LTA Rifka

download LTA Rifka

of 44

Transcript of LTA Rifka

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    1/44

    PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)

    ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN

    DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY

    PEKANBARU

    Laporan Tugas Akhir

    OLEH:

    RIFKA ULYA

    NBP.1201373033

    PROGRAM STUDI PETERNAKAN

    JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

    POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH

    PAYAKUMBUH

    2015

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    2/44

    PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)

    ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN

    DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY

    PEKANBARU

    Laporan Tugas Akhir

    OLEH:

    RIFKA ULYA

    NBP.1201373033

    PROGRAM STUDI PETERNAKAN

    JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

    POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH

    PAYAKUMBUH

    2015

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    3/44

    Laporan Tugas Akhir

    PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN

    DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY

    PEKANBARU

    Disusun oleh:

    RIFKA ULYA

    NBP.1201373033

    Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md)

    PROGRAM STUDI PETERNAKAN

    JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

    POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH

    PAYAKUMBUH

    2015

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    4/44

    Laporan Tugas Akhir

    PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN

    DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY

    PEKANBARU

    Disusun oleh:

    RIFKA ULYA

    NBP.1201373033

    Menyetujui :

    Mengetahui,

    Direktur Politeknik Pertanian

    Negeri Payakumbuh

    Ir. Gusmalini, M.Si

    NIP. 195711101987032001

    Ketua Jurusan

    Budidaya Tanaman Pangan

    Ir. Setya Dharma, M.Si

    NIP. 196010061987031003

    Dosen Pembimbing

    Nilawati, S.Pt, MP

    NIP. 197007071995122001

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    5/44

    Laporan Tugas Akhir

    PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN

    DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY

    PEKANBARU

    Disusun oleh:

    RIFKA ULYA

    NBP.1201373033

    Telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji

    Laporan Tugas Akhir Program Studi Peternakan

    Jurusan Budidaya Tanaman Pangan

    Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

    Pada tanggal 29 Juni 2015

    TIM PENGUJI

    No Nama Jabatan TandaTangan

    1 Drh. Prima Silvia Noor, M.Si Ketua

    2 Ir. Nelzi Fati, MP Anggota

    3 Nilawati, S.Pt, MP Anggota

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    6/44

    PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER)

    ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN

    DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY

    PEKANBARUOleh: Rifka Ulya

    Dibimbing oleh

    Nilawati, S.Pt, MP

    Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

    RINGKASAN

    Unggas ras petelur penghasil telur konsumsi merupakan wadah untukmenghasilkan telur konsumsi yang digemari masyarakat. Peternak lebih

    cenderung memelihara ayam ras petelur dalam jumlah yang besar, karena ini

    merupakan investasi yang sangat menguntungkan pada saat sekarang ini. Oleh

    sebab itu, permintaan akan bibit ayam ras petelur yang berkualitas dan

    berkuantitas sangat tinggi.

    PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekan Baru merupakan salah

    satu perusahaan penetasan yang memproduksi DOC layer. Sedangkan, HE untuk

    menghasilkan DOC tersebut berasal dari farm 1 Medan yang menghasilkan 2

    strain yaitu Isa Browndan Lohmandan menghasilkan 3 gradeyang sama yaitu

    A1, A2 dan A3 dengan berat masing-masing yaitu 50-53,9 gram, 54- 59,9 gram

    dan 60 gram ke atas. Perusahaan Hatchery ini tidak mengetahui dari strain dangrade mana yang menghasilkan DOC betina dan jantan yang paling banyak.

    Sedangkan yang diharapkan adalah DOC betina lebih banyak dari jantan.

    Metode yang digunakan adalah dengan melihat perbandingan persentase

    produksi DOC jantan dan betina pada saat pullchick. Adapun yang dibandingkan

    adalah DOC dari Strain Isa Brown dan Lohman, dengan masing-masing strain

    mempunyai grade yang sama yaitu A1 A2 dan A3. Masing-masing strain

    mendapatkan perlakuan yang sama. Adapun dan yang diambil dari saat sebelum

    transfer dan saat setelahtransferatau pada saatpullchick.

    Dari saat sebelum transferHE (Hatching Egg) yang paling banyak infertil

    yaitu Lohman A1 12,56%, explode terbanyak yaitu Lohman A1 0,45%, loss

    terbanyak yaitu Lohman A2 0,22%, Sedangkan dari saat setelah transferDISterbanyak yaitu Lohman A2 8,44%, dan yang terbanyak ditetaskan yaitu Isa

    Brown A1 88,83%, yang terbanyak culling yaitu Lohman A1 2,39%, paling

    banyak betina yaitu Isa Brown A1 49,31%, paling banyak jantan yaitu Lohman

    A1 49,18%.

    Ternyata dari saat sebelum transfer data HE yang infertil, explode, loss,

    DIS sampai saat ditetaskan di mesin hatcher, strain Isa Brown dari grade A1

    dengan berat telur berkisar antara 50-53,9 gram paling baik. Kemudian, dari saat

    setelah transferatau saatpullchickyang paling banyak menghasilkan DOC betina

    juga dari strain Isa Brown grade A1. Sedangkan yang terbanyak jantan adalah

    strain Lohman gradeA1 49,18%.

    Kata kunci: telur tetas, Isa Brown, Lohman, DOC jantan dan betina.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    7/44

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang

    telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    dan menyusun Laporan Tugas Akhir (LTA) dengan judul Perbandingan Hasil

    Penetasan (Doc Layer) Antara Strain Isa Brown Dan Lohman di PT. Charoen

    Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekanbaruini dengan baik. Penyusunan laporan

    tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan pendidikan

    diploma III di Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri

    Payakumbuh.

    Laporan ini dapat diselesaikan berkat adanya bimbingan, bantuan sertadoa, untuk itu diucapkan terima kasih kepada:

    1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan berupa moril

    maupun materil.

    2. Ibu Ir. Gusmalini, M.Si, selaku Direktur Politani Pertanian Negeri

    Payakumbuh.

    3. Bapak Ir. Setya Dharma, M.Si, selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman

    Pangang Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.

    4. Ibu Muthia Dewi, S.Pt, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Peternakan.

    5. Ibu Nilawati, S.Pt, MP, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

    6. Ibu dan Bapak Dosen yang telah memberi ilmu pengetahuan dalam

    penyusunan laporan ini.

    7.

    Bapak Rosetya Agung Nugroho selaku Menejer di PT. Charoen Pokphand

    Hatchery Pekan Baru.

    8.

    Bapak Isminardi selaku Supervisor Holding, Bapak Agustinus Indra selaku

    Supervisor Setter dan Hatcher dan Bapak Aidil Maarif selaku Supervisor

    Pullchick beserta semua karyawan, karyawati PT. Charoen Pokphand

    Hatchery Pekan Baru.

    9. Semua pihak yang telah terlibat dan ikut serta dalam membantu penyusunan

    Laporan Tugas Akhir ini.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    8/44

    Disadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab

    itu dharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

    penulisan laporan ini. Diharapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi semua

    pihak.

    Akhir kata, diucapkan Terima Kasih.

    Tanjung Pati, Agustus 2015

    Rifka Ulya

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    9/44

    DAFTAR ISI

    Halaman

    RINGKASAN............................................................................................ i

    KATA PENGANTAR............................................................................... ii

    DAFTAR ISI.............................................................................................. iv

    DAFTAR TABEL..................................................................................... v

    DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. vi

    I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1

    1.2. Tujuan .............................................................................................. 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 5

    2.1. Sejarah Perkembangan Ayam Ras Petelur ...................................... 5

    2.2. Hatchery .......................................................................................... 6

    2.3. Telur Tetas ....................................................................................... 8

    2.4. Parent Stock ..................................................................................... 9

    2.5. Strain Ayam Ras Petelur ................................................................ 10

    2.5.1. Strain Isa Brown ................................................................... 12

    2.5.2. Strain Lohman ...................................................................... 13

    2.6. Proses Penetasan .............................................................................. 13

    III. METODE PELAKSANAAN............................................................. 15

    3.1. Waktu dan Tempat .......................................................................... 15

    3.2. Alat dan Bahan ................................................................................ 15

    3.3. Metode Pelaksanaan ........................................................................ 16

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 20

    4.1. Hasil ................................................................................................. 20

    4.2. Pembahasan ..................................................................................... 21

    V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 29

    5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 29

    5.2. Saran ................................................................................................ 29

    DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 30

    LAMPIRAN............................................................................................... 31

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    10/44

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Daya tetas telur berbagai kondisi ............................................................ 9

    2. Temperatur dan humidity holding room ................................................. 18

    3. Rata-rata total presentase telur infertil, explode, loss, DIS dan hatch .... 20

    4. Rata-rata total persentase DOC culling, female dan male ...................... 20

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    11/44

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Dokumentasi ........................................................................................... 31

    2.Daily report hatchability strain isa brown............................................. 35

    3.Daily report hatchability strain isa brown............................................. 36

    4.Daily report hatchability strain lohman................................................. 37

    5.Daily report hatchability strain lohman................................................. 38

    6. Denah ruang di dalamHatchery............................................................. 39

    7. Sejarah perusahaan .................................................................................. 40

    8. Strukstur organisasi perusahaan .............................................................. 41

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    12/44

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Unggas adalah hewan yang termasuk di dalam kelas Aves yang telah

    didomestikasikan dan dikembangbiakkan serta cara hidupnya diatur oleh manusia

    agar memberikan nilai ekonomis dalam bentuk barang dan jasa. Sebagai sumber

    protein hewani asal ternak, unggas merupakan produsen daging yang paling cepat

    dan ekonomis dibandingkan dengan ternak lain selain babi. Daging unggas

    termasuk salah makanan bergizi tinggi yang paling dapat diterima oleh setiap

    orang karena kandungan lemaknya relatif rendah dibandingkan dengan daging

    ternak ruminansia sehingga digunakan sebagai makanan dietetik.

    Di samping penghasil daging, unggas juga berperan sebagai penghasil

    telur, yang merupakan sumber pangan bagi manusia. Seperti halnya daging

    unggas, telur adalah makanan bergizi tinggi. Harga daging unggas dan telur relatif

    murah sehingga dapat terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Oleh karena

    keluwesannya maka unggas merupakan sumber protein hewani yang paling

    potensial bagi masyarakat (Yuwanta, 2004).

    Industri perunggasan di Indonesia semakin gencar melakukan peningkatan

    hasil produksinya baik secara kualitas maupun kuantitas. Usaha peningkatan

    produk peternakan unggas dimulai dari peningkatan kualitas ayam bibit atau

    Parent Stock sebagai penghasil ayam Final Stock. Manajemen bibit perlu

    ditingkatkan untuk menghasilkan DOC (Day Old Chick) yang berkualitas baik.

    Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembibitan ayam petelur adalah

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    13/44

    PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm khususnya yaitu Hatchery PT Charoen

    Pokhpand Jaya Farm Pekan Baru.

    Usaha penetasan merupakan parameter dari suatu usaha peternakan

    pembibitan dalam menghasilkan telur tetas yang berkualitas dan merupakan

    langkah awal dari suatu usaha peternakan baik komersial maupun pembibitan

    (breeding). Seleksi yang ketat terhadap ayam bibitparent stockharus dilakukan

    oleh perusahaan pembibitan yang bersangkutan untuk dapat memperoleh anak

    ayam (Final Stock) yang mempunyai sifat-sifat yang unggul seperti yang dimiliki

    oleh tetuanya (Parent Stock) yang dalam hal ini adalah produktivitas dan nilai

    ekonomisnya yang tinggi (Ardiansyah, Tantalo dan Nova, 2012).

    Ayam ras petelurstrain Isa Brownialah jenis ayam hibrida unggulan hasil

    persilangan dari ayam jenis Rhode Island Red dan White Leghorns, yang

    diciptakan di Inggris pada tahun 1978 oleh perusahaan breeder ISA. Ciri khasnya

    adalah bulu dan telurnya berwarna cokelat. AyamIsa Brown memiliki empat fase

    pertumbuhan, yaitu starter (umur 0-4 minggu), grower (umur 5-10 minggu),

    developer (umur 11-16 minggu) dan layer(umur >16 minggu) (Sahlan, 2013).

    Ditambahkan oleh Sahlan (2013) Lohman adalah ayam tipe petelur yang

    populer untuk pasar komersial, ayam ini merupakan ayam hibrida dan selektif

    dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis Rhode Island Red

    yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman pada tahun 1972 bernama

    LohmannTierzuch. Kebanyakan ayam ini memiliki bulu berwarna coklat seperti

    caramel, dengan bulu putih di sekitar leher dan di ujung ekor (Anonim, 2011).

    Ayam ini mulai dapat bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur

    per hari, dapat bertelur sampai 300 butir pertahun dan biasanya bertelur pada saat

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    14/44

    pagi atau sore hari. Kebanyakan orang akan memelihara ayam ini pada fase

    groweratau fase dimana ayam ini akan mulai berproduksi (Anonim, 2011).

    Unggas ras petelur penghasil telur konsumsi merupakan wadah untuk

    menghasilkan telur konsumsi yang digemari masyarakat. Peternak lebih

    cenderung memelihara ayam ras petelur dalam jumlah yang besar, karena ini

    merupakan investasi yang sangat menguntungkan pada saat sekarang ini. Oleh

    sebab itu, permintaan akan bibit ayam ras petelur yang berkualitas dan

    berkuantitas sangat tinggi.

    PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekan Baru merupakan salah

    satu perusahaan penetasan yang memproduksi DOC layer. Sedangkan, HE untuk

    menghasilkan DOC tersebut berasal dari farm 1 Medan yang menghasilkan 2

    strain yaitu Isa Brown dan Lohmandan menghasilkan 3 grade yang sama yaitu

    A1, A2 dan A3 dengan berat masing-masing yaitu 50-53,9 gram, 54-59,9 gram

    dan 60 gram ke atas.

    Perusahaan Hatchery ini tidak mengetahui dari strain dan grade mana

    yang menghasilkan DOC betina dan jantan yang paling banyak. Sedangkan yang

    diharapkan adalah DOC betina lebih banyak dari jantan. Pembedaan telur bibit

    dari beberapa strain dan grade diperlukan untuk melihat perbedaan presentase

    hasil DOC betina dengan DOC jantan pada layer. Dalam hal ini diharapkan akan

    menghasilkan DOC betina yang lebih banyak dari DOC jantan, maka akan dilihat

    dari strain mana yang menghasilkan DOC betina yang lebih banyak dari DOC

    jantan dan dari strain yang menghasilkan DOC terbanyak tersebut dari grade

    mana pula yang menghasilkan DOC betina yang paling banyak, apakah dari grade

    A3, A2 atau A1. Apabila dari DOC yang dihasilkan terbukti betina lebih banyak

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    15/44

    dari jantan dari salah satu strain dan grade tertentu maka hal itu perlu

    dikembangkan.

    1.2.Tujuan

    Tujuan dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui dari

    straindangrademana yang menghasilkan persentase DOC jantan dan betina.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    16/44

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Sejarah Perkembangan Ayam Ras Petelur

    Menurut Suharno (2012), usaha pembibitan adalah usaha peternakan yang

    menghasilkan ternak untuk dipelihara dan bukan yaitu dikonsumsi. Ada empat

    usaha pembibitan, yaitu sebagai berikut.

    1. Pembibitan untuk menghasilkan PL (pure line) atau ayam galur murni.

    2. Pembibitan untuk menghasilkan GGPS (great grand parent stock) atau ayam

    bibit buyut.

    3. Pembibitan yang menghasilkan GPS (grand parent stock) ayam bibit nenek.

    4.

    Pembibitan untuk menghasilkan PS (parent stock) atau ayam induk. Keturunan

    parent stock ini disebutfinal stock. Jenis bibit terakhir ini yang disebut sebagai

    ayam niaga dan DOC-nya dipelihara peternak untuk dibudidayakan.

    Berdasarkan (Ditjennak, 2005)perkembangan populasi ayam ras petelur

    sejak tahap perintisan hingga tahap landasan masih sangat lambat, tapi sejak tahun

    1971 terjadi lonjakan populasi dan lonjakan tertinggi terjadi antara tahun 1979

    (7.007 ribu ekor) dengan tahun 1981 (24.568 ribu ekor) mencapai 350 kali.

    Setelah tahun 1981 kenaikan populasi tidak begitu mencolok lagi. Kenaikkan

    populasi ayam petelur dari tahun 1993-1994 tidak terlalu drastis lagi, tetapi relatif

    konstan. Lain halnya dengan ternak ayam pedaging yang sejak tahun 1981, saat

    mulai masuk hingga tahun 1994, terus mengalami peningkatan yang cukup tajam.

    Hal ini mungkin sejalan dengan berhasilnya proyek pembangunan nasional.

    Ayam ras di Indonesia sebagian besar masih diimpor terutama untuk

    Grand Parent Stock(GPS) karena pusat pembibitan masih belum banyak bahkan

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    17/44

    mungkin belum ada. Sampai tahun 1992, jumlah galur ayam ras yang pernah

    diimpor tercatat ada 50 macam galur ayam petelur dan 45 macam galur ayam

    pedaging. Dari jumlah galur yang begitu banyak, yang dapat bertahan sampai

    tahun 1992, tercatat ada 11 galur ayam petelur dan 13 galur ayam pedaging.

    Persaingan yang terjadi diantara galur yang dipasarkan cukup tajam. Galur

    yang paling baik (mutu ayam, mutu pelayanan) akan dapat bertahan dan

    sebaliknya yang kurang baik akan disingkirkan dari pasaran. Pada tahan perintisan

    hingga tahap landasan tahun (1971), galur yang diimpor adalah dalam bentuk

    DOC final stock(FS). Mengikuti perkembangan perundangan di Indonesia maka

    pada tahap pertumbuhan (1980) maka bibit yang diimpor adalah DOC parent

    stock (PS) penghasil FS. Pada masa akhir tahap pertumbuhan (1980) maka bibit

    yang diimpor grand parent stock (GPS), penghasil PS. Hal inilah yang

    mendorong para investor menjadikan usaha ternak unggas sebagai industri

    (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).

    2.2. Hatchery

    Menurut Riyanto (2001) untuk memperoleh bibit ayam petelur maupun

    broiler komersial, para peternak umumnya membeli anak ayam dari perusahaan

    pembibitan (Hatchery). Penetasan telur pada perusahaan pembibitan biasanya

    menggunakan mesin tetas modern dengan kapasitas yang banyak. Cara penetasan

    seperti ini disebut penetasan secara buatan. Berbeda dengan penetasan ayam buras

    yang dilakukan oleh para peternak kecil, biasanya menggunakan induknya sendiri

    dan penetasan seperti ini disebut penetasan secara alami.

    Penetasan merupakan suatu usaha untuk menghasilkan seekor anak ayam

    umur sehari (day old chick) dari sebutir telur tetas. Awal mulanya penetasan

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    18/44

    dilakukan secara alami oleh induk ayam, namun dengan berkembangnya ilmu

    pengetahuan ditemukanlah sebuah teknologi tepat guna yang efisien yaitu mesin

    tetas. Cara kerja mesin tetas pada prinsipnya hampir sama dengan penetasan alami

    oleh induk ayam, namun yang menjadi efisien adalah jumlah telur yang dapat

    ditetaskan dapat lebih banyak dengan waktu yang sama (Riyanto, 2001).

    Daya tetas telur yang dihasilkan pada proses penetasan secara alami

    umumnya lebih rendah dibandingkan dengan penetasan secara buatan. Namun,

    penggunaan mesin tetas tanpa mengikuti petunjuk penggunaan yang benar dapat

    menyebabkan terjadinya kegagalan penetasan. Daya tetas yang rendah disertai

    angka kematian yang tinggi karena kesalahan operasional penetasan, masih sering

    terjadi. Mesin tetas yang digunakan pada tiap perusahaan pembibitan memang

    berbeda-beda, tetapi mempunyai prinsip dasar yang sama. Perbedaan pada mesin

    tetas ini terletak pada bentuk dan cara penggunaannya (Kartasudjana dan

    Suprijatna, 2010).

    Semakin meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk daging dan

    telur asal unggas, maka dibutuhkan bibit atau DOC dalam jumlah yang besar

    secara kontiniu, berdasarkan itulah didirikan sebuah Hatchery. Hatchery

    merupakan suatu unit usaha yang menangani proses penetasan telur tetas

    (hatching egg) dari breeder farm menjadi produk utama berupa DOC dengan

    kualitas tetas yang terjamin, tentunya hal itu tidak terlepas dari penggunaan mesin

    dengan teknologi canggih dan peranan manusia terlatih (Paimin, 2011).

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    19/44

    2.3. Telur Tetas

    Ayam yang dipelihara sebagai penghasil telur konsumsi umumnya tidak

    memakai pejantan dalam kandangnya karena telur konsumsi tidak perlu dibuahi.

    Berbeda dengan ayam petelur yang dipelihara untuk tujuan penghasil telur tetas,

    di dalam ruangan kandang perlu ada pejantan. Hal ini dimaksudkan agar telur

    yang dihasilkan dapat dibuahi atau fertil, sebab telur yang steril tidak akan

    menetas. Namun, dalam kenyataannya sering dijumpai telur tersebut tidak fertil

    seluruhnya (Rasyaf, 1991).

    Ditambahkan oleh Rasyaf (1991) seleksi telur merupakan aktifitas awal

    yang sangat menentukan keberhasilan penetasan. Telur tetas harus berasal dari

    induk (pembibit) yang sehat dan produktivitasnya tinggi dengan sex ratio yang

    baik, umur telur tidak boleh lebih dari satu minggu, kualitas fisik telur diantaranya

    bentuk telur tidak terlalu lonjong atau terlalu bulat, berat atau besar dan warna

    kulit telur harus seragam, permukaan kulit telur harus halus, tidak kotor dan tidak

    retak. Ayam pembibit petelur adalah ayam dengan ciri produksi tinggi karena

    sudah terseleksi dengan baik, tidak mempunyai sifat mengeram, mempunyai

    bentuk tubuh langsing, jengger dan pial besar.

    Daya tetas dipengaruhi oleh kondisi telur, menurut Kartasudjana dan

    Suprijatna (2010) yang disadur dari North (1984), di bawah ini adalah tabel daya

    tetas telur pada berbagai kondisi.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    20/44

    Tabel 1. Daya tetas telur pada berbagai kondisi.

    Kondisi telur

    Daya tetas (%)

    Fertilitas Berdasarkan

    telur fertil

    Berdasarkan

    semua telur

    Telur normal 82,3 87,2 71,7Telur retak 74,6 53,2 39,7

    Telur berbentuk tidak normal 69,1 48,9 33,8

    Telur berkerabang tipis 72,5 47,3 34,3

    Telur tanpa rongga udara 72,3 32,4 23,4

    Rongga udara tidak normal

    letaknya

    81,1 68,1 53,2

    Bercak darah besar 78,7 71,5 56,3

    Sumber: North (1984)

    Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan

    telur untuk menetas. Daya tetas ini dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pertama

    membandingkan jumlah telur yang dieramkan, dan kedua membandingkan jumlah

    telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil (dibuahi).

    2.4. Parent Stock

    Menurut Sudaryani dan Santosa (2002), untuk mendapatkan sejumlah

    anak ayam petelur dan anak ayam pedaging, maka peternak pembibit harus

    memikirkan jumlah ayam betina dara/bertelur yang dimiliki pada saat-saat

    tersebut. Dengan memperkirakan jumlah telur tetas yang yang dihasilkan serta

    daya tetasnya dan memperhitungkan tingkat kematian ayam induk, maka peternak

    akan melakukan pemesanan anak ayam indukparent stockbetina kepada peternak

    grandparent stock. Harus diperhitungkan juga bahwa di antara anak ayam

    komersial yang dihasilkan, terdapat ayam jantan dengan perbandingan jantan :

    betina kurang lebih 50% : 50%.

    Anak ayam indukparent stockjantan biasanya tidak diperhitungkan dalam

    pemesanan sebab peternak grandparent stock selalu menyertakan sejumlah 15%

    dari total pemesanan anak ayam induk betina. Standar jumlah telur tetas yang

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    21/44

    dihasilkan, daya tetas, maupun tingkat kematian parent stock tergantung pada

    strain ayam parent stock yang dipelihara atau yang akan diberikan oleh peternak

    grandparent stock (Sudaryani dan Santosa, 2002).

    2.5. StrainAyam Ras Petelur (Layer)

    Menurut Yuwanta (2004), untuk mendapatkan tipe ayam petelur, ada

    beberapa sifat/karakteristik yang harus diperhatikan pada tipe ayam petelur

    tersebut. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe ayam petelur adalah sebagai

    berikut:

    1. Cepat mencapai dewasa kelamin (18-20 minggu).

    2. Ukuran telur normal (60-65 gram).

    3. Kualitas telur baik, kuat dan seragam.

    4. Produksi telur per tahun tinggi (250-300 butir).

    5.

    Bebas dari sifat mengeram.

    6.

    Daya hidup tinggi (90%) dengan tingkat kematian rendah.

    7. Bebas dari sifat kanibalisme dan sifat mematuk bulu.

    8. Mudah beradaptasi dengan lingkungan.

    9.Nilai afkir ayam tinggi (2,3-2,5 kg).

    10. Konversi pakan rendah.

    11.

    Pertumbuhan anak ayam relatif cepat.

    12. Harga DOC bersaing.

    Dari sifat-sifat di atas, bangsa/kelas ayam yang cocok untuk

    dikembangkan sebagai ayam petelur adalah ayam yang memiliki ciri-ciri sebagai

    berikut:

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    22/44

    1. Bentuk tubuh lonjong (memanjang).

    2. Bobot badan relatif ringan.

    3.

    Tulang ringan.

    4. Shankpipih dan melebar ke samping.

    5. Sayap kuat dan dapat terbang.

    6.

    Gerakan lincah, temperamental, dan peka terhadap perubaha cuaca.

    7. Pertumbuhan bulu cepat (pada umur empat bulan bulu sudah sempurna).

    8. Jengger tumbuh cepat dan masak kelamin pada umur 4,5-5 bulan.

    9. Produksi telur tinggi (250-300 butir/tahun) dan berat telur rata-rata 62

    gram/butir sampai pada umur afkir (72 minggu).

    10. Bebas dari sifat mengeram.

    11. Jarak antara tulang sternum dan kloaka 4-5 jari dan jarak antara tulang pubis

    minimal 3-4 jari.

    Ayam jantan tipe medium mempunyai potensi untuk digunakan sebagai

    penghasil daging. Ayam jantan tipe medium mempunyai bentuk tubuh dan kadar

    lemak yang menyerupai ayam kampung, sehingga dapat digunakan untuk

    memenuhi kebutuhan konsumen yang mempunyai kebiasaan lebih menyukai

    ayam yang kadar lemaknya seperti ayam kampung. Pertumbuhan ayam

    dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik 30% dan lingkungan 70 %. Salah satu

    faktor genetik yang mempengaruhi adalahstrain, dan dari faktor lingkungan yang

    memberikan pengaruh paling besar adalah ransum. Pemilihan strain merupakan

    salah satu langkah awal yang harus ditentukan agar pemeliharaannya berhasil

    (Ardiansyah dkk, 2012).

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    23/44

    2.5.1. Strain I sa Brown

    Menurut PT Charoen Pokphand Jaya Farm Indonesia (2006), kelebihan

    strain Isa Brownadalah produktivitas tinggi (selain produksi telur juga produksi

    daging), konversi ransum rendah, kekebalan dan daya tahan hidup tinggi, dan

    pertumbuhan yang baik (Ardiansyah dkk, 2012).

    Ayam ras petelurstrain Isa Brownialah jenis ayam hibrida unggulan hasil

    persilangan dari ayam jenis Rhode Island Red dan White Leghorns, yang

    diciptakan di Inggris pada tahun 1978 oleh perusahaan breeder ISA. Ciri khasnya

    adalah bulu dan telurnya berwarna cokelat. AyamIsa Brown memiliki empat fase

    pertumbuhan, yaitu starter (umur 0-4 minggu), grower (umur 5-10 minggu),

    developer (umur 11-16 minggu) dan layer(umur >16 minggu) (Sahlan, 2013).

    Periode produksi telur ayam Isa Brown mulai dari minggu ke 18 sampai

    90 dan memiliki daya hidup sebesar 94%. Pada umur 144 hari tingkat produksi

    telur adalah 50%, pada puncak produksi mencapai 96%. Setiap ekor ayam dalam

    sekali masa pemeliharaan dapat memproduksi telur sebanyak 409 butir dengan

    berat rata-rata 62,9 gram. Jumlah pakan yang dikonsumsi rata-rata 111 gram,

    dengan nilai perbandingan konversi pakan atau Feed Conversion Ratio (FCR)

    rata-rata sebesar 2,15 (Ardiansyah, dkk ,2012).

    2.4.2. Strain Lohman

    Menurut Sahlan (2013), Lohmann Brown adalah ayam tipe petelur yang

    populer untuk pasar komersial, ayam ini merupakan ayam hibrida dan selektif

    dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis Rhode Island Red

    yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman bernama Lohmann Tierzuch.

    Kebanyakan ayam ini memiliki bulu berwarna coklat seperti caramel, dengan bulu

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    24/44

    putih di sekitar leher dan di ujung ekor (Anonim, 2011). Ayam ini mulai dapat

    bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur per hari, dapat bertelur

    sampai 300 butir pertahun dan biasanya bertelur pada saat pagi atau sore hari.

    Kebanyakan orang akan memelihara ayam ini pada fase groweratau fase dimana

    ayam ini akan mulai berproduksi (Anonim, 2011).

    Ayam betina strain Lohman memiliki umur awal produksi pada 19-20

    minggu dan pada umur 22 minggu produksi telur mencapai 50 %. Selain itu juga

    strain Lohmanpada umur 20 minggu sekitar 1,6-1,7 kg dan akhir produksi 1,9-2,1

    kg. Puncak produksistrain Lohmanmencapai 92-93%, dengan FCR sebesar 2,3-

    2,4, serta tingkat kematian sampai dengan 2-6% (Ardiansyah dkk, 2012).

    2.6. Proses Penetasan

    Tata laksana penetasan merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai

    dari penerimaan telur tetas, penanganan telur tetas baik seleksi, grading, fumigasi,

    candlingdan penyimpanan telur tetas, persiapan mesin tetas, pemasukan telur ke

    dalam mesin tetas, pengeraman di mesin Setter, pemutaran (turning) telur tetas,

    transfer ke mesin Hatcher, penanganan pasca penetasan meliputi Pullchick

    (pengambilan DOC), Grading dan Sexing, Debeaking (pemotongan paruh),

    vaksinasi pengemasan dan pendistribusian DOC, kegiatan rutin selama penetasan

    sampai pada pembersihan mesin tetas setelah menetas. Usaha menetaskan telur

    ayam artinya mengeramkan telur supaya menetas, yaitu pecah dan terbuka

    kulitnya, sehingga benih yang berkembang di dalamnya menjadi anak ayam hidup

    (Sarwono, 2002). Penetasan dengan mesin tetas, telur diletakkan dengan bagian

    ujung tumpul di bagian atas, tidak berarti harus vertical.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    25/44

    III. METODE PELAKSANAAN

    3.1. Waktu dan Tempat

    Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) penulis laksanakan di Unit

    HatcheryPT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekan Baru yang beralamat di Jln.

    Siak II Km 16, Desa Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Kota Pekan Baru, Provinsi

    Riau. Kegiatan magang dimulai pada tanggal 16 Maret s/d 31 Mei 2015.

    3.2. Alat dan Bahan

    Bahan utama yang digunakan adalah telur tetas (hatching egg) ayam layer

    strainIsa BrowndanstrainLohman. Jumlah telur tetas yang digunakan sebanyak

    25.920 butir atau sebanyak 4 kereta Jamesway strainIsa Browndan 25.920 butir

    atau sebanyak 4 kereta JameswaystrainLohman. Telur tetas dibagi dalam 6 buah

    kelompok diantaranya:

    Telur tetas grade A1strain Isa Brownsebanyak 25.920 butir atau 4 kereta

    Jamesway.

    Telur tetas grade A2strain Isa Brown sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta

    Jamesway.

    Telur tetas grade A3strain Isa Brownsebanyak 25.920 butir atau 4 kereta

    Jamesway.

    Telur tetas grade A1 strain Lohman sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta

    Jamesway.

    Telur tetas grade A2 strain Lohman sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta

    Jamesway.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    26/44

    Telur tetas grade A3 strain Lohman sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta

    Jamesway.

    Mesin yang digunakan dalam penetasan adalah mesin tetas otomatis skala

    besar milik perusahaan dengan merk Jamesway yang terbagi 2 inkubator yaitu

    inkubator setter dan inkubator hatcher. Sementara itu alat pendukung lain yang

    diperlukan adalah meja grading, lampu 45 watt sebanyak 3 buah masing-masing

    meja, box kertas, box plastik.

    3.3. Metode Pelaksanaan

    Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mengikuti semua kegiatan di

    HatcheryPT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekanbaru, adapun data diambil pada

    saat candlingHEdan pada saatpullchickyaitu pada saatsexingsebagai berikut:

    1. Candling HE

    Infertil

    Infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan. Sedangkan

    fertilitas merupakan persentase telur yang telah dibuahi dibandingkan telur yang

    dierami. Adapun persentase telur tetas infertil di Hatchery Pekan Baru dapat

    dihitung dengan rumus sebagai berikut.

    Persentase Infertil = total telur infertil 100%

    total telur yang di setting

    Explode

    Telur explode adalah telur tetas yang mengalami kebusukan dan pada

    akhirnya meledak. Adapun persentase telur tetas explodedi HatcheryPekan Baru

    dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

    Persentase telur Explode = total telur explode 100%

    total telur yang di setting

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    27/44

    Loss

    Telur loss merupakan telur tetas yang hilang, ditaksir ada kesalahan saat

    menghitung explode dan ada yang diambil pada saat sweeping di setter. Adapun

    persentase telur tetas loss di HatcheryPekan Baru dapat dihitung dengan rumus

    sebagai berikut.

    Persentase Telur Loss = total telur loss 100%

    total telur yang di setting

    HElayak

    HE layak merupakan telur tetas yang layak dimasukkan ke dalam mesin

    hatcher. AdapunHElayak diHatcheryPekan Baru dapat dihitung dengan rumus

    sebagai berikut.

    HE layak = HE DIS + HE yang menetas (hatch)

    2. Sexing(pemisahan jantan dan betina)

    Sexingmerupakan proses pemisahan antara jantan dan betina layer. Sexing

    hanya dilakukan pada DOC ayam layer, yaitu dengan menggunakan metode

    warna bulu. DOC betina memiliki warna bulu cokelat keemasan. Sementara itu

    DOC pejantan memiliki warna bulu kuning keemasan.

    Sexing adalah memisahkan/memilih antara ayam jantan dan

    betina. Biasanya dilakukan dengan metode buka kloaka, perbedaan warna bulu,

    dan perbedaan panjang bulu sayap (Suprijatna dan Kartasudjana, 2005). Sexing

    dengan melihat perbedaan warna bulu disebabkan adanya sifat-sifat tertentu yang

    terkait dengan kromosom yang berhubungan dengan jenis kelamin. Sexing dengan

    perbedaan bulu sayap biasanya dilakukan pada ayam yang pertumbuhan bulunya

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    28/44

    cepat dengan melihat bulu sayap runcing pada ayam betina dan pada jantan bulu

    sayap tidak runcing.

    Adapun kegiatan saatsexingadalah sebagai berikut.

    DIS

    Death in sheel merupakan telur tetas fertil tetapi telah mengalami

    kematian embrio sebelum masa menetas. Adapun persentase telur tetas DIS di

    Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

    Persentase Telur DIS = total telur DIS 100%total telur yang layak

    Hatch

    Telur hatch merupakan telur tetas yang menetas setelah proses transfer.

    Adapun persentase telur tetas hatch di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung

    dengan rumus sebagai berikut.

    Persentase Telur di Hatch = total telur hatch 100%

    total telur yang layak

    Culling

    DOCcullingmerupakan DOC yang tidak layak untuk dijual termasuk juga

    HE yang tidak jadi menetas. Adapun persentase telur tetas culling di Hatchery

    Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

    Persentase Telur di culling = total telur culling 100%

    total telur yang di hatch

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    29/44

    Female

    Adapun persentase telur tetas betina di Hatchery Pekan Baru dapat

    dihitung dengan rumus sebagai berikut.

    Persentase Female = total telur female 100%

    total telur yang di hatch

    Male

    Adapun persentase telur tetas jantan di Hatchery Pekan Baru dapat

    dihitung dengan rumus sebagai berikut.

    Persentase Male = total telur male 100%

    total telur yang di hatch

    Berdasarkan SOP Hatchery 2015, standar bobot telur berdasarkan grade

    untuk HE layer adalah grade A1 yaitu 50-53,9 gram, grade A2 yaitu 54-59,9 gram

    sedangkan untuk grade A3 yaitu 60 gram ke atas.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    30/44

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil

    4.1.1. Dari saat sebelum transfer

    I nferti l, explodedanloss

    Semua HE layer yang ditetaskan di Hatchery Pekan Baru berasal dari

    Farm 1 Medan. Adapun data telur tetas infertil, explode dan loss di Hatchery

    Pekan Baru dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 3. Rata-rata total dan persentase telurinfertil, explode dan loss

    Srain Grade TotalSett

    Infertil Explode Loss HElayak

    Jml Jml Jml Jml %

    IsaBrown

    A3 6.480 532 8,21 15 0,23 7 0,11 926 85,94

    A2 6.480 533 8,23 14 0,22 6 0,09 927 86,65

    A1 6.480 402 6,20 14 0,22 5 0,08 059 88,83Lohman A3 6.480 697 10,76 20 0,31 7 0,11 756 81,53

    A2 6.480 788 12,16 25 0,39 14 0,22 653 78,80

    A1 6.480 814 12,56 29 0,45 8 0,12 623 78,83

    ket: HE layak merupakan jumlah antara hatch dengan HE DIS

    4.1.2. Dari saat setelah transfer

    Cull ing, female danmale

    Adapun data DOC culling, female dan male di Hatchery Pekan Baru

    dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 4. Rata-rata total dan persentase DOC hatch, DIS, culling, female

    danmaleStrain Grade Hatch DIS Culling Female Male

    Jml Jml % Jml % Jml % Jml %Isa

    Brown

    A3 5569 93,98 357 6,02 115 2,07 2735 49,11 2719 48,82

    A2 5615 94,74 312 5,26 105 1,87 2766 49,26 2744 48,87

    A1 5756 95,00 303 5,00 105 1,82 2838 49,31 2813 48,87Lohman A3 5283 91,78 473 8,22 118 2,23 2588 48,99 2577 48,78

    A2 5106 90,32 547 9,68 120 2,35 2493 48,82 2493 48,82

    A1 5108 90,84 521 9,27 122 2,39 2474 48,43 2512 49,18

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    31/44

    4.2. Pembahasan

    4.2.1. Dari saat sebelum transfer

    a. Infertil

    Infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan. Sedangkan

    fertilitas merupakan persentase telur yang telah dibuahi dibandingkan telur yang

    dierami. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata presentase telur tetas yang

    infertil yang di candlingpada saat transferyaitu untukstrain Isa Brown gradeA3

    adalah 8,21%,strain Isa Brown gradeA2 adalah 8,23%, strain Isa Brown grade

    A1 adalah 6,20%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 10,76%,

    strain Lohman grade A2 adalah 12,16%, dan strain Lohman grade A1 adalah

    12,56%.

    Telur yang ditetaskan yang mempunyai infertil tertinggi adalah strain

    Lohman grade A1 yaitu 12,56% dan paling rendah adalah Isa Brown A1 yaitu

    6,20%, hal ini disebabkan oleh penanganan dan manajemen parent stock yang

    menghasilkan telur tetas tersebut selama di Breeding Farm. Fertilitas telur tetas

    dipengaruhi oleh ada tidaknya pejantan dan betina melakukan perkawinan. Jika

    betina dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan itufertil, sebaliknya jika

    betina tidak sempat dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan infertildan

    tidak akan menghasilkan bibit.

    Fertilitas diartikan sebagai presentase jumlah telur fertil berdasarkan

    jumlah telur yang dierami. Secara alami, fertilisasi terjadi di infundibulum sekitar

    15 menit sebelum ovulasi. Sperma bergerak sepanjang oviduct selama 30 menit

    untuk mencapai infundibulum, apabila belum ada telur yang terbentuk. Gerakan

    sperma dibantu oleh cilia dari oviduct,antiperistaltik otot, dan mortilitas sperma.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    32/44

    Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010), faktor-faktor yang

    mempengaruhi fertilitas adalah yang pertama mortilitas sperma. Dalam satu hari,

    pejantan akan memproduksi sperma normal selama 12 jam. Mortilitas berkurang

    bila pejantan terlalu sering mengawini betina. Selanjutnya umur, fertilitas yang

    baik untuk jantan maupun betina terjadi pada produksi tahun pertama dan

    menurun setelah tahun tersebut. Pejantan digunakan saat berumur 6 bulan sampai

    2 tahun. Setelah itu Produksi sperma, sperma yang mengandung persentase

    sperma abnormal yang tinggi, fertilitasnya menjadi rendah. Adapun faktor lain

    yang mempengaruhi fertilitas adalah ransum, hormon, lama penyinaran,

    preferential mating(memilih pasangan), musim,peck order, perbandingan jumlah

    jantan dan betina, dan lamanya jantan dalam kandang.

    b. Explode(HEyang busuk)

    Adapun data rata-rata persentase telur tetas yang mengalami kebusukan

    (explode) didapat pada proses transferdapat pada Tabel 3. Padastrain Isa Brown

    gradeA3 yaitu 0,23%,strain Isa Brown gradeA2 yaitu 0,22%,strain Isa Brown

    grade A1 yaitu 0,22%. Sedangkan pada strain Lohman grade A3 yaitu 0,31%,

    strain Lohman grade A2 yaitu 0,39%, danstrain Lohman gradeA1 0,45%.

    Dilihat dari data di atas telur tetas yang mengalami kebusukan adalah pada

    strain Lohman gradeA1 yaitu 0,45% dan yang paling rendah adalah Isa Brown

    A2 dan A1 yaitu 0,22%. Telur explode adalah telur tetas yang mengalami

    kebusukan dan pada akhirnya meledak. Telur explode disebabkan oleh

    penanganan telur tetas yang kurang baik mulai dari penerimaan telur tetas sampai

    manajemen disetter. Adapun faktor yang paling mendasar adalah telur tetas yang

    kurang bersih sehingga menyebabkan mudahnya bakteri masuk melalui pori-pori

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    33/44

    telur. Selanjutnya faktor penanganan di holding room sampai saat preheat,

    preheat harus dilakukan dengan metode yang tepat. Apabila preheat tidak

    maksimal dan tidak dilakukan dengan temperatur dan kelembapan yang tepat,

    maka telur tetas akan mudah mengembun dan menyebabkan telur busuk.

    Jika telur tetas akan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan akan

    dimasukkan ke dalam mesin tetas maka telur tersebut harus bebas dari kondensasi

    atau pengembunan pada permukaan kulitnya. Kondensasi terjadi karena kelebaban

    yang tinggi dan temperatur yang rendah selama penyimpanan. Titik-titik air ini

    perlu dihilangkan karena kemungkinan mengandung bakteri di dalamnya yang

    dapat menyebabkan rusaknya telur dan menurunkan daya tetasnya. Kondensasi

    dapat dihilangkan dengan cara, mengurangi kelembapan penyimpanan sesaat

    sebelum telur dikeluarkan dan meningkatkan temperatur ruangan penyimpanan

    agar menguap dengan cepat (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).

    c. Loss(HEyang hilang)

    Dilihat pada Tabel 3 rata-rata persentase telur tetas yang hilang (loss) yang

    dihitung pada saat transferyaitu untukstrain Isa Brown gradeA3 adalah 0,11%,

    strain Isa Brown grade A2 adalah 0,09%, strain Isa Brown grade A1 adalah

    0,08%. Sedangkan untuk strain Lohman gradeA3 adalah 0,11%, strain Lohman

    gradeA2 adalah 0,22%,strain Lohman gradeA1 adalah 0,12%.

    Dari data di atas dapat dlihat bahwa telur tetas yang paling banyak hilang

    adalah LohmanA2 yaitu 0,22% dan paling sedikit adalah A2 dan A1 Isa Brown

    yaitu 0,08%. Hal ini tidak berpengaruh besar bagi hasil penetasan karena dalam

    jumlah sedikit. Hanya saja kehilangan telur ini disebabkan karena telur yang

    busuk telah disisir pada saat di dalam mesinsettersaat prosessweeping. Sweeping

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    34/44

    dilakukan supaya telur yang busuk tidak pecah di dalam mesin setter. Apabila

    telur tersebut sempat meledak akan berpengaruh terhadap telur yang lain dan

    menyebabkan mesin kotor.

    c. HEyang layak

    Dilihat pada Tabel 3HEyang layak yang dihitung pada saattransferyaitu

    untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 85,94%, strain Isa Brown grade A2

    adalah 86,65%, strain Isa Brown grade A1 adalah 88,83%. Sedangkan untuk

    strain Lohman gradeA3 adalah 81,53%,strain Lohman grade A2 adalah 78,80%,

    strain Lohman gradeA1 adalah 78,83%.

    Dari data di atas dapat dlihat bahwa telur tetas yang layak ditetaskan

    adalah Isa BrownA1 yaitu 88,83% dan paling sedikit adalah A2Lohman yaitu

    78,80%. Semakin banyak HE yang layak untuk ditetaskan maka semakin baik

    pula produksi yang dihasilkan pada saat pullchick. Sebaliknya, semakin sedikit

    HEyang layak ditetaskan semakin tidak efektif pula hasil penetasan tersebut.

    4.2.2. Dari saat setelah transfer

    a. DI S (Death In Sheel)

    Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase telur tetas yang DIS (Death In

    Sheel)yang dihitung pada saat pullchickyaitu untuk strain Isa Brown grade A3

    adalah 6,02%,strain Isa Brown gradeA2 adalah 5,26%, strain Isa Brown grade

    A1 adalah 5,00%. Sedangkan untukstrain Lohman gradeA3 adalah 8,22%,strain

    Lohman gradeA2 adalah 9,68%,strain Lohman gradeA1 adalah 9,27%.

    Dari data di atas dapat dilihat bahwa telur tetas yang banyak mengalami

    kematian dalam kerabang adalah strain Lohman gradeA2 yaitu 9,68% dan yang

    terendah adalah Isa BrownA1 yaitu 5,00%. Hal ini disebabkan oleh penanganan

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    35/44

    dalam proses penetasan yang kurang tepat. Suhu dan kelembaban pada saat

    pengeraman di mesin setter sangat berpengaruh bagi kelangsungan penetasan

    yang baik. Apabila suhu terlalu tinggi maka kemungkinan akan matinya embrio

    itu sangat tinggi. Begitu juga dengan kelembapan yang rendah maka embrioakan

    mengalami dehidration.

    Temperatur inkubasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting.

    Temperatur yang tidak tepat akan menyebabkan rendahnya daya tetas. Dalam

    mesin tetas tipe forced draft incubator, antara hari ke-1 sampai hari ke-18,

    temperatur yang baik yaitu 99-100 F. Setelah hari ke-18, temperatur diturunkan

    2-3 F (97-99 F). Bila inkubator akan dipergunakan, temperatur harus benar-

    benar konstan. Kelembapan yang baik dalam mesin tetas antara hari ke-1 sampai

    hari ke-18 yaitu 50-60%, setelah hari ke-18 kelembaban dinaikkan menjadi 75%

    (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).

    b. Hatch(HEyang menetas)

    Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase telur tetas yang menetas dihitung

    pada saat pullchick yaitu untuk A3 adalah 93,98%, strain Isa Brown grade A2

    adalah 94,74%, strain Isa Brown grade A1 adalah 95,00%. Sedangkan untuk

    strain Lohman grade A3 adalah 91,78%,strain Lohman gradeA2 adalah 90,32%,

    strain Lohman gradeA1 adalah 90,84%.

    Dilihat dari data di atas data HEyang menetas pada saat pullchick yang

    paling tinggi adalah dari strain Isa Brown grade A1 yaitu 95,00% dan paling

    rendah adalah dari strain Lohman grade A2 yaitu 90,32%. HE yang menetas

    bergantung pada jumlah HEyang infertil, explode, loss danDIS, semakin banyak

    jumlahHEyang tidak layak tetas maka makin sedikit HEyang menetas pada saat

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    36/44

    pullchick, sebaliknya jika sedikit jumlah HE yang tidak layak maka HE yang

    menetas dalam saatpullchickakan semakin banyak.

    Keadaan fisik telur mempengaruhi daya tetas. Untuk mempertahankan

    daya tetas telur maka keadaan fisik telur harus diseleksi sebelum ditetaskan.

    Bentuk telur dipengaruhi oleh faktor keturunan (Kartasudjana dan Suprijatna,

    2010).

    c. Culling

    Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase DOC yang diculling yang

    dihitung pada saat pullchick dan dihitung dari total hatch(yang ditetaskan setelah

    transfer) yaitu untuk strain Isa Brown gradeA3 adalah 2,07%, strain Isa Brown

    grade A2 adalah 1,87%, strain Isa Brown grade A1 adalah 1,82%. Sedangkan

    untuk strain Lohman grade A3 adalah 2,23%, strain Lohman grade A2 adalah

    2,35%,strain Lohman gradeA1 adalah 2,39%.

    Dari data di atas DOC yang paling banyak di culling adalah dari strain

    Lohman grade A1 yaitu 2,39% dan yang paling rendah adalah strain Lohman

    gradeA2 dan A1 yaitu 1,82%. Menurut SOP Hatchery, DOC cullingdisebabkan

    oleh suhu dan kelembaban dalam mesin tetas. Kemudian disebabkan juga oleh

    kesalahan turning pada mesin. Adapun kesalahan turning (pemutaran telur)

    diantaranya posisi turning yang tidak tepat, biasanya standar SOP Hatchery45,

    turning harus dilakukan sitiap 1 jam sekali. Kereta yang macet atau tidak bisa

    turning juga berakibat terhadap DOC yang ditetaskan. Selanjutnya kesalahan pada

    sistem listrik. Adapun jenis-jenis DOC culling di Hatchery Pekan Baru sebagai

    berikut. Kulit telur, string navel, black navel, cacat, lumpuh, wetneck, sticky,

    dehidration, small under grade, yellow navel, blody.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    37/44

    d. Female

    Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase DOC betina yang dihitung pada

    saatpullchickdan dihitung dari total ditetaskan setelah transferyaitu untukstrain

    Isa Brown grade A3 adalah 49,11%, strain Isa Brown gradeA2 adalah 49,29%,

    strain Isa Brown grade A1 adalah 49,31%. Sedangkan untuk strain Lohman

    grade A3 adalah 48,99%,strain Lohman gradeA2 adalah 48,82%,strain Lohman

    gradeA1 adalah 48,43%.

    Dari data di atas tingkat persentase telur tetas yang menghasilkan DOC

    layer betina paling banyak adalah strain Isa Brown grade A1 yaitu 49,31% dan

    yang paling rendah adalah strain Lohman grade A1 yaitu 48,43%. Persentase

    jantan dan betina yang dihasilkan oleh suatu penetasan bergantung padastraindan

    grade dari telur yang ditetaskan. Hal ini berawal dari pemeliharan dan

    pengelolaan dari peternak parent stock. Faktor genetik dan pakan juga

    menentukan dari hasil produksi DOC. DOC betina sebaiknya lebih banyak dari

    DOC jantan, karena hanya DOC betina yang bisa menghasilkan telur komsumsi.

    DOC betina banyak dipelihara oleh peternak dibanding DOC jantan, karena lebih

    menguntungkan. Salah satu faktor genetik yang mempengaruhi adalah strain, dan

    dari faktor lingkungan yang memberikan pengaruh paling besar adalah ransum.

    Pemilihan strain merupakan salah satu langkah awal yang harus ditentukan agar

    pemeliharaannya berhasil (Ardiansyah dkk, 2012).

    e. Male

    Dilihat pada Tabel 4 persentase DOC jantan yang dihitung pada saat

    pullchick dan dihitung dari total hatch (yang ditetaskan setelah transfer) yaitu

    untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 48,82%, strain Isa Brown grade A2

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    38/44

    adalah 48,87%, strain Isa Brown grade A1 adalah 48,87%. Sedangkan untuk

    strain Lohman gradeA3 adalah 48,78%,strain Lohman gradeA2 adalah 48,82%,

    strain Lohman gradeA1 adalah 49,18%.

    Dari data di atas yang paling banyak mengahsilkan DOC jantan adalah

    dari strain Lohman grade A1 yaitu 49,18% dan yang paling rendah adalah

    Lohman grade A2 dan Isa Brown A3 yaitu 48,82%. Seperti yang dijelaskan di

    atas produksi DOC dipengaruhi oleh ransum dan lingkungan. Ada beberapa

    peternak yang memelihara DOC jantan karena harga bibit yang murah serta

    konversi ransum rendah, tetapi pertumbuhan lambat. Pada saat sekarang ini harga

    pasaran DOC layer jantan adalah Rp. 1.400,- sedangkan harga DOC layer betina

    adalah Rp. 4.900,- (SOP Hatchery, 2015).

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    39/44

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai

    berikut:

    1. Ternyata dari saat sebelum transferdataHEyang infertil, explode, loss,sampai

    saat ditetaskan di mesin hatcher,strain Isa Brown darigradeA1 dengan berat

    telur berkisar antara 50-53,9 gram paling baik.

    2. Ternyata dari saat setelah transfer atau saat pullchick yang paling banyak

    menghasilkan DOC betina juga daristrain Isa Brown gradeA1 yaitu 49,31%.

    Sedangkan yang terbanyak jantan adalah strain Lohman grade A1 yaitu

    49,18%.

    5.2. Saran

    Seandainya perusahaan ingin mendapatkan produksi DOC betina layer

    dengan jumlah yang lebih banyak, maka telur yang paling banyak ditetaskan

    sebaiknya daristrain Isa Brown gradeA1.

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    40/44

    DAFTAR PUSTAKA

    Ardiansyah, dkk. 2012. Perbandingan performa dua strain ayam jantan tipe

    medium yang diberi ramsum kmersial broiler.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=401

    7(Diunggah tanggal 16 Juni 2015).

    Direktorat Jenderal Peternakan, 1982. Syarat-syarat teknis pada perusahaan

    peternakan ayam bibit. Departement Pertanian. Jakarta

    Kartasudjatna, R, Suprijatna. 2010. Manajemen ternak unggas. Penebar Swadaya,

    Jakarta. 124 hal.

    Paimin, B. Farry. 2011. Mesin tetas. Penebar Swadaya, Jakarta. 164 hal.

    Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan penetasan. Cetakan ke-2. Kanisius, Yogyakarta.

    , M. 1995. Pengelolaan usaha peternakan ayam pedaging. Gramedia

    Pustaka Utama, Jakarta.

    Riyanto, A. 2001. Sukses menetaskan telur ayam. Agromedia Pustaka, Jakarta.

    Sahlan, B.Pengaruh berat badan ayam ras petelur fase grower terhadap produksi

    telur fase produksi.

    http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4729

    (Diunggah tanggal 22 Juni 2015)

    Sarwono, B. 2002. Beternak ayam buras. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Standar Operasional (SOP) Hatchery. 2015. Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand

    Jaya Farm. Pekanbaru, Provinsi Riau.

    Sudaryani, T. 2003. Kualitas telur. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Sudaryani, T, Santosa. 2002. Pembibitan ayam ras. Penebar Swadaya, Jakarta.

    159 hal.

    Suharno, B. 2012. Agribisnis ayam ras. Penebar Swadaya, Jakarta. 92 hal.

    Suprijatna, Kartasudjana. 2005. Ilmu dasar ternak unggas. Penebar swadaya,

    Jakarta.

    Yuwanta, T. 2004. Dasar ternak unggas. Kanisius, Yogyakarta. 151 hal.

    http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=4017http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=4017http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=4017http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4729http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4729http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4729http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=4017http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=4017
  • 7/23/2019 LTA Rifka

    41/44

    Lampiran 1. Dokumentasi

    Ruang penerimaanHE Candling HE

    Isa Brown A3 Isa Brown A2

    Isa Brown A1 Lohman A3

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    42/44

    Lohman A2 Lohman A1

    Sett HE Setting HE

    Transfer HE Break Out

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    43/44

    Grading dan Sexing Debeaking

    Vaksin Inject Vaksin spray

    Box DOC Jantan Layer Box DOC Betina Layer

  • 7/23/2019 LTA Rifka

    44/44

    DOC betina DOC Culling

    Holding room Setter

    Hatcher Ruangpullchick