keluarganya sendiri.

Di lingkungan sekolah keberhasilan sangat di tentukan oleh guru, sebab

guru adalah pemimpin, fasilitator dan sekaligus sebagai pusat inisiatif

pembelajaran. Oleh karenanya guru harus senantiasa mengembangkan

kemampuan diri agar materi pembelajaran yang disampaikan oleh peserta

didiknya mampu tersampaikan dengan baik.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa proses pendidikan sangat tergantung

pada proses belajar dan mengajar yang berlangsung pada pendidik dan

peserta didik. Dalam proses pembelajaran tentu banyak sekali kendala yang

dialami oleh peserta didik yang menjadi masalah penting dalam penyampaian

atau transfer materi pembelajaran oleh pendidik, seperti lupa, kejenuhan dan

kesulitan dalam belajar yang dialami sebagian besar peserta didik sehingga

proses pembelajaran tidak berlangsung dengan baik.

Kesulitan yang dialami peserta didik memiliki faktor- faktor yang

mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar siswa

sangat bervariasi, mulai dari faktor internal hingga faktor eksternal. Perlu

adanya upaya untuk memecahkan masalah kesulitan belajar pada siswa.

Untuk itu para pendidik perlu mengetahui dan memahami upaya-upaya yang

dapat ia lakukan untuk memecahkan masalah kesulitan belajar.

Lupa dan kejenuhan yang dialami para peserta didik menjadi salah satu

kendala yang paling sering ditemukan pada proses belajar dan mengajar.

1

Lupa akan materi yang disampaikan sudah tidak asing lagi bagi peserta didik.

Walaupun lupa sudah menjadi tabiat manusia, perlu adanya upaya untuk

menguranginya. Seperti lupa, kejenuhan siswa dalam belajar pun menjadi

masalah yang tak terlepaskan pendidik dalam mendidik. Kejenuhan siswa

dalam belajar menjadi penghalang dalam proses transfer ilmu pada siswa.

Sebagai calon pendidik kita harus mengetahui dan memahami kendala-

kendala yang dapat menghambat proses tranfer belajar siswa dan cara

memecahkannya. Untuk itu dalam makalah ini penyususun akan mengulas

dan menjelaskan serta memberikan arahan dalam memecahkan masalah-

masalah yang dituliskan sebelumnya, agar proses belajar dan mengajar

berjalan dengan semestinya.

1.2 Rumusan Masalah

a. Kapankah terjadinya lupa dan bagaimanakah cara menguranginya?

b. Bagaimana cara untuk mengatasi kejenuhan dalam belajar?

c. Apakah yang dimaksud dengan transfer belajar dan faktor apakah yang

berperan di dalamnya?

d. Apakah yang dimaksud dengan kesulitan belajar dan apakah

penyebabnya?

e. Bagaimana usaha-usaha untuk memecahkan dan mengatasi kesulitan

belajar?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui cara mengurangi lupa dalam belajar.

b. Untuk memahami cara mengurangi kejenuhan dalam belajar.

c. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan transfer belajar.

d. Untuk memahami faktor yang berperan dalam proses transfer belajar.

e. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesulitan belajar dan

penyebabnya.

f. Untuk mengetahui usaha-usaha untuk memecahkan dan mengatasi

kesulitan belajar.

2

BAB II

PEMBAHASAN 1

Lupa, jenuh dan transfer dalam belajar

2.1 Lupa

Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau

memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Secara

sederhana, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai

ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari

atau dialami. Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya item

informasi dan pengetahuan dari akal.1

Soal mengingat dan lupa biasanya juga ditunjukkan dengan satu

pengertian saja, yaitu retensi, karena memang sebenarnya kedua hal tersebut

hanyalah memandang hal yang satu dan sama dari segi berlainan. Hal yang

diingat adalah hal yang tidak dilupakan, dan hal yang dilupakan adalah hal

yang tidak diingat.2

2.2 Faktor-faktor Penyebab Lupa

Pertama, lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item

informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Dalam interfence

theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua

macam, yaitu: 1)  proactive interference; 2) retroactive interference (Reber,

1988; Best, 1989; Anderson, 1990)

Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktif apabila materi

pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya

mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila

siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan

materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek.

1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) hal 155-156

2 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2004) hal 47

3

Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat atau

diproduksi kembali.

Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktif apabila

materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap kembali

materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal

permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pejaran lama kan sangat sulit

diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan

materi pelajaran lama tersebut.3

Ada dua cara untuk membantu mengurangi hambatan retroaktif bagi

siswa. Yang pertama adalah dengan tidak mengajarkan konsep yang mirip dan

membingungkan terlalu dekat dari segi waktu. Kedua adalah menggunakan

metode yang berbeda untuk mengajarkan konsep yang mirip. Cara lain untuk

mengurangi hambatan retroaktif ialah menggunakan metode yang berbeda

untuk mengajarkan konsep-konsep yang mirip atau mengubah aspek

pengajaran lain untuk masing-masing konsep. Misalnya, dalam ilmu

pengetahuan sosial, guru dapat mengajarkan bahasa spanyol dengan

menggunakan ceramah atau film. Hal ini akan membantu siswa menghindari

untuk mencampur adukkan informasi tentang satu negara dengan informasi

tentang Negara-negara lain.4

Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan

terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi

karena adanya kemungkinan.

a) Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan

sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia

dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.

b) Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item

informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.

3 Muhibbin Syah, Loc cit4 Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik (Jakarta: PT Indeks, 2008) hal238-239

4

c) Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu

tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah

digunakan.

Itulah pendapat yang didasarkan para repression theory yakni teori

represi/ penekanan (Reber, 1988). Namun, perlu ditambahkan bahwa istilah

“alam ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di atas,

merupakan gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang banyak

mendapat tantanganm baik dari kawan maupun lawannya itu.

Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi

lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson,

1990). Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah

atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka

kemungkinan ia akan lupa menybut nama hewan-hewan tadi ketika

melihatnya di kebun binatang.

Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa

terhadap proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu

hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena

ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah

terlupakan.

Kelima, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat

terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan

atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang

diperlakukan demikian denga sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar

atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.

Keenam, lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak.

Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan

alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan item-item informasi yang ada

dalam memori permanennya.

Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling

penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi

5

gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan

eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu saja semua orang maklum.

Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru

yang menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item

informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item

yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem memori

siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali. Kerusakan item

informasi tersebut mungkin disebabkan karena tenggang waktu (delay) antara

waktu diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean dan

transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut (Best, 1989;

Anderson, 1990).

2.3 Kiat Mengurangi Lupa

Kiat terbaik untu mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya

ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam

menngkatkan daya ingatnya, antara lain menurut Barlow (1985), Reber (1988),

dan Anderson (1990), adalah sebagai berikut.

1. Over learning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas

penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Over learning terjadi

apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan

pembelajaran atas respon tersebut dengan cara di luar kebiasaan.

2. Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan

alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi aktivitas belajar.

Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa menambah

jam belajar.

3. Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut mne-

monic itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk

memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa. Muslihat

mnemonic ini banyak ragamnya, tetapi yang menonjol adalah sebagaimana

terurai di bawah ini.

a. Rima (Rhyme), yakni sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya

terdiri atas kata dan istilah yang harus di ingat siswa. Sajak ini akan

6

lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga dapat

dinyanyikan.

b. Singkatan, yakni terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang

harus diingat siswa. Pembuatan singkatan-singkatan seyogyanya

dilakukan sedemikian rupa sehingga menarik dan memiliki kesan

tersendiri.

c. System kata pasak (peg word system), yakni sejenis teknik mnemonic

yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah

dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori baru. Kata komponen

pasak ini dibentuk berpasangan seperti merah-saga, panas-api. Kata-

kata ini berguna untuk mengingat kata dan istilah yang memiliki watak

yang sama seperti; warna, rasa dan seterusnya.

d. Metode Losai (Method of Loci), yaitu kiat mnemonic yang

menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana

penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa. Kata

“Loci” sendiri adalah jamak dari kata “Locus” yang artinya tempat.

Dalam hal ini, nama-nama kota, jalan, gedung terkenal dapat dipakai

untuk menempatkan kata dan istilah yang kurang lebih relevan dalam

arti memiliki kemiripan cirri dan keadaan.

4. Pengelompokan (clustering) ialah menata ulang item-item materi menjadi

kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa

item-item tersebut memiliki signifikasi dan lafal yang sama atau sangat

mirip.

5. Dalam latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan dengan alokasi

waktu yang pendek dan dipisah-pisahkan di antara waktu-waktu istirahat.

Upaya demikian dilakukan untuk menghindari cramming, yakni belajar

banyak materi secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat.

6. Letak bersambung. Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak

bersambung (the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar

kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang diawali dan di akhiri

dengan kata-kata yang harus diingat. Kata-kata tersebut sebaiknya ditulis

7

dengan menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak sangat

berbeda dari kata-kata yang lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan

demikian, kata yang ditulis pada awal dan akhir tersebut memberi kesan

tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam subsistem akal permanen

siswa.5

2.4 Kejenuhan Belajar

Secara harfiah, arti kejenuhan ialah padat atau penuh sehingga tidak

mampu lagi memuat apapun. Selain itu, jenuh juga dapat berarti jemu atau

bosan.

Dalam belajar, disamping siswa sering mengalami kelupaan, ia juga

terkadang mengalami peristiwa negatif lainnya yang disebut jenuh belajar yang

dalam bahasa psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau (baca:

pletou) saja.

Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh sistem akalnya tak

dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memproses item-item

informasi atau pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya seakan-akan

“jalan di tempat”.

Kejenuhan belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan

motivasi dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum

sampai pada tingkat keterampilan berikutnya.6

2.5 Faktor Penyebab dan Cara Mengatasi Kejenuhan Belajar

Menurut Cross (1974) dalam bukunya The Psichology of Learning,

keletihan siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yakni:

1) keletihan indera siswa;

2) keletihan fisik siswa; dan

3) keletihan mental siswa.

Keletihan fisik dan keletihan indera – dalam hal ini mata dan telinga –

pada umumnya dapat dikurangi atau dihilangkan lebih mudah setelah siswa

5 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) hal 157-161

6 Ibid, hlm 162

8

beristirahat cukup – terutama tidur nyenyak, dan mengkonsumsi makanan dan

minuman yang cukup bergizi. Sebaliknya, keletihan mental tak dapat diatasi

dengan cara yang sesederhana cara mengatasi keletihan-keletihan lainnya.

Itulah sebabnya, keletihan mental dipandang sebagai faktor utama penyebab

munculnya kejenuhan belajar.

Selanjutnya, kiat-kiat untuk mengatasi keletihan mental yang

menyebabkan munculnya kejenuhan belajar itu, antara lain sebagai berikut.

1. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang

bergizi dengan takaran yang cukup banyak.

2. Pengubahan atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang

dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat.

3. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi

pengubahan posisi meja tulis, lemari, rak buku,dan sebagainya sampai

memungkinkan siswa merasa berada di sebuah kamar yang baru yang lebih

menyenangkan untuk belajar.

4. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk

belajar lebih giat daripada sebelumnya.

5. Siswa harus berbuat nyata dengan cara mencoba belajar dan belajar lagi.

2.6 Transfer dalam Belajar

Pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai hasil belajar pada masa

lalu seringkali mempengaruhi proses belajar yang sedang dialaminya

sekarang. Inilah yang disebut transfer dalam belajar.

Transfer dalam belajar yang lazim disebut transfer belajar (Transfer of

Learning) itu mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari

situasi ke situasi lainnya (Reber 1988). 7

2.7 Ragam Transfer Belajar

Peristiwa pemindahan pengaruh (transfer) sebagaimana telah tersebut

pada umumnya hasil selalu membawa dampak baik positif maupun negatif

terhadap aktivitas dan hasil pembelajaran materi pelajaran atau keterampilan

7 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001) hlm 163-164

9

lain. Sehingga, transfer dapat dibagi dua kategori, yakni transfer positif dan

transfer negatif.

Menurut Theory of Identical Element yang dikembangkan oleh

Thorndike, tansfer positif biasanya terjadi bila ada kesamaan elemen antara

materi yang lama dengan materi yang baru, contoh: seorang siswa yang telah

menguasai matematika akan mudah mempelajari statistika.

Sebaliknya, orang yang sudah terbiasa mengetik dengan menggunakan

dua jari, kalau belajar mengetik dengan sepuluh jari akan lebih banyak

mengalami kesukaran daripada orang yang baru belajar mengetik.

Pengalaman kesukaran inilah yang disebut transfer negatif. Artinya,

keterampilan yang sebelumnya sudah dimiliki menjadi penghambat belajar

keterampilan lainnya.

Menurut Gagne, seorang education psychologist yang masyhur,

transfer dalam belajar digolongkan ke dalam empat kategori.

1. Transfer positif dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila guru

membantu untuk belajar dalam situasi tertentu yang mempermudah

siswa tersebut belajar dalam situasi-situasi lainnya.

2. Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam

situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak terhadap

keterampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi lainnya.

3. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seoran siswa

apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu

siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan/keerampilan yang lebih

tinggi atau rumit.

4. Transfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa

apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk

mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang

lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu

hasil belajar siswa tersebut.

10

PEMBAHASAN 2

Kesulitan Belajar

2.1 Kesulitan Belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar banyak sekali ditemukan kendala-kendala

yang dapat menghambat proses transfer belajar siswa. Kendala-kendala yang

ditimbulkan ini yang dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar peserta

didik. Dalam kegiatan pembelajaran, para pendidik dihadapkan oleh sejumlah

karakteristik peserta didik yang beraneka ragam. Ada peserta didik yang

dapat menjalani kegiatan belajar mengajar dengan lancar tanpa mengalami

kendala-kendala yang menyulitkannya, namun tak sedikit dari mereka yang

menemukan berbagai hambatan yang dapat menjadi penyebab mereka sulit

dalam menerima materi belajar yang disampaikan pendidik, sehingga prestasi

yang dicapai di bawah dari yang semestinya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya:

a) Learning disorder atau belajar yang tidak teratur adalah keadaan dimana

proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang

bertentangan. Pada dasarnya yang mengalami kekacauan belajar potensi

dasarnya tidak dirugikan akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat

oleh adanya respon-respon yang bertentangan sehingga hasil belajar

yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh:

siswa yang sudah biasa olah raga keras seperti karate, tinju dan

sejenisnya mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari

yang menuntut gerakan lemah gemulai.

b) Learning disfunction atau belajar yang tidak berfungsi gejala dimana

proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meski

sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas

mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh:

seseorang yang memiliki postur tubuh yang atletis dan sangat cocok atlet

bola volley, namun ia tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka ia

tidak dapat mengusai permainan volley dengan baik.

11

c) Under achiver mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat

potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi

belajarnya tergolong rendah. Contoh: siswa yang telah di tes

kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat

unggul (IQ = 130-140) namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau

malah sangat rendah.

d) Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses

belajar, sehingga ia membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan

sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang

sama.

e) Learning disabilites atau ketidakmampuan belajat mengacu pada gejala

dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga

hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.8

2.2 Penyebab Kesulitan Belajar dan Usaha-Usaha Pemecahannya

2.2.1 Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab kesulitan atau

kegagalan belajar siswa menurut W.H Burton adalah meliputi faktor

internal dan faktor eksernal

Faktor internal meliputi : faktor yang bersumber dari diri siswa itu

sendiri. Seperti: kondisi jasmani dan kesehatan, bakat, kepribadian,

emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya.

Faktor eksternal : faktor yang bersumber dari lingkungan rumah,

lingkungan sekolah termasuk di dalamnya termasuk guru dan

lingkungan sosial dan sejenisnya.

Kecemasan pada diri siswa menjadi salah satu penyebab kesulitan

belajar siswa. Kecemasaan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk

kecemasan realistik, neouritik atau kecemasan moral. Kecemasan siswa

bisa menjadi faktor internal dan juga faktor eksternal penyebab kesulitan

belajar siswa. Seperti faktor yang menyebabkan kecemasan pada diri

8 Yudhawati, Ratna dan Dany Haryanto. Teori-teori dasar psikologi pendidikan. Jakarta : PT. Prestasi Pustakarya.2011. Hlm :143

12

siswa, target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang

tidak kondusif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem

penilaian ketat dan kurang adil. Begitu juga sikap dan prilaku guru atau

yang sekitar yang kurang bersahabat, galak judes dan kurang kompeten

merupakan sumber dari faktor guru. Penerapan disiplin sekolah yang

ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah yang kurang

nyaman, serta sarana dan prasaranan belajar yang sangat terbatas juga

menjadi faktor-faktor pemicu terbentuknya kecemasan pada siswa.

2.2.2 Usaha-Usaha Pemecahan Kesulitan Belajar

a. Bimbingan Belajar

Secara umum prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui

langkah-langkah berikut:

1. Identifikasi kasus

Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang

diduga memerlukan layanan bimbingan belaja. Robinson dalam Abin

Syamyuddin (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat

dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga membutuhkan layanan

bimbingan belajar, yakni:

Melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara

bergiliran.

Menciptakan hubungan yang baik dan penuh keakraban sehingga

siswa merasa nyaman bersama guru mereka.

Menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa

akan masalah yang dihadapinya.

Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa.

Melakukan analisis sosismetris.

2. Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik

kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa.

3. Diagnosis

13

Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab

atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Faktor-faktor

yang melatarbelakangi kesulitan belajar siswa dapat dilihat dari segi

input, proses maupun ouput belajarnya.

4. Prognosis

Langkah ini memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih

mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif

pemecahannya.

5. Alih tangan kasus

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan

dengan sistem pembelajaran dan masih berada dalam kesanggupan dan

kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan

bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu

sendiri.

6. Evaluasi dan Follow Up

Evaluasi dan tindak lanjut untuk melihat seberapa pengaruh tindakan

bantuan yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang

dihadapi siswa.

b. Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah

Kecemasan merupkan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan

dengan adanya rasa terancamoleh sesuatu, biasanya dengan objek

ancaman yang tidak begitu jelas.

Freud (Calvin S. Hall, 1993) membagi kecemasan ke alam tiga tipe:

Kecemasan realistik yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-

bahaya nyata yang ada di dunia luar atau lingkungannya.

Kecemasan neourotik yaitu ketakutan akan hukuman yang akan

menimpanya jika sesuatu insting dilepaskan. Biasanya kecemasan

neourotik berkembang berdasarkan penglaman yang diperolehnya pada

masa kanak-kanak.

14

Kecemasan moral yaitu rasa takit terhadap suara hati seperti

kecemasan neourotik, kecemasan moral juga berkembang berdasarkan

pengalaman yang dialaminya ketika ia masih anak-kanak.

Selanjutnya, dikemukakan bahwa kecemasan yang tidak dapat

ditanggulangi dengan tindakan-tindakan efektif disebut tauromatik,

yang akan membuat seseorang tidak berdaya dan serba kekanak-

kanakan.

Perlu adanya upaya untuk-upaya tertentu untuk mencegah dan

mengurangi kecemasan siswa di sekolah, diantaranya dapat dilakukan

melalui:

Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan

Selama kegiatan berlangsung guru seyogyanya dapat

mengembangkan “sense of humor” dirinya maupun para siswanya.

Melakukan kegiatan selingan berbagai atraksi “game” tertentu,

terutama dilakukan pada saat suasana kelas sedang tidak kondusif.

Sewaktu-waktu ajaklah siswa untuk melakukan kegiatan

pembelajaran di luar kelas.

Memberikan materi dan tugas-tugas akademik dengan tingkat

kesulitan yang moderat.

Menggunakan pendekatan humanistik dalam pengelolaan kelas.

Mengembangkan sistem penilaian yang menyenangkan, dengan

memberikan kesempatan pada siswa untuk memberikan penilaian

sendiri atas tugas yang telah dilakukannya.

Di hadapan siswa, guru sebagai pemegang otoritas yang dapat

memberi hukuman. Untuk itu seyogyanya berupaya untuk

menanamkan kesan positif pada siswa.

15

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Belajar merupakan kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan,

perilaku dan keterampilan dengan cara mengelola bahan belajar. Belajar juga

merupakan salah satu terwujudnya pendidikan..

Di lingkungan sekolah keberhasilan proses belajar mengajar amat

tergantung pada guru. Karena guru merupakan pemimpin, fasilitator dan

sekaligus sebagai pusat inisiatif pembelajaran. Dalam kegiatan belajar

mengajar tentu akan ditemui banyak kendala. Seperti para siswa sering kali

mengalami lupa dengan materi yang telah diajarkan, meskipun lupa adalah

sifat yang manusiawi sekedar usaha untuk mengurangi proses terjadinya lupa

yang dialami para siswa dapat dilakukan berbagai kiat-kiat.

Tak hanya lupa dalam proses belajar mengajar salah satu kendala yang

dialami siswa adalah kejenuhan. Kejenuhan ini terjadi jika para siswa

kehilangan motivasi dan kehilangan konsolidasi salah satu tingkat

keterampilan tertentu sebelum siswa tersebut sampai pada tingkat

keterampilan berikutnya.

Hal-hal yang telah tersebut sebelumnya menjadi perhatian bagi sebagian

besar pendidik. Banyak para pendidik yang mengeluhkan hal tersebut ketika

sedang menstranfer ilmu mereka kepada peserta didik mereka.

3.2 Saran

Sebagai seorang calom pendidik sudah seyogyanya mengetahui dan

memahami masalah-masalah yang timbul ketika sedang mendidik agar para

calon pendidik dapat mengatasi masalah tersebut dengan mandiri. Pentingnya

mempelajari psikologi pendidikan agar para pendidik mampu menstranfer

ilmu mereka kepada para peserta didik dengan baik sehingga proses belajar

mengajar dapat berjalan dengan semestinya. Karena guru adalah pemandu

jalan menuju masa depan.

16

DAFTAR PUSTAKA

Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT

Indeks

Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press

Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya

Yudhawati, Ratna dan Dany Haryanto. 2011. Teori-teori dasar psikologi

pendidikan. Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya

17